Makalah ini membahas tentang dampak psikologis yang dialami calon legislatif (caleg) yang kalah dalam Pemilu Legislatif 2009. Banyak caleg mengalami stres berat hingga meninggal dunia akibat kekalahan. Faktor penyebabnya antara lain ketidakpastian mental untuk kalah, persaingan yang ketat, dan pengeluaran dana besar untuk kampanye. Upaya antisipasi dan pengobatan gangguan jiwa pasca pemilu perlu dilakukan
1. Tugas
Mata Kuliah Ilmu Sosial dan Budaya Dasar
‘Caleg Stres Pasca Pemilu 9 April 2009’
Makalah ini dibuat sebagai nilai ujian tengah semester mata kuliah
ilmu sosial dan budaya dasar
Makalah ini disusun oleh:
Yunita Rahmah
NIM 96375
Dosen Pembimbing:
Monalisa
Universitas Negeri Padang
2009
1
2. KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang senantiasa
melipahkan rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
ini tepat pada waktunya.
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan dapat
meberikan informasi lebih mengenai dampak psikologis bagi caleg yang kalah dalam
pemilu.
Seperti kata pepatah “Tak ada Gading yang Tak Retak”, begitu pula
dengan makalah yang penulis buat ini. Masih banyak terdapat kekurangan karena
tim penulis masih dalam tahap belajar.
Akhir kata penulis ucapkan Alhamdulillah dan terima kasih!
Padang, 4 Desember 2009
Yunitha Rahmah
NIM 96375
2
3. DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………….………………………………………………1
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………...2
BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang dan Identifikasi Masalah……………………………………..3
I.2 Rumusan Masalah…………….……………………………………………….3
I.3 Tujuan Penulisan……………………………………………………………...3
BAB II PEMBAHASAN MASALAH
II.1 Pelaksanaan Pemilu Legislatif 2009………………………………………....4
II.2 Kondisi Pencalonan Legislatif 2009…………………………………………4
II.3 Caleg Stres dan Meninggal Pasca Pemilu…….……………………………...5
II.4 Faktor-faktor penyebab caleg stress………….………………………………6
II.5 Antisipasi dan Pengobatan…………………….……………………………..7
BAB III PENUTUP
III.1 Kesimpulan………………………….………………………………………8
III.2 Saran……………………………….………………………………….…….8
BAB I
3
4. PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang dan Identifikasi Masalah
Pemilu merupakan hal yang penting dalam pelaksanaan demokrasi
dan penentuan masa depan bangsa Indonesia. Pemilu didefinisikan sebagai
suatu proses dimana para pemilih memilih orang-orang untuk mengisi
jabatan-jabatan politik tertentu.
Pemilu tanggal 9 April 2009 merupakan proses pemilihan oleh rakyat
untuk memilih dan menentukan wakil rakyat yang duduk di DPD, DPRD
tingkat I, DPRD tingkat II, dan penentuan partai besar utama. Data
pemerintah menunjukkan bahwa jumlah kursi yang diperebutkan tidak
sebanding dengan jumlah peserta pemilu khususnya para calon legislatif yang
jauh lebih besar.
Calon yang mendaftar pun relatif baru dan tidak semua Dari mereka
mengecap pengetahuan tentang dunia politik. Mereka juga tidak begitu
dikenal oleh masyarakat. Sehingga beribu cara dilakukan dengan harapan
mendapat kedudukan yang diinginkan. Dari keaadan tersebut, tentu tidak
semua calon legislatif siap dengan berbagai resiko yang mungkin terjadi jika
mereka kalah.
II.2 Rumusan Masalah
Penulisan makalah ini akan membahas mengenai permasalahan
seputar calon legislatif yang stress dan terganggu jiwanya pasca
kekalahannya dalam pemilu 9 April 2009.
II.3 Tujuan Penulisan
Penulis berusaha menyusun karya tulis ini sebagai nilai ujian tengah
semester mata kuliah Ilmu Sosial dan Budaya Dasar Tahun 2009 di
Universitas Negeri Padang.
Di samping itu penulis juga merasa perlu menjelaskan tentang
dampak psikis yang dialami para calon legislatif yang kalah dalam pemilu 9
April 2009.
BAB II
4
5. PEMBAHASAN MASALAH
II.1 Pelaksanaan Pemilu Legislatif 2009
Pemilu 9 April 2009 lalu, secara umum telah terlaksana secara ‘sukses’.
Pemilu ini merupakan pemilu yang dilaksanakan secara langsung oleh rakyat untuk
kedua kalinya setelah sebelumnya dilaksanakan pada tahun 2004.
Setiap warga yang menjadi bagian partai politik dapat menjadi calon
legislatif dengan berbagai syarat yang relatif mudah. Tidak heran, jika jumlah
pesertanya pun sangat banyak dari berbagai parpol yang ada. Banyak yang tergiur
dengan kekuasaan dan jabatan sebagai wakil rakyat yang dipandang terjamin
kehidupannya bahkan masa depan pensiunnya. Tidak hanya beruang, tetapi juga
disegani oleh masyarakat. Hal inilah yang sering disalah artikan karena ternyata,
tidak semua calon legislatif yang terdaftar, mempunyai misi mulia, dan niat yang
lurus. Namun begitulah cerminan masyarakat kita yang haus kekuasan dan
rendahnya mentalitas sebagai pemimpin yang sejati.
II.2 Kondisi Pencalonan Legislatif 2009
Terkait beberapa hal sebelumnya, proses pencalonan pun terkesan mengejar
deadline, sehingga banyak persiapan yang asal jadi dan asal comot sana sini asal
memenuhi target yang diingini. Hal ini menyebabkan para pengamat politik
meragukan kualitas para caleg yang diajukan tersebut, baik dari sisi data maupun dari
kualitas sumber daya manusianya. Tidak heran jika berkas-berkas pencalonan masih
terdapat satu atau lebih yang masih kuarang ‘sempurna’.
Masalah lain yang terjadi adalah verfikasi untuk meneliti kebenaran
dokumen-dokumen seperti ijazah terakhir, asli atau palsu, atau AsPal (asli tapi
palsu). Berbagai kasus tentang hal ini terungkapsetelah yang bersangkutan terpilih
untuk menjabat. Hal serupa dimungkinkan sekali lagi akan mewarnai hiruk pikuknya
para caleg 2009. semua itu tergantung dari kepandaian dan ketelitian serta kejujuran
dari pihak pemverifikasi berkas pencalonan pemilu tidak terbayang seorang caleg
yang terpilih dan duduk mewakili rakyat adalah pemimpin dengan tipu-tipu data dan
dokumen pribadinya.
Disisi lain ada kecenderungan pesta demokrasi yang berlangsung di
Indonesia lebih kental dengan transaksional daripada transformasional untuk
mendapatkan wakil-wakil rakyat berkualitas. Calon anggota legislative kebanyakan
habis-habisan mengeluarkan dana agar menjadi pilihan masyarakat dalam pemilu.
Melalui pemberian uang kepada masyarakat caleg bisa memiliki persepsi telah
melakukan yang seharusnya sehingga saat menjabat sebagai wakil rakyat tidak perlu
bertanggung jawab kepada masyarakat. Hal ini menyebabkan proses politik yang
5
6. terjadi adalah politik uang atau politik transaksional. Masyarakat harus memilih
wakil-wakilnya yang jujur, kapabel, sehingga aspirasi bisa disalurkan. Karena itu
pilihlah yang baik dan tidak merugikan rakyat.
Terdapat dua hal yang bisa dilihat saat ini dari sosok caleg, yaitu karakter
yang tidak sebenarnya dan hal kedua karakter aslinya. Komunikasi yang dilakukan
caleg cukup jelas menggambarkan kecenderungan karakter yang muncul adalah
bukan karakter aslinya atau karakter aslinya. Lewat public relations yang dibangu
agar masyarakat tertarik untuk memilih lewat berbagai cara, menunjukkan para caleg
potensial mengalami gangguan kejiwaan. Kecenderungan yang terjadi saat ini
dengan banyaknya politik uang yang mendorong caleg untuk berbuat korupsi.
Tidak sedikit para caleg yang mendatangi dukun dengan harapan
mempermulus proses pencalegannya menuju kursi kepemimpinan. Sungguh
kenyataan yang di luar logika. Kendati demikian, masih ada juga orang-orang yang
berperilaku menyimpang, jalur mistik diyakininya ampuh untuk mewujudkan suatu
impian. Sungguh calon pemimpin yang tidak berkompeten.
Secara marathon mereka beradu strategi menguras pikiran dan tenaga. Juga
berlomba-lomba meraih simpati para konstituen dan masyarakat agar bisa
melenggang ke kursi parlemen dan terpilih menjadi wakil rakyat. Seorang pakar
mengatakan bahwa masyarakatIndonesia cenderung menghindari ketidakpastian,
namun sekarang justru seperti orang yang bertaruh. Ini yang bisa menyebabkan
psikoptik, bukan lagi gangguan jiwa tapi sakit jiwa karena kalah.
Jika pasca pemilu ini, caleg sampai mengamuk maka Indonesia belum
sampai pada tataran ruang demokrasi, namun masih berada pada ruang anarki.
Banyak caleg yang berlatar belakang LSM, semoga menjadi harapan untuk
memperbaiki keaadan. Bukan sebagai pelarian karena LSM tidak mendapatkan
proyek saat ini.
II.3 Caleg Stres dan Meninggal Pasca Pemilu
Dengan pertarungan selama sembilabulan dan puncaknya pada saat
kampanye lalu tetu saja berpotensi mengakibatkan gangguan jiwa terhadap caleg
yang bersangkuatan. Caleg merupakan kelompok yang rawan mengalami beban fisik
dan psikis, terutama mereka yang gagal melenggang ke kursi parlemen. Berbagai
penyakit akibat beban luar biasa banyak dialami caleg.
Faktor psikis yang mungkn dialami, misalnya, mengalami stress dan
depresi berat akibat kegagalan dalam meraih suara bisa menimbulkan ketegangan
pikiran. Depresi berat itu terjadi karena ketidak seimbangan antara keinginan hati,
pikiran, dan fisik.
Sehari setelah dimulai perhitungan cepat quick count hail pemilu legislative
9 April 2009, seorang calon anggota legislatif perempuan dari partai Hanura,
6
7. Buleleng, Bali dikabarkan meninggal dunia setelah mengetahui dirinya kalah dalam
pengumpulan suara. Hari-hari berikutnya setelah pengumuman perolehan suara,
berbagai media kembali melaporkan ada caleg yang gantung diri, atau bunuh diri
setelah mengetahui suaranya jeblok.
Kita mencermati pada pemilu-pemilu yang telah lalu jarang sekali kita
mendengar ada caleg yang mengekspresikan kekalahannya secara vulgar. Stress yang
merka derita jarang sekali yang sampai ke permukaan, hanya sebatas menjadi rahasia
pribadi. Meskipun banyak diantara caleg yang kalah, tidak semuanya mengalami
sters berat, bunuh diri, atau meminta kembali pemberian yang telah diberikan kepada
masyarakat. Sebagian caleg menganggap kekalahannya sebagai hal yang biasa dalam
proses pemilihan. Memang begitulah seharusnya calon pemimpin yang bijaksana.
Menerima segala resiko yang mungkin terjadi, bahkan yang mungkin terjadi, bahkan
kemungkinan terburuk sekali pun dengan lapang dada.
II.4 Faktor-faktor penyebab caleg stress
Secara umum, terdapat beberapa faktor utama penyebab terjadinya stress
yang kalah menimpa caleg yang kalah. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:
a. Faktor pertama yang utama mengapa seorang caleg sampai stress adalah
ketidakpastian mentalnya untuk kalah. Banyak dari mereka yang memelihara
mental siap menang tanpa mengukur kapasitas dan kapabilitasdiri. Akibatnya
ketika kenyataan terburuk yang terjadi mengalami guncangan dan gangguan jiwa
yang terekspresikan dalam beragam bentuk.
b. Faktor kedua adalah banyaknya caleg yang bersaing sebagai konsekuensi
banyaknyaparpol yang ikut dalam pemilu. Padahal kursi yang tersedia relatif
tetap, sehingga populasi caleg yang gagal semakin banyak. Faktor banyaknya
caleg yang belum memiliki pekerjaan tetap sehingga mempersepsikan menjadi
anggota legislatif sebagai suatu pekerjaan dan mata pencaharian, semakin
memicu munculnya gangguan jiwa. Apalagi bila di antara mereka sudah merasa
mengeluarkan tenaga, pikiran, serta dana yang relatif banyak.
c. Faktor ketiga adalah pengaruhperekonomian internal caleg yang sebagiandari
mereka yang dirasa belum mapan sehingga harus bermodal hutang untuk
menyokong perjuangan namanya agar memperoleh suara terbanyak yang
tersalurkan lewat pamflet, baliho, bantuan-bantuan serta seabrek atribut pemilu
lainnya.
d. Faktor keempat adalah keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan
kemenagan seorang caleg ditentukan berdasar suara terbanyak. Keputusan
tersebut seakan mengharuskan setiap caleg berjuang secara mandiri sekuat daya,
tenaga, dan dana dalam upaya meraih simpati suara dari pemilih.
7
8. II.5 Antisipasi dan Pengobatan
Mengantisipasi berbagai gangguan kesehatan tersebutdi atas sepenuhnya
tergantung pada kesiapan mental, agama, serta seberapa besar harta yang dikeluarkan
pada prapemilu. Mungkin bagi yang uangnya banyak tidak masalah. Namun bagi
mereka (caleg) yang habis-habisan mengeluarkan harta tapi gagal meraih kursi,
disertai mental yang tidak cukup kuat, maka bisa mengalami depresi berat.
Pengobatan tergantung dari faktor penyebanya, sehingga dibutuhkan
keterbukaan, komunikasi, dan kerjasama baik dari keluarga dan tim dokter yang
menanganinya. Sementara itu, beberapa rumah sakit diberbagai pelosok negeri telah
mengupayakan persiapan sekaligus penanggulan stress jiwa yang dialami para caleg
kalah jauh-jauh hari. Hal ini dilakukan sebagai upaya perbaikan agar kasus tersebut
lebih terkontrol disbanding kejadian pemilu sebelumnya. Seperti kasus di Ponorgo
beberapa waktu lalu salah satu calon bupati setempat yang gagal harus dirawat di
rumah sakit jiwa setelah sebelumnya klayaban kemana-mana.
Pengelola Rumah Sakit Atma Husada Mahakam misalnya, kini
mengantisipasi bertambahnya jumlah pasien, khususnya dari para calon anggota
legislatif 2009 yang mengalami depresi berat akibat gagal meraih kursi dewan.
Pengelola telah menyiapkan sekitar 30 tempat tidur pada ruangan khusus, yakni di
gedung instalasi pemulihan didukung empat dokter dan perawat siaga.
Rumah Sakit Jiwa Marzuki Mahdi RS Kota Bogor juga telah menyiapkan
sepuluh kamar khusus VIP untuk ditempati. Pasca pemilu in diperkirakan puluhan
caleg akan mengalami tekanan mental, karena model suara terbanyak tanpa melihat
nomor urut bagi caleg saat ini membuat biaya politik semakin membengkak.
Kesemua upaya tersebut tidak akan berhasil dengan maksimal jika pribadi
masyarakat kita belum terdidik dengan benar. Perlu adanya pembinaan pendewasaan
diri dalam menyikapi setiap persoalan serta sosialisasi dengan masyarakat. Dengan
begitu, kemandirian dan kestabilan emosional akan lebih bisa terkontrol sehingga
dalam situasi terburuk sekalipun seseorang dapat berfikir secara rasional dan
tindakan-tindakan negatif secara tidak langsung pun dapat terkontrol pula.
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Berdasarkan pada pembahasan bab-bab sebelumnya, pada permasalah
caleg stress pasca pemilu legislatif dapat disimpulkan beberapa hal:
8
9. a. Tata cara pelaksanaan pemilu Legislatif termasuk peraturan
perundangan yang memuat berbagai konsekuensi logis yang dimungkinkan
banyak menimbulkan segi negatif belum tervalidasi dengan baik.
b. Pembinaan kepribadian sebagai pribadi diri maupun sebagai
makhluk social termasuk pendidikan dalam lingkup keluarga untuk mencetak
generasi pemimpin yang baik masih dalam taraf wacana yang belum terealisasi
secara maksimal.
c. Pelolosan calon legislatif masih sebatas asal comot untuk
memenuhi target sehingga calon yang diajukan belum memenuhi SDM yang
cukup sebagai seorang pemimpin yang handal.
d. Calon legislatif yang stress adalah mereka yang tidak siap
mental menanggung malu atas kekalahan, hutang, dan janji-janji yang terlanjur
tersampaikan.
e. Antisipasi pelaksanaan pemilu sudah cukup baik dengan
munculnya berbagai kamar tambahan pada setiap Rumah Sakit Besar
diberbagai daerah termasuk program pelayanan khusus calon legislatif sebelum
pemilu berlangsung.
III.2 Saran
Adapun beberapa saran yang dapat penulis sampaikan terkait
permasalahan ini adalah sebagai berikut:
a. Perlunya peninjauan ulang mengenai tata cara pelaksanaan dan peraturan
pemilu legislatif
b. Memperketat pelolosan calon legislatif
c. Pembinaan kepribadian kepemimpinan perlu direalisasikan secara menyeluruh,
umum dan berkelanjutan.
9
10. a. Tata cara pelaksanaan pemilu Legislatif termasuk peraturan
perundangan yang memuat berbagai konsekuensi logis yang dimungkinkan
banyak menimbulkan segi negatif belum tervalidasi dengan baik.
b. Pembinaan kepribadian sebagai pribadi diri maupun sebagai
makhluk social termasuk pendidikan dalam lingkup keluarga untuk mencetak
generasi pemimpin yang baik masih dalam taraf wacana yang belum terealisasi
secara maksimal.
c. Pelolosan calon legislatif masih sebatas asal comot untuk
memenuhi target sehingga calon yang diajukan belum memenuhi SDM yang
cukup sebagai seorang pemimpin yang handal.
d. Calon legislatif yang stress adalah mereka yang tidak siap
mental menanggung malu atas kekalahan, hutang, dan janji-janji yang terlanjur
tersampaikan.
e. Antisipasi pelaksanaan pemilu sudah cukup baik dengan
munculnya berbagai kamar tambahan pada setiap Rumah Sakit Besar
diberbagai daerah termasuk program pelayanan khusus calon legislatif sebelum
pemilu berlangsung.
III.2 Saran
Adapun beberapa saran yang dapat penulis sampaikan terkait
permasalahan ini adalah sebagai berikut:
a. Perlunya peninjauan ulang mengenai tata cara pelaksanaan dan peraturan
pemilu legislatif
b. Memperketat pelolosan calon legislatif
c. Pembinaan kepribadian kepemimpinan perlu direalisasikan secara menyeluruh,
umum dan berkelanjutan.
9