Dokumen tersebut membahas tentang bendungan (dams) sebagai salah satu modul kuliah pengembangan sumber daya air. Dokumen menjelaskan pengertian umum bendungan, tujuan pembelajaran umum dan khusus, tipe-tipe bendungan beserta fungsinya seperti bendungan beton dan bendungan timbunan, serta hal-hal penting yang perlu diperhatikan dalam perencanaan dan pembangunan bendungan.
1. VIII - I
Modul Kuliah : Pengembangan Sumber Daya Air
Modul No. 8 : Bendungan (Dams)
Tujuan Instruksional Umum (TIU) :
Mahasiswa mengetahui dan memahami secara umum pengertian waduk, mulai dari
perencanaan ketersediaan air, penentuan kapasitas waduk serta pola operasi
pemanfaatan volume waduk sesuai dengan kaidah pengembangan sumber daya air.
Tujuan Instruksional khusus (TIK) :
Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian, tujuan serta merencanakan ketersediaan
dan kapasitas waduk sesuai dengan kaidah pengembangan sumber daya air secara
keseluruhan.
2.
3. 8. BENDUNGAN (DAMS)
Pengertian Umum Bendungan
Bendungan adalah suatu bangunan air yang dibangun khusus untuk membendung
(menahan) aliran air yang berfungsi untuk memindahkan aliran air atau menampung
sementara dalam jumlah tertentu kapasitas/volume air dengan menggunakan
struktur timbunan tanah homogen (Earthfill Dam), timbunan batu dengan lapisan
kedap air (Rockfill Dam), konstruksi beton (Concrete Dam) atau berbagai tipe
konstruksi lainnya.
Dengan pesatnya perkembangan teknologi dalam perencanaan dan pelaksanaan
pembangunan bendungan telah mengaburkan batasan secara jelas pengelompokan
tipe bendungan, karena sebagai akibat dari usaha para perancang concrete dams
dan geotechnical engineers dalam mengatasi permasalahan bendungan timbunan
(Embankment Dams) untuk menurunkan biaya konstruksi, pemeliharaan serta untuk
mendapatkan nilai ekonomis yang lebih tinggi.
Usaha untuk mendapatkan nilai yang lebih kompetitif diantaranya adalah :
- Tingginya biaya membangun lapisan inti kedap air dan tanah liat diganti
dengan timbunan batu dan melapisi kedap air pada dinding permukaan sisi hulu
bendungan.
- Tingginya biaya tenaga kerja, peralatan dan lamanya durasi waktu
pelaksanaan pada bendungan beton (Concrete Dam) diatasi dengan
pembangunan dengan beton tuang yang langsung dipadatkan (Roller
Compacted Concrete Dams).
- Tingginya biaya pembangunan dan pelimpah darurat (Emergency Spillway)
diatasi dengan mengijinkan air melimpah melalui tubuh bendungan yang telah
dirancang tersendiri baik pada bendungan timbunan (Embankment Dams)
maupun struktur beton (Concrete Dam).
- Penyelidikan yang menerus terhadap perilaku bendungan dan pengaruh
terhadap gempa akan memperbaiki laboratorium test dinamis (Dynamic
Laboratory Method) dan perbaikan pada teknik pembangunan Concrete Dams
dan Embankment Dams.
Berbagai usaha untuk memperoleh Bendungan yang layak terhadap kelayakan
teknis, ekonomis dan lingkungan terus diusahakan hingga saat ini.
Tipe dan Fungsi Bendungan
8.2.1. Tipe Bendungan
Dalam penentuan tipe bendungan dapat ditinjau dari berbagai pandangan, misal :
- Pembagian tipe didasarkan pada ukurannya.
• Bendungan besar (Large Dams)
• Bendungan kecil (Small Dams)
- Pembagian tipe didasarkan pada tujuan pembangunannya.
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Ir. Hadi Susilo MM
PENGEMBANGAN SUMBER DAYA AIR
4. VIII - 2
• Bendungan dengan tujuan tunggal
(Single Purpose Dams)
• Bendungan serba guna (Multi
Purpose Dams)
- Pembagian tipe didasarkan pada jalannya air pelimpah.
• Bendungan untuk dapat dilewati air
(Overflow Dams)
• Bendungan untuk dapat menahan air
(Non Overflow Dams)
- Pembagian tipe didasarkan pada material konstruksinya.
• Bendungan beton (Concrete Dams)
• Bendungan timbunan (Embankment
Dams).
Pada umumnya yang sering digunakan adalah pembagian tipe bendungan
berdasarkan material yang digunakan untuk konstruksi yaitu Bendungan tipe beton
dan Bendungan tipe timbunan.
8.2.2. Bendungan Beton (Concrete Dams)
a. Umum
Prinsip dalam dasar yang harus diperhatikan didalam bendungan beton
diantaranya adalah :
- Pondasi Bendungan terletak pada lapisan batuan keras (Rock foundation)
- Beton merupakan bentuk struktur yang kaku (rigid) sehingga sangat kuat
menahan tekanan (Compressive strength) tetapi lemah terhadap gaya tarik
(Tensile strength). Oleh karena itu, bentuk dari konstruksi Bendungan beton
diusahakan sekecil mungkin mengakibatkan terjadinya tarikan (tensile
strength).
(Lihat Gambar 8.1, Bendungan Beton (Concrete Dam))
b. Beberapa tipe bendungan beton diantaranya adalah :
- Bendungan tipe Gravity (Gravity Dams)
Pada dasarnya bendungan ini mampu menahan beban dari waduk/
Reservoir melalui daya tahan gesekan akibat dari berat bendungan pada
pondasi.
Pada bentang melebar bendungan dapat diasumsikan bias-bias kantilever
dengan mengusahakan sekecil mungkin gaya tarik akibat momen untuk
menahan gaya guling (Overturning).
Lapisan batuan yang menahan pondasi harus mampu terhadap beban gesek
dan daya dukungnya dengan faktor keamanan sesuai yang berlaku.
(Lihat Gambar 8.2, Bendungan Tipe Gravity)
- Bendungan tipe Lengkung (Curved gravity Dams), apabila panjang as
bendungan sempit, maka sebagian dari gaya yang bekerja pada bendungan
dialihkan ke tebing (abutment).
Untuk menghindari terjadinya gaya tarik pada tubuh Bendungan beton, maka
bentuk bendungan disesuaikan dengan penyebaran arah gaya yang terjadi,
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Ir. Hadi Susilo MM
PENGEMBANGAN SUMBER DAYA AIR
5. VIII - 3
dan yang paling mendekati kea rah tegak lurus ke abutment adalah
membuat bentuk lengkung (Curved) atau busur (Arch).
(Lihat Gambar 8.3, Bendungan Tipe Lengkung (Curved Gravity Dam))
- Bendungan tipe Busur (Arch Dams)
Apabila bendung tipe lengkung (Curved Dams) terjadi dengan pengalihan
beban ke abutment lebih besar, akibat bentuk topografi yang lebih curam
dan lebih sempit, maka untuk memperoleh bentuk Bendungan yang lebih
sesuai dengan penyebaran gaya yang terjadi dengan arah tekan ke dinding
abutment, maka bentuk struktur menjadi lengkung busur atau Bendungan
tipe Busur (Arch Dams). Bentuk diperlukan dinding sandaran abutment yang
kokoh. (Lihat Gambar 8.4, Bendungan Tipe Busur (Arch Dams))
- Bendungan dengan Penyangga (Buttress Dams)
Tipe bendungan ini merupakan alternative penyelesaian untuk bendungan
tipe gravity bentang yang cukup panjang dengan lebih mengintensifkan
tenaga pelaksana dan memperkecil volume beton yang diperlukan.
Bentuk Bendungan dapat merupakan kombinasi antara Gravity, Curved atau
Arch Dams diantara kolom penyangganya.
Namun pemilihan dari bentuk Bendungan ini masih tergantung dari kondisi
geologi dan problem yang ditemui di lapangan.
(Lihat Gambar 8.5, Bendungan Tipe Penyangga (Buttress Dam))
c. Yang perlu diperhatikan untuk Bendungan Beton
[1] Pondasi (Foundation)
Pondasi merupakan permasalahan kritis untuk Perencanaan Bendungan
Beton (Concrete Dams), untuk harus memperhatikan hal-hal diantaranya
sebagai berikut :
• Modulus Deformasi (Deformation Modulus)
Deformasi yang tinggi yang disebabkan oleh adanya konsentrasi
tegangan di dalam struktur batuan harus dapat diketahui, namun variable
deformasi pada pondasi harus mengetahui material properties yang ada
di lapangan. Untuk itu diperlukan penyelidikan/test batuan fondasi lebih
rinci.
• Stabilitas Blok (Block Stability)
Diperlukan pemetaan batuan pondasi rinci untuk mengindikasi adanya
potensi bentuk kehancuran didalam pondasi akibat pengaruh beban.
Indikasi terhadap faults (patahan), shlaris (geseran), weathering profiles
(profil perlemahan) dan Jariting patterns (pola sambungan) yang terdapat
pada massa batuan pondasi.
Tes kekuatan geser (shear strength) terkait dengan perubahan relative
sesuai pada bentuk pondasi.
• Perbaikan Pondasi (Foundation Treatment)
Permasalah pondasi dapat diketahui selama masa tahap penyelidikan
batuan dasar pondasi. Perbaikan pondasi mungkin diantaranya adalah
membuang blok batuan yang tidak stabil, menambah system perkuatan,
memasang system drainage untuk mengurangi Up lift (tekanan keatas
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Ir. Hadi Susilo MM
PENGEMBANGAN SUMBER DAYA AIR
6. VIII - 4
akibat tekanan air) dan memberikan material ke dalam pondasi dengan
injeksi (grouting) untuk memperbaiki daya dukung (strength) pada zona
yang lemah dan menaikkan tingkat permeabilitas pada dasar pondasi.
[2] Pengaruh Temperatur (Temperature Effects)
Pengaruh temperature terkait dengan desain tipe beton untuk Bendungan
terhadap panas hidrasi dari beton pada kondisi batas. Apabila batas
temperatur (ambient temperature) tidak dijaga dengan baik, kemungkinan
akan terjadi retakan pada beton. Untuk mengatasi kondisi tersebut,
diperlukan langkah-langkah untuk mengatasi diantaranya adalah dengan
memasang sambungan-sambungan di dalam massa beton atau melakukan
pendinginan awal (Pre Cooling) pada material beton dan mengawasi secara
teliti pada proses pembuatan beton, atau melakukan pendinginan setelah
pengecoran beton dengan memasang jaringan pipa pendingin (Post
Cooling).
[3] Bentuk Struktur (Structure Shaping)
Perubahan bentuk yang tajam (patah) diusahakan untuk dihindari, karena
dapat menimbulkan penempatan konsentrasi tegangan. ∴Konsentrasi
tegangan ini merupakan bagian yang kritis terutama apabila terjadi gempa.
8.2.3. Bendungan Timbunan (Embankment Dams)
a. Umum
Tipe Bendungan Timbunan/Urugan (Embankment Dams) pada umumnya
didasarkan pada material yang digunakan untuk pembangunan bendungan
tersebut, dapat dari tanah atau batuan (Earth fill atau Rock fill). Pengelompokkan
selanjutnya diklasifikasikan oleh penempatan lapisan inti kedap air, ada yang
ditempatkan didalam tubuh bendungan (ditengah/miring, homogen), ada juga
yang ditempatkan di permukaan sisi hulu tubuh bendungan.
Stabilitas bendungan timbunan adalah didasarkan pada berat sendiri dari massa
materian Bendungan memenuhi syarat untuk menahan tekanan/beban yang
terjadi, dengan susunan gradasi material timbunan untuk menurunkan garis
tekan hidrolis antara timbunan dengan pondasi, sehingga rembesan (leakage)
diharapkan sekecil mungkin dan tanpa ada material yang ikut terhanyut (ter
erosi).
Tipe bendungan timbunan batu (Rock fill Dams) pada awalnya untuk Konstruksi
yang kecil dengan lapisan kedap air pada bagian permukaan hulu, namun
dengan kemajuan technologi pada saat ini Rock fill Dams cukup kompetitif untuk
bendungan besar dengan lapisan ini kedap air dibagian dalam tubuh
bendungan.
Untuk menghindari settlement di kemudian hari batuan harus juga dipadatkan
dengan pengaturan lapisan gradasi secara teliti.
Embankment Sheel (pelapis timbunan) biasanya terdiri dari material random
(campuran) atau abu batu berfungsi sebagai pengisi antara struktur dan lapisan
kedap air.
Timbunan dibagian permukaan hulu tubuh bendung biasanya dilindungi oleh
timbunan batu keras dengan susunan gradasi dan bentuk yang sesuai, bila tidak
tersedia dapat dilapisi dengan tanah bercampur semen (Soil cement facing).
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Ir. Hadi Susilo MM
PENGEMBANGAN SUMBER DAYA AIR
7. VIII - 5
Sedangkan untuk lapisan pelindung dibagian permukaan hilir tubuh bendungan
dari erosi terhadap hujan dapat dilapisi dengan gebalan rumput atau tanaman
keras. Perlu diperhatikan bahwa lapisan pelindung pada bagian hilir permukaan
tubuh bendung jangan sampai menjadi lapisan kedap air.
Dimensi besaran lapisan inti kedap air sangat tergantung dari ketersediaan
material didaerah pembangunan bendungan . Untuk lapisan kedap air dibagian
permukaan hulu dapat terbuat dari lapisan Asphalt atau beton, dengan
menggunakan metode cetakan berjalan (Slipforming methods) dan ikatan (key)
kedalam lapisan kedap air, pondasi batuan keras atau cut off.
Lapisan material kedap air tidak mungkin dapat menghilangkan 100% rembesan
dan hanya dapat memperkecil rembesan. Oleh karena itu harus disiapkan
lapisan drainase untuk mengalirkan rembesan secara aman didalam tubuh
bendungan tanpa membawa serta material timbunan bendungan melalui lapisan
halus sampai kasar (finer zones to courser zones).
Drainase galeri dan sumuran (Drainage galleries dan relief well) juga perlu
dipersiapkan.
b. Yang perlu diperhatikan untuk Bendungan Timbunan
[1] Pondasi (Foundation)
Pondasi bendungan timbunan dapat dibangun diatas batuan keras atau
tidak. Bila dibangun diatas massa batuan keras maka penurunan/Settlement
yang terjadi lebih kecil bila dibandingkan bendungan yang dibangun diatas
massa batuan lunak karena terdapat tambahan penurunan pada pondasi
(Consulidate) dan penurunan lebih kecil pada awal masa operasinya.
[2] Pemutus aliran (Cut offs)
Cut off sangat diperlukan oleh pondasi pada massa batuan lunak dan batuan
pecah (Non Rock atau Fractured rock) untuk mengurangi tekanan rembesan
(seepage), cut off dipasang dibagian hulu dari as puncak bendungan.
[3] Sifat Pelunakan (Liquefaction)
Kejenuhan akan mengakibatkan penurunan kepadatan material halus dan
akan menjadi tidak stabil bila ditambah dengan beban gempa. Selama terjadi
gempa, konfigurasi butiran akan menjadi lebih padat yang mengakibatkan
menaikkan tekanan air pori dan lepas.
Sistem drainase tidak berfungsi dengan baik dan air akan membuat perilaku
pondasi menjadi meleleh/mencair.
[4] Retakan dan stabilitas timbunan (Embankment Stability and
Cracking)
Bendungan timbunan harus direncanakan aman terhadap kemungkinan
terjadinya retakan, khususnya retakan melintang/vertikal (transverse cracks),
mungkin disebabkan akibat kerusakan oleh bocoran (piping). Retakan
melintang ini kemungkinan juga disebabkan oleh : akibat terjadinya
perbedaan settlement pada lereng abutment, kurang sempurnanya prosedur
penempatan material, permasalahan pondasi atau sebab lainnya.
[5] Tinggi jagaan (Free board)
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Ir. Hadi Susilo MM
PENGEMBANGAN SUMBER DAYA AIR
8. VIII - 6
Tinggi jagaan disiapkan untuk melindungi terhadap kemungkinan
melimpahnya volume air atau overtopping akibat gelombang, gempa bumu,
dan sebab lainnya.
Dasar-dasar Perencanaan Bendungan
8.3.1. Stabilitas Konstruksi Bangunan Beton (Concrete Dams)
Suatu bendungan beton berdasar berat sendiri harus memenuhi 4 syarat yang
penting, yaitu :
a. Tidak mengalami penggulingan (Overturning).
Ht = gaya horisontal total yang mene-
kan bendungan
Vt = gaya vertikal total yang mene-
kan tanah dibawah pondasi
MAh = momen horisontal di titik A
MAv = momen vertikal di titik A
Gambar 8.6 Keamanan terhadap bahaya penggulingan.
Dengan adanya gaya Ht akan menyebabkan tendensi terjadi penggulingan pada
titik A dengan momen sebesar MAh = Ht.a dan momen ini akan ditahan oleh
momen pelawan sebagai akibat gaya vertikal yaitu MAv = Vt.b. Jadi agar stabil
momen MAv ditambah angka keamanan haruslah lebih besar dibandingkan
dengan MAh (angka keamanan diambil lebih besar dari 1,50).
Atau didalam rumus =
ΣMAv
n= ≥ 150
,
ΣMAh
Keterangan : n = angka keamanan terhadap penggulingan.
MAv = momen vertikal total terhadap titik A.
MAh = momen horizontal total terhadap titik A.
Dapat pula dicari letak eksentrisitasnya. Apabila resultante gaya Ht dan Vt
disebut R, maka garis gaya R akan memotong dasar bendungan di titik D.
1
Ternyata bendungan akan stabil apabila titik D terletak didalam batas dari
3
lebar pondasi.
Bendungan tidak akan terguling apabila :
ΣM B B
e= − < ……………………………………. (8.1)
ΣV 2 6
Keterangan : e = eksentrisitas, jarak antara titik tangkap gaya R dengan
titik tengah pondasi T = DT
B = lebar pondasi
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Ir. Hadi Susilo MM
PENGEMBANGAN SUMBER DAYA AIR
9. VIII - 7
M = momen total terhadap titik A.
V = Vt = gaya vertikal total.
b. Tidak mengalami penggeseran (sliding).
Gambar 8.7 Kemanan terhadap bahaya penggeseran.
Dengan adanya gaya Ht, selain ada tendensi mengguling juga ada tendensi
menggeser dibagian pondasi sepanjang AC (lebar B).
Sebaliknya sebagai akibat gaya vertikal akan terjadi gaya pelawan geseran (τ)
yang bekerja sepanjang lebar pondasi.
Agar bendungan tidak menggeser maka :
f .ΣV + τ.A
N= ≥ 4 ……………………………………. (8.2)
ΣH
Keterangan : N = angka keamanan terhadap geseran.
f = koefisien geseran antara beton dengan beton atau beton
dengan batuan pondasi = tg φ.
τ = tegangan geseran dari beton terhadap batuan pondasi.
A = luas permukaan pondasi.
c. Tegangan tanah pada pondasi tidak dilampaui.
Gambar 8.8 Kemanan terhadap bahaya penurunan pondasi.
Dari segi penggulingan dan penggeseran, makin besar gaya vertikal total akan
semakin baik karena angka keamanan yang timbul makin besar. Tetapi dari segi
tegangan tanah, hal ini tidak menguntungkan karena semakin besar Vt tegangan
yang timbul akan makin besar pula. Oleh karena itu untuk bendungan yang
tingginya lebih dari 50 m harus dipikirkan alternative dengan tipe berongga
(concrete hollow gravity dams).
ΣV t 6.e
σmaks = 1 + ≤ (σ t ) …………………… (8.3)
B.L B
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Ir. Hadi Susilo MM
PENGEMBANGAN SUMBER DAYA AIR
10. VIII - 8
ΣV t 6.e
σmin = 1 − >0 ……………………. (8.4)
B.L B
Keterangan : σmaks = tegangan tanah maksimal yang timbul.
σmin = tegangan tanah minimal yang timbul.
Vt = gaya vertikal total
B = lebar pondasi
e = eksentrisitas
[σt] = tegangan tanah yang diizinkan berdasarkan pengujian
yang dilakukan.
Apabila bentuknya bukan persegi panjang, B.L. adalah luas pondasi.
d. Air rembesan yang timbul masih dapat dikendalikan.
Sampai saat ini (1986) belum ada standar yang sama untuk menentukan
rembesan air yang diizinkan karena faktor-faktor yang berpengaruh cukup
banyak. Sebagai contoh untuk bendungan penyediaan air minum diupayakan
tidak terdapat rembesan, sedangkan untuk bendungan pengendali banjir dapat
ditolerir asalkan tidak membahayakan konstruksi bendungan.
8.3.2. Stabilitas Konstruksi Bendungan Timbunan (Earthfill Dams)
Merupakan perhitungan konstruksi untuk menentukan ukuran (dimensi) bendungan
agar mempu menahan muatan-muatan dan gaya-gaya yang bekerja padanya dalam
keadaan apapun juga. Didalam hal ini termasuk terjadinya angina kencang, gempa
bumi hebat dan banjir besar.
Data angka yang dipakai untuk perhitungan harus diambil dari hasil penelitian dan
penyelidikan. Dalam keadaan yang tidak memungkinkan diadakannya penelitian dan
penyelidikan, data diambil dengan anggapan yang diperoleh dari pengalaman yang
mirip dengan proyek yang bersangkutan sehingga hasil perhitungan yang diperoleh
diyakini akan aman.
Didalam kriteria desain dan dasar-dasar perencanaan terdapat 3 prinsip yang harus
diperhatikan :
1) Untuk mencegah terjadinya bahaya limpasan lewat puncak
bendungan maka harus disediakan bangunan pelimpah dan bangunan
pengeluaran yang cukup kapasitasnya. Apabila terpaksa ada air yang melimpah
lewat puncak bendungan, hanya diperbolehkan yang berasal dari
ombak/gelombang yang terjadi karena angina. Kalaupun hal ini terjadi
bendungan harus dapat menahan tanpa menimbulkan kerusakan yang berarti.
2) Syarat-syarat stabilitas konstruksi dapat dipenuhi.
3) Untuk mencegah terjadinya bahaya gejala pembuluh maka
rembesan air yang kemungkinan terjadi harus disalurkan lewat saluran
pengering, sumur pengering atau sumur pelepas tekan.
a. Syarat-syarat stabilitas konstruksi
[1] Lereng disebelah hulu dan hilir bendungan harus tidak mudah
longsor. Lereng disebelah hulu bendungan harus stabil dan aman dalam
keadaan apa pun baik pada waktu waduk kosong, penuh air maupun
permukaan air turun dengan tiba-tiba (rapid drawdown). Demikian pula
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Ir. Hadi Susilo MM
PENGEMBANGAN SUMBER DAYA AIR
11. VIII - 9
untuk lereng disebelah hilir, harus stabil dan aman dalam keadaan apa
pun, baik pada waktu waduk kosong, penuh air maupun permukaan air
turun dengan tiba-tiba.
[2] Harus aman terhadap geseran.
[3] Harus aman terhadap penurunan bendungan.
[4] Harus aman terhadap rembesan.
b. Keadaan berbahaya yang harus ditinjau didalam perhitungan
Ada 4 (empat) keadaan, yaitu :
[1] Pada akhir pembangunan.
Berdasarkan penyelidikan tanah, baik di lapangan maupun di
laboratorium dapat diambil kesimpulan bahwa tanah hanya dapat dipakai
secara maksimal apabila kadar airnya mencapai optimal (optimum
moisture content). Ini berarti bahwa pada akhir pembangunan masih
terdapat kadar air yang besar, sehingga tegangan pori yang timbul juga
besar. Keadaan berbahaya yang harus ditinjau adalah daerah
kemiringan sebelah hilir.
[2] Pada waktu waduk terisi penuh dan terdapat rembesan tetap. Makin
tinggi permukaan air yaitu pada saat waduk terisi air penuh merupakan
keadaan yang berbahaya, sehingga ditinjau di dalam perhitungan.
Keadaan berbahaya yang harus ditinjau adalah kemiringan sebelah hilir.
[3] Pada waktu waduk terisi air sebagian dan terdapat rembesan tetap.
Ini perlu ditinjau karena longsornya bendungan tergantung dari beberapa
faktor dan kadang-kadang yang berbahaya justru bukan pada waktu
waduk penuh tetapi hanya sebagian saja. Keadaan berbahaya yang
harus ditinjau adalah kemiringan sebelah hulu (di dalam waduk).
[4] Pada waktu waduk terisi air penuh dan turun secara tiba-tiba (rapid
drawdown).
Pada waktu waduk terisi air penuh maka tekanan porinya dangat besar,
bagian di dalam waduk mendapatkan tekanan air keatas sehingga
beratnya berkurang. Pada waktu permukaan air waduk turun secara tiba-
tiba maka air dari pori-pori akan sangat lambat hilangnya sehingga masih
terisi air dan dalam keadaan basah maka beratnya menjadi bertambah
besar karena tekanan air ke atas tidak ada lagi. Keadaan berbahaya
yang harus ditinjau adalah di sebelah hulu.
Gambar 8.9 Bidang Longsor Pada Bagian Hilir
Gambar 8.10 Bidang Longsor Pada Bagian Hulu
c.Muatan-muatan dan gaya-gaya yang harus diperhitungkan
Yang terpenting adalah : berat bendungan sendiri, tekanan pori, tekanan
hidro static dan gaya sebagai akibat gempa bumi. Tekanan hidrodinamis
pada bendungan urugan sebagai akibat gempa bumi biasanya hanya kecil
sehingga dapat diabaikan. Menurut Zanger untuk menentukan tekanan
hidrodinamis digunakan rumus :
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Ir. Hadi Susilo MM
PENGEMBANGAN SUMBER DAYA AIR
12. VIII - 10
pd = c.Wo.k.H …………………… (8.5)
Keterangan : pd - tekanan hidrodinamis
Wo - berat jenis air = 1
k - koefisien gempa bumi
H - tinggi air di sebelah hulu bendungan
Cm h h h h
c - koefisien = [ (2 − ) + (2 − )] …… (8.6)
2 H H H H
h - jarak antara permukaan air tertinggi dengan titik
tangkap gaya hidrodinamis
Cm - Koefisien C di sini nilai pd mencapai maksimal.
Menurut Zanger nilai Cm tergantung pada kemiringan bendungan sebelah
hulu. Untuk bendungan urugan yang kemiringannya cukup landai maka nilai
Cm relatif kecil. Sedangkan h juga kecil disbanding dengan H sehingga
relatif nilai C menjadi kecil sehingga nilai pd juga kecil, dan biasanya dapat
diabaikan.
[1] Berat bendungan sendiri
Harus ditentukan dalam keadaan kering, basah atau di bawah air,
demikian pula masing-masing lapisan dihitung tersendiri karena berat
volumenya tidak sama. Berat volume kering (dry density, dry unit weight)
adalah perbandingan antara berat tanah dalam keadaan kering dengan
isi tanah seluruhnya. Berat volume basah (lembab, wet density) adalah
perbandingan antara berat tanah dalam keadaan basah dengan isi tanah
seluruhnya. Yang dimaksud basah di sini adalah dengan adanya air
kapiler maka keadaan tanahnya menjadi basah. Berat volume di bawah
air (jenuh, submerged density, saturated density) adalah berat volume
kering – 1 (berat volume air). Untuk menentukan batas-batasnya
digunakan jaringan aliran air (flow net), yaitu pada garis phreatik
(phreatic line). Di atas garis phreatik diambil berat volume kering atau
basah tergantung dengan keadaan yang paling membahayakan
konstruksi.
Di bawah garis phreatik diambil berat volume di bawah air.
Gambar 8.11Garis Phreatik Pada Tubuh Bendungan
Untuk bendungan urugan batu yang menggunakan lapisan maka berat
volumenya juga berbeda-beda, ada berat volume lapisan batu sebarang,
berat volume batu teratur, lapisan filter kasar, lapisan filter halus, lapisan
kedap air dan lain-lain. Pada keadaan waduk terisi air penuh lalu tiba-tiba
turun maka di bawah garis phreatik yang tadinya menggunakan berat
volume di bawah air setelah bagian hulu (waduk) hilang airnya maka
dipakai berat volume basah yang jauh lebih berat, hal ini sangat
mempengaruhi kestabilan bendungan.
[2] Tekanan pori (pori pressure)
Bekerja ke arah normal terhadap bidang geser dan sangat menentukan
untuk perhitungan keamanan terhadap geseran.
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Ir. Hadi Susilo MM
PENGEMBANGAN SUMBER DAYA AIR
13. VIII - 11
[3] Tekanan hidrostatis
Merupakan tekanan dari air di dalam waduk dan di sebelah hilir
bendungan.
Gambar 8.12 Tekanan Hidrostatis Pada Tubuh Bendungan
[4] Gaya sebagai akibat gempa bumi
Tergantung pada lokasi bendungan, biasanya sudah ada standar angka
gempa. Untuk bendungan yang tingginya di atas 60 m, dianjurkan
mengadakan penyelidikan khusus karena faktor gempa bumi akan
sangat besar pengaruhnya. Koefisien gempa (seismic coefficient)
biasanya terletak antara 0,05 – 0,25.
Untuk menentukan gaya gempa digunakan rumus sebagai berikut :
E = λ.W ……………………….. (8.7)
Keterangan : E = gaya gempa dengan arah horisontal (ton)
λ = koefisien gempa.
W = berat bangunan (ton)
d. Harus aman terhadap geseran
Untuk menentukan gaya geser suatu tanah Terzaghi menemukan rumus
sebagai berikut :
τ = C’ + σ n’ . tg Φ ……………… (8.8)
Keterangan : τ = gaya geser (ton)
C’ = angka kohesi tanah yang dapat ditentukan dengan
percobaan
σn’ = tegangan efektif yang bekerja secara normal (tegak
lurus) pada bidang geser (ton)
Φ = sudut geser yang menahan tegangan efektif.
Apabila tanah dalam keadaan tidak kering betul maka ada tegangan yang
disebut tegangan pori yang besarnya dapat dihitung dengan alat piezometer.
Semakin basah suatu tanah, semakin besar pula tegangan porinya
(merupakan tinggi air di dalam piezometer). Tegangan pori memperlemah
kestabilan bendungan maka makin besar tegangan pori keadaan bendungan
makin berbahaya. Usaha untuk memperkecil tegangan pori dapat dilakukan
dengan membuat saluran-saluran pengering (drainase).
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Ir. Hadi Susilo MM
PENGEMBANGAN SUMBER DAYA AIR
14. VIII - 12
σn’ = (σ – u )…………………………………(8.9)
Keterangan : σ = tegangan normal pada bidang geser (ton).
u = tegangan pori.
maka τ = C’ + (σ – u ) tg. Φ’ ……………….(8.10)
Contoh Perhitungan Bendungan
8.4.1. Contoh Stabilitas Konstruksi Bendungan Beton
a. Data sebagai hasil penelitian dan penyelidikan
Untuk dapat melakukan perhitungan haruslah dicari beberapa angka seperti
yang tersebut di dalam rumus dengan melaksanakan penelitian dan
penyelidikan yang sesuai dan secukupnya. Apabila datanya tidak ada harus
diambil dari pengalaman bendungan, keadaan geologi dan keadaan lapangan
yang sejenis.
[1] Berat volume air diambil 1 t/m3
[2] Berat volume beton.
Diambil dari pengujian bahan bangunan setempat yang harganya berkisar
antara 2,30 – 2,40 t/m3.
[3] Berat volume Lumpur.
Diambil dari pengujian lumpur setempat, karena selalu terendam di bawah
air, nilainya dikurangi 1, jadi apabila terdapat 2, diambil menjadi 1.
[4] Sudut geseran beton terhadap batuan pondasi (φ) dan
koefisien geserannya f = tg φ. Diambil dari pengujian geologi setempat.
[5] Tegangan tekan beton yang diizinkan.
Diambil dari pengujian bahan bangunan yang akan dipakai.
[6] Tegangan tanah yang diizinkan (bearing capacity).
Diambil dari pengujian geologi (mekanika tanah) setempat.
b. Muatan-muatan dan gaya-gaya yang bekerja pada bendungan
[1] Gaya Vertikal.
a) Berat sendiri bendungan.
Berat sendiri bendungan termasuk pula berat pintu air dan instalasi-
instalasi lainnya.
Gambar 8.13 Berat sendiri bendungan
Karena ukuran bendungan tidak teratur maka dibagi menjadi beberapa
bagian dan masing-masing bagian dihitung stabilitas konstruksinya.
Untuk memudahkan mencari titik tangkap gaya maka dibagi menjadi
empat persegi panjang dan segitiga.
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Ir. Hadi Susilo MM
PENGEMBANGAN SUMBER DAYA AIR
15. VIII - 13
Gambar 8.14 Mencari titik tangkap gaya
Untuk mencari titik tangkap gaya ke arah vertikal dan horisontal, jadi
jarak b dan a, maka dicari momen terhadap titik c.
Untuk memudahkan control perhitungan dibuat secara tabel (contoh
Gambar 8.13 dan 8.14).
γ – berat volume beton. γ air – berat volume air.
Jarak Jarak
No.
Berat sendiri horisontal ke G.b vertikal ke G.a Kete-
iri-
G ton titik c ton.m titik c a ton.m rangan
san
b (m) (m)
1 2 2 1 1
1. G1 = .h1.b1.γ b1 G1. b1 .a1 G1. a1
2 3 3 3 3
1 1 1 1
2. G2 = h2 .b2 .γ (b1 + b2 ) G2 (b1 + b2 ) .h G2. h
2 2 2 2
1 1 1 1 1
3. G3 = .h3 .b3 .γ (b1 + b 2 + b3 ) G3 (b1 + b2 + b3 ) .h 2 G3. h2
2 3 3 3 3
ΣG Σ G.b Σ G.a
Jarak titik tangkap gaya resultante berat sendiri
ΣG.b
Pada arah horizontal b =
ΣG
ΣG.a
Pada arah vertikal a =
ΣG
Dengan cara yang sama dapat dihitung pula untuk gaya lainnya.
b) Berat air disebelah hulu bendungan apabila
berbentuk miring sebagian atau seluruhnya. Sebagai permukaan air
tertinggi diambil FSL dengan tinggi air = h3
W1 = b1 (h3 – h1) γ air = b1 (h3 – h1) jarak titik tangkap a1.
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Ir. Hadi Susilo MM
PENGEMBANGAN SUMBER DAYA AIR
16. VIII - 14
1 1
W2 = b1 h1 γ air = b1.h1 jarak titik tangkap a2.
2 2
W1.a1 + W2 .a2
Jarak titik tangkap =
W1 + W2
Gambar 8.15 Berat air di sebelah hulu bendungan
c) Berat lumpur di sebelah hulu bendungan (W1)
apabila berbentuk miring sebagian atau seluruhnya. Sebagai permukaan
lumpur diambil hasil perhitungan berdasar sedimentasi akhir yang
direncanakan. Perhitungan berat dan titik tangkapnya dilakukan seperti
pada air, hanya tinggi dan berat volumenya yang berlainan.
d) Gaya tekan ke atas (uplift pressure).
Hukum Archimedes berlaku pula untuk konstruksi bendungan, yang gaya
tekan ke atas sama dengan berat dari volume benda yang dipindahkan.
Jadi akan sangat mengurangi berat beton, padahal makin berat betonnya
akan makin stabil terhadap gaya geseran. Oleh karena itu harus
diusahakan agar gaya tekan ke atas sekecil-kecilnya, dengan cara
mengeluarkan air rembesan lewat lubang sumur pengering (drainase
wells) atau menahan air rembesan dengan sementasi tirai.
Gambar 8.16 Skema gaya tekan ke atas
Dari gambar 8.16, perbandingan gaya tekan ke atas adalah :
U1 (tanpa sedimentasi) = ½ (h4 + h5) x b
U2 (dengan sedimentasi) = ½ (h4 + h5 + k.h4 – k.h5) x b1 + ½ (h 5 + k.h4
– k.h5 + h5) x b2
Jadi dengan membuat sementasi tirai akan banyak mengurangi gaya
tekan ke atas.
[2] Gaya horisontal.
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Ir. Hadi Susilo MM
PENGEMBANGAN SUMBER DAYA AIR
17. VIII - 15
a) Gaya Hidrostatik
Merupakan air yang menekan bendungan ada atau tanpa angin.
Gambar 8.17 Skema gaya hidrostatik dan gaya hidrodinamik
Sebagai tinggi air diambil TWL dengan tinggi = h3.
Hs = ½.h 3 γ air = ½.h 3 ² dengan titik tangkap pada jarak ⅓ h3.
b) Gaya hidrodinamik
Merupakan air yang menekan bendungan apabila ada gempa. Sebagai
tinggi air diambil FSL dengan tinggi = h4. Dianggap bahwa apabila terjadi
gempa bumi tidak bersamaan dengan terjadinya angin.
hd = Cd. γ air.k1.h4½ = Cd.k1. h4½
7
Keterangan Cd = koefisien yang biasanya diambil
12
k1 = koefisien gempa
c) Gaya horizontal sebagai akibat tekanan Lumpur
h1 = ½.k1.bd1. h12
Keterangan k1 = koefisien tekanan Lumpur, biasanya = 0,50
bd1 = berat jenis lumpur di dalam air
h1 = tinggi lumpur
d) Gaya sebagai akibat gempa
Untuk bendungan yang relatif tidak tinggi (kurang dari 30 m) maka
koefisieb gempa dapat diambil dari table berdasr lokasi rencana
bendungan, akan tetapi untuk bendungan yang lebih tinggi dari 30 m
perlu diadakan penelitian yang dilakukan para ahli (geotechnic engineer).
Gaya sebagai akibat gempa sama dengan berat sendiri bendungan x
koefisien gempa dan titik beratnya juga sama dengan titik berat
bendungan dan arahnya horizontal menekan bendungan.
Gambar 8.18 Skema gaya sebagai akibat gempa
Keadaan muatan (gaya) yang harus diperhitungkan di dalam perencanaan
Ada 3 keadaan yang harus diperhitungkan, yaitu :
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Ir. Hadi Susilo MM
PENGEMBANGAN SUMBER DAYA AIR
18. VIII - 16
a. Keadaan pada akhir masa konstruksi
Keadaan berbahaya terjadi pada waktu air waduk masih kosong (sebelum
pengisian waduk) dan terjadi gempa bumi yang akan mendorong bendungan ke
arah hulu.
Gambar 8.19 Skema muatan, keadaan pada akhir masa konstruksi
b. Keadaan normal sesudah operasi
Muatan dan gaya yang diperhitungkan :
1) Berat sendiri bendungan (G)
2) Berat air di sebelah hulu bendungan (W)
3) Gaya tekan ke atas (U)
4) Gaya hidrostatis (Hs)
c. Keadaan luar biasa sesudah beroperasi
Muatan dan gaya yang diperhitungkan :
1) Berat sendiri bendungan (G)
2) Berat air di sebelah hulu bendungan (W)
3) Berat Lumpur di sebelah hulu bendungan (W1)
4) Gaya tekan ke atas (U)
5) Gaya hidrostatis (Hs)
6) Gaya hidrodinamis (Hd)
7) Gaya horizontal sebagi akibat tekanan Lumpur (H1)
8) Gaya horizontal sebagai akibat gempa
Pada keadaan seperti ini tegangan tekan yang diizinkan dapat dinaikkan 30%.
Untuk mengakhiri uraian tentang beton berdasar berat sendiri, akan
disampaikan sebuah foto bendungan pada waktu pelaksanaan.
8.4.2. Contoh Stabilitas terhadap Geseran pada Bendungan Timbunan
Ada beberapa cara untuk menentukan stabilitas terhadap geseran
(1) Cara dengan irisan (slices method)
Cara ini disebut pula cara Fellenius atau cara Swedia. Diandaikan suatu
bendungan mengalami longsoran, maka dapat digambarkan bidang gesernya
dan menurut pengalaman terjadi karena putaran. Kelongsoran dapat terjadi baik
di daerah hulu (upstream) maupun hilir (downstream). Bentuk bidang geser
dapat seperti lingkaran dapat pula kombinasi garis lurus dan garis lengkung
yang untuk memudahkan perhitungan dibuat berbentuk lingkaran.
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Ir. Hadi Susilo MM
PENGEMBANGAN SUMBER DAYA AIR
19. VIII - 17
Gambar 8.20 Jari – Jari Bidang Longsor
Terjadi bidang geser menurut keadaan berbahaya, yaitu :
- Pada akhir pembangunan
- Pada waktu waduk terisi air penuh dan terdapat rembesan tetap
- Pada waktu waduk terisi air sebagian dan terdapat rembesan tetap
- Pada waktu waduk terisi air penuh dan turun secara tiba-tiba
Kita ambil suatu bidang geser berbentuk lingkaran dengan titik pusat P yang
terletak di atas bendungan. Letak titik pusat P dan jari-jari R adalah sebarang
asal memotong tepi bangunan. Dipandang untuk lebar 1m. Bidang yang terjadi
antara tepi bendungan dan bidang geser dibagi menjadi beberapa irisan yang
tebalnya sama. Kita ambil salah satu irisan sebagai berikut :
Gambar 8.21 Bidang Geser Pada Tubuh Bendungan
Di bidang sepanjang ℓ meter terdapat tegangan geser sebesar τ maka gaya
geser yang timbul = τ.ℓ.ton. Gaya geser inilah yang akan mempertahankan
segmen terhadap longsoran. Berta segmen sebesar W dapat diuraikan ke arah
tegak lusur dan sejajar bidang geser. Gaya berat yang searah bidang geser = W
sin α.
Momen yang akan menggeser dan menyebabkan terjadinya longsoran = W.sin
α.R. Momen yang mempertahankan agar longsoran tidak terjadi = τ.ℓ.R. Faktor
keamanan (safety factor = SF) adalah perbandingan antara momen yang
mempertahankan agar longsoran tidak terjadi dengan momen yang akan
menggeser dan menyebabkan terjadinya longsoran.
τ.ℓ.R. τ.ℓ
SF = = …………………………..(8.11)
W.sin α.R. W.sin α
Tadi telah kita ketahui bahwa τ = C’ + (σ - u) tg Φ’
maka
{ C’ + (σ - u) tg Φ’ }. ℓ
SF = ………………………….(8.12)
W.sin α
C’ ℓ + (σ.ℓ - u. ℓ ) tg Φ’
SF = W.sin α …………………………..(8.13)
Apabila N = σ.ℓ, maka
SF = C’ ℓ + (N - u. ℓ ) tg Φ’ …………………………..(8.14)
W.sin α
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Ir. Hadi Susilo MM
PENGEMBANGAN SUMBER DAYA AIR
20. VIII - 18
Ini adalah factor keamanan untuk 1 segmen yang dipandang tadi sedangkan
untuk keseluruhan irisan maka factor keamanan merupakan hasil penjumlahan
dari masing-masing segmen.
Maka
Σ C’ ℓ + Σ (N - u. ℓ ) tg Φ’
SF = …………………………..(8.15)
Σ W.sin α
Nilai C’ dan Φ’ dapat ditentukan berdasr percobaan di laboratorium sedangkan
panjang ℓ dapat dihitung.
Dari masing-masing irisan dapat dihitung :
- Berat masing-masing segemen dengan mengingat berat volume yang
sesuai dan keadaan yang sesuai pula.
- Sudut antara garis tegak dengan garis yang menghubungkan titik pusat P
dan titik tengah bidang geser (α).
Dengan demikian yang belum bias dihitung tinggal σ. Kita gambarkan lagi 1
irisan dan perhatikan keseimbangan gaya-gayanya.
Gambar 8.22 Keseimbangan Gaya pada Segmen
Pada segmen yang dipandang tadi bekerja gaya horizontal yaitu En dan En+1
yang besarnya belum dapat ditentukan. Demikian pula terdapat gaya-gaya tegak
Xn dan Xn+1 yang besarnya belum dapat ditentukan pula.
N1 merupakan uraian gaya W + (Xn + Xn+1) pada arah gaya N maka
N1 = { W + (Xn + Xn+1) } cos α
N2 merupakan uraian gaya En + En+1 pada arah gaya N maka
N2 = (En + En+1) sin α
Maka N = N1 – N2 = W. cos α + (Xn + Xn+1). cos α - (En + En+1). sin α
Karena belum ditentukan rumus yang tepat untuk menghitung N maka Fellenius
menanggap bahwa :
(Xn + Xn+1). cos α - (En + En+1). sin α = 0
maka N = W. cos α + (Xn + Xn+1). cos α - (En + En+1). sin α
= W cos α
jadi factor keamanan SF dapat dihitung :
C’ ℓ + (N - u. ℓ ) tg Φ’ C’ ℓ + (W.cos α - u. ℓ ) tg Φ’
W.sin α W.sin α
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Ir. Hadi Susilo MM
PENGEMBANGAN SUMBER DAYA AIR
21. VIII - 19
SF = = ……..(8.16)
Factor keamanan yang terkecil adalah factor keamanan yang paling berbahaya
maka inilah yang diambil. Dari uraian ini jelaslah bahwa banyak dipakai
perhitungan dan untuk mempercepat dapat digunakan kompuiter yang sesuai
kapasitas dan programnya.
(2) Cara Bishop
Juga menggunakan irisan seperti cara Fellenius hanya permisalannya yang
berlainan.
Kita ambil 1 segmen lagi.
Gambar 8.23 Stabilitas Elemen Menurut Cara Bishop
Kalau SF = factor keamanan maka dapat dibuat gambar seperti di atas.
Gaya u. ℓ, (N - u. ℓ), (N - u. ℓ) tg Φ’ dan C’ ℓ diuraikan ke arah tegak.
SF SF
tg Φ’ C’ ℓ
V = u. ℓ cos α + (N - u. ℓ ). cos α + (N - u. ℓ ) sin α + sin α
SF
= W + (Xn - Xn+1)
SF tg Φ’
W + (Xn - Xn+1) + u. ℓ cos α + (N - u. ℓ ). cos α + (N - u. ℓ ) sin α +C’ ℓ sin α
SF
(N - u. ℓ ). cos α + (N - u. ℓ ) tg Φ’ 1 sin α =
SF
SF
W + (Xn - Xn+1) - u. ℓ cos α C’ ℓ sin α
SF
(N - u. ℓ ) digabungkan maka akan didapat :
tg Φ’ 1 sin α
(N - u. ℓ ). (cos α + = W + (Xn - Xn+1) - u. ℓ cos α C’ ℓ sin α
SF
SF
C’ ℓ
W + (Xn - Xn+1) - ℓ. (u.cos α + SF sin α)
N - u. ℓ =
tg Φ’ 1 sin α
cos α +
SF
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Ir. Hadi Susilo MM
PENGEMBANGAN SUMBER DAYA AIR
22. VIII - 20
Kalau kita pandang segmen dengan jari-jari = R
Dengan adanya permisalan (Xn - Xn+1) cos α - (En - En+1) sin α = 0 terlihat bahwa
hal ini tidak sepenuhnya benar maka untuk bendungan yang tinggi cara ini tidak
tepat, sedangkan untuk bendungan yang tidak terlalu tinggi (< 60 m) cara ini
cukup memadai untuk dipakai dengan cepat. Untuk memudahkan dan
mempercepat perhitungan biasanya dipakai dengan system table sebagai
berikut :
- Berilah nomor masing-masing segmen dari irisan. Makin banyak segemen
yang dipakai makin teliti, tetapi makin banyak perhitungan. Menurut
pengalaman dengan mengambil kurang lebih 10 segmen sudah cukup teliti
dan cepat.
- Carilah berat sendiri W1, W2, W3,………………………………………..Wn.
- Ukurlah sudut α
- Carilah sin α1, sin α2, sin α3,………………………………………..….. sin αn.
- Carilah cos α1, cos α2, cos α3,…………………………………….….. cos αn.
- Carilah τ1 = W1. sin α1, τ2 = W2. sin α2,……………………… τn = Wn. sin αn
- Carilah N1 = W1. cos α1, N2 = W2. cos α2,…………………… Nn = Wn. cos αn
- Ukurlah ℓ sehingga dapat dicari C’ ℓ dan u. ℓ
- Hitunglah N1 - u1 . ℓ , N2 - u2 . ℓ …………………………………….… Nn - un . ℓ
- Hitunglah tg Φ’
- Hitunglah (N1 - u1 . ℓ). tg Φ’, (N2 - u2 . ℓ). tg Φ’…………………(Nn - un . ℓ). tg
Φ’
- Kemudian dimasukkan dalam table :
(N - u. ℓ) tg Φ
tg Φ
u
sin α
τ = W. sin α
cos α
N = W. cos α
W
C’
Nomor segmen
C’. ℓ
u. ℓ
N - u. ℓ
ℓ
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
∑ kolom 4 ∑ kolom 9 ∑ kolom 14
= ∑ W. sin α = ∑ C’. ℓ = ∑ (N - u. ℓ) tg Φ
∑ kolom 9 + ∑ kolom 14
SF = ……………………………….……..(8.17)
∑ kolom 4
Perhitungan diulangi 3 @ 4 kali dengan mengambil lingkaran dan titik pusat
yang berlainan. Jarak horizontal titik pusat P dengan titik tengah alas
segmen = X maka X = R. sin α
Momen yang akan menggeser dan menyebabkan terjadinya kelongsoran
= ∑ W.X
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Ir. Hadi Susilo MM
PENGEMBANGAN SUMBER DAYA AIR
23. VIII - 21
Momen yang mempertahankan agar longsoran tidak terjadi = ∑ τ. ℓ.R
∑ τ. ℓ.R ∑ τ. ℓ.R ∑ τ. ℓ
Faktor keamanan SF = = =
∑ W.X ∑ W. R. sin α ∑ W. sin α
1
SF = C’. ℓ + (N - u) tg Φ
∑ W. sin α
C’
1 W + (Xn - Xn+1) - ℓ. (u.cos α - SF sin α) tg Φ’
= C’. ℓ +
∑ W. sin α tg Φ’
cos α +
SF
Bishop menganggap bahwa Xn - Xn+1 adalah kecil maka nilainya dianggap =
0 dan ℓ. cos α = b, maka
W – u.b + ( C’ sin α)
1 C’b SF
SF = + . tg Φ’
∑ W. sin α cos α tg Φ’
cos α + SF sin α
1 sec α
SF = C’b + tg Φ’ . (W – ub) .
∑ W. sin α tg Φ∋
1+ tg α
SF
SF =
1 sec α
C’b + tg Φ’ . (W – ub) .
∑ W. sin α tg Φ∋
1+ tg α
SF
Karena disebelah kanan juga terdapat factor keamanan (SF) maka
penyelesaiannya adalah dengaan cara coba-coba (trial and error method)
sesudah nilainya tidak banyak selisihnya perhitungan dianggap sudah cukup
teliti. Cara ini pun dilakukan dengan cara membuat tabel cara Fellenius
sebagai berikut :
1 + (tg Φ’/SF) tg α sec α
1 + (tg Φ’/SF) tg αsec α
Kolom 13 x Kolom 16
Kolom 13 x Kolom 18
C’b(W - u. bℓ) tg Φ
(W - u. bℓ) tg Φ’
Nomor irisan
(W –u.b)
W. sin α
sec α
sin α
tg Φ’
C’. b
tg α
u.b
W
C’
b
u
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
∑ kolom 4= ∑ W. sin α ∑ kolom 17 ∑ kolom 19
∑ kolom 17
Percobaan pertama SF =
∑ kolom 4
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Ir. Hadi Susilo MM
PENGEMBANGAN SUMBER DAYA AIR
24. VIII - 22
∑ kolom 19
Percobaan kedua SF = ∑ kolom 4
Makin sering membuat latihan / pekerjaan makin cepat pula
perhitungan.Jelaslah bahwa di sini perhitungan lebih banyak sehingga hasilnya
akan lebih baik. Tetapi cara ini hanya sesuai untuk bendungan yang tinggi (lebih
dari 60 m), sedangkan untuk bendungan yang relatif rendah hasil yang akan
dicapai tidak jauh berbeda dengan cara Fellenius. Andaikata 1 kali perhitunfan
memerlukan 3 kali, ada 4 keadaan, 4 faktor keamanan berarti ada 3 x 4 x 4 = 48
kali perhitungan. Maka dengan menggunakan komputer yang sesuai kapasitas
dan programnya dapat mempercepat jalannya perhitungan.
Harus aman terhadap penurunan bendungan
Ini berarti bahwa genangan tekan tanah yang terjadi pada pondasi harus lebih kecil
daya dukung tanah yang diijinkan. Ini pun harus dihitung pada keempat keadaan
berbahaya seperti tersebut dalam butir 8.3.2.6. Karena pondasi bendungan sangat
luas maka tegangan tekan tanahnya juga tidak akan seragam di daerah satu
dengan lainnya. Maka perlu dihitung beberapa keadaan pada daerah bendungan
yang paling tinggi dan daerah lain yang daya dukung tanahnya kecil. Perlu diketahui
bahwa untuk menentukan daya dukung tanah yang diijinkan harus dihitung
berdasarkan hasil-hasil pengujian mekanika tanah secukupnya, jadi tidak hanya
mengambil referensi dari buku-buku saja.
seluruh gaya tegak
σ pondasi = tegangan tekan tanah = luas bendungan
σ pondasi = ΣV [σt] ………………………………………………..…(8.18)
b.B
Keterangan : V = jumlah seluruh gaya tegak
b = lebar bagian yang berbahaya
B = lebar bendunfan
[σt] = daya dukung tanah yang diijinkan dengan memperhatikan
angka keamanan yang biasanya diambil 2 – 3.
Gambar 8.24 Gaya Pada Elemen Pondasi
Harus aman terhadap bahaya rembesan
Ini berarti bahwa rembesan yang timbul di bawah pondasi dan di kaki kiri (left
abutment) serta kaki kanan (right abutment) tidak boleh melebihi batas yang telah
ditentukan. Perhitungan dapat dilakukan dengan membuat jaringan aliran air (flow
net).
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Ir. Hadi Susilo MM
PENGEMBANGAN SUMBER DAYA AIR
25. VIII - 23
Ada 2 hal yang perlu diperhatikan yaitu :
(1) Kecepatan kritis dari bahan bangunan tidak dilampaui. Apabila kecepatan
kritisnya dilampaui maka ada butir-butir kecil yang terbawa aliran yang akan
menimbulkan pori-pori. Dengan demikian lebih menambah kecepatan air dan
kalau dibiarkan akan menimbulkan bahaya piping. Agar bendungan stabil,
kecepatan aliran air tidak boleh melebihi kecepatan aliran kritis. Justin telah
menemukan rumus sebagai berikut :
√
√k= Wef . g ……………………………………………………..(8.19)
F.γ
√k = kecepatan kritis butir
Wef = berat efektif
g = percepatan gravitasi bumi = 9,78 m/detik2
F = luas daerah butir yang memungkinkan terjadinya aliran
α = berat jenis air = 1
Sehingga rumus dapat ditulis :
√k=
√ 9,78 .
Wef . g
F.γ
……………………………..………………..(8.20)
(2) Debit air rembesan tidak boleh melampaui
Hal ini selain membahayakan bendungan juga menyebabkan pengoperasian
waduk tidak efektif. Maka debit air rembesan harus dibatasi yaitu maksimal 2%
- 5% dari debit rata-rata yang masuk ke dalam waduk. Makin beesar debit rata-
rata, persentasemaksimal yang diambil harus makin kecil.
Untuk menentukan besarnya debit rembesan air terdapat rumus :
Nf
q= .k.h …………………………………………………………..(8.21)
Np
Keterangan :
q = debit rembesan air
Nf = jumlah aliran air (flow channels)
Np = jumlah penurunan tenaga potensial yang sama
k = koefisien rembesan
h = selisih tinggi permukaan air
Untuk keperluan ini, harus dibuat garis jaringan aliran. Berdasr penelitian di
laboratorium maka bentuk flow nets adalah seperti pada gambar 3.43. Air akan
merembes mengikuti garis aliran (flow line).
Tekanan air dapat diukur dengan piezometer. Garis yang terbentuk sebagai
akibat adanya tenaga potensial yang sama disebut equipotential lines.
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Ir. Hadi Susilo MM
PENGEMBANGAN SUMBER DAYA AIR
26. VIII - 24
Equipotential lines selalu tegak lurus dengan flow lines dan jarak antara
pertemuan equipontial dengan garis phreatik adalah sama.
Gambar 8.25 Garis jaringan aliran
Untuk membuat garis jaringan aliran akan disampaikan secara singkat.
Gambar 8.26 Garis Aliran Air (Phreatic) Pada Tubuh Bendungan
Urut-urutan penggambaran adalah sebagi berikut :
1. Setelah digambar potongan melintang bendungan lalu diukur titik G; GE =
0.30 AF.
Apabila kemiringannya curam maka GE = 0.20 AF.
2. dibuat lingkaran dengan titik pusat I dan jaringan IG yang memotong garis
AI di titik K. Maka KH = Xo.
3. Tentukan titik J sedang IJ = ½ KH = ½ Xo
4. Garis GJ merupakan parabola dengan sumbu X = garis dasar AD dengan
sumbu Y = garis tegak GH
Persamaan parabola X = Y2 – Xo2 . Garis GJ inilah yang disebut phreatic
2 Xo
lines.
5. Tinggi h dibagi menjadi beberapa bagian yang sama dengan h = n.∆h.
6. Dari setiap titik dari ∆h dibuat garis lengkung yang tegak lurus dengan GJ
dan tegak lurus pula dengan garis AD. Garis-garis inilah yang disebut
equipotential lines.
7. Dibuat beberapa garis yang tegak lusur ke garis tersebut butir 6,
sedemikian rupa sehingga setiap bagian mempunyai luas yang hampir
sama. Dalam contoh luas a = luas b = luas c = luas d. Demikian pula luas e
= luas f = luas g = luas h. Garis-garis yang terjadi disebut flow lines.
8. Terjadilah garis jaringan aliran.
Gambar 8.1, Bendungan Beton (Concrete Dam)
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Ir. Hadi Susilo MM
PENGEMBANGAN SUMBER DAYA AIR
27. VIII - 25
Gambar 8.2, Bendungan Tipe Gravity
Gambar 8.3, Bendungan Tipe Lengkung (Curved Gravity Dam)
Gambar 8.4, Bendungan Tipe Busur (Arch Dams)
Gambar 8.5, Bendungan Tipe Penyangga (Buttress Dam)
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Ir. Hadi Susilo MM
PENGEMBANGAN SUMBER DAYA AIR