Sampai saat ini nama panggi telah diabadikan oleh Pemerintah Kabupaten Sintang untuk sebuah jalan di depan Mesjid Nur sampai dengan kantor kejaksaan Negeri Kabupaten Sintang dengan nama JALAN PANGGI.
Sejarah Singkat Perlawanan Panggi dan Ruguk Tahun 1908
1. SEJARAH SINGKAT PERLAWANAN PANGGI-RUGUK PEJUANG DARI KETUNGAU
TAHUN 1908
De Panggi Opstan, 1908 terjadi pada masa kerajaan Sintang di bawah kepemimpinan panembahan Haji
Gusti Adi Abdulmajid kesuma Negara III (1906-1913) yang menggantikan ayahnya panembahan Muda
Pangeran Gusti Ismail Kesuma Negara II (1889-1905). Perlawanan panggi dan kawan-kawan merupakan
salah satu bukti dari sekian banyak peperangan atau perlawanan ataupun pemberontakkan yang pernah
terjadi selama masa pemerintahan Kerajaan Sintang yang pernah dicatat. Diantaranya Tebidah oorlogen I
(1855-185), Tebidah Oorlogen II (1891 dan 1900), Melawi Onlusten (1864-1867), De Ketoengaoe onlusten
(1874 dan 18880-1881), Raden Paku Onlusten (1895-1896), Sintangsche troebelen (1855-1859), Payak
troebelen (1913-1914), dan peristiwa de Sintangsche aangelegenheden (1864-1867).
Catatan-catatan Belanda mengenai berbagai perlawanan diatas memang tidak sama kuantitas ataupun
kualitasnya, sehingga sumber informasi untuk menuliskannya tidak sama banyak jumlahnya. Catatan
terpanjang adalah perlawanan yang dipimpin oleh seorang Pangeran Banjar yang bernama Pangeran Nata
Wijaya (1864-1867).
Sementara untuk perlawanan Panggi-Ruguk justru yang terpanjang didapatkan dari syair seorang penyair
perempuan dimasa itu yang berdomisili di kawasan Sungai Ulak(di Kelurahan Kapuas Kiri Hulu,
Kecamatan Sintang) yang bernama Rodjot (Sjair uit Sintang, KITLV,Or.197,1935,317 halaman).
Pola perlawanan yang terjadi oleh Helius Sjamsuddin (2002) dalam bukunya perlawanan dan perubahan
Kerajaan Sintang 1822-1942, membagi 4 (empat) pola yang merupakan penggerak utama pada hamper
setiap perlawanan, yaitu:
1. Pola I: Aristokrat Sintang menentang Belanda, dan Belanda melibatkan Panembahan Sintang pada
pihaknya, sehingga perlawanan itu tampak seperti para aristocrat versus panembahan mereka
sendiri.
2. Pola II: Aristokrat pendatang (kebetulan dari Banjar) yang berhasil merekrut orang-orang Melayu
Sintang dan orang-orang Dayak dalam Kerajaan Sintang.
3. Pola III: Beberapa kepala suku orang Dayak Sintang yang melawan Panembahan Sintang dan
Belanda, dan Belanda aktif memberikan bantuannya untuk memberantas perlawanan tersebut.
4. Pola IV: Suatu gerakan abortif yang berusaha mengembalikan Panembahan Sintang dari
Pengasingan Belanda.
Dari pembagian pola diatas, perang Panggi-Ruguk dimasukkan ke dalam pola III. Secara singkat Helius
Sjamsuddin (2002) menceritakan sejarah Perlawanan Panggi dan kawan-kawan sebagai berikut. Pada awal
pebruari 1908, ketentraman Kerajaan Sintang terusik oleh seorang Dayak fanatik(geestdrijvers) yang
berasal dari Ketungau yang mengangkat senjata terhadap rajanya.
pemimpin perlawanan itu bernama Panggi yang berasal dari Sungai Ngelai, Air Tabun, salah satu anak dari
Sungai Ketungau. Panggi merupakan salah seorang anggota suku Dayak dari daerah ‘taklukan’ Kerajaan
Sintang yang menolak memberikan hasil atau upeti yang biasa diserahkan setiap tahunnya. Suku Dayak
2. Ketungau termasuk “Dayak Serah” atau salah satu dari “bangsa tiga belas”, yang mendiami wilayah
sepanjang Sungai Ketungau dan anak-anak sungainya.bermula dari bulan-bulan penghujung tahun 1907.
Ketika belanda mendapatkan laporan tentang seorang bernama Abng Umar alias Pangeran Umar dari
onderafdeling Sanggau-Sekadau menjual obat-obatan, jimat dan minyak kebal dikalangan orang-orang
Dayak Sintang. Perbuatannya itu dianggap berpengaruh buruk, antara lain terhadap Panggi dari Air Tabun
yang adalah putra dari Temenggung Tanggam, salah seorang kepala suku sub-etnis Ketungau. Berkat
dukungan ayahnya, ia berhasil menggalang pengikut dengan cara menjual benda-benda yang dapat
membuat orang kebal di kalangan orang-orang Dayak yang masih percaya penuh kepada tahayul
(bijgeloof). Ia dapat menarik pengikut di seluruh wilayah selatan Sungai Air Tabun dan sebelah Timur
Sungai Jangkit (wilayah Belitang, Sekadau).
Mereka sangat yakin akan kekebalan Panggi berkat minyak kebal dan jimat yang dimilikinya. Panggi
menggunakan pengaruhnya untuk menentang Panembahan Sintang, Abdulmajid. Ia tidak mau
mengakuinya lagi sebagai rajanya dan menolak membayar belasting(upeti). Bahkan ia berniat untuk
melawannya dengan menyerang ibukota di Sintang. Sementara itu, Panggi juga mendapat dukungan dari
Rangas yang kemudian menjadi salah seorang ‘tukang pukulnya’ Rangas berasal dari Sungai
Bidang.(mungkin yang dimaksud Sungai Bedang/Ampar Bedang), di tepi kanan Sungai Kapuas, antara
Singtang dan Sungai Lebang ( Bukit Kelam ).
Dalam mimpinya Rangas mengaku didatangi suatu “spirit” (een geest) yang menampakkan diri padanya
yang member dirinya sebuah pedang dan minyak yang membuat orang kebal. Ia juga telah berhasil
mempengaruhi dan mengumpulkan orang-orang Dayak sekitarnya yang kemudian bergabung dengan
Panggi dan bersama-sama membentuk sebuah ‘bala’ yang akan menyerang ibukota kerajaan Sintang.
Setelah mendapatkan informasi tersebut, belanda mengirimkan patroli untuk menggeledah rumah rangas
pada tanggal 11 januari 1908.
Patrol menemukan sejumlah senapan. Bersamaan dengan itu ada laporan bahwa bulan januari itu juga bala
pasukan panggi dengan bersenjatakan Mandau, tombak dan senapan telah menuju kota sintang. Untuk
menghadang kedatangan mereka, belanda mengirim sesuatu pasukan dibawah komandan kapten G.J.
Timmer (peiner).dalam suatu serangan kapten timmer tewas tertembak pada tanggal 3 febuari 1908. Setelah
itu menyusul dua serdadu pribumi tewa, sedangkan yang luka-lika seorang sersan belanda, seorang sersan
pribumi dan dua orang serdadu. Pihak pembrontaktewas 10 orang. Mabyat Kapten Timmer baru dapat
dibawa kesintang pada tanggal 5-6 febuari 1908.
Selanjutnya residen A.J.CH. de Neve dengan menggunakan kapal bukat meninggalkan Pontianak menuju
pedalaman pada tanggal 8 febuari 1908 dan tiba di Belitang pada tanggal 9 febuari 1908 dengan membawa
50 orang serdadu di bawah komando Kapten Filet. Asisten Residen Sintang, J.J. Van Huffel, datang
menyusul ke Belitang untuk membantu. Dalam rapat diputuskan Kapten Filet dengan 50 serdadunya
menggunakan kapal Punan berangkat ke Balai Sepuak, di hulu Belitang. Civiel gezagheber Horsting sudah
berada lebih dahulu menunggu disana. Menurut rencana dari sana mereka akan menuju ke tempat kediaman
Panggi, tidak jauh dari tempat tewasnya Kapten Timmer.
3. Bersamaan dengan itu Letnan Van Hasselt dengan satu pasukan terdiri dari 86 orang serdadu dari Sintang
berangkat ke Balai Lau di Sungai Jungkit, tepi kanan Sungai Belitang, menggunakan kapal karimata dan
kapal pengangkut punan. Air Tabun tempat asal Panggi berada di arah Timur laut Sungai Jungkit. Pasukan
Kapten Filet dan Letnan Van Hasselt akan bertemu ditempat Panggi bertahan. Rupanya Belanda memilih
jalan pintas lewat Belitang dari pada ke hulu menuju Sungai Ketungau.
Kapten Filet tiba di Balai Sepuak pada tanggal 10 febuari 1908. Tanggal 14 febuari 1908 pasukannya
melakukan mars dan tiba pukul 09:00 di Sungai Ubi, kemudian melanjutkan ke Sungai Tempayan, kira-
kira berjarak setengah jam berjalan ke sebelah Barat Laut tempat Kapten Timmer tewas.Akhirnya mereka
tibadi Tumbuk tempat kediaman Panggi.Akan tetapi Panggi sudah tidak ada lagi di situ.
Panggi bersembunyi di kampong Engkitan, sebelah timur Sungai Jungkit, tempat patrol berusaha
menangkapnya pada tanggal 27 febuari 1908.sementara itu Rangas bersembunyi di hulu Sungai Jetak, di
kampong Bengkang.(mungkin Sebungkang sekarang). Sampai akhirnya bulan febuari 1908 para pemimpin
perlawanan itu belum juga dapat ditangkap kecuai pada tanggal 25 febuari 1908 sebagian dari para pelawan,
kepala-kepala suku dari 15 kampung menyerah. Setelah melakukan pengerjaran serius selama hamper 2
bulan oleh patrol-patroli Belanda dari Pontianak dan sintang, akhirnya Panggi tertangkap pada pertengahan
April 1908. Rangas menyerah beberapa hari kemudian.
Dalam Kolonial Verslag ini tidak disebut peranan Ruguk. Hal ini terjadi kemungkinan Ruguk yang juga
saudara dekat Panggi, sehingga peranannya sudah terwakili dengan penyebutan nama Panggi. Sehingga
peranannya sudah terwakili dengan penyebutan nama Panggi. Sedangkan menurut Versi Oeti Hasan (1990)
dalam bukunya Pangeran Kuning Suryapati, Panggi diasingkan mulu-mula ke Batavia kemudian
dikirimkan ke Cirebon.
Versi cerita lainnya yang bersumber dari syair Rodjot (1935), sangat mengedepankan kerjasama tiga
serangkai Panggi, Uguk(Ruguk) dan Rangas. Bahkan peranan Uguk(Ruguk) dan Rangas justru sangat
menentukan di medan perang. Menurut Rodjot, Panggi,Ruguk dan Rangas ditangkap Belanda termasuk
juga ayahnya Panggi, Temenggung Tanggam juga ditangkap Belanda.
Versi sejarah lainnnya, sebagaimana yang terdapat dalam buku Sejarah Perjuangan Rakyat Kalimantan
Barat 1908-1950 yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah Tingkat I Kalbar tahun 1991 pada halaman 38
diceritakan, Panggi, Ruguk dan Rangas, 3 orang pemimpin suku Dayak dari daerah Belitang dan
Batang(tuk) (penulisnya: jadi bukan dari daerah ketungau) memimpin rakyat melawan Belanda. Belanda
mengirim pasukkannya,terjadilah peperangan di daerah Sungai Jungkit.
Kapten Peinor(Peiner/Timmer) sebagai pemimpin pasukan Belanda dapat ditangkap oleh Panggi. Kapten
Peinor tidak diberi kesempatan untuk melawan, langsung Mandau mengayuh leher Kapten Peinor, sehingga
kepala itu menggelinding. Belanda marah bukan kepalang. Pasukan ditingkatkan dengan pimpinan Letnan
Van Hassell yang didatangkan dari Sintang. Pertempuran seru berlangsung cukup lama, namun akhirnya
perlawanan dapat dipatahkan. Panggi ditangkap, diadili di Sintang dengan hukuman dibuang ke Jawa. Versi
J.U. Lontaan dalam bukunya Sejarah Hukum Adat dan Adat Istiadat Kalimantan Barat (1975) pada halaman
210 diceritakan, pada tahun 1908, pada masa pemerintahan Panembahan Abdulmajid, bangkitlah orang
bernama Panggi, Ruguk dan Rangas, pemimpin pemberontakan terhadap Belanda.
4. Pasukan Panggi menyerang dari Batang Tuk dan dari daerah Belitang(Jungkit). Rencana penyerangan
bocor.Belanda segera mengadakan penghadangan dan pencegahan, Sewaktu pasukan Belanda pimpinan
Kapten Peiner, maju mendarat di daerah Sungai Jangkit, menyeranglah pasukan pimpinan Panggi. Dalam
pertempuran yang sengit itu, siasat Panggi lebih unggul yang telah berhasil menawan Kapten Peiner,
Mandau Panggi, tak tahan berdiam diri langsung melekat ke leher Kapten Peiner yang telah menceraikan
kepala dengan tubuhnya. Jenasahnya dimakamkan di Sintang.
Tewasnya Kapten Peiner,Belanda segera memperhebat pasukan untuk membalas dendam. Datanglah
pasukan di bawah pimpinan Letnan Van Hassel. Kedatangannya dengan menggunakan kapal yang diberi
nama Punan. Pasukan Panggi dikejar habis-habisan. Ia dikepung rapat hingga tertangkap. Ia diasingkan ke
jawa. Versi J.U. Lonntaan ini nampaknya langsung disadur oleh Marchrus Effendy dalam bukunya Sejarah
Perjuangan Kalimantan Barat pada halaman 309, karena versi ceritanya persis sama.
Versi lainya dibuat oleh Syahzaman dan Hasanuddin dalam buku mereka yang berjudul Sintang Dalam
Lintasan Sejarah (2003) pada halaman 123-126 menceritakan hal yang agak berbeda dari alas an dan motif
perlawanan. Diceritakan timbulnya perang Panggi dilatarbelakangi adanya reaksi secara terselubung dari
panembahan Abdul Madjid terhadap sikap Belanda yang menimbulkan segala kesengsaraan bgi
rakyat.Bangkitnya perlawanan rakyat yang dipimpin oleh tiga orang suku Dayak, yaitu Panggi, Ruguk dan
Rangas.
Pasukan Panggi ini terdiri dari suku Dayak Ketungau dan suku Dayak Iban.pertengahan pasukan Panggi
dipusatkan di tiga tempat yaitu daerah Senaning, daerah Merakai dan Batang Tuk(dekat Desa Kelansam).
Batang Tuk inilah yang merupakan pertahanan terdepan karena lokasinya dekat dengan Kota Sintang.
Adapun persenjataan yang digunakan pasukan ini adalah Mandau, sumpit, tombak dan juga beberapa pucuk
senapan lantak. Penyerangan pertama terhadap Belanda dilancarkan di daerah Batang Tuk dan daerah
Jangkit,Belitang.
Belanda di bawah komando Kapten Peiner. Dalam penyerangan ini, siasat Panggi berhasil, sehingga
menewaskan sebagian besar pasukan Belanda dan juga Kapten Peiner dipenggal kepalanya yang pada
akhirnya dikuburkan di perkuburan Belanda Kerkhot Sintang. Mendengar hal tersebut Belanda mengirim
pasukan baru di bawah pimpinan Kapten Van Hassel dari Pontianak.Dalam penyerangan ini pasukan
Panggi dipukul mundur dan akhirnya Panggi dapat ditangkap.
Operasi terus dilakukan untuk menangkap Ruguk dan Rangas yang masih gigih melakukan perlawanan.
Menghadapimedan yang berat pasukan Belanda meminta bantuan Panembahan Kerajaan Sintang. Namun
Panembahan Abdul Madjid menolak permintaan Belanda tersebut. Sebenarnya penyerangan pasukan
Ruguk dan Rangas di bawah koordinasi panembahan, sehinggga setiap kali Belanda meminta bantuannya
untuk menyediakan bantuan pasukan selalu ditolak dengan berbagai alas an.
Hal ini membuat Belanda curiga atas tingkah laku Panembahan Abdul Madjid, kemudian setelah
mengetahui bahwa yang memimpin perlawanan rakyat tersebut adalah panembahan, Belanda langsung
menangkapnya dan membuangnya ke Jawa. Dalam usaha mengatasi perlawanan Ruguk dan Rangas,
Belanda mendatangkan pasukan baru tetapi bukan pasukan serdadu, melainkan paratawanan yang tidak
5. jelas dari penjara mana yang dipaksa menjadi serdadu karena keadaan darurat.Pasukan Belanda dibagi
dalam dua kelompok penyerang dari Batang Tuk dan kelompok lainnya dari arah Sungai Ketungau.
karena pertempuran di hutan pasukan Belanda selalu kalah, akhirnya belanda melakukan strategi perang di
daerah terbuka, Belanda berhasil memukul mundur pasukan Ruguk dan Rangas yang tidak berdaya
menghadapi senjata Belanda, pasukan Ruguk dan Rangas dikejar sampai ke perbatasan Serawak dan
akhirnya Ruguk tewas dalam peperangan tersebut, sedangakan Rangas dan ibunya berhasil ditangkap
Belanda. Untuk selanjutnya Panggi dan Rangas dibuang ke Jawa. Sampai saat ini nama panggi telah
diabadikan oleh Pemerintah Kabupaten Sintang untuk sebuah jalan di depan Mesjid Nur sampai dengan
kantor kejaksaan Negeri Kabupaten Sintang dengan nama JALAN PANGGI. Sementara makam Kapten
Peiner/Peinor/Timmer sampai saat ini masih ada di perkuburan kerkhoof di Sintang.
Sumber terakhir:
Fera Veronika