SlideShare a Scribd company logo
1 of 10
Download to read offline
Biodegradable Film Komposit Selulosa Nanas Diana Fransisca et al
196 Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian Volume 18 No.2, September 2013
PENGARUH KONSENTRASI TAPIOKA TERHADAP SIFAT FISIK
BIODEGRADABLE FILM DARI BAHAN KOMPOSIT SELULOSA NANAS
[The effects of tapioca concentration on physical characteristics of biodegradable film from
composite materials of pineapple cellulose]
Diana Fransisca 2)
, Zulferiyenni 1)
dan Susilawati 1)
.
1
) Dosen Jurusan Teknologi Hasil Pertanian , Fakultas Pertanian Universitas Lampung
2
) Mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian , Fakultas pertanian, Universitas Lampung
Diterima : 11 Juni 2013
Disetujui : 29 Juli 2013
Korespondensi Penulis :
zulferiyenni_thp@unila.ac.id
ABSTRACT
This research was aimed to find the right concentration
of tapioca to produce biodegradable films from composite
materials of pineapple cellulose with the best physical
characteristic. The research was designed using a Completely
Randomized Block Design with starch concentration as the
single factor. It was consisted of five levels 1%, 2%, 3%, 4%
and 5% (w/v) with 5 replications. The data of visual
observation and water vapor permeability were analyzed
descriptively, while data of tensile strength were processed by
analysis of variance. Data homogenity and additivity were
tested using Barlett and Tuckey tests. The data were analyzed
further by LSD test at 5% level of significance. The best result
was the biodegradable film from composite material of
pineapple cellulose with 4% tapioca which produced 5228, 59
Mpa for tensile strength and 9.11 g/(m2
/hr) for the water vapor
permeability. The addition of tapioca in producing
biodegradable film from composite material of pineapple
cellulose could eliminate floc or the heterogen clump-forming
film materials.
Keywords: Biodegradable film, tapioca, tensile strength.
PENDAHULUAN
Perkembangan teknologi pangan
yang pesat menghasilkan berbagai produk
pangan yang baru. Hampir seluruh
produk pangan tersebut memerlukan
kemasan dalam proses distribusi dan
pemasarannya. Hal ini dibutuhkan untuk
memperpanjang umur produk pangan
tersebut. Kemasan yang sering
digunakan untuk produk pangan adalah
plastik. Bahan kemasan yang berasal dari
polimer petrokimia atau yang lebih
dikenal dengan plastik merupakan bahan
kemasan yang paling banyak digunakan
selama 20 tahun terakhir. Hal ini
disebabkan karena berbagai plastik
seperti fleksibel, mudah dibentuk,
transparan, tidak mudah pecah dan harga
yang relatif murah (Kinzel,1992).
Plastik ternyata mempunyai
kelemahan dari sisi lingkungan dan
keamanan pangan. Sampah plastik
menjadi masalah lingkungan berskala
global. Plastik banyak dipakai dalam
kehidupan sehari-hari, tetapi plastik yang
beredar di pasaran saat ini merupakan
polimer sintetik yang terbuat dari minyak
bumi yang sulit untuk dihancurkan secara
alami (non-biodegradable). Akibatnya
semakin banyak yang menggunakan
plastik, akan semakin meningkat pula
pencemaran lingkungan (Averous, 2004).
Plastik kurang aman digunakan
untuk mengemas pangan, karena secara
Diana Fransisca et al Biodegradable Film Komposit Selulosa Nanas
Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian Volume 18 No.2, September 2013 197
umum plastik tersusun dari monomer
yang merupakan bagian atau rantai paling
pendek yang membentuk polimer rantai
panjang. Bila pangan dibungkus dengan
plastik monomer-monomer ini dapat
berpindah ke dalam pangan dan
selanjutnya berpindah ke tubuh orang
yang mengkonsumsinya. Bahan-bahan
yang telah masuk ke dalam tubuh ini
tidak larut dalam air sehingga tidak dapat
dibuang keluar, baik melalui urin maupun
feses. Penumpukan bahan kimia
berbahaya dari plastik dapat memicu
munculnya kanker (Mulyaji, 2012).
Seiring dengan kesadaran
manusia, maka dikembangkanlah jenis
kemasan dari bahan organik yang berasal
dari bahan-bahan terbarukan (renewable)
dan ekonomis. Salah satu bahan organik
yang dapat digunakan untuk bahan baku
kemasan ramah lingkungan adalah limbah
padat dari pengolahan nanas (Billmeyer,
1987). Limbah padat pengolahan nanas
salah satunya adalah ampas nanas.
Penggunaan ampas nanas sebagai bahan
baku karena ketersediaanya yang
melimpah dan mudah didapat dari limbah
berbagai industri pengolahan nanas yang
kurang dimanfaatkan. Salah satu jenis
kemasan yang bersifat ramah lingkungan
adalah kemasan biodegradable film.
Kelebihan biodegradable film sebagai
pengemas produk pangan antara lain
dapat melindungi produk dari pengaruh
lingkungan dan kontaminan, sifatnya
yang transparan sehingga penampakan
produk yang dikemas masih terlihat
(Latief, 2001).
Secara umum biodegradable film
diartikan sebagai film yang dapat didaur
ulang dan dapat dihancurkan secara
alami. Dalam kondisi dan waktu tertentu
biodegradable film akan mengalami
perubahan dalam struktur kimianya
karena aktifitas mikroorganisme seperti
bakteri, jamur, dan alga. Biodegradable
film dapat pula diartikan sebagai suatu
material polimer yang berubah menjadi
senyawa dengan berat molekul rendah
dimana paling sedikit satu tahap
degradasinya melalui metabolisme
organisme secara alami (Latief, 2001).
Satriyo (2012), telah melakukan
kajian formulasi biodegradable film dari
komposit selulosa nanas, kitosan, gliserol
dan carboxymethyl cellulose (CMC).
Hasil dari kajian tersebut didapatkan
formulasi terbaik untuk biodegradable
film yaitu pada penambahan konsentrasi
kitosan 1,5 %, gliserol 0,5% dan CMC
1% yang memiliki nilai kuat tarik 199,63
Mpa. Namun pada biodegradable film
yang dihasilkan terdapat flok atau
gumpalan bahan pada permukaan film.
Oleh karena itu pada penelitian ini
dilakukan penambahan tapioka dalam
pembuatan biodegradable film untuk
menghilangkan flok pada permukaan film
dan menghasilkan film yang memiliki
sifat fisik seunggul sifat plastik.
Penggunaan tapioka pada pembuatan
biodegradable film karena
ketersediaannya melimpah, harga relatif
murah, tingkat biodegradabilitas yang
tinggi jika dibandingkan dengan pati jenis
lain. Namun perlu dicari konsentrasi
tapioka yang optimal untuk menghasilkan
biodegradable film yang memiliki sifat
fisik terbaik. Penelitian ini bertujuan
untuk mendapatkan konsentrasi tapioka
yang menghasilkan sifat fisik
biodegradable film dari bahan komposit
selulosa nanas terbaik.
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan dasar yang digunakan
untuk pembuatan biodegradable film
dalam penelitian ini adalah nanas yang
diperoleh dari pasar tradisional di kota
Biodegradable Film Komposit Selulosa Nanas Diana Fransisca et al
198 Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian Volume 18 No.2, September 2013
Bandar Lampung. Sedangkan bahan lain
yang digunakan adalah gliserol, kitosan,
aquades, tapioka, etanol, NaClO, NaOH,
HCl dan CMC (Carboxymethyl
Cellulose).
Alat-alat yang digunakan adalah
Universal Testing Machine (UTM) yang
dibuat oleh Orientec Co. Ltd dengan
model UCT- 5T , timbangan digital, glass
Erlenmeyer, desikator, shaker water bath,
pH meter, blender, beaker glass,
sentrifius, penangas air, dan peralatan
laboratorium lainnya.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan
metode Rancangan Acak Kelompok
Lengkap (RAKL) dengan faktor tunggal
yaitu konsentrasi tapioka yang terdiri dari
lima taraf yaitu 1%, 2%, 3%, 4% dan 5%.
Data untuk penampakan visual
dan permeabilitas uap air dianalisis secara
deskriptif. Sedangkan data kuat tarik
diolah dengan analisis sidik ragam untuk
mendapatkan penduga ragam galat serta
signifikansi untuk mengetahui ada
tidaknya perbedaan antar perlakuan.
Kesamaan ragam diuji dengan uji Barlett
dan kemenambahan data diuji dengan uji
Tukey. Data dianalisis lebih lanjut
dengan uji BNT pada taraf 5%.
Cara Kerja
1. Prosedur untuk memperoleh selulosa murni ampas nanas
Gambar 1. Diagram alir pemurnian awal selulosa nanas.
Sumber : Satriyo (2012)
Diblender selama 2 menit
Suspensi
Dipanaskan selama 16 menit T 100o
C
Didinginkan selama 16 menit
Disentrifugasi 10 menit, 3700 rpm
Dicuci
Buah nanas 50 g (sudah dikupas dan bersih)
Aquades 100 mL
Air limbah
Air 100 mL
Selulosa nanas
(pemurnian awal)
Endapan
Air limbah
Disentrifugasi 10 menit, 3700 rpm
Air 100 mL
Filtrat
Endapan
Diana Fransisca et al Biodegradable Film Komposit Selulosa Nanas
Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian Volume 18 No.2, September 2013 199
Gambar 2. Diagram alir pemurnian selulosa
Sumber : Satriyo (2012)
Direndam selama 1 jam
Disentrifugasi 10 menit, 3700 rpm
Dicuci sampai bersih
Dicuci sampai bersih
Direndam selama 2 jam
Disaring vakum
Dicuci sampai bersih
dihidrolisis T 80-85o
C selama 2
jam
Direndam selama 2 jam
Dicuci sampai bersih
NaClO 1%
Selulosa nanas
filtrat
Air limbah
Air limbah
Air limbah
Selulosa Murni
NaOH 10%
Air
Air
NaOH 2,5%
HCl
Air
Endapan
Selulosa nanas
Air
Air limbah
Air limbah
Selulosa nanas
Selulosa nanas
Biodegradable Film Komposit Selulosa Nanas Diana Fransisca et al
200 Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian Volume 18 No.2, September 2013
2. Prosedur pembuatan biodegradable film
Gambar 3. Diagram alir pelaksanaan penelitian
Sumber : Satriyo (2012)
Pengamatan
Pengamatan yang dilakukan pada
penelitian ini adalah penampakan visual
biodegradable film, kuat tarik (tensile
strength) (ASTM D 638 M-III, 1998) dan
permeabilitas uap air (ASTM E-96/96M).
Pengamatan Visual
Pengamatan visual dilakukan
dengan menggunakan camera visual biasa
(Casio Exilim EX-ZS6). Biodegradable
film yang dihasilkan difoto untuk
mengetahui penampakan fisik film ada
tidaknya flok atau kehomogenan
lembaran film.
Uji Kuat tarik (ASTM D 638 M-III,
1998)
Alat yang digunakan untuk
pengujian adalah Universal Testing
Machine (UTM) yang dibuat oleh
Orientec Co. Ltd dengan model UCT- 5T
yang berada di Laboratorium Kimia Fisik,
Prodi Kimia FMIPA-ITB. Lembaran
sampel dipotong menggunakan dumbbell
cutter ASTM D638 M-III. Kondisi
pengujian dilakukan pada temperatur
Pemanasan dan pengadukan pada
suhu 70o
C, 30 menit
Penghilangan gelembung dengan pengadukan
Pencetakan pada kaca berukuran 20x20
cm
Pengeringan pada suhu ruang selama 48
jam
Biodegradable film
5 g Selulosa murni
Aquades 50 mL
Etanol 15 mL (v/b)
Gliserol = 0,5%, (v/b)
Kitosan = 1,5% (b/b)
CMC = 1% (b/b)
Tapioka = 1%, 2%,
3%, 4% dan 5% (b/v)
Diana Fransisca et al Biodegradable Film Komposit Selulosa Nanas
Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian Volume 18 No.2, September 2013 201
ruang uji dengan suhu 27o
C, kelembaban
ruang uji 65%, kecepatan tarik 1
mm/menit, skala load cell 10% dari 50 N.
Kekuatan tarik dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan berikut :
(Sutiani, 1997 dalam Waldi, 2007).
t = F maks
A
Keterangan :
t : Kekuatan tarik (MPa)
Fmaks : Gaya kuat tarik (N)
A : Luas permukaan contoh (mm2
)
Permeabilitas Uap Air (ASTM E-
96/96M)
Permeabilitas Uap Air diukur
dengan menggunakan Water Vapour
Transmission Rate Tester Bergerlahr
yang berada di Laboratorium Uji dan
Kalibrasi, Balai Besar Kimia dan
Kemasan (BBKK) Jakarta. Sebelum
diukur bahan dikondisikan pada ruang
bersuhu 25°C, RH 50% selama 24 jam.
Bahan penyerap air (desikan) diletakkan
dalam cawan sehingga permukaannya
berjarak sekitar 3 mm dari bahan yang
akan diuji. Tutup cawan diletakkan
menghadap ke atas dan cincin logam
diletakkan sehingga cincin tersebut
menekan film, dan disekrupkan pada
cawan. Cawan ditimbang dengan
ketelitian 0,0001 gram, kemudian
diletakkan dalam humidity chamber,
ditutup kemudian kipas dijalankan.
Cawan ditimbang setiap jam dan
ditentukan pertambahan berat cawan.
Selanjutnya dibuat grafik hubungan
antara pertambahan berat (mg) dengan
waktu (jam). Nilai WVTR (Water Vapor
Transmission Rate = laju transmisi uap
air) dihitung dengan rumus :
(g/m2/24 jam)
keterangan :
m : Pertambahan berat per satuan luas
sampel (mg/cm2
)
t : Waktu antar 2 penimbangan
terakhir (jam)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penampakan Visual
Penampakan visual
biodegradable film yang dihasilkan pada
penelitian ini disajikan pada Gambar 1.
(a) (b) (c)
(d) (e) (f)
Gambar 4. (a) Biodegradable film (Satriyo, 2012), (b) Biodegradable film dengan
penambahan tapioka 1%, (c) Penambahan tapioka 2%, (d) Penambahan
tapioka 3%, (e) Penambahan tapioka 4%, (f) Penambahan tapioka 5%.
Biodegradable Film Komposit Selulosa Nanas Diana Fransisca et al
202 Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian Volume 18 No.2, September 2013
Pada Gambar 4, terlihat secara
visual bahwa biodegradable film yang
dihasilkan dari bahan komposit selulosa
nanas dengan penambahan tapioka
tampak homogen dan tidak terdapat flok
pada permukaan lembaran film.
Dibandingkan dengan biodegradable film
yang dihasilkan Satriyo (2012) pada
Gambar 4 (a), biodegradable film yang
dihasilkan pada penelitian ini secara
visual terlihat lebih homogen. Hal ini
diduga karena adanya penambahan
tapioka pada pembuatan biodegradable
film tersebut. Penambahan tapioka
berfungsi sebagai stabilizer dan sebagai
bahan pengisi rongga-rongga permukaan
biodegradable film sehingga film yang
dihasilkan akan memiliki pori-pori yang
kecil (Wahyu, 2008). Pembuatan
biodegradable film dari bahan komposit
selulosa nanas dengan penambahan
tapioka menghasilkan penampakan film
yang homogen hal ini diduga selulosa dan
tapioka mampu berikatan dengan baik
sehingga film yang dihasilkan secara
visual akan tampak homogen.
Pada dasarnya pembuatan
biodegradable film dengan penambahan
tapioka menggunakan prinsip gelatinisasi.
Gelatinisasi pati akan terjadi dengan
adanya penambahan air dan pemanasan
pada suhu tinggi. Pada proses gelatinisasi
terjadi pengrusakan ikatan hidrogen
intermolekuler. Ikatan hidrogen ini
mempunyai peranan untuk
mempertahankan struktur integritas
granula. Gugus hidroksil yang bebas
akan menyerap molekul air, sehingga
terjadi pembengkakan granula pati.
Semakin banyak jumlah gugus hidroksil
dan molekul pati, maka kemampuan
untuk menyerap air semakin besar. Hal
ini disebabkan air yang sebelumnya bebas
bergerak diluar granula pati menjadi
terperangkap dan tidak dapat bergerak
bebas lagi setelah mengalami gelatinisasi
(Greenwood dalam Mindarwati, 2006).
Gelatinisasi mengakibatkan ikatan
amilosa akan cenderung saling
berdekatan karena adanya ikatan
hidrogen. Proses pengeringan akan
mengakibatkan penyusutan sebagai akibat
lepasnya air, sehingga gel membentuk
film yang stabil (Wahyu, 2008).
Kuat Tarik
Hasil analisis ragam
menunjukkan bahwa konsentrasi tapioka
berpengaruh nyata pada taraf 5%
terhadap kuat tarik biodegradable film
yang dihasilkan. Nilai kuat tarik tertinggi
yaitu 5228,59 Mpa dihasilkan oleh
biodegradable film dengan penambahan
tapioka pada konsentrasi 4%. Nilai kuat
tarik terendah yaitu 1252,78 Mpa
dihasilkan oleh biodegradable film
dengan penambahan tapioka pada
konsentrasi 1%. Pengaruh konsentrasi
tapioka terhadap kuat tarik biodegradable
film dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Pengaruh konsentrasi tapioka terhadap kuat tarik biodegradable film
Perlakuan Rata-rata kuat tarik (Mpa)
Konsentrasi Tapioka 4% 5228,59 a
Konsentrasi Tapioka 3% 3398,06 b
Konsentrasi Tapioka 5% 2426,80 bc
Konsentrasi Tapioka 2% 1777,40 cd
Konsentrasi Tapioka 1% 1252,78 d
BNT 5% = 977,28
Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNT
taraf 5%
Diana Fransisca et al Biodegradable Film Komposit Selulosa Nanas
Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian Volume 18 No.2, September 2013 203
Hasil uji BNT kuat tarik
biodegradable film pada taraf 5%
menunjukkan bahwa konsentrasi tapioka
4% berbeda nyata dengan konsentrasi
tapioka 1%, 2%, 3% dan 5%. Kuat tarik
dengan konsentrasi tapioka 3% berbeda
nyata dengan konsentrasi tapioka 1%, 2%
dan 4% namun tidak berbeda nyata
dengan konsentrasi tapioka 5%. Kuat
tarik dengan konsentrasi tapioka 5%
berbeda nyata dengan konsentrasi 1% dan
4%, namun tidak berbeda nyata terhadap
konsentrasi tapioka 2% dan 3%. Kuat
tarik dengan konsentrasi tapioka 2%
berbeda nyata dengan konsentrasi tapioka
3%, 4% dan 5% namun tidak berbeda
nyata dengan konsentrasi tapioka 1%.
Sementara kuat tarik dengan konsentrasi
tapioka 1% berbeda nyata dengan
konsentrasi tapioka 3%, 4% dan 5%
namun tidak berbeda nyata dengan
konsentrasi tapioka 2%. Perbedaan nilai
kuat tarik yang dihasilkan tersebut
disebabkan oleh perbedaan konsentrasi
tapioka yang ditambahkan pada
pembuatan biodegradable film.
Penambahan tapioka pada konsentrasi 4%
memberikan nilai kuat tarik tertinggi, hal
ini diduga tapioka dan selulosa nanas
mampu berikatan dengan baik. Menurut
Ban dalam Darni dan Utami (2010),
faktor penting yang mempengaruhi kuat
tarik biodegradable film adalah affinitas
antara komponen penyusunnya. Affinitas
merupakan suatu fenomena dimana
molekul tertentu memiliki kecenderungan
untuk bersatu dan berikatan.
Semakin meningkat affinitas,
semakin banyak terjadi ikatan antar
molekul. Kekuatan suatu bahan
dipengaruhi oleh ikatan kimia
penyusunnya. Ikatan kimia yang kuat
bergantung pada jumlah ikatan molekul
dan jenis ikatannya. Ikatan kimia yang
kuat akan sulit diputus, sehingga untuk
memutuskan ikatan yang kuat tersebut
dibutuhkan energi yang besar pula (Darni
dan Utami, 2010).
Dilihat dari konsentrasi tapioka
yang ditambahkan kuat tarik mengalami
peningkatan pada konsentrasi tapioka 1%
sampai 4%, namun pada penambahan
konsentrasi tapioka 5% kuat tarik
mengalami penurunan. Hal ini
disebabkan pada penambahan konsentrasi
tapioka yang tinggi, granula pati akan
cepat tergelatinisasi. Gelatinisasi akan
membuat ikatan molekul yang terbentuk
antara komponen pembentuk film
menjadi lemah. Ikatan hidrogen granula
pati akan melemah atau mengalami
kerusakan jika pati dipanaskan dengan
pengadukan (Swinkles, 1985).
Peningkatan penggelembungan granula
oleh pengaruh panas akan meningkatkan
viskositas pasta suspensi pati sampai
mencapai tingkat pengembangan
maksimum atau viskositas maksimum
yaitu viskositas puncak pada saat pati
mengalami gelatinasi sempurna. Makin
besar kemampuan mengembang granula
pati maka viskositas pasta makin tinggi
dan akhirnya menurun kembali setelah
pecahnya granula pati (Swinkles, 1985).
Suspensi pati bila dipanaskan,
granula-granula akan menggelembung
karena menyerap air dan selanjutnya
mengalami gelatinasi dan mengakibatkan
terbentuknya pasta yang ditandai dengan
kenaikan viskositas pasta. Kenaikan
viskositas ini disebabkan oleh terjadinya
penggelembungan granula pati khususnya
amilosa. Proses ini berlanjut terus hingga
viskositas puncak pasta tercapai,
kemudian viskositas menurun akibat gaya
ikatan antara granula-granula pati yang
telah mengembang dan tergelatinasi
menjadi berkurang oleh pemanasan yang
tinggi dan pengadukan yang keras.
Selain itu struktur granula pati juga pecah
Biodegradable Film Komposit Selulosa Nanas Diana Fransisca et al
204 Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian Volume 18 No.2, September 2013
sehingga menyebabkan penurunan
viskositas pasta serta stabilitas viskositas
pasta rendah (Bean dan Setser, 1992).
Nilai kuat tarik tertinggi dari
biodegradable film yang dihasilkan pada
penelitian ini yaitu sebesar 5228,59 Mpa.
Penelitian Satriyo (2012), menunjukkan
biodegradable film dari bahan komposit
selulosa nanas memiliki nilai kuat tarik
199,63 Mpa. Dibandingkan dengan
penelitian Satriyo (2012), kuat tarik yang
dihasilkan pada penelitian ini lebih tinggi,
hal ini diduga karena tidak terdapat flok
pada permukaan film sehingga film yang
terbentuk memiliki ikatan yang stabil.
Permeabilitas Uap Air
Permeabilitas uap air diukur dari
biodegradable film yang memiliki nilai
kuat tarik tertinggi yaitu biodegradable
film dengan penambahan konsentrasi
tapioka 4 %. Dari hasil pengukuran
didapatkan nilai permeabilitas uap air
sebesar 9,11 g/(m2
/hari). Berpedoman
pada JIS (Japanesse Industrial Standard)
dalam Mindarwati (2006), biodegradable
film yang dikategorikan untuk kemasan
makanan mempunyai nilai permeabilitas
uap air maksimum 7 g/(m2
/hari).
Biodegradable film yang dihasilkan pada
penelitian ini memiliki nilai permeabilitas
uap air yang mendekati nilai standar
namun sedikit lebih tinggi dari standar
untuk kemasan makanan.
Astuti (2008), menggunakan
bahan baku kitosan dengan penambahan
asam lemak dan essensial oil untuk
menghasilkan biodegradable film. Pada
penelitian tersebut biodegradable film
kitosan dengan pelarut asetat 1%
mempunyai nilai permeabilitas antara
0,7961 sampai 0,927 g/(m2
/hari)
sedangkan yang menggunakan pelarut
asam laktat 2% mempunyai nilai
permeabilitas antar 1,3914 sampai 1,7317
g/(m2
/hari). Biodegradable film kitosan
yang paling optimum sifat barriernya
terhadap uap air adalah pada formulasi
asam asetat 1% dan penambahan asam
palmitat 10%.
Paramawati (2001), melakukan
pembuatan biodegradable film dari zein
jagung dengan penambahan berbagai
plastisizer. Hasil penelitian
memperlihatkan bahwa biodegradable
film dengan penambahan asam laurat,
asam oktanoat, asam laktat, polietilen
glikol dan trietilen glikol menghasilkan
permeabilitas uap air berturut yaitu 1,24
;1,53;1,22; 2,88; 3,10; dan 1,78
g/(m2
/hari).
Menurut Gunawan (2009)
permeabilitas uap air yang rendah dapat
menghambat hilangnya air dari produk
yang dikemas. Dengan menggunakan
biodegradable film yang memiliki nilai
permeabilitas uap air yang rendah
kesegaran produk yang dikemas akan
terjaga. Selain itu, dapat menghambat
kerusakan akibat reaksi hidrolisa dan
kerusakan oleh mikroorganisme karena
adanya air.
Faktor penting yang akan
berpengaruh terhadap permeabilitas film
adalah sifat kimia polimer. Komponen
kimia berperan penting dalam
menentukan sifat film yang terbentuk.
Polimer dengan polaritas tinggi seperti
tapioka, pada umumnya akan
menghasilkan film dengan nilai
permeabilitas uap air yang tinggi. Hal ini
disebabkan polimer polaritas tinggi
mempunyai ikatan hidrogen yang besar
(Callegarin, dalam Paramawati, 2001).
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang
telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
biodegradable film dari bahan komposit
Diana Fransisca et al Biodegradable Film Komposit Selulosa Nanas
Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian Volume 18 No.2, September 2013 205
selulosa nanas yang memiliki sifat fisik
terbaik diperoleh dari penambahan
konsentrasi tapioka 4% yang
menghasilkan nilai kuat tarik 5228, 59
Mpa dan permeabilitas uap air 9,11
g/(m2
/hari). Penambahan tapioka juga
dapat menghilangkan flok atau gumpalan
bahan pada permukaan lembaran film.
DAFTAR PUSTAKA
[ASTM] American Society for Testing
and Material. 1998. Annual
Book of ASTM Standards.
Philadelpia.
Astuti, B. C. 2008. Pengembangan edible
film kitosan dengan penambahan
asam lemak dan esensial oil:
upaya perbaikan sifat barrier dan
aktivitas antimikroba (Skripsi).
Fakultas Teknologi Pertanian
IPB. Bogor
Averous, L. 2004. Biodegradable
multiphase systems based on
plasticized starch: A review, J. Of
Macromolecular Science. (12):
123-130.
Bean, M.M. and Setser, C.S. 1992.
Polysacharides, Sugar and
Sweeterners inFood Theory and
Aplication. Jane Bowers (eds)
Second Eds. Maxwell Mac Millan
Internationals Editions. New
York.
Billmeyer, Jr., F.W. 1987. Text Book Of
Polimer Science. A willey-
interscience publication, John
Willey and Sons, Newyork. 578
pp.
Darni, Y dan U. Herti. 2010. Studi
pembuatan dan karakteristik sifat
mekanik dan hidrofobisitas
bioplastik dari pati sorgum. J.
Rekayasa Kimia dan Lingkungan.
7(1) : 88-93
Gunawan, V. 2009. Formulasi dan
aplikasi edible coating berbasis
pati sagu dengan penambahan
vitamin c pada paprika. (Skripsi).
Fakultas Teknologi Pertanian
IPB. Bogor.
Kinzel, B., 1992. Protein-rich edible
coatings for foods. Agricultural
research. May 1992 : 20-21
Latief, R. 2001. Teknologi kemasan
plastik biodegradabel.http:
//www. hayati_ ipb.com/users/
rudyet/individu 2001/ Rindam
_latief. htm-87k. Diakses pada 30
Juni 2012.
Mindarwati, E. 2006. Kajian pembuatan
edibel film komposit dari
karagenan sebagai pengemas
bumbu mie instant rebus. (Tesis).
IPB. Bogor.
Mulyaji, 2012. Bahaya plastik
pembungkus makanan bagi
kesehatan.
http://mulyaji.wordpress.com/201
2/04/19/ Bahaya-plastik-
pembungkus–makanan-bagi-
kesehatan/ Diakses pada 10
Januari 2013.
Paramawati, R. 2001. Kajian fisik dan
mekanik terhadap karakteristik
film kemasan organik dari α-zein
jagung. (Tesis). IPB. Bogor.
Satriyo. 2012. Kajian penambahan
chitosan, gliserol, dan carboxy
methyl cellulose terhadap
karakteristik biodegradable film
dari bahan komposit selulosa
nanas. (Skripsi). Fakultas
Pertanian, Universitas Lampung.
Swinkles, J.M. 1985. Source of Starch, Its
Chemistry and Physics. In: Van
Beynum, G.M.A. and Roels, J.A.
(eds). Starch Conversion
Technology. Marcell Dekker, Inc.
New York and Basel.
Wahyu, M.K. 2008. Pemanfaatan pati
singkong sebagai bahan baku
edible film. Universitas
Padjadjaran. Bandung.
Waldi, J. 2007. Pembuatan bioplastik
poli-β-hidroksialkanoat (pha)
yang dihasilkan oleh Rastonia
eutropha pada substrat hidrolisat
pati sagu dengan pemlastis
isopropil palmitat. (Skripsi).
Fakultas Teknologi Pertanian
IPB. Bogor.

More Related Content

What's hot

Pembuatan bioetanol
Pembuatan bioetanolPembuatan bioetanol
Pembuatan bioetanolErvi Afifah
 
Mt lasut 2002-diazinon-seaurchin-ekoton
Mt lasut 2002-diazinon-seaurchin-ekotonMt lasut 2002-diazinon-seaurchin-ekoton
Mt lasut 2002-diazinon-seaurchin-ekotonMarkus T Lasut
 
MENJADIKAN UBI KAYU SEBAGAI SUMBER KETAHANAN PANGAN DAN ENERGI DI INDONESIA
MENJADIKAN UBI KAYU SEBAGAI SUMBER KETAHANAN PANGAN DAN ENERGI DI INDONESIAMENJADIKAN UBI KAYU SEBAGAI SUMBER KETAHANAN PANGAN DAN ENERGI DI INDONESIA
MENJADIKAN UBI KAYU SEBAGAI SUMBER KETAHANAN PANGAN DAN ENERGI DI INDONESIARepository Ipb
 
ANALISA STRUKTUR NANOPARTIKEL SELULOSA KULIT ROTAN SEBAGAI FILLER BIONANOKOMP...
ANALISA STRUKTUR NANOPARTIKEL SELULOSA KULIT ROTAN SEBAGAI FILLER BIONANOKOMP...ANALISA STRUKTUR NANOPARTIKEL SELULOSA KULIT ROTAN SEBAGAI FILLER BIONANOKOMP...
ANALISA STRUKTUR NANOPARTIKEL SELULOSA KULIT ROTAN SEBAGAI FILLER BIONANOKOMP...Repository Ipb
 
Laporan teknologi pupuk dan pemupukan
Laporan teknologi pupuk dan pemupukanLaporan teknologi pupuk dan pemupukan
Laporan teknologi pupuk dan pemupukanfahmiganteng
 
7. potensi tanaman henggar h
7. potensi tanaman   henggar h7. potensi tanaman   henggar h
7. potensi tanaman henggar hwahyu_083
 
Laporan kimia-lingkungan-pembuatan-pupuk-cair
Laporan kimia-lingkungan-pembuatan-pupuk-cairLaporan kimia-lingkungan-pembuatan-pupuk-cair
Laporan kimia-lingkungan-pembuatan-pupuk-cairElsa S Pujiantari Husin
 
Laporan teknologi pupukdan pemupukan
Laporan teknologi pupukdan pemupukanLaporan teknologi pupukdan pemupukan
Laporan teknologi pupukdan pemupukanfahmiganteng
 

What's hot (12)

2501 3310-1-sm
2501 3310-1-sm2501 3310-1-sm
2501 3310-1-sm
 
Pembuatan bioetanol
Pembuatan bioetanolPembuatan bioetanol
Pembuatan bioetanol
 
839 1799-1-sm
839 1799-1-sm839 1799-1-sm
839 1799-1-sm
 
Mt lasut 2002-diazinon-seaurchin-ekoton
Mt lasut 2002-diazinon-seaurchin-ekotonMt lasut 2002-diazinon-seaurchin-ekoton
Mt lasut 2002-diazinon-seaurchin-ekoton
 
MENJADIKAN UBI KAYU SEBAGAI SUMBER KETAHANAN PANGAN DAN ENERGI DI INDONESIA
MENJADIKAN UBI KAYU SEBAGAI SUMBER KETAHANAN PANGAN DAN ENERGI DI INDONESIAMENJADIKAN UBI KAYU SEBAGAI SUMBER KETAHANAN PANGAN DAN ENERGI DI INDONESIA
MENJADIKAN UBI KAYU SEBAGAI SUMBER KETAHANAN PANGAN DAN ENERGI DI INDONESIA
 
ANALISA STRUKTUR NANOPARTIKEL SELULOSA KULIT ROTAN SEBAGAI FILLER BIONANOKOMP...
ANALISA STRUKTUR NANOPARTIKEL SELULOSA KULIT ROTAN SEBAGAI FILLER BIONANOKOMP...ANALISA STRUKTUR NANOPARTIKEL SELULOSA KULIT ROTAN SEBAGAI FILLER BIONANOKOMP...
ANALISA STRUKTUR NANOPARTIKEL SELULOSA KULIT ROTAN SEBAGAI FILLER BIONANOKOMP...
 
Hal 2 8
Hal 2 8Hal 2 8
Hal 2 8
 
Laporan teknologi pupuk dan pemupukan
Laporan teknologi pupuk dan pemupukanLaporan teknologi pupuk dan pemupukan
Laporan teknologi pupuk dan pemupukan
 
7. potensi tanaman henggar h
7. potensi tanaman   henggar h7. potensi tanaman   henggar h
7. potensi tanaman henggar h
 
Jarak
JarakJarak
Jarak
 
Laporan kimia-lingkungan-pembuatan-pupuk-cair
Laporan kimia-lingkungan-pembuatan-pupuk-cairLaporan kimia-lingkungan-pembuatan-pupuk-cair
Laporan kimia-lingkungan-pembuatan-pupuk-cair
 
Laporan teknologi pupukdan pemupukan
Laporan teknologi pupukdan pemupukanLaporan teknologi pupukdan pemupukan
Laporan teknologi pupukdan pemupukan
 

Similar to Film Nanas

Preparasi Dan Karakterisasi Edible Film Dari Poliblend Pati Sukun-Kitosan W...
Preparasi Dan Karakterisasi Edible Film Dari  Poliblend Pati Sukun-Kitosan  W...Preparasi Dan Karakterisasi Edible Film Dari  Poliblend Pati Sukun-Kitosan  W...
Preparasi Dan Karakterisasi Edible Film Dari Poliblend Pati Sukun-Kitosan W...Mutiara_Khairunnisa
 
Pkmgt 2011-rochiyat-sendok edibel dari
Pkmgt 2011-rochiyat-sendok edibel dariPkmgt 2011-rochiyat-sendok edibel dari
Pkmgt 2011-rochiyat-sendok edibel dariAndre Cool
 
Proposal penelitian pkm bioetanol dari sabut kelapa
Proposal penelitian pkm  bioetanol dari sabut kelapaProposal penelitian pkm  bioetanol dari sabut kelapa
Proposal penelitian pkm bioetanol dari sabut kelapariabetaria
 
PPT KELOMPOK 1 HAMPIR FIX.pptx
PPT KELOMPOK 1 HAMPIR FIX.pptxPPT KELOMPOK 1 HAMPIR FIX.pptx
PPT KELOMPOK 1 HAMPIR FIX.pptxanamchairul4
 
Bab II Karya Tulis Ilmiah Tisu Berbahan Dasar Kulit Jeruk
Bab II Karya Tulis Ilmiah Tisu Berbahan Dasar Kulit JerukBab II Karya Tulis Ilmiah Tisu Berbahan Dasar Kulit Jeruk
Bab II Karya Tulis Ilmiah Tisu Berbahan Dasar Kulit Jerukregiandira739
 
Maryam_Bahan ajar NATA DE COCO ppt.pptx
Maryam_Bahan ajar NATA DE COCO ppt.pptxMaryam_Bahan ajar NATA DE COCO ppt.pptx
Maryam_Bahan ajar NATA DE COCO ppt.pptxMaryMaryam7
 
Pemanfaatan arang sekam sebagai media tanaman sistem vertiminaponik
Pemanfaatan arang sekam sebagai media tanaman  sistem vertiminaponikPemanfaatan arang sekam sebagai media tanaman  sistem vertiminaponik
Pemanfaatan arang sekam sebagai media tanaman sistem vertiminaponikSyamsul Bahri Hs
 
10394-62940-1-PB.pdf
10394-62940-1-PB.pdf10394-62940-1-PB.pdf
10394-62940-1-PB.pdfcahyadi1969
 
ANALISIS PENGARUH PERBEDAAN SUHU PENGAKTIFAN LIGNIN DAN TEKANAN PENGEMPAAN PA...
ANALISIS PENGARUH PERBEDAAN SUHU PENGAKTIFAN LIGNIN DAN TEKANAN PENGEMPAAN PA...ANALISIS PENGARUH PERBEDAAN SUHU PENGAKTIFAN LIGNIN DAN TEKANAN PENGEMPAAN PA...
ANALISIS PENGARUH PERBEDAAN SUHU PENGAKTIFAN LIGNIN DAN TEKANAN PENGEMPAAN PA...John Kelik
 
14. laporan praktikum kel 3 fiber glass (1)
14. laporan praktikum kel 3 fiber glass (1)14. laporan praktikum kel 3 fiber glass (1)
14. laporan praktikum kel 3 fiber glass (1)LatifahAnnisa2
 
Laporan Praktikum Kesuburan Tanah
Laporan Praktikum Kesuburan TanahLaporan Praktikum Kesuburan Tanah
Laporan Praktikum Kesuburan Tanahedhie noegroho
 
analisis kandungan plastik pada gorengan
analisis kandungan plastik pada gorengananalisis kandungan plastik pada gorengan
analisis kandungan plastik pada gorenganJojo Flower
 
file skripsi canggih reza
file skripsi canggih rezafile skripsi canggih reza
file skripsi canggih rezaCanggih Reza
 
07 rpp-ipa-9-2-4-bioteknologi 9 smp
07 rpp-ipa-9-2-4-bioteknologi 9 smp07 rpp-ipa-9-2-4-bioteknologi 9 smp
07 rpp-ipa-9-2-4-bioteknologi 9 smpSunaryo Romli
 
Pemanfaatan Limbah Plastik sebagai Bahan Bakar Alternatif Pengganti Minyak Bumi
Pemanfaatan Limbah Plastik sebagai Bahan Bakar Alternatif Pengganti Minyak BumiPemanfaatan Limbah Plastik sebagai Bahan Bakar Alternatif Pengganti Minyak Bumi
Pemanfaatan Limbah Plastik sebagai Bahan Bakar Alternatif Pengganti Minyak BumiFairuz Hilwa
 

Similar to Film Nanas (20)

Preparasi Dan Karakterisasi Edible Film Dari Poliblend Pati Sukun-Kitosan W...
Preparasi Dan Karakterisasi Edible Film Dari  Poliblend Pati Sukun-Kitosan  W...Preparasi Dan Karakterisasi Edible Film Dari  Poliblend Pati Sukun-Kitosan  W...
Preparasi Dan Karakterisasi Edible Film Dari Poliblend Pati Sukun-Kitosan W...
 
Pkmgt 2011-rochiyat-sendok edibel dari
Pkmgt 2011-rochiyat-sendok edibel dariPkmgt 2011-rochiyat-sendok edibel dari
Pkmgt 2011-rochiyat-sendok edibel dari
 
Bab i
Bab iBab i
Bab i
 
Bab i
Bab iBab i
Bab i
 
Bab i
Bab iBab i
Bab i
 
Proposal penelitian pkm bioetanol dari sabut kelapa
Proposal penelitian pkm  bioetanol dari sabut kelapaProposal penelitian pkm  bioetanol dari sabut kelapa
Proposal penelitian pkm bioetanol dari sabut kelapa
 
PPT KELOMPOK 1 HAMPIR FIX.pptx
PPT KELOMPOK 1 HAMPIR FIX.pptxPPT KELOMPOK 1 HAMPIR FIX.pptx
PPT KELOMPOK 1 HAMPIR FIX.pptx
 
Bab II Karya Tulis Ilmiah Tisu Berbahan Dasar Kulit Jeruk
Bab II Karya Tulis Ilmiah Tisu Berbahan Dasar Kulit JerukBab II Karya Tulis Ilmiah Tisu Berbahan Dasar Kulit Jeruk
Bab II Karya Tulis Ilmiah Tisu Berbahan Dasar Kulit Jeruk
 
Maryam_Bahan ajar NATA DE COCO ppt.pptx
Maryam_Bahan ajar NATA DE COCO ppt.pptxMaryam_Bahan ajar NATA DE COCO ppt.pptx
Maryam_Bahan ajar NATA DE COCO ppt.pptx
 
Pemanfaatan arang sekam sebagai media tanaman sistem vertiminaponik
Pemanfaatan arang sekam sebagai media tanaman  sistem vertiminaponikPemanfaatan arang sekam sebagai media tanaman  sistem vertiminaponik
Pemanfaatan arang sekam sebagai media tanaman sistem vertiminaponik
 
10394-62940-1-PB.pdf
10394-62940-1-PB.pdf10394-62940-1-PB.pdf
10394-62940-1-PB.pdf
 
ANALISIS PENGARUH PERBEDAAN SUHU PENGAKTIFAN LIGNIN DAN TEKANAN PENGEMPAAN PA...
ANALISIS PENGARUH PERBEDAAN SUHU PENGAKTIFAN LIGNIN DAN TEKANAN PENGEMPAAN PA...ANALISIS PENGARUH PERBEDAAN SUHU PENGAKTIFAN LIGNIN DAN TEKANAN PENGEMPAAN PA...
ANALISIS PENGARUH PERBEDAAN SUHU PENGAKTIFAN LIGNIN DAN TEKANAN PENGEMPAAN PA...
 
Makalah Plastik
Makalah PlastikMakalah Plastik
Makalah Plastik
 
14. laporan praktikum kel 3 fiber glass (1)
14. laporan praktikum kel 3 fiber glass (1)14. laporan praktikum kel 3 fiber glass (1)
14. laporan praktikum kel 3 fiber glass (1)
 
Laporan Praktikum Kesuburan Tanah
Laporan Praktikum Kesuburan TanahLaporan Praktikum Kesuburan Tanah
Laporan Praktikum Kesuburan Tanah
 
analisis kandungan plastik pada gorengan
analisis kandungan plastik pada gorengananalisis kandungan plastik pada gorengan
analisis kandungan plastik pada gorengan
 
file skripsi canggih reza
file skripsi canggih rezafile skripsi canggih reza
file skripsi canggih reza
 
LIMBAH_INDUSTRI_pptx (1).pptx
LIMBAH_INDUSTRI_pptx (1).pptxLIMBAH_INDUSTRI_pptx (1).pptx
LIMBAH_INDUSTRI_pptx (1).pptx
 
07 rpp-ipa-9-2-4-bioteknologi 9 smp
07 rpp-ipa-9-2-4-bioteknologi 9 smp07 rpp-ipa-9-2-4-bioteknologi 9 smp
07 rpp-ipa-9-2-4-bioteknologi 9 smp
 
Pemanfaatan Limbah Plastik sebagai Bahan Bakar Alternatif Pengganti Minyak Bumi
Pemanfaatan Limbah Plastik sebagai Bahan Bakar Alternatif Pengganti Minyak BumiPemanfaatan Limbah Plastik sebagai Bahan Bakar Alternatif Pengganti Minyak Bumi
Pemanfaatan Limbah Plastik sebagai Bahan Bakar Alternatif Pengganti Minyak Bumi
 

More from sukmiyatiagustin

DASAR TEKNOLOGI PANGAN.pptx
DASAR TEKNOLOGI PANGAN.pptxDASAR TEKNOLOGI PANGAN.pptx
DASAR TEKNOLOGI PANGAN.pptxsukmiyatiagustin
 
APLIKASI-FERMENTASI-DAN-ILMU-BIOKIMIA-DI-BIDANG-TEKNOLOGI-PANGAN-2020.pdf
APLIKASI-FERMENTASI-DAN-ILMU-BIOKIMIA-DI-BIDANG-TEKNOLOGI-PANGAN-2020.pdfAPLIKASI-FERMENTASI-DAN-ILMU-BIOKIMIA-DI-BIDANG-TEKNOLOGI-PANGAN-2020.pdf
APLIKASI-FERMENTASI-DAN-ILMU-BIOKIMIA-DI-BIDANG-TEKNOLOGI-PANGAN-2020.pdfsukmiyatiagustin
 
1623667952_Konsep JPH BOJONEGORO-ANAS.pptx
1623667952_Konsep JPH BOJONEGORO-ANAS.pptx1623667952_Konsep JPH BOJONEGORO-ANAS.pptx
1623667952_Konsep JPH BOJONEGORO-ANAS.pptxsukmiyatiagustin
 
Biodegradability of plastics.pdf
Biodegradability of plastics.pdfBiodegradability of plastics.pdf
Biodegradability of plastics.pdfsukmiyatiagustin
 
2.Teori-penentuan-KA.DMM_.pdf
2.Teori-penentuan-KA.DMM_.pdf2.Teori-penentuan-KA.DMM_.pdf
2.Teori-penentuan-KA.DMM_.pdfsukmiyatiagustin
 
Pengetahuan Bahan -Halal.pdf
Pengetahuan Bahan -Halal.pdfPengetahuan Bahan -Halal.pdf
Pengetahuan Bahan -Halal.pdfsukmiyatiagustin
 

More from sukmiyatiagustin (9)

DASAR TEKNOLOGI PANGAN.pptx
DASAR TEKNOLOGI PANGAN.pptxDASAR TEKNOLOGI PANGAN.pptx
DASAR TEKNOLOGI PANGAN.pptx
 
NILAI_WAKTU_UANG_FIX.pptx
NILAI_WAKTU_UANG_FIX.pptxNILAI_WAKTU_UANG_FIX.pptx
NILAI_WAKTU_UANG_FIX.pptx
 
9-Evaluasi-Investasi.pptx
9-Evaluasi-Investasi.pptx9-Evaluasi-Investasi.pptx
9-Evaluasi-Investasi.pptx
 
1718-2-ET-Pertemuan-8.ppt
1718-2-ET-Pertemuan-8.ppt1718-2-ET-Pertemuan-8.ppt
1718-2-ET-Pertemuan-8.ppt
 
APLIKASI-FERMENTASI-DAN-ILMU-BIOKIMIA-DI-BIDANG-TEKNOLOGI-PANGAN-2020.pdf
APLIKASI-FERMENTASI-DAN-ILMU-BIOKIMIA-DI-BIDANG-TEKNOLOGI-PANGAN-2020.pdfAPLIKASI-FERMENTASI-DAN-ILMU-BIOKIMIA-DI-BIDANG-TEKNOLOGI-PANGAN-2020.pdf
APLIKASI-FERMENTASI-DAN-ILMU-BIOKIMIA-DI-BIDANG-TEKNOLOGI-PANGAN-2020.pdf
 
1623667952_Konsep JPH BOJONEGORO-ANAS.pptx
1623667952_Konsep JPH BOJONEGORO-ANAS.pptx1623667952_Konsep JPH BOJONEGORO-ANAS.pptx
1623667952_Konsep JPH BOJONEGORO-ANAS.pptx
 
Biodegradability of plastics.pdf
Biodegradability of plastics.pdfBiodegradability of plastics.pdf
Biodegradability of plastics.pdf
 
2.Teori-penentuan-KA.DMM_.pdf
2.Teori-penentuan-KA.DMM_.pdf2.Teori-penentuan-KA.DMM_.pdf
2.Teori-penentuan-KA.DMM_.pdf
 
Pengetahuan Bahan -Halal.pdf
Pengetahuan Bahan -Halal.pdfPengetahuan Bahan -Halal.pdf
Pengetahuan Bahan -Halal.pdf
 

Film Nanas

  • 1. Biodegradable Film Komposit Selulosa Nanas Diana Fransisca et al 196 Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian Volume 18 No.2, September 2013 PENGARUH KONSENTRASI TAPIOKA TERHADAP SIFAT FISIK BIODEGRADABLE FILM DARI BAHAN KOMPOSIT SELULOSA NANAS [The effects of tapioca concentration on physical characteristics of biodegradable film from composite materials of pineapple cellulose] Diana Fransisca 2) , Zulferiyenni 1) dan Susilawati 1) . 1 ) Dosen Jurusan Teknologi Hasil Pertanian , Fakultas Pertanian Universitas Lampung 2 ) Mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian , Fakultas pertanian, Universitas Lampung Diterima : 11 Juni 2013 Disetujui : 29 Juli 2013 Korespondensi Penulis : zulferiyenni_thp@unila.ac.id ABSTRACT This research was aimed to find the right concentration of tapioca to produce biodegradable films from composite materials of pineapple cellulose with the best physical characteristic. The research was designed using a Completely Randomized Block Design with starch concentration as the single factor. It was consisted of five levels 1%, 2%, 3%, 4% and 5% (w/v) with 5 replications. The data of visual observation and water vapor permeability were analyzed descriptively, while data of tensile strength were processed by analysis of variance. Data homogenity and additivity were tested using Barlett and Tuckey tests. The data were analyzed further by LSD test at 5% level of significance. The best result was the biodegradable film from composite material of pineapple cellulose with 4% tapioca which produced 5228, 59 Mpa for tensile strength and 9.11 g/(m2 /hr) for the water vapor permeability. The addition of tapioca in producing biodegradable film from composite material of pineapple cellulose could eliminate floc or the heterogen clump-forming film materials. Keywords: Biodegradable film, tapioca, tensile strength. PENDAHULUAN Perkembangan teknologi pangan yang pesat menghasilkan berbagai produk pangan yang baru. Hampir seluruh produk pangan tersebut memerlukan kemasan dalam proses distribusi dan pemasarannya. Hal ini dibutuhkan untuk memperpanjang umur produk pangan tersebut. Kemasan yang sering digunakan untuk produk pangan adalah plastik. Bahan kemasan yang berasal dari polimer petrokimia atau yang lebih dikenal dengan plastik merupakan bahan kemasan yang paling banyak digunakan selama 20 tahun terakhir. Hal ini disebabkan karena berbagai plastik seperti fleksibel, mudah dibentuk, transparan, tidak mudah pecah dan harga yang relatif murah (Kinzel,1992). Plastik ternyata mempunyai kelemahan dari sisi lingkungan dan keamanan pangan. Sampah plastik menjadi masalah lingkungan berskala global. Plastik banyak dipakai dalam kehidupan sehari-hari, tetapi plastik yang beredar di pasaran saat ini merupakan polimer sintetik yang terbuat dari minyak bumi yang sulit untuk dihancurkan secara alami (non-biodegradable). Akibatnya semakin banyak yang menggunakan plastik, akan semakin meningkat pula pencemaran lingkungan (Averous, 2004). Plastik kurang aman digunakan untuk mengemas pangan, karena secara
  • 2. Diana Fransisca et al Biodegradable Film Komposit Selulosa Nanas Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian Volume 18 No.2, September 2013 197 umum plastik tersusun dari monomer yang merupakan bagian atau rantai paling pendek yang membentuk polimer rantai panjang. Bila pangan dibungkus dengan plastik monomer-monomer ini dapat berpindah ke dalam pangan dan selanjutnya berpindah ke tubuh orang yang mengkonsumsinya. Bahan-bahan yang telah masuk ke dalam tubuh ini tidak larut dalam air sehingga tidak dapat dibuang keluar, baik melalui urin maupun feses. Penumpukan bahan kimia berbahaya dari plastik dapat memicu munculnya kanker (Mulyaji, 2012). Seiring dengan kesadaran manusia, maka dikembangkanlah jenis kemasan dari bahan organik yang berasal dari bahan-bahan terbarukan (renewable) dan ekonomis. Salah satu bahan organik yang dapat digunakan untuk bahan baku kemasan ramah lingkungan adalah limbah padat dari pengolahan nanas (Billmeyer, 1987). Limbah padat pengolahan nanas salah satunya adalah ampas nanas. Penggunaan ampas nanas sebagai bahan baku karena ketersediaanya yang melimpah dan mudah didapat dari limbah berbagai industri pengolahan nanas yang kurang dimanfaatkan. Salah satu jenis kemasan yang bersifat ramah lingkungan adalah kemasan biodegradable film. Kelebihan biodegradable film sebagai pengemas produk pangan antara lain dapat melindungi produk dari pengaruh lingkungan dan kontaminan, sifatnya yang transparan sehingga penampakan produk yang dikemas masih terlihat (Latief, 2001). Secara umum biodegradable film diartikan sebagai film yang dapat didaur ulang dan dapat dihancurkan secara alami. Dalam kondisi dan waktu tertentu biodegradable film akan mengalami perubahan dalam struktur kimianya karena aktifitas mikroorganisme seperti bakteri, jamur, dan alga. Biodegradable film dapat pula diartikan sebagai suatu material polimer yang berubah menjadi senyawa dengan berat molekul rendah dimana paling sedikit satu tahap degradasinya melalui metabolisme organisme secara alami (Latief, 2001). Satriyo (2012), telah melakukan kajian formulasi biodegradable film dari komposit selulosa nanas, kitosan, gliserol dan carboxymethyl cellulose (CMC). Hasil dari kajian tersebut didapatkan formulasi terbaik untuk biodegradable film yaitu pada penambahan konsentrasi kitosan 1,5 %, gliserol 0,5% dan CMC 1% yang memiliki nilai kuat tarik 199,63 Mpa. Namun pada biodegradable film yang dihasilkan terdapat flok atau gumpalan bahan pada permukaan film. Oleh karena itu pada penelitian ini dilakukan penambahan tapioka dalam pembuatan biodegradable film untuk menghilangkan flok pada permukaan film dan menghasilkan film yang memiliki sifat fisik seunggul sifat plastik. Penggunaan tapioka pada pembuatan biodegradable film karena ketersediaannya melimpah, harga relatif murah, tingkat biodegradabilitas yang tinggi jika dibandingkan dengan pati jenis lain. Namun perlu dicari konsentrasi tapioka yang optimal untuk menghasilkan biodegradable film yang memiliki sifat fisik terbaik. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan konsentrasi tapioka yang menghasilkan sifat fisik biodegradable film dari bahan komposit selulosa nanas terbaik. BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan dasar yang digunakan untuk pembuatan biodegradable film dalam penelitian ini adalah nanas yang diperoleh dari pasar tradisional di kota
  • 3. Biodegradable Film Komposit Selulosa Nanas Diana Fransisca et al 198 Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian Volume 18 No.2, September 2013 Bandar Lampung. Sedangkan bahan lain yang digunakan adalah gliserol, kitosan, aquades, tapioka, etanol, NaClO, NaOH, HCl dan CMC (Carboxymethyl Cellulose). Alat-alat yang digunakan adalah Universal Testing Machine (UTM) yang dibuat oleh Orientec Co. Ltd dengan model UCT- 5T , timbangan digital, glass Erlenmeyer, desikator, shaker water bath, pH meter, blender, beaker glass, sentrifius, penangas air, dan peralatan laboratorium lainnya. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) dengan faktor tunggal yaitu konsentrasi tapioka yang terdiri dari lima taraf yaitu 1%, 2%, 3%, 4% dan 5%. Data untuk penampakan visual dan permeabilitas uap air dianalisis secara deskriptif. Sedangkan data kuat tarik diolah dengan analisis sidik ragam untuk mendapatkan penduga ragam galat serta signifikansi untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan antar perlakuan. Kesamaan ragam diuji dengan uji Barlett dan kemenambahan data diuji dengan uji Tukey. Data dianalisis lebih lanjut dengan uji BNT pada taraf 5%. Cara Kerja 1. Prosedur untuk memperoleh selulosa murni ampas nanas Gambar 1. Diagram alir pemurnian awal selulosa nanas. Sumber : Satriyo (2012) Diblender selama 2 menit Suspensi Dipanaskan selama 16 menit T 100o C Didinginkan selama 16 menit Disentrifugasi 10 menit, 3700 rpm Dicuci Buah nanas 50 g (sudah dikupas dan bersih) Aquades 100 mL Air limbah Air 100 mL Selulosa nanas (pemurnian awal) Endapan Air limbah Disentrifugasi 10 menit, 3700 rpm Air 100 mL Filtrat Endapan
  • 4. Diana Fransisca et al Biodegradable Film Komposit Selulosa Nanas Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian Volume 18 No.2, September 2013 199 Gambar 2. Diagram alir pemurnian selulosa Sumber : Satriyo (2012) Direndam selama 1 jam Disentrifugasi 10 menit, 3700 rpm Dicuci sampai bersih Dicuci sampai bersih Direndam selama 2 jam Disaring vakum Dicuci sampai bersih dihidrolisis T 80-85o C selama 2 jam Direndam selama 2 jam Dicuci sampai bersih NaClO 1% Selulosa nanas filtrat Air limbah Air limbah Air limbah Selulosa Murni NaOH 10% Air Air NaOH 2,5% HCl Air Endapan Selulosa nanas Air Air limbah Air limbah Selulosa nanas Selulosa nanas
  • 5. Biodegradable Film Komposit Selulosa Nanas Diana Fransisca et al 200 Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian Volume 18 No.2, September 2013 2. Prosedur pembuatan biodegradable film Gambar 3. Diagram alir pelaksanaan penelitian Sumber : Satriyo (2012) Pengamatan Pengamatan yang dilakukan pada penelitian ini adalah penampakan visual biodegradable film, kuat tarik (tensile strength) (ASTM D 638 M-III, 1998) dan permeabilitas uap air (ASTM E-96/96M). Pengamatan Visual Pengamatan visual dilakukan dengan menggunakan camera visual biasa (Casio Exilim EX-ZS6). Biodegradable film yang dihasilkan difoto untuk mengetahui penampakan fisik film ada tidaknya flok atau kehomogenan lembaran film. Uji Kuat tarik (ASTM D 638 M-III, 1998) Alat yang digunakan untuk pengujian adalah Universal Testing Machine (UTM) yang dibuat oleh Orientec Co. Ltd dengan model UCT- 5T yang berada di Laboratorium Kimia Fisik, Prodi Kimia FMIPA-ITB. Lembaran sampel dipotong menggunakan dumbbell cutter ASTM D638 M-III. Kondisi pengujian dilakukan pada temperatur Pemanasan dan pengadukan pada suhu 70o C, 30 menit Penghilangan gelembung dengan pengadukan Pencetakan pada kaca berukuran 20x20 cm Pengeringan pada suhu ruang selama 48 jam Biodegradable film 5 g Selulosa murni Aquades 50 mL Etanol 15 mL (v/b) Gliserol = 0,5%, (v/b) Kitosan = 1,5% (b/b) CMC = 1% (b/b) Tapioka = 1%, 2%, 3%, 4% dan 5% (b/v)
  • 6. Diana Fransisca et al Biodegradable Film Komposit Selulosa Nanas Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian Volume 18 No.2, September 2013 201 ruang uji dengan suhu 27o C, kelembaban ruang uji 65%, kecepatan tarik 1 mm/menit, skala load cell 10% dari 50 N. Kekuatan tarik dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut : (Sutiani, 1997 dalam Waldi, 2007). t = F maks A Keterangan : t : Kekuatan tarik (MPa) Fmaks : Gaya kuat tarik (N) A : Luas permukaan contoh (mm2 ) Permeabilitas Uap Air (ASTM E- 96/96M) Permeabilitas Uap Air diukur dengan menggunakan Water Vapour Transmission Rate Tester Bergerlahr yang berada di Laboratorium Uji dan Kalibrasi, Balai Besar Kimia dan Kemasan (BBKK) Jakarta. Sebelum diukur bahan dikondisikan pada ruang bersuhu 25°C, RH 50% selama 24 jam. Bahan penyerap air (desikan) diletakkan dalam cawan sehingga permukaannya berjarak sekitar 3 mm dari bahan yang akan diuji. Tutup cawan diletakkan menghadap ke atas dan cincin logam diletakkan sehingga cincin tersebut menekan film, dan disekrupkan pada cawan. Cawan ditimbang dengan ketelitian 0,0001 gram, kemudian diletakkan dalam humidity chamber, ditutup kemudian kipas dijalankan. Cawan ditimbang setiap jam dan ditentukan pertambahan berat cawan. Selanjutnya dibuat grafik hubungan antara pertambahan berat (mg) dengan waktu (jam). Nilai WVTR (Water Vapor Transmission Rate = laju transmisi uap air) dihitung dengan rumus : (g/m2/24 jam) keterangan : m : Pertambahan berat per satuan luas sampel (mg/cm2 ) t : Waktu antar 2 penimbangan terakhir (jam) HASIL DAN PEMBAHASAN Penampakan Visual Penampakan visual biodegradable film yang dihasilkan pada penelitian ini disajikan pada Gambar 1. (a) (b) (c) (d) (e) (f) Gambar 4. (a) Biodegradable film (Satriyo, 2012), (b) Biodegradable film dengan penambahan tapioka 1%, (c) Penambahan tapioka 2%, (d) Penambahan tapioka 3%, (e) Penambahan tapioka 4%, (f) Penambahan tapioka 5%.
  • 7. Biodegradable Film Komposit Selulosa Nanas Diana Fransisca et al 202 Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian Volume 18 No.2, September 2013 Pada Gambar 4, terlihat secara visual bahwa biodegradable film yang dihasilkan dari bahan komposit selulosa nanas dengan penambahan tapioka tampak homogen dan tidak terdapat flok pada permukaan lembaran film. Dibandingkan dengan biodegradable film yang dihasilkan Satriyo (2012) pada Gambar 4 (a), biodegradable film yang dihasilkan pada penelitian ini secara visual terlihat lebih homogen. Hal ini diduga karena adanya penambahan tapioka pada pembuatan biodegradable film tersebut. Penambahan tapioka berfungsi sebagai stabilizer dan sebagai bahan pengisi rongga-rongga permukaan biodegradable film sehingga film yang dihasilkan akan memiliki pori-pori yang kecil (Wahyu, 2008). Pembuatan biodegradable film dari bahan komposit selulosa nanas dengan penambahan tapioka menghasilkan penampakan film yang homogen hal ini diduga selulosa dan tapioka mampu berikatan dengan baik sehingga film yang dihasilkan secara visual akan tampak homogen. Pada dasarnya pembuatan biodegradable film dengan penambahan tapioka menggunakan prinsip gelatinisasi. Gelatinisasi pati akan terjadi dengan adanya penambahan air dan pemanasan pada suhu tinggi. Pada proses gelatinisasi terjadi pengrusakan ikatan hidrogen intermolekuler. Ikatan hidrogen ini mempunyai peranan untuk mempertahankan struktur integritas granula. Gugus hidroksil yang bebas akan menyerap molekul air, sehingga terjadi pembengkakan granula pati. Semakin banyak jumlah gugus hidroksil dan molekul pati, maka kemampuan untuk menyerap air semakin besar. Hal ini disebabkan air yang sebelumnya bebas bergerak diluar granula pati menjadi terperangkap dan tidak dapat bergerak bebas lagi setelah mengalami gelatinisasi (Greenwood dalam Mindarwati, 2006). Gelatinisasi mengakibatkan ikatan amilosa akan cenderung saling berdekatan karena adanya ikatan hidrogen. Proses pengeringan akan mengakibatkan penyusutan sebagai akibat lepasnya air, sehingga gel membentuk film yang stabil (Wahyu, 2008). Kuat Tarik Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa konsentrasi tapioka berpengaruh nyata pada taraf 5% terhadap kuat tarik biodegradable film yang dihasilkan. Nilai kuat tarik tertinggi yaitu 5228,59 Mpa dihasilkan oleh biodegradable film dengan penambahan tapioka pada konsentrasi 4%. Nilai kuat tarik terendah yaitu 1252,78 Mpa dihasilkan oleh biodegradable film dengan penambahan tapioka pada konsentrasi 1%. Pengaruh konsentrasi tapioka terhadap kuat tarik biodegradable film dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Pengaruh konsentrasi tapioka terhadap kuat tarik biodegradable film Perlakuan Rata-rata kuat tarik (Mpa) Konsentrasi Tapioka 4% 5228,59 a Konsentrasi Tapioka 3% 3398,06 b Konsentrasi Tapioka 5% 2426,80 bc Konsentrasi Tapioka 2% 1777,40 cd Konsentrasi Tapioka 1% 1252,78 d BNT 5% = 977,28 Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNT taraf 5%
  • 8. Diana Fransisca et al Biodegradable Film Komposit Selulosa Nanas Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian Volume 18 No.2, September 2013 203 Hasil uji BNT kuat tarik biodegradable film pada taraf 5% menunjukkan bahwa konsentrasi tapioka 4% berbeda nyata dengan konsentrasi tapioka 1%, 2%, 3% dan 5%. Kuat tarik dengan konsentrasi tapioka 3% berbeda nyata dengan konsentrasi tapioka 1%, 2% dan 4% namun tidak berbeda nyata dengan konsentrasi tapioka 5%. Kuat tarik dengan konsentrasi tapioka 5% berbeda nyata dengan konsentrasi 1% dan 4%, namun tidak berbeda nyata terhadap konsentrasi tapioka 2% dan 3%. Kuat tarik dengan konsentrasi tapioka 2% berbeda nyata dengan konsentrasi tapioka 3%, 4% dan 5% namun tidak berbeda nyata dengan konsentrasi tapioka 1%. Sementara kuat tarik dengan konsentrasi tapioka 1% berbeda nyata dengan konsentrasi tapioka 3%, 4% dan 5% namun tidak berbeda nyata dengan konsentrasi tapioka 2%. Perbedaan nilai kuat tarik yang dihasilkan tersebut disebabkan oleh perbedaan konsentrasi tapioka yang ditambahkan pada pembuatan biodegradable film. Penambahan tapioka pada konsentrasi 4% memberikan nilai kuat tarik tertinggi, hal ini diduga tapioka dan selulosa nanas mampu berikatan dengan baik. Menurut Ban dalam Darni dan Utami (2010), faktor penting yang mempengaruhi kuat tarik biodegradable film adalah affinitas antara komponen penyusunnya. Affinitas merupakan suatu fenomena dimana molekul tertentu memiliki kecenderungan untuk bersatu dan berikatan. Semakin meningkat affinitas, semakin banyak terjadi ikatan antar molekul. Kekuatan suatu bahan dipengaruhi oleh ikatan kimia penyusunnya. Ikatan kimia yang kuat bergantung pada jumlah ikatan molekul dan jenis ikatannya. Ikatan kimia yang kuat akan sulit diputus, sehingga untuk memutuskan ikatan yang kuat tersebut dibutuhkan energi yang besar pula (Darni dan Utami, 2010). Dilihat dari konsentrasi tapioka yang ditambahkan kuat tarik mengalami peningkatan pada konsentrasi tapioka 1% sampai 4%, namun pada penambahan konsentrasi tapioka 5% kuat tarik mengalami penurunan. Hal ini disebabkan pada penambahan konsentrasi tapioka yang tinggi, granula pati akan cepat tergelatinisasi. Gelatinisasi akan membuat ikatan molekul yang terbentuk antara komponen pembentuk film menjadi lemah. Ikatan hidrogen granula pati akan melemah atau mengalami kerusakan jika pati dipanaskan dengan pengadukan (Swinkles, 1985). Peningkatan penggelembungan granula oleh pengaruh panas akan meningkatkan viskositas pasta suspensi pati sampai mencapai tingkat pengembangan maksimum atau viskositas maksimum yaitu viskositas puncak pada saat pati mengalami gelatinasi sempurna. Makin besar kemampuan mengembang granula pati maka viskositas pasta makin tinggi dan akhirnya menurun kembali setelah pecahnya granula pati (Swinkles, 1985). Suspensi pati bila dipanaskan, granula-granula akan menggelembung karena menyerap air dan selanjutnya mengalami gelatinasi dan mengakibatkan terbentuknya pasta yang ditandai dengan kenaikan viskositas pasta. Kenaikan viskositas ini disebabkan oleh terjadinya penggelembungan granula pati khususnya amilosa. Proses ini berlanjut terus hingga viskositas puncak pasta tercapai, kemudian viskositas menurun akibat gaya ikatan antara granula-granula pati yang telah mengembang dan tergelatinasi menjadi berkurang oleh pemanasan yang tinggi dan pengadukan yang keras. Selain itu struktur granula pati juga pecah
  • 9. Biodegradable Film Komposit Selulosa Nanas Diana Fransisca et al 204 Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian Volume 18 No.2, September 2013 sehingga menyebabkan penurunan viskositas pasta serta stabilitas viskositas pasta rendah (Bean dan Setser, 1992). Nilai kuat tarik tertinggi dari biodegradable film yang dihasilkan pada penelitian ini yaitu sebesar 5228,59 Mpa. Penelitian Satriyo (2012), menunjukkan biodegradable film dari bahan komposit selulosa nanas memiliki nilai kuat tarik 199,63 Mpa. Dibandingkan dengan penelitian Satriyo (2012), kuat tarik yang dihasilkan pada penelitian ini lebih tinggi, hal ini diduga karena tidak terdapat flok pada permukaan film sehingga film yang terbentuk memiliki ikatan yang stabil. Permeabilitas Uap Air Permeabilitas uap air diukur dari biodegradable film yang memiliki nilai kuat tarik tertinggi yaitu biodegradable film dengan penambahan konsentrasi tapioka 4 %. Dari hasil pengukuran didapatkan nilai permeabilitas uap air sebesar 9,11 g/(m2 /hari). Berpedoman pada JIS (Japanesse Industrial Standard) dalam Mindarwati (2006), biodegradable film yang dikategorikan untuk kemasan makanan mempunyai nilai permeabilitas uap air maksimum 7 g/(m2 /hari). Biodegradable film yang dihasilkan pada penelitian ini memiliki nilai permeabilitas uap air yang mendekati nilai standar namun sedikit lebih tinggi dari standar untuk kemasan makanan. Astuti (2008), menggunakan bahan baku kitosan dengan penambahan asam lemak dan essensial oil untuk menghasilkan biodegradable film. Pada penelitian tersebut biodegradable film kitosan dengan pelarut asetat 1% mempunyai nilai permeabilitas antara 0,7961 sampai 0,927 g/(m2 /hari) sedangkan yang menggunakan pelarut asam laktat 2% mempunyai nilai permeabilitas antar 1,3914 sampai 1,7317 g/(m2 /hari). Biodegradable film kitosan yang paling optimum sifat barriernya terhadap uap air adalah pada formulasi asam asetat 1% dan penambahan asam palmitat 10%. Paramawati (2001), melakukan pembuatan biodegradable film dari zein jagung dengan penambahan berbagai plastisizer. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa biodegradable film dengan penambahan asam laurat, asam oktanoat, asam laktat, polietilen glikol dan trietilen glikol menghasilkan permeabilitas uap air berturut yaitu 1,24 ;1,53;1,22; 2,88; 3,10; dan 1,78 g/(m2 /hari). Menurut Gunawan (2009) permeabilitas uap air yang rendah dapat menghambat hilangnya air dari produk yang dikemas. Dengan menggunakan biodegradable film yang memiliki nilai permeabilitas uap air yang rendah kesegaran produk yang dikemas akan terjaga. Selain itu, dapat menghambat kerusakan akibat reaksi hidrolisa dan kerusakan oleh mikroorganisme karena adanya air. Faktor penting yang akan berpengaruh terhadap permeabilitas film adalah sifat kimia polimer. Komponen kimia berperan penting dalam menentukan sifat film yang terbentuk. Polimer dengan polaritas tinggi seperti tapioka, pada umumnya akan menghasilkan film dengan nilai permeabilitas uap air yang tinggi. Hal ini disebabkan polimer polaritas tinggi mempunyai ikatan hidrogen yang besar (Callegarin, dalam Paramawati, 2001). KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa biodegradable film dari bahan komposit
  • 10. Diana Fransisca et al Biodegradable Film Komposit Selulosa Nanas Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian Volume 18 No.2, September 2013 205 selulosa nanas yang memiliki sifat fisik terbaik diperoleh dari penambahan konsentrasi tapioka 4% yang menghasilkan nilai kuat tarik 5228, 59 Mpa dan permeabilitas uap air 9,11 g/(m2 /hari). Penambahan tapioka juga dapat menghilangkan flok atau gumpalan bahan pada permukaan lembaran film. DAFTAR PUSTAKA [ASTM] American Society for Testing and Material. 1998. Annual Book of ASTM Standards. Philadelpia. Astuti, B. C. 2008. Pengembangan edible film kitosan dengan penambahan asam lemak dan esensial oil: upaya perbaikan sifat barrier dan aktivitas antimikroba (Skripsi). Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Bogor Averous, L. 2004. Biodegradable multiphase systems based on plasticized starch: A review, J. Of Macromolecular Science. (12): 123-130. Bean, M.M. and Setser, C.S. 1992. Polysacharides, Sugar and Sweeterners inFood Theory and Aplication. Jane Bowers (eds) Second Eds. Maxwell Mac Millan Internationals Editions. New York. Billmeyer, Jr., F.W. 1987. Text Book Of Polimer Science. A willey- interscience publication, John Willey and Sons, Newyork. 578 pp. Darni, Y dan U. Herti. 2010. Studi pembuatan dan karakteristik sifat mekanik dan hidrofobisitas bioplastik dari pati sorgum. J. Rekayasa Kimia dan Lingkungan. 7(1) : 88-93 Gunawan, V. 2009. Formulasi dan aplikasi edible coating berbasis pati sagu dengan penambahan vitamin c pada paprika. (Skripsi). Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Bogor. Kinzel, B., 1992. Protein-rich edible coatings for foods. Agricultural research. May 1992 : 20-21 Latief, R. 2001. Teknologi kemasan plastik biodegradabel.http: //www. hayati_ ipb.com/users/ rudyet/individu 2001/ Rindam _latief. htm-87k. Diakses pada 30 Juni 2012. Mindarwati, E. 2006. Kajian pembuatan edibel film komposit dari karagenan sebagai pengemas bumbu mie instant rebus. (Tesis). IPB. Bogor. Mulyaji, 2012. Bahaya plastik pembungkus makanan bagi kesehatan. http://mulyaji.wordpress.com/201 2/04/19/ Bahaya-plastik- pembungkus–makanan-bagi- kesehatan/ Diakses pada 10 Januari 2013. Paramawati, R. 2001. Kajian fisik dan mekanik terhadap karakteristik film kemasan organik dari α-zein jagung. (Tesis). IPB. Bogor. Satriyo. 2012. Kajian penambahan chitosan, gliserol, dan carboxy methyl cellulose terhadap karakteristik biodegradable film dari bahan komposit selulosa nanas. (Skripsi). Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Swinkles, J.M. 1985. Source of Starch, Its Chemistry and Physics. In: Van Beynum, G.M.A. and Roels, J.A. (eds). Starch Conversion Technology. Marcell Dekker, Inc. New York and Basel. Wahyu, M.K. 2008. Pemanfaatan pati singkong sebagai bahan baku edible film. Universitas Padjadjaran. Bandung. Waldi, J. 2007. Pembuatan bioplastik poli-β-hidroksialkanoat (pha) yang dihasilkan oleh Rastonia eutropha pada substrat hidrolisat pati sagu dengan pemlastis isopropil palmitat. (Skripsi). Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Bogor.