SlideShare a Scribd company logo
1 of 39
Dwidjono Hadi Darwanto
Jurusan Sosial Ekonomi / Agribisnis
Fakultas Pertanian – Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta
2011
Perencanaan adalah rangkaian tindakan sistematis yang didasarkan
pada kerangka pemikiran tertentu dengan
mempertimbangkan perkembangan kondisi hingga
saat ini untuk mencapai tujuan atau penyelesaian
persoalan-persoalan di masa datang
Menurut Friedman:
"Perencanaan adalah suatu cara berpikir mengenai persoalan-persoalan
sosial dan ekonomi, terutama berorientasi pada masa
mendatang, sangat berhubungan antara tujuan dan
keputusan-keputusan kolektif, dan mengusahakan
kebijakan dan program yang menyeluruh”.
1. Pengertian tentang ”Perencanaan”?
I. PENDAHULUAN
Tahapan dalam Perencanaan:
- perumusan tujuan-tujuan umum dan khusus
- identifikasi masalah & kendala
- proyeksi mengenai keadaan di masa mendatang
- pencarian dan penilaian berbagai kemungkinan kegiatan alternatif
- penyusunan suatu rencana yang sesuai
- perumusan kebijaksanaan atau strategi
- penyusunan program dan pelaksanaannya
2. Mengapa Perlu Perencanaan ?
- Pertambahan penduduk yang pesat dan distribusi yang tidak merata
antar daerah
- Kemajuan teknologi yang semakin cepat
- Pertumbuhan ekonomi yang tidak merata sehingga terjadi
ketimpangan pendapatan per kapita antar daerah
- Pertumbuhan antar sektor ekonomi yang tidak seimbang
Perlunya perencanaan wilayah
a. Perencanaan nasional yang menyeluruh mencakup pengalokasian
sumberdaya antar wilayah yang disusun berdasarkan informasi
wilayah kemudian dirumuskan dalam program dan kebijakan
nasional
b. Perencanaan wilayah meliputi perihal yang bersifat fungsional
- pertumbuhan kota yang tidak terkendali dan kemacetan lalu-lintas
- perkembangan industri dan hilangnya fungsi-fungsi pertanian
- masalah ekonomi pedesaan yang mengalami kemunduran
- pertumbuhan ekonomi yang tidak merata
- pengangguran dan kemiskinan yang semakin meningkat
- pengembangan sektor yang tidak seimbang
3. Tipe Perencanaan
A. Perencanaan Fisik dan Ekonomi
1. Perencanaan Fisik (physical planning) adalah perencanaan struktur
fisik suatu daerah (area) yang meliputi: tataguna tanah, utilitas,
komunikasi, dan sebagainya, serta berasal dari penataan dan/atau
pengendalian pengembangan wilayah
2. Perencanaan Ekonomi (economic planning) lebih berkenaan dengan
struktur ekonomi suatu daerah dan tingkat kemakmurannya
secara keseluruhan. Perencanaan ekonomi lebih bertumpu pada
mekanis-me pasar kebijakan pengendalian yang bersifat langsung
Perencanaan wilayah biasanya mencakup perencanaan fisik dan
ekonomi:
B. Perencanaan alokatif dan inovatif
1. Perencanaan Alokatif (Allocative Planning) berkenaan dengan
koordinasi, penyelarasan hal-hal yang bertentangan agar sistem
yang bersangkutan dapat berjalan secara efisien sepanjang waktu
sesuai dengan kebijaksanaan yang ditempuh. Sering juga
dinamakan perencanaan yang bersifat mengatur (regulatory
planning).
2. Perencanaan Inovatif (Innovative Planning) berkenaan dengan
perbaikan/pengembangan system yang bersangkutan sebagai
keseluruhan dengan menunjukkan sasaran-sasaran baru dan
berusaha menimbulkan perubahan-perubahan besar. Sering
disebut juga perencanaan pembangunan (development planning).
C. Perencanaan Bertujuan Tunggal & Jamak
1. Perencanaan wilayah selalu bertujuan jamak tetapi metode imple-
mentasinya dapat berbeda
2. Perencanaan dapat mempunyai tujuan dan sasaran tunggal tetapi
tujuan tunggal tersebut dapat memberikan dampak ganda
(multiplier effects)
D. Perencanaan Indikatif dan Imperatif
1. Perencanaan indikatif hanya mengemukakan petunjuk / pedoman
umum dan bersifat sebagai sumber informasi pelaksanaan.
2. Perencanaan imperatif adalah semacam perintah yang
mengandung pengarahan yang bersifat konkrit
4. Tingkatan perencanaan
Perencanaan wilayah merupakan proses perumusan dan penegasan
tujuan-tujuan sosial dalam penataan kegiatan-kegiatan dalam ruang di
atas tingkat perkotaan (Supra Urban)
- Perencanaan tingkat wilayah merupakan penghubung tingkat
nasional dan tingkat lokal.
- Kurang efektifnya perencanaan di tingkat atas akan menimbulkan
implikasi-implikasi pada tingkat perencanaan yang lebih rendah
- Perencanaan tingkat pemerintah nasional umumnya bersifat
ekonomi, yakni:
a. alokatif jangka pendek yang berkenaan dengan stabilisasi fluktu-
asi perekonomian
b. bentuk inovatif jangka panjang yang terutama berkenaan dengan
pencapaian tingkat laju pertumbuhan ekonomi yang tertentu.
II. KONSEP PERENCANAAN WILAYAH
2.1. Konsep tentang Wilayah
Dalam ekonomi wilayah terdapat 3 konsep wilayah yang diguna-
kan, yakni: (a) functional region; (b) homogeneous region; dan (c)
administrative region
a. Konsep wilayah atas dasar fungsi (functional regions)
- Seberapa besar wilayah itu terintegrasi
- Seberapa jauh masing-masing komponen berinteraksi
Jika interaksi antar komponen dalam suatu wilayah itu sangat
signifikan dibandingkan dengan tempat lain (misalnya
kegiatan bisnis), maka dasar bagi terbentuknya functional
region menjadi kuat.
Contoh Wilayah Fungsional: Nodal Regions dan Metropolitan
Statistical Area (MSA)
Nodal Regions (Wilayah Nodal)
- Terbentuknya didasarkan pada sistem hirarkis hubungan bisnis
/perdagangan.
- Pusat-pusat bisnis yang kecil tergantung pada pusat bisnis yang
besar, sementara kedua pusat bisnis tersebut mungkin tergantung
pada pusat bisnis yang lebih besar lagi.
- Wilayah yang dilayani oleh pusat bisnis dikenal dengan istilah
hinterland.
- Kecenderungan: semakin besar hinterland - semakin besar pusat
bisnis yang melayaninya.
- Konsep wilayah nodal ini mensiratkan adanya "wilayah dalam
wilayah", artinya: suatu kota kecil mungkin memiliki hinterland-nya
sendiri sementara mereka merupakan bagian dari hinterland yang
lain.
Metropolitan Statistical Areas (MSA)
- Wilayah metropolitan itu memperlihatkan adanya pola hirarkis yang
menjadi ciri dari nodal regions. Contoh: kegiatan tenaga kerja dan
perdagangan cenderung terkonsentrasi di CBS (Central Business
District)
- Nodal (pusat konsentrasi) dari kegiatan ekonomi terlihat kontras
dengan wilayah pemukiman dimana kegiatan bisnisnya sangat kecil.
- Terdapat saling ketergantungan antara pusat bisnis dengan wilayah
pemukiman mengingat satu sama lain saling membutuhkan.
Implikasi: seringkali kebijakan wilayah bisa diterapkan secara baik
pada wilayah metropolis ini sebagai akibat adanya saling
ketergantungan dalam wilayah tersebut.
Struktur MSA:
- Pusat kota sebagai jantung dan nodal.
- Setiap MSA harus memiliki satu kota dengan penduduk lebih
kurang 50.000.
- Total penduduk seluruh MSA minimal 100.000.
- MSA dibagi kedalam counties yang masing-masing memiliki pusat
kota.
- MSA memiliki daerah Sub-urban atau komunitas urban yang dekat
pusat kota.
- Wilayah Sub-urban termasuk Komunitas yang dicirikan oleh
kegiatan ekonomi lokal yang aktif (termasuk kota satelit).
- Dalam wilayah MSA terdapat juga kegiatan pertanian yang
umumnya dilakukan di pinggiran kota
b. Konsep Wilayah Homogen (Homogeneous Regions)
- Ditentukan atas dasar persamaan internal
- Dicirikan oleh kesamaan pada kegiatan umum, budaya dan
iklim. Contoh: Wilayah kepulauan dengan kegiatan umum yang
homogen
- Bisa juga homogenitas tersebut atas dasar Etnis. Contoh: Pecinan
(China town), Kampung Arab, Kota apel, dan lain sebagainya.
- Pembagian Wilayah atas homogenitas ini penting juga untuk
analisis Statistik.
c. KonsepWilayah Administratif (Administrative Regions)
- Penting artinya untuk tujuan manajemen ataupun organisasi
baik bagi organisasi swasta maupun pemerintah.
- Pada umumnya lebih kelihatan wujudnya dibanding dengan
dua bentuk wilayah yang lain.
- Karena pembagiannya berdasarkan administrasi, maka
berbagai ragam kegiatan akan dijumpai di dalamnya
- Bisa terjadi wilayah administratif memiliki kesamaan atas dasar
fungsi, sehingga peran dari wilayah itu bisa sekaligus sebagai
wilayah fungsional.
d. Konsep Wilayah Perencanaan
- Daerah perencanaan (planning region) atau "programming
region": daerah yang memperlihatkan koherensi atau kesatuan
keputusan-keputusan ekonomi.
- Daerah perencanaan adalah daerah geografik yang cocok untuk
perancangan dan pelaksanaan rencana-rencana pembangunan
wilayah.
2.2. Pewilayahan dan Penentuan Batas-batas Daerah
a) Penentuan Batas-batas daerah Formal
- Pengelompokan unit-unit lokal yang berciri serupa menurut
kriteria tertentu tetapi berbeda secara nyata dari unit-unit di
luar daerah berdasarkan kriteria yang telah dipilih tersebut
- Sifat: tidak homogen secara sempurna tetapi homogen dalam
batas-batas tertentu
- Kriteria yang digunakan: tingkat pengangguran, kegiatan, dan
arah perkembangan migrasi, yang sifatnya dinamis
a.1. Metode Bilangan Indeks Tertimbang
- Daerah dibagi menjadi lokalitas yang berbeda-beda, misalkan
menurut tingkat pengangguran dan pendapatan per kapita
- Berdasarkan pertimbangan kebijakan & daerah persoalan
utama, maka daerah yang bersifat khusus perlu disendirikan
- Digunakan bobot kriteria untuk menentukan indeks
tertimbang untuk masing-masing daerah
a.2. Metode Analisis Faktor
- Metode ini lebih kompleks dan prinsip dasarnya adalah ilustrasi
pewilayahan kondisi ekonomi oleh Smith.
- Smith mengidentifikasikan 14 kriteria industri atas dasar daerah
pertukaran kesempatan kerja lokal dan 14 kriteria sosio-ekonomi
atas dasar pemerintahan lokal.
- Metode analisis faktor dapat digunakan untuk mengisolasikan
faktor-faktor dasar ini, dan mengelompokkan daerah-daerah
berdasarkan factor loading.
- Smith mengidentifikasikan perubahan industri dan struktur
industri sebagai faktor sosio-ekonomi pokok.
- Berdasarkan faktor-faktor ini dapat ditentukan batas-batas daerah
berdasarkan kondisi ekonomi.
b) Penentuan Batas-batas Daerah Fungsional
- Merupakan pengelompokan unit-unit lokal yang menunjukkan
tingkat interdependensi yang cukup besar.
- Lebih ditekankan pada arus yang terkait dengan suatu titik sentral
dan bukan pada keseragaman daerah sebagai suatu kesatuan
- Menentukan batas-batas daerah fungsional berdasarkan arah dan
intensitas arus antara pusat yang dominan dan satelit-satelit yang
mengitarinya.
- Intensitas arus akan semakin berkurang dengan semakin jauhnya
jarak dari pusat dan sebaliknya.
- Green & Carruthors telah mencoba menentukan batas-batas ling-
kungan berdasarkan pengaruh dari suatu pusat (daerah fungsional)
dengan menggunakan arus angkutan bis sebagai indikator bagi
kaitan-kaitan ekonomi. Asumsi yang digunakan adalah bahwa ang-
kutan bis adalah kegiatan ekonomi, dan akan memilih route yang
paling ekonomis, yaitu daerah-daerah dengan permintaan paling
besar dan mencerminkan kaitan-kaitan fungsionai dengan pusat
yang dominan.
b.1. Analisis Arus (Flow Analysis)
Asumsi yang digunakan adalah bahwa angkutan bis adalah kegiatan
ekonomi, dan akan memilih route yang paling ekonomis, yaitu
daerah-daerah dengan permintaan paling besar dan mencerminkan
kaitan-kaitan fungsionai dengan pusat yang dominan.
- Suatu Variasi yang menarik dari analisis arus sederhana tersebut di
atas adalah Graph Theory.
- Banyaknya penggunaan telepon adalah kriteria yang lazim
digunakan dan merupakan suatu indeks yang sangat bermanfaat
mengenai pelbagai macam hubungan ekonomi dan sosial.
- Arus tersebut digambarkan dalam bentuk matrik, dan dari matrik ini
arus Primer diidentifikasikan.
- Hirarkhi pusat yang dihasilkannya dapat digambarkan sebagai suatu
jaringan (network) sederhana, dan memberikan gambaran mengenai
bentuk dan luasnya hubungan-hubungan fungsional di dalam suatu
daerah
Matrik Arus Hubungan Telepon (hanya arus primer & sekunder)
HUBUNGAN TELEPON KE PUSAT (ribu per hari)
A B C D E F G H I
HUBUNGAN
TELEPON
DARI
PUSAT
A 40 20
B 10 60
C 30 10
D 60 40
E 30 10
F 20 10
G 50 20
H 20 30
I 10 40
Dari matrik arus hubungan telepon tersebut di atas dapat digambarkan
grafik jalur seperti gambar di bawah ini.
A
B
C
D
E
F
G
H
I
Gambar di bawah ini menunjukkan contoh dari teori grafik sederhana,
sehingga dapat diketahui bahwa D adalah pusat utama, dengan B, E
dan G sebagai pusat-pusat sekunder
Gambar Jaringan Hubungan Fungsional
b.2. Analisis Gravitasional
- Analisis ini berkenaan dengan kekuatan-kekuatan daya tarik yang
bersifat teoritik antara pusat-pusat.
- Asumsi: bahwa interaksi antara dua pusat mempunyai hubungan
proporsional langsung dengan massa dari pusat-pusat yang
bersangkutan dan mempunyai hubungan terbalik dengan jarak dari
pusat-pusat tersebut.
- Dalam perencanaan model, massa diwakili oleh variabel-variabel
seperti penduduk, kesempatan kerja, pendapatan, pengeluaran dan
omset eceran.
- Jarak dinyatakan dalam ukuran fisik (kilometer/mil), waktu, harga
dan kesempatan-kesempatan antara.
- Dalam notasi matematik ditulis sebagai berikut :









d
P
T
ij
ij
ij
k 2
.Keterangan:
Tij = kekuatan gravitasional antara kota i dan kota j
Pi & Pj = massa dari kedua pusat yang bersangkutan
dij = jarak antara kedua kota (konstan)
2.3. Pewilayahan dan Administrasi Daerah
- Daerah perencanaan (planning region) mungkin saja tidak ber-
korelasi dengan daerah administratif namun daerah administratif
penting bagi pelaksanaan perencanaan wilayah. Pada umumnya
perencanaan berkaitan dengan program-program pelaksanaan
dan administrasi.
- Supaya dapat terlaksana pewilayahan secara administratif, daerah
harus memenuhi sekurang-kurangnya lima kriteria:
a. Harus cukup besar untuk menopang suatu tim administrator
profesional
b. Harus mencakup daerah belakang komuter utama
c. Harusmencakup daerah sumber air untuk kebutuhan manusia
d. Harus mampu menyediakan ketrampilan yang diperlukan
e. Harus memperhitungkan faktor-faktor topografik
BAB III. NILAI EKONOMI REGIONAL
Perhitungan Nilai Ekonomi suatu Wilayah / Region :
1. Regional Account (Income – Expenditure) Approach
2. Input – Output Approach
3. Economic Base Approach
Perhitungan nilai ekonomi wilayah / region dengan pendekatan ini
didasarkan pada pengertian bahwa kegiatan ekonomi di suatu wilayah dinilai
dari pemanfaatan faktor produksi atau input, baik yang tersedia di wilayah
tersebut maupun yang berasal dari wilayah lain, untuk menghasilkan output
tertentu
Perhitungan nilai ekonomi wilayah / region dengan pendekatan ini
didasarkan pada perhitungan produk dari semua kegiatan ekonomi pada
setiap sektor di wilayah tertentu.
Pendekatan ini lebih didasarkan pada perhitungan nilai produksi dan
pertumbuhan setiap sektor ekonomi dengan mengelompokkan struktur
perekonomian daerah menjadi sektor unggulan dan bukan unggulan.
3.1. Regional Account
McCrone: pengembangan akuntansi tingkat nasional adalah prasyarat
esensial sebelum perencanaan regional dapat dilaksanakan
Fungsi Akuntansi Regional
- Memberikan gambaran terinci mengenai saling-hubungan antara sektor-
sektor penting dari perekonomian regional
- Dapat menjadi landasan bagi penentuan kebijaksanaan dan pengambilan
keputusan regional
- Tersedia informasi mengenai hal-hal yang sangat penting seperti penda-
patan, output, investasi dan produktivitas regional
- Taksiran produk regional menurut industri akan memudahkan pemisah-
an kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahan dalam perekonomian
regional
- Data mengenai investasi dapat memberi petunjuk tentang industri apa
dan di daerah mana yang akan memberikan hasil terbaik bagi penerap-
an investasi tertentu.
Upah
Rumahtangga Industri
Pemerintah
Ekspor
Impor
Subsidi
Tax
Tax
Gx
C
Tax
I
Tk
Regional Account (Income – Expenditure) Approach :
Y = C + I + G + X - M Pendapatan regional merupakan penjumlahan dari
pendapatan/pengeluaran beberapa sektor utama,
yaitu sektor rumahtangga, industri, pemerintah,
luar negeri (ekspor-impor)
Y = C + I + G + X - M
Konsumsi: C = C0 + c Yd
Impor: M = M0 + m Yd
Pendptn yg dibelanjakan: Yd = Y - t Y = (1 – t) Y
Investasi: I = I0
Belanja Pemerintah: G = G0
1 – (1 – t) (c – m)
1
k =
Ekspor: X = X0
maka : Y = k (C + I0 + G0 + X0 - M)
dengan: sebagai angka pengganda
Catatan Penting :
- Akuntansi regional memerlukan data yang bersifat makro
- Secara konseptual, daerah bukanlah negara sehingga diperlukan bentuk
akuntansi yang berbeda dengan akuntansi nasional.
- Untuk tujuan perbandingan antar-daerah diperlukan akuntansi standar
3.2. Tabel Input-Output Regional
- Merupakan suatu kelompok akuntansi, biasanya dalam bentuk
moneter, mengenai suatu perekonomian
- Perhatian eksplisit adalah saling hubungan antar berbagai sektor
perekonomian, memusat terutama pada hubungan-hubungan antar
industri.
-Tabel input-output biasanya merupakan matrik "n x n" dimensi yang
dibagi menjadi beberapa bagian dan tiap bagian mendiskripsikan
suatu hubungan tertentu.
- Keseluruhan sistem adalah suatu seri yang mengkorelasikan baris
(output) dan kolom (input).
- Biasanya sektor terbesar & menggambarkan hubungan-hubungan
antar industri karena penjualan dari suatu industri merupakan input
bagi proses produksi dalam industri-industri lain yang bersangkutan
3.2.1. Konsep Tabel Input-output
Uraian
Input untuk : Permintaan Akhir
Total
Output
Pertanian Industri Jasa Rumah
tangga
Peme-
rintah
Ekspor
Inves-
tasi
Nominal Persen Nominal Persen Nominal Persen
Output dari:
- Pertanian 20 0,200 40 0,200 0 0,000 20 0 20 0 100
- Industri 20 0,200 20 0,100 10 0,100 75 10 55 10 200
- Jasa 0 0,000 40 0,200 10 0,100 25 20 5 0 100
Pembayaran untuk:
- Jasa Rumahtangga 40 0,400 45 0,225 70 0,700 5 0 0 0 160
- Jasa Pemerintah 10 0,100 15 0,075 5 0,050 0 0 0 0 30
- Impor barang 10 0,100 40 0,200 5 0,050 0 0 0 5 60
Total Input 100 1,000 200 1,000 100 1,000 125 30 80 15 650
Tabel 1. Arus Input-Output pada satu daerah (Milyar Rp)
Perhitungan Gross Domestic Product (Produk Domestik Bruto):
Konsumsi Rumahtangga = 125
Belanja Pemerintah = 30
Ekspor daerah = 80
Investasi daerah = 15
Pembayaran jasa Pemerintah (pajak,dll) = - 30
Impor barang = - 60
PDB daerah = 160
3.2.2. Input – Output Approach
Apabila terjadi kenaikan permintaan akhir untuk hasil Pertanian senilai Rp 10 M, maka
sektor pertanian memerlukan (lihat kolom-1 pada tabel-1):
0,2 x Rp 10 M = 2 M tambahan output Pertanian
0,2 x Rp 10 M = 2 M tambahan ouput Industri
0,0 x Rp 10 M = 0 M tambahan Jasa
0,1 x Rp 10 M = 1 M tambahan jasa pemerintah
0,1 x Rp 10 M = 1 M tambahan impor barang
Permintaan naik 10 M
Pertanian
0,2 x 10 = 2
Industri
0,2 x 10 = 2
Jasa
0,0 x 10 = 0
Pertanian
0,2 x 2 = 0,4
Pertanian
0,2 x 2 = 0,4
Industri
0,2 x 2 = 0,4
Jasa
0,0 x 2 = 0
Industri
0,1 x 2 = 0,2
Jasa
0,2 x 2 = 0,4
Tahap-0
Pertanian = 10
Tahap-1 :
Pertanian = 2
Industri = 2
Tahap-2 :
Pertanian = 0,8
Industri = 0,6
Jasa = 0,4
P
0,08
I
0,08
J
0,00
P
0,08
I
0,04
J
0,08
P
0,08
I
0,08
J
0,00
P
0,04
I
0,02
J
0,04
P
0,00
I
0,04
J
0,04
Tahap-3 :
Pertanian = 0,28
Industri = 0,26
Jasa = 0,16
Angka kumulatif pertambahan tersebut: 1. Pertanian = 10 + 2 + 0,8 + 0,28 + ......... = 13,26 M
2. Industri = 2 + 0,6 + 0,26 + ......... = 3,02 M
3. Jasa = 0,4 + 0,16 + ......... = 0,67 M
Tabel 2. Efek setelah kenaikan permintaan pertanian sebesar Rp 10 M (Milyar Rp)
Uraian
Input untuk Permintaan Akhir Total
Output
Pertanian Industri Jasa RT Pem. Ekspor Investasi
Output dari:
- Pertanian 2,6520 0,6040 0,0000 0 0 10 0 13,26
- Industri 2,6520 0,3020 0,0670 0 0 0 0 3,02
- Jasa 0,0000 0,6040 0,0670 0 0 0 0 0,67
Pembayaran untuk:
- Jasa Rumahtangga 5,3040 0,6795 0,4690 0 0 0 0 6,45
- Jasa Pemerintah 1.3260 0,2265 0,0335 0 0 0 0 1,59
- Impor barang 1.3260 0,6040 0,0335 0 0 0 0 1,96
Total Input 13,2600 3.0200 0,6700 0 0 0 0 26,95
Jadi setiap kenaikan Rp 1 M permintaan hasil Pertanian akan meningkatkan total output sebesar Rp 1,645 M dari:
Pertanian = 1,326 M
Industri = 0,302 M
Jasa = 0,067 M
Tabel 3. Input-Output inter-regional untuk dua daerah A dan B (Milyar Rupiah)
Uraian
I n p u t u n t u k Permintaan
Akhir
Total
Output
Daerah A Daerah B
Pertanian Industri Jasa Pertanian Industri Jasa A B
Output dari A:
- Pertanian - - 10 - 50 10 30 100
- Industri - - - -
- Jasa 20 - - - 30 50
Output dari B:
- Pertanian - - - -
- Industri 20 - 20 - 60 20 80 200
- Jasa 20 - - - 50 30 100
Pembayaran untuk:
- Rumahtangga A 40 - 20 - 20 80
- Rumahtangga B - - - - 80 110
Total Input 100 - 50 - 200 100 80 110 640
Tabel 4. Koefisien Input-Output inter-regional untuk dua daerah A dan B (Milyar Rupiah)
Uraian
I n p u t u n t u k
Permintaan Akhir
Daerah A Daerah B
Pertanian Industri Jasa Pertanian Industri Jasa A B
Output dari A:
- Pertanian - - 0,20 - 0,25 0,10 0,375 -
- Industri - - - - - - - -
- Jasa 0,20 - - - - - 0,375 -
Output dari B:
- Pertanian - - - - - - - -
- Industri 0,20 - 0,40 - - 0,60 0,250 0,73
- Jasa 0,20 - - - 0,25 - - 0,27
Pembayaran untuk:
- Rumahtangga A 0,40 - 0,40 - 0,10 - - -
- Rumahtangga B - - - - 0,40 - - -
Total Input 1,00 - 1,00 - 1,00 1,00 1,00 1,00
Misalkan: Permintaan akhir daerah B untuk output Industri dan Jasa menjadi dua kali lipat (100%) berarti
bertambah dengan 80 M untuk Industri dan 30 M untuk Jasa maka dengan menggunakan koefisien I-O
tersebut dapat dihitung dengan kira-kira tujuh tahap perhitungan (dengan komputer) akan diperoleh
hasil akhir nilai output : - di daerah B meningkat dari Rp 300 M menjadi Rp 500 M (± 67%)
- di daerah A meningkat dari Rp 150 M menjadi Rp 200 M (± 33%)
3. Economic Base Approach
Teori basis ekonomi lebih didasarkan pada perkembangan peran sektor
ekonomi, baik di dalam wilayah maupun ke luar daerah, terhadap
pertumbuhan perekonomian wilayah / daerah tersebut. Untuk itu basis
ekonomi pada struktur perekonomian suatu wilayah / daerah dikelompokkan
menjadi dua sektor, yaitu:
1. Sektor Unggulan, yaitu sektor ekonomi yang mampu memenuhi permintaan
barang dan jasa di pasar domestik maupun luar wilayah/daerah
2. Sektor Bukan Unggulan, yaitu sektor ekonomi yang hanya mampu memenuhi
permintaan barang dan jasa di pasar domestik atau di wilayah/daerah
Untuk penentuan sektor unggulan dan bukan unggulan tersebut digunakan
analisis Location Quotient (LQ) dengan formulasi:
LQr =
PDRBir / TPDRBr
PDRBin / TPDRBn
LQr = Location Quotient daerah r
PDRBir = PDRB sektor i di daerah r
PDRBr = PDRB total daerah r
PDRBin = PDRB sektor i di tingkat Nasional n
PDRBn = PDRB total Nasional n
dengan : i = sektor ; r = regional ; n = nasional
Jika LQr > 1 , sektor i pada daerah r merupakan sektor unggulan dengan tingkat
spesialisasi sektor tersebut di daerah r lebih besar dari nasional n
Jika LQr = 1 , sektor i pada daerah r merupakan sektor bukan unggulan dengan tingkat
spesialisasi sektor tersebut di daerah r sama dengan dari nasional n
Jika LQr < 1 , sektor i pada daerah r merupakan sektor bukan unggulan dengan tingkat
spesialisasi sektor tersebut di daerah r lebih kecil dari nasional n
No.
Sektor
Ekonomi
Location Quotient Rata-
rata
Ket.
1983 1992 1993 2002
1. Pertanian 0,881 0,919 0,964 0,980 0,957 N-Basis
2. Pertambangan 0,095 0,150 0,153 0,122 0,136 N-Basis
3. Industri 0,613 0,571 0,565 0,494 0,529 N-Basis
4. Listrik 0,565 0,681 0,598 0,430 0,581 N-Basis
5. Bangunan 2,079 1,620 1,524 1,435 1,688 Basis
6. Perdagangan 0,842 0,916 0,916 0,992 0,916 N-Basis
7. Pengangkutan 1,482 1,660 1,633 1,673 1,584 Basis
8. Keuangan 1,557 1,201 1,204 1,605 1,408 Basis
9. Jasa 1,821 1,977 2,033 2,186 2,054 Basis
Tabel 5. Location Quotient Provinsi DIY, periode 1983 - 2002
Sumber: Hakim, 2004
Selanjutnya dapat pula dilakukan analisis yang digunakan untuk mengetahui
pola dan struktur pertumbuhan masing-masing sektor ekonomi dengan
Klassen Typologi. Hasil analisis ini dapat melengkapi analisis LQ karena
sektor-sektor ekonomi tersebut dengan matriks klasifikasi Klassen dapat
dikelompokkan menjadi empat karakteristik, yaitu:
Kriteria
Kontribusi terhadap PDRB
Yi > Y Yi < Y
Laju
Pertumbuhan
ri > r
Sektor maju dan
tumbuh cepat
Sektor berkembang
cepat
ri < r
Sektor maju tapi
tertekan
Sektor relatif
tertinggal
dengan : ri = laju pertumbuhan PDRB sektor i
r = laju pertumbuhan PDRB total
yi = kontribusi PDRB sektor i terhadap total PDRB
yi = kontribusi PDRB rata-rata sektor terhadap total PDRB
Klasifikasi yi > y yi > y
ri > r
Sektor maju dan tumbuh
cepat:
- Pengangkutan
- Jasa
Sektor berkembang cepat:
- Pertanian
- Pertambangan
- Perdagangan
ri < r
Sektor maju tapi tertekan:
- Bangunan
- Keuangan
Sektor relatif tertinggal:
- Industri
- Listrik
Tabel 5. Klasifikasi Sektor Ekonomi Provinsi DIY dengan Klassen Typologi, 1983 - 2002
Sumber: Hakim, 2004
Tabel 1. Klasifikasi Sektor Unggulan berdasarkan Location Quotient (LQ) di Jawa Tengah
N
o
Lapangan Usaha
Location Quotient (LQ) Rata-
rata
Krite-
ria
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
1. Pertanian, Peternakan,
Kehutanan & Perikanan
1.46 1.37 1.41 1.44 1.45 1.45 1.46 1.43 Basis
a. Tanaman Bahan Makanan 2.07 1.99 2.06 2.09 2.09 2.06 2.05 2.06 Basis
b. Tanaman Perkebunan 0.84 0.79 0.83 0.84 0.85 0.87 0.88 0.83 -
c. Peternakan 1.35 1.22 1.19 1.25 1.32 1.45 1.53 1.26 Basis
d. Kehutanan 0.41 0.24 0.33 0.49 0.43 0.44 0.42 0.38 -
e. Perikanan 0.65 0.58 0.58 0.53 0.56 0.53 0.53 0.58 -
2. Pertambangan & Penggalian 0.09 0.09 0.10 0.11 0.12 0.13 0.13 0.10 -
3. Industri Pengolahan 1.14 1.14 1.14 1.15 1.15 1.17 1.18 1.15 Basis
4. Listrik, Gas & Air Bersih 1.21 1.15 1.19 1.25 1.26 1.22 1.16 1.21 Basis
5. Konstruksi 0.89 0.94 0.94 0.94 0.92 0.92 0.92 0.93 -
6. Perdagangan, Hotel &
Restoran
1.32 1.32 1.28 1.25 1.25 1.23 1.22 1.28 Basis
7. Pengangkutan dan
Komunikasi
0.94 0.90 0.82 0.78 0.73 0.70 0.65 0.83 -
8. Keuangan, Real Estate & Jasa
Perusahaan
0.42 0.41 0.39 0.38 0.39 0.39 0.39 0.40 -
9. Jasa-jasa 0.98 1.10 1.09 1.09 1.11 1.12 1.14 1.07 Basis
Sumber: BPS (Pusat dan Jawa Tengah)
Kriteria
Kontribusi terhadap PDRB
Sektor Maju
(Yi > Ŷ)
Sektor Tertinggal
(Yi ≤ Ŷ)
L
a
j
u
P
e
r
t
u
m
b
u
h
a
n
Tumbuh Cepat
(ri > ř)
Sektor Maju & Tumbuh Cepat Sektor Tertinggal tapi Tumbuh Cepat
- Industri Pengolahan - Kehutanan
- Jasa-jasa - Pertambangan & Penggalian
- Listrik, Gas & Air Bersih
- Konstruksi
- Pengangkutan & Komunikasi
Tumbuh Lambat
(ri ≤ ř)
Sektor Maju tapi Tumbuh Lambat Sektor Tertinggal & Tumbuh Lambat
- Pertanian Secara Umum - Perkebunan
- Pertanian Bahan Makanan - Peternakan
- Perdagangan, Hotel & Restoran - Perikanan
- Keuangan, Real Estate & Jasa Perusahaan
Tabel 2. Klasifikasi Sektor Ekonomi Jawa Tengah dengan Klassen Typologi, 2002-2008
RenBang-Wilayah.ppt

More Related Content

Similar to RenBang-Wilayah.ppt

Pengembangan Wilayah dan Pembangunan Sosial
Pengembangan Wilayah dan Pembangunan SosialPengembangan Wilayah dan Pembangunan Sosial
Pengembangan Wilayah dan Pembangunan SosialErwin Rasyid
 
Perencanaan Pembangunan Daerah Analisis Kemampuan Pendapatan dan Pembiayaan D...
Perencanaan Pembangunan Daerah Analisis Kemampuan Pendapatan dan Pembiayaan D...Perencanaan Pembangunan Daerah Analisis Kemampuan Pendapatan dan Pembiayaan D...
Perencanaan Pembangunan Daerah Analisis Kemampuan Pendapatan dan Pembiayaan D...Dadang Solihin
 
PPT Ekonomi Regional Kelompok 6.pptx
PPT Ekonomi Regional Kelompok 6.pptxPPT Ekonomi Regional Kelompok 6.pptx
PPT Ekonomi Regional Kelompok 6.pptxAnggiatTampubolon1
 
Sistem perencanaan pembangunan dan anggaran daerah
Sistem perencanaan pembangunan dan anggaran daerahSistem perencanaan pembangunan dan anggaran daerah
Sistem perencanaan pembangunan dan anggaran daerahrizqialfadly
 
Sistem administrasi daerah dan kota
Sistem administrasi daerah dan kotaSistem administrasi daerah dan kota
Sistem administrasi daerah dan kotaSyaifOer
 
Tubes II EWK :Analisis Agregat dan Intra Wilayah Kab. banjarnegara
Tubes II EWK :Analisis Agregat dan Intra Wilayah Kab. banjarnegaraTubes II EWK :Analisis Agregat dan Intra Wilayah Kab. banjarnegara
Tubes II EWK :Analisis Agregat dan Intra Wilayah Kab. banjarnegaraLaras Kun Rahmanti Putri
 
PPPT TEORI PEMBANGUNAN IMAN ALJUPRI AKMAL(21102026).pptx
PPPT TEORI PEMBANGUNAN IMAN ALJUPRI AKMAL(21102026).pptxPPPT TEORI PEMBANGUNAN IMAN ALJUPRI AKMAL(21102026).pptx
PPPT TEORI PEMBANGUNAN IMAN ALJUPRI AKMAL(21102026).pptxImanAljupriAkmal
 
Administrasi Pembangunan
Administrasi  PembangunanAdministrasi  Pembangunan
Administrasi PembangunanDadang Solihin
 
Panduan identifikasi kawasan_permukiman_kumuh
Panduan identifikasi kawasan_permukiman_kumuhPanduan identifikasi kawasan_permukiman_kumuh
Panduan identifikasi kawasan_permukiman_kumuhIRMANSYAH ILYAS
 
Bab 1 (1) konsep wilayah
Bab 1 (1) konsep wilayahBab 1 (1) konsep wilayah
Bab 1 (1) konsep wilayahjopiwildani
 
Ppt tugas 7 pembangunan ekonomi daerah
Ppt tugas 7 pembangunan ekonomi daerahPpt tugas 7 pembangunan ekonomi daerah
Ppt tugas 7 pembangunan ekonomi daerahmohamad amsanudin
 
Beberapa pertanyaan dalam perencanaan pembangunan
Beberapa pertanyaan dalam perencanaan pembangunanBeberapa pertanyaan dalam perencanaan pembangunan
Beberapa pertanyaan dalam perencanaan pembangunanYuca Siahaan
 
Perencanaan Pembangunan kelompok 5
Perencanaan Pembangunan kelompok 5Perencanaan Pembangunan kelompok 5
Perencanaan Pembangunan kelompok 5Sita Nurhalimah
 
MP3EI Dlm Rangka Memperkuat Economic Governance di Indonesia
MP3EI Dlm Rangka Memperkuat Economic Governance di IndonesiaMP3EI Dlm Rangka Memperkuat Economic Governance di Indonesia
MP3EI Dlm Rangka Memperkuat Economic Governance di IndonesiaTri Widodo W. UTOMO
 
paras candika muliansyah (16102123)
paras candika muliansyah (16102123)paras candika muliansyah (16102123)
paras candika muliansyah (16102123)parascandikamuliansy
 

Similar to RenBang-Wilayah.ppt (20)

Pengembangan Wilayah dan Pembangunan Sosial
Pengembangan Wilayah dan Pembangunan SosialPengembangan Wilayah dan Pembangunan Sosial
Pengembangan Wilayah dan Pembangunan Sosial
 
Perencanaan Pembangunan Daerah Analisis Kemampuan Pendapatan dan Pembiayaan D...
Perencanaan Pembangunan Daerah Analisis Kemampuan Pendapatan dan Pembiayaan D...Perencanaan Pembangunan Daerah Analisis Kemampuan Pendapatan dan Pembiayaan D...
Perencanaan Pembangunan Daerah Analisis Kemampuan Pendapatan dan Pembiayaan D...
 
PPT Ekonomi Regional Kelompok 6.pptx
PPT Ekonomi Regional Kelompok 6.pptxPPT Ekonomi Regional Kelompok 6.pptx
PPT Ekonomi Regional Kelompok 6.pptx
 
Sistem perencanaan pembangunan dan anggaran daerah
Sistem perencanaan pembangunan dan anggaran daerahSistem perencanaan pembangunan dan anggaran daerah
Sistem perencanaan pembangunan dan anggaran daerah
 
MANAJEMEN PERKOTAAN
MANAJEMEN PERKOTAANMANAJEMEN PERKOTAAN
MANAJEMEN PERKOTAAN
 
Bab 6 rev 02
Bab 6 rev 02Bab 6 rev 02
Bab 6 rev 02
 
Sistem administrasi daerah dan kota
Sistem administrasi daerah dan kotaSistem administrasi daerah dan kota
Sistem administrasi daerah dan kota
 
Tubes II EWK :Analisis Agregat dan Intra Wilayah Kab. banjarnegara
Tubes II EWK :Analisis Agregat dan Intra Wilayah Kab. banjarnegaraTubes II EWK :Analisis Agregat dan Intra Wilayah Kab. banjarnegara
Tubes II EWK :Analisis Agregat dan Intra Wilayah Kab. banjarnegara
 
PPPT TEORI PEMBANGUNAN IMAN ALJUPRI AKMAL(21102026).pptx
PPPT TEORI PEMBANGUNAN IMAN ALJUPRI AKMAL(21102026).pptxPPPT TEORI PEMBANGUNAN IMAN ALJUPRI AKMAL(21102026).pptx
PPPT TEORI PEMBANGUNAN IMAN ALJUPRI AKMAL(21102026).pptx
 
Administrasi Pembangunan
Administrasi  PembangunanAdministrasi  Pembangunan
Administrasi Pembangunan
 
Panduan identifikasi kawasan_permukiman_kumuh
Panduan identifikasi kawasan_permukiman_kumuhPanduan identifikasi kawasan_permukiman_kumuh
Panduan identifikasi kawasan_permukiman_kumuh
 
Bab 1 (1) konsep wilayah
Bab 1 (1) konsep wilayahBab 1 (1) konsep wilayah
Bab 1 (1) konsep wilayah
 
Ppt tugas 7 pembangunan ekonomi daerah
Ppt tugas 7 pembangunan ekonomi daerahPpt tugas 7 pembangunan ekonomi daerah
Ppt tugas 7 pembangunan ekonomi daerah
 
Teori teori ekonomi regional
Teori teori ekonomi regionalTeori teori ekonomi regional
Teori teori ekonomi regional
 
Bab 2rev 02
Bab 2rev 02Bab 2rev 02
Bab 2rev 02
 
Beberapa pertanyaan dalam perencanaan pembangunan
Beberapa pertanyaan dalam perencanaan pembangunanBeberapa pertanyaan dalam perencanaan pembangunan
Beberapa pertanyaan dalam perencanaan pembangunan
 
Perencanaan Pembangunan kelompok 5
Perencanaan Pembangunan kelompok 5Perencanaan Pembangunan kelompok 5
Perencanaan Pembangunan kelompok 5
 
MP3EI Dlm Rangka Memperkuat Economic Governance di Indonesia
MP3EI Dlm Rangka Memperkuat Economic Governance di IndonesiaMP3EI Dlm Rangka Memperkuat Economic Governance di Indonesia
MP3EI Dlm Rangka Memperkuat Economic Governance di Indonesia
 
paras candika muliansyah (16102123)
paras candika muliansyah (16102123)paras candika muliansyah (16102123)
paras candika muliansyah (16102123)
 
Pembagunan ekonomi daerah
Pembagunan ekonomi daerahPembagunan ekonomi daerah
Pembagunan ekonomi daerah
 

Recently uploaded

LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.pptLATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.pptPpsSambirejo
 
Materi Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptx
Materi Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptxMateri Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptx
Materi Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptxSaujiOji
 
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptxOPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptxDedeRosza
 
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat UI 2024
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat  UI 2024Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat  UI 2024
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat UI 2024editwebsitesubdit
 
MODUL AJAR SENI RUPA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR SENI RUPA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR SENI RUPA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR SENI RUPA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfAndiCoc
 
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdfAksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdfJarzaniIsmail
 
Memperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptx
Memperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptxMemperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptx
Memperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptxsalmnor
 
PANDUAN PENGEMBANGAN KSP SMA SUMBAR TAHUN 2024 (1).pptx
PANDUAN PENGEMBANGAN KSP SMA SUMBAR TAHUN 2024 (1).pptxPANDUAN PENGEMBANGAN KSP SMA SUMBAR TAHUN 2024 (1).pptx
PANDUAN PENGEMBANGAN KSP SMA SUMBAR TAHUN 2024 (1).pptxfitriaoskar
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...Kanaidi ken
 
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptxBAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptxJuliBriana2
 
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsxvIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsxsyahrulutama16
 
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfAndiCoc
 
Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdf
Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdfSalinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdf
Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdfWidyastutyCoyy
 
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...pipinafindraputri1
 
E-modul Materi Ekosistem untuk kelas X SMA
E-modul Materi Ekosistem untuk kelas X SMAE-modul Materi Ekosistem untuk kelas X SMA
E-modul Materi Ekosistem untuk kelas X SMAAmmar Ahmad
 
MODUL AJAR BAHASA INGGRIS KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INGGRIS KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR BAHASA INGGRIS KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INGGRIS KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfAndiCoc
 
Aksi Nyata Disiplin Positif Keyakinan Kelas untuk SMK
Aksi Nyata Disiplin Positif Keyakinan Kelas untuk SMKAksi Nyata Disiplin Positif Keyakinan Kelas untuk SMK
Aksi Nyata Disiplin Positif Keyakinan Kelas untuk SMKgamelamalaal
 
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfAndiCoc
 
RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...
RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...
RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...Kanaidi ken
 

Recently uploaded (20)

LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.pptLATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
 
Materi Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptx
Materi Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptxMateri Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptx
Materi Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptx
 
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptxOPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
 
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat UI 2024
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat  UI 2024Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat  UI 2024
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat UI 2024
 
MODUL AJAR SENI RUPA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR SENI RUPA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR SENI RUPA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR SENI RUPA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...
Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...
Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...
 
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdfAksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
 
Memperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptx
Memperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptxMemperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptx
Memperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptx
 
PANDUAN PENGEMBANGAN KSP SMA SUMBAR TAHUN 2024 (1).pptx
PANDUAN PENGEMBANGAN KSP SMA SUMBAR TAHUN 2024 (1).pptxPANDUAN PENGEMBANGAN KSP SMA SUMBAR TAHUN 2024 (1).pptx
PANDUAN PENGEMBANGAN KSP SMA SUMBAR TAHUN 2024 (1).pptx
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
 
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptxBAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
 
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsxvIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
 
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdf
Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdfSalinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdf
Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdf
 
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
 
E-modul Materi Ekosistem untuk kelas X SMA
E-modul Materi Ekosistem untuk kelas X SMAE-modul Materi Ekosistem untuk kelas X SMA
E-modul Materi Ekosistem untuk kelas X SMA
 
MODUL AJAR BAHASA INGGRIS KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INGGRIS KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR BAHASA INGGRIS KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INGGRIS KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
Aksi Nyata Disiplin Positif Keyakinan Kelas untuk SMK
Aksi Nyata Disiplin Positif Keyakinan Kelas untuk SMKAksi Nyata Disiplin Positif Keyakinan Kelas untuk SMK
Aksi Nyata Disiplin Positif Keyakinan Kelas untuk SMK
 
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...
RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...
RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...
 

RenBang-Wilayah.ppt

  • 1. Dwidjono Hadi Darwanto Jurusan Sosial Ekonomi / Agribisnis Fakultas Pertanian – Universitas Gadjah Mada Yogyakarta 2011
  • 2. Perencanaan adalah rangkaian tindakan sistematis yang didasarkan pada kerangka pemikiran tertentu dengan mempertimbangkan perkembangan kondisi hingga saat ini untuk mencapai tujuan atau penyelesaian persoalan-persoalan di masa datang Menurut Friedman: "Perencanaan adalah suatu cara berpikir mengenai persoalan-persoalan sosial dan ekonomi, terutama berorientasi pada masa mendatang, sangat berhubungan antara tujuan dan keputusan-keputusan kolektif, dan mengusahakan kebijakan dan program yang menyeluruh”. 1. Pengertian tentang ”Perencanaan”? I. PENDAHULUAN
  • 3. Tahapan dalam Perencanaan: - perumusan tujuan-tujuan umum dan khusus - identifikasi masalah & kendala - proyeksi mengenai keadaan di masa mendatang - pencarian dan penilaian berbagai kemungkinan kegiatan alternatif - penyusunan suatu rencana yang sesuai - perumusan kebijaksanaan atau strategi - penyusunan program dan pelaksanaannya
  • 4. 2. Mengapa Perlu Perencanaan ? - Pertambahan penduduk yang pesat dan distribusi yang tidak merata antar daerah - Kemajuan teknologi yang semakin cepat - Pertumbuhan ekonomi yang tidak merata sehingga terjadi ketimpangan pendapatan per kapita antar daerah - Pertumbuhan antar sektor ekonomi yang tidak seimbang Perlunya perencanaan wilayah a. Perencanaan nasional yang menyeluruh mencakup pengalokasian sumberdaya antar wilayah yang disusun berdasarkan informasi wilayah kemudian dirumuskan dalam program dan kebijakan nasional b. Perencanaan wilayah meliputi perihal yang bersifat fungsional - pertumbuhan kota yang tidak terkendali dan kemacetan lalu-lintas - perkembangan industri dan hilangnya fungsi-fungsi pertanian - masalah ekonomi pedesaan yang mengalami kemunduran - pertumbuhan ekonomi yang tidak merata - pengangguran dan kemiskinan yang semakin meningkat - pengembangan sektor yang tidak seimbang
  • 5. 3. Tipe Perencanaan A. Perencanaan Fisik dan Ekonomi 1. Perencanaan Fisik (physical planning) adalah perencanaan struktur fisik suatu daerah (area) yang meliputi: tataguna tanah, utilitas, komunikasi, dan sebagainya, serta berasal dari penataan dan/atau pengendalian pengembangan wilayah 2. Perencanaan Ekonomi (economic planning) lebih berkenaan dengan struktur ekonomi suatu daerah dan tingkat kemakmurannya secara keseluruhan. Perencanaan ekonomi lebih bertumpu pada mekanis-me pasar kebijakan pengendalian yang bersifat langsung Perencanaan wilayah biasanya mencakup perencanaan fisik dan ekonomi:
  • 6. B. Perencanaan alokatif dan inovatif 1. Perencanaan Alokatif (Allocative Planning) berkenaan dengan koordinasi, penyelarasan hal-hal yang bertentangan agar sistem yang bersangkutan dapat berjalan secara efisien sepanjang waktu sesuai dengan kebijaksanaan yang ditempuh. Sering juga dinamakan perencanaan yang bersifat mengatur (regulatory planning). 2. Perencanaan Inovatif (Innovative Planning) berkenaan dengan perbaikan/pengembangan system yang bersangkutan sebagai keseluruhan dengan menunjukkan sasaran-sasaran baru dan berusaha menimbulkan perubahan-perubahan besar. Sering disebut juga perencanaan pembangunan (development planning).
  • 7. C. Perencanaan Bertujuan Tunggal & Jamak 1. Perencanaan wilayah selalu bertujuan jamak tetapi metode imple- mentasinya dapat berbeda 2. Perencanaan dapat mempunyai tujuan dan sasaran tunggal tetapi tujuan tunggal tersebut dapat memberikan dampak ganda (multiplier effects) D. Perencanaan Indikatif dan Imperatif 1. Perencanaan indikatif hanya mengemukakan petunjuk / pedoman umum dan bersifat sebagai sumber informasi pelaksanaan. 2. Perencanaan imperatif adalah semacam perintah yang mengandung pengarahan yang bersifat konkrit
  • 8. 4. Tingkatan perencanaan Perencanaan wilayah merupakan proses perumusan dan penegasan tujuan-tujuan sosial dalam penataan kegiatan-kegiatan dalam ruang di atas tingkat perkotaan (Supra Urban) - Perencanaan tingkat wilayah merupakan penghubung tingkat nasional dan tingkat lokal. - Kurang efektifnya perencanaan di tingkat atas akan menimbulkan implikasi-implikasi pada tingkat perencanaan yang lebih rendah - Perencanaan tingkat pemerintah nasional umumnya bersifat ekonomi, yakni: a. alokatif jangka pendek yang berkenaan dengan stabilisasi fluktu- asi perekonomian b. bentuk inovatif jangka panjang yang terutama berkenaan dengan pencapaian tingkat laju pertumbuhan ekonomi yang tertentu.
  • 9. II. KONSEP PERENCANAAN WILAYAH 2.1. Konsep tentang Wilayah Dalam ekonomi wilayah terdapat 3 konsep wilayah yang diguna- kan, yakni: (a) functional region; (b) homogeneous region; dan (c) administrative region a. Konsep wilayah atas dasar fungsi (functional regions) - Seberapa besar wilayah itu terintegrasi - Seberapa jauh masing-masing komponen berinteraksi Jika interaksi antar komponen dalam suatu wilayah itu sangat signifikan dibandingkan dengan tempat lain (misalnya kegiatan bisnis), maka dasar bagi terbentuknya functional region menjadi kuat. Contoh Wilayah Fungsional: Nodal Regions dan Metropolitan Statistical Area (MSA)
  • 10. Nodal Regions (Wilayah Nodal) - Terbentuknya didasarkan pada sistem hirarkis hubungan bisnis /perdagangan. - Pusat-pusat bisnis yang kecil tergantung pada pusat bisnis yang besar, sementara kedua pusat bisnis tersebut mungkin tergantung pada pusat bisnis yang lebih besar lagi. - Wilayah yang dilayani oleh pusat bisnis dikenal dengan istilah hinterland. - Kecenderungan: semakin besar hinterland - semakin besar pusat bisnis yang melayaninya. - Konsep wilayah nodal ini mensiratkan adanya "wilayah dalam wilayah", artinya: suatu kota kecil mungkin memiliki hinterland-nya sendiri sementara mereka merupakan bagian dari hinterland yang lain.
  • 11. Metropolitan Statistical Areas (MSA) - Wilayah metropolitan itu memperlihatkan adanya pola hirarkis yang menjadi ciri dari nodal regions. Contoh: kegiatan tenaga kerja dan perdagangan cenderung terkonsentrasi di CBS (Central Business District) - Nodal (pusat konsentrasi) dari kegiatan ekonomi terlihat kontras dengan wilayah pemukiman dimana kegiatan bisnisnya sangat kecil. - Terdapat saling ketergantungan antara pusat bisnis dengan wilayah pemukiman mengingat satu sama lain saling membutuhkan. Implikasi: seringkali kebijakan wilayah bisa diterapkan secara baik pada wilayah metropolis ini sebagai akibat adanya saling ketergantungan dalam wilayah tersebut. Struktur MSA: - Pusat kota sebagai jantung dan nodal. - Setiap MSA harus memiliki satu kota dengan penduduk lebih kurang 50.000. - Total penduduk seluruh MSA minimal 100.000.
  • 12. - MSA dibagi kedalam counties yang masing-masing memiliki pusat kota. - MSA memiliki daerah Sub-urban atau komunitas urban yang dekat pusat kota. - Wilayah Sub-urban termasuk Komunitas yang dicirikan oleh kegiatan ekonomi lokal yang aktif (termasuk kota satelit). - Dalam wilayah MSA terdapat juga kegiatan pertanian yang umumnya dilakukan di pinggiran kota b. Konsep Wilayah Homogen (Homogeneous Regions) - Ditentukan atas dasar persamaan internal - Dicirikan oleh kesamaan pada kegiatan umum, budaya dan iklim. Contoh: Wilayah kepulauan dengan kegiatan umum yang homogen - Bisa juga homogenitas tersebut atas dasar Etnis. Contoh: Pecinan (China town), Kampung Arab, Kota apel, dan lain sebagainya. - Pembagian Wilayah atas homogenitas ini penting juga untuk analisis Statistik.
  • 13. c. KonsepWilayah Administratif (Administrative Regions) - Penting artinya untuk tujuan manajemen ataupun organisasi baik bagi organisasi swasta maupun pemerintah. - Pada umumnya lebih kelihatan wujudnya dibanding dengan dua bentuk wilayah yang lain. - Karena pembagiannya berdasarkan administrasi, maka berbagai ragam kegiatan akan dijumpai di dalamnya - Bisa terjadi wilayah administratif memiliki kesamaan atas dasar fungsi, sehingga peran dari wilayah itu bisa sekaligus sebagai wilayah fungsional. d. Konsep Wilayah Perencanaan - Daerah perencanaan (planning region) atau "programming region": daerah yang memperlihatkan koherensi atau kesatuan keputusan-keputusan ekonomi. - Daerah perencanaan adalah daerah geografik yang cocok untuk perancangan dan pelaksanaan rencana-rencana pembangunan wilayah.
  • 14. 2.2. Pewilayahan dan Penentuan Batas-batas Daerah a) Penentuan Batas-batas daerah Formal - Pengelompokan unit-unit lokal yang berciri serupa menurut kriteria tertentu tetapi berbeda secara nyata dari unit-unit di luar daerah berdasarkan kriteria yang telah dipilih tersebut - Sifat: tidak homogen secara sempurna tetapi homogen dalam batas-batas tertentu - Kriteria yang digunakan: tingkat pengangguran, kegiatan, dan arah perkembangan migrasi, yang sifatnya dinamis a.1. Metode Bilangan Indeks Tertimbang - Daerah dibagi menjadi lokalitas yang berbeda-beda, misalkan menurut tingkat pengangguran dan pendapatan per kapita - Berdasarkan pertimbangan kebijakan & daerah persoalan utama, maka daerah yang bersifat khusus perlu disendirikan - Digunakan bobot kriteria untuk menentukan indeks tertimbang untuk masing-masing daerah
  • 15. a.2. Metode Analisis Faktor - Metode ini lebih kompleks dan prinsip dasarnya adalah ilustrasi pewilayahan kondisi ekonomi oleh Smith. - Smith mengidentifikasikan 14 kriteria industri atas dasar daerah pertukaran kesempatan kerja lokal dan 14 kriteria sosio-ekonomi atas dasar pemerintahan lokal. - Metode analisis faktor dapat digunakan untuk mengisolasikan faktor-faktor dasar ini, dan mengelompokkan daerah-daerah berdasarkan factor loading. - Smith mengidentifikasikan perubahan industri dan struktur industri sebagai faktor sosio-ekonomi pokok. - Berdasarkan faktor-faktor ini dapat ditentukan batas-batas daerah berdasarkan kondisi ekonomi.
  • 16. b) Penentuan Batas-batas Daerah Fungsional - Merupakan pengelompokan unit-unit lokal yang menunjukkan tingkat interdependensi yang cukup besar. - Lebih ditekankan pada arus yang terkait dengan suatu titik sentral dan bukan pada keseragaman daerah sebagai suatu kesatuan - Menentukan batas-batas daerah fungsional berdasarkan arah dan intensitas arus antara pusat yang dominan dan satelit-satelit yang mengitarinya. - Intensitas arus akan semakin berkurang dengan semakin jauhnya jarak dari pusat dan sebaliknya. - Green & Carruthors telah mencoba menentukan batas-batas ling- kungan berdasarkan pengaruh dari suatu pusat (daerah fungsional) dengan menggunakan arus angkutan bis sebagai indikator bagi kaitan-kaitan ekonomi. Asumsi yang digunakan adalah bahwa ang- kutan bis adalah kegiatan ekonomi, dan akan memilih route yang paling ekonomis, yaitu daerah-daerah dengan permintaan paling besar dan mencerminkan kaitan-kaitan fungsionai dengan pusat yang dominan. b.1. Analisis Arus (Flow Analysis)
  • 17. Asumsi yang digunakan adalah bahwa angkutan bis adalah kegiatan ekonomi, dan akan memilih route yang paling ekonomis, yaitu daerah-daerah dengan permintaan paling besar dan mencerminkan kaitan-kaitan fungsionai dengan pusat yang dominan. - Suatu Variasi yang menarik dari analisis arus sederhana tersebut di atas adalah Graph Theory. - Banyaknya penggunaan telepon adalah kriteria yang lazim digunakan dan merupakan suatu indeks yang sangat bermanfaat mengenai pelbagai macam hubungan ekonomi dan sosial. - Arus tersebut digambarkan dalam bentuk matrik, dan dari matrik ini arus Primer diidentifikasikan. - Hirarkhi pusat yang dihasilkannya dapat digambarkan sebagai suatu jaringan (network) sederhana, dan memberikan gambaran mengenai bentuk dan luasnya hubungan-hubungan fungsional di dalam suatu daerah
  • 18. Matrik Arus Hubungan Telepon (hanya arus primer & sekunder) HUBUNGAN TELEPON KE PUSAT (ribu per hari) A B C D E F G H I HUBUNGAN TELEPON DARI PUSAT A 40 20 B 10 60 C 30 10 D 60 40 E 30 10 F 20 10 G 50 20 H 20 30 I 10 40 Dari matrik arus hubungan telepon tersebut di atas dapat digambarkan grafik jalur seperti gambar di bawah ini.
  • 19. A B C D E F G H I Gambar di bawah ini menunjukkan contoh dari teori grafik sederhana, sehingga dapat diketahui bahwa D adalah pusat utama, dengan B, E dan G sebagai pusat-pusat sekunder Gambar Jaringan Hubungan Fungsional
  • 20. b.2. Analisis Gravitasional - Analisis ini berkenaan dengan kekuatan-kekuatan daya tarik yang bersifat teoritik antara pusat-pusat. - Asumsi: bahwa interaksi antara dua pusat mempunyai hubungan proporsional langsung dengan massa dari pusat-pusat yang bersangkutan dan mempunyai hubungan terbalik dengan jarak dari pusat-pusat tersebut. - Dalam perencanaan model, massa diwakili oleh variabel-variabel seperti penduduk, kesempatan kerja, pendapatan, pengeluaran dan omset eceran. - Jarak dinyatakan dalam ukuran fisik (kilometer/mil), waktu, harga dan kesempatan-kesempatan antara. - Dalam notasi matematik ditulis sebagai berikut :          d P T ij ij ij k 2 .Keterangan: Tij = kekuatan gravitasional antara kota i dan kota j Pi & Pj = massa dari kedua pusat yang bersangkutan dij = jarak antara kedua kota (konstan)
  • 21. 2.3. Pewilayahan dan Administrasi Daerah - Daerah perencanaan (planning region) mungkin saja tidak ber- korelasi dengan daerah administratif namun daerah administratif penting bagi pelaksanaan perencanaan wilayah. Pada umumnya perencanaan berkaitan dengan program-program pelaksanaan dan administrasi. - Supaya dapat terlaksana pewilayahan secara administratif, daerah harus memenuhi sekurang-kurangnya lima kriteria: a. Harus cukup besar untuk menopang suatu tim administrator profesional b. Harus mencakup daerah belakang komuter utama c. Harusmencakup daerah sumber air untuk kebutuhan manusia d. Harus mampu menyediakan ketrampilan yang diperlukan e. Harus memperhitungkan faktor-faktor topografik
  • 22. BAB III. NILAI EKONOMI REGIONAL Perhitungan Nilai Ekonomi suatu Wilayah / Region : 1. Regional Account (Income – Expenditure) Approach 2. Input – Output Approach 3. Economic Base Approach Perhitungan nilai ekonomi wilayah / region dengan pendekatan ini didasarkan pada pengertian bahwa kegiatan ekonomi di suatu wilayah dinilai dari pemanfaatan faktor produksi atau input, baik yang tersedia di wilayah tersebut maupun yang berasal dari wilayah lain, untuk menghasilkan output tertentu Perhitungan nilai ekonomi wilayah / region dengan pendekatan ini didasarkan pada perhitungan produk dari semua kegiatan ekonomi pada setiap sektor di wilayah tertentu. Pendekatan ini lebih didasarkan pada perhitungan nilai produksi dan pertumbuhan setiap sektor ekonomi dengan mengelompokkan struktur perekonomian daerah menjadi sektor unggulan dan bukan unggulan.
  • 23. 3.1. Regional Account McCrone: pengembangan akuntansi tingkat nasional adalah prasyarat esensial sebelum perencanaan regional dapat dilaksanakan Fungsi Akuntansi Regional - Memberikan gambaran terinci mengenai saling-hubungan antara sektor- sektor penting dari perekonomian regional - Dapat menjadi landasan bagi penentuan kebijaksanaan dan pengambilan keputusan regional - Tersedia informasi mengenai hal-hal yang sangat penting seperti penda- patan, output, investasi dan produktivitas regional - Taksiran produk regional menurut industri akan memudahkan pemisah- an kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahan dalam perekonomian regional - Data mengenai investasi dapat memberi petunjuk tentang industri apa dan di daerah mana yang akan memberikan hasil terbaik bagi penerap- an investasi tertentu.
  • 24. Upah Rumahtangga Industri Pemerintah Ekspor Impor Subsidi Tax Tax Gx C Tax I Tk Regional Account (Income – Expenditure) Approach : Y = C + I + G + X - M Pendapatan regional merupakan penjumlahan dari pendapatan/pengeluaran beberapa sektor utama, yaitu sektor rumahtangga, industri, pemerintah, luar negeri (ekspor-impor)
  • 25. Y = C + I + G + X - M Konsumsi: C = C0 + c Yd Impor: M = M0 + m Yd Pendptn yg dibelanjakan: Yd = Y - t Y = (1 – t) Y Investasi: I = I0 Belanja Pemerintah: G = G0 1 – (1 – t) (c – m) 1 k = Ekspor: X = X0 maka : Y = k (C + I0 + G0 + X0 - M) dengan: sebagai angka pengganda Catatan Penting : - Akuntansi regional memerlukan data yang bersifat makro - Secara konseptual, daerah bukanlah negara sehingga diperlukan bentuk akuntansi yang berbeda dengan akuntansi nasional. - Untuk tujuan perbandingan antar-daerah diperlukan akuntansi standar
  • 26. 3.2. Tabel Input-Output Regional - Merupakan suatu kelompok akuntansi, biasanya dalam bentuk moneter, mengenai suatu perekonomian - Perhatian eksplisit adalah saling hubungan antar berbagai sektor perekonomian, memusat terutama pada hubungan-hubungan antar industri. -Tabel input-output biasanya merupakan matrik "n x n" dimensi yang dibagi menjadi beberapa bagian dan tiap bagian mendiskripsikan suatu hubungan tertentu. - Keseluruhan sistem adalah suatu seri yang mengkorelasikan baris (output) dan kolom (input). - Biasanya sektor terbesar & menggambarkan hubungan-hubungan antar industri karena penjualan dari suatu industri merupakan input bagi proses produksi dalam industri-industri lain yang bersangkutan 3.2.1. Konsep Tabel Input-output
  • 27. Uraian Input untuk : Permintaan Akhir Total Output Pertanian Industri Jasa Rumah tangga Peme- rintah Ekspor Inves- tasi Nominal Persen Nominal Persen Nominal Persen Output dari: - Pertanian 20 0,200 40 0,200 0 0,000 20 0 20 0 100 - Industri 20 0,200 20 0,100 10 0,100 75 10 55 10 200 - Jasa 0 0,000 40 0,200 10 0,100 25 20 5 0 100 Pembayaran untuk: - Jasa Rumahtangga 40 0,400 45 0,225 70 0,700 5 0 0 0 160 - Jasa Pemerintah 10 0,100 15 0,075 5 0,050 0 0 0 0 30 - Impor barang 10 0,100 40 0,200 5 0,050 0 0 0 5 60 Total Input 100 1,000 200 1,000 100 1,000 125 30 80 15 650 Tabel 1. Arus Input-Output pada satu daerah (Milyar Rp) Perhitungan Gross Domestic Product (Produk Domestik Bruto): Konsumsi Rumahtangga = 125 Belanja Pemerintah = 30 Ekspor daerah = 80 Investasi daerah = 15 Pembayaran jasa Pemerintah (pajak,dll) = - 30 Impor barang = - 60 PDB daerah = 160 3.2.2. Input – Output Approach
  • 28. Apabila terjadi kenaikan permintaan akhir untuk hasil Pertanian senilai Rp 10 M, maka sektor pertanian memerlukan (lihat kolom-1 pada tabel-1): 0,2 x Rp 10 M = 2 M tambahan output Pertanian 0,2 x Rp 10 M = 2 M tambahan ouput Industri 0,0 x Rp 10 M = 0 M tambahan Jasa 0,1 x Rp 10 M = 1 M tambahan jasa pemerintah 0,1 x Rp 10 M = 1 M tambahan impor barang Permintaan naik 10 M Pertanian 0,2 x 10 = 2 Industri 0,2 x 10 = 2 Jasa 0,0 x 10 = 0 Pertanian 0,2 x 2 = 0,4 Pertanian 0,2 x 2 = 0,4 Industri 0,2 x 2 = 0,4 Jasa 0,0 x 2 = 0 Industri 0,1 x 2 = 0,2 Jasa 0,2 x 2 = 0,4 Tahap-0 Pertanian = 10 Tahap-1 : Pertanian = 2 Industri = 2 Tahap-2 : Pertanian = 0,8 Industri = 0,6 Jasa = 0,4 P 0,08 I 0,08 J 0,00 P 0,08 I 0,04 J 0,08 P 0,08 I 0,08 J 0,00 P 0,04 I 0,02 J 0,04 P 0,00 I 0,04 J 0,04 Tahap-3 : Pertanian = 0,28 Industri = 0,26 Jasa = 0,16
  • 29. Angka kumulatif pertambahan tersebut: 1. Pertanian = 10 + 2 + 0,8 + 0,28 + ......... = 13,26 M 2. Industri = 2 + 0,6 + 0,26 + ......... = 3,02 M 3. Jasa = 0,4 + 0,16 + ......... = 0,67 M Tabel 2. Efek setelah kenaikan permintaan pertanian sebesar Rp 10 M (Milyar Rp) Uraian Input untuk Permintaan Akhir Total Output Pertanian Industri Jasa RT Pem. Ekspor Investasi Output dari: - Pertanian 2,6520 0,6040 0,0000 0 0 10 0 13,26 - Industri 2,6520 0,3020 0,0670 0 0 0 0 3,02 - Jasa 0,0000 0,6040 0,0670 0 0 0 0 0,67 Pembayaran untuk: - Jasa Rumahtangga 5,3040 0,6795 0,4690 0 0 0 0 6,45 - Jasa Pemerintah 1.3260 0,2265 0,0335 0 0 0 0 1,59 - Impor barang 1.3260 0,6040 0,0335 0 0 0 0 1,96 Total Input 13,2600 3.0200 0,6700 0 0 0 0 26,95 Jadi setiap kenaikan Rp 1 M permintaan hasil Pertanian akan meningkatkan total output sebesar Rp 1,645 M dari: Pertanian = 1,326 M Industri = 0,302 M Jasa = 0,067 M
  • 30. Tabel 3. Input-Output inter-regional untuk dua daerah A dan B (Milyar Rupiah) Uraian I n p u t u n t u k Permintaan Akhir Total Output Daerah A Daerah B Pertanian Industri Jasa Pertanian Industri Jasa A B Output dari A: - Pertanian - - 10 - 50 10 30 100 - Industri - - - - - Jasa 20 - - - 30 50 Output dari B: - Pertanian - - - - - Industri 20 - 20 - 60 20 80 200 - Jasa 20 - - - 50 30 100 Pembayaran untuk: - Rumahtangga A 40 - 20 - 20 80 - Rumahtangga B - - - - 80 110 Total Input 100 - 50 - 200 100 80 110 640
  • 31. Tabel 4. Koefisien Input-Output inter-regional untuk dua daerah A dan B (Milyar Rupiah) Uraian I n p u t u n t u k Permintaan Akhir Daerah A Daerah B Pertanian Industri Jasa Pertanian Industri Jasa A B Output dari A: - Pertanian - - 0,20 - 0,25 0,10 0,375 - - Industri - - - - - - - - - Jasa 0,20 - - - - - 0,375 - Output dari B: - Pertanian - - - - - - - - - Industri 0,20 - 0,40 - - 0,60 0,250 0,73 - Jasa 0,20 - - - 0,25 - - 0,27 Pembayaran untuk: - Rumahtangga A 0,40 - 0,40 - 0,10 - - - - Rumahtangga B - - - - 0,40 - - - Total Input 1,00 - 1,00 - 1,00 1,00 1,00 1,00 Misalkan: Permintaan akhir daerah B untuk output Industri dan Jasa menjadi dua kali lipat (100%) berarti bertambah dengan 80 M untuk Industri dan 30 M untuk Jasa maka dengan menggunakan koefisien I-O tersebut dapat dihitung dengan kira-kira tujuh tahap perhitungan (dengan komputer) akan diperoleh hasil akhir nilai output : - di daerah B meningkat dari Rp 300 M menjadi Rp 500 M (± 67%) - di daerah A meningkat dari Rp 150 M menjadi Rp 200 M (± 33%)
  • 32. 3. Economic Base Approach Teori basis ekonomi lebih didasarkan pada perkembangan peran sektor ekonomi, baik di dalam wilayah maupun ke luar daerah, terhadap pertumbuhan perekonomian wilayah / daerah tersebut. Untuk itu basis ekonomi pada struktur perekonomian suatu wilayah / daerah dikelompokkan menjadi dua sektor, yaitu: 1. Sektor Unggulan, yaitu sektor ekonomi yang mampu memenuhi permintaan barang dan jasa di pasar domestik maupun luar wilayah/daerah 2. Sektor Bukan Unggulan, yaitu sektor ekonomi yang hanya mampu memenuhi permintaan barang dan jasa di pasar domestik atau di wilayah/daerah Untuk penentuan sektor unggulan dan bukan unggulan tersebut digunakan analisis Location Quotient (LQ) dengan formulasi:
  • 33. LQr = PDRBir / TPDRBr PDRBin / TPDRBn LQr = Location Quotient daerah r PDRBir = PDRB sektor i di daerah r PDRBr = PDRB total daerah r PDRBin = PDRB sektor i di tingkat Nasional n PDRBn = PDRB total Nasional n dengan : i = sektor ; r = regional ; n = nasional Jika LQr > 1 , sektor i pada daerah r merupakan sektor unggulan dengan tingkat spesialisasi sektor tersebut di daerah r lebih besar dari nasional n Jika LQr = 1 , sektor i pada daerah r merupakan sektor bukan unggulan dengan tingkat spesialisasi sektor tersebut di daerah r sama dengan dari nasional n Jika LQr < 1 , sektor i pada daerah r merupakan sektor bukan unggulan dengan tingkat spesialisasi sektor tersebut di daerah r lebih kecil dari nasional n
  • 34. No. Sektor Ekonomi Location Quotient Rata- rata Ket. 1983 1992 1993 2002 1. Pertanian 0,881 0,919 0,964 0,980 0,957 N-Basis 2. Pertambangan 0,095 0,150 0,153 0,122 0,136 N-Basis 3. Industri 0,613 0,571 0,565 0,494 0,529 N-Basis 4. Listrik 0,565 0,681 0,598 0,430 0,581 N-Basis 5. Bangunan 2,079 1,620 1,524 1,435 1,688 Basis 6. Perdagangan 0,842 0,916 0,916 0,992 0,916 N-Basis 7. Pengangkutan 1,482 1,660 1,633 1,673 1,584 Basis 8. Keuangan 1,557 1,201 1,204 1,605 1,408 Basis 9. Jasa 1,821 1,977 2,033 2,186 2,054 Basis Tabel 5. Location Quotient Provinsi DIY, periode 1983 - 2002 Sumber: Hakim, 2004
  • 35. Selanjutnya dapat pula dilakukan analisis yang digunakan untuk mengetahui pola dan struktur pertumbuhan masing-masing sektor ekonomi dengan Klassen Typologi. Hasil analisis ini dapat melengkapi analisis LQ karena sektor-sektor ekonomi tersebut dengan matriks klasifikasi Klassen dapat dikelompokkan menjadi empat karakteristik, yaitu: Kriteria Kontribusi terhadap PDRB Yi > Y Yi < Y Laju Pertumbuhan ri > r Sektor maju dan tumbuh cepat Sektor berkembang cepat ri < r Sektor maju tapi tertekan Sektor relatif tertinggal dengan : ri = laju pertumbuhan PDRB sektor i r = laju pertumbuhan PDRB total yi = kontribusi PDRB sektor i terhadap total PDRB yi = kontribusi PDRB rata-rata sektor terhadap total PDRB
  • 36. Klasifikasi yi > y yi > y ri > r Sektor maju dan tumbuh cepat: - Pengangkutan - Jasa Sektor berkembang cepat: - Pertanian - Pertambangan - Perdagangan ri < r Sektor maju tapi tertekan: - Bangunan - Keuangan Sektor relatif tertinggal: - Industri - Listrik Tabel 5. Klasifikasi Sektor Ekonomi Provinsi DIY dengan Klassen Typologi, 1983 - 2002 Sumber: Hakim, 2004
  • 37. Tabel 1. Klasifikasi Sektor Unggulan berdasarkan Location Quotient (LQ) di Jawa Tengah N o Lapangan Usaha Location Quotient (LQ) Rata- rata Krite- ria 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) 1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan & Perikanan 1.46 1.37 1.41 1.44 1.45 1.45 1.46 1.43 Basis a. Tanaman Bahan Makanan 2.07 1.99 2.06 2.09 2.09 2.06 2.05 2.06 Basis b. Tanaman Perkebunan 0.84 0.79 0.83 0.84 0.85 0.87 0.88 0.83 - c. Peternakan 1.35 1.22 1.19 1.25 1.32 1.45 1.53 1.26 Basis d. Kehutanan 0.41 0.24 0.33 0.49 0.43 0.44 0.42 0.38 - e. Perikanan 0.65 0.58 0.58 0.53 0.56 0.53 0.53 0.58 - 2. Pertambangan & Penggalian 0.09 0.09 0.10 0.11 0.12 0.13 0.13 0.10 - 3. Industri Pengolahan 1.14 1.14 1.14 1.15 1.15 1.17 1.18 1.15 Basis 4. Listrik, Gas & Air Bersih 1.21 1.15 1.19 1.25 1.26 1.22 1.16 1.21 Basis 5. Konstruksi 0.89 0.94 0.94 0.94 0.92 0.92 0.92 0.93 - 6. Perdagangan, Hotel & Restoran 1.32 1.32 1.28 1.25 1.25 1.23 1.22 1.28 Basis 7. Pengangkutan dan Komunikasi 0.94 0.90 0.82 0.78 0.73 0.70 0.65 0.83 - 8. Keuangan, Real Estate & Jasa Perusahaan 0.42 0.41 0.39 0.38 0.39 0.39 0.39 0.40 - 9. Jasa-jasa 0.98 1.10 1.09 1.09 1.11 1.12 1.14 1.07 Basis Sumber: BPS (Pusat dan Jawa Tengah)
  • 38. Kriteria Kontribusi terhadap PDRB Sektor Maju (Yi > Ŷ) Sektor Tertinggal (Yi ≤ Ŷ) L a j u P e r t u m b u h a n Tumbuh Cepat (ri > ř) Sektor Maju & Tumbuh Cepat Sektor Tertinggal tapi Tumbuh Cepat - Industri Pengolahan - Kehutanan - Jasa-jasa - Pertambangan & Penggalian - Listrik, Gas & Air Bersih - Konstruksi - Pengangkutan & Komunikasi Tumbuh Lambat (ri ≤ ř) Sektor Maju tapi Tumbuh Lambat Sektor Tertinggal & Tumbuh Lambat - Pertanian Secara Umum - Perkebunan - Pertanian Bahan Makanan - Peternakan - Perdagangan, Hotel & Restoran - Perikanan - Keuangan, Real Estate & Jasa Perusahaan Tabel 2. Klasifikasi Sektor Ekonomi Jawa Tengah dengan Klassen Typologi, 2002-2008