3. Buku ini diterbitkan oleh
Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat
Jalan Kurungan Bassi No.19 Mamuju,91511
Telepon 0426-21027
Fax no : 0426-22579
Email : dinkessulbar@depkes.go.id, dinkessulbar@gmail.com
Website : www.dinkes-sulbar.web.id
4. TIM PENYUSUN
PENANGGUNG JAWAB
Dr.H.Achmad Azis, M.Kes
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat
KETUA
Dr. Hj. Indahwati Nursyamsi
Sekretaris Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat
SEKRETARIS
Wahyuddin, SE., M. Kes
Kepala Sub Bagian Program, Evaluasi dan Pelaporan
Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat
ANGGOTA
Wahida, SKM
(Bagian Pelayanan Medik)
Hj. Rachmi, SKM
(Sub Bagia. Program dan Pelaporan)
Waode Nuraisyah, S. Kep
(Sub Bagian Program dan Pelaporan)
Tenri Bulaeng, SP., M. Kes
(Bagian Bina Kesehatan Masyarakat)
Firman Gazali, SKM., M. Kes
(Bagian Pemberantasan Penyakit
dan Penyehatan Lingkungan)
Yulianus Dupa Budi, S. Farm
(Bagian Pelayanan Farmasi)
Iriyanti, SKM
(Sub Bagian Program dan Pelaporan)
5. KATA SAMBUTAN
Kepala Dinas Kesehatan Sulawesi Barat
Dr. H. Achmad Azis M.Kes
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat tahun
| Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2009 i
2009 ini dapat tersusun.
Profil Kesehatan ini memuat informasi penting tentang berbagai capaian
program dan kegiatan pada tahun 2009. Informasi tersebut bisa menjadi salah
satu tolak ukur keberhasilan pembangunan kesehatan di Propinsi Sulawesi
Barat yang pada akhirnya mendukung tercapainya Indonesia Sehat 2010.
Data yang digunakan dalam proses penyusunan buku profil kesehatan
ini bersumber dari berbagai sektor baik sektor kesehatan maupun sektor di luar
kesehatan. Data dan informasi yang disajikan masih terdapat banyak
keterbatasan dan kekurangan. Banyak kendala dan tantangan dalam
penyediaan data dan informasi tepat waktu, sehingga masih ada beberapa
tabel yang belum terisi. Namun dengan segala keterbatasan dan kekurangan
6. ini, saya berharap Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat tahun 2009 dapat
dimanfaatkan dalam pengambilan keputusan yang didasari kepada data dan
informasi serta digunakan sebagai salah satu rujukan data dan informasi yang
terkait dengan bidang kesehatan.
Penyusunan Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat tahun 2009 ini
masih banyak terdapat kekurangan baik kelengkapan maupun akurasi serta
ketepatan waktu penyajiannya. Karena sifat manusia tidak luput dari kesalahan
| Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2009 ii
dan kekhilafan.
Untuk itu, diharapkan saran dan kritik yang membangun, serta
partisipasi dari semua pihak khususnya dalam upaya mendapatkan
data/informasi yang akurat, tepat waktu dan sesuai dengan kebutuhan. Kepada
semua pihak yang telah menyumbangkan pikiran dan tenaganya dalam
penyusunan Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat, saya sampaikan terima
kasih.
Kepala Dinas Kesehatan
Propinsi Sulawesi Barat
dr. H.Achmad Azis,M,Kes
Nip. 19590515 198903 1 016
7. KATA SAMBUTAN
GUBERNUR SULAWEI BARAT
Saya menyambut gembira dengan terbitnya “Profil Kesehatan Provinsi
Sulawesi Barat Edisi Tahun 2010. Meskipun berat dan banyak tantangan di
dalam proses pengumpulan data untuk mengisi profil kesehatan ini, akhirnya
bagian data Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat berhasil menghimpun
data dan menyusunnya menjadi Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat Edisi
| Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2009 iii
Tahun 2010.
Sebagai provinsi termuda, Sulawesi Barat dalam rangka mewujudkan
cita-cita perjuangan pembentukan provinsi dibutuhkan akselarasi
pembangunan di segala bidang khususnya pembangunan yang bersentuhan
langsung dengan kehidupan rakyat seperti di sektor kesehatan guna mengejar
ketertinggalan dan menciptakan kesejahteraan dan kesetaraan. Untuk
melaksanakan program pembangunan yang telah dicanangkan RPJMD 2006-
2011, tentunya dibutuhkan kerjasama dan koordinasi yang integral disemua
bidang pembangunan serta ketersediaan data dan informasi kesehatan di 5
8. kabupaten yang akurat, komprehensif serta bisa diakses dengan cepat dan
dapat dimanfaatkan oleh berbagai pihak, baik dikalangan aparatur pemerintah
maupun masyarakat pada umumnya, terkhusus bagi perencana, pelaksana dan
pengawas pembangunan.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka buku Profil Kesehatan Provinsi
Sulawesi Barat Edisi tahun 2010 yang diterbitkan oleh bagian data Dinas
Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat, patut dihargai dan mendapatkan apresiasi
guna memenuhi kebutuhan informasi dan ekspose kesehatan dan
permasalahannya di 5 kabupaten.
Semoga buku ini yang memuat data dan informasi kesehatan dapat
dimanfaatkan sebaik-baiknya dan kedepan, mutunya dapat lebih ditingkatkan
| Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2009 iv
lagi.
Gubernur Sulawesi Barat
H. ANWAR ADNAN SALEH
9. DAFTAR ISI
Halaman
KATA SAMBUTAN KEPALA DINAS KESEHATAN ................................. i
SAMBUTAN GUBERNUR PROVINSI SULAWESI BARAT ...................... iii
DAFTAR ISI ...................................................................................... v
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................... 1
A. LATAR BELAKANG ...................................................................... 1
B. MAKSUD DAN TUJUAN ............................................................. 2
I. Maksud ................................................................................... 2
II. Tujuan .................................................................................... 2
a. Tujuan Umum .................................................................... 2
b. Tujuan Khusus .................................................................... 2
C. SISTEMATIKA PENYAJIAN ........................................................... 3
BAB II GAMBARAN UMUM ............................................................ 6
A. KEADAAN GEOGRAFI ................................................................ 6
B. KEADAAN PENDUDUK ............................................................... 9
I. Jumlah Penduduk dan Rasio Jenis Kelamin ................................ 10
II. Persebaran dan Kepadatan Penduduk ....................................... 6
III. Angka Harapan Hidup dan IPM ............................................. 11
C. KEADAAN PENDIDIKAN ............................................................. 12
D. KEADAAN EKONOMI ................................................................. 13
E. KEADAAN LINGKUNGAN ........................................................... 16
I. Akses air bersih ......................................................................... 17
II. Fasilitas Tempat Buang Air Besar .............................................. 19
III. Tempat Sampah ..................................................................... 20
IV. Pengelolaan air Limbah ........................................................... 21
BAB III SITUASI DERAJAT KESEHATAN .............................................. 23
A. DERAJAT KESEHATAN ................................................................ 23
I. Angka Kematian ...................................................................... 23
a. Angka Kematian Bayi ......................................................... 23
b. Angka Kematian Balita ....................................................... 26
c. Angka Kematian Ibu .......................................................... 27
d. Angka Kecelakaan lalu lintas .............................................. 29
| Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2009 v
10. II. Angka kesakitan ....................................................................... 31
a. Penyakit Menular Langsung ................................................. 31
1. Tuberkulosis (TB) Paru ................................................... 31
2. HIV/AIDS dan Infeksi Menular Seksual ........................... 34
3. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) .............................. 38
4. Diare............................................................................... 42
5. Kusta .............................................................................. 46
b. Penyakit Menular Langsung ................................................. 50
1. Tuberkulosis (TB) Paru ................................................... 50
2. Demam Berdarah Dengue (DBD) ..................................... 54
3. Filariasis .......................................................................... 59
c. Penyakit Yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi (PD3I) ........ 61
1. Polio dan Acute Flacid Paralysis (AFP) .............................. 61
2. Campak .......................................................................... 67
3. Hepatitis ......................................................................... 70
4. Tetanus dan Tetanus Neonatorum ................................... 71
5. Pertusis ........................................................................... 72
III.Status Gizi ............................................................................... 72
a. Kunjungan Neonatus (KN1 dan KN2) ................................... 72
b. Kunjungan bayi ................................................................... 74
c. Persentase BBLR ditangani ................................................... 76
d. Balita dengan gizi Buruk ...................................................... 78
BAB IV UPAYA KESEHATAN .............................................................. 81
A. PELAYANAN KESEHATAN DASAR ............................................... 81
1. Cakupan kunjungan Ibu Hamil K1 dan K4 ................................ 81
2. Persalinan oleh Tenaga Kesehatan yang memiliki kompetensi
kebidanan ............................................................................... 82
3. Deteksi Dini Tumbuh Kembang Anak Balita (Pra Sekolah) ......... 85
4. Pemeriksaan Kesehatan SD/MI ................................................. 86
5. Pemeriksaan kesehatan SMP/SMU ............................................ 87
6. Pelayanan Keluarga Berencana ................................................... 87
7. Pelayanan Imunisasi .................................................................. 90
8. Cakupan Desa UCI .................................................................. 96
9. Cakupan Balita mendapat perawatan ....................................... 98
10 Cakupan Balita mendapat pelayanan kesehatan ........................ 101
11 Persentase WUS yang mendapat Imunisasi TT ............................ 102
12 Ibu Hamil Resiko Tinggi/Komplikasi yang ditangani .................. 104
13 Bayi mendapat ASI ekslusif ......................................................... 107
14 Desa/Kelurahan Beryodium Baik ................................................ 110
15 Rasio tambal/ Cabut gigi tetap ................................................... 112
16 Pelayanan Kesehatan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan bagi
| Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2009 vi
11. masyarakat Miskin ................................................................... 113
17 Cakupan Pelayanan Kesehatan kerja pada Pekerja formal ........... 116
18 Pelayan Kesehatan Pra Usia Lanjut dan usia Lanjut ...................... 117
19 Darah Donor Skring terhadap HIV AIDS ..................................... 119
B. AKSES DAN MUTU PELAYANAN KESEHATAN ............................ 120
A. Cakupan Rawat Jalan dan Rawat Inap ....................................... 120
B. Sarana kesehatan Dengan Kemampuan Labkes ............................ 122
C. Ketersediaan Obat ..................................................................... 122
C. PERILAKU HIDUP MASYARAKAT .................................................. 143
1. Rumah Tangga berPHBS .......................................................... 143
2. Posyandu ................................................................................ 143
D. KONDISI LINGKUNGAN ............................................................. 146
1. Persentase Rumah Sehat ........................................................... 146
2. Persentase Keluarga Yang memiliki Akses terhadap rumah Sehat .. 147
3. Sarana Sanitasi Dasar ................................................................ 149
4. Tempat-Tempat Umum Sehat .................................................. 150
5. Institusi Kesehatan ................................................................... 152
BAB V SITUASI SUMBER DAYA KESEHATAN ..................................... 154
A. SARANA KESEHATAN .................................................................. 154
1. Puskesmas .............................................................................. 154
2. Poskesdes .................................................................................. 157
3. Polindes .................................................................................... 158
4. Indikator Pelayanan rumah Sakit ................................................ 158
B. TENAGA KESEHATAN ................................................................. 168
1. Persebaran Tenaga Kesehatan Menurut Unit Kerja .................... 168
2. Tenaga Kesehatan di Rumah Sakit dan Puskesmas ..................... 181
3. Rasio Tenaga Kesehatan ............................................................. 182
C. PEMBIAYAAN KESEHATAN ......................................................... 183
BAB V PENUTUP .............................................................................. 185
LAMPIRAN ........................................................................................ 186
| Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2009 vii
12. DAFTAR LAMPIRAN
Tabel 1 LUAS WILAYAH, JUMLAH DESA/KELURAHAN, JUMLAH PENDUDUK,
JUMLAH RUMAH TANGGA DAN KEPADATAN PENDUDUK
MENURUT KECAMATAN
Tabel 2 JUMLAH PENDUDUK MENURUT JENIS KELAMIN, KELOMPOK
| Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2009 viii
UMUR,
RASIO BEBAN TANGGUNGAN, RASIO JENIS KELAMIN DAN
KECAMATAN
Tabel 3 JUMLAH PENDUDUK MENURUT JENIS KELAMIN DAN KELOMPOK
UMUR
Tabel 4 PERSENTASE PENDUDUK LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN BERUSIA 10
TAHUN KE ATAS DIRINCI MENURUT TINGKAT PENDIDIKAN
TERTINGGI YANG DITAMATKAN DAN KECAMATAN
Tabel 5 PERSENTASE PENDUDUK BERUMUR 10 TAHUN KE ATAS YANG
MELEK HURUF
Tabel 6 JUMLAH KELAHIRAN DAN KEMATIAN BAYI DAN BALITA MENURUT
KECAMATAN
Tabel 7 JUMLAH KEMATIAN IBU MATERNAL MENURUT KECAMATAN
Tabel 8 JUMLAH KEJADIAN KECELAKAAN LALU LINTAS DAN RASIO KORBAN
LUKA DAN MENINGGAL TERHADAP JUMLAH PENDUDUK DIPERINCI
MENURUT KECAMATAN
Tabel 9 AFP RATE, PERSENTASE TB PARU SEMBUH, DAN PNEUMONIA
BALITA DITANGANI
Tabel 10 HIV/AIDS, INFEKSI MENULAR SEKSUAL, DBD DAN DIARE PADA
BALITA DITANGANI
Tabel 11 PERSENTASE PENDERITA MALARIA DIOBATI
Tabel 12 PERSENTASE PENDERITA KUSTA SELESAI BEROBAT
Tabel 13 KASUS PENYAKIT FILARIA DITANGANI
13. Tabel 14 JUMLAH KASUS DAN ANGKA KESAKITAN PENYAKIT MENULAR
YANG DAPAT DICEGAH DENGAN IMUNISASI (PD3I)
Tabel 15 CAKUPAN KUNJUNGAN NEONATUS, BAYI DAN BAYI BBLR YANG
| Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2009 ix
DITANGANI
Tabel 16 STATUS GIZI BALITA DAN JUMLAH KECAMATAN RAWAN GIZI
Tabel 17 CAKUPAN KUNJUNGAN IBU HAMIL (K4) DAN PERSALINAN
DITOLONG
TENAGA KESEHATAN
Tabel 18 CAKUPAN DETEKSI DINI TUMBUH KEMBANG ANAK BALITA,
PEMERIKSAAN KESEHATAN SISWA SD DAN PELAYANAN KESEHATAN
REMAJA
Tabel 19 JUMLAH PUS, PESERTA KB, PESERTA KB BARU, DAN KB AKTIF
MENURUT KECAMATAN DAN PUSKESMAS
Tabel 20 JUMLAH PESERTA KB AKTIF MENURUT JENIS KONTRASEPSI
Tabel 21 PELAYANAN KB BARU MENURUT KECAMATAN
Tabel 22 PERSENTASE CAKUPAN DESA/KELURAHAN UCI MENURUT
KECAMATAN
Tabel 23 PERSENTASE CAKUPAN IMUNISASI BAYI MENURUT KECAMATAN
Tabel 24 CAKUPAN BAYI, BALITA YANG MENDAPAT PELAYANAN
KESEHATAN MENURUT KECAMATAN DAN PUSKESMAS
Tabel 25 JUMLAH IBU HAMIL YANG MENDAPATKAN TABLET Fe1 DAN Fe3
MENURUT KECAMATAN DAN PUSKESMAS
Tabel 26 JUMLAH WANITA USIA SUBUR YANG MENDAPATKAN IMUNISASI
TT MENURUT KECAMATAN DAN PUSKESMAS
Tabel 27 PRESENTASE AKSES KETERSEDIAAN DARAH UNTUK BUMIL DAN
NEONATUS YANG DIRUJUK
Tabel 28 JUMLAH DAN PERSENTASE IBU HAMIL DAN NEONATAL RISIKO
TINGGI/KOMPLIKASI DITANGANI MENURUT KECAMATAN DAN
PUSKESMAS
Tabel 29 PERSENTASE SARANA KESEHATAN DENGAN PELAYANAN
KEMAMPUAN GAWAT DARURAT (GADAR)
14. Tabel 30 JUMLAH DAN PERSENTASE DESA/KELURAHAN TERKENA KLB YANG
DITANGANI < 24 JAM MENURUT KECAMATAN DAN PUSKESMAS
Tabel 31 JUMLAH PENDERITA DAN SERTA JUMLAH KECAMATAN DAN
JUMLAH DESA YANG TERSERANG KLB
Tabel 32 JUMLAH BAYI YANG DIBERI ASI EKSKLUSIF
Tabel 33 PERSENTASE DESA/KELURAHAN DENGAN GARAM BERYODIUM
YANG BAIK MENURUT KECAMATAN
Tabel 34 PELAYANAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT DI PUSKESMAS
Tabel 35 JUMLAH KEGIATAN PENYULUHAN KESEHATAN
Tabel 36 CAKUPAN JAMINAN PEMELIHARAAN KESEHATAN PRA BAYAR
Tabel 37 CAKUPAN PELAYANAN KESEHATAN MASYARAKAT MISKIN
Tabel 38 PERSENTASE PELAYANAN KESEHATAN KERJA PADA PEKERJA
| Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2009 x
FORMAL
Tabel 39 CAKUPAN PELAYANAN KESEHATAN PRA USILA DAN USILA
Tabel 40 CAKUPAN WANITA USIA SUBUR MENDAPAT KAPSUL YODIUM
Tabel 41 PERSENTASE DONOR DARAH DISKRINING TERHADAP HIV-AIDS
Tabel 42 JUMLAH KUNJUNGAN RAWAT JALAN , RAWAT INAP, PELAYANAN
GANGGUAN JIWA DI SARANA PELAYANAN KESEHATAN
Tabel 43 JUMLAH SARANA PELAYANAN KESEHATAN MENURUT
KEMAMPUAN LABKES DAN MEMILIKI 4 SPESIALIS DASAR
Tabel 44 KETERSEDIAAN OBAT SESUAI DENGAN KEBUTUHAN PELAYANAN
KESEHATAN DASAR
Tabel 45 PERSENTASE RUMAH TANGGA BERPERILAKU HIDUP BERSIH SEHAT
Tabel 46 JUMLAH DAN PERSENTASE POSYANDU MENURUT STRATA DAN
KECAMATAN
Tabel 47 PERSENTASE RUMAH TANGGA SEHAT MENURUT KECAMATAN
Tabel 48 PERSENTASE KELUARGA MEMILIKI AKSES AIR BERSIH
15. Tabel 49 KELUARGA DENGAN KEPEMILIKAN SARANA SANITASI DASAR
MENURUT KECAMATAN
Tabel 50 PERSENTASE TEMPAT UMUM DAN PENGELOLAAN MAKANAN
(TUPM) SEHAT MENURUT KECAMATAN
Tabel 51 PERSENTASE INSTITUSI DIBINA KESEHATAN LINGKUNGANNYA
Tabel 52 PERSENTASE RUMAH/BANGUNAN YANG DIPERIKSA DAN BEBAS
JENTIK NYAMUK AEDES MENURUT KECAMATAN DAN PUSKESMAS
Tabel 53 PERSEBARAN TENAGA KESEHATAN MENURUT UNIT KERJA
Tabel 54 JUMLAH TENAGA KESEHATAN DI SARANA PELAYANAN KESEHATAN
Tabel 55 JUMLAH TENAGA MEDIS DI SARANA KESEHATAN
Tabel 56 JUMLAH TENAGA KEFARMASIAN DAN GIZI DI SARANA KESEHATAN
Tabel 57 JUMLAH TENAGA KEPERAWATAN DI SARANA KESEHATAN
Tabel 58 JUMLAH TENAGA KESEHATAN MASYARAKAT DAN SANITASI DI
SARANA KESEHATAN DAN KEPADATAN PENDUDUK MENURUT
KECAMATAN
Tabel 59 JUMLAH TENAGA TEKNISI MEDIS DI SARANA KESEHATAN
Tabel 60 ANGGARAN KESEHATAN KABUPATEN/KOTA
Tabel 61 JUMLAH SARANA PELAYANAN KESEHATAN
Tabel 62 UPAYA KESEHATAN BERSUMBERDAYA MASYARAKAT (UKBM)
Tabel 63 INDIKATOR PELAYANAN RUMAH SAKIT
| Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2009 xi
16. BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pembangunan kesehatan sebagai bagian integral dari pembangunan
nasional diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan
hidup sehat bagi setiap orang sehingga terwujud derajat kesehatan masyarakat
yang optimal. Upaya pemeliharaan kesehatan masyarakat dilaksanakan melalui
program peningkatan perilaku sehat, pemeliharaan lingkungan sehat,
pelayanan kesehatan masyarakat yang berhasil guna, didukung oleh sistem
pengamatan informasi dan manajemen yang handal.
Dalam era desentralisasi dimana terjadi pelimpahan kewenangan ke
daerah, hal tersebut membawa dampak dalam pembangunan kesehatan. Jika
sebelumnya pembangunan kesehatan lebih mengarah kepada upaya-upaya
kuratif dan rehabilitatif, maka paradigma pembangunan kesehatan sekarang
diarahkan kepada upaya-upaya preventif dan promotif yang proaktif dengan
pendekatan kewilayahan. Setiap wilayah Kabupaten dengan karakteristik
dan masalah khas daerah memerlukan perencanaan pembangunan kesehatan
yang khas daerah. Oleh sebab itu, keberhasilan pembangunan kesehatan tidak
semata-mata ditentukan oleh hasil kerja keras serta sektor kesehatan saja,
tetapi sangat dipengaruhi oleh hasil kerja keras serta kontribusi positif berbagai
sektor pembangunan lainnya. Semua kebijakan pembangunan yang sedang
dan atau akan diselenggarakan hendaknya memiliki wawasan kesehatan
|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2009 1
17. terpadu. Artinya program pembangunan harus memberikan kontribusi positif
terhadap pembentukan lingkungan sehat dan perilaku sehat.
Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat tahun 2009 adalah gambaran
situasi kesehatan di Provinsi Sulawesi Barat yang memuat berbagai data
tentang situasi dan hasil pembangunan kesehatan selama tahun 2009. Data
dan informasi yang termuat antara lain data kependudukan, fasilitas kesehatan,
pencapaian program-program kesehatan, masalah kesehatan dan lain
sebagainya. Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat ini disajikan secara
sederhana dan informatif dengan harapan bisa dimanfaatkan oleh masyarakat
|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2009 2
luas.
Selain untuk menyajikan informasi kesehatan, profil Kesehatan Propinsi
Sulawesi Barat bisa dipakai sebagai tolok ukur keberhasilan/kemajuan
pembangunan kesehatan yang telah dilakukan selama tahun 2009
dibandingkan dengan target yang sudah ditetapkan, sekaligus bisa dipakai
sebagai bahan evaluasi dalam upaya pencapaian Sulawesi Barat Sehat 2010 dan
Menuju Indonesia sehat 2010.
B. MAKSUD DAN TUJUAN
I. Maksud
Maksud dalam penyusunan Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat
Tahun 2009 adalah untuk memantapkan dan mengembangkan Sistem
18. Informasi Kesehatan, sehingga dapat digunakan secara aplikatif sebagai
acuan dalam manajemen pelaksanaan upaya pelayanan kesehatan.
|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2009 3
II. Tujuan
a. Tujuan Umum
Memberikan informasi tentang program-program pembangunan
kesehatan, pencapaian pembangunan kesehatan dan kinerja
pembangunan kesehatan.
b. Tujuan Khusus
1. Tersedianya data tentang data geografi, demografi, dan sosil-ekonomi.
2. Evaluasi keberhasilan upaya kesehatan
3. Evaluasi kinerja pembangunan kesehatan
4. Terciptanya suatu sistem informasi kesehatan yang dapat
digunakan sebagai indikator pencapaian program dan kegiatan
kesehatan
C. SISTEMATIKA PENYAJIAN
Supaya Profil Kesehatan bisa lebih informatif, maka profil kesehatan ini disusun
berdasarkan sistematika sebagai berikut :
19. BAB I : Pendahuluan
Bab ini secara ringkas menjelaskan latar belakang, maksud dan
tujuan serta sistematika penulisan. Di dalamnya berisi pula
uraian ringkas dari masing-masing bab.
BAB II : Gambaran Umum
Bab ini menyajikan tentang gambaran umum Propinsi Sulawesi
Barat. Di dalamnya berisi uraian tentang keadaan geografis,
keadaan penduduk, keadaan pendidikan, keadaan ekonomi,
dan keadaan lingkungan di Propinsi Sulawesi Barat
BAB III : Situasi Derajat Kesehatan
Bab ini menyajikan situasi Derajat Kesehatan berisi uraian
tentang angka kematian, angka kesakitan, dan keadaan gizi;
Perilaku Masyarakat berisi uraian tentang pola hidup bersih
dan sehat serta peran serta masyarakat; Kondisi Lingkungan
berisi uraian tentang rumah/bangunan sehat, sarana kesehatan
lingkungan sehat, dan tempat-tempat umum sehat; Pelayanan
Kesehatan berisi uraian tentang sarana kesehatan dasar, sarana
kesehatan rujukan, pelayanan kesehatan ibu dan anak,
pelayanan kesehatan pra usila dan usila,pelayanan kesehatan
khusus, program keluarga berencana, serta kesehatan kerja dan
kesehatan institusi;
|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2009 4
20. BAB IV : Situasi Sumber Daya Kesehatan
Tenaga Kesehatan berisi uraian tentang jenis tenaga kesehatan,
unit kerja penempatan tenaga kesehatan, dan persebaran
tenaga kesehatan di unit kerja Propinsi Sulawesi Barat
BAB V : Penutup
Pada bab ini berisi tentang kesimpulan berupa hal-hal penting
yang perlu mendapat perhatian dan telaah lebih lanjut.
|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2009 5
21. BAB II
GAMBARAN UMUM
A. KEADAAN GEOGRAFI
Provinsi Sulawesi Barat yang beribukota di Mamuju terletak antara 120
5’00” sampai 120 50’00” Lintang Selatan dan 20 40’00” sampai 30 32’00” Bujur
timur yang berbatasan dengan:
Sebelah utara : Provinsi Sulawesi Tengah
Sebelah timur : Kabupaten TanaToraja dan Kabupaten Luwu
Propinsi Sulawesi Selatan
Sebelah selatan : Kabupaten Pinrang Provinsi Sulawesi Selatan
Sebelah barat : Selat Makassar
Provinsi Sulawesi Barat terdiri atas lima Kabupaten yaitu Kabupaten
Mamuju, Kabupaten Mamasa, Kabupaten Majene, Kabupaten Polewali
Mandar, dan Kabupaten Mamuju Utara serta terdiri atas 66 Kecamatan, 603
desa/kelurahan. Luas wilayah Provinsi Sulawesi Barat tercatat 16.729 km2.
Wilayah Kabupaten terluas di Propinsi Sulawesi Barat adalah Kabupaten
Mamuju dengan luas wilayah sebesar 8.014 km2 atau sebesar 47,91% dari luas
wilayah seluruhnya. Untuk Kabupaten Polewali Mandar 1738 km2 atau sebesar
10,39% , Mamasa 2985 km2 atau 17.84 % dan Mamuju Utara luas
wilayahnya sebesar 3.044 km2 atau 18,19% Sedangkan untuk Kabupaten
Majene merupakan kabupaten dengan luas wilayah terkecil sebesar 948 km2
atau sebesar 5,67% dari luas wilayah.
| Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2009 6
22. Provinsi Sulawesi Barat terdiri atas dataran tinggi dan dataran rendah.
Wilayah dataran tinggi berpotensi dijadikan cadangan untuk ekosistem guna
mendukung pembangunan berwawasan lingkungan dan wilayah dataran
rendah berpotensi untuk pengembangan pertanian, perkebunan dan perikanan
Chart Title
1
6%
2
18%
3
48%
4
18%
5
10%
| Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2009 7
darat dan laut.
Gambar 2.1
Persentase Wilayah Tiap Kabupaten Sulaweai Barat
Tahun 2009
Sumber: BPS tiap Kabupaten
Provinsi Sulawesi Barat memiliki kondisi topografis yang bervariasi yaitu
antara pegunungan, perbukitan, dataran rendah, dan pesisir pantai serta rawa-rawa.
Dengan iklim dan kelembaban yang tinggi serta dengan dua musim yaitu
musim hujan dan panas maka pola penyakit menular terutama penyakit DBD,
malaria, ISPA, TB dan diare masih menjadi masalah. Faktor yang paling
23. berpengaruh terhadap pelayanan kesehatan adalah masih banyaknya daerah
yang sulit dijangkau yang disebabkan oleh medan yang berat yang diantarai
oleh daerah sungai dan hanya bisa dilalui dengan mengendarai kuda,
disamping itu masih terdapat sekelompok masyarakat terasing yang masih
menutup diri dari kemajuaan ilmu dan pengetahuan.
Gambar 2.2
Peta Provinsi Sulawesi Barat
Tahun 2009
| Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2009 8
24. B. KEADAAN PENDUDUK
I. Jumlah Penduduk dan Rasio Jenis Kelamin
Seiring dengan pembangunan yang sedang dilaksanakan jumlah
penduduk di Propinsi Sulawesi Barat mengalami perkembangan yang cukup
pesat. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Propinsi Sulawesi Barat, pada
tahun 2006 jumlah penduduk di Propinsi Sulawesi Barat mencapai 1.009.255
jiwa sedangkan pada tahun 2007 jumlah penduduk di Propinsi Sulawesi Barat
mencapai 1.016.663 jiwa. Pada tahun 2008 mencapai 1.053.307 Jiwa dan
pada tahun 2009 mencapai 1.128.155 jiwa dan Jumlah penduduk terbanyak di
Kabupaten Polewali Mandar sebesar 373.263 jiwa sedangkan jumlah
penduduk terkecil terdapat di Kabupaten Mamasa sebesar 126.134 jiwa.
Gambar 2.3
Jumlah Penduduk Sulawesi Barat
Tahun 2005-2009
Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Barat
| Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2009 9
969.429
1.001.199
1.016.663
1.053.307
1.128.155
2005 2006 2007 2008 2009
25. II. Persebaran dan Kepadatan Penduduk
Letak dan kondisi geografis tiap kabupaten di Propinsi Sulawesi Barat
bervariasi menyebabkan penyebaran penduduk di Propinsi Sulawesi Barat
tidak merata. Kepadatan penduduk tertinggi di kabupaten Polewali Mandar
214.77/km2. Sedangkan kepadatan penduduk terendah di Kabupaten Mamuju
sebesar 42.04/km2. Kepadatan penduduk di Kabupaten Polewali Mandar
tinggi (214,77/km2), hal ini dipengaruhi oleh kondisi geografis di Kabupaten
Polewali Mandar sebagian besar merupakan daratan rendah. Pada Tahun
2008 kepadatan penduduk terendah di Kabupaten Mamuju Utara, sedangkan
tahun 2009 kepadatan terendah adalah Mamuju. Perubahan ini dipengaruhi
oleh kenaikan Jumlah penduduk di Kabupaten Mamuju Utara. Selain itu hal
yang sangat berpengaruh adalah luas wilayah kabupaten Mamuju yang paling
besar (47,91%) di Sulawesi Barat. Pola persebaran penduduk yang tidak
merata kurang menguntungkan bagi pengembangan daerah terutama akan
menimbulkan kesenjangan antar daerah juga berpengaruh terhadap daya akses
pelayanan kesehatan yang ada. Kepadatan penduduk juga berpengaruh
terhadap kerentanan terhadap penyakit yang berkaitan dengan lingkungan.
Kondisi lingkungan yang padat menyebabkan penghuni pemukiman tersebut
menjadi rentan terhadap penyakit yang berkaitan dengan lingkungan.
Persebaran dan kepadatan penduduk dapat dilihat pada tabel berikut ini:
| Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2009 10
26. Tabel 2.1
Persebaran dan Kepadatan Penduduk tiap Kabupaten
Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2009
| Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2009 11
Kabupaten
Luas Wilayah
(km2)
Jumlah
Penduduk
(jiwa)
Jumlah
Rumah
Tangga
Kepadatan
Penduduk/
km2 (jiwa)
Polewali Mandar 1.738 373.263 80.162 214.77
Mamasa 2.985 126.134 30.940 42.26
Mamuju Utara 3.044 143.163 34.100 47.04
Majene 948 148.647 30.336 156.83
Mamuju 8.014 336.948 74.905 42.04
Sulawesi Barat 16.729 1.128.155 250.443 67.44
Sumber : Kantor Statistik Kabupaten/Kota
Komposisi penduduk Sulawesi Barat tahun 2009 menurut kelompok
umur, menunjukkan bahwa penduduk yang berusia muda (0-14 tahun) sebesar
28,83%, yang berusia produktif (15-64 tahun) sebesar 66,32%, dan yang
berusia tua (≥ 65 tahun) sebesar 4,85%. Dengan demikian maka Angka Beban
Tanggungan (Dependency Ratio) penduduk Sulawesi Barat pada Tahun 2009
adalah 51%. (Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Barat)
III. Angka Harapan Hidup dan IPM
Hasil perhitungan dalam laporan Pembangunan Manusia 2008 yang
dihitung oleh Badan Pusat Statistik, Bappenas, dan UNDP untuk Angka
Harapan Hidup di Propinsi Sulawesi Barat tahun 2008 tercatat sebesar 67,20.
27. Sedangkan IPM di Propinsi Sulawesi Barat tahun 2008 sebesar 68,55. Secara
rinci dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 2.2
Angka Harapan Hidup dan IPM
Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2005 - 2008
Indikator 2005 2006
2007 2008 2009
Angka Harapan Hidup
66,4 67,0 67,2 67,40
Indeks Pembangunan Manusia
65,7 67,1 67,72 68,55
70,00
Sumber : BPS Propinsi Sulawesi Barat
Gambar 2.4
Indeks Pembangunan Masyarakat
Sulawesi Barat tahun 2005-2009
65,7
67,1
71
70
69
68
67
66
65
64
C. KEADAAN PENDIDIKAN
67,72
68,55
70
Indikator yang sering digunakan untuk mengukur tingkat kemampuan
sumber daya manusia adalah tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan.
| Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2009 12
63
2005 2006 2007 2008 2009
28. Gambaran tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan di Propinsi Sulawesi
Barat seperti terlihat pada tabel berikut :
Tabel 2.3
Persentase Penduduk 10 Tahun Keatas Menurut Tingkat Pendidikan Tertinggi
yang Ditamatkan Perjenis Kelamin di Propinsi Sulawesi Barat
Tahun 2009
Pendidikan Tertinggi Yang Ditamatkan
Jenis Kelamin
L P L + P
Tidak/Belum Pernah Sekolah 5,53 3,99 4,77
Tidak/Belum Tamat SD 32,66 38,13 35,34
SD/MI 33,96 31,23 32,62
SLTP/MTs 12,69 12,41 12,56
SLTA/MA 10,93 10,53 10,73
AK/Diploma 1,62 1,94 1,78
Universitas 2,60 1,76 2,19
Sumber : BPS Propinsi Sulawesi Barat
Indikator dasar untuk melihat keberhasilan program pembangunan di
bidang pendidikan adalah kemampuan membaca dan menulis di kalangan
penduduk berusia 10 tahun keatas. Kemampuan baca dan tulis juga
berhubungan erat dengan tingkat penyerapan pengetahuan sehingga tingkat
perubahan perilaku akan lebih mudah di intervensi apabila tingkat
pengetahuan masyarakat baik.
D. KEADAAN EKONOMI
Salah satu tolak ukur keberhasilan pembangunan di bidang ekonomi yang
diperlukan untuk evaluasi dan perencanaan ekonomi makro, biasanya dilihat
| Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2009 13
29. dari pertumbuhan angka Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), baik atas
dasar harga berlaku maupun berdasarkan atas dasar harga konstan.
PDRB menurut komponen penggunaan terdiri dari konsumsi rumah
tangga, konsumsi pemerintah, pembentukan modal, ekspor dan impor barang
dan jasa. PDRB dari sudut penggunaan yang terbesar adalah untuk
pengeluaran konsumsi rumah tangga. Besarnya PDRB perkapita bervariasi
antar kabupaten/kota karena selain dipengaruhi oleh potensi dari wilayah
tersebut juga dipengaruhi oleh jumlah penduduk wilayah yang bersangkutan.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Propinsi Sulawesi Barat,
pertumbuhan ekonomi Propinsi Sulawesi Barat yang ditunjukkan oleh laju
pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)yang semakin membaik
pada tahun 2009 meningkat sebesar 6,03% pada tahun 2008. Pada tahun
2009 seluruh sektor ekonomi di Sulawesi Barat mengalami pertumbuhan
positif, dengan pertumbuhan tertinggi di sektor pertambangan dan penggalian
yang tumbuh mencapai 17,62% dan terendah di sektor pertanian yang hanya
| Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2009 14
tumbuh 2,90%.
Secara triwulanan, PDRB Sulawesi Barat Triwulan IV/2009 mengalami
pertumbuhan negatif sebesar 0,22 persen di bandingkan dengan triwulan
III/2009 (q-to-q), dan bila di bandingkan dengan triwulan yang sama pada
tahun sebelumnya (y-to-y) tumbuh sebesar 4,89 persen.
Tiga sektor ekonomi mengalami pertumbuhan tertinggi pada triwulan
IV/2009 (q-to-q) adalah sektor pertambangan da penggalian tumbuh sebesar
30. 13,07 persen, menyusul sektor perdagangan tumbuh mencapai 4,45 persen
dan sektor angkutan dan komunikasi tumbuh 1,72 persen.
Tiga sektor utama penggerak ekonomi di Sulawesi Barat adalah setor
pertanian; sektor jasa-jasa; dan sektor perdagangan, hotel dan restoran secara
bersama – sama berperan sebesar 78,79 persen tahun 2009. Sektor pertanian
memberi konstribusi 48,39 persen, sektor jasa-jasa 17,34 persen dan sektor
perdagangan, hotel, dan restoran 13,06 persen.
Dari sisi penggunaan, sebagian besar PDRB digunakan untuk memenuhi
konsumsi rumah tangga yaitu sebesar 68,36 persen kemudian sisanya
digunakan untuk konsumsi pemerintah 23,69 persen, pembenrukan modal
tetap bruto dan investasi fisik 15,89 persen dan impor 22,88 persen (bertanda
- ) serta ekspor 14,59 persen (bertanda+).
Semua komponen PDRB penggunaan mengalami pertumbuhan pada
tahun 2009 , dengan pertumbuhan tertinggi terjadi pada ekspor sebesar 14,52
persen, konsumsi pemerintah 12,26 persen, PMTB 7,96 persen, serta konsumsi
rumah tangga sebesar 6,16 persen.
PDRB per-kapita atas dasar berlaku pada tahun 2009 mencapai Rp 8,29
juta , lebih tinggi dibandingkan tahun 2008 yang sebesar Rp 7,53 juta.
Perekonomian Sulawesi Barat pada tahun 2009 mengalami pertumbuhan
sebesar 6,03 persen. Laju pertimbuhan ini sedikit lebih lambat dibanndingkan
tahun 2008 yang tumbuh 8,54 persen atau mengalami perlambatan
pertumbuhan ekonomi sebesar 2,51 persen. Pada tahun 2009 nilai PDRB atas
| Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2009 15
31. dasar harga konstan 2000 mencapai Rp 4.106.02 milyar, sedangkan tahun
2008 sebesar Rp 3.872,52 milyar. Berdasarkan harga berlaku, PDRB tahun
2008 bertambah sebesar Rp 893,82 milyar yakni Rp. 7.778,0 milyar pada
tahun 2008 menjadi sebesar Rp 8.671,82 millyar pada tahun 2009. Dari
jumlah PDRB perkapita Sulawesi Barat naik sekitar 10,04 persen
Tabel 2.4
PDRB Per Kapita Propinsi Sulawesi Barat
Tahun 2008 dan 2009
Uraian
Tahun
2008 2009
PDRB Per Kapita Atas Dasar Harga Berlaku
| Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2009 16
Nilai
Indeks Peningkatan (persen)
7.534.953
23,57
8.291.689
10,04
Sumber : BPS Propinsi Sulawesi Barat
E. KEADAAN LINGKUNGAN
Lingkungan merupakan salah satu variabel yang kerap mendapat perhatian
khusus dalam menilai kondisi kesehatan masyarakat. Bersama dengan faktor
perilaku pelayanan kesehatan dan genetik, lingkungan menentukan baik
buruknya status derajat kesehatan masyarakat.
Untuk menggambarkan keadaan lingkungan, akan disajikan indikator-indikator
seperti persentase rumah tangga rumah tangga terhadap akses air
minum , persentase rumah tangga dengan sumber air minum, persentase
keluarga dengan jamban sehat, persentase keluarga memilki tempat sampah
sehat, dan persentase pengelolaan air limbah sehat.
32. I. Akses air bersih
Sumber air minum yang digunakan rumah tangga dibedakan menjadi air
ledeng, sumur pompa tangan (SPT), sumur gali (SGL), penampungan air hujan
(PAH) dan sumber air minum lainnya. Di Sulawesi Barat tahun 2007 dari
234.773 jumlah keluarga yang ada terdapat sebanyak 117.570 keluarga yang
diperiksa atau sebesar 50,08%. Dari keluarga yang diperiksa yang
menggunakan air ledeng sebanyak 21.498 (14,8%), SPT sebanyak 2.878
(1,98%), SGL sebanyak 45.085 (31,04%), PAH sebanyak 928 (0,64%), air
dalam kemasan sebanyak 235 (0,16%), dan sumber lainnya sebanyak 74.634
| Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2009 17
(51,38%).
Pada tahun 2008 dari 237.682 jumlah keluarga yang ada terdapat
sebanyak 109.680 keluarga yang diperiksa atau sebesar 46.15%. Dari keluarga
yang diperiksa yang menggunakan air ledeng sebanyak 59.754 (17.68),SPT
sebanyak 5.874 (1.74%), SGL sebanyak 129.151 (38.22%). PAH sebanyak
1.139 (0.34%), air dalam kemasan tidak ada data, dan yang menggunakan
sumber air lainnya sebanyak 142.039 (42.03).
Pada tahun 2009, terdapat peningkatan jumlah keluarga menjadi
248.427 keluarga. Dari jumlah tersebut yang diperiksa 232.991 keluarga atau
93.79%. dari keluarga yang diperiksa yang menggunakan air ledeng 32.457
(18.69%), SPT sebanyak 3.773 (2.17%), SGL sebanyak 61.632 (35,49%), PAH
sebanyak 279 (0.16%), air kemasan 5.041 (2.90), dan keluarga yang
menggunakan sumber air lainnya sebanyak 70.490 (40.59).
33. Kabupaten dengan persentase terbesar untuk rumah tangga yang
menggunakan ledeng adalah kabupaten Mamasa, yaitu 52.51%, di ikuti oleh
Mamuju 20% dan Mamuju Utara 0%. Persentase rumah tangga terbesar yang
menggunakan Sumur Pompa Tangan (SPT) adalah Polewali Mandar 32.21%
dan Mamuju Utara tidak ada data keluarga yang menggunakan SPT.
Kabupaten dengan persentase rumah tangga terbesar yang menggunakan
Sumur galian (SGL) adalah kabupaten Mamuju Utara 97.54% dan yang paling
rendah kabupaten Mamasa 12.35%. Persentase keluarga yang menggunakan
Penampungan Air Hujan (PAH) ada dua yaitu kabupaten Mamasa 0.49% dan
Kabupaten Mamuju 0.36%. Persentase keluarga yang menggunakan air
kemasan berdasarkan data yang masuk hanya terdapat di kabupaten Polewali
Mandar 8.27%. Persentase Sumber akses air yang paling banyak di gunakan
oleh keluarga di Sulawesi Barat adalah sumber air lainnya. Kabupaten dengan
persentase keluarga yang paling banyak menggunakan sumber air minum
lainya adalah kabupaten Mamuju 50.84%, di ikuti oleh kabupaten Polewali
Mandar 41.63% dan berdasarkan data yang masuk Kabupaten Mamuju Utara
| Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2009 18
0%.
34. Gambar 2.5
Akses air minum di Provinsi sulawesi Barat 2007-2009
Ledeng SPT SGL PAH Kemasan Lainnya
150.000
145.000
140.000
135.000
130.000
125.000
120.000
115.000
110.000
105.000
100.000
95.000
90.000
85.000
80.000
75.000
70.000
65.000
60.000
55.000
50.000
45.000
40.000
35.000
30.000
25.000
20.000
15.000
10.000
5.000
2007 21.498 2.878 45.085 928 235 74.634
2008 59.754 5.874 129.151 1.139 - 142.039
2009 32.457 3.773 61.632 279 5.041 70.490
Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten
II. Fasilitas Tempat Buang Air Besar
Sebesar 118,912 KK yang diperiksa menurut kepemilikan jamban di
Provinsi Sulawesi Barat. Diantaranya, terdapat 39,44% yang memiliki jamban
atau 92.119 KK. Dari hasil pemeriksaan tersebut, terdapat sebanyak 46.898 KK
yang memiliki fasilitas tempat buang air besar (jamban) dengan kategori sehat
atau sebesar 39,43% dari seluruh KK yang memiliki jamban pada tahun 2009.
| Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2009 19
-
35. Kabupaten dengan persentase KK tertinggi yang memiliki jamban sehat adalah
kabupaten Mamuju 69,08%, diikuti oleh kabupaten Polewali Mandar
59,24%. Sedangkan persentase Keluarga yang memiliki jamban sehat terendah
adalah kabupaten Mamuju Utara 13,91% berada di bawah persentase Sulawesi
16,30
13,91
25,12
69,08
39,44
Mamasa Mamuju
Utara
Majene Mamuju Sulbar
| Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2009 20
Barat.
Gambar 2.6
Persentase jamban sehat Provinsi Sulawesi Barat tahun 2009
59,24
Polewali
Mandar
Sumber : Dinas Kesehatan kabupaten
III. Tempat Sampah
Salah satu indikator Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat (PHBS) adalah
memiliki tempat pembuangan sampah di rumah masing-masing untuk
menjaga kebersihan lingkungan rumah tangga. Dengan demikian, keluarga
dapat tercegah dari berbagai macam penyakit bersumber lingkungan. Di
Propinsi Sulawesi Barat tahun 2009, dari 248.427 keluarga terdapat sebanyak
36. 91.965 Keluarga yang diperiksa tentang kepemilikan tempat sampah. Dari hasil
pemeriksaan, terdapat sebanyak 61.282 Keluarga yang memiliki tempat
sampah atau sebesar 24,67%. Terdapat sebanyak 26.303 Keluarga yang
memiliki tempat sampah yang sehat atau sebesar 42,92% dari jumlah Keluarga
yang memiliki tempat sampah. Secara rinci Presentase tempat sampah sehat di
tiap kabupaten dapat dilihat pada grafik di bawah ini:
Gambar 2.7
Persentase kepemilikan tempat sampah sehat tahun
Provinsi Sulawesi Barat 2009
50,00
45,00
40,00
35,00
30,00
25,00
20,00
15,00
10,00
5,00
Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten
IV. Pengelolaan Air Limbah
Salah satu jenis kepemilikan sarana sanitasi dasar keluarga adalah
pengelolaan air limbah. Pada tahun 2009 di Propinsi Sulawesi Barat, dari
248.427 KK terdapat sebanyak 79.304 KK yang diperiksa tentang kepemilikan
pengelolaan air limbah. Dari hasil pemeriksaan tersebut, terdapat sebanyak
59.559 KK yang memiliki pengelolaan air limbah atau sebesar 23,97%. Dari
| Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2009 21
46,10
35,55
6,87
30,22
45,87
42,92
0,00
Polewali
Mandar
Mamasa Mamuju
Utara
Majene Mamuju Sulbar
37. jumlah tersebut, terdapat sebanyak 30.528 yang memiliki pengelolaan air
limbah yang sehat atau sebesar 51,26% dari jumlah KK yang memiliki
pengelolaan air limbah. Secara rinci Presentase pegelolaan air limbah di tiap
kabupaten dapat dilihat pada grafik di bawah ini:
Gambar 2.8
Persentase pengelolaan air limbah Provinsi Sulawesi Barat
Tahun 2009
54,24
16,84
0,00
60,00
50,00
40,00
30,00
20,00
10,00
Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten
19,76
56,98
51,26
| Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2009 22
0,00
Polewali
Mandar
Mamasa Mamuju
Utara
Majene Mamuju Sulbar
38. BAB III
SITUASI DERAJAT KESEHATAN
A. DERAJAT KESEHATAN
Derajat kesehatan adalah parameter penilaian indeks pembangunan
kesehatan yang sering digunakan sebagai indikator keberhasilan
Pembangunan Kesehatan. Indikator utama yang digunakan antara lain :
I. Angka Kematian (Mortalitas)
Mortalitas atau kematian merupakan indikator derajat kesehatan
yang dapat digunakan untuk menggambarkan fatality penyakit mutu
pelayanan kesehatan dan juga kondisi lingkungan. Kejadian kematian
dalam suatu populasi mencerminkan kondisi kesehatan masyarakat.
Keberhasilan pelayanan kesehatan dapat diukur melalui tingkat
kematian yang ada. Pada bab ini, kita dapat melihat bagaimana
gambaran kejadian kematian di Sulawesi Barat dalam periode 2-3
tahun terakhir.
a. Angka Kematian Bayi (AKB)
Infant Mortality Rate atau Angka kematian bayi (AKB)
berhubungan dengan status gizi, perilaku, lingkungan dan pelayanan
kesehatan yang ada. Kematian bayi juga berhubungan dengan infeksi
penyakit menular sehingga tingginya angka kematian bayi intervensi
dari upaya untuk menurunkannya mempertimbangkan faktor risiko
| Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2009 23
39. yang ada. Kelemahan sekarang adalah data yang menyatakan angka
kematian bayi adalah merupakan data fasility based bukan comunity
based karena masih terbatas berasal dari fasilitas kesehatan dan itupun
terbatas berasal dari laporan program KIA yang ada di Puskesmas.
Jumlah kematian Bayi dalam beberapa tahun terakhir dapat
ditekan melalui program-program di bidang kesehatan. Jumlah
kematian Bayi di Provinsi Sulawesi Barat berdasar dari laporan
petugas kesehatan 5 Kabupaten adalah pada tahun 2007 di laporkan
jumlah kematian bayi sebanyak 209 bayi atau angka kematian bayi
sebesar 10,8 per 1.000 kelahiran hidup, dan pada tahun 2008 turun
menjadi 200 bayi atau 10,3 per 1.000 kelahiran hidup, sedangkan
pada tahun 2009 meningkat menjadi 226 atau 11,74 per 1000
kelahiran hidup. Selengkapnya jumlah kematian bayi dalam tiga tahun
terakhir berdasarkan kabupaten dapat dilihat pada tabel 4.1.
Berdasarkan laporan di atas tergambar bahwa angka kematian bayi
dalam tiga tahun terakhir cenderung menurun, dan ini berarti jumlah
kematian bayi sangat ditentukan oleh kualitas pelayanan petugas
kesehatan didaerah terutama dokter, bidan dan perawat juga
tergantung pada kualitas pelaksanaan program-program dibidang
| Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2009 24
kesehatan.
40. Tabel 3.1
Jumlah Kematian Bayi di Propinsi Sulawesi Barat
Tahun 2007,2008 dan 2009
NO KABUPATEN 2006 2007 2008
2009
1. Polewali Mandar 92 47 58 80
2. Mamasa 10 15 25 3
3. Mamuju Utara 17 2 28 60
4. Majene 45 67 16 12
5. Mamuju 61 78 73 71
Jumlah 225 209 200 226
Angka Kematian 14,2 10,8 10,3 11,74
Sumber : Program Kesehatan ibu dan Anak Dinkes Sulbar
Gambar 3.1
Angka Kematian Bayi tahun 2006-2009
Sumber : Program Kesehatan ibu dan Anak Dinkes Sulbar, Profil Kesehatan Kabupaten
Pada gambar di atas nampak bahwa Angka Kematian Anak
pada tahun 2009 mengalami peningkatan. Hanya pada tiga tahun
terakhir dibawahnya menunjukkan trend penurunan.
Walaupun pencapaian Sulawesi Barat pada tahun 2009 kurang
begitu menggembirakan, namun bila kita melihat pencapaian tersebut
ternyata telah mencapai target RPJMN 24 per 1000 Kelahiran hidup
dan target MDGs 2015 23 per 1000 KH.
| Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2009 25
14,2
10,8 10,3
11,74
2006 2007 2008 2009
41. b. Angka Kematian Balita (AKABA)
Angka kematian balita atau AKABA menggambarkan peluang
untuk meninggal pada fase antara kelahiran dan sebelum umur 5 tahun.
Berdasarkan laporan Dinas kesehatan 5 Kabupaten di Propinsi Sulawesi
Barat, Angka kematian balita tahun 2007 sebesar 6,4 per 1.000
kelahiran hidup, tahun 2008 mengalami penurunan menjadi 1,1 per
1000 kelahiran hidup dan pada tahun 2009 meningkat lagi menjadi
2,28 per 1000 kelahiran hidup. Hal ini menandakan Angka Kematian
Balita 3 tahun terakhir sifatnya fluktuatif
Kasus kematian Balita berhubungan erat dengan kondisi
lingkungan, perilaku, infeksi penyakit, status gizi dan imunitas serta
mutu dari pelayanan kesehatan. Format pelaporan program KIA yang
selama ini digunakan tidak bisa mengakomodasi jumlah kematian balita
yang ada di wilayah kerja Puskesmas sehingga data kematian balita (1 –
4 th) tidak bisa diketahui.
Tabel 3.2
Kematian Balita di Propinsi Sulawesi Barat tahun 2007-2009
NO KABUPATEN
Tahun
2007 2008 2009
1. Polewali Mandar 52 3 3
2. Mamasa 5 - 2
3. Mamuju Utara 12 5 10
4. Majene 45 4 18
5. Mamuju 11 9 11
Jumlah 125 21 44
Angka Kematian 6,4 1,1 2,28
Sumber : Dinas Kesehatan 5 Kabupaten
| Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2009 26
42. Gambar 3.2
Angka Kematian Balita (AKABA) per 1000 kelahiran hidup
Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2006-2009
Sumber : Dinas Kesehatan kabupaten 2009
Pada gambar 3.2 nampak bahwa Angka Kematian Balita selama
periode 2006-2008 menunjukkan kecenderungan penurunan dan
mengalami peningkatan pada tahun 2009.
c. Angka Kematian Ibu
AKI yang didefinisikan sebagai banyaknya kematian perempuan
pada saat hamil atau bersalin per 100.000 kelahiran hidup yang
disebabkan oleh kehamilan atau pengelolaannya, kecuali yang
disebabkan oleh kecelakaan.
Angka kematian Ibu merupakan salah satu indikator penting
yang merefleksikan derajat kesehatan di suatu daerah, yang mencakup
tingkat kesadaran perilaku hidup sehat, status gizi dan kesehatan Ibu,
kondisi kesehatan lingkungan serta tingkat pelayanan kesehatan
terutama bagi ibu hamil, ibu melahirkan dan ibu pada masa nifas.
| Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2009 27
3,3
6,4
1,1
2,28
2006 2007 2008 2009
43. Kesehatan Ibu hamil/bersalin dan AKI memiliki korelasi erat
dengan kesehatan bayi dan AKB. Faktor kesehatan ibu saat ia hamil dan
bersalin berkontribusi terhadap kondisi kesehatan bayi yang dikandung
serta resioko bayi yang dilahirkan dengan lahir mati (still birth) atau
yang mengalami kematian neonatal dini (umur 0-6 hari).
Sebagai Provinsi baru Sulawesi Barat belum memiliki data statistik
vital yang langsung dapat menghitung Angka Kematian Ibu (AKI).
Jumlah Kematian Ibu didapatkan dengan mengumpulkan informasi dari
Puskesmas semasa kehamilan, persalinan atau selama melahirkan.
Seperti indikator kesehatan lain pada umumnya, terdapat perbedaan
AKI antar wilayah di Sulawesi Barat. Jumlah Kematian Ibu di provinsi
Sulawesi Barat pada tahun 2009 di lima kabupaten menunjukkan
bahwa kabupaten Mamuju Utara yang lebih rendah yaitu 6 ibu
mempunyai jumlah kematian Ibu yang lebih rendah di bandingkan
dengan Mamuju yang sampai 18 ibu yang meninggal pada tahun 2009.
Angka Kematian Ibu per tahun di Provinsi Sulawesi Barat belum
dapat ditentukan karena jumlah kelahiran hidup di Sulawesi Barat pada
tahun 2009, sebesar 19.445 kelahiran hidup. Sedangkan konstanta yang
digunakan dalam perhitungan Angka Kematian Ibu adalah 100.000
(kelahiran hidup). Jadi dalam buku ini penyusun hanya menuliskan
angka absolut atau jumlah sebenarnya, tetapi rumus yang dikeluarkan
| Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2009 28
44. dari Kementerian Kesehatan menjadi pedoman untuk menentukan
target setiap wilayah
Tabel 3.3
Jumlah Kematian Ibu di Propinsi Sulawesi Barat
Tahun 2007,2008 dan 2009
No Kabupaten
Tahun
2007 2008 2009
1 Polewali Mandar 15 17 12
2 Mamasa 6 5 8
3 Mamuju Utara 3 8 6
4 Majene 12 9 11
5 Mamuju 21 15 18
Jumlah (Kab/Kota) 57 54 55
Angka Kematian Ibu
Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten
Gambar 3.3
Jumlah Kematian Ibu Maternal Sulawesi Barat
Tahun 2006-2009
63
57
2006 2007 2008 2009
Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten
d. Angka Kecelakaan Lalu Lintas
54
55
Jumlah kecelakaan lalu lintas di Provinsi Sulawesi Barat tahun
2009 sebanyak 5.518 kasus dengan jumlah korban sebanyak 3.035
orang dengan rincian jumlah yang meninggal dunia sebanyak 110
orang (1.99%), luka berat sebanyak 622 orang (11.27%), luka ringan
| Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2009 29
45. sebanyak 2.303 orang (41.74%). Kasus kecelakaan lalu lintas tertinggi
terjadi di Kabupaten Majene sebanyak 4.201 kasus dan yang terendah
terjadi di Kabupaten Mamasa dengan 33 kasus, sedangkan jumlah
korban kecelakaan lalu lintas terbanyak juga di Kabupaten Majene
yaitu 2,723 orang dan yang terrendah di Kabupaten Mamasa dengan
korban 33 orang. Dengan jumlah tersebut maka incidence Rate (IR)
kecelakaan lalu lintas di Provinsi Sulawesi Barat tahun 2009 sebesar
269.02 per 100,000 penduduk. Pada gambar di bawah ini
menunjukkan korban kecelakaan lalu lintas selama tiga tahun terakhir
yang terus meningkat :
Gambar 3.4
Korban Kecelakaan Lalu Lintas
Provinsi Sulawesi Barat 2006-2009
Sumber : Bidang Pelayanan Medik Dinkes Sulbar
| Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2009 30
177
2650
3492
3035
2006 2007 2008 2009
46. II. Angka Kesakitan (Morbiditas)
a. Penyakit Menular Langsung
1. Tuberkulosis (TB) Paru
Tuberculosis (TB) adalah penyakit infeksi yang
disebabkan oleh Mycrobacterium Tuberculosis memalui
percikan dahak dengan gejala yang khas. Sebagian besar
kuman TB yang menyerang paru, tetapi dapat juga
mengenai organ tubuh lainnya. Penyakit ini menyebar dan
ditularkan melalui udara ketika orang yang terinfeksi TB
paru batuk, bersin, berbicara atau meludah.
Millennium Development Goals (MDGs) menjadikan penyakit TB
sebagai salah satu penyakit yang menjadi target untuk diturunkan.
Strategi penanganan TB paru yang digunakan di Provinsi Sulawesi
Barat sampai saat ini adalah Directly Observed Shortcourse (DOTS)
yaitu pengobatan TB paru dengan pengawasan langsung menelan obat
setiap hari oleh seorang Pengawas Minum Obat (PMO) yang mulai
diperkenalkan di Indonesia pada tahun 1995.
Penemuan kasus penderita TB paru baik yang penderita baru TB
paru klinis maupun BTA positif mengalami peningkatan yang tajam
dari tahun ke tahun. Namun pada tahun 2008 terjadi sedikit
penurunan penemuan kasus TB paru pada semua kasus, hal ini
| Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2009 31
47. mungkin dipengaruhi oleh restriksi bantuan Global Fund (GF) yang
berdampak pada program penanggulangan tuberculosis.
2993
7263 6999
744 1008 984
2007 2008 2009
8000
7000
6000
5000
4000
3000
2000
1000
0
tb klinis 2993 7263 6999
tb bta (+) 744 1008 984
19,91 12,19 12,33
80,09 87,81 87,67
| Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2009 32
kasus TB paru
100%
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%
2007 2008 2009
tb bta (+) 19,91 12,19 12,33
tb klinis 80,09 87,81 87,67
proporsi kasus tb
Trend kasus TB paru selama tiga tahun terakhir tersebut diatas
dapat digambarkan pada gambar 10 mengenai penemuan kasus TB
paru Provinsi Sulawesi Barat berikut :
Gambar 3.5
Trend Cakupan Penemuan Kasus TB Paru Tahun 2007 – 2009.
Sumber : Bidang P2PL Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat, 2010.
Gambar 3.6
Proporsi Kasus TB Paru Tahun 2007 – 2009.
Sumber : Bidang P2PL Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat
48. Proporsi kasus TB paru menurut jenisnya di Provinsi Sulawesi
Barat pada tahun 2007 sampai tahun 2009 tidak banyak berubah, hal
ini digambarkan pada gambar 11 diatas.
Angka keberhasilan pengobatan TB paru di Provinsi Sulawesi
Barat pada tahun 2009 hanya sebesar 77,52% (target minimal 85%).
Bila dilihat berdasarkan tingkat kabupaten, maka yang tertinggi dan
mencapai target minimal hanya Kabupaten Majene (91,20%),
kabupaten yang terendah angka kesembuhan pasiennya adalah
Kabupaten Mamuju Utara (30,19%).
Gambar 3.7
Persentase Cakupan Penderita TB Paru Yang Sembuh
Di Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2009.
polman mamasa matra majene mamuju provinsi
100,00
90,00
80,00
70,00
60,00
50,00
40,00
30,00
20,00
10,00
0,00
% sembuh 82,98 80,30 30,19 91,20 61,33 77,52
Sumber : Bidang P2PL Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat
| Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2009 33
49. Berdasarkan gambaran diatas, maka masih perlunya suatu usaha
keras dari Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat bersama dengan
seluruh dinas kesehatan kabupaten dalam upaya penemuan penderita
TB, pengobatan dan minimalisasi jumlah pasien Drop Out (DO) dari
pengobatan TB paru.
2. HIV/AIDS dan Infeksi Menular Seksual
Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus (retrovirus)
yang menginfeksi sel-sel sistem imunologi sehingga merusak sistem
kekebalan tubuh manusia. Acquired Immune Deficiency Syndrome
(AIDS) adalah kondisi kesehatan seseorang ketika HIV telah merusak
sistem kekebalan terhadap penyakit Infeksi menular seksual (IMS)
merupakan penyakit yang sangat erat keterkaitannya dengan
kejadian HIV dan AIDS.
Keberadaan penderita HIV/AIDS bagaikan fenomena gunung es,
dimana jumlah penderita yang ditemukan jauh lebih sedikit
dibandingkan penduduk yang terinfeksi dan diperkirakan pada tahun
2010 jumlah Orang Dengan HIV AIDS (ODHA) di Sulawesi Barat
mencapai 000000 orang. Kondisi tersebut berkaitan dengan mobilisasi
penduduk yang cepat mengingat Provinsi Sulawesi Barat adalah
provinsi baru dan berkembang disertai dengan perilaku seksual yang
| Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2009 34
50. tidak aman serta penggunaan Narkoba, Psikotropika dan Zat Adiktif
lainnya (NAPZA) suntik yang semakin meluas.
Upaya pencegahan dan penanggulangan yang dilakukan
memalui penyuluhan ke masyarakat, pembentukan klinik IMS dan
Voluntary Concealing Test VCT di puskesmas, pengobatan dan
pemeriksaan berkala penyakit menular seksual, pengamatan darah
donor dan kegiatan lain yang menunjang pemberantasan penyakit
| Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2009 35
HIV/AIDS.
Pengembangan jejaring HIV/AIDS serta kerjasama dengan Komisi
Penanggulangan AIDS Nasional (KPA) tingkat provinsi dan kabupaten,
Majelis Ulama (MU) serta organisasi masyarakat lainnya yang terkait
merupakan usaha lain dari Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat
dalam penanggulangan HIV/AIDS.
Meski demikian jumlah penderita HIV/AIDS di Provinsi Sulawesi
Barat hingga tahun 2009 belum ada laporan secara tertulis penduduk
yang tercatat sebagai penderita positif, namun penderita positif
tersebut diperkirakan ada di sekitar kita. Hal ini dapat dilihat pada
gambar 3.8 berikut :
51. 2007 2008 2009
60
50
40
30
20
10
0
HIV/AIDS 0 0 0
IMS 0 0 49
| Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2009 36
kasus HIV/AIDS & IMS
Gambar 3.8
Trend Cakupan Penderita HIV/AIDS dan IMS di Provinsi Sulawesi Barat
Tahun 2007 – 2009.
Sumber : Bidang P2PL Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat, 2010.
Berdasarkan grarik diatas, penderita IMS sebagai kelompok risiko
tinggi menderita HIV/AIDS diketahui pada tahun 2009 sebanyak 49
kasus, hal ini meningkat dibandingkan dengan tahun-tahun
sebelumnya. Penyebab meningkatnya penyakit IMS ini dapat
dikarenakan kesedaran masyarakat akan perilaku seksual yang tidak
aman masih rendah.
Jumlah kasus IMS tertinggi ditemukan pada Kabupaten Mamuju
(47 kasus) dan Kabupaten Polewali Mandar (2 kasus), dan tidak
terdapat kasus pada kabupaten lainnya. Hal ini dikarenakan
Kabupaten Mamuju sebagai ibukota provinsi yang merupakan pusat
mobilisasi penduduk baik dari kabupaten atau dari provinsi lainnya.
52. 2
37
39
polman mamuju provinsi
60
50
40
30
20
10
IMS 2 47 49
diobati 2 37 39
| Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2009 37
0
kasus IMS & yang diobati
Dari seluruh kasus IMS di Kabupatren Mamuju yang diobati
hanya 37 kasus (78,72%), untuk Kabupaten Polewali Mandar yang
diobati sebanyak 2 kasus (100%) sehingga untuk tingkat Provinsi
Sulawesi Barat penderita IMS yang diobati sebesar 79,59% dari kasus
yang ada. Hal ini digambarkan pada grafik 3.9 berikut :
Gambar 3.9
Cakupan Penderita IMS dan Yang Diobati di Provinsi Sulawesi Barat
Tahun 2009.
Sumber : Bidang P2PL Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat, 2010.
Salah satu kelompok lain berisiko tinggi tertular HIV/ADIS adalah
kelompok pengguna NAPZA suntik melalui cara Intravena Drug Use
(IDU) dengan alat suntik yang dipakai secara bersama-sama. Kasus
AIDS pada pengguna NAPZA suntik di Indonesia menunjukkan
peningkatan yang tajam dari tahun ke tahun.
53. Meskipun penderita HIV/AIDS di Provinsi Sulawesi Barat belum
ditemukan tapi bukan berarti kita terbebas dari penyakit ini, tetapi
harus lebih waspada terhadap penyebaran HIV/AIDS dan memiliki
perilaku seksual yang aman dan menghindari penggunaan NAPZA
melalui suntikan yang secara simultan memperbesar risiko penyebaran
| Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2009 38
HIV/AIDS.
Penanggulangan HIV/AIDS ini pun telah menjadi perhatian besar
pada program MDGs pada tujuan ke enam yakni menghentikan dan
mulai membalikkan penyebaran HIV dan AIDS pada tahun 2015 dan
tersedianya akses universal untuk perawatan terhadap HIV/AIDS bagi
yang memerlukan pada tahun 2010.
3. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)
Penyakit ISPA atau Acute Respiratory
Infection (ARI) adalah penyekit infeksi akut
yang menyerang salah satu bagian dan atau
lebih dari saluran nafas mulai dari hidung
hingga alveoli termasuk jaringan adneksanya
seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura.
Penyakit ISPA yang menjadi fokus program
kesehatan adalah Pneumonia, karena
pneumonia merupakan salah satu penyebab
utama kematian pada anak.
54. Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan
paru yang dapat disebabkan oleh bakteri, virus maupun jamur dengan
populasi rentan pada anak-anak usia kurang dari dua tahun, usia lanjut
lebih dari 65 tahun, atau orang yang memiliki masalah kesehatan
(malnutrisi, gangguan imunologi).
ISPA seringkali menjadi penyebab kematian pada bayi dan balita,
dimana pneumonia diduga sebagai faktor utama penyebabnya. Sampai
saat ini diketahui bahwa 80% sampai 90% dari seluruh kasus
kematian ISPA adalah disebabkan oleh pneumonia. ISPA juga
merupakan salah satu penyebab utama utama kunjungan berobat
pasien di puskesmas dan rumah sakit.
Berdasarkan laporan bidang pencegahan dan pengendalian
penyakit dari dinas kesehatan kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi
Barat tahun 2009 terdapat kasus pneumonia sebanyak 4.433 kasus
dan 76,17% (3.377 kasus) diantaranya adalah pneumoni pada balita.
Angka ini menunjukkan terjadinya penurunan jumlah kasus pneumoni
pada balita dibandingkan pada tahun 2008 sebesar 86,05% (7.326
kasus) dan pada tahun 2007 sebesar 99,37% (25.047 kasus).
Walaupun angka kesakitan balita karena pneumonia menurun,
namun yang perlu diwaspadai adalah perkembangan situasi global saat
ini dimana banyak penyakit ISPA yang bersifat New Emerging Disease,
| Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2009 39
55. seperti Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS), Avian Influenza (AI)
Trend angka kesakitan pneumonia pada balita ini dari tahun
2007 sampai dengan tahun 2009 dapat dilihat paga gambar 3.10
25047
7332
3377
2007 2008 2009
dan H1N1.
sebagai berikut :
30000
25000
20000
15000
10000
5000
provinsi 25047 7332 3377
99,38
0,62
86,06
13,94
43,24
56,76
| Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2009 40
0
pneumonia balita
100%
80%
60%
40%
20%
0%
2007 2008 2009
≤5 thn 99,38 86,06 43,24
>5 thn 0,62 13,94 56,76
proporsi kasus pneumonia
Gambar 3.10
Trend Cakupan Pneumonia Pada Balita di Provinsi Sulawesi Barat
Tahnu 2007 – 2009.
Sumber : Bidang P2PL Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat, 2010.
Gambar 3.11
Proporsi Kasus Pneumonia Tahun 2007-2009.
Sumber : Bidang P2PL Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat
56. Pada kasus pneumonia yang terjadi berdasarkan laporan dari
lima kabupaten, kabupaten dengan cakupan tertinggi adalah
Kabupaten Mamuju (3.532 kasus) dan cakupan terendah adalah
Kabupaten Mamasa (11 kasus). Namun dari jumlah kasus pneumonia
yang terjadi pada balita, Kabupaten Polewali Mandar, Mamasa dan
Majene memiliki cakupan 100%, sedangkan cakupan pada Kabupaten
Mamuju Utara sebesar 93,47% dan Mamuju sebesar 70,18%. Pada
tingkat provinsi proporsi balita penderita pneumonia dapat dilihat
pada gambar 3.11 diatas.
Upaya pemberantasan penyakit ISPA difokuskan pada upaya
penemuan dini dan tatalaksana kasus yang cepat dan tepat pada
penderita. Kecepatan keluarga dalam membawa penderita ke unit
pelayanan kesehatan serta keterampilan petugas dalam menegakkan
diagnosis merupakan kunci keberhasilan penanganan penyakit ISPA.
Program pengendalian ISPA menetapkan bahwa semua kasus yang
ditemukan harus mendapat tatalaksana sesuai standar. Target cakupan
program ISPA nasional pada pneumonia balita sebesar 76% dari
perkiraan jumlah kasus. Pada tahun 2009 cakupan penemuan kasus di
Provinsi Sulawesi barat telah mencapai 100%.
| Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2009 41
57. polman mamasa matra majene mamuju provinsi
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
% ditangani 100 100 100 100 100 100
| Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2009 42
0
Gambar 3.12
Cakupan Pneumonia Pada Balita yang Ditangani
Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2009.
Sumber : Bidang P2PL Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat, 2010.
4. Diare
Diare dapat didefinisikan sebagai perubahan
konsistensi fases selain dari frekuensi buang air besar.
Dikatakan diare apabila fases lebih berair dari biasanya.
Diare juga didefinisikan bila Buang Air Besar (BAB) tiga
kali atau lebih atau BAB lebih berair tapi tidak berdarah
dalam waktu 24 jam. Sementara diare yang berdarah
didefinisikan sebagai disentri.
Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis
lingkungan, dimana sarana air bersih dan BAB serta perilaku manusia
yang tidak sehat merupakan factor dominan penyebabpenyakit
58. tersebut. Perilaku biasa bersih dengan cuci tangan menggunakan sabun
di bawah air mengalir sebelum dan sesudah beraktifitas merupakan
tindakan pencegahan yang paling ampuh saat ini agar terhindar dari
diare yang dikenal dengan gerakan Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS).
Selain angka kesakitan yang masih tinggi, penyakit diare juga
sering menimbulkan KLB dengan tingkat CFR yang juga tinggi. Salah
satu upaya menurunkan kematian akibat diare adalah dengan
tatalaksana yang tepat dan cepat. Pengolahan, analisa, dan interpretasi
data secara rutin juga akan dilakukan, sebagai upaya kewaspadaan dini
KLB Diare. Upaya ini dilakukan dengan mengadakan pelatihan petugas
terintegrasi dengan pelatiha Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS),
serta pengamatan tatalaksana diare di puskesmas sentinel.
Kasus diare pada balita di Provinsi Sulawesi Barat pada tahun
2007 sebesar 50,85% per 1.000 penduduk dan di tahun 2008 sebesar
44,79% per 1.00 penduduk. Pada tahun 2008 terdapat sebesar
49,37% kasus diare pada balita dengan jumlah balita yang mendapat
penanganan sebesar 92,73% dari total kasus diare pada balita. Pada
tahun 2009 jumlah kasus diare setiap tahunnya terus meningkat, tetapi
kasus diare pada balita telah mengalami penurunan sebesar 34,01%.
Hal ini dapat dilihat pada grafik berikut berikut :
| Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2009 43
59. 50,63
65,99
49,37
34,01
2008 2009
70
60
50
40
30
20
10
>5 thn 50,63 65,99
≤5 thn 49,37 34,01
| Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2009 44
0
kasus diare
Gambar 3.13
Trend Cakupan Kejadian Diare di Provinsi Sulawesi Barat
Tahun 2008-2009.
Sumber : Bidang P2PL Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat, 2010.
Untuk tahun 2009, kejadian diare tertinggi tercatat di Kabuapten
Mamuju sebanyak 25.507 kasus dan terendah di Kabupaten Mamasa
sebanyak 5.174 kasus. Namun bila dilihat kasus diare pada balita yang
terkena penyakit tersebut, kabupaten yang tertinggi proporsi balita yang
terkena diare adalah Kabupaten Mamuju Utara sebesar 100% dan
terendah adalah Kabupaten Mamasa sebesar 38,77%.
Kejadian diare pada balita yang mendapat penanganan dengan
tatalaksana cepat dan tepat untuk tingkat provinsi sebesar 90,13%.
Semua kabupaten telah melakukan penangan kasus diare pada balita
60. sebesar 100% kecuali Kabupaten Mamuju Utara hanya sebesar
polman mamasa matra majene mamuju provinsi
55,87% saja.
70000
60000
50000
40000
30000
20000
10000
diare 13778 5174 7158 10523 25507 62140
d. balita 6338 2006 7158 5856 10663 32021
| Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2009 45
0
kasus diare
Upaya penanggulangan diare dilakukan dengan pemberian oralit
dan penggunaan infuse pada penderita, penyuluhan kepada
masyarakat agar meningkatkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
(PHBS) dalam kehidupan sehari-hari serta melibatkan peran serta kader
dalam tatalaksana diare karena dengan penanganan yang cepat dan
tepat di tingkat rumah tangga maka diharapkan dapat mencegah
terjadinya diare dengan dehidrasi berat yang dapat menyebabkan
kematian.
Gambaran proporsi kejadian diare balita di Provinsi Sulawesi
Barat pada tahun 2009 seperti yang dijelaskan di atas, dapat dilihat
pada grafik berikut :
Gambar 3.14
Cakupan Kejadian Diare Pada Balita
Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2009.
Sumber : Bidang P2PL Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat, 2010.
61. Kejadian diare di Provinsi Sulawesi Barat telah mengalami
penurunan jumlah kasus terutama pada kasus diare pada balita.
Penurunan kasus diare dapat dikolerasian dengan perbaikan hygiene
sanitasi dan perilaku hidup bersih dan sehat, karena secara umum
penyakit diare sangat berkaitan dengan kedua faktor tersebut.
Kegiatan lain yang menunjang secara tidak langsung mencegah
terjadinya diare di Provinsi Sulawesi Barat adalah program Water
Sanitation for Low Income Community (WSLIC2) yang bertujuan untuk
penyediaan air bersih bagi masyarakat dengan focus daerah Kabupaten
Polewali Mandar dan Mamasa. Untuk penyediaan air bersih di
Kabuapten Mamuju, Majene dan Mamuju Utara dilaksanakan
program Third Water Supply and Sanitation for Low Income
Communities Project (WSSLIC3) atau dikenal juga dengan nama lain
program Penyedian Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat
(PAMSIMAS).
| Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2009 46
5. Kusta
Penyakit kusta atau disebut penyakit
lepra adalah penyakit infeksi kronis yang
disebabkan oleh bakteri Mycobacterium
Leprae yang menyerang syaraf tepi dan
jaringan tubuh lainnya. Bila tidak ditangani
62. dengan baik, kusta dapat menjadi progresif,
menyebabkan kerusakan permanen pada
kulit, syaraf, anggota gerak dan mata.
Penyakit kusta menurut jenis penyakitnya dibedakan menjadi
kusta Pausi Basiler (PB) dan kusta Multi Basiler (MB) dan
pengobatannya disesuaikan dengan klasifikasi jenisnya.
Strategi global WHO menetapkan indikator eliminasi kusta
adalah angka penemuan penderita atau istilah bahasa inggrisnya
Newly Case Detection Rate (NCDR) yang menggantikan indicator
utama sebelumnya yaitu angka penemuan penderita terdaftar berupa
prevalensi rate < 1/100.000 penduduk.
Prevalensi penyakit kusta di Provinsi Sulawesi Barat tidak banyak
mengalami perubahan setiap tahunnya, hanya Kabupaten Polewali
Mandar yang mengalami peningkatan penemuan kasus baru,
kabupaten lainnya berfluktuasi penemuan kasus barunya. Sedangkan
untuk persebarannya, kasus kusta terdapat di semua kabupaten dengan
jumlah kasus yang berbeda-beda.
Berdasarkan rekapitulasi data dari bidang pengendalian penyakit
Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat pada tahun 2009 jumlah
kasus kusta PB terbanyak terdapat di Kabupaten Polewal Mandar
sebanyak 36 kasus dan terndeah di Kabupaten Mamasa sebanyak satu
kasus. Kasus kusta MB terbanyak terdapat di Kabuapten Polewali
| Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2009 47
63. Mandar sebanyak 279 kasus dan terendah di Kabupaten Mamasa
184
62
183
374
85 74
2007 2008 2009
sebanyak 3 kasus.
500
450
400
350
300
250
200
150
100
50
MB 184 183 374
PB 62 85 74
| Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2009 48
0
kasus kusta
Penggambaran penemuan kasus kusta PB dan MB pada tingkat
provinsi dari tahun 2007 – 2009 dapat dilihat pada gambar 3.15
berikut.
Grafik 3.15
Trend Penemuan Kasus Kusta di Provinsi Sulawesi Barat
Tahun 2007 – 2009.
Sumber : Bidang P2PL Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat, 2010.
Dalam upaya penanggulangan penyakit kusta di Indonesia, salah
satu indikator yang digunakan untuk menilai keberhasilannya adala
angka proporsi cacat tingkat II (kecatatatn yang dapat dilihat dengan
mata) sebesar 5% dan proporsi anak di antara kasus baru. Angka
proporsi cacat tingkat II digunakan untuk menilai kinerja petugas dalam
upaya peningkatan penemuan kasus.
64. polman mamasa matra majene mamuju provinsi
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
% RFT PB 55,56 100 66,67 100 14,29 69,33
% RFT MB 16,49 100 44,44 100 51,43 31,82
| Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2009 49
% RFT kusta
Angka proporsi cacat tingkat II yang tinggi mengindikasikan
adanya keterlambatan dalam penemuan penderita yang dapat
diakibatkan rendahnya kinerja petugas dan rendahnya pengetahuan
masyarakat mengenai tanda-tanda dini penyakit kusta. Sedangkan
indikator proporsi anak di antara kasus baru mampu
mempresentasikan penularan kusta yang masih terjadi di masyarakat.
Indikator lain yang digunakan adalah jumlah penderita kusta
yang telah selesai menjalani pengobatan (RFT). Pencapaian RFT untuk
tingkat provinsi pada tahun 2009 masih cukup rendah. Untuk kasus
kusta PB hanya sekitar 69,33% dan kusta MB hanya 31,82%. Untuk
tingkat kabupaten dapat dilihat pada gambar 3.16 berikut :
Gambar 3.16
Persentase RFT Kasus Kusta PB dan Kusta MB
Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2009.
Sumber : Bidang P2PL Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat, 2010.
65. Upaya pencegahan dan pemberantasan dilakukan dengan
penyuluhan kepada masyarakat melalui media massa agar penderita
dapat ditemukan dalam stadium dini dan tidak sampai menimbulkan
kecatatan, pengobatan penderita kusta untuk mencegah infeksi
sekunder serta membentuk kelompok-kelompok pemberantasan kusta
seperti Aliansi Daerah Eliminasi Kusta (ADEK) dan Kelompok
Perawatan Diri (KPD).
Meskipun Indonesia telah mencapai eliminasi pada pertengahan
tahun 2000, penyakit kusta masih menjadi menjadi salah satu masalah
kesehatan yang cukup besar, karena sampai akhir 2009 Provinsi
Sulawesi Barat belum mencapai eliminasi kusta.
Keberhasilan peningkatan NCDR setiap tahunnya, disebabkan
karena adanya pelatihan petugas dan kegiatan aktif di lapangan.
Diharapkan pada tahun-tahun ke depan Provinsi Sulawesi Barat tidak
terjadi lagi penularan penyakit kusta di masyarakat dan tidak terjadi
keterlambatan dalam penemuan kasus.
b. Penyakit Bersumber Binatang/Melalui Vektor
1. Malaria
Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
parasit (plasmodium) yang ditularkan melalui gigitan
nyamuk nyamuk malaria (anopheles) yang terinfeksi
| Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2009 50
66. (vector-born disease) yang menular dan menyerang semua golongan
umur. Pada tubuh manusia, parasit membelah diri dan bertambah
banyak di dalam hati dan kemudian menginfeksi sel-sel darah merah.
Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang upaya
pengendalian dan penurunan ksausnya merupakan komitmen
internasional dalam MDGs. Kasus malaria di Indonesia secara umum
menunjukkan kecenderungan menurun, namun masih menjadi
permasalahan kesehatan masyarakat. Setiap tahun terdapat 300
sampai 500 juta kasus malaria di dunia dan penyebab satu juta
kematian anak. Daerah yang terjangkit malaria dapat menjadi
penyebab kematian dan penghambat pertumbuhan anak.
Pada umumnya lokasi endemis malaria adalah desa-desa yang
terpencil dengan kondisi lingkungan yang tidak baik, sarana
transportasi dan komunikasi yang sulit, akses pelayanan kesehatan
kurang, tingkat pendidikan dan social ekonomi masyarakat yang
rendah serta perilaku hidup sehat yang kurang baik.
Mengingat malaria sebagai salah satu penyebab kematian, maka
dikembangkan kebijakan Program Pemberantasan Penyakit Malaria
dengan menggunakan strategi penegakkan diagnosa kasus dengan
konfirmasi laboratorium, yang dikenal dengan istilah Annual Parasite
Incidence (API) dan malaria klinis dengan istilah Annual Malaria
Incidence (AMI).
| Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2009 51
67. 2008 2009
25000
20000
15000
10000
5000
AMI 15868 21650
API 375 1397
| Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2009 52
0
kasus malaria
Sebagai salah satu daerah endemis malaria, pada tahun 2009
perhatian pada bidang kesehatan terhadap malaria cukup besar
sehingga dapat menekan peningkatan jumlah kasus walau dalam tiga
tahun terakhir kasus malaria di Provinsi Sulawesi Barat tetap
mengalami peningkatan jumlah kasus setiap tahunnya.
Grafik berikut menunjukkan jumlah kasus malaria AMI di Provinsi
Sulawesi Barat pada tiga tahun terakhir :
Gambar 3.17
Trend Penemuan Kasus Malaria AMI
Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2007 – 2009.
Sumber : Bidang P2PL Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat
Dari keselurahan penemuan kasus malaria di Provinsi Sulawesi
Barat pada tahun 2009, ditemukan 5,58% (203 kasus) positif malaria
melalui pemeriksaan laboratorium dengan menggunakan sampel darah
pasien. Kejadian malaria positif untuk tingkat kabupaten tertinggi
68. ditemukan di Kabupaten Majene sebesar 45,29% (687 kasus) dan
terendah di Kabupaten Mamasa 0% (tidak ada kasus).
Kabupaten Mamuju adalah kabuapten penyumbang kasus
malaria terbanyak di Provinsi Sulawesi Barat dan dimasukkan kedalam
klasifikasi Red Endemic Area. Tetapi dari keseluruhan kasus malaria
yang ada (16.322 kasus) hanya 3,28% (526 kasus) yang positif secara
pemeriksaan laboratorium. Hal ini mungkin disebabkan penemuan
kasus yang terlambat untuk mendapat penanganan, kasus malaria yang
terlalu banyak dengan sumber daya manusia yang masih sangat
kurang, peralatan pemeriksaan laboratorium yang minim dan atau
pasien yang tidak ingin melakukan pemeriksaan darah.
Kasus malaria yang banyak ditemukan secara umum dapat
dikatakan berbanding lurus dengan pengobatan terhadap pasien yang
dilakukan. Tiga kabupaten yang mampu melakukan pengobatan
sebesar 100% adalah Kabupaten Majene, Mamuju dan Mamuju Utara.
Dua kabupaten lain yaitu Kabupaten Mamasa hanya sebesar 61,31%
dan terendah Kabupaten Polewali Mandar hanya 10,02%. Hal ini
berarti akan ditemukannya penyebaran penyakit malaria yang lebih
| Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2009 53
luas.
Gambaran pengobatan malaria ini dapat dilihat pada gambar
3.19 berikut :
69. Gambar 3.19
Penemuan Kasus Malaria dan Pengobatan Malaria
Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2009.
polman mamasa matra majene mamuju provinsi
30000
25000
20000
15000
10000
5000
0
malaria 2025 928 4877 1517 16322 25669
diobati 203 569 4877 1517 16322 23488
Sumber : Bidang P2PL Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat, 2010.
Hal lain yang perlu diingat adalah penanganan penyakit malaria
di Provinsi Sulawesi Barat masih perlunya dikembangkan beberapa
kegiatan seperti penemuan aktif penderita, penegakan diagnosis malaria
melalui pemriksaan mikroskopis dan Rapid Diagnostic Test (RDT),
penatalaksanaan kasus dan pengobatan, pengobatan malaria pada ibu
hamil, penyemprotan rumah/Indoor Residual Spraying (IRS), pembagian
kelambu anti nyamuk (LLINs), peningkatan sumber daya manusia,
pemberantasan tempat perindukan nyamuk dan pengendalian vektor.
2. Demam Berdarah Dengue (DBD)
Demam Berdarah Dengue (Dengue Haemorraghic Fever)
adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue serta
disebarkan dengan perantaraan nyamuk Aedes Aegypty dan
| Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2009 54
70. Aedes Albopictus yang hidup di genangan air bersih atau jernih di sekitar
rumah atau tempat-tempat yang dapat menampung dan menjadi
genangan air dan umumnya kasus ini mulai meningkat pada musim
| Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2009 55
penghujan.
Pada tahun 1968, penyakit ini mulai berjangkit di Indonesia dan
sampai saat ini seluruh wilayah di Indonesia telah terjangkit penyakit
ini. Penyakit DBD sulit diberantas karena terkait erat dengan perilaku
masyarakat dan kesehatan lingkungan.
Penyakit DBD merupakan salah satu penyakit menular yang
sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan
sering muncul sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) sehingga
menimbulkan kepanikan di masyarakat karena penyebarannya yang
sangat cepatdan berpotensi menimbulkan kematian bila tidak
mendapatkan penangan secara cepat dan tepat.
Angka kesakitan DBD di Provinsi Sulawesi Barat pada tahun
2009 mengalami peningkatan yang cukup tinggi sebanyak 205 kasus,
sekitar empat kali lebih tinggi dibandingkan pada tahun 2008
sebanyak 45 kasus.
Kabupaten Mamuju Utara adalah kabupaten terbanyak memiliki
kasus DBD pada tahun 2009, hampir 10 kali lebih tinggi dibanding
tahun sebelumnya. Ini perlu mendapat perhatian yang besar bagi
71. dinas kesehatan Provinsi Sulawesi Barat khususnya Kabupaten
Mamuju Utara karena merupakan suatu KLB DBD pada tahun tersebut.
| Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2009 56
250
200
150
100
50
0
polman mamasa matra majene mamuju provinsi
2007 8 1 40 1 2 52
2008 7 0 16 22 0 45
2009 0 150 42 13 205
kasus DBD
Untuk mengatasi hal ini, telah dilakukan upaya penanggulangan
KLB seperti penyelidikan epidemiologi, fogging fokus, abatesasi,
pemberantasan sarang nyamuk dan pemantauan jentik serta surveilans
sanitasi lingkungan pada daerah Mamuju Utara.
Jumlah kasus DBD di Provinsi Sulawesi Barat pada tahun 2007
sampai dengan 2009 dapat dilihat pada grafik berikut :
Gambar 3.20
Jumlah Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD)
Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2007 – 2009.
Sumber : Bidang P2PL Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat
Kabupaten Polewali Mandar pada tiga tahun terakhir telah
menunjukkan penurunan penemuan kasus DBD adalah suatu kemajuan
yang diperoleh dinas kesehatan tingkat kabupaten, namun Kabupaten
Majene adalah kabupaten yang mengalami peningkatan penemuan
72. kasus DBD setiap tahunnya. Hal ini perlu menjadi perhatian karena
dapat menjadi masalah kesehatan nantinya apabila tidak diperhatikan
| Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2009 57
lebih serius.
250
200
150
100
50
0
polman mamasa matra majene mamuju provinsi
dbd 150 42 13 205
ditangani 150 42 13 205
kasus DBD
Kesigapan petugas di lapangan dalam penangan kasus DBD
haruslah ditingkatkan dan dipertahankan. Seperti pada Kabupaten
Mamuju Utara, Majene dan Mamuju telah melakukan penangan kasus
DBD sebesar 100% dari kasus yang ada. Pada Kabupaten Polewali
Mandar tidak diperoleh data mengenai jumlah kasus dan pengobatan
terhadap pasien yang ditemukan.
Penemuan kasus dan pengobatan kasus DBD yang dilakukan
pada tahun 2009 dalam wilayah Provinsi Sulawesi Barat ini dapat
dilihat pada grafik dibawah ini :
Gambar 3.21
Jumlah Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Penangannya Tahun 2009.
Sumber : Bidang P2PL Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat, 2010
73. Angka Bebas Jentik (ABJ), sebagai tolak ukur upaya
pemberantasan vektor melalui PSN-3M, menunjukkan angka partisipasi
masyarakat dalaam mencegah DBD. Pada tingkat provinsi, ABJ
diperoleh hanya sebesar 67,48%. Diharapkan pada tahun mendatang
capaian ABJ di Provinsi Sulawesi Barat dapat ditingkatkan menjadi
100% sehingga tidak memberikan kesempatan nyamuk untuk
berkembang biak. Oleh karena itu, pendekatan pemberantasan DBD
yang berwawasan kepedulian masyarakat menjadi salah satu alternatif
pendekatan baru.
Perlu tetap diingat, metode tepat guna untuk mencegah DBD
adalah dengan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) melalui 3M plus
(Menguras, Menutup, dan Mengubur) plus menabur larvasida,
penyebaran ikan pada tempat penampungan air, serta kegiatan lainya
yang dapat mencegah/memberantas nyamuk Aedes berkembang biak.
Surveilans vektor dilakukan melalui kegiatan pemantauan jentik oleh
petugas kesehatan maupun juru/kader pemantau jentik
(Jumantik/Kamantik). Pengembangan sistem surveilans vektor secara
berkala perlu terus dilakukan, terutama dalam kaitannya dengan
perubahan iklim dan pola penyebaran kasus.
| Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2009 58
74. 3. Filariasis
Limpathic Filariasis adalah penyakit parasit dimana cacing
filaria (Wuchereria bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori)
menginfeksi jaringan limfe (getah bening). Parasit ini
ditularkan pada manusia melalui gigitan berbagai jenis nyamuk
yang telah terinfeksi dan kemudian menjadi cacing dewasa
dan hidup di jaringan limfe. Penyakit ini sering menyebabkan
menurunkan daya kerja dan produktifitas serta timbulnya
cacat tubuh yang menetap atau permanen berupa pembesaran
kaki, lengan dan alat kelaminsebagai tanda tingkat lanjut dari
penyakit.
Penyakit ini juga sering disebut Elefantiasis atau yang sering juga
disebut penyakit kaki gajah karena penderitanya sering mengalami
bengkak di kaki yang sangat besar menyerupai kaki gajah. Orang yang
terkena penyakit ini sering tidak dapat melakukan pekerjaan karena
kecatatan mereka atau karena sebagian orang enggan berdekatan
dengan mereka.
Penyebaran penyakit ini banyak ditemukan pada daerah
pedesaan. Sebagai penyakit yang ditularkan melalui gigitan nyamuk
memiliki hubungan erat pada sanitasi lingkungan dan perilaku
| Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2009 59
masyarakat.
75. Hingga saat ini, Filariasis masih menjadi masalah kesehatan
masyarakat Indonesia. Untuk itu, Indonesia melaksanakan Program
Eliminasi Filariasis atas dasar kesepakatan Global WHO tahun 2000,
yaitu “The Global Goal of Elimination of Lymphatic Filariasis as a Public
Health Problem the year 2020”, yang merupakan realisasi dari resolusi
polman mamasa matra majene mamuju provinsi
| Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2009 60
8
1
40
1 2
52
20
0 0 0
5
25
40
7
0 0 0
47
2007 2008 2009
WHA pada tahun 1997.
Wilayah endemic filariasis di Provinsi Sulawesi Barat adalah
Kabupaten Polewali Mandar dan mempunyai kasus filarial terbanyak
pada tahun 2007 hingga 2009. Kabupaten Mamasa mengalami
penambahan kasus filariasis dikarenakan status demografi yang
berdekatan. Tiga kabupaten lain pada tahun 2009 tidak terdapat
penemuan kasus filariasis.
Gambaran kasus filariasis pada wilayah Provinsi Sulawesi Barat
dapat dilihat secara sederhana pada grafik berikut :
Gambar 3.22
Jumlah Kasus Filariasis (Kaki Gajah) Tahun 2007 – 2009.
Sumber : Bidang P2PL Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat, 2010.
76. Meskipun penyakit ini sudah menyebar di semua kabupaten/kota
di Sulawesi Barat dan telah dilakukan survey pemetaan endemitas di
beberapa kabupaten/kota, namun hingga saat ini belum dapat
diketahui secara akurat prevalensi dan jumlah penderita secara pasti.
Penemuan kasus filariasis selama ini hanya setelah timbulnya tanda
tingkat lanjut dari penyakit ini mengingat penyakit ini bersifat kronis.
Belum pernah ditemukan orang yang menderita filaria secara dini
walaupun orang tersebut bermukim di daerah endemis atau terdapat
penderita filariasis disekitarnya.
Dalam upaya mencapai eradikasi filariasis pada tahun 2020
diperlukan upaya pencegahan dan pemberantasan dilakukan dengan
memutus rantai penularan dan mengobati penderita untuk mencegah
infeksi sekunder serta alat/sarana yang sensitive untuk penegakan
diagnosis sehingga penderita dapat ditemukan dalam stadium dini dan
sampai tidak menimbulkan kecatatan.
c. Penyakit yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi (PD3I)
1. Polio dan Acute Flaccid Paralysis (AFP)
Polio adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
virus yang menyerang system syaraf dan dapat
menyebabkan kelumpuhan. Penyakit ini menyerang
semua golongan umur, akan tetapi terutama pada anak
| Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2009 61
77. usia dibawah tiga tahun (>50% dari semua kasus). Virus ini masuk ke
dalam tubuh melalui mulut dan berkembang biak dalam system
pencernaan. Gejala utamanya adalah demam, lelah, sakit kepala,
mual, kaku di leher dan sakit tungkai dan lengan.
AFP adalah kondisi abnormal yang ditandai dengan
melemahnya, lumpuhnya atau hilangnya kekuatan otot tanpa
penyebab yang jelas secara tiba-tiba. Hal ini dapat disebabkan oleh
penyakit atau trauma yang mempengaruhi syaraf yang berhubungan
dengan otot. AFP ini sering juga dijelaskan sebagai tanda cepat
munculnya serangan seperti pada polio.
Kasus AFP adalah semua anak berusia kurang dar 15 tahun
dengan kelumpuhan yang sifatnya layuh yang terjadi secara
mendadak. Sedangkan AFP non polio adalah kasus AFP yang pada
pemeriksaan specimen (tinja) tidak ditemukan virus polio liar yang
ditetapkan oleh tim ahli sebagai kasus AFP dengan kriteria tertentu.
Dalam upaya untuk membebaskan Indonesia dari penyakit polio,
maka pemerintah telah melaksanakan program Eradikasi Polio
(ERAPO). Salah satu wujud dari upaya pemerintah memberantas polio
adalah dengan pemberian imunisasi rutin dasar dan imunisasi massal
pada anak balita melalui Pekan Imunisasi Nasional (PIN). Hal lain yang
dilakukan adalah surveilans AFP yang melakukan pengamatan dan
| Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2009 62
78. penjaringan semua kelumpuhan yang terjadi tanpa melihat diagnosa
dari suatu penyakit.
Indikator keberhasilan ERAPO adalah ditemukannya kasus AFP
minimal 2/100.000 penduduk dan tidak ditemukannya kasus polio
selama lima tahun berturut-turut. Penemuan kasus AFP di Sulawesi
Barat dapat dilihat pada gambar 3.23 berikut :
Gambar 3.23
Jumlah Kasus AFP (lumpuh layuh) Tahun 2007 – 2009.
polman mamasa matra majene mamuju provinsi
Sumber : Bidang P2PL Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat
Jumlah Kasus AFP (lumpuh layuh) Tahun 2007 – 2009.
12,00
10,00
8,00
6,00
4,00
2,00
0,00
Grafik 3.24
| Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2009 63
1
0
1 1
3
6
1
0
2
3
5
11
0 0
2
3
1
6
2007 2008 2009
2007 2008 2009
afp rate 2,00 3,14 2,00
afp 6 11 6
Sumber : Bidang P2PL Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat
79. 2. Difteri
Difteri adalah penyakit yang disebabkan oleh
bakteri Corynebacterium diptheriae yang ditandai
dengan gejala panas tinggi disertai dengan pseudo
membrane (selaput tipis) putih keabu-abuan pada
tenggorok yang tidak mudah lepas dan mudah
berdarah di faring, laring atau tonsil. Terdapat tiga
jenis tipe C.diptheriae yaitu tipe mitis, intermedus
dan gravis yang terbagi menjadi beberapa varian.
Beberapa varian tidak ganas dapat ditemukan pada
selaput mukosa tenggorokan.
Sumber penularan penyakit ini adalah manusia sendiri, baik
sebagai penderita maupun carrier. Seseorang dapat menyebarkan
bakteri deftri melalui droplet infection dan difteri kulit yang
mencemari tanah sekitarnya. Bakteri ini amat sensitive pada faktor-faktor
alam sekitar seperti kekeringan, kepanasan dan sinar matahari.
Difteri disebarkan melalui saluran pernafasan. Tingkat kematian akibat
difteri paling tinggi di kalangan bayi dan orang tua dan kematian
biasanya terjadi dalam masa tiga sampai empat hari.
Penyakit difteri menyerang sistem pernafasan bagian atas yang
ditandai dengan sakit di leher sewaktu menelan, demam ± 380C, sakit
| Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2009 64
80. tekak dan leher membengkak seperti leher sapi (bullneck) dan sesak
nafas disertai stridor.
Penyakit ini seringkali menjadi penyebab kematian pada anak-anak,
namun penyakit ini dapat dicegah dengan kekebalan yang tinggi
melalui pemberian imunisasi DPT1, DPT2 dan DPT3. Kekebalan dapat
juga diperoleh karena menderita sakit, akan tetapi eseorang yang
sembuh dari penyakit difteri tidak selalu mempunyai kekebalan seumur
| Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2009 65
hidup.
Penyakit difteri dimasukkan kedalam kategori penyakit
berpotensi KLB.dikatakan demikian karena penyakit ini dapat
menyebar dengan cepat melalui perantar udara. Apabila pada suatu
daerah telah terdapat atau ditemukan satu kasus difteri maka daerah
tersebut dinyatakan telah terjadi KLB difteri.
Di Provinsi Sulawesi Barat kasus difteri pernah ditemukan di
Kabupaten Polewali Mandar pada tahun 2009 yang merupakan suatu
KLB difteri, akan tetapi penderita difteri tersebut meninggal sehingga
sulit dilakukan suatu Penyelidikan Epidemiologi (PE) KLB. Di
kabupaten lain pada tahun yang sama tidak ditemukan kasus difteri.
Gambaran jumlah kasus difteri ini dapat dilihat pada grafik berikut :
81. | Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2009 66
1
0,9
0,8
0,7
0,6
0,5
0,4
0,3
0,2
0,1
0
polman mamasa matra majene mamuju provinsi
2007 0 0 0 0 0 0
2008 0 0 0 0 0 0
2009 1 0 0 0 0 1
kasus difteri
Gambar 3.25
Cakupan Kejadian Penyakit Difteri
Provinsi Sulawesi Barat, Tahun 2007 – 2009.
Sumber : Bidang P2PL Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat, 2010.
Apabila di suatu tempat terdapat satu kasus difteri probable atau
kasus konfirmasi merupakan suatu KLB. Adanya satu kasus difteri
mengharuskan upaya PE berupa pencarian kasus lain pada kelompok
rentan yang dicurigai, terutama kontak serumah, tetangga, teman
sepermainan, teman sekolah atau tempat bekerja, serta upaya
pencarian sumber penularan awal dan identifikasi kemungkinan
adanya carrier. Disamping identifikasi kasus baru lainnya, identifikasi
cakupan imunisasi pada bayi dan anak sekolah selama 5- 10 tahun
terakhir perlu dilakukan secara cermat. Epidemiologi kasus sekunder
82. dapat menggambarkan tingkat keganasan kuman difteri, terutama
pada kelompok rentan.
3. Campak
Penyakit campak dikenal juga sebagai Morbili
atau Measles, merupakan penyakit akut yang sangat
menular (infeksius) yang disebabkan oleh virus Measles,
90% anak yang tidak kebal akan terserang penyakit
campak. Manusia diperkirakan satu-satunya reservoir,
walaupun monyet dapat terinfeksi tetapi tidak berperan
dalam penyabaran. Walaupun cakupan imunisasi cukup
tinggi, KLB campak mungkin saja masih akan terjadi
yang diantaranya disebabkan adanya akumulasi
anak-anak rentan ditambah 15% anak yang tidak
terbentuk imunitas.
Penyakit campak ditularkan dari orang ke orang melalui percikan
ludah dan transmisi melalui udara terutama melalui bersin, batuk atau
sekresi hidung. Masa penularan 4 hari sebelum rash sampai 4 hari
setelah timbul rash, puncak penularan pada gejala awal (fase
promordial) berupa bercak kemerahan, batuk-pilek dan diiuti dengan
timbul ruam di seluruh tubuh pada 1-3 hari pertama sakit.
| Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2009 67
83. Penyakit campak akan menunjukkan gejala panas badan biasanya
≥ 380C selama 3 hari atau lebih, disertai salah satu atau lebih gejala
batuk, pilek, mata merah atau mata berair. Ditemukan koplik’s atau
bercak putih keabuan dengan dasar merah di pipi bagian dalam.
Bercak kemerahan/rash yang mulai dari belakang telinga pada tubuh
berbentuk makulo papular selama 3 hari atau lebih, beberapa hari (4-7
hari) keseluruh tubuh. Bercak kemerahan makulo papular setelah 1
minggu sampai 1 bulan berubah menjadi kehitaman disertai kulit
| Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2009 68
bersisik.
Sebagian besar penderita campak akan sembuh, komplikasi sering
terjadi pada anak usia <5 tahun dan penderita dewasa usia >20
tahun. Kasus campak pada penderita malnutrisi dan defisiensi Vitamin
A serta imunidefisiensi (HIV), campak dapat menjadi lebih berat atau
fatal.
Penyakit campak sering menyebabkan KLB, dimana kematian
akibat campak pada umumnya disebabkan komplikasi dengan
penyakit lain seperti bronchopneumonia, diar berat, meningitis dan
gizi buruk serta penanganan terlambat.
Di Provinsi Sulawesi Barat kasus campak pada tahun 2009
tertinggi ditemukan di Kabupaten Mamuju sebanyak 42 kasus dan
terendah di Kabupaten Majene sebanyak 5 kasus. Trend penyakit
campak dari tahun 2007 sampai 2009 mengalami penurunan secara
84. signifikant. Gambaran jumlah kasus campak ini dapat dilihat pada
grafik berikut :
| Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2009 69
350
300
250
200
150
100
50
0
polman mamasa matra majene mamuju provinsi
2007 0 45 91 37 129 302
2008 133 0 20 9 55 217
2009 13 8 15 5 42 83
kasus campak
Gambar 3.26
Cakupan Kejadian Penyakit Campak
Provinsi Sulawesi Barat, Tahun 2007 – 2009.
Sumber : Bidang P2PL Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat
Penurunan jumlah kasus campak di provinsi Sulawesi Barat
disebabkan cakupan imunisasi yang cukup baik terhadap semua bayi
dan anak balita sehingga anak-anak dapat terlindung dari penyakit
campak. Penurunan kasus campak sangat tajam di Provinsi Sulawesi
Barat karena adanya kampanye campak dan chacth up yang dilakukan
pada tahun 2007 dengan sasaran semua bayi, balita dan anak sekolah
dengan tidak memandang status imunisasi sebelumnya.
85. 4. Hepatitis
| Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2009 70
`
Hepatitis B adalah penyakit yang disebabkan oleh virus
hepatitis B yang dapat merusak hati. Penyebaran penyakit ini
dapat melalui suntikan tidak aman, penurunan dari ibu ke bayi
selama persalinan dan melalui hubungan seksual. Infeksi pada
anak-anak biasanya tidak menimbulkan gejala dan kalaupun
ada biasanya adalah gangguan pada perut, lemah dan urine
menjadi kuning. Penyakit ini dapat menjadi kronis dan
menimbulkan cirrhosis hepatis dan kematian.
Di Provinsi Sulawesi Barat kasus hepatitis B dari tahun 2007
sampai tahun 2009 ditemukan pada satu kabupaten yaitu Kabupaten
Mamuju dengan jumlah tidak jauh berbeda setiap tahunnya. Hal ini
dapat dilihat pada grafik berikut :
86. | Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2009 71
180
160
140
120
100
80
60
40
20
0
polman mamasa matra majene mamuju provinsi
2007 0 0 0 0 167 167
2008 0 0 0 0 170 170
2009 0 0 0 0 166 166
kasus hepatitis
Gambar 3.27
Cakupan Kejadian Penyakit Hepatitis B
Provinsi Sulawesi Barat, Tahun 2007 – 2009.
Sumber : Bidang P2PL Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat, 2010.
4. Tetanus dan Tetanus Neonatorium (TN)
Tetanus adalah penyakit yang disebabkan Clostridium tetani,
terdiri dari tetanus neonatorium yaitu tetanus pada bayi dan tetanus
dengan riwayat luka. Kejadian tetanus neonatorium dapat dicegah
dengan upaya pertolongan persalinan yang higienis ditunjang dengan
imunisasi tetanus toxoid (TT) pada ibu hamil.
Sampai saat ini belum ada kasus Tetanus Neonatorum yang
dilaporkan secara tertulis dari tiap kabupaten di Provinsi Sulawesi
Barat.
87. 5. Pertusis
Pertusis adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Bardetella
pertusis yang ditandai dengan gejala batuk beruntun dan disertai
dengan tarikan nafas “hup” yang khas dengan disertai dengan muntah
dan lebih sering. Lama batuk dapat terjadi sampai 1 sampai 3 bulan
sehingga sering disebut dan dikenal sebagai batuk 100 hari.
Sampai saat ini belum ada kasus TN yang dilaporkan secara
tertulis dari tiap kabupaten di Provinsi Sulawesi Barat.
| Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2009 72
III. Status Gizi
a. Kunjungan Neonatus (KN 1 dan KN2)
Bayi hingga usia satu bulan merupakan golongan umur yang
memiliki risiko gangguan kesehatan paling tinggi. Upaya kesehatan
yang dilakukan untuk mengurangi risiko tersebut antar lain dengan
melakuan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan dan
pelayanan kesehatan pada neonates (0-28) hari minimal dua kali, satu
kali pada umur 0-7 hari (KN1) dab satu lagi pada umur 8-28 hari
(KN2).
Dalam melaksanakan pelayanan neonatus, petugas kesehatan di
samping melakukan pemeriksaan kesehatan nayi juga melakukan
konseling perawatan bayi kepada ibu. Pelayanan tersebut meliputi
pelayanan kesehatan neonatal dasar (tindakan resusitasi, pencegahan
hipotermia, pemberian ASI dini dan ekslusif, pencegahan infeksi
88. berupa perawatan mata, tali pusat, kulit dan pemberian imunisasi);
pemberian vitamin K; manajemen terpadu balita muda (MTBM); dan
penyuluhan perawatan neonates dirumah menggunakan buku KIA
Cakupan kunjungan neonatal (KN2) antara tahun 2006-2009
cenderung menurun. Cakupan KN2 selama periode tahun 2006-2009
dapat dilihat pada gambar 3.28 berikut ini:
Gambar 3.28
Persentase Kunjungan Neonatus (KN2)
Tahun 2006-2009
120
100
80
60
40
20
Sumber : Bina Kesehatan Masyarakat, Dinkes Sulbar
Tahun 2009 kabupaten dengan kunjungan neonatus (KN2)
tertinggi adalah kabupaten Majene (88,39%) dan Polewali Mandar
(66%) sedangkan kabupaten dengan cakupan neonates terendah
adalah kabupaten Mamasa (47%) seperti terlihat pada gambar 3.29 di
| Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2009 73
bawah ini :
98,63
82,28
72,79
63,7
0
2006 2007 2008 2009