1. Validitas 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menjadi bangsa yang maju merupakan cita-cita yang ingin dicapai oleh
setiap negara di dunia. Sudah menjadi rahasia umum bahwa maju atau
tidaknya suatu negara sangat di pengaruhi oleh faktor pendidikan. Menurut
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
Pasal 1 ayat (1) dimaksudkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa
dan negara. Tujuan dari pendidikan nasional adalah untuk mengembangkan
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Keberhasilan sistem pendidikan pada suatu negara berpengaruh besar
terhadap output dari sistem pendidikan yaitu sumber daya manusia yang
berkualitas. Dalam mewujudkan keberhasilan sistem pendidikan tersebut,
maka perlu adanya kebersatuan dari berbagai komponen yang mempengaruhi
sistem pendidikan itu sendiri. Komponen-komponen tersebut meliputi
kurikulum, proses pembelajaran, dan evaluasi pembelajaran.
Proses pembelajaran merupakan upaya yang dilakukan guru untuk
mencapai tujuan yang dirumuskan dalam kurikulum, sedangkan evaluasi
merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan untuk mengukur dan menilai
tingkat pencapaian kurikulum. Oleh sebab itu, untuk mengetahui tercapai atau
tidaknya tujuan pembelajaran, maka perlu diadakannya suatu evaluasi.
Evaluasi merupakan suatu tindakan yang dilakukan oleh evaluator
terhadap suatu peristiwa atau kejadian. Penentuan dari evaluasi selalu
didahului dengan kegiatan pengukuran dan penilaian. Alat evaluasi yang
digunakan sebagai sarana untuk menentukan penilaian adalah soal atau tes.
2. Validitas 2
Soal atau tes sebagai alat penilaian dalam pendidikan mempunyai peranan
yang penting dalam mengukur prestasi hasil belajar siswa.
Keberhasilan mengungkapkan hasil dan proses belajar siswa
sebagaimana adanya (objektivitas hasil penilaian) sangat tergantung pada
kualitas alat penilaian di samping pada cara pelaksanaannya. Hasil dari sebuah
evalusi di kenal dengan data evaluasi. Data evaluasi yang baik dan sesuai
dengan kenyataan disebut sebagai data yang valid. Untuk memperoleh hasil
evaluasi yang valid, maka disyaratkan bahwa instrumen atau alat evaluasi
yang dipergunakan haruslah juga valid. Dalam hal ini instrumen atau alat
evaluasi yang dimaksud adalah soal atau tes. Kriteria untuk memperoleh soal
yang baik sehingga memperoleh hasil pengukuran yang valid pula, maka salah
satunya perlu memperhatikan konsep validitas. Konsep validitas ini mengacu
pada aspek ketepatan dan kecermatan hasil pengukuran.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis menganggap perlunya adanya
pembahasan lebih lanjut mengenai konsep validitas tersebut. Oleh karena itu,
penulis menyusun makalah yang berjudul “Validitas”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, adapun rumusan masalah yang akan
dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Apa pengertian validitas?
2. Apa saja teknik pengujian validitas tes hasil belajar?
3. Bagaimana cara menghitung validitas alat ukur secara keseluruhan?
4. Bagaimana cara menghitung validitas butir soal atau validitas item?
5. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi validitas suatu alat ukur?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu :
1. Untuk mengetahui pengertian validitas.
2. Untuk mengetahui teknik pengujian validitas tes hasil belajar.
3. Untuk mengetahui cara menghitung validitas alat ukur secara keseluruhan.
4. Untuk mengetahui cara menghitung validitas butir soal atau validitas item.
3. Validitas 3
5. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi validitas suatu alat
ukur.
1.4 Manfaat Penulisan
1. Bagi Penulis
Penulisan makalah ini akan membantu penulis selaku calon tenaga
pendidik, untuk mengetahui lebih banyak mengenai validitas.
2. Bagi Pembaca
Penulisan makalah ini dapat dijadikan bahan ajar dan referensi bagi
pembaca untuk memahami lebih dalam mengenai validitas serta penulisan
makalah ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pengetahuan bagi
guru, mahasiswa maupun pembaca lainnya mengenai validitas tersebut.
4. Validitas 4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Validitas
Menurut Azwar (2012: 8) validitas berasal dari kata validity yang
mempunyai arti sejauh mana akurasi suatu tes atau skala dalam menjalankan
fungsi pengukurannya. Menurut Arikunto (2007: 65) validitas adalah suatu
ukuran yang menunjukkan tingkat kesahihan suatu tes. Menurut Surapranata
(2004: 50) validitas adalah suatu konsep yang berkaitan dengan sejauhmana
tes telah mengukur apa yang seharusnya diukur. Berdasarkan beberapa
pendapat tentang pengertian validitas di atas, maka dapat diambil kesimpulan
bahwa validitas adalah suatu standar ukuran yang menunjukkan akurasi dan
kesahihan suatu instrumen.
Scarvia B. Anderson dalam Arikunto (2007: 69) menyebutkan “A test is
valid if it measures what it purpose to measure”, yang artinya suatu tes
dikatakan valid apabila tes tersebut mengukur apa yang hendak diukur. Suatu
pengukuran mempunyai validitas yang tinggi apabila menghasilkan data
secara akurat, memberikan gambaran mengenai variabel yang diukur seperti
dikehendaki oleh tujuan pengukuran tersebut. Akurat dalam hal ini berarti
tepat dan cermat sehingga apabila tes menghasilkan data yang tidak relevan
dengan tujuan pengukuran maka dikatakan sebagai pengukuran yang memiliki
validitas rendah.
Menurut Azwar (2012: 9) yang mengatakan bahwa valid atau tidaknya
suatu pengukuran tergantung pada kemampuan alat ukur tersebut mencapai
tujuan pengukuran yang dikehendaki dengan tepat. Suatu tes yang dirancang
untuk mengukur variabel A dan kemudian memberikan hasil pengukuran
mengenai variabel A, dikatakan sebagai alat ukur yang hasilnya valid.
Sebaliknya, suatu tes yang dirancang mengukur variabel A akan tetapi
menghasilkan data mengenai variabel A’ atau bahkan B, dikatakan sebagai
alat ukur yang fungsinya tidak valid untuk mengukur variabel A, tetapi valid
untuk mengukur variabel A’ atau B.
5. Validitas 5
Sisi lain dari pengertian validitas adalah aspek kecermatan pengukuran.
Suatu alat ukur yang valid tidak hanya mampu menghasilkan data yang tepat
akan tetapi juga harus memberikan gambaran yang cermat mengenai data
tersebut. Cermat berarti bahwa pengukuran itu dapat memberikan gambaran
mengenai perbedaan yang sekecil- kecilnya di antara subjek yang satu dengan
yang lain. Sebagai contoh, dalam bidang pengukuran aspek fisik, bila kita
hendak mengetahui berat sebuah cincin emas maka kita harus menggunakan
alat penimbang berat emas agar hasil penimbangannnya valid, yaitu tepat dan
cermat. Sebuah alat penimbang badan memang mengukur berat, akan tetapi
tidaklah cukup cermat guna menimbang berat cincin emas, karena perbedaan
berat yang sangat kecil pada berat emas itu tidak akan terlihat pada alat ukur
berat badan.
Demikian pula kita ingin mengetahui waktu tempuh yang diperlukan
dalam perjalanan dari satu kota ke kota lainnya, maka sebuah jam tangan biasa
akan dianggap cukup cermat untuk menghitung waktu dalam satuan jam dan
menit sehingga akan menghasikan pengukuran waktu yang valid. Akan tetapi,
jam tangan yang sama tentu tidak dapat memberikan hasil ukur yang valid
mengenai waktu yang diperlukan seorang atlit pelari cepat dalam menempuh
jarak 100 meter, dikarenakan dalam hal itu diperlukan alat ukur yang dapat
memberikan perbedaan satuan waktu terkecil sampai kepada pecahan detik
yaitu stopwatch.
Menggunakan alat ukur yang bertujuan untuk mengukur suatu aspek
tertentu akan tetapi tidak dapat memberikan hasil ukur yang cermat dan teliti,
tentu akan menimbulkan kesalahan atau eror. Kesalahan itu dapat berupa hasil
yang terlalu tinggi (overestimated) atau yang terlalu rendah (underestimated).
Alat ukur yang valid akan memiliki tingkat kesalahan yang kecil sehingga
angka yang dihasilkannya dapat dipercaya sebagai angka yang sebenarnya
atau angka yang mendekati keadaan sebenarnya.
Validitas adalah pertimbangan yang paling utama dalam mengevaluasi
kualitas tes sebagai instrumen ukur. Konsep validitas mengacu kepada
kelayakan inferensi tertentu yang dapat dibuat berdasarkan skor hasil tes yang
bersangkutan. Pengertian validitas sangat erat berkaitan dengan masalah
6. Validitas 6
tujuan suatu pengukuran. Oleh karena itu, tidak ada validitas yang berlaku
umum untuk semua tujuan pengukuran. Suatu alat ukur dirancang hanya untuk
suatu tujuan yang spesifik sehingga hanya menghasilkan data yang valid untuk
tujuan tersebut saja.
2.2 Teknik Pengujian Validitas Tes Hasil Belajar
Penganalisisan terhadap tes hasil belajar sebagai suatu totalitas dapat
dilakukan melalui dua cara yaitu:
1. Penganalisisan yang dilakukan dengan jalan berpikir secara rasional atau
penganalisisan dengan menggunakan logika (logical analysis).
2. Penganalisisan yang dilakukan dengan mendasarkan diri kepada kenyataan
empiris, di mana penganalisisan dilaksanakan dengan menggunakan
empirical analysis.
Oleh karena itu, pengujian validitas terhadap tes hasil belajar juga
diklasifikasikan kedalam dua jenis yaitu pengujian validitas tes secara rasional
dan pengujian validitas tes secara empirik.
Pengujian validitas tes secara rasional atau secara logis (teoritik) dapat
dilakukan penelusuran dari tiga segi, yaitu dari segi isinya (content), segi
susunan atau konstruksinya (construct), selain itu adapula dari segi validitas
muka (face validity). Sedangkan pengujian validitas tes secara empirik dapat
dilakukan penelusuran dari dua segi, yaitu dari segi daya ketepatan
meramalnya (predictive validity) dan daya ketepatan bandingannya
(concurrent validity).
7. Validitas 7
Dalam Suherman (1993:130), pengujian validitas secara diagram
digambarkan sebagai berikut.
2.2.1 Pengujian Validitas Tes Secara Rasional (Logical Validity)
Tes hasil belajar yang telah dilakukan penganalisisan secara
rasional dan memiliki daya ketepatan mengukur, disebut tes hasil belajar
yang telah memiliki validitas logika (logical validity). Istilah lain untuk
validitas logika adalah: validitas rasional, validitas ideal, validitas
teoritik atau validitas das sollen. Validitas rasional adalah validitas yang
diperoleh atas dasar hasil pemikiran dan dengan berpikir secara logis
(Wahidmurni dalam Sudaryono, 2012). Untuk dapat menentukan apakah
tes hasil belajar sudah memiliki validitas rasional, maka dapat dilakukan
penelusuran dari tiga segi, yaitu dari segi isinya (content) dan dari segi
susunan atau konstruksinya (construct) dan dari segi muka (face).
Sehingga dikenal adanya istilah validitas isi (content validity), validitas
konstruk (construct validity) dan juga validitas muka (face validity).
Secara lebih terperinci, macam validitas yang termasuk dalam pengujian
Validitas
Validitas Teoritik
(Logis)
Validitas Empirik
(Kriterium)
Validitas
Konstruksi
Validitas
Muka
Validitas isi Validitas
Banding
Validitas
Ramal
8. Validitas 8
validitas tes secara rasional (logical validity) akan diuraikan dalam
pembahasan berikut ini.
2.2.1.1 Validitas Isi (Content Validity)
Validitas isi (Content Validity) adalah ketepatan suatu alat ukur
ditinjau dari isi alat ukur tersebut. Menurut Suherman (1993: 131),
validitas isi suatu alat evaluasi artinya ketepatan alat tersebut ditinjau
dari segi materi yang dievaluasikan, yaitu materi yang digunakan dalam
alat evaluasi merupakan sampel representatif dari pengetahuan yang
harus dikuasai.
Isi atau materi dari suatu alat ukur harus sesuai dengan apa yang
telah diajarkan berdasarkan kurikulum. Dengan kata lain, sebuah tes
dikatakan memiliki validitas isi apabila mengukur tujuan khusus tertentu
yang sejajar dengan materi atau isi pelajaran dan telah tertera pada
kurikulum. Oleh karena materi yang diajarkan tertera dalam kurikulum
maka validitas isi ini sering disebut validitas kurikuler. Validitas isi
dapat diusahakan tercapainya sejak saat penyusunannya, dengan cara
memerinci materi kurikulum atau materi buku pelajaran.
Saifuddin Azwar (1992: 42) menyatakan bahwa terdapat dua
pertanyaan yang harus dicari jawabannya dalam validitas isi ini, yaitu:
1. Apakah masing-masing item dalam tes layak untuk mengungkap
atribut yang diukur sesuai dengan indikator keperilakuannya?
2. Apakah item-item dalam tes telah mencakup keseluruhan domain
isi yang hendak diukur?
Pengertian dari “mencakup keseluruhan domain isi” tidak saja
mengatakan bahwa domain tes harus komprehensif isinya, akan tetapi
harus pula hanya memuat item-item yang relevan dengan tujuan ukur,
yaitu yang tidak keluar dari batasan tujuan ukur. Sehingga apabila tes
tersebut mengikutsertakan item-item yang tidak relevan serta keluar dari
batasan tujuan ukur, maka validitas tes tersebut tidak dapat dikatakan
memenuhi ciri validitas atau disebut sebagai tes yang tidak valid.
9. Validitas 9
Sebagai sebuah contoh, Misalkan akan diberikan tes Matematika
untuk siswa kelas 3 SMP, maka item-item dari tes tersebut haruslah
berasal dari materi pelajaran kelas 3 SMP. Apabila dalam tes tersebut
disisipkan item-item yang bersumber dari materi pelajaran di luar kelas 3
SMP, maka tes tersebut dikatakan sudah tidak valid lagi berdasarkan
ketentuan validitas isi.
Untuk menilai apakah suatu tes memiliki validitas isi atau tidak,
maka dapat dilakukan dengan jalan membandingkan materi dalam butir
tes tersebut dengan analisa rasional yang telah dilakukan terhadap
bahan-bahan yang seharusnya dipergunakan dalam menyusun tes,
analisa ini dapat berupa kisi-kisi tes. Apabila materi tes telah cocok
dengan analisa rasional yang telah dilakukan, maka itu berarti tes yang
tersusun mempunyai validitas isi. Sebaliknya apabila materi tes tersebut
menyimpang dari analisa rasional, maka berarti tes tersebut tidak valid
ditinjau dari validitas isinya.
2.2.1.2 Validitas Muka (Face Validity)
Dalam Saifuddin Azwar (1992: 42) dan beberapa refrensi lainnya,
seringkali memasukkan validitas muka (face validity) kedalam bagian
dari validitas isi. Pengertian dari validitas muka (face validity) adalah
membuat keputusan mengenai kelayakan suatu tes atau instrumen
penilaian lainnya berdasarkan penampilan, bukan kriteria objektif. Oleh
karena hanya didasarkan pada penilaian terhadap format penampilan
(appearance) tes, maka seringkali face validity dikategorikan sebagai
tipe validitas yang paling rendah signifikasinya. Sehingga validitas tipe
ini tentu tidak menjadi hal yang perlu dirisaukan apabila suatu tes telah
terbukti valid lewat pengujian validitas tipe lain yang lebih dapat
diandalkan.
Apabila konteks dari item-item dalam tes telah sesuai dengan
tujuan yang disebutkan oleh nama tes dan apabila pada saat penampilan
tes telah meyakinkan dan memberikan kesan mampu mengungkap apa
yang hendak diukur, maka dapat dikatakan bahwa validitas muka telah
10. Validitas 10
terpenuhi. Saifuddin Azwar (1992: 43) memberikan sebuah contoh yaitu
suatu tes sudah pasti dikatakan tidak valid berdasarkan validitas muka
apabila tes yang menurut namanya mengukur kemampuan verbal, akan
tetapi item-itemnya dipenuhi oleh formula matematika.
Meskipun face validity dikategorikan sebagai tipe validitas yang
paling rendah signifikansinya, akan tetapi bukan berarti bahwa validitas
ini tidak penting. Penampilan dari suatu tes sesungguhnya cukup
berdampak pada keyakinan seseorang dalam mengerjakan item-item
soalnya. Tes yang memiliki validitas muka yang tinggi akan terlihat
meyakinkan sehingga akan memancing motivasi individu yang dites
untuk menghadapi tes dengan sungguh-sungguh. Motivasi termasuk
aspek yang penting dalam prosedur pengetesan.
Pembahasan validitas muka dalam suatu tes, juga dapat
menyangkut bentuk soal, baik berupa pertanyaan, pernyataan ataupun
kalimat suruhan. Dalam konteks ini, keabsahan susunan kalimat atau
kata-kata yang dipergunakan dalam soal dituntut untuk jelas
pengertiannya atau tidak menimbulkan tafsiran yang beragam. Apabila
suatu soal sulit dipahami maksudnya, yang kemudian berakibat
responden tidak dapat menjawabnya, maka ini berarti validitas muka dari
tes tersebut tidak baik. Responden bukan berarti tidak dapat menjawab
soal tersebut dengan baik karena kurangnya kemampuan, akan tetapi
dalam situasi ini soal dalam tes yang kurang dapat dipahami.
Sebagai contoh lainnya, tes yang memuat tulisan yang berdesakan,
tanda baca dan notasi yang kurang jelas, atau dicetak pada kertas yang
memiliki kualitas buruk, maka dikatakan tes ini memiliki muka yang
tidak meyakinkan, sehingga tidak akan mendapat apresiasi yang baik
dari calon responden dalam mengerjakan tes. Hal ini bisa jadi membuat
responden menjawab tes secara asal-asalan, sehingga hasil tes menjadi
tidak maksimal dan berdampak pada data yang diperoleh menjadi tidak
valid.
11. Validitas 11
2.2.1.3 Validitas Konstruk (Construct Validity)
Secara terminologis, suatu tes hasil belajar dinyatakan sebagai tes
yang memiliki validitas konstruk apabila tes tersebut jika ditinjau dari
segi susunan, kerangka atau rekaannya telah dapat mencerminkan suatu
konstruksi dalam teori psikologis. Tentang istilah “konsruksi dalam teori
psikologis” ini perlu dijelaskan bahwa para ahli di bidang psikologis
mengemukakan teori yang menyatakan jiwa dari seorang peserta didik
itu dapat dirinci ke dalam beberapa aspek atau ranah tertentu. Benjamin
S. Bloom (dalam Sudaryono, 2012) misalnya merincinya dalam tiga
aspek kejiwaan yaitu aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek
psikomotorik.
Validitas konstruk juga dikenal dengan istilah validitas susunan.
Namun istilah susunan yang dimaksudkan bukanlah dilihat dari susunan
kalimat soal atau urutan nomor butir soal, melainkan bahwa tes tersebut
secara tepat telah mengukur aspek perkembangan peserta didik, seperti
aspek kognitif, afektif, psikomotor, sebagaimana yang telah ditentukan
dalam indikator pencapaian pembelajaran.
Terdapat pula pengertian yang menjelaskan bahwa validitas
konstruk ini dapat mengandung arti bahwa suatu alat ukur dikatakan
valid apabila telah cocok dengan konstruksi teoritik dimana tes tersebut
dibuat. Dengan kata lain sebuah tes dikatakan memiliki validitas
konstruksi apabila soal-soalnya mengukur setiap aspek berpikir seperti
diuraikan dalam standar kompetensi, kompetensi dasar, maupun
indikator yang terdapat dalam kurikulum.
Penganalisisan validitas konstruk dari suatu tes hasil belajar dapat
dilakukan dengan jalan melakukan pencocokan antara aspek-aspek
berpikir yang terkandung dalam tes hasil belajar tersebut, dengan aspek-
aspek berpikir yang dikehendaki untuk diungkap oleh indikator
pencapaian dalam pembelajaran. Dengan demikian seperti halnya pada
penganalisisan validitas isi, kegiatan menganalisis validitas konstruk
dilakukan secara rasional, dengan berpikir kritis atau menggunakan
logika. Jika secara logis atau secara rasional menunjukkan bahwa aspek-
12. Validitas 12
aspek berpikir yang diungkap sudah secara tepat mencerminkan aspek-
aspek berpikir yang dikehendaki, maka tes hasil belajar dapat dinyatakan
sebagai tes yang valid dari segi susunannya, atau telah memiliki validitas
konstruk.
Contohnya, jika kita akan membuat tes matematika untuk
mahasiswa fakultas ekonomi, maka soal-soal matematika itu harus
diusahakan memuat masalah ekonomi. Soal matematika untuk calon
pilot pesawat terbang harus memuat masalah kedirgantaraan. Soal
matematika untuk calon dokter harus memuat masalah kesehatan dan
sebagainya. Sebaliknya jika soal matematika untuk calon mahasiswa
ekonomi banyak berisi permasalahan teknik, pertanian, atau kesehatan,
maka soal tersebut validitas konstruksinya tidak baik. Jadi, validitas
konstruksi dapat dikatakan sebagai kesesuaian materi dalam alat evaluasi
itu dengan tujuan evaluasi yang bersangkutan.
2.2.2 Pengujian Validitas Tes Secara Empirik
Menurut Djaali dan Mulyono (dalam Sudaryono, 2012) validitas
empirik atau validitas kriteria suatu tes ditentukan berdasarkan data
hasil ukur instrumen yang bersangkutan, baik melalui uji coba atau
yang ditentukan berdasarkan kriteria. Dengan kata lain, validitas
empirik adalah validitas yang bersumber atau diperoleh atas dasar
pengamatan di lapangan.
Untuk dapat menentukan apakah tes hasil belajar sudah memiliki
validitas empirik atau belum, dapat dilakukan penelusuran dari dua segi
yaitu dari segi daya ketepatan meramalnya (predictive validity) dan dari
segi daya ketepatan bandingannya (concurrent validity).
2.2.2.1 Validitas Ramalan atau Validitas Prediksi (Predictive Validity)
Validitas ramalan adalah suatu kondisi yang menunjukan
seberapa jauhkah sebuah tes dapat dengan tepat menunjukan
kemampuannya untuk meramalkan apa yang akan terjadi pada masa
mendatang. Dapat diartikan pula menunjukkan adanya hubungan
13. Validitas 13
antara tes skor yang diperoleh, dengan keadaan yang akan terjadi di
waktu yang akan datang.
Untuk mengetahui apakah suatu tes hasil belajar dapat
dinyatakan sebagai tes yang telah memiliki validitas ramalan atau
belum, dapat ditempuh dengan cara mencari korelasi antara tes hasil
belajar yang sedang diuji validitas ramalannya dengan kriteria tertentu,
jika kedua variabel tersebut terdapat korelasi positif yang signifikan,
maka tes hasil belajar yang sedang diuji validitas ramalannya dapat
dinyatakan sebagai tes hasil belajar yang telah memiliki daya ramalan
yang tepat, artinya apa yang diramalkan tersebut benar-benar terjadi
secara nyata dalam praktek.
Contoh sederhana, yaitu terjadi pada penerimaan mahasiswa baru
berdasarkan hasil tes seleksi setelah mereka lulus SMA. Peserta tes
yang memiliki nilai yang bagus di tes seleksi tersebut, lalu diterima di
perguruan tinggi, maka diperkirakan akan berhasil ketika mereka
belajar di perguruan tinggi. Apabila hal itu terjadi, maka tes masuk
perguruan tinggi dikatakan memiliki validitas prediksi yang baik.
Sebaliknya, apabila hasil belajar siswa setelah di perguruan tinggi
kurang baik, maka tes seleksi yang dimaksud tidak memiliki validitas
yang baik.
Untuk menentukan validitas ramalan, dapat digunakan alat
pembanding berupa nilai-nilai yang diperoleh dari hasil perkuliahan.
Jika nilai tes seleksi masuk perguruan tinggi dan nilai hasil perkuliahan
berkorelasi tinggi, berarti validitas prediksi tes tersebut adalah tinggi.
Sebaliknya, jika berkorelasi rendah atau sama sekali tidak berkorelasi,
bahkan berkorelasi negatif, maka ini berarti validitas prediksi tes
seleksi masuk perguruan tinggi tersebut adalah tidak baik.
2.2.2.2 Validitas Bandingan atau Validitas Konkuren (Concurrent
Validity).
Suatu tes sebagai alat pengukur dikatakan memiliki validitas
bandingan apabila dalam kurun waktu yang sama, dengan tepat telah
14. Validitas 14
mampu menunjukkan adanya hubungan searah antara tes pertama
dengan tes berikutnya. Validitas bandingan juga dikenal dengan istilah
validitas pengalaman atau validitas ada sekarang. Dikatakan validitas
pengalaman karena validitas tes tersebut ditentukan atas dasar
pengalaman yang telah diperoleh. Sedangkan dikatakan validitas ada
sekarang, sebab validitas itu dikaitkan dengan hal-hal yang telah ada,
sehingga data mengenai pengalaman masa lalu itu pada saat sekarang
ini sudah berada ditangan.
Dalam rangka menguji validitas bandingan, data yang
mencerminkan pengalaman yang diperoleh pada masa lalu itu, kita
bandingkan dengan hasil tes yang diperoleh sekarang ini. Jika hasil tes
yang ada sekarang ini mempunyai hubungan searah dengan hasil tes
berdasarkan pengalaman yang lalu, maka tes yang memiliki
karakteristik seperti itu dapat dikatakan telah memiliki validitas
bandingan menurut Sudijono (dalam Sudaryono, 2012).
Seperti halnya validitas ramalan, maka untuk dapat mengetahui
ada atau tidaknya hubungan searah antara tes pertama dengan tes
berikutnya, dapat digunakan teknik analisis korelasi yaitu analisis
korelasi product moment. Jika korelasi variabel X (tes pertama)
dengan variabel Y (tes berikutnya) adalah positif, maka tes tersebut
dapat dinyatakan sebagai tes yang telah memiliki validitas bandingan.
Misalnya alat evaluasi yang diselidiki validitasnya adalah tes
matematika buatan guru. Adapun kriterium yang dipergunakan adalah
nilai rata-rata harian atau nilai tes akhir semester yang telah ada
sebelumnya, dengan asumsi hasil evaluasi yang digunakan untuk
kriterium itu telah mencerminkan kemampuan siswa sebenarnya. Hal
ini dilakukan berhubung tes matematika yang telah dibakukan belum
ada. Kedua tes diberikan kepada subjek (siswa) yang sama. Apabila
kedua nilai atau skor itu berkolerasi tinggi, maka tes buatan guru
tersebut memiliki validitas yang tinggi pula. Sebaliknya apabila tidak
terdapat korelasi atau korelasinya rendah maka tes yang dibuat
mempunyai validitas yang buruk.
15. Validitas 15
2.3 Cara Menghitung Validitas Alat Ukur Secara Keseluruhan
Cara menentukan tingkat (indeks) validitas ialah dengan menghitung
koefisien korelasi antara alat ukur yang akan dicari validitasnya, dengan alat
ukur yang telah dilaksanakan atau ada sebelumnya. Dengan asumsi bahwa alat
ukur yang telah ada sebelumnya memiliki validitas yang tinggi (baik),
sehingga hasil evaluasi yang digunakan sebagai kriteria itu telah
mencerminkan kemampuan siswa sebenarnya. Alat ukur yang sering dijadikan
sebagai alat evaluasi kemampuan siswa adalah berupa kumpulan soal-soal
atau yang disebut juga dengan tes.
Untuk tipe test objektif maupun tipe tes uraian dapat ditentukan validitas
dari tes secara keseluruhan. Salah satu cara yang dapat dipergunakan untuk
menentukan validitas tes secara keseluruhan tersebut adalah dengan
menggunakan teknik pengukuran. Adapun teknik yang digunakan untuk
mengukur validitas tes secara keseluruhan adalah teknik Korelasi Product
Moment yang dikemukakan oleh Pearson. Dalam hal ini variable X mewakili
skor total yang diperoleh siswa dari tes yang akan dicari validitasnya,
sedangkan variable Y menunjukkan skor total tes lainnya yang dijadikan
sebagai kriterium atau pembanding.
Terdapat dua buah rumus korelasi Product Moment yang dikemukakan
oleh Pearson. Diantaranya yaitu sebagai berikut.
1. Korelasi Product Moment dengan Simpangan
Rumus korelasi product moment dengan simpangan adalah sebagai
berikut.
22
yx
xy
rxy
2. Korelasi Product moment dengan Angka Kasar
Rumus korelasi product moment dengan angka kasar adalah sebagai
berikut.
2222
YYNXXN
YXXYN
rXY
16. Validitas 16
Keterangan:
XYr = koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y, dua variabel
yang dikorelasikan ( XXx dan YYy )
xy = jumlah perkalian x dengan y
2
x = kuadrat dari x
2
y = kuadrat dari y
N = banyak subjek
Contohnya : Misalkan untuk mencari validitas tes matematika (X) di perguruan
tinggi, dengan kriterium yaitu nilai matematika hasil tes seleksi
masuk perguruan tinggi (Y), maka dapat digunakan 2 cara yaitu
sebagai berikut.
a. Korelasi Product Moment dengan Simpangan
Tabel 2.1. Validitas nilai tes matematika di perguruan tinggi dengan skor
simpangan
No Peserta Tes X Y X Y x y 2
x
2
y xy
1 Vani 8 6 7.467 6.067 0.533 -0.067 0.284 0.004 -0.036
2 Sukma 7 6 7.467 6.067 -0.467 -0.067 0.218 0.004 0.031
3 Vierra 6 4 7.467 6.067 -1.467 -2.067 2.151 4.271 3.031
4 Aura 7 6 7.467 6.067 -0.467 -0.067 0.218 0.004 0.031
5 Wina 8 7 7.467 6.067 0.533 0.933 0.284 0.871 0.498
6 Bagus 7 5 7.467 6.067 -0.467 -1.067 0.218 1.138 0.498
7 Bagas 6 5 7.467 6.067 -1.467 -1.067 2.151 1.138 1.564
8 Gung Gus 8 7 7.467 6.067 0.533 0.933 0.284 0.871 0.498
9 Dika 7 7 7.467 6.067 -0.467 0.933 0.218 0.871 -0.436
10 Nita 8 7 7.467 6.067 0.533 0.933 0.284 0.871 0.498
11 Kimi 8 7 7.467 6.067 0.533 0.933 0.284 0.871 0.498
12 Bila 8 5 7.467 6.067 0.533 -1.067 0.284 1.138 -0.569
13 Pradnya 9 7 7.467 6.067 1.533 0.933 2.351 0.871 1.431
14 Putra 8 7 7.467 6.067 0.533 0.933 0.284 0.871 0.498
17. Validitas 17
067,6
15
91
467,7
15
112
N
Y
Y
N
X
X
708,0
)93,14)(733,9(
533,8
22
xy
xy
xy
r
r
yx
xy
r
Angka 0,708 ini merupakan angka korelasi antara nilai matematika di
perguruan tinggi dengan nilai matematika tes seleksi masuk perguruan
tinggi.
b. Korelasi Product Moment dengan Angka Kasar
Tabel 2.2. Validitas nilai tes matematika di perguruan tinggi dengan skor
angka kasar
15 Vino 7 5 7.467 6.067 -0.467 -1.067 0.218 1.138 0.498
jumlah 112 91 9.733 14.933 8.533
No Peserta Tes X Y 2
X 2
Y XY
1 Vani 8 6 64 36 48
2 Sukma 7 6 49 36 42
3 Vierra 6 4 36 16 24
4 Aura 7 6 49 36 42
5 Wina 8 7 64 49 56
6 Bagus 7 5 49 25 35
7 Bagas 6 5 36 25 30
8 Gung Gus 8 7 64 49 56
9 Dika 7 7 49 49 49
10 Nita 8 7 64 49 56
11 Kimi 8 7 64 49 56
18. Validitas 18
Korelasi product moment dengan angka kasar menghasilkan angka korelasi
yaitu 0.708.
Korelasi product moment simpangan dan angka kasar seperti pada
perhitungan contoh diatas menghasilkan hasil berupa koefisien korelasi yang
sama yaitu 0,708. Kedua teknik tersebut bisa saja menghasilkan angka atau
hasil yang relatif berbeda, namun perbedaan itu umumnya tidak terlalu
signifikan.
Untuk menafsirkan harga korelasi diatas, maka terdapat dua cara yang
dapat dipergunakan yaitu:
1. mencocokkan nilai koefisen korelasi hasil perhitungan dengan kriteria
korelasi.
2. mengkonsultasikan nilai koefisien korelasi ke tabel harga kritis r
product moment (tabel terlampir). Korelasi signifikan jika xyr > harga
kritis tabel. Sedangkan jika harga xyr < harga kritis tabel berarti
korelasi tidak signifikan.
12 Bila 8 5 64 25 40
13 Pradnya 9 7 81 49 63
14 Putra 8 7 64 49 56
15 Vino 7 5 49 25 35
Jumlah 112 91 846 567 688
708,0
)224)(146(
128
)91()56715()112()84615(
)91112()68815(
22
2222
XY
XY
XY
XY
r
r
r
YYNXXN
YXXYN
r
19. Validitas 19
Dalam Sumarna Surapranata (2004: 59), mencantumkan interpretasi
yang lebih rinci mengenai nilai xyr dalam kriteria korelasi. Adapun nilai
xyr dibagi ke dalam kriteria seperti tabel berikut ini.
Tabel 2.3. Makna koefisien korelasi product moment
Angka Korelasi Makna
00,180,0 xyr Korelasi Sangat tinggi
80,060,0 xyr Korelasi Tinggi
60,040,0 xyr Korelasi Cukup
40,020,0 xyr Korelasi Rendah
20,000,0 xyr Korelasi Sangat Rendah
Sedangkan untuk menentukan tingkat (derajat) validitas alat evaluasi dapat
digunakan kriteria di atas. Dalam hal ini, koefisien korelasi menunjukkan
kriteria validitas dari tes tersebut. Dalam Suherman (1993: 136) diberikan
tabel makna koefisien validitas sebagai berikut.
Tabel 2.4. Makna koefisien validitas
xyr Makna
00,180,0 xyr Validitas Sangat tinggi
80,060,0 xyr Validitas Tinggi
60,040,0 xyr Validitas Sedang
40,020,0 xyr Validitas Rendah
20,000,0 xyr Validitas Sangat Rendah
0xyr Tidak Valid
Sehingga pada contoh soal diatas diperoleh koefisien validitasnya adalah
0.708, yang berarti termasuk kategori tes dengan validitas tinggi. Harus
diingat bahwa koefisien validitas yang dibicarakan tersebut adalah validitas
soal (tes) secara keseluruhan atau validitas perangkat tes. Validitas ini
20. Validitas 20
berkenaan dengan skor total dari seluruh butir soal yang dikorelasikan dengan
kriterium yang dianggap valid.
2.4 Validitas Butir Soal atau Validitas Item
Di samping mencari validitas tes secara keseluruhan, perlu juga dicari
validitas item atau butir soal. Jika seorang guru telah mengetahui bahwa tes
yang dibuatnya memiliki validitas rendah, maka selanjutnya guru ingin
mengetahui buti-butir soal manakah yang menyebabkan tes secara
keseluruhan tersebut kurang baik. Sehingga pada kasus ini perlu dicari
validitas dari butir-butir soal yang ada pada tes.
Tujuan pengukuran validitas butir soal adalah untuk menentukan dapat
tidaknya suatu soal tersebut membedakan kelompok dalam aspek yang diukur
sesuai dengan perbedaan yang ada dalam kelompok itu. Validitas butir soal
adalah indeks diskriminasi yang membedakan antara peserta tes yang
berkemampuan tinggi dengan peserta tes yang berkemampuan rendah. Indeks
ini menunjukkan kesesuaian antara fungsi soal dengan fungsi tes secara
keseluruhan. Dengan demikian, validitas butir soal ini sama dengan daya
pembeda soal yaitu daya dalam membedakan antara peserta tes yang
berkemampuan tinggi dengan peserta tes yang berkemampuan rendah.
Sebuah item dikatakan valid apabila mempunyai dukungan yang besar
terhadap skor total. Skor pada item menyebabkan skor total menjadi tinggi
atau rendah. Sehingga sebuah item ada yang memiliki validitas yang tinggi
apabila skor pada item mempunyai korelasi dengan skor total. Sehingga untuk
mengetahui validitas item maka digunakan rumus korelasi.
Perangkat soal baik tes maupun non-tes bersifat valid apabila butir-butir
soalnya valid. Berdasarkan penjelasan sebelumnya, ada dua macam validitas
yaitu validitas teoritik (isi dan perilaku) dan validitas empirik. Validitas
empirik butir soal dihitung dengan cara statistik korelasi. Adapun validitas
butir soal objektif dihitung dengan rumus korelasi point biserial, sedangkan
validitas butir soal uraian dan non-tes dihitung dengan rumus korelasi product
moment. Angka korelasi yang diperoleh dengan cara demikian disebut
koefisien validitas atau angka validitas butir soal.
21. Validitas 21
Koefisien korelasi tersebut biasanya berkisar antara -1 sampai +1, karena
dalam perhitungan sering dilakukan pembulatan angka-angka, maka
memungkinkan diperolehnya koefisien lebih dari 1. Tanda negatif pada
koefisien korelasi menunjukkan bahwa peserta tes yang kemampuannya
rendah dapat menjawab soal dengan benar, sedangkan peserta tes yang
memiliki kemampuan tinggi menjawab soal dengan salah. Dengan demikian,
validitas yang negatif menunjukkan bahwa butir soal membedakan kelompok
tes secara terbalik.
Untuk melakukan analisis butir soal yaitu dilakukan dengan menghitung
koefisien korelasi antara skor butir dengan skor total sehingga memperoleh
rhitung. Kemudian membandingkan dengan nilai kritis yaitu rtabel dengan
kriteria:
1. Butir soal dinyatakan valid jika rhitung > rtabel
2. Butir soal dinyatakan tidak valid jika rhitung < rtabel
2.4.1 Validitas Butir Soal Objektif
Variabel butir soal objektif bersifat dikotomi sedangkan variabel skor
total atau sub skor total bersifat kontinu. Variabel butir soal objektif
dinamakan dikotomi karena skor-skor yang terdapat pada butir soal biasa
diberikan dengan skor satu atau nol. Dimana soal yang benar diberi angka satu
(1) dan yang salah diberi angka nol (0). Variabel skor total atau sub total
peserta tes bersifat kontinum atau nondikotomi yang diperoleh dari jumlah
jawaban yang benar.
Menurut Sudaryono (2012: 149) yang menyatakan bahwa apabila
variabel I merupakan data dikotomik, sedangkan variabel II berupa data
kontinu maka teknik korelasi yang tepat digunakan dalam mencari korelasi
antara variabel I dan variabel II adalah teknik korelasi point biserial. Yang
dilambangkan dengan pbi . Korelasi point biserial adalah korelasi product
moment yang diterapkan pada data, dimana variabel-variabel yang
dikorelasikan sifatnya masing-masing berbeda satu sama lain.
Sehingga untuk butir soal objektif, validitas butir soal dihitung dengan
rumus korelasi point biserial antar masing-masing skor butir soal (Xp) dengan
22. Validitas 22
skor total (Xt). Adapun rumus point biserial yang digunakan adalah sebagai
berikut.
pbi =
q
p
S
MM
t
tp
Keterangan:
pbi = koefisien korelasi point biserial
Mp = rerata skor dari subyek, dimana butir soal yang dimaksud telah
dijawab dengan benar
Mt = rerata skor total
St = standar deviasi dari skor total
p = proporsi siswa yang menjawab benar
siswaseluruhjumlah
benarmenjawabsiswabanyaknya
p
q = proporsi siswa yang menjawab salah (q = l – p)
Tabel 2.5. Analisis item untuk perhitungan validitas item
No
.
Nama
Butir soal/item Skor
Total1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1.
2.
3.
4.
5
6.
7.
8.
Hartati
Yoyok
Oktaf
Wendi
Diana
Paul
Susana
Helen
1
0
0
1
1
1
1
0
0
0
1
1
1
0
1
1
1
1
0
0
1
1
1
0
0
0
0
0
1
0
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
0
1
1
1
0
0
0
0
1
1
1
1
1
1
0
0
0
0
1
1
1
0
1
0
0
0
1
1
1
0
0
0
0
0
1
8
5
3
5
6
4
7
8
Misalnya akan dihitung validitas item nomor 6, maka skor item tersebut
disebut variabel X dan skor total disebut variabel Y.
23. Validitas 23
Contoh perhitungan mencari validitas item objektif
Untuk menghitung validitas item nomor 6, dibuat terlebih dahulu tabel
persiapannya sebagai berikut.
Tabel 2.6. Persiapan untuk menghitung validitas item nomor 6
No. Nama X Y
1.
2,
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Hartati
Yoyok
Oktaf
Wendi
Diana
Paul
Susana
Helen
1
0
1
1
1
0
1
1
8
5
3
5
6
4
7
8
Apabila item nomor 6 tersebut dicari validitasnya dengan rumus ini
maka perhitungannya melalui langkah sebagai berikut:
1. Mencari Mp = 17,6
6
37
6
876538
2. Mencari Mt = 75,5
8
46
8
87465358
3. Diperoleh harga standar deviasi yaitu n = 1,7139
N
N
Y
Y
SD
2
2
)(
71391365,1
9375,2
0625,3336
8
46
8
288
2
SD
SD
SD
SD
4. Menentukan harga p, yaitu
8
6
= 0,75
5. Menentukan harga q, yaitu
8
2
= 0,25 atau 1 – 0,75 = 0,25
24. Validitas 24
6. Menentukan ke rumus
pbi =
q
p
S
MM
t
tp
=
25,0
75,0
7139,1
75,517,6
= 7321,1.
7139,1
42,0
= 0,4244
Berdasarkan perhitungan diatas diperoleh koefisien korelasi adalah
0.4244. Dengan taraf signifikan 5% dan N=8, maka diperoleh nilai dari rtabel
adalah 0.7067. Dengan demikian hal ini berarti rhitung < rtabel. Sehingga
diperoleh kesimpulan bahwa butir soal dinyatakan tidak valid.
Dilihat secara sepintas bilangan 0.4244 ini dirasa mampu mewakili
kenyataannya. Hal ini dapat diketahui dari skor-skor yang tertera, baik pada
skor item maupun skor total. Oktaf yang hanya memiliki skor total 3 dapat
memperoleh skor 1 pada item, sedangkan Yoyok dan Wendi yang mempunyai
skor total sama yaitu 5 skor, namun pada skor item tidak sama. Sehingga dari
hasil tersebut maka validitas butir soal dirasa kurang meyakinkan.
2.4.2 Validitas Butir Soal Uraian dan Non-Tes (Skala)
Validitas butir soal uraian dan non-tes dihitung dengan rumus product
moment, antara skor butir soal (Xp) dengan skor total (Xt). Dipakainya rumus
product moment ini karena data yang dikorelasikan adalah data interval
dengan data interval atau dapat dikatakan sebagai data yang penilaiannya
mengandung skala. Misalkan seringkali digunakan kisaran skor antara 1
sampai 5 untuk setiap butir soal uraian yang diberikan kepada siswa.
Sedangkan jika dilihat pada kasus non-tes seperti kuisioner ataupun angket,
maka responden diberikan skor sesuai kriteria yang telah ditetapkan. Misalkan
pada angket motivasi belajar siswa ditetapkan jenis alternative jawaban
beserta skornya yaitu pilihan sangat setuju diberi skor 5, setuju diberi skor 4,
26. Validitas 26
Tabel 2.8. Persiapan untuk menghitung validitas butir soal uraian nomor 1
No
Siswa
Skor
Butir
(X)
Skor
Total
(Y)
XY X2
Y2
1 4 32 128 16 1024
2 4 38 152 16 1444
3 3 28 84 9 784
4 3 28 84 9 784
5 4 40 160 16 1600
6 4 32 128 16 1024
7 4 34 136 16 1156
8 4 37 148 16 1369
9 3 28 84 9 784
10 4 36 144 16 1296
11 4 39 156 16 1521
12 4 38 152 16 1444
13 4 34 136 16 1156
14 4 35 140 16 1225
15 4 35 140 16 1225
16 4 31 124 16 961
17 4 29 116 16 841
18 4 37 148 16 1369
19 3 34 102 9 1156
20 4 33 132 16 1089
∑ 76 678 2594 292 23252
Sesudah diketahui ∑X, ∑X2
, ∑Y, ∑Y2
, dan ∑XY, maka selanjutnya
hanya memasukkan bilangan-bilangan tersebut ke dalam rumus korelasi
product moment dengan rumus angka kasar.
Data di atas dimasukkan ke dalam rumus korelasi product moment
dengan angka kasar sebagai berikut:
27. Validitas 27
rxy =
2222
YYNXXN
YXXYN
=
22
67823252207629220
67876259420
=
45968446504057765840
5152851880
=
535664
352
=
342784
352
=
47.585
352
= 0,601= rhitung
Berdasarkan hasil diatas, maka diperoleh hasil dari rhitung adalah 0,601.
Jika dibandingkan dengan rtabel dengan N=20 dan taraf signifikan = 0.05
maka diperoleh rtabel = 0.4438 . Sehingga diperoleh rhitung > rtabel . Dengan
demikian, itu berarti hasil uji menunjukkan bahwa butir soal nomor 1 adalah
valid. Rumus ini berlaku pula untuk mencari validitas dari butir soal lainnya.
Contoh menghitung validitas butir soal non-test: misalkan diketahui data
hasil angket motivasi belajar siswa ditunjukkan sebagai berikut:
Hasil Angket Motivasi Belajar Siswa Kelas V
SD Negeri 3 Banjar Jawa Tahun Ajaran 2015/2016
No.
Item
No. Item Jumlah
Skor
(Y)1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 2 3 4 2 3 2 4 4 3 3 30
2 2 2 1 3 3 1 1 1 4 3 21
3 4 2 1 4 3 4 3 1 3 3 28
4 3 3 3 4 2 3 4 1 4 3 30
5 4 3 1 3 1 2 2 2 1 2 21
6 1 2 1 2 2 4 3 1 3 2 21
7 4 3 1 2 1 4 3 1 4 3 26
8 2 4 3 4 4 2 4 1 2 3 29
9 4 3 2 3 2 3 3 4 3 2 29
10 4 1 4 4 4 1 3 1 1 3 26
∑X 30 26 21 31 25 26 30 17 28 27
∑Y 261
28. Validitas 28
Tabel 2.9. Persiapan Untuk Menghitung Validitas Butir Soal Angket Nomor 1
N X Y X2 Y2 XY
1 2 30 4 900 60
2 2 21 4 441 42
3 4 28 16 784 112
4 3 30 9 900 90
5 4 21 16 441 84
6 1 21 1 441 21
7 4 26 16 676 104
8 2 29 4 841 58
9 4 29 16 841 116
10 4 26 16 676 104
∑ 30 261 102 6941 791
Langkah-langkahnya dapat dilakukan untuk mencari validitas butir soal
nomor 1 dengan product moment adalahsebagai berikut.
Dari perhitungan di atas, diperoleh hasil rhitung = 0,203. Selanjutnya nilai
tersebut dikonsultasikan dengan nilai rtabel uji dua arah pada taraf signifikan
5% dan N=10, maka diperoleh rtabel = 0,6319.Karena hasil yang diperoleh
diperoleh adalah rhitung < rtabel, maka item nomor satu dari angket tersebut
dinyatakan tidak valid. Untuk perhitungan item nomor 2 sampai dengan 10
dapat dicari dengan langkah dan cara yang sama seperti di atas.
203,0
)1289)(120(
80
)261()694110()30()10210(
)26130()79110(
22
2222
XY
XY
XY
XY
r
r
r
YYNXXN
YXXYN
r
29. Validitas 29
2.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Validitas
Menurut Sukardi (2008: 38) yang menyatakan bahwa banyak yang dapat
mempengaruhi hasil tes evaluasi tidak valid. Begitupula menurut Suherman
(1993:146) yang mengatakan bahwa banyak faktor yang dapat mempengaruhi
hasil suatu evaluasi sehingga bisa menyimpang dari keadaan yang sebenarnya
untuk suatu penggunaan yang dimaksudkan.
Beberapa faktor yang mempengaruhi validitas secara garis besar dapat
dibedakan menurut sumbernya, yaitu faktor internal dari tes, faktor eksternal
tes, dan faktor yang berasal dari siswa yang bersangkutan.
1. Faktor yang berasal dari dalam tes
Beberapa hal yang mempengaruhi validitas yang pada umumnya
berasal dari faktor internal tes evaluasi diantaranya adalah sebagai berikut.
a. Pernyataan atau arahan yang kurang jelas maknanya atau bisa
ditafsirkan dengan makna lain sehingga dapat membingungkan testi.
Testi menjawab salah bukan karena tidak memahami konsep dalam
soal, tetapi karena ketidakjelasan soal tersebut.
b. Kata-kata yang digunakan dalam struktur instrumen evaluasi yang
terlalu sulit. Terlalu banyak menggunakan kata-kata yang kurang
dikenal dan struktur kalimat yang berbelit-belit akan lebih mengukur
kemampuan berbahasa atau aspek intelegensi daripada tingkah laku
testi dalam aspek tertentu, misalnya matematika atau materi pelajaran
lainnya. Oleh karena itu dapat mengurangi validitasnya.
c. Penyajian soal-soal yang sukar akan mengakibatkan hasil yang jelek
bagi kebanyakan ataupun semua testi, sebaliknya penyajian soal yang
sangat mudah akan mengakibatkan semua atau kebanyakan testi
mendapat nilai baik. Hal ini tidak dapat membedakan kemampuan
siswa yang satu dengan yang lainnya. Dengan perkataan lain
kemampuan siswa dalam aspek tertentu tidak terungkap sesuai dengan
keadaan sebenarnya, oleh karena itu validitasnya rendah.
d. Jumlah item tes yang terlalu sedikit, maka bisa jadi tidak mewakili
sampel materi pembelajaran.
30. Validitas 30
e. Jawaban masing-masing item evaluasi bisa diprediksi siswa. Biasanya
terjadi pada soal tipe objektif, seringkali kalimat yang disajikan
memberi petunjuk pada jawaban yang benar atau yang tidak benar,
sehingga jawaban mudah ditebak tanpa harus memahami konsep yang
terkandung dalam soal itu.
f. Penyajian soal hendaknya disusun dari yang mudah menuju pada soal-
soal yang sukar. Penempatan soal-soal yang sukar pada nomor-nomor
awal akan menyebabkan testi menghabiskan banyak waktu dan energi
untuk menjawab soal itu saja, sehingga untuk mengerjakan soal
lainnya testi sudah lelah dan waktu yang dimiliki sedikit sehingga testi
bisa saja gugup dalam mengerjakan soal-soal selanjutnya.
2. Faktor eksternal test yang berasal dari administrasi dan skor
Faktor ini dapat mengurangi validitas interpretasi tes evaluasi,
khususnya tes evaluasi yang dibuat oleh guru. Berikut beberapa contoh
faktor yang sumbernya berasal dari proses administrasi dan skor:
a. Waktu pengerjaan tidak cukup sehingga siswa dalam memberikan
jawaban dalam situasi yang tergesa-gesa;
b. Adanya kecurangan dalam tes sehingga tidak bisa membedakan antara
siswa yang belajar dengan yang melakukan kecurangan;
c. Teknik pemberian skor yang tidak konsisten, misalnya pada tes esai
juga dapat mengurangi validitas tes evaluasi;
d. Siswa tidak dapat mengikuti arahan yang diberikan dalam tes baku;
e. Adanya joki (orang lain bukan siswa) yang masuk dan menjawab item
tes yang diberikan.
3. Faktor-faktor yang berasal dari jawaban siswa
Seringkali terjadi bahwa item-item tes evaluasi tidak valid karena
dipengaruhi oleh jawaban siswa daripada interpretasi item-item pada tes
evaluasi itu sendiri. Sebagai contoh: sebelum tes para siswa menjadi
tegang karena guru pengampu mata pelajaran dikenal “killer”, galak, dan
sebagainya sehingga siswa yang ikut tes banyak yang gagal. Contoh lain
yaitu ketika siswa melakukan tes penampilan keterampilan, ruangan terlalu
31. Validitas 31
ramai atau gaduh sehingga para siswa tidak dapat konsentrasi dengan baik.
Ini semua dapat mengurangi nilai validitas dari intrumen.
Inilah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi validitas, namun jika
dirinci lebih lanjut, masih banyak faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
kadar validitas alat evaluasi. Agar terhindar dari pembuatan soal yang
bervaliditas rendah, prinsipnya secara teoritik pahami konsep-konsep macam-
macam validitas dan pengertiannya yang telah dijelaskan sebelumnya
32. Validitas 32
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Berdasarkan pembahasan diatas, adapun hal-hal yang dapat disimpulkan
adalah sebagai berikut.
3.1.1 Validitas adalah suatu standar ukuran yang menunjukkan akurasi dan
kesahihan suatu instrumen. Validitas merupakan pertimbangan yang
paling utama dalam mengevaluasi kualitas tes sebagai instrument ukur.
Konsep validitas mengacu kepada kelayakan, kebermaknaan, dan
kebermanfaatan inferensi tertentu yang dapat dibuat berdasarkan skor
hasil tes yang bersangkutan.
3.1.2 Pengujian validitas terhadap tes hasil belajar diklasifikasikan kedalam
dua jenis yaitu pengujian validitas tes secara rasional dan pengujian
validitas tes secara empirik. Pengujian validitas tes secara rasional
dilihat dari segi isinya (content validity) dan dari segi susunan atau
konstruksinya (construct validity). Sedangkan pengujian validitas tes
secara empirik dilihat dari segi daya ketepatan meramalnya (predictive
validity) dan daya ketepatan bandingannya (concurrent validity)
3.1.3 Cara yang dapat dipergunakan untuk menentukan validitas alat ukur
adalah dengan menggunakan teknik pengukuran. Adapun teknik yang
digunakan untuk mengukur validitas adalah teknik Korelasi Product
Moment yang dikemukakan oleh Pearson.
3.1.4 Validitas butir soal objektif dihitung dengan rumus korelasi point
biserial, sedangkan validitas butir soal uraian dihitung dengan rumus
korelasi product moment. Angka korelasi yang diperoleh dengan cara
demikian disebut koefisien validitas atau angka validitas butir soal.
3.1.5 Faktor yang mempengaruhi validitas dapat diklasifikasikan ke dalam
tiga faktor, antara lain yaitu: faktor internal dari tes, faktor eksternal tes,
dan faktor yang berasal dari siswa yang bersangkutan.
33. Validitas 33
3.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, adapun hal yang dapat kami sarankan adalah
dalam rangka mengukur prestasi hasil belajar siswa, maka seorang guru harus
memperhatikan validitas dari alat ukur yang dipergunakan, agar data hasil
pengukuran yang diperoleh adalah valid.