Perpindahan Ibu Kota Dinasti Abbasiyah Dari Kuffah Ke Baghdad.Hikmah Didirikannya Dinasti Abbasiyah.Perjalanan Hidup Abul Abbas As-Saffah
itu yang dirangkum dalam ppt ini supaya bisa lbih spesifik lagi untuk memahaminya.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Teknologi Informasi dan Komunikasi
Dosen Pengampu : Muhamad Ginanjar Ganeswara, S.Kom, M.Pd
Nama : Shela Oktavia
Kelas : 2B / PGSD
Perpindahan Ibu Kota Dinasti Abbasiyah Dari Kuffah Ke Baghdad.Hikmah Didirikannya Dinasti Abbasiyah.Perjalanan Hidup Abul Abbas As-Saffah
itu yang dirangkum dalam ppt ini supaya bisa lbih spesifik lagi untuk memahaminya.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Teknologi Informasi dan Komunikasi
Dosen Pengampu : Muhamad Ginanjar Ganeswara, S.Kom, M.Pd
Nama : Shela Oktavia
Kelas : 2B / PGSD
soal dan jawaban untuk hari sabtu 04/01/2014 jam 11.00 wib.
silahkan di dowload free dan harap ganti soal no 9 dengan dua pertanyaan kawan2 sesuia materi kelompok. di harapkan jangan sama. THanks :)
01 desiana trisnawati (memahami pengertian al-qur'an dan bukti keotentikannya)
Ulumul dgn 7 huruf
1. Ulumul Qur'an
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur’an adalah wahyu yang di turunkan melalui Nabi Muhammad SAW. Melalui Malaikat
Jibril sebagai tanda kemu’jizatan Rosulullah dan sebagai risalah bagi semua umat manusia dan
untuk di jadikan pedoman hidup mereka dan pahala bagi segenap pembacanya.
Al-Qur’an diturunkan pertamma kali di GuhaHiro, pada saat Rosululllah sedang menyendiri,
ayat yang pertama turun adalah surat Al-Alaq ayat 1-5 dan di akhiri dengan surat Al-Maidah ayat
3.
Dalam teori turun Al-Qur’an, ada teori bahwa turunnya Al-Qur’an dengan tujuh huruf yang
mana pengertian tersebut mempunyai banyak pengertian dan pengertian-pengertian tersebut
mempunyai perbedaan-perbedaan. Bertitik tolak pada permasalahan tersebut kami mencoba
menggabungkan beberapa pendapat tentang pengetian Al-Qur’an turun dengan tujuh huruf, yang
mudah mudahan dapat membandingkan dan mengerti tentang teori tersebut.
B. Rumusan Masalah
Dalam penyusunan makalah ini kami mencoba mencari masalah-masalah tentang:
1. Apa dasar bahwa Al-Qur’an turun dengan tujuh huruf?
2. Bagaimana Perbedaan pendapat para ulama tentang pengertian tujuh huruf?
3. Bagaimana analisis tentang perbedaan-perbedaan para ulama?
4. Apa hikmah turunya Al-Qur’an dengan tujuh huruf?
C. Tujuan Masalah
Dalam masalah tersebut kami mempunyai tujuan dalam penyusunan makalah ini yaitu:
1. Untuk mengetahui dasar turunya Al-Qur’an dengan tujuh huruf.
2. Untuk mengetahui beberapa pendapat tentang pangertian turunya AL-Qur’an dengan tujuh
huruf.
3. Untuk mengetahui pendapat mana yang bisa kita ambil dalam pengertian tersebut.
4. Untuk mengetahui hikmah turunya Al-Qur’an denngan tujuh huruf.
2. BAB II
TURUNNYA AL-QUR’AN DALAM TUJUH HURUF
Bangsa Arab terdiri atas beberapa suku yang separatis di sepanjang sejarah Arab. Setiap
suku mempunyai format dialek (Lahjah) yang khas dan berbeda dengan suku lainnya. Perbedaan
corak tersebut sesuai dengan letak Geografis dan sosio-kultural dari masing-masing suku diatas.
Namun, mereka menjadikan bahasa Quraisy sebagai bahasa bersama. Bahasa Quraisy dijadikan
sebagai alat komunikasi ketika mereka berniaga, mengunjungi Ka’bah serta melakukan kegiatan-kegiatan
bersama lainnya. Dari situlah kita bisa menarik konklusi mengapa Al-Qur’an
diturunkan dengan memakai bahasa Quraisy. Secara Afirmasi dapat kita pahami bahwa dengan
perantara bahasa Quraisy, Al-Qur’an dapat memperlihatkan kemukjizatannya ketika mereka
mengenal dan mampu berbahasa Quraisy, dan mereka akhirnya tidak mampu membuat hal yang
serupa dengan Al-Qur’an.
Ketika bahasa mereka berbeda Lahjah dalam pengungkapan sesuatu makna dengan beberapa
perbedaan tertentu, maka Al-Qur’an yang diwahyukan Allah SWT kepada Rasul-Nya, Nabi
Muhammad SAW, menyempurnakan kemukjizatannya karena ia mencakup semua Huruf dan
wajah qira’ah pilihan di antara Lahjah-Lahjah itu dan merupakan salah satu sebab yang
memudahkan mereka untuk membaca, memahami, serta menghafal. Dan mereka kiranya perlu
mencakup seluruh bahasa yang terkenal saat itu.
A. Dasar-dasar Pengambilan Al-Qur’an Diturunkan dengan Tujuh Huruf.
Dasar pengambilan (Istinbath) turunnya Al-Qur’an dengan Tujuh Huruf disebutkan oleh
beberapa Hadits, di antaranya berikut ini.
1. Diriwayatkan dari Ibn Abbas r.a. sesungguhnya ia telah berkata,bahwasanya Rasulullah
SAW.telah bersabda,
“Rasulullah berkata: ‘Jibril membacakan (Al-Qur’an) kepadaku dengan satu huruf. Kemudian
berulang kali aku mendesak dan meminta agar huruf itu ditambah, dan ia pun menambahnya
kepadaku sampai dengan Tujuh Huruf’”. (H.R. Bukhari-Muslim dan yang lainnya).
2. Diriwayatkan dari Ali Ibn Ka’ab, sesungguhnya ketika berada di pinggir sungai suku Bani
Gaffar Nabi bersabda, “Maka datanglah Jibril kepadaku dan berkata, “Sesungguhnya Allah
SWT telah memerintahkanmu untuk membaca Al-Qur’an kepada umatmu dengan memakai satu
huruf”. Nabi menjawab, “Aku mohon pengampunan-Nya karena umatku tidak mampu untuk
menerimanya”. Kemudian Jibril datang untuk kedua kalinya dan berkata, “Sesungguhnya Allah
SWT telah memerintahkanmu untuk membaca Al-Qur’an kepada umatmu dengan memakai dua
huruf”. Nabi menjawab lagi, “Aku mohon pengampunan-Nya karena umatku tidak mampu untuk
melaksanakannya”. Jibril datang lagi untuk kedua kalinya dan berkata, “Sesungguhnya Allah
SWT telah memerintahkanmu untuk membaca Al-Qur’an kepada umatmu dengan memakai tiga
huruf”. Nabi menjawab lagi, “Aku mohon pengampunan-Nya karena umatku tidak mampu untuk
melaksanakannya”. Jibril datang untuk keempat kalinya dan berkata, “Sesungguhnya Allah SWT
memerintahkanmu untuk membaca Al-Qur’an kepada umatmu dengan memakai Tujuh Huruf”.
(H.R Muslim). Hadits-Hadits yang berkenaan dengan hal itu amat banyak jumlahnya dan
sebagian besar telah diselidiki oleh Ibn Jarir, pembukuan (Mukadimah) kitab tafsir Ibn Jarir. As-
Suyuti menyebutkan bahwa Hadits-Hadits tersebut diriwayatkan dari dua puluh orang sahabat.
3. Abu Ubaid al-Qasim bin Salam menetapkan kemutawatiran Hadits mengenai turunya Al-Qur’an
dengan Tujuh Huruf.
B. Perbedaan Pendapat Para Ulama
Term Tujuh Huruf ini telah mengundang berbagai kontroversial yang melibatkan banyak
Ulama. Ibnu Hayyan mensinyalisir bahwa kontroversial itu sampai menghasilkan 35 pendapat
Ulama. Kebanyakan pendapat itu dapat dikompromikan. Di bawah ini akan dikemukakan enam
pendapat yang berlainan antara satu dengan yang lainnya.
Pendapat pertama, yang dimaksud dengan Tujuh Huruf adalah Lughat-Lughat suku Arab
yang berjumlah tujuh. Dalam arti, tujuh bahasa yang berbeda-beda dalam pengucapan satu
makna Al-Qur’an pun diturunkan dengan sejumlah Lafazh sesuai dengan ragam bahasa tersebut
tentang makna yang satu itu. Dan jika tidak terdapat perbedaan, maka Al-Qur’an hanya
mendatangkan satu Lafazh atau lebih saja. Kalangan Ulama ini pun berbeda pendapat dalam
menentukan Lafazh-Lafazh tujuh itu. Sebagian mereka mengatakan bahwa tujuh Lughat adalah
Quraisy, Hudzail, Tsaqif, Hiwazan, dan Sa’ad bin Bakar. Di samping pendapat lagi, masih
banyak lagi pendapat Ulama mengenai tujuh bahasa itu.
Pendapat kedua, yang dimaksud dengan Tujuh Huruf adalah tujuh bahasa Arab yang
digunakan dalam keseluruhan Al-Qur’an. Dalam arti, Al-Qur’an tidak lepas dari bahasa itu.
Yaitu bahasa yang Fasih dikalangan bangsa Arab. Kebanyakan Al-Qur’an menggunakan bahasa
Quraisy, sedangkan sebagiannya menggunakan bahasa Hudzail, Tsafiq, Haujan, Kananah, dan
Yaman, karena itu maka secara keseluruhan Al-Qur’an mencakup ketujuh bahasa tersebut. Kalau
pendapat pertama mengatakan bahwa tujuh bahasa itu terdapat pada satu makna Al-Qur’an,
pendapat ini menekankan tujuh bahasa itu secara terpisah didapatkan dalam Al-Qur’an. Berkata
Abu ‘Ubaid, “Yang dimaksud bukanlah semua kata boleh di baca dengan tujuh bahasa, tetapi
tujuh bahasa yang bertebaran dalam Al-Qur’an. Sebagaimana bahasa Quraisy, sebagian yang lain
bahasa Huzail, Hawazin, Yaman, dan lain-lain”. Dan katanya pula, “Sebagian bahasa-bahasa itu
lebih beruntung karena dominan dalam Al-Qur’an.
Pendapat ketiga, yang dimaksud Tujuh Huruf itu adalah tujuh wajah, yaitu: perintah
(arm), larangan (nahy), ancaman (wa’di), argumentasi (jadl), kisah-kisah (qishah), dan
perumpamaan-perumpamaan (matsal), atau perintah larangan halal, haram, muhkam,
mutasyabih, dan perumpamaan-perumpamaan. Ibnu Mas’ud meriwayatkan dari Nabi
Muhammad SAW bahwa kitab-kitab terdahulu hanya membahas satu bab dan satu huruf,
sedangkan Al-Qur’an membahas tujuh bab dan tujuh huruf, yaitu teguran (zijr) perintah; halal,
haram, muhkam, mutasyabih, dan perumpamaan-perumpamaan.
Pendapat keempat, Tujuh Huruf itu adalah tujuh bacaan. Abu Fadh Ar-Razi dalam
kitabnya Al-Lawaih menerangkan bahwa ketujuh bacaan itu adalah:
1. Perbedaan Isim dalam segi format Mufrad (singular tunggal), Mutsanna (tsaniyah), dan
Jama’ (banyak).
2. Perbedaan dalam tasrif’ulaf’al (perubahan kata kerja) dari bentuk Mudhari (future tense;
present) bentuk Madhi (past tense) dan bentuk Amr (imperative).
3. Perbedaan dari segi Harkat.
4. Perubahan dari segi perubahan Harkat.
5. Perbedaan dari segi (naqsh) dan tambahan (Ziyadah).
6. Perbedaan dari segi mendahulukan dan mengakhirkan.
7. Perbedaan dari segi Lughat (Lahjah), seperti fathah, imalah, tipis (Takhfif), tebal
(Tarkhim), jelas (Jaly), dan dengung (Idgham).
4. Pendapat kelima, Tujuh Huruf itu tidak mengandung apa-apa, melainkan merupakan
lambang orang Arab yang menunjukkan sempurnanya sesuatu. Tujuh Huruf itu mengisyaratkan
bahwa Al-Qur’an dengan memakai bahasa Arab dan susunan Arab telah mencapai derajat yang
sempurna. Sebab, Lafazh sab’ah (tujuh) dipergunakan pula untuk menunjukkan jumlah banyak
dan sempurna dalam bilangan satuan, bilangan puluhan, dan ratusan. Tetapi kata-kata itu tidak
dimaksudkan untuk menunjukkan bilangan tertentu.
Pendapat keenam, bahwa yang dimaksud Tujuh Huruf itu adalah Qira’ah Sab’ah.
C. ANALISIS TENTANG PENDAPAT PENDAPAT DIATAS
Pendapat terkuat dari semua pendapat tersebut adalah pendapat yang pertama, yaitu
bahwa yang dimaksud Tujuh Huruf adalah tujuh macam bahasa dari bahasa-bahasa Arab dalam
mengungkapkan satu makna yang sama. Misalnya; Aqbil, ta’ala, Halumma, ‘Ajjil dan Asra’.
Lafazh-Lafazh yang berbeda ini digunakan untuk menunjukkan satu makna yaitu perintah untuk
menghadap. Pendapat ini dipilih oleh Sufyan bin ‘Uyainah, Ibn Jarir, Ibn Wahb dan lainnya. Ibn
‘Abdil Barr menisbahkan pendapat ini kepada sebagian besar Ulama dan dalil bagi pendapat ini
ialah apa yang terdapat dalam Hadits Abu Bakrah, “Sesungguhnya Jibril telah mendatangi
Muhammad dan berkata, “Ya Muhammad! Bacakanlah Al-Qur’an kepada umatmu dengan
menggunakan satu huruf”. Malaikat Mikail menyela dan berkata, “Tambahkanlah”. Jibril
berkata, “Dengan dua huruf”. Jibril menambahnya hingga sampai enam atau tujuh huruf. Lalu
ia berkata, “Kesemuanya itu memberikan syafaat dan cukup, tidak dicantumkan ayat Rahmat,
kecuali disertakan pula ayat azab; tidak dicantumkan ayat azab, kecuali disertakan pula ayat
Rahmat, seperti ucapan kau, Hulumma, Aqbil, Ta’la, Asri’, dan Ajjil”. (H.R. Ahmad dan
Thabrani dengan sanad baik). Dan masih banyak lagi Hadits yang menunjukkan dan mendukung
pendapat ini. Berkata Ibn Abdil Barr, “Maksud Hadits ini hanyalah sebagai contoh bagi huruf-huruf
yang dengannya Al-Qur’an diturunkan. Ketujuh huruf itu mempunyai makna yang sama
pengertiannya, tetapi berbeda bunyi ucapannya. Dan tidak satu pun di antaranya yang
mempunyai makna yang saling berlawanan atau satu segi yang berbeda makna dengan segi
lainnya secara Kontradiktif dan berlawanan, seperti Rahmat yang merupakan lawan dari azab”.
Pendapat pertama ini didukung pula oleh banyak Hadits, antara lain dari Busr bin Sa’id, “Abu
Juhaim al-Ansari mendapat berita bahwa dua orang lelaki berselisih tentang sesuatu ayat Al-
Qur’an. Yang satu menyatakan, ayat itu diterima dari Rasulullah, dan yang lain pun mengatakan
demikian. Lalu keduanya menanyakan hal tersebut kepaa Rasulullah. Maka kata Rasulullah,
’Sesungguhnya Al-Qur’an itu diturunkan dengan Tujuh Huruf, maka janganlah kamu saling
berdebat tentang Al-Qur’an karena perdebatan mengenainya merupakan suatu kekafiran’.
Sesungguhnya Allah SWT telah menyuruh aku agar membaca Al-Qur’an atas Tujuh Huruf”.
Dari A’masy berkata bahwa, “Anas membaca ayat ini
Maka orang-orang pun mengatakan kepadanya, ‘Wahai Abu Hamzah, kalimat itu
adalah . Ia menjawab, , dan itu sama saja’”.
`Pendapat kedua yang menyatakan bahwa yang dimaksud dengan Tujuh Huruf adalah
tujuh macam bahasa dari bahasa-bahasa Arab dengan mana Al-Qur’an diturunkan, dengan
pengertian bahwa kalimat-kalimatnya secara keseluruhan tidak keluar dari ketujuh bahasa tadi,
karena itumaka himpunan Al-Qur’an telah mencakupnya dan dapat dijawab bahwa bahasa Arab
itu lebih banyak dari tujuh macam, disamping itu Umar bin Khattab dan Hisyam bin Hakim
keduanya adalah orang Quraisy yang mempunyai bahasa yang sama dan kabilah yang sama pula,
tetapi qira’at kedua orang itu berbeda, dan mustahil Umar mngingkari bahasa Hisyam (namun
ternyata Umar mengingkarinya). Semua itu menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan Tujuh
Huruf bukanlah apa yang mereka kemukakan, tetapi hanyalah perbedaan Lafazh-Lafazh
5. mengenai makna yang sama. Dan itulah pendapat yang kita kukuhkan. Setelah mengemukakan
dalil-dalil untuk membatalkan pendapat kedua ini, Ibn Jarir at-Tabari mengatakan, “Tujuh Huruf
yang dengannya Al-Qur’an diturunkan adalah tujuh dialek bahasa dalam satu huruf dan satu kata
karena perbedaan Lafazh tetapi sama maknanya.
Misalnya, dan lain sebagainya yang Lafazh-
Lafazhnya berbeda karena perbedaan ucapan tetapi maknanya sama, meskipun lisan berlainan
dalam menjelaskannya. Tabari menjawab pertanyaan yang mungkin akan muncul, “Di manakah
kita jumpai di dalam kitab Allah SWT satu huruf yang dibaca dengan tujuh bahasa yang
berbeda-beda Lafazh-Lafazhnya, tetapi sama maknanya?”. Dengan mengatakan, “Kami tidak
mendakwakan hal itu masih ada sekarang ini”. Ia juga menjawab pertanyaan yang diandaikan
lainnya, “Mengapa pula huruf-huruf yang enam itu tidak ada?”. Ia menerangkan, “Umat Islam
disuru untuk menghafal Al-Qur’an, dan diberi kebebasan untuk memilih dalam bacaan dan
hafalannya salah satu dari ketujuh huruf itu sesuai dengan keinginannya sebagaimana
dipeintahkan. Namun pada masa Usman keadaan menuntut agar bacaan itu ditetapkan dengan
satu huruf saja karena dikhawatirkan akan timbul fitnah (bencana). Kemudian hal ini diterima
secara bulat Umat Islam, suatu Umat yang dijamin bebas dari kesesatan.
Para pendukung Pendapat ketiga yang menyatakan bahwa yang dimaksud dengan Tujuh
Huruf adalah tujuh macam hal (makna), yaitu; amr, nahyu, halal, haram, muhkam, mutasyabih
dan masal. Di jawab bahwa zahir Hadits-Hadits tersebut menunjukkan Tujuh Huruf itu adalah
suatu kata yang dapat dibaca dua atau tiga hingga tujuh macam sebagai keleluasaan bagi umat,
padahal sesuatu yang satu tidak mungkin dinyatakan halal dan haram di dalam satu ayat, dan
keleluasaan pun tidak dapat direfleksikan dengan pengharaman yang halal, penghalalan yang
haram atau pengubahan sesuatu makna dari makna-makna tersebut. Dalam Hadits-Hadits
terdahulu ditegaskan bahwa sahabat yang berbeda bacaan itu meminta keputusan kepada Nabi,
lalu setiap orang diminta menyampaikan bacaannya masing-masing, kemudian Nabi
membenarkan semua bacaan mereka meskipun bacaan-bacaan itu berbeda satu dengan yang
lainnya, sehingga keputusan Nabi ini menimbulkan keraguan disebagian mereka. Maka bagi
mereka yang masih ragu dengan keputusan itu Rasulullah berkata, “Sesungguhnya Allah SWT
memerintahkanku untuk membaca Al-Qur’an dengan Tujuh Huruf”. Kita maklum, jika
perselisihan dan sikap saling meragukan itu menyangkut tentang penghalalan, pengharaman,
janji, ancaman dan lain sebagainya yang ditujuk oleh bacaan mereka, maka mustahil Rasulullah
akan membenarkan semuanya dan memerintahkan orang untuk tetap pada bacaannya masing-masing,
sesuai denga qira’at yang mereka bacakan itu. Sebab, jika hal demikian dapat
dibenarkan, berarti Allah Yang Maha Terpujui telah memerintahkan dan memfardukan untuk
melekukan sesuatu perbuatan tertentu dalam bacaan orang yang bacaannya menunjukkan
kefarduaannya, melarang dan mencegah untuk melakukan sesuatu itu, dalam bacaan orang yang
bacaannya menunjukkan larangan dan pencegahan , serta membolehkan secara mutlak untuk
melakukannya, dalam arti memberikan keleluasaan bagi siapa saja diantara hamba-hamba-Nya
untuk melakukan atau meninggalkannya di dalam bacaan orang yang bacaannya menunjukkan
pilihan. Pendapat demikian, jika memang ada, berarti menetapkan apa yang ditiadakan Allah
Yang Maha Terpuji dari Al-Qur’an dan hukum kitab-Nya. Allah SWT berfirman:
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Qur’an? Kalau sekiranya Al-Qur’an itu bukan
dari sisi Allah, tentulah mereka mendapati pertentangan yang banyak di dalamnya”. (An-
Nisa:82).
6. Peniadaan hal tersebut (kontradiksi dalam Al-Qur’an) oleh Allah Yang Maha Terpuji dari semua
Kitab-Nya yang muhkam merupakan suatu bukti paling jelas bahwa Allah tidak menurunkan
Kitab-Nya melalui lisan Muhammad kecuali dengan satu hukum yang sama bagi semua
makhluk-Nya, bukan dengan hukum-hukum yang berbeda bagi mereka.
Para pendukung pendapat keempat memandang bahwa mushaf-mushaf Usmani
mencakup ketujuh huruf tersebut seluruhnya, dengan pengertian bahwa mushaf-mushaf itu
mengandung huruf-huruf yang dimungkinkan dalam bentuk tulisan. Seperti perbedaan dalam
harokat sperti dalam ayat ayat ini dapat dibaca dengan bentuk jamak ataupun
mufrad dalam rusum Utsmani ditulis dengan huruf bersambung tetapi dengan
mempergunakan alif kecil (harokat berdiri). Dan seperti perbedaan dalam penambahan dan
pengurangan huruf seperti mitsal dalam ayat yang dibaca
pula dengan menambahkan lafadz min .Dan
ayat yang juga di baca dengan dengan
pengurangan kata . Dan perbedaan dalam taqdzim dan ta’khir seperti dalam
ayat yang dibaca juga dengan
. Sedang perbedaan dengan ibdal (pengganti) seperti dalam ayat
yamg di baca dengan .
Andaikata perbedaan tersebut masih ada dalam mushaf Utsmani yang sekarang tentunya
masih banyak juga yang berselisih tentang masalah bacaan yang dulu di perselisihkan pada masa
kholifah Utsmani.
` Pendapat kelima yang menyatakan dengan menghubugkan dengan hadits hadits bahwa
tujuh huruf ini menyatakan bilangan dan tidak bisa dinyatakan dengan harfiyah.
Pendapat keenam menyatakan bahwa tujuh huruf ini ialah bacaan qiroath yang
tujuh(qiroqti sab’ah) namun pendapat inipun dapat dijawab bahwa Al-Qura’n ini bukan bacaan
melainkan wahyu yang diturunkan sebagai risalah dan mu’jizat. Sedangkan qiro’at adalah
perbedaan dalam cara pengucapan lapadz-lapadz wahyu tersebut. Berkata Abu Symah “ Suatu
umat mengira bahwa qiro’at sab’ah sekarang adalah yang dimaksud dengan tujuh huruf. Namun
ini berbeda dengan pendapat dan kesepakatan para ahli ilmu.
Dalam masalah ini telah jelaslah pendapat yang bisa di ambil adalah pendapat yang
pertama, pendapat ini pun di dukung oleh hadits:
“Dari Ubai Ka’b, ia berkata: Rusulullah berkata kepadaku: ‘Sesungguhnya Allah SWT
memerintahkan aku unutuk membaca Qur’an dengan satu huruf.’ Lalu aku berkat: ‘Wahai T
uhanku, berikanlah keringanan kepada umatku.’ Kemudian ia memerintahkan kepadaku dengan
firmanya: Bacalah dengan dua huruf. Maka ia pun memerintahkan kepadu agar membacanya
dengan tujuh huruf dari tujuh pintu surga, semuanya obat penawar dan memadai”.
At-Thobari berkata: ” Yang di maksud dengan tujuh huruf ialah tujuh macam bahasa,
sepeti yng telah kita katakan, dan tujuh pintu surga adalah ma’na-ma’na yang terkandunng
didalamnya yaitu: A’mr, Nahyu, Kisah dan masal yang jika seseorang mengamalkanya sampai
dengan batasan batasaya yang telah ditentukan, maka ia berhak masuk surga.
D. HIKMAH TURUNNYA ALQUR’AN DENGAN TUJUH HURUF
Hikmah diturunkannya Al-Qur’an dengan tujuh huruf dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Untuk memudahkan bacaan dan hafalan bagi bangsa yang u’mmi, tidak bisa baca tulis,
yang setiap kabilahnya mempunyai dialek massing-masing namun belum terbiasa dan hafal
syari’at, apalagi mentradisikannya. Hikmah ini ditegaskan oleh beberapa hadits antara lain dalam
ungkapan berikut:
7. Ubai berkata
“ Rosulullah bertemu dengan jibril di Ahjarul mira, sebuah tempat di kuba, lalu berkata: ‘aku ini
di utus kepada umat yang u’mmi. Diantara mereka ada anak-anak, pembantu, kakek –kakek tua,
dan nenek-nenek jompo’. Maka kata jibril ‘hendaklah mereka membaca Al-Qur’an dengan tujuh
huruf.”
“ Allah memerintahkan aku untuk membacakan Al-Qur’an bagi umatmu dengan satu huruf. Lalu
aku mengatakan wahai tuhanku, berilah keringanan pada umatku”.
“ Allah memerintahkan engkau untuk membacakan Al-Qur’an kepada umatmu dengan satu
huruf. nabi menjawab ‘Aku memohon kepada Allah ampunan dan magfiroh-Nya. Umatku tidak
akan sanggup melakukan perintah itu”.
2. Bukti kemu’jizatan Al-Qur’an bagi naluri atau watak dasar kebahasaan orang Arab. Al-
Qur’an mempunyai banyak pola susunan bunyi yang sebanding dengan segala macam dialek
bahasa yang telsh menjadi naluri bahasa orang-orang Arab, sehingga setiap orang Arab dapat
mengalunkan huruf-huruf dan kata-katanya sesuai dengan irama yang telah menjadi watak dasar
mereka dan lahjah kaumnya, dengan tetap keberadaan Al-Qur’an sebagai mu’jizat yang
ditantangkan Rosulullah kepada mereka. Dan mereka tidak mampu menghadapi tantangan
tersebut. Sekalipun demikian, kemu’jizatan itu bukan terhadap bahasa melainkan terhadap naluri
kebahasaan mereka itu sendiri.
3. Kemu’jizatan Al-Qur’an dalam aspek ma’na dan hukum-hukumnya. Sebab perubahan
perubahan bentuk lafadz pada sebagian huruf dan kata-kata memberikan peluang untuk dapat
disimpulkan daripadanya berbagai hukum. Hal ini yang menyebabkan Al-Qur’an relevan bagi
setiap masa. Oleh karena itu, para Fuqoha dalam istinbath dan ijtihad berhujjah dengan qiro’at
bagi ketujuh huruf ini.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
A. Dasar-dasar Pengambilan Al-Qur’an Diturunkan dengan Tujuh Huruf.
Dasar pengambilan (Istinbath) turunnya Al-Qur’an dengan Tujuh Huruf disebutkan oleh
beberapa Hadits, di antaranya berikut ini.
1. Diriwayatkan dari Ibn Abbas r.a. sesungguhnya ia telah berkata,bahwasanya Rasulullah
SAW.telah bersabda,
“Rasulullah berkata: ‘Jibril membacakan (Al-Qur’an) kepadaku dengan satu huruf. Kemudian
berulang kali aku mendesak dan meminta agar huruf itu ditambah, dan ia pun menambahnya
kepadaku sampai dengan Tujuh Huruf’”. (H.R. Bukhari-Muslim dan yang lainnya).
2. Diriwayatkan dari Ali Ibn Ka’ab, sesungguhnya ketika berada di pinggir sungai suku Bani
Gaffar Nabi bersabda, “Maka datanglah Jibril kepadaku dan berkata, “Sesungguhnya Allah
SWT telah memerintahkanmu untuk membaca Al-Qur’an kepada umatmu dengan memakai satu
huruf”. Nabi menjawab, “Aku mohon pengampunan-Nya karena umatku tidak mampu untuk
menerimanya”. Kemudian Jibril datang untuk kedua kalinya dan berkata, “Sesungguhnya Allah
SWT telah memerintahkanmu untuk membaca Al-Qur’an kepada umatmu dengan memakai dua
huruf”. Nabi menjawab lagi, “Aku mohon pengampunan-Nya karena umatku tidak mampu untuk
8. melaksanakannya”. Jibril datang lagi untuk kedua kalinya dan berkata, “Sesungguhnya Allah
SWT telah memerintahkanmu untuk membaca Al-Qur’an kepada umatmu dengan memakai tiga
huruf”. Nabi menjawab lagi, “Aku mohon pengampunan-Nya karena umatku tidak mampu untuk
melaksanakannya”. Jibril datang untuk keempat kalinya dan berkata, “Sesungguhnya Allah SWT
memerintahkanmu untuk membaca Al-Qur’an kepada umatmu dengan memakai Tujuh Huruf”.
(H.R Muslim). Hadits-Hadits yang berkenaan dengan hal itu amat banyak jumlahnya dan
sebagian besar telah diselidiki oleh Ibn Jarir, pembukuan (Mukadimah) kitab tafsir Ibn Jarir. As-
Suyuti menyebutkan bahwa Hadits-Hadits tersebut diriwayatkan dari dua puluh orang sahabat.
Abu Ubaid al-Qasim bin Salam menetapkan kemutawatiran Hadits mengenai turunya Al-Qur’an
dengan Tujuh Huruf.
B. Perbedaan Pendapat Para Ulama
Pendapat pertama, yang dimaksud dengan Tujuh Huruf adalah Lughat-Lughat suku Arab yang
berjumlah tujuh. Dalam arti, tujuh bahasa yang berbeda-beda dalam pengucapan satu makna Al-
Qur’an pun diturunkan dengan sejumlah Lafazh sesuai dengan ragam bahasa tersebut tentang
makna yang satu itu. Dan jika tidak terdapat perbedaan, maka Al-Qur’an hanya mendatangkan
satu Lafazh atau lebih saja. Kalangan Ulama ini pun berbeda pendapat dalam menentukan
Lafazh-Lafazh tujuh itu. Sebagian mereka mengatakan bahwa tujuh Lughat adalah Quraisy,
Hudzail, Tsaqif, Hiwazan, dan Sa’ad bin Bakar. Di samping pendapat lagi, masih banyak lagi
pendapat Ulama mengenai tujuh bahasa itu.
Pendapat kedua, yang dimaksud dengan Tujuh Huruf adalah tujuh bahasa Arab yang
digunakan dalam keseluruhan Al-Qur’an. Dalam arti, Al-Qur’an tidak lepas dari bahasa itu.
Yaitu bahasa yang Fasih dikalangan bangsa Arab. Kebanyakan Al-Qur’an menggunakan bahasa
Quraisy, sedangkan sebagiannya menggunakan bahasa Hudzail, Tsafiq, Haujan, Kananah, dan
Yaman, karena itu maka secara keseluruhan Al-Qur’an mencakup ketujuh bahasa tersebut.
Pendapat keetiga, yang dimaksud Tujuh Huruf itu adalah tujuh wajah, yaitu: perintah
(arm), larangan (nahy), ancaman (wa’di), argumentasi (jadl), kisah-kisah (qishah), dan
perumpamaan-perumpamaan (matsal), atau perintah larangan halal, haram, muhkam,
mutasyabih, dan perumpamaan-perumpamaan.
Pendapat keempat, Tujuh Huruf itu adalah tujuh bacaan. Abu Fadh Ar-Razi
dalam kitabnya Al-Lawaih menerangkan bahwa ketujuh bacaan itu adalah:
1. Perbedaan Isim dalam segi format Mufrad (singular tunggal), Mutsanna (tsaniyah), dan
Jama’ (banyak).
2. Perbedaan dalam tasrif’ulaf’al (perubahan kata kerja) dari bentuk Mudhari (future tense;
present) bentuk Madhi (past tense) dan bentuk Amr (imperative).
3. Perbedaan dari segi Harkat.
4. Perubahan dari segi perubahan Harkat.
5. Perbedaan dari segi (naqsh) dan tambahan (Ziyadah).
6. Perbedaan dari segi mendahulukan dan mengakhirkan.
7. Perbedaan dari segi Lughat (Lahjah), seperti fathah, imalah, tipis (Takhfif), tebal
(Tarkhim), jelas (Jaly), dan dengung (Idgham).
Pendapat kelima, Tujuh Huruf itu tidak mengandung apa-apa, melainkan merupakan
lambang orang Arab yang menunjukkan sempurnanya sesuatu. Tujuh Huruf itu mengisyaratkan
bahwa Al-Qur’an dengan memakai bahasa Arab dan susunan Arab telah mencapai derajat yang
sempurna. Sebab, Lafazh sab’ah (tujuh) dipergunakan pula untuk menunjukkan jumlah banyak
9. dan sempurna dalam bilangan satuan, bilangan puluhan, dan ratusan. Tetapi kata-kata itu tidak
dimaksudkan untuk menunjukkan bilangan tertentu.
Pendapat keenam, bahwa yang dimaksud Tujuh Huruf itu adalah Qira’ah Sab’ah.
C. ANALISIS PENDAPAT PENGERTIAN QIRO’ATI SAB’AH
Dalam masalah ini telah jelaslah pendapat yang bisa di ambil adalah pendapat yang
pertama, pendapat ini pun di dukung oleh hadits:
“Dari Ubai Ka’b, ia berkata: Rusulullah berkata kepadaku: ‘Sesungguhnya Allah SWT
memerintahkan aku unutuk membaca Qur’an dengan satu huruf.’ Lalu aku berkat: ‘Wahai T
uhanku, berikanlah keringanan kepada umatku.’ Kemudian ia memerintahkan kepadaku dengan
firmanya: Bacalah dengan dua huruf. Maka ia pun memerintahkan kepadu agar membacanya
dengan tujuh huruf dari tujuh pintu surga, semuanya obat penawar dan memadai”.
D. HIKMAH TURUNNYA ALQUR’AN DENGAN TUJUH HURUF
Hikmah diturunkannya Al-Qur’an dengan tujuh huruf dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Untuk memudahkan bacaan dan hafalan bagi bangsa yang u’mmi, tidak bisa baca tulis,
yang setiap kabilahnya mempunyai dialek massing-masing namun belum terbiasa dan hafal
syari’at, apalagi mentradisikannya.
2. Bukti kemu’jizatan Al-Qur’an bagi naluri atau watak dasar kebahasaan orang Arab.
3. Kemu’jizatan Al-Qur’an dalam aspek ma’na dan hukum-hukumnya.
DAFTAR PUSTAKA
· Khalil Manna Al-Qatan, Study Ilmu Qur’an, Litera Antar Nusa Halim Jaya
Bogor 2009,
· Anwar Rosihon , Pengantar Ulumul Qur’an, CV Pustaka Setia Bandung, 2009
· Tafsir Al-Qur’an, CV Penerbit DiPonegoro
10. dan sempurna dalam bilangan satuan, bilangan puluhan, dan ratusan. Tetapi kata-kata itu tidak
dimaksudkan untuk menunjukkan bilangan tertentu.
Pendapat keenam, bahwa yang dimaksud Tujuh Huruf itu adalah Qira’ah Sab’ah.
C. ANALISIS PENDAPAT PENGERTIAN QIRO’ATI SAB’AH
Dalam masalah ini telah jelaslah pendapat yang bisa di ambil adalah pendapat yang
pertama, pendapat ini pun di dukung oleh hadits:
“Dari Ubai Ka’b, ia berkata: Rusulullah berkata kepadaku: ‘Sesungguhnya Allah SWT
memerintahkan aku unutuk membaca Qur’an dengan satu huruf.’ Lalu aku berkat: ‘Wahai T
uhanku, berikanlah keringanan kepada umatku.’ Kemudian ia memerintahkan kepadaku dengan
firmanya: Bacalah dengan dua huruf. Maka ia pun memerintahkan kepadu agar membacanya
dengan tujuh huruf dari tujuh pintu surga, semuanya obat penawar dan memadai”.
D. HIKMAH TURUNNYA ALQUR’AN DENGAN TUJUH HURUF
Hikmah diturunkannya Al-Qur’an dengan tujuh huruf dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Untuk memudahkan bacaan dan hafalan bagi bangsa yang u’mmi, tidak bisa baca tulis,
yang setiap kabilahnya mempunyai dialek massing-masing namun belum terbiasa dan hafal
syari’at, apalagi mentradisikannya.
2. Bukti kemu’jizatan Al-Qur’an bagi naluri atau watak dasar kebahasaan orang Arab.
3. Kemu’jizatan Al-Qur’an dalam aspek ma’na dan hukum-hukumnya.
DAFTAR PUSTAKA
· Khalil Manna Al-Qatan, Study Ilmu Qur’an, Litera Antar Nusa Halim Jaya
Bogor 2009,
· Anwar Rosihon , Pengantar Ulumul Qur’an, CV Pustaka Setia Bandung, 2009
· Tafsir Al-Qur’an, CV Penerbit DiPonegoro