MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
Tapunjung Tradisi Kearifan Lokal Empat Lawang
1. TAPUNJUNG
(NGANTAT PUNJUNG)
Oleh : CGP EMPAT LAWANG (Fasilitator Komar, S.Pd. )
Kelompok 1
❖ Anita,M.PD (TK Pembina Tebing Tinggi)
❖ Bobi Artanto ( SMAN 1Muara Pinang)
❖ Citra Rahmadona ( SD Negeri 25 Tebing Tinggi)
❖ Ovi Larassaty (SD Negeri 8 Tebing Tinggi)
Sebagai Tradisi/ Kearifan Lokal Budaya di Empat Lawang, Sumsel
Pendidikan Guru Penggerak Angkatan 9
Tahun 2023
2. Latar Belakang
Tradisi Punjung pada zaman dahulu sebelum masuknya
agama merupakan persembahan pada arwah leluhur
(puyang). Persembahan ini berupa hewan dan buah-buahan.
Persembahan berupa ayam dan pelengkapnya diletakkan
dalam wadah lebar di tempat yang dianggap ada
roh/arwah/jin misalnya pohon. Makanan dimasak layaknya
makanan untuk manusia. Persembahan ini agar tujuan
mereka dikabulkan atau mohon perlindungan. Ritual ini
selanjutnya berasimilasi dengan perngaruh Hindu dan Budha.
Setelah masuknya agama Islam menggeser ritual ini seperti
mantra diganti doa dan tidak lagi dipersembahkan ke
tempat-tempat tertentu, melainkan sebagai sedekah dengan
dimakan bersama di rumah. Pergeseran tentunya terjadi
sangat lambat, turun-temurun sehingga menjadi sebuah
warisan budaya yang memiliki nilai luhur.
Sumber : tribunnews.com
3. Definisi Tapunjung
1. Kata Punjung terdiri dari dua asal kata yaitu pu dan njung.
Pu dalam bahasa melayu artinya menjelaskan tempat yang
menerangkan kalau di tempat tersebut ada sesuatu yang dihormati,
didekati, dimuliakan, dan dihargai
Njung berasal dari kata anjung. Anjung bermakna mengangkat
setinggi-tingginya dengan tangan di atas kepala. Dalam kata Njung ini
menerangkan menghargai atau memuliakan, kalau ada kedudukan yang
dihormati.
Ta-punjung, penambahan imbuhan ta disini adalah pengaruh bahasa
Lintang Empat Lawang sama dengan fungsi imbuhan ter- dalam bahasa
Indonesia yang menyatakan perbuatan atau tindakan yang tidak
dilakukan secara sengaja, biasanya diikuti kata kerja.
4. 2. Punjung menurut KBBI adalah anyaman dari bilah seperti para-para atau
lengkung tempat menjalarkan tanaman.
Punjung sebagai tradisi adalah bentuk persembahan/sedekah/pemberian
dalam acara pernikahan, ungkapan rasa syukur tersampainya hajat (tamat
mengaji, selesai sekolah, rumah baru, sembuh dari sakit, membayar nazar,
dll.
3. Tapunjung merupakan sebuah tradisi yang dilakukan bertujuan untuk
mendekati, memuliakan, dan menghormati dan ini dilakukan karena sesuatu
hal yang tidak disengaja/di luar kendali kita.
4. Ngantat Punjung artinya mengantar, memberikan punjung ke tempat yang
dituju.
5. Apabila terjadi hal-hal yang tidak disengaja di luar kendali kita menyebabkan kerugian
bagi orang lain dan sebagai wujud permohonan maaf serta tangung jawab akan musibah
tersebut.
● Hewan peliharaan kita melukai orang.
● Batang tanaman kita menimpa orang.
● Tidak sengaja barang yang kita lempar melukai orang.
● Pertengkaran anak-anak yang seringkali tidak sengaja menimbulkan luka fisik
(berdarah, lecet, patah kaki, patah tangan, benturan kepala, dan lain-lain)
● Jika terjadi musibah misalnya di zaman sekarang dalam lalu lintas di jalan kadang
ada senggolan kendaraan dengan orang, kendaraan dengan kendaraan.
● Dan lain-lain.
Mengapa Tapunjung dilakukan?
6. Kapan Tapunjung dilakukan?
Tapunjung harus secepatnya dilakukan , disiapkan, diantar, dan
diberikan setelah kejadian yang menyebabkan kerugian bagi
orang lain tersebut. Punjung harus segera diantar kepada pihak
yang lebih merugi dalam hal fisik terkait musibah tersebut.
Biasanya keluarga-keluarga terdekat akan bersegera ikut
membantu mencarikan dan menyiapkan bahan-bahan pemberian
untuk isi punjung.
7. Apa tujuan Tapunjung/Ngantat
Punjung?
● Sebagai wujud tanggung jawab
● Sebagai bentuk permohonan maaf
● Sebagai ungkapan turut berduka atas kejadian yang menimpa
● Usaha meredam kemarahan agar masalah tidak semakin besar
● Upaya menjaga kerukunan agar silaturahim tetap terjalin, karena dulunya
hubungan kekerabatan di daerah Empat Lawang masih sangat erat dan kompak
hingga kinipun demikian. Sehingga dengan ngantat punjung atau memberi punjung
harapannya tidak memutus silaturahim jika dua belah pihak masih ada hubungan
keluarga, atau jika tidak ada hubungan keluarga bisa terjalin kekeluargaan (atau
biasa disebut dalam bahasa Empat lawang angkanan yang artinya menjadi
keluarga angkat.
● Sebagai bentuk keikhlasan menerima musibah dari Yang Maha Kuasa (Allah SWT)
● Sebagai peringatan kehatia-hatian/waspada atau sering disebut dengan istilah
tolak bala.
8. Bagaimana Tapunjung Dilaksanakan?
1. Pihak yang mengantar punjung (ngantat punjung dalam bahasa Empat Lawang)
segera mempersiapkan bahan-bahan yang harus dibawa ke rumah pihak yang
merugi fisiknya. Atau lebih merugi (korban yang ditabrak/korban yang luka).
2. Punjung diberikan kepada korban atau diantar ke rumah korban, atau bila korban
masuk rumah sakit, punjung diterima diwakilkan dengan sanak/keluarga korban.
3. Pihak pengantar punjung menyampaikan maksud kedatangan
A : Kami datang ke sini untuk menindaklanjuti kejadian tadi.
Ini punjung dan bedak lange, mohon diterimo.
4. Tuan rumah ( pihak korban) menerima atau menolak
B: Baiklah, punjung kami terimo. (dilanjutkan dengan penyampaian keluh kesah
atas keadaan)
5. Jika diterima,artinya menerima itikad baik/ memaafkan karena bertanggung jawab
A: Ada bedak lange tolong dibalurkan.
Bedak lange dibalurkan jika ada korban ada di tempat.
6. Namun, jika punjung ditolak artinya pihak korban belum memaafkan dan urusan
dilanjutkan dengan mediasi.
9. Perlengkapan Tapunjung
A. Bahan yang dibawa saat Ngantat Punjung
1. Bahan Makanan : Beras, kelapa, dan ayam
2. Bahan Obat:
Utama: Bedak Lange terbuat dari kemiri, beras, dan kunyit yang ditumbuk.
Isi punjung bisa berupa beragam sembako (tepung, gula, susu, minyak, dan lain-lain)
atau makanan yang sudah dimasak serta ditambahkan dengan obat-obatan yang sesuai
(santan campur gula merah/serawo, telur ayam kampung, lidah buaya, betadine,
alokohol,perban, dll)
Sumber : halodoc.com Pixxabay/Ally J pngwing.com
10. Nilai Luhur Tradisi Tapunjung
1. Nilai Ketuhanan
● Ikhlas menerima takdir Tuhan Yang Maha Kuasa, karena apa yang terjadi
kadangkala di luar kendali kita manusia, sehingga kita harus berserah dan
meminta perlindungan hanya pada Allah SWT.
2. Nilai Kemanusiaan
● Menyayangi sesama, apalagi sesama muslim adalah bersaudara.
● Menjaga kesopanan dan saling menghargai
● ketulusan dalam meminta maaf (tidak memaksa/defensif,
bersungguh-sungguh, tanpa syarat, singkat, serta tidak berlebihan.
● Tidak bersikap semena-semana kepada orang lain.
● Tanggung jawab atas akibat dari perbuatan yang dilakukan.
● Kepedulian akan musibah yang menimpa orang lain.
● Menghormati dan menghargai niat baik orang lain.
11. 3. Nilai Persatuan dan kesatuan
● semangat untuk menghindari konflik yang kadangkala diawali dengan
rasa marah atau pun rasa takut
● Menjaga kerukunan dalam masyarakat dalam usaha mempertahankan
kesatuan dalam keluarga besar atau lingkungan.
4. Nilai Kerakyatan dalam Permusyawaratan dan Perwakilan
● Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain
● Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk
kepentingan bersama.
5. Nilai Keadilan Sosial
● Suasana gotong royong dan kekeluargaan
● Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban
● Menghormati hak orang lain
● Tidak menggunakan hak milik dalam usaha memeras orang lain
12. Kesimpulan tentang Relevansi Nilai
Luhur Tapunjung (Ngantat Punjung)
dengan Penguatan Karakter
Tradisi Tapunjung dapat menguatkan pondasi karakter spiritual siswa sebagai
seorang hamba Tuhan, memunculkan nilai-nilai moral ketika melakukan kesalahan
hendaknya kita harus berani meminta maaf dan bertanggung jawab dan juga tidak
saling menyalahkan karena agama serta budaya timur sangat menjujung tinggi
silahturahmi dan kerukunan bermasyarakat.
13. Kesimpulan
1. Tut Wuri Handayani berarti mendorong dan menguatkan karakter.
Tradisi Tapunjung secara turun temurun telah menjadi tuntunan yang
menguatkan karakter individu serta menjadi tempat persemaian benih -benih
budaya masyarakat yang membentuk budi pekerti masyarakat Empat Lawang.
2. Karakter manusia mendapatkan pengaruh dari yang menurunkannya.
Pergeseran yang lambat dari generasi ke generasi tradisi Tapunjung lambat laun
semakin mendekatkan manusia dengan Tuhan pendipta alam semesta sehingga
manusia mendapatkan kebahagiaan dan keselamatan yang setinggi-tingginya.
3. Manusia membutuhkan hidup yang selaras dan seimbang sehingga diperlukan
nilai-nilai yang mengikat dan menuntun mereka untuk menjalani kehidupan
dalam bermasyarakat. Nilai-nilai tersebut terkadang diperoleh dari hal-hal yang
menyenangkan tanpa adanya unsur tekanan.
4. Pendidikan di sekolah sebaiknya mengangkat tradisi dalam wacana
pembelajaran di sekolah untuk penguatan karakter siswa karena sarat akan
pesan spiritual dan moral kemanusiaan.