Relokasi Gempa, Geometri Zona Sesar Dan Kendala Pada Kecepatan Lateral Variasi Dengan Menggunakan Metode Penentuan Hiposenter Bersama (JHD) Di Wilayah Taiwan
Relokasi Gempa, Geometri Zona Sesar Dan Kendala Pada Kecepatan Lateral Variasi Dengan Menggunakan Metode Penentuan Hiposenter Bersama (JHD) Di Wilayah Taiwan
Agar bisa [1] mendapatkan informasi tentang kedalaman laut (Bathimetri), [2] struktur dan lingkungan pengendapan sedimen di bawah permukaan dasar laut (seabed), [3] mengidentifikasi informasi abiotik ukuran sedimen (grain size) dan sebarannya maka digunakanlah Sistem BATHY-2010 Chirp Sub Bottom Profile and Bathymetric Echo Sounder terpasang di lambung kapal dan Gravity core . Transduser dari sub-bottom profiler jenis pinger ini terdiri dari elemen piezoelektrik kecil yang memancarkan gelombang pendek, tunggal dan frekuensi tinggi (frekuensi bandwidth yang sempit 3.5 kHz) ketika diaktifkan oleh dorongan listrik.
Data batimetri, data rekaman akustik dan sampel contoh inti sedimen diperoleh dari hasil survey pada tanggal 10-24 Juni 2014 di Perairan Utara Kepulauan Aru menggunakan KR GEOMARIN III Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral, Pusat Penelitian Pengembangan Geologi Kelautan (PPPGL). Secara morfologi daerah penelitian dibagi menjadi dua lokasi, yaitu daerah Dataran pada bagian Timur dan daerah Rendahan sangat dalam pada bagian Barat. Pada bagian Timur morfologi yang terbentuk terdiri dari closure atau punggungan, kisaran kedalaman -1.5 hingga -100 meter dibawah permukaan air laut, sedangkan morfologi pada bagian Barat merupakan morfologi rendahan dengan kedalaman kisaran -101 hingga -3735.5 meter dibawah permukaan air laut (Palung Aru).
Analisis tekstur yang dilakukan terhadap sampel sedimen di lokasi penelitian menunjukan adanya empat tipe sedimen, yaitu kerikilan, pasiran, lanauan dan lempungan. Secara keseluruhan dari empat lokasi pengambilan contoh didominasi oleh lanauan 53.1 %, pasiran 39.3 %, kerikilan 5.7 % dan lempungan 1.95 %. Berdasarkan hasil analisa fraksinasi sedimen pada empat titik pengambilan core, teridentifikasi adanya dua tipe substrat, yaitu lanau pasiran (tiga core), pasiran (satu core). Hasil identifikasi fasies ditemukan dua belas jenis yaitu: Subparallel, Sigmoid, Chaotic Fill, Downlap, Erosional Truncation, Prograded Fill, Divergent, Complex, Hummocky, Wavy parallel Subparallel between parallel, Divergent fill. Fasise dominan yakni Subparallel, Sigmoid, Chaotic Fill sedimentasi pada channel dengan energi yang sangat tinggi. Hasil identifikasi pola refeksi akustik ditemukan pola refleksi discontinuity (tidak adanya keberlanjutan/putus-putus) dan pola continuity (kemenerusan) sinyal akustik pada endapan sedimen. Pola discontinuity menandakan bahwa frekuensi yang diterima endapan rendah, sedangkan continuity menandakan frekuensi yang diterima tinggi.
jika terjadi kesalahan dan kekeliruan dalam penulisan silahkan tinggalkan pesan di email amriuspi@gmail.com.
Semoga Bermanfaat, sekian dan terima kasih
Catatan Kuliah Ilmu Ukur Tanah ini disusun secara ringkas dari beberapa referensi. Mencakup bahasan tentang pengertian survei, peta, pengukuran jarak, sudut, azimut, bearing, penggunaan pita ukur, theodolite, dan waterpas, perhitungan poligon, beda tinggi, luas dan volume. Disamping itu disertai pula contoh hitungan sederhana untuk memudahkan pemahaman dari setiap materi. Modul ini dapat dijadikan pegangan praktis dalam mempelajari survei dan pemetaan tingkat dasar.
Agar bisa [1] mendapatkan informasi tentang kedalaman laut (Bathimetri), [2] struktur dan lingkungan pengendapan sedimen di bawah permukaan dasar laut (seabed), [3] mengidentifikasi informasi abiotik ukuran sedimen (grain size) dan sebarannya maka digunakanlah Sistem BATHY-2010 Chirp Sub Bottom Profile and Bathymetric Echo Sounder terpasang di lambung kapal dan Gravity core . Transduser dari sub-bottom profiler jenis pinger ini terdiri dari elemen piezoelektrik kecil yang memancarkan gelombang pendek, tunggal dan frekuensi tinggi (frekuensi bandwidth yang sempit 3.5 kHz) ketika diaktifkan oleh dorongan listrik.
Data batimetri, data rekaman akustik dan sampel contoh inti sedimen diperoleh dari hasil survey pada tanggal 10-24 Juni 2014 di Perairan Utara Kepulauan Aru menggunakan KR GEOMARIN III Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral, Pusat Penelitian Pengembangan Geologi Kelautan (PPPGL). Secara morfologi daerah penelitian dibagi menjadi dua lokasi, yaitu daerah Dataran pada bagian Timur dan daerah Rendahan sangat dalam pada bagian Barat. Pada bagian Timur morfologi yang terbentuk terdiri dari closure atau punggungan, kisaran kedalaman -1.5 hingga -100 meter dibawah permukaan air laut, sedangkan morfologi pada bagian Barat merupakan morfologi rendahan dengan kedalaman kisaran -101 hingga -3735.5 meter dibawah permukaan air laut (Palung Aru).
Analisis tekstur yang dilakukan terhadap sampel sedimen di lokasi penelitian menunjukan adanya empat tipe sedimen, yaitu kerikilan, pasiran, lanauan dan lempungan. Secara keseluruhan dari empat lokasi pengambilan contoh didominasi oleh lanauan 53.1 %, pasiran 39.3 %, kerikilan 5.7 % dan lempungan 1.95 %. Berdasarkan hasil analisa fraksinasi sedimen pada empat titik pengambilan core, teridentifikasi adanya dua tipe substrat, yaitu lanau pasiran (tiga core), pasiran (satu core). Hasil identifikasi fasies ditemukan dua belas jenis yaitu: Subparallel, Sigmoid, Chaotic Fill, Downlap, Erosional Truncation, Prograded Fill, Divergent, Complex, Hummocky, Wavy parallel Subparallel between parallel, Divergent fill. Fasise dominan yakni Subparallel, Sigmoid, Chaotic Fill sedimentasi pada channel dengan energi yang sangat tinggi. Hasil identifikasi pola refeksi akustik ditemukan pola refleksi discontinuity (tidak adanya keberlanjutan/putus-putus) dan pola continuity (kemenerusan) sinyal akustik pada endapan sedimen. Pola discontinuity menandakan bahwa frekuensi yang diterima endapan rendah, sedangkan continuity menandakan frekuensi yang diterima tinggi.
jika terjadi kesalahan dan kekeliruan dalam penulisan silahkan tinggalkan pesan di email amriuspi@gmail.com.
Semoga Bermanfaat, sekian dan terima kasih
Catatan Kuliah Ilmu Ukur Tanah ini disusun secara ringkas dari beberapa referensi. Mencakup bahasan tentang pengertian survei, peta, pengukuran jarak, sudut, azimut, bearing, penggunaan pita ukur, theodolite, dan waterpas, perhitungan poligon, beda tinggi, luas dan volume. Disamping itu disertai pula contoh hitungan sederhana untuk memudahkan pemahaman dari setiap materi. Modul ini dapat dijadikan pegangan praktis dalam mempelajari survei dan pemetaan tingkat dasar.
TUGAS pelaksana pekerjaan jalan jenjang empat 4 .pptx -.pdf
STUDI IDENTIFIKASI STRUKTUR GEOLOGI DI PULAU TIMOR.pdf
1. 1
STUDI IDENTIFIKASI STRUKTUR GEOLOGI BAWAH PERMUKAAN BERDASARKAN DATA
GAYABERAT DI PULAU TIMOR
David Octavianus1
, Susanti Alawiyah2
, Rhahmi Adni Pesma1
, Purwaditya Nugraha1
1
Teknik Geofisika, Institut Teknologi Sumatera
2
Teknik Geofisika, Institut Teknologi Bandung
Email : davidoctavianuss98@gmail.com
Abstrak. Aktivitas tektonik mengakibatkan tatanan geologi yang cukup kompleks di Pulau Timor
sehingga wilayah Pulau Timor mengalami perubahan struktur geologi seperti pengangkatan,
pensesaran, dan perlipatan. Metode gayaberat dilakukan untuk mengetahui keberadaan struktur
geologi bawah permukaan Pulau Timor. Sebaran nilai Anomali Bouguer Lengkap di Pulau Timor
bervariasi antara -47.8 sampai 199.8 mGal. Berdasarkan analisis spektral didapatkan lebar jendela yaitu
7, estimasi kedalaman regional sebesar 12.71 km dan estimasi kedalaman residual 3.68 km. Analisis
Second Vertical Derivative (SVD) dan Improved Normalized Horizontal (INH) digunakan untuk
mendapatkan pola struktur geologi bawah permukaan. Dari hasil pemodelan 2.5D yang dilakukan
sebanyak tiga lintasan dengan arah lintasan A-A’ relatif Barat-Timur, lintasan B-B’ relatif Utara-Selatan
dan lintasan C-C’ relatif Utara-Selatan. Dari pemodelan yang dilakukan didapatkan keberadaan struktur
sesar, lipatan, dan pengangkatan yang ditunjukkan dengan batuan basemen yang naik ke permukaan
Pulau Timor.
Kata Kunci: Pulau Timor, SVD, INH
Abstract. The tectonic activity resulted in a fairly complex geological arrangement on the island of
Timor so that the island of Timor experienced changes in the geological structure such as uplifting,
shifting and folding. The gravity method is used to determine the existence of the subsurface geological
structure of the island of Timor. The value distribution of Complete Bouguer Anomaly on Timor Island
varies from -47.8 to 199.8 mGal. Based on the spectral analysis, the window width is 7, the regional
depth estimate is 12.71 km and the residual depth estimate is 3.68 km. Second Vertical Derivative (SVD)
and Improved Normalized Horizontal (INH) analysis is used to obtain subsurface geological structure
patterns. From the 2.5D modeling results, there were three lines with the A-A 'line relatively West-East,
the B-B' line relatively North-South and the C-C line relatively North-South. From the modeling, it was
found that the existence of fault structures, folds, and uplifts indicated by basement rock rising to the
surface of Timor Island.
Keywords: Timor Island, SVD, INH
PENDAHULUAN
Pulau Timor merupakan hasil tumbukan
antara dua lempeng besar yaitu lempengan
kontinen Australia dan lempengan busur kepulauan
Banda. Aktivitas tektonik tersebut mengakibatkan
kondisi tatanan geologi yang terdapat di pulau
Timor cukup kompleks. Proses tektonik akibat dari
penunjaman yang terjadi dari pergerakan bagian
paling jauh dari lempengan kontinen Australia
sampai pada zona subduksi di Utara Timor bertemu
dengan busur kepulauan (Wetar, Atauro, Alor,
Kisar), sehingga wilayah Timor mengalami
pengangkatan, perlipatan, dan pensesaran.
Secara regional, tatanan Pulau Timor
merupakan pulau terbesar dan paling selatan
diantara pulau-pulau lain seperti Tanimbar, Kai, dan
Seram yang membentuk Busur Banda. Busur Banda
sendiri dipisahkan dari paparan benua Australia
oleh Terusan Timor dengan kedalaman 3 km.
Kemunculan Timor erat kaitannya dengan Busur
Banda yang merupakan busur kepulauan ganda
berbentuk tapal kuda yang merupakan pertemuan
2. 2
antara 3 lempeng utama yaitu Lempeng Indo-
Australia, Lempeng Pasifik, dan Lempeng Eurasia.
Busur Banda sering juga disebut Banda
Suture karena merupakan zona pertemuan dari tiga
lempeng yang berbeda .
Gambar 1. Peta Tektonik Busur Banda
Metode gayaberat dapat menggambarkan
struktur geologi (sesar, lipatan, patahan, dan lain-
lain) bawah permukaan berdasarkan variasi medan
gravitasi bumi akibat perbedaan densitas secara
lateral. Untuk memudahkan dalam interpretasi
kondisi geologi bawah permukaan dengan
menganalisis anomali residual. Anomali residual
didapatkan dari selisih peta anomali Bouguer
lengkap dengan anomali regional yang didapatkan
dengan melakukan pemisahan anomali regional
dan residual.
Pemisahan anomali regional dan residual
dilakukan dengan menggunakan metode Moving
Average (perata-rataan bergerak). Untuk
mengidentifikaasi keberadaan struktur dilakukan
analisis Second Vertical Derivative dan analisis
Improved Normalized Horizontal.
Secara geografis lokasi penelitian kurang lebih
terletak pada koordinat 8°00’ - 10°00’ Lintang
Selatan dan 124°00’ - 126°00’ Bujur Timur.
Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian
METODOLOGI
Data penelitian ini merupakan data
gayaberat sekunder yang diperoleh dari website
http://topex.ucsd.edu/cgibin/get_data.cgi.
Metodologi yang digunakan yaitu menganalisis data
gayaberat dengan menggunakan konstrain data
lapangan. Analisis yang digunakan pada penelitian
ini yaitu analisis spektral, moving average, analisis
second vertical derivative, dan analisis improved
normalized horizontal.
Analisis spektral dilakukan untuk
mengestimasi kedalaman regional, kedalaman
residual, dan lebar jendela yang kemudian lebar
jendela akan digunakan dalam metode moving
average dalam pemisahan anomali regional dan
anomali residual.Analisis second vertical derivative
dan analisis improved normalized horizontal dapat
digunakan untuk membantu interpretasi
keberadaan struktur terhadap data anoamli yang
diakibatkan oleh adanya struktur. Diagram alir
penelitian dapat dilihat pada Gambar 3. Diagram alir
penelitian.
3. 3
Gambar 3. Diagram alir penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN
Complete Bouguer Anomaly (CBA)
merupakan merupakan hasil dari bacaan alat pada
pengukuran gayaberat yang telah dilakukan koreksi-
koreksi dalam metode gayaberat untuk
menghilangkan noise atau pengaruh dari lingkungan
sekitar. Complete Bouger Anomaly disebabkan oleh
variasi densitas secara lateral pada batuan di kerak
bumi yang telah berada pada bidang referensi yaitu
bidang geoid. Persamaan untuk mendapatkan nilai
Complete Bouguer Anomaly (CBA) :
CBA = gobservasi – gΦ + FAC - BC + TC (1)
Gambar 4. Peta Complete Bouguer Anomaly (CBA)
Pada peta anomali CBA dapat dilihat bahwa
persebaran anomali bouguer di daerah penelitian
bervariasi antara -47.8 sampai 199.8 mgal. Terlihat
adanya gradasi pola sebaran anomali rendah ke
anomali tinggi yaitu relatif dari selatan menuju ke
utara. Sebaran anomali rendah dapat dilihat pada
bagian barat daya daerah pengukuran dan sebaran
anomali tinggi dapat dilihat pada bagian utara
daerah pengukuran.
Analisis spektral dilakukan untuk
mengestimasi kedalaman regional, kedalaman
residual, dan lebar jendela. Analisis spektral
dilakukan dengan melakukan slicing pada peta CBA.
Pada penelitian ini dilakukan 8 slicing yang
diharapkan sudah mewakili informasi keseluruhan
peta CBA.
Gambar 5. Peta Lintasan Analisis Spektral
4. 4
Tabel 1. Tabel Analisis Spektral
Kemudian nilai lebar jendela digunakan
untuk pemisahan anomali regional dan residual
dengan menggunakan metode (Moving Average).
Hasil dari moving average berupa anomali regional
dan untuk anomali residual didapatkan dari selisih
anomali CBA dengan anomali regional.
Gambar 6. Peta Anomali Regional
Gambar 7. Peta Anomali Residual
Metode Second Vertical Derivative
bertujuan untuk memunculkan sumber-sumber
anomali dangkal atau anomali lokal, sehingga dapat
mengetahui diskontinuitas dari struktur bawah
permukaan, khususnya adanya patahan atau sesar.
Second Vertical Derivative (SVD) didapatkan dari
penurunan persamaan Laplace:
(2)
(3)
(4)
(5)
Analisis second vertical derivative dilakukan
pada peta CBA dengan menggunakan filter Elkins
(1951). Pada peta second vertical derivative dapat
dilihat pola sebaran anomali rendah relatif berada
di Utara lokasi penelitian yang diduga sebagai
cekungan . Sebaran nilai anomali pada peta SVD
berkisar dari -37.68 mGal sampai 214.13 mGal.
Untuk mengetahui keberadaan struktur dapat
dilihat dengan meninjau perubahan gradien
kemiringan pada kurva SVD.
Gambar 8. Peta Anomali Second Vertical Derivative
(SVD)
5. 5
Metode Improved Normalized Horizontal
digunakan untuk mendeteksi suatu tepian akibat
struktur sesar atau batas geologi. Metode ini
merupakan high-pass filter berdasarkan turunan
horisontal dan vertical dari anomali gravitasi.
Improved Normalized Horizontal (INH) filter ini
ditemukan atas usulan (Cooper dan Cowan, 2006),
yang mana filter pendeteksi tepian ini
dikembangkan melalui normalized horizontal tilt
angle (TDX) oleh Cooper dan Cowan (2006), dengan
rumus sebagai berikut:
(6)
Dengan p adalah nilai konstanta positif
yang ditentukan oleh interpreter. Secara umum,
nilai p merupakan hasil dari sepersepuluh atau
seperdua puluh nilai maksimum turunan horizontal
total (Cooper dan Cowan, 2006). Nilai p tersebut
dapat dapat dilakukan dengan metode trial and
error (coba-coba).
Gambar 9. Peta Improved Normalized Horizontal
Pada peta Improved Normalized Horizontal
dapat dilihat pesebaran nilai anomali berkisar dari
0.048 sampai 0.1233 mGal. Terdapat pola anomali
tinggi yang ditandai oleh anomali berwarna ungu
yang mengindikasikan adanya pola strukrur dan
anomali rendah yang ditandai oleh anomali
berwarna biru. Perubahan anomali INH
menjelaskan bahwa adanya batas struktur atau
batas geologi pada daerah penelitian.
Forward modeling (permodelan ke depan)
adalah suatu metode interpretasi gayaberat
dengan cara memperkirakan densitas bawah
permukaan dengan membuat terlebih dahulu
model geologi bawah permukaan (Talwani, 1959).
Prinsip umum dari pemodelan kedepan adalah
meminimumkan selisih anomali pengamatan untuk
mengurangi ambiguitas.
Gambar 10. Peta Residual dengan Analisis Struktur
Forward modeling untuk menghitung efek
gayaberat model benda bawah permukaan dengan
penampang berbentuk sembarangan yang dapat
mewakili oleh suatu poligon berisi n dinyatakan
sebagai integral garis sepanjang sisi-sisi poligon.
Forward modeling dilakukan dengan melakukan
slicing pada peta residual. Pada penelitian ini
Gambar 11. Peta Residual dengan Lintasan
Pemodelan
Slicing untuk pemodelan geologi bawah
permukaan dilakukan sebanyak tiga lintasan,
dimana lintasan A-A’ relatif berarah Barat-Timur,
lintasan B-B’ relatif berarah Utara-Selatan dan
lintasan C-C’ relatinf berarah Utara-Selatan. Dari
6. 6
ketiga lintasan tersebut diharapkan sudah dapat
mewakili informasi model bawah permukaan
daerah penelitan.
Gambar 12. Penampang geologi lintasan A-A’
dengan respon anomali residual, anomali SVD,
anomali INH
Pemodelan lintasan A-A’ dilakukan pada
bagian Barat Daya daerah penelitian dengan arah
lintasan relatif Barat-Timur. Penentuan kedalaman
penampang didapatkan dari hasil analisis spektral
dengan estimasi kedalaman 3.686 km dengan
panjang lintasan 107 km yang didapatkan dari
slicing pada peta anomali residual. Hasil pemodelan
pada lintasan A-A’ didapatkan nilai error
pemodelan sebesar 3.781.
Penampang lintasan A-A’ terdapat 6
formasi batuan yang menyusun penampang
lintasan A-A’, yaitu Kompleks Mutis (pPm) dengan
densitas 2.9 gr/cc, Formasi Aitutu (Ra) dengan
densitas 2.7 gr/cc, Kompleks Bobonaro (Tmb)
dengan densitas 2.2 gr/cc, Formasi Noele (Qtn)
dengan densitas 2.55 gr/cc, Satuan Konglomerat
dan Gravel (Qac) dengan densitas 2 gr/cc, dan
Satuan Batu Gamping Koral (Q1) dengan densitas 2
gr/cc.
Gambar 13. Penampang geologi lintasan B-B’
dengan respon anomali residual, anomali SVD,
anomali INH
Pemodelan lintasan B-B’ dilakukan di
tengah daerah penelitian dengan arah lintasan
relatif Utara - Selatan. Penentuan kedalaman
penampang didapatkan dari hasil analisis spektral
dengan estimasi kedalaman 3,686 km dengan
panjang lintasan 80,17 km yang didapatkan dari
slicing pada peta anomali residual. Hasil pemodelan
pada lintasan B-B’ didapatkan nilai error pemodelan
sebesar 4.163.
Penampang lintasan B-B’ didapatkan 11
formasi batuan yang menyusun penampang geologi
lintasan B-B’, yaitu Formasi Lolotoi (pPI) dengan
densitas 2.74 gr/cc, Formasi Maubise (Pm) dengan
densitas 2.2 gr/cc, Formasi Aitutu (Ra) dengan
densitas 2.7 gr/cc, Formasi Wailuli (Jw) dengan
densitas 2.4 gr/cc, Formasi Cablac (Tmc) dengan
densitas 2.55 gr/cc, Formasi Viqueque (Tpv) dengan
densitas 2.1 gr/cc, Formasi Bobonaro (Qtb) dengan
densitas 2.2 gr/cc, Formasi Ainaro (Qpa) dengan
densitas 2.2 gr/cc, Endapatan Alluvial (Qal) dengan
densitas batuan 1.9 gr/cc, Satuan Konglomerat dan
7. 7
Kerakal (Qac) dengan densitas batuan 2 gr/cc, dan
Satuan Batu Gamping dan Koral (Q1) dengan
densitas batuan 2 gr/cc.
Gambar 14. Penampang geologi lintasan C-C’
dengan respon anomali residual, anomali SVD,
anomali INH
Pemodelan lintasan C-C’ dilakukan pada
bagian Timur Laut daerah penelitian dengan arah
lintasan relatif Utara - Selatan. Penentuan
kedalaman penampang didapatkan dari hasil
analisis spektral dengan estimasi kedalaman 3.686
km dengan panjang lintasan 36 km yang didapatkan
dari slicing pada peta anomali residual. Hasil
pemodelan pada lintasan B-B’ didapatkan nilai error
pemodelan sebesar 3.323.
Penampang lintasan B-B’ didapatkan 8
formasi batuan yang menyusun penampang geologi
lintasan B-B’, yaitu Formasi Lolotoi (pPI) dengan
densitas 2.74 gr/cc, Formasi Maubise (Pm) dengan
densitas 2.2 gr/cc, Formasi Aitutu (Ra) dengan
densitas 2.7 gr/cc, Formasi Wailuli (Jw) dengan
densitas 2.4 gr/cc, Formasi Borolalo (Kb) dengan
densitas 2.55 gr/cc, Formasi Barique (Tob) dengan
densitas 2 gr/cc, Formasi Bobonaro (Qtb) dengan
densitas 2.21 gr/cc dan Formasi Suai (Qs) dengan
densitas 2.25 gr/cc.
Dari ketiga model bawah permukaan
ditemukan adanya struktur sesar dan lipatan. Sesar
dan lipatan terbentuk akibat adanya gaya tekanan
yang diduga terbentuk akibat adanya gaya tekanan
dari arah Utara dan Selatan lokasi penelitian.
Adanya struktur sesar dan lipatan terlihat dari
adanya formasi batuan aitutu (Ra) yang muncul di
permukaan dan adanya perubahan anomali yang
cukup signifikan pada lintasan yang diduga
keberadaan struktur pada bawah permukaan.
Keberadaan struktur tersebut juga didukung oleh
data anomali SVD dan anomali INH yang
memperkuat keberadaan struktur pada penampang
geologi lintasan.
PENUTUP
Simpulan dan Saran
Adapun kesimpulan pada penelitian ini yaitu,
1. Analisis struktur dilakukan dengan
mengidentifikasi anomali residual, anomali SVD,
dan anomali INH dengan melihat pola sebaran
anomali pada peta anomali tersebut. Untuk
memperkuat keberadaan struktur maka
dilakukan korelasi dari hasil analisis struktur
terhadap anomali residual, anomali SVD, dan
anomali INH.
2. Hasil dari pemodelan 2.5D bawah permukaan
yang dilakukan dari lintasan terhadap peta
anomali residual didapatkan adanya struktur
sesar, lipatan dan pengangkatan. Struktur
tersebut dapat dilihat dari analisis struktur
dimana dengan meninjau perubahan anomali
cukup signifikan dan adanya formasi batuan
yang muncul di permukaan akibat adanya sesar
dan lipatan.
Saran
Adapun saran yang perlu dilakukan untuk
penelitian selanjutnya adalah diperlukan penelitian
lebih lanjut terkait penentuan cutoff dan estimasi
kedalaman karena cukup penting untuk melakukan
pemodelan struktur geologi bawah permukaan.
8. 8
Dibutuhkan studi literatur geologi regional sebagai
dasar pemahaman untuk menentukan struktur
geologi bawah permukaan yang lebih
menggambarkan keadaan bawah permukaan.
Ucapan Terima Kasih
Penulis mengucapkan terimakasih sebesar-
besarnya kepada Ibu Susanti Alawiyah selaku dosen
pembimbing 1, Ibu Rhahmi Adni Pesma selaku
dosen pembimbing 2, Bapak Purwaditya Nugraha
selaku dosen pembimbing 3, serta orang tua dan
adik penulis dalam kelancaran penulisan penelitian
ini.
DAFTAR PUSTAKA
Barber, A. J. (1981). A Structural Interpretations of The
Island Timor, Eastern Indonesia. Bandung:
Geolo. Res. Dev. Cen.
Blakely, R. J. (1996). Potential theory in gravity and
magnetic applications. US: Cambridge
university press.
Elkins, T. (1951). The Second Derivative Method of
Gravity Interpretation Geophyisics. XVI, 29-50.
Grandis, H. (2009). Pengantar Pemodelan Inversi
Geofisika. Jakarta: Himpunan Ahli Geofisika
Indonesia.
Hall, R., & Wilson, M. (2000). Neogene sutures in eastern
Indonesia. Journal of Asian Earth Sciences 18,
487-493.
Hamilton, W. (1979). Tectonics of the Indonesian Region.
United Staed Geological Survey, 1078.
Hinze, W. (1990). Peran metode gravitasi dan magnet
dalam teknik dan studi lingkungan. Society of
Exploration Geophysicists, hlm. 75-126.
Jacobs, J. A., Russel, R. D., & Tuzo, J. (1974). Physics and
Geology. New York: McGraw-Hill Book
Company.
Li, e. a. (2014). Optimised edge detection filters in the
interpretation of potential field data. Explor.
Geophys, 45.
Longman, I. M. (1959). Formulas for Computing the Tidal
Acceleration due to the Moon and the sun. J.
Geophys.Res, 64.
Ramsay, G. (1987). The Techniques of Modern Structural
Geology. USA: Academic Press Limited.
Reynolds, J. M. (1997). An Introduction to Applied and
Environmental Geophysics. Chichester John
Wiley and Sond Ltd, 796p.
Richardson, A. N., & Blundell, J. D. (1996). Continental
collision in the Banda Arc, in Tectonic Evolution
of Southeast Asia. Geol. Soc. Sp. Publ. 106, pp.
47-60.
Robinson, E. S. (1988). Basic exploration geophysics. US:
Somerset, NJ.
Rosyid, S. (2005). Gravity Method in Exploration
Geophysics. Depok: Universitas Indonesia.
Sani, K., Jacobson, & Sigit, R. (1995). The Thin-Skinned
Thrust Structures of Timor. Jakarta: Proceedings
Indonesian Petroleum Association.
Sawyer, R. K., Sani, K., & Brown, S. (1993). Stratigraphy
and Sedimentology of WestTimor. Proccedings
of the Indonesian Petroleum Association 22, 1-
20.
Setyanta, B. (2008). Model Geologi Bawah Permukaan
Daerah Muarawahau Hasil Analisis Anomali
Gaya Berat Berdasarkan Estimasi Kedalaman
Dengan Metode Analisis Spektral. JSDG, Vol.18.
Talwani, M. W. (1959). Rapid Graviy Computations for
Two-Dimensional Bodies with Application to the
Mendocino Submarine Fracure Zone. Journal of
Geophysical Research, 64 (1): 49 –59.
Telford, W. G. (1990). Applied Geophyisics. USA:
Cambridge Unversity.
Zhou, X., Zhong, B., & Li, X. (1990). Gravimetric Terrain
Correction by Triangular Element Method.
Geophysics, Vol.55.
-------------------