SlideShare a Scribd company logo
1
GEOLOGI REGIONAL
Pulau Sulawesi secara litotektonik dapat dibagi 3 mandala yaitu
Mandala barat, mandala tengah dan mandala timur. Mandala barat dicirikan
oleh jalur mgmatik, jalur tengah dicirikan oleh tersingkapnya batuan
metamorf yang ditindih oleh bagian blok Australia dan timur dicirikan oleh
batuan ofiolit berimbrikasi dengan batuan sedimen laut. Mandala barat
dapat dibagi dua yaitu mandala barat bagian barat dan mandala barat
bagian utara. Mandala barat bagian barat memanjang dari selatan ke utara
yaitu dari Makassar hingga Buol. Sedangkan, bagian utara menyebar dari
Buol hingga Manado dengan batuan bersifat intermediet hingga basa (van
Leeuwen, 1994).
A. Geomorfologi Regional
Sebagian besar wilayah dataran Sulawesi Utara terdiri dari
pegunungan dan bukit-bukit diselingi oleh lembah yang membentuk
dataran. Gunung-gunung terletak berantai dengan ketinggian di atas
1000m dari permukaan laut. Beberapa gunung di Sulawesi Utara yaitu,
Gunung Klabat (1895m), Gunung Lokon (1579m), Gunung Mahawu
(1331m), Gunung Soputan (1789m), Gunung Dua Saudara (1468m)
(wilayah Bitung), Gunung Awu (1784m), Gunung Ruang (1245m),
Gunung Karangetan (1320m), Gunung Dalage (1165m), Gunung
Ambang (1689m), Gunung Gambula (1954m), dan Gunung Batu-
Balawan (1970m).
Dataran rendah dan dataran tinggi secara potensial mempunyai nilai
ekonomi bagi daerah. Beberapa dataran yang terdapat di daerah ini
antara lain: Tondano (2.850Ha), Langowan (2.381Ha), Modoinding
(2.350Ha), Tompaso Baru (2.587Ha) di Kabupaten Minahasa serta
beberapa wilayah di Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Kabupaten
Kepulauan Talaud.
Berdasarkan hasil analisa peta topografi skala 1 : 100.000 yang
meliputi tinggi rendah topografi, kemiringan lereng dan bentuk relief
permukaan, maka satuan geomorfologi regional lembar kotamobagu
dapat menjadi empat satuan geomorfologi yaitu satuan geomorfologi
pedataran yang menempati daerah Kecamatan Kotamobagu, Dumoga
2
dan sebagian kecil Kecamatan Bolaang. Satuan geomorfologi
perbukitan berelief landai yang menempati daerah sebagian dari
wilayah Kecamatan Modayag, Kecamatan Pinolosian, Kecamatan
Kecamatan Sangtombolang, dan Kecamatan Bolangitang, sungai-sungai
yang mengalir pada satuan ini adalah Sungai Onggak Mongondow,
Sungai Muayat Bone, Sungai Hanga dan Sungai Singkup.
Satuan geomorfologi perbukitan berelief sedang yang menempati
daerah sebagian dari wilayah Kecamatan Bolaang, Lolak, Bintauna dan
Piogar. Sungai-sungai yang mengalir pada satuan ini bermuara ke
Sungai Mauk, Bonambang, Maralobi dan Binunga. Satuan geomorfoogi
perbukitan berelief terjal yang menempati daerah Pegunungan
Telongkabila, Gunung Tiheng, Gunung Pinonimposa, Gunung
Mongaladia, Gunung Mogonipa,Gunung Ambang dan Gunug Dukeluon.
B. Stratigrafi Regional
Berdasarkan Peta Geologi Lembar Manado, Kotamobagu dan
Tilamuta (Gambar 4 – 6). Daerah lengan utara Sulaesi tersusun oleh
beberapa formasi batuan yang meliputi;
 Endapan Danau dan Sungai (Qs) : Pasir, lanau, konglomerat dan
lempung napalan. Perselingan lapisan pasir lepas dan lanau, lapisan
berangsur, setempat silang siu; konglomerat tersusun dari pecahan
batuan kasar menyudut tanggung, lempung napalan hitam
mengandung moluska di Kayuragi (Koperberg, 1928) mungkin
termasuk dalam satuan ini. Satuan ini membentuk undak dengan
permukaan bergelombang.
 Batuan Gunungapi Muda (Qv) : Lava, bom, lapili dan abu;
membentuk gunungapi strato muda antara lain: G. Soputan, G.
Mahawu, G. Lokon, G. Klabat, G. Tongkoko; lava yang dikeluarkan
oleh G. Soputandan G. Lokon terutama berkomposisi basal,
sedangkan G. Mahawu danG. Tongkoko berkomposisi andesit; di
Kp. Tataran dan Kp. Kiawa terdapat aliran obsidian, yang mungkin
masing-masing berasal dari G. Tompusu dan G. Lengkoan.
 Tufa Tondano (Qtv) : Klastika kasar gunungapi yang terutama
berkomposisi andesit, tersusun dari komponen menyudut hingga
3
menyudut tanggung, tercirikan oleh banyak pecahan batuapung;
batuapung lapili, breksi, ignimbrit sangat padat, berstruktur aliran.
Satuan ini terdapat di sekitar Danau Tondano di bagian utara
daerah Minahasa; membentuk punggungan yang bergelombang
rendah. Aliran lava berkomposisi andesit-trakit, terdapat di daerah
G. Tanuwantik (Qtvl). Tuf bersifat trakit yang sangat lapuk,
berwarna putih hingga kelabu kekuninga, terdapat di dekat Kp.
Popontelan dan S. Sinengkeian. Di daerah pantai antara Paslaten
dan Sondaken, satuan ini juga membentuk punggungan
bergelombang rendah. Endapan piroklastik ini diperkirakan berasal
dari dan terjadi sebagai hasil letusan hebat pada waktu
pembentukan Kaldera Tondano.
Gambar 1. Korelasi Satuan Lembar Manado (Effendi dan Bawono,
1997).
 Formasi Tinombo Fasies Sedimen (Tets), terdiri dari serpih dan
batu pasir dengan sisipan batu gamping dan rijang, serpih
berwarna kelabu dan merah, getas, sebagian gampingan, rijang
mengandung radiolaria. Batu pasir berupa greywake dan batu
pasir kuarsa, kelabu dan hijau, pejal yang berbutir halus sampai
4
dengan sedang, sebagian mengandung pirit. Satuan batuan ini
diterobos oleh granit, diorit dan trakit. Satuan ini mempunyai
hubungan menjari dengan Formasi Tinombo Fasies Gunungapi,
berumur Eosen – Oligosen Awal.
 Batuan Gunungapi Bilungala (Tmbv), terdiri dari breksi, tuf dan
lava bersusunan andesit, dasit dan riolit. Zeolit dan kalsit sering
dijumpai pada kepingan batuan penyusun breksi. Tuf umumnya
bersifat dasitan, agak kompak dan berlapis buruk di beberapa
tempat. Propilitisasi, kloritisasi dan epidotisasi banyak dijumpai
pada lava. Berdasarkan kandungan fosil, dalam sisipan batu
gamping maka batuan tersebut berumur Miosen Bawah –
Miosen Akhir.
 Anggota Batu Gamping Formasi Tapadaka (Tmtl), terdiri dari
batu gamping kelabu terang, pejal, mengandung pecahan
batuan Gunungapi hijau. Batu gamping ini sebagian
membentuk lensa-lensa di dalam Formasi Tapadaka dan
sebagian terlihat berganti fasies ke arah samping menjadi batu
pasir. Umur satuan ini adalah Miosen Awal – Miosen Akhir.
 Formasi Tapadaka (Tmts), terdiri dari batu pasir, grewake, batu
pasir terkersikkan, dan serpih. Batu pasir berwarna kelabu
muda hingga tua dan hijau, berbutir halus sampai kasar,
mengandung batuan Gunungapi hijau dan serpih merah,
setempat gampingan. Serpih berwarna kelabu sampai hitam,
mengandung fosil Spaerodinella subdehiscens. Berdasarkan
hasil penyelidikan, batuan tersebut berumur Miosen Awal –
Miosen Akhir.
 Diorit Bone (Tmb), terdiri dari diorit kuarsa, diorit, granodiorit,
granit. Diorit kuarsa dijumpai di daerah Sungai Taludaa,
sedangkan granit di daerah Sungai Bone. Satuan ini menerobos
batuan Gunungapi Bilungala maupun Formasi Tinombo. Umur
satuan diorit bone ini sekitar Miosen Akhir.
 Breksi Wobudu (Tpwv), terdiri dari breksi Gunungapi,
aglomerat, tuf, tuf lapili, dan lava. Breksi Gunungapi berwarna
kelabu tersusun oleh kepingan andesit dan basal berukuran
kerikil – bongkah, tuf dan tufa lapili berwarna kuning
5
kecoklatan, berbutir halus – kerikil, umumnya lunak dan
berlapis. Lava berwarna kelabu bersusun andesit – basal.
Satuan ini menindih takselaras Formasi Dolokapa yang berumur
Miosen Tengah – Miosen Akhir.
 Batuan Gunungapi Pinogu (Tqpv), terdiri dari tufa, tufa lapili,
breksi dan lava. breksi Gunungapi di pegunungan Bone, Gunung
Mongadalia dan Pusian bersusunan andesit piroksen dan dasit.
Tufa yang tersingkap di Gunung Lemibut dan Gunung
Lolombulan umumnya berbatu apung, kuning muda, berbutir
sedang – kasar, diselingi lava bersusun menengah - basa. Tuf
dan tuf lapili di sekitar Sungai Bone bersusunan dasitan. Lava
berwarna kelabu muda hingga tua, pejal, bersusun andesit
piroksen, umurnya diduga Pliosen – Plistosen.
Gambar 2. Korelasi Satuan Lembar Kotamobagu (Apandi dan Bachri,
1997)
Peta geologi regional Lembar Tilamuta yang disusun oleh S. Bachri,
Sukido dan N. Ratman merupakan hasil pemetaan geologi di lengan
utara Sulawesi untuk melengkapi data-data geologi hasil pemetaan yang
dilakukan oleh D. Trail pada tahun 1974. Data pemetaan baru tersebut
6
dikompilasi untuk menghasilkan peta geologi regional lembar Tilamuta
tahun 1993 dengan skala 1 : 250.000.
Geologi daerah Tilamuta secara regional dapat dibagi ke dalam 3
kelompok batuan secara umum, yaitu kelompok batuan sedimen
(endapan), kelompok batuan vulkanik (gunungapi), dan kelompok
batuan terobosan (intrusi). Kelompok batuan sedimen terdiri dari alluvial
dan Formasi Lokodidi. Alluvial terdiri dari pasir, kerikil, lempung, lumpur
dan lanau. Batuan ini menyebar disepanjang sungai-sungai besar yang
bermuara ke laut. Formasi Dolokapa (Tmd) merupakan batuan sedimen
tua yang berumur Miosen, terdiri dari batupasir wake, batulanau,
batulempung, konglomerat, batuan gunungapi yang bersifat intermediet
sampai basa. Kelompok batuan vulkanik (gunungapi) terdiri dari Batuan
Gunungapi Pinogu (TQpv) terdiri dari aglomerat, tufa, lava yang bersifat
intermediet sampai basa berumur Pliosen Atas hingga Plistosen. Formasi
Lokodidi (TQls) terdiri dari konglomerat, batupasir, batupasir
konglomeratan, serpih hitam dan batupasir tufaan. Umur dari batuan ini
adalah Plistosen selaras dengan Breksi Wobudu yang ada dibawahnya.
Kelompok batuan terobosan (intrusi) yaitu Diorit Boliohuto (Tmbo)
menerobos Formasi Dolokapa (Tmd) berumur Miosen terdiri dari diorit
dan granodiorit dibeberapa tempat dijumpai retas-retas basal. Breksi
Wobudu (Tpwv) terdiri dari breksi gunungapi, aglomerat, tufa, tufa lapila
dan lava yang bersifat intermediet sampai basa, umur batuan ini adalah
Pliosen dan selaras dengan batuan yang ada di atasnya. Granodiorit
Bumbulan (Tpb) terdiri dari granodiorit, granit, dasit dan monzonit
kuarsa yang bersifat intermediet sampai asam, umur batuan ini adalah
Pliosen dan selaras dengan batuan yang ada di atasnya.
7
Gambar 3. Korelasi Satuan Lembar Tilamuta (Bachri, Sukido dan
Ratman, 1993)
C. Struktur Geologi dan Tektonik
Struktur geologi yang bearda di pulau Sulawesi memperlihatkan
keadaan yang sangat kompleks. Hal ini disebabkan karean Pulau
Sulawesi merupakan daerah yang banyak mendapat pengaruh
pertemuan dari beberapa lempeng samudera dan benua. Hal tersebut
telah menarik perhatian beberapa ahli geologi untuk meneliti keadaan
tersebut seperti Sukamto (1975) dan Simandjuntak (2004).
Secara regional orogenesa di Pulau Sulawesi mulai berlangsung sejak
Zaman Trias, terutama pada Mandala Banggai Sula yang merupakan
mandala tertua, sedangkan Mandala Geologi Sulawesi bagian timur
dimulai pada Awal Tersier. Perlipatan yang kuat menyebabkan terjadinya
sesar anjak yang berlangsung pada Miosen Tengah di lengan timur
Sulawesi dan di bagian tengah dari Mandala Geologi Sulawesi Barat,
serta waktu yang bersamaan dengan transgresi lokal berlangsung di
8
lengan tenggara Sulawesi dan aktivitas vulkanik terjadi di lengan utara
dan selatan.
Zona tumbukan Maluku bagian selatan menunjukan adanya aktivitas
tektonik dan gempa bumi tertinggi dengan pola tektonik yang kompleks.
Gerak saling mendekati Lempeng Sangihe dan Halmahera menghasilkan
dorongan pada tubuh baji Sangihe melalui Laut Maluku, melebihi tepian
kedua lempeng serta menandakan puritan yang berhubungan dengan
penunjaman. kedua lempeng tersebut telah bertemu dan membentuk
jalur penunjaman baru dengan kemiringan ke timurlaut di Laut Sulawesi
bagian timur (Simandjuntak, 2004).
Struktur geologi yang dapat diamati di lapangan dan pada citra
penginderaan jauh antara lain berupa sesar dan lipatan. Sesar normal
arahnya kurang beraturan, namun di bagian barat Lembar Manado
cenderung berarah timur – barat. Sesar mendatar berpasangan dengan
arah UUB – SST (sesar destral) dan UUT – SSB (sesar sinistral). Sesar
mendatar terbesar adalah Sesar Gorontalo yang berdasarkan analisis
kekar penyertanya menunjukkan arah pergeseran menganan. Beberapa
zona sesar naik bersudut 30° dapat diamati di beberapa tempat,
khususnya pada Batuan Gunungapi Bilungala. Daerah pemetaan telah
mengalami lebih dari satu kali periode tektonik kompresi yang
menghasilkan lipatan. Bongkahan batuan terkersikkkan berukuran
sampai 5 meter yang dijumpai di Tinombo, menunjukkan paling sedikit 2
kali pelipatan. Pelipatan tua menghasilkan lipatan isoklinal yang keudian
mengalami pelipatan rapat – terbuka oleh pelipatan yang lebih muda.
Berdasarkan pengukuran juru dan kemiringan pada perselingan batuan
gunungai dan sedimen di daerah S. Sogitia Kiki, S. Tombuliliato maupun
S. Bilungala didapatkan pelipatan terbuka dengan kemiringan sayap
sekitar 30° dan sumbu berarah hampir timur – barat. Lava yang dijumpai
di S. Sogitia Kiki juga menunjukkan pelipatan terbuka. Sesar normal di
Lembar Kotamobagu, dominan berarah barat laut – tenggara dan
sebagian kecil mempunyai arah timur laut – baratdaya.
Daerah pemetaan terletak di lengan utara dan timur dar lengan utara
Sulawesi yang merupakan busur gunungapi yang terbentuk karena
adanya tunjaman ganda, yaitu Lajur Tunjaman Sulawesi Utara di sebelah
utara lengan utara Sulawesi dan Lajur Tunjaman Sangihe Timur di
9
sebelah timur dan selatan lengan utara (Simandjuntak, 1986).
Penunjaman tersebut mengakibatkan terjadinya kegiatan magmatisme
dan vulkanisme yang menghasilkan batuan plutonik dan gunungapi yang
tersebar luas. Di Lembar Manado, Tunjaman Sulawesi Utara diduga aktif
sejak awal Tersier dan menghasilkan busur gunungapi Tersier yang
terbentang dari sekitar Tolitoli sampai dekat Manado. Sedang Tunjaman
Sangihe Timur diduga aktif sejak awaal Kuarter dan menghasilkan lajur
gunungapi Kuarter di bagian timur lengan utara Sulawesi dan menerus
ke arah baratdaya hingga G. Una-una.
Gambar 4. Peta Tatanan Tektonik Daerah Sulawesi (P3G, 1998)
10
Gambar 5. Peta Geologi Lembar Manado, Sulawesi Utara (Effendi
dan Bawono, 1997).
11
Gambar6.PetaGeologiLembarKotamobagu,Sulawesi(ApandidanBachri,1997)
12
Gambar7.PetaGeologiLembarTilamuta,Sulawesi(Bachri,SukidodanRatman,1993)
13
D. Sumber Daya Mineral dan Energi
Beberapa penelitian terdahulu, misalnya PT. Tropic Endeavour
(1971-1973) yang kemudian dilanjutkan oleh BHP Utah Pacific dan para
peneliti lainnya (misal Lowder & Dow, 1978; Kavaliers, et al., 1992;
Pereilo, 1993) pada tahun-tahun berikutnya, telah melokalisir beberapa
daerah prospek endapan tembaga porfiri dan emas, misalnya di daerah
Tapadaa, Tombuililato – Motombot, Atingola dan di beberapa tempat
lainnya, terutama pada batuan gunungapi Tersier. Pada saat ini banyak
penduduk lokal yang menambang emas primer pada Formasi Bilungala
di daerah Suwawa dan di sebelah barat Bilungala. Mineralisasi pada
batuan dasitan juga banyak dijumpai di sepanjang S. Bilungala
sebagaimana ditunjukkan adanya pirit yang melimpah. Endapan
belerang ditemukan di awah G. Ambang, dengan cadangan sekitar
121.456 ton metrik (Hadian dkk., 1974).
Emas telah ditambang di daerah Ratatotok dan di utara Kp. Molobok
oleh beberapa perusahaan pada waktu sebelum Perang Dunia II semasa
pemerintahan Kolonial Belanda. Urat Kuarsa yang mengandung emas
dan perak tersingkap di dekat Kp. Paslaten. Ketebalan Urat kuarsa ini ± 1
meter, dan menjurus ke arah barat laut. Kaolin di daerah dekat Kp.
Langoan, yang terjadi di kompleks fumarol telah ditambang oleh
perusahaan setempat. Endapan belerang ditemukan di kawah G.
Soputan sebanyak 69500 ton metrik, di kawah G. Mahawu sebanyak
96000 ton metrik (Hadian, dkk., 1974). Bahan bangunan seperti batuan
beku, tras, batugamping, pasir dan kerikil untuk pembuatan jalan dan
gedung, terdapat banyak di daerah ini.
Bahan galian merupakan salah satu sumber daya alam non hayati
yang keterjadiannya disebabkan oleh proses–proses geologi.
Berdasarkan keterjadian dan sifatnya bahan galian dapat dibagi menjadi
3 kelompok yaitu mineral logam, mineral industri dan batubara.
Karakteristik ketiga bahan galian tersebut berbeda dan metode
eksplorasi yang dilakukan juga berbeda. Oleh karena itu diperlukan
berbagai macam metode untuk mengetahui keterdapatan, sebaran,
kuantitas dan kualitasnya.
Suatu model endapan mineral merupakan sebuah informasi yang
disusun secara sistematis yang memuat informasi-informasi tentang
14
atribut-atribut penting (sifat dan karakteristik) pada suatu kelas endapan
mineral. Model endapan mineral tersebut dapat juga berupa suatu
model empirik (deskriptif),yang memuat informasi-informasi yang saling
berhubungan (dari yang belum diketahui) berdasarkan data teoritik,
yang selanjutnya dijabarkan dalam konsep-konsep yang fundamental
(mendasar).
Endapan mineral logam pada umumnya di bagi 2 yaitu internal
proses dan eksternal proses. Internal proses berasal dari larutan magma
yang mengalami kristalisasi, segregasi serta menghasilkan larutan sisa
yang disebut dengan hydrothermal dan proses matamorfisme seperti
yang terdapat di Sulawesi Tengah. Sedangkan, eksternal proses atau
sering disebut sebagai proses permukaan (surfaca processes) adalah
proses mineralisasi yang terjadi akibat konsentrasi mineral akibat gaya
berat, proses pencucian dan vulkanik ekskalatif termasuk didalamnya
adalah endapan placer.
Dalam penyusunan suatu model endapan mineral perlu diperhatikan
penekanan pada endapan-endapan epigenetik, yaitu penekanan pada
lingkungan litotektonik formasi (berhubungan dengan batuan asal atau
batuan induk) atau penekanan pada lingkungan litotektonik mineralisasi
(berhubungan proses pembentukan mineral-mineral).
Secara litotektonik Mandala bagian barat merupakan busur
magmatik dengan batuan terobosan granodiorit-granitik yang
menghasilkan beberapa jenis mineralisasi. Mandala barat bagian utara
merupakan daerah yang sangat potensial sebagai tempat mineralisasi
logam, dimana terbentuk beberapa jenis mineralisasi yang terdiri atas
emas epitermal jenis sulfidasi rendah, tembaga-emas porfiri, emas pada
batuan sedimen, urat sulfidasi polimetalik dan mineralisasi Cu-Au-Ag
epitermal sulfidasi tinggi.
Di setiap daerah memiliki tipe mineralisasi yang berbeda-beda.
Banyak hal yang menyebabkan perbedaan tersebut diantaranya adalah
setting tektonik dan lingkungan geologinya. Model-model mineralisasi
yang ada di dunia yang telah ditulis dalam publikasi ataupun dalam buku
cetak hanya dijadikan dasar dalam mengklasifikasikan atau
menempatkan tipe mineralisasi di daerah penyelidikan kita. sebab
banyak hal yang pastinya berbeda seperti tipe fluidanya, setting
15
tektoniknya, batuan dan hal lain yang dapat mempengaruhi pertukaran
ion dalam fluida.
Tabel 1. Bentuk-bentuk cebakan mineral yang sering dijumpai di Dunia.
16
Pada Tabel 2 berikut ditampilkan gambaran klasifikasi endapan
mineral berdasarkan genetiknya. Berdasarkan hal tersebut endapan
mineral di bagi menjadi 5, yaitu :
1. Magmatik dimana ore terakumulasi melalui hasil kristalisasi
magma. Hal tersebut dapat berasiosiasi dengan pembentukan
magma basa – ultrabasa menghasilkan endapan-endapan PGE
(platina group elements) kromit, Ni-Cu- Fe sulfida serta intan.
Dapat pula berasiosiasi dengan magma felsik menghasilkan Cu ore,
REE dan lainnya.
2. Endapan yang berasiosiasi dengan larutan hydrothermal. Endapan
tipe ini umumnya beraiosiasi dengan Cu-Mo-W dalam intrusi
granit, dapat berbentuk vein dan mineralisasi pada batuang
samping yang disebut epigenetik deposit, VMS seperti endapan
Koroko di Japan serta endapan yang tidak terkait dengan aktivitas
magma seperti Pb-Zn ore di dalam batugamping serta uranium
deposit yang terdapat di Amerika Serikat.
3. Endapan yang berhubungan dengan sedimentasi,
4. Endapan yang berhubungan dengan pelapukan, dan
5. Endapan yang berhubungan dengan batuan metamorf.
17
Tabel 2. Klasifikasi endapan mineral secara genetik.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No 23 Tahun 2010 dijelaskan
mineral bukan logam meliputi intan, korundum, grafit, arsen, pasir
kuarsa, fluorspar, kriolit, yodium, brom, klor, belerang, fosfat, halit,
asbes, talk,mika, magnesit,yarosit, oker, fluorit, ball clay, fire clay, zeolit,
kaolin, feldspar, bentonit, gipsum, dolomit, kalsit, rijang, pirofilit, kuarsit,
18
zirkon, wolastonit, tawas, batu kuarsa, perlit, garam batu, clay, dan batu
gamping untuk semen, dan batuan meliputi pumice, tras, toseki,
obsidian, marmer, perlit, tanah diatome, tanah serap (fullers earth),
slate, granit, granodiorit, andesit, gabro, peridotit, basalt, trakit, leusit,
tanah liat, tanah urug, batuapung, opal, kalsedon, chert, kristal kuarsa,
jasper, krisoprase, kayu terkersikan, gamet, giok, agat, diorit, topas, batu
gunung quarry besar, kerikil galian dari bukit, kerikil sungai, batu kali,
kerikil sungai ayak tanpa pasir, pasir urug, pasir pasang, kerikil berpasir
alami (sirtu), bahan timbunan pilihan (tanah), urukan tanah setempat,
tanah merah (laterit), batu gamping, onik, pasir laut, dan pasir yang tidak
mengandung unsur mineral logam atau unsure mineral bukan logam
dalam jumlah yang berarti ditinjau dari segi ekonomi pertambangan.
Di wilayah penambangan yang dilakukan oleh masyarakat setempat
ditemukan adanya batuan vulkanik jenis andesitik termineralisasi,
dibagian atas singkapan batuan tersebut berupa ubahan lempung –
kuarsa ± klorit, sedangkan pada kedalaman 10 meter berubah ke arah
kuarsa±adularia-serisit-pirit, sebagian silisifikasi dengan kalsedonit
mengandung pirit dan urat-urat kuarsa mengandung pirit, sedikit sfalerit
dan galena. Kalsedonik memperlihatkan struktur koloform dan indikasi
bentuk krustifikasi dari kuarsa berbutir kasar ke arah yang halus, dengan
indikasi adularia, lempung dan bentuk lembaran/bladded karbonat.
Menurut Leach T. et al, 1997, lingkungan ubahan seperti di atas
berkaitan erat dengan adanya pencampuran air meteorik dengan fluida
hidrotermal yang kaya akan mineral-mineral vanadium dan kaya akan
illit, roscoclite yang menggantikan mineral potasium serta kaya akan ilit-
smektit.
19
Di kabupaten Bolaang Mongondow Timur, munculnya markasit
berwarna kehijauan, berbutir sangat halus mencerminkan adanya
indikasi oksida menengah yang miskin akan pirit, sebagai indikasi
pembentukan mineralisasi di permukaan dimana akan terbentuk
asosiasi perak dengan emas teluride atau emas sebagai elektrum, di
lapangan terlihat dari beberapa conto batuan di dalam lobang tambang
dengan kedalaman 12 m. Ditemukannya cebakan emas bonanza di atas
50 gr/ton telah memicu para penambang melakukan kegiatannya secara
maksimal, disini telah terjadi pembentukan formasi bijih ketika terjadi
up welling cairan fluida yang membawa mineralisasi terutama emas dan
perak.
Masyarakat Kotabunan selama ini mengetahui bahwa ada dua buah
bukit yang dianggap sebagai wilayah prospek untuk logam emas dan
sedikit perak, dimana sebelumnya mereka telah melakukan
penambangan dengan posisi urat kuarsa yang diambil berarah barat
laut-tenggara dan timur laut-barat daya. Hasil pengamatan lapangan di
wilayah ini setelah melakukan pengecekan terhadap singkapan batuan
dan beberapa fragmen batuan sisa para penambang, bahwa di daerah
ini telah terjadi adanya proses mineralisasi tipe epitermal sulfida rendah,
seperti yang ditemukannya indikasi akan pembentukan tipe mineralisasi
tersebut.
Breksi hidrotermal dengan dicirikan oleh adanya urat-urat kuarsa
mengandung pirit halus, bersama kalsedon, adularia terlihat jarang dan
serisit yang memperlihatkan adanya over printing mineralisasi di wilayah
ini telah memberikan suatu gambaran bahwa mineralisasi logam di
Molobog dapat dianggap signifikan. Ubahan klorit-lempung-pirit-kuarsa
di bagian atas lokasi prospek telah memberikan indikasi adanya aktifitas
20
hidrotermal berulang, sehingga kearah kedalaman ditemukan adanya
ubahan serisit-adularia, dengan kandungan pirit yang sangat halus sekali,
kemudian kristal kuarsa halus terdapat di dalam lobang/vughy. Kearah
makin dalam dari lobang vertikal sedalam 15 m ditemukan ubahan
kuarsa/kalsedon-pirit dan urat-urat kuarsa halus beberapa puluhan
sentimeter, berarah baratlaut-tenggara dan timurlaut-baratdaya.
Singkapan di permukaan sangat jarang sekali ditemukan adanya batuan
terubah kuat, sehingga temuan ini hanya terdapat di dalam lobang yang
dibuat oleh penduduk setempat.
Keberadaan mineral non logam di Provinsi Sulawesi Utara menurut
data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia
tahun 2014 cukup potensial. Potensi mineral Andesit sebagai bahan
bangunan secara hipotetik sebanyak 280.434.000 ton. Batuapung
terdapat dalam jumlah hipotetik sebanyak 960.000 ton. Batugamping
sebanyak 18.815.000 ton. Endapan belerang dijumpai di wilayah Kawah
Gunung Ambang dengan cadangan 121.456 metrik ton.
Tabel 3. Potensi Mineral Non Logam di Provinsi Sulawesi Utara.
*Sumber : Kementerian Enegi dan Sumber Daya Alam-RI, 2014.
21
Sirtu terdapat pada aliran sungai yang besar mereka ambil pasir dan
batuan andesit yang cukup prospek. Punggungan Doup prospek
ditempati oleh breksi vulkanik dengan fragmen andesit berukuran
bongkah hingga kerakal, yang diperlukan untuk bahan bangunan dan
perbaikan jalan yang masih dalam keadaan persiapan pembangunan
pemukiman kabupaten baru. Kotabunan dengan perbatasan wilayah
Buyat banyak tersingkap batugamping yang lokasinya tidak jauh dari
jalan raya, menurut camat setempat telah dilakukan inventarisasi
batugamping oleh salah satu perusahaan swasta nasional, untuk
kepentingan pabrik semen. Akan tetapi di wilayah pantai tenggara untuk
batugamping ada kemungkinan terbentuknya mineralisasi logam seperti
yang ditemukan di Ratatotok.
Mineralisasi emas-perak diperoleh dari urat-urat kuarsa, sedangkan
dari batuannya mereka tidak pernah mengambilnya, dikarenakan
menurut mereka kurang mengandung emas. Galena dan sfalerit terlihat
mengisi lobang-lobang bersama kristal kuarsa yang dianggap mereka
banyak mengandung emas. Mangan berwarna hitam dan hematit
berwarna merah mengisi retakan-retakan, kemungkinan mangan
tersebut yaitu jenis pirolusit. Keadaan struktur pada sistim epitermal
sulfida rendah untuk kuarsa-emas-perak, pada umumnya terbentuk di
busur magmatik, biasanya mencirikan zonasi penekukan secara oblique
dan jelas mencerminkan tipe keadaan back arc/busur luar dari tipe
adularia-serisit epitermal emas-perak, bentuk struktur tersebut berupa
jogs, dilihat dari struktur yang saling berpotongan dengan ciri-ciri adanya
rekahan dilasi dan fissure veins, splitting/pemisahan dari pada hanging
wall. Kejadian di atas akan berlanjut secara luas berupa strike slip
fault/sesar mendatar sejajar arah/jurus batuannya (Sibson, 1987).
22
Keadaan tersebut terlihat pada lokasi tambang Molobog pada
kedalaman 8 m, dimana ciri mineralnya telah memperlihatkan serisit dan
sedikit adularia.
Proses penambangan bahan galian emas di wilayah ini sama seperti
yang dilakukan di wilayah Panang dan Tungau, yaitu dengan cara
tambang dalam dengan membuat lobang-lobang tambang mengikuti
arah urat-urat emas yang berarah utara-selatan. Sedangkan
pengolahannya masih menggunakan metoda amalgamasi dan
pembuangan tailing sebagian ke sungai kecil didekatnya, apabila pada
musim penghujan semua sisa-sisa penambangan ini terbawa banjir
hingga ke laut.
Adanya potensi tenaga panas bumi di daerah ini ditunjukkan oleh
banyaknya mata air panas, fumarol, solfatara dan gejala panas bumi
lainnya yang kemunculannya dikontrol oleh sistem sesar yang ada dan
telah diamati sehubungan denan kemungkinan pengembangan tenaga
panas Bumi seperti di lapangan panas bumi Lahendong. Beberapa mata
air panas yang telah diukur suhunya menunjukkan kisaran suhu dari 40°C
sampai 80°C, misalnya mata air panas di Lambongo (50°C), Binggele
(81°C), Hunggayono (40°C) dan Tulabado (80°C). Lapagan panas bumi
Lahendong dan Tomposo mempunyai kapasitas masing-masing ± 200
Mega Watt (Nasution, 1996; personal communication).
23
Gambar 8. Lokasi keterdapatan mineralisasi di lengan utara Sulawesi
(Kavalieris, van Leeuwen dan Wilson, 1992).
Contoh Analisis Geologi Regional/Daerah Penelitian
4.2.2 Stratigrafi Daerah Penelitian
Pengelompokan dan penamaan satuan batuan pada daerah
penelitian didasarkan pada litostratigrafi tidak resmi, yang bersendikan
pada ciri litologi, dominasi batuan, keseragaman gejala litologi, dan
hubungan stratigrafi antara batuan yang satu dengan batuan yang lain,
serta hubungan tektonik batuan, sehingga dapat disebandingkan baik
secara vertikal maupun lateral dan dapat dipetakan dalam sekala 1 :
25.000 (Sandi Stratigrafi Indonesia, 1996).
Pembagian satuan batuan daerah penelitian didasarkan pada
litostratografi tidak resmi, maka pembagian satuan batuan pada daerah
penelitian yang diurutkan dari muda ke tua, yaitu :
1. Satuan dasit porfiri
2. Satuan batugamping
24
3. Satuan peridotit
Pembahasan dan uraian dari setiap satuan batuan yang terdapat di
daerah penelitian akan dimulai dari satuan tertua sampai yang termuda.
4.2.2.1 Satuan Peridotit
Satuan peridotit secara umum menempati bagian Barat Dusun
Bottolai. Satuan peridotit tersingkap dengan kondisi segar maupun lapuk
dan sebagian besar telah terserpentinitkan pada stasiun 1. Berdasarkan
penampang geologi A – B yaitu beda tinggi atau selisih antara kontur
terendah dan kontur tertinggi pada satuan peridotit maka didapatkan
ketebalan yang diperkirakan sekitar ±200 meter.
Kenampakan lapangan (megaskopis) dari peridotit dalam keadaan
segar berwarna hijau kehitaman dan coklat kehitaman dalam keadaan
lapuk, tekstur kristalinitas holokristalin, granularitas faneritik, bentuk
euhedral – subhedral, relasi inequigranular dan struktur masif. Komposisi
mineral berupa piroksin dan serpentin. Singkapan ini dijumpai dalam
keadaan segar pada daerah Dusun Bottolai (Gambar 4.1), dengan nama
batuan Peridotit (Fenton, 1940 dalam Endarto, 2005).
Umur dari satuan peridotit di daerah penelitian mempunyai nilai
kesebandingan dengan peridotit anggota Ultrabasa yang sebagian telah
terserpentinitkan. Berdasarkan hal tersebut, maka satuan peridotit pada
Dusun Bottolai disebandingkan dengan peridotit anggota Ultrabasa (Ub)
yang berumur Kapur Bawah (Sukamto, 1982) dan diinterpretasikan
lingkungan pembentukan satuan ini pada kerak samudera.
4.2.2.2 Satuan Batugamping
Satuan batugamping yang beranggotakan batugamping dan
batulempung karbonatan, secara umum memiliki kedudukan batuan
berarah relatif Baratlaut sampai Tenggara dengan besarnya dip antara
25o
– 34o
. Satuan batuan ini secara umum menempati bagian Timurlaut
daerah penelitian. Batugamping tersingkap dengan kondisisegar maupun
lapuk dan berselingan dengan batulempung karbonatan di bagian
Tenggara Dusun Camming. Satuan ini menindih tidak selaras dengan
satuan batuan peridotit dan dasit yang dicirikan dengan kenampakan
25
sisipan breksi yang berfragmenkan dasit pada batulempung karbonatan
di daerah Sungai Barru bagian Selatan Dusun Camming (Gambar 4.2).
Kenampakan lapangan (megaskopis) dari batugamping dalam
keadaan segar berwarna putih keabu–abuan dan coklat kehitaman dalam
keadaan lapuk, tekstur klastik kasar, ukuran butir berkisar antara pasir
kasar – pasir halus, dan tersusun oleh fosil foraminifera besar serta mud
berupa mineral karbonat. Sortasi baik, kemas tertutup, serta struktur
berlapis. Berdasarkan komponen penyusunnya yang dominan berupa
fosil dan mud, maka batuan ini dinamakan Packstone (Dunham, 1962
dalam Boggs, 1987). Singkapan batugamping ini ditemukan pada daerah
Sungai Barru sebelah Selatan Dusun Camming (Gambar 4.3).
Kenampakan lapangan (megaskopis) dari batulempung
karbonatan dalam keadaan segar berwarna putih keabu–abuan dan
coklat kehitaman dalam keadaan lapuk, tekstur klastik halus, ukuran butir
lempung, dan tersusun oleh fosil foraminifera serta mud berupa mineral
karbonat. Sortasi baik, kemas tertutup, sifat kimia karbonatan, serta
struktur berlapis. Berdasarkan komponen penyusunnya yang dominan
berupa material klastik halus berukuran lempung maka batuan ini
dinamakan Mudstone (Wenworth, 1922 dalam Boggs, 1987). Singkapan
batulempung karbonatan ini ditemukan pada daerah Sungai Barru
sebelah Selatan Dusun Camming (Gambar 4.4).
Bedasarkan kandungan fosil pada satuan ini adalah Nummulites
sp., Discocyclina sp., Lepidocyclina sp. dan Asterocyclina sp., maka dapat
diketahui umur relatif dari satuan batugamping dengan menggunakan
tabel “Preliminary Range Chart of Important Foraminifera Indonesia (P.
Bauman, 1971) yaitu berumur Eosen Tengah – Eosen Atas yang dapat
disetarakan pada zona th.
Berdasarkan kandungan fosil bentonik pada satuan batugamping
anggota batugamping dan batulempung karbonatan berupa Nodogerina
sp., Nodoserella sp., Guadryina sp., dan Bulimina sp., maka dapat
diinterpretasikan bahwa lingkungan pengendapan pada satuan
batugamping adalah neritik tengah hingga neritik tepi atau berupa laut
dangkal dengan kedalaman 30,84 – 182,88 m (Bandy, 1967).
26
4.2.2.3 Satuan Dasit Porfiri
Satuan dasit porfiri, secara umum menempati bagian Selatan
Dusun Bottolai. Satuan dasit porfiri tersingkap dengan kondisi segar
maupun lapuk. Berdasarkan penampang geologi A – B yaitu beda tinggi
atau selisih antara kontur terendah dan kontur tertinggi pada satuan
peridotit maka didapatkan ketebalan yang diperkirakan sekitar ±25
meter.
Kenampakan lapangan (megaskopis) dari dasit dalam keadaan
segar berwarna abu–abu kehitaman dan coklat kehitaman dalam
keadaan lapuk, tekstur kristalinitas hipokristalin, granularitas porfiritik,
bentuk euhedral – subhedral, relasi inequigranular, dan struktur masif.
Komposisi mineral berupa plagioklas, ortoklas, kuarsa, dan hornblende,
serta massa dasar. Singkapan ini dijumpai dalam keadaan segar di Dusun
Bottolai (Gabar 4.5), dengan nama batuan Dasit (Fenton, 1940 dalam
Endarto, 2005).
Umur dari satuan dasit porfiri di daerah penelitian mempunyai
nilai kesebandingan dengan diorit yang memiliki kesamaan lokasi tipe.
Berdasarkan hal tersebut, maka satuan dasit porfiri pada daerah
penelitian disebandingkan dengan diorit (d) yang berumur Miosen Atas
(Sukamto, 1982).
Contoh Deskripsi Litologi Daerah Penelitian (Alterasi-Mineralisasi)
Satuan Tufa
Satuan tufa umumnya terletak dibagian atas dari satuan andesit.
Dapat dikenali dengan warna coklat kekuningan dan dibeberapa tempat
terdapat oksidasi dengan warna kemerahan. Umumnya berlapis dengan
kedudukan N125°E/45°. Ketebalan perlapisan bervariasi antara 5 – 20
cm. Berbutir halus hingga kasir dengan porositas baik.
Pada batuan ini pula dijumpai adnya alterasi dan mineralisasi.
Jenis alterasi yang berkembang adalah kaolinisasi dan kloritisasi.
Dimana mineral-mineral plagioklas yang ada pada batuan terubah
menjadi kaolin. Selain itu, dijumpai pula mineralisasi yang berbentuk
vein. Biasanya searah dengan perlapisan batuan dengan ketebalan
27
sekitar 2 – 5 cm. Mineralisasi tersebut berupa pirit, kalkopirit, hematit,
galena dengan membawa emas dan perak.
Contoh Deskripsi Karakteristik Alterasi-Mineralisasi
6.1. Karakteristik Alterasi Hidrotermal
Alterasi hidrotermal pada daerah penelitian tersingkap sekitar
38% dari luas keseluruhan daerah penelitian sedangkan daerah yang
tidak mengalami alterasi menempati 62% dari luas keseluruhan daerah
penelitian. Alterasi hidrotermal dapat diidentifikasi dengan baik pada
singkapan batuan di lapangan dan sampel intibor baik secara megaskopis
maupun mikroskopis. Batuan yang teralterasi antara lain granit dan genes
kuarsa-piroksen kuarsa-piroksen. Secara umum alterasi hidrotermal pada
daerah penelitian dibagi menjadi dua tipe alterasi, yaitu:
1. Alterasi Argilik (kaolinit – ilit – smektit – dikit – kalsit)
2. Alterasi Propilitik (klorit – adularia – kalsit mineral lempung)
6.1.1. Alterasi Argilik
Alterasi argilik dijumpai secara luas pada daerah penelitian yaitu
sekitar 37% dari luas keseluruhan daerah penelitian yang berarah
baratdaya - timurlaut. Batuan yang teralterasi yaitu granit dan genes
kuarsa-piroksen. Kenampakan singkapan di lapangan dicirikan oleh
batuan berwarna abu-abu/coklat keputih- putihan yang menunjukkan
kaya akan mineral lempung (Gambar 6.1.A.B) dengan ketebalan
bervariasi mulai dari <1m – 4m.
6.1.2. Alterasi Propilitik
Alterasi propilitik dijumpai sangat sedikit pada daerah penelitian,
dimana hanya tersebar seluas 1% dari luas keseluruhan daerah penelitian
dengan arah penyebaran baratdaya – timurlaut. Batuan yang teralterasi
yaitu genes kuarsa – piroksen dengan kenampakan singkapan di lapangan
berwarna abu-abu kehijauan sebagai indikasi kandungan mineral klorit.
28
6.2. Karakteristik Mineralisasi Bijih
Mineralisasi bijih dijumpai pada batuan granite, quartz feldspar
porphyry, gneiss, dan schist. Sampel mineral bijih semuanya diambil dari
batuan intibor untuk mendapatkan hasil yang lebih baik, mengingat tidak
ditemukan conto batuan yang representatif dari singkapan di lapangan.
Berdasarkan analisis mikroskopis bijih, mineralisasi bijih pada daerah
penelitian dijumpai cukup beragam. Secara umum mineral bijih dijumpai
antara lain: pirit (FeS2), kalkopirit (CuFeS2), hematit (Fe2O3), emas (Au),
dan perak (Ag). Mineral bijih dijumpai dalam bentuk dissemanated pada
mineral dalam batuan dan vein kuarsa, vein kuarsa-kalsit dan vein kalsit.
Beberapa vein kuarsa/vein kuarsa-kalsit dijumpai dengan tekstur berlapis
(crustiform banding) (Gambar 6.3.A) dan beberapa vein kalsit dijumpai
dengan tekstur berbilah-bilah (bladed calcite) (Gambar 6.3.B.). Tekstur
mineral bijih terdiri dari tekstur pengisian dan tekstur sebaran.
studi geologi regional 2017
studi geologi regional 2017
studi geologi regional 2017
studi geologi regional 2017
studi geologi regional 2017
studi geologi regional 2017
studi geologi regional 2017
studi geologi regional 2017
studi geologi regional 2017
studi geologi regional 2017
studi geologi regional 2017
studi geologi regional 2017
studi geologi regional 2017
studi geologi regional 2017
studi geologi regional 2017
studi geologi regional 2017
studi geologi regional 2017
studi geologi regional 2017
studi geologi regional 2017
studi geologi regional 2017
studi geologi regional 2017
studi geologi regional 2017
studi geologi regional 2017
studi geologi regional 2017
studi geologi regional 2017
studi geologi regional 2017
studi geologi regional 2017
studi geologi regional 2017
studi geologi regional 2017
studi geologi regional 2017
studi geologi regional 2017
studi geologi regional 2017
studi geologi regional 2017
studi geologi regional 2017
studi geologi regional 2017
studi geologi regional 2017
studi geologi regional 2017
studi geologi regional 2017
studi geologi regional 2017
studi geologi regional 2017
studi geologi regional 2017
studi geologi regional 2017
studi geologi regional 2017
studi geologi regional 2017
studi geologi regional 2017
studi geologi regional 2017
studi geologi regional 2017
studi geologi regional 2017
studi geologi regional 2017
studi geologi regional 2017

More Related Content

What's hot

Geologi Irian Jaya (Papua)
Geologi Irian Jaya (Papua)Geologi Irian Jaya (Papua)
Geologi Irian Jaya (Papua)
Swastika Nugraheni,S.Pd
 
264025563 bab-ii-peta-kesampaian-daerah-dan-peta-litologi
264025563 bab-ii-peta-kesampaian-daerah-dan-peta-litologi264025563 bab-ii-peta-kesampaian-daerah-dan-peta-litologi
264025563 bab-ii-peta-kesampaian-daerah-dan-peta-litologi
Saichu Rozin
 
deskripsi batuan sedimen
deskripsi batuan sedimen deskripsi batuan sedimen
deskripsi batuan sedimen
Wahidin Zuhri
 
Tahapan pemetaan geologi
Tahapan pemetaan geologiTahapan pemetaan geologi
Tahapan pemetaan geologi
IndahPasaribu1
 
Bahan Galian Logam Timah
Bahan Galian Logam TimahBahan Galian Logam Timah
Bahan Galian Logam Timah
Sastra Diharlan
 
Laporan Pembentukan Asal Vulkanik
Laporan Pembentukan Asal VulkanikLaporan Pembentukan Asal Vulkanik
Laporan Pembentukan Asal Vulkanik'Oke Aflatun'
 
Materi Mata Kuliah Geomorfologi Indonesia (Geomorfologi Sulawesi)
Materi Mata Kuliah Geomorfologi Indonesia (Geomorfologi Sulawesi)Materi Mata Kuliah Geomorfologi Indonesia (Geomorfologi Sulawesi)
Materi Mata Kuliah Geomorfologi Indonesia (Geomorfologi Sulawesi)
Nurul Afdal Haris
 
Tambang eksplorasi
Tambang eksplorasiTambang eksplorasi
Tambang eksplorasi
oilandgas24
 
Tugas makalah teknik eksplorasi tambang peralatan yang digunakan alam eksplor...
Tugas makalah teknik eksplorasi tambang peralatan yang digunakan alam eksplor...Tugas makalah teknik eksplorasi tambang peralatan yang digunakan alam eksplor...
Tugas makalah teknik eksplorasi tambang peralatan yang digunakan alam eksplor...
Sylvester Saragih
 
Materi Kuliah Teknik Pertambangan ; Geologi Struktur Semester III STTNAS Yogy...
Materi Kuliah Teknik Pertambangan ; Geologi Struktur Semester III STTNAS Yogy...Materi Kuliah Teknik Pertambangan ; Geologi Struktur Semester III STTNAS Yogy...
Materi Kuliah Teknik Pertambangan ; Geologi Struktur Semester III STTNAS Yogy...
Mario Yuven
 
Deskripsi core
Deskripsi coreDeskripsi core
Deskripsi core
farhanalghifary1
 
Laporan fieldtrip geologi struktur
Laporan fieldtrip geologi strukturLaporan fieldtrip geologi struktur
Laporan fieldtrip geologi struktur
Aswan M
 
Batuan piroklastik
Batuan piroklastikBatuan piroklastik
Batuan piroklastik
yadil142
 
Laporan denudasional
Laporan denudasional Laporan denudasional
Laporan denudasional
'Oke Aflatun'
 
Endapan epithermal agus sabar
Endapan epithermal agus sabarEndapan epithermal agus sabar
Endapan epithermal agus sabar
agus sabar sabdono
 
Mekanika batuan
Mekanika batuanMekanika batuan
Mekanika batuan
Jupiter Samosir
 
Eksplorasi geokimia
Eksplorasi geokimiaEksplorasi geokimia
Eksplorasi geokimia
Sastra Diharlan
 

What's hot (20)

Geologi Irian Jaya (Papua)
Geologi Irian Jaya (Papua)Geologi Irian Jaya (Papua)
Geologi Irian Jaya (Papua)
 
264025563 bab-ii-peta-kesampaian-daerah-dan-peta-litologi
264025563 bab-ii-peta-kesampaian-daerah-dan-peta-litologi264025563 bab-ii-peta-kesampaian-daerah-dan-peta-litologi
264025563 bab-ii-peta-kesampaian-daerah-dan-peta-litologi
 
deskripsi batuan sedimen
deskripsi batuan sedimen deskripsi batuan sedimen
deskripsi batuan sedimen
 
Tahapan pemetaan geologi
Tahapan pemetaan geologiTahapan pemetaan geologi
Tahapan pemetaan geologi
 
Bahan Galian Logam Timah
Bahan Galian Logam TimahBahan Galian Logam Timah
Bahan Galian Logam Timah
 
Eksplorasi Emas
Eksplorasi EmasEksplorasi Emas
Eksplorasi Emas
 
1.geoteknik tambang
1.geoteknik tambang1.geoteknik tambang
1.geoteknik tambang
 
Laporan Pembentukan Asal Vulkanik
Laporan Pembentukan Asal VulkanikLaporan Pembentukan Asal Vulkanik
Laporan Pembentukan Asal Vulkanik
 
Materi Mata Kuliah Geomorfologi Indonesia (Geomorfologi Sulawesi)
Materi Mata Kuliah Geomorfologi Indonesia (Geomorfologi Sulawesi)Materi Mata Kuliah Geomorfologi Indonesia (Geomorfologi Sulawesi)
Materi Mata Kuliah Geomorfologi Indonesia (Geomorfologi Sulawesi)
 
Tambang eksplorasi
Tambang eksplorasiTambang eksplorasi
Tambang eksplorasi
 
Tugas makalah teknik eksplorasi tambang peralatan yang digunakan alam eksplor...
Tugas makalah teknik eksplorasi tambang peralatan yang digunakan alam eksplor...Tugas makalah teknik eksplorasi tambang peralatan yang digunakan alam eksplor...
Tugas makalah teknik eksplorasi tambang peralatan yang digunakan alam eksplor...
 
Materi Kuliah Teknik Pertambangan ; Geologi Struktur Semester III STTNAS Yogy...
Materi Kuliah Teknik Pertambangan ; Geologi Struktur Semester III STTNAS Yogy...Materi Kuliah Teknik Pertambangan ; Geologi Struktur Semester III STTNAS Yogy...
Materi Kuliah Teknik Pertambangan ; Geologi Struktur Semester III STTNAS Yogy...
 
Deskripsi core
Deskripsi coreDeskripsi core
Deskripsi core
 
Laporan fieldtrip geologi struktur
Laporan fieldtrip geologi strukturLaporan fieldtrip geologi struktur
Laporan fieldtrip geologi struktur
 
Batuan piroklastik
Batuan piroklastikBatuan piroklastik
Batuan piroklastik
 
Laporan denudasional
Laporan denudasional Laporan denudasional
Laporan denudasional
 
ANALISA EKSPLORASI PERTAMBANGAN EMAS
ANALISA EKSPLORASI PERTAMBANGAN EMAS ANALISA EKSPLORASI PERTAMBANGAN EMAS
ANALISA EKSPLORASI PERTAMBANGAN EMAS
 
Endapan epithermal agus sabar
Endapan epithermal agus sabarEndapan epithermal agus sabar
Endapan epithermal agus sabar
 
Mekanika batuan
Mekanika batuanMekanika batuan
Mekanika batuan
 
Eksplorasi geokimia
Eksplorasi geokimiaEksplorasi geokimia
Eksplorasi geokimia
 

Similar to studi geologi regional 2017

Gambaran Umum Provinsi DKI Jakarta
Gambaran Umum Provinsi DKI JakartaGambaran Umum Provinsi DKI Jakarta
Gambaran Umum Provinsi DKI Jakarta
Fitri Indra Wardhono
 
geologi-regional-kota-semarang
geologi-regional-kota-semaranggeologi-regional-kota-semarang
geologi-regional-kota-semarangGeni Sudarmo
 
Tambang STTNAS _ Mata Kuliah Batubara_Semester IV_Coal sttnas supandi_2014_08...
Tambang STTNAS _ Mata Kuliah Batubara_Semester IV_Coal sttnas supandi_2014_08...Tambang STTNAS _ Mata Kuliah Batubara_Semester IV_Coal sttnas supandi_2014_08...
Tambang STTNAS _ Mata Kuliah Batubara_Semester IV_Coal sttnas supandi_2014_08...
Mario Yuven
 
Kondisi geologi regional daerah salem
Kondisi geologi regional daerah salemKondisi geologi regional daerah salem
Kondisi geologi regional daerah salemHiskia Annisa
 
Ekskursi Geologi Umum UNIBSA 2010
Ekskursi Geologi Umum UNIBSA 2010Ekskursi Geologi Umum UNIBSA 2010
Ekskursi Geologi Umum UNIBSA 2010
Ginan Ginanjar Kosim
 
Geologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdf
Geologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdfGeologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdf
Geologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdf
AuliaAulia63
 
Jurnal20080301
Jurnal20080301Jurnal20080301
Jurnal20080301
Mgs Dwicky Nugraha
 
Pt. arka mining
Pt. arka miningPt. arka mining
Pt. arka mining
Rino Ermawan
 
sejarah.pdf
sejarah.pdfsejarah.pdf
sejarah.pdf
WahyuPrayetno1
 
KARAKTERISTIK MINERALOGI MATRIKS BREKSI VULKANIK PADA ENDAPAN FASIES PROKSIMA...
KARAKTERISTIK MINERALOGI MATRIKS BREKSI VULKANIK PADA ENDAPAN FASIES PROKSIMA...KARAKTERISTIK MINERALOGI MATRIKS BREKSI VULKANIK PADA ENDAPAN FASIES PROKSIMA...
KARAKTERISTIK MINERALOGI MATRIKS BREKSI VULKANIK PADA ENDAPAN FASIES PROKSIMA...
'Oke Aflatun'
 
Ekonomi bahan galian , s umber daya mineral
Ekonomi bahan galian , s umber daya mineralEkonomi bahan galian , s umber daya mineral
Ekonomi bahan galian , s umber daya mineralUVRI - UKDM
 
Ekonomi bahan galian , s umber daya mineral
Ekonomi bahan galian , s umber daya mineralEkonomi bahan galian , s umber daya mineral
Ekonomi bahan galian , s umber daya mineralUVRI - UKDM
 
Kondisi dan Sumber Daya Geologi Pada Cekungan Asem-asem, Provinsi Kalimantan ...
Kondisi dan Sumber Daya Geologi Pada Cekungan Asem-asem, Provinsi Kalimantan ...Kondisi dan Sumber Daya Geologi Pada Cekungan Asem-asem, Provinsi Kalimantan ...
Kondisi dan Sumber Daya Geologi Pada Cekungan Asem-asem, Provinsi Kalimantan ...
Hidayat Muhammad
 
ppt Hasil Farhan.pptx
ppt Hasil Farhan.pptxppt Hasil Farhan.pptx
ppt Hasil Farhan.pptx
antodarlyanto
 
Jurnal geologi potensi hidrokarbon
Jurnal geologi potensi hidrokarbonJurnal geologi potensi hidrokarbon
Jurnal geologi potensi hidrokarbonAulia Nofrianti
 
Prospek Migas cekungan Jatim dengan GravityMethod
Prospek Migas cekungan Jatim dengan GravityMethodProspek Migas cekungan Jatim dengan GravityMethod
Prospek Migas cekungan Jatim dengan GravityMethod
Kevin Pratama
 
Nota Geografi : Batuan
 Nota Geografi : Batuan Nota Geografi : Batuan
Nota Geografi : Batuannazri15
 

Similar to studi geologi regional 2017 (20)

Gambaran Umum Provinsi DKI Jakarta
Gambaran Umum Provinsi DKI JakartaGambaran Umum Provinsi DKI Jakarta
Gambaran Umum Provinsi DKI Jakarta
 
geologi-regional-kota-semarang
geologi-regional-kota-semaranggeologi-regional-kota-semarang
geologi-regional-kota-semarang
 
Tambang STTNAS _ Mata Kuliah Batubara_Semester IV_Coal sttnas supandi_2014_08...
Tambang STTNAS _ Mata Kuliah Batubara_Semester IV_Coal sttnas supandi_2014_08...Tambang STTNAS _ Mata Kuliah Batubara_Semester IV_Coal sttnas supandi_2014_08...
Tambang STTNAS _ Mata Kuliah Batubara_Semester IV_Coal sttnas supandi_2014_08...
 
Kondisi geologi regional daerah salem
Kondisi geologi regional daerah salemKondisi geologi regional daerah salem
Kondisi geologi regional daerah salem
 
hlLaporran lapangan prinsip ku
hlLaporran lapangan prinsip kuhlLaporran lapangan prinsip ku
hlLaporran lapangan prinsip ku
 
Ekskursi Geologi Umum UNIBSA 2010
Ekskursi Geologi Umum UNIBSA 2010Ekskursi Geologi Umum UNIBSA 2010
Ekskursi Geologi Umum UNIBSA 2010
 
Geologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdf
Geologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdfGeologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdf
Geologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdf
 
Jurnal20080301
Jurnal20080301Jurnal20080301
Jurnal20080301
 
Pt. arka mining
Pt. arka miningPt. arka mining
Pt. arka mining
 
sejarah.pdf
sejarah.pdfsejarah.pdf
sejarah.pdf
 
KARAKTERISTIK MINERALOGI MATRIKS BREKSI VULKANIK PADA ENDAPAN FASIES PROKSIMA...
KARAKTERISTIK MINERALOGI MATRIKS BREKSI VULKANIK PADA ENDAPAN FASIES PROKSIMA...KARAKTERISTIK MINERALOGI MATRIKS BREKSI VULKANIK PADA ENDAPAN FASIES PROKSIMA...
KARAKTERISTIK MINERALOGI MATRIKS BREKSI VULKANIK PADA ENDAPAN FASIES PROKSIMA...
 
Ekonomi bahan galian , s umber daya mineral
Ekonomi bahan galian , s umber daya mineralEkonomi bahan galian , s umber daya mineral
Ekonomi bahan galian , s umber daya mineral
 
Ekonomi bahan galian , s umber daya mineral
Ekonomi bahan galian , s umber daya mineralEkonomi bahan galian , s umber daya mineral
Ekonomi bahan galian , s umber daya mineral
 
Kondisi dan Sumber Daya Geologi Pada Cekungan Asem-asem, Provinsi Kalimantan ...
Kondisi dan Sumber Daya Geologi Pada Cekungan Asem-asem, Provinsi Kalimantan ...Kondisi dan Sumber Daya Geologi Pada Cekungan Asem-asem, Provinsi Kalimantan ...
Kondisi dan Sumber Daya Geologi Pada Cekungan Asem-asem, Provinsi Kalimantan ...
 
Tugas gi
Tugas giTugas gi
Tugas gi
 
ppt Hasil Farhan.pptx
ppt Hasil Farhan.pptxppt Hasil Farhan.pptx
ppt Hasil Farhan.pptx
 
Jurnal geologi potensi hidrokarbon
Jurnal geologi potensi hidrokarbonJurnal geologi potensi hidrokarbon
Jurnal geologi potensi hidrokarbon
 
Prospek Migas cekungan Jatim dengan GravityMethod
Prospek Migas cekungan Jatim dengan GravityMethodProspek Migas cekungan Jatim dengan GravityMethod
Prospek Migas cekungan Jatim dengan GravityMethod
 
Nota Geografi : Batuan
 Nota Geografi : Batuan Nota Geografi : Batuan
Nota Geografi : Batuan
 
Batuan(1)
Batuan(1)Batuan(1)
Batuan(1)
 

studi geologi regional 2017

  • 1.
  • 2. 1 GEOLOGI REGIONAL Pulau Sulawesi secara litotektonik dapat dibagi 3 mandala yaitu Mandala barat, mandala tengah dan mandala timur. Mandala barat dicirikan oleh jalur mgmatik, jalur tengah dicirikan oleh tersingkapnya batuan metamorf yang ditindih oleh bagian blok Australia dan timur dicirikan oleh batuan ofiolit berimbrikasi dengan batuan sedimen laut. Mandala barat dapat dibagi dua yaitu mandala barat bagian barat dan mandala barat bagian utara. Mandala barat bagian barat memanjang dari selatan ke utara yaitu dari Makassar hingga Buol. Sedangkan, bagian utara menyebar dari Buol hingga Manado dengan batuan bersifat intermediet hingga basa (van Leeuwen, 1994). A. Geomorfologi Regional Sebagian besar wilayah dataran Sulawesi Utara terdiri dari pegunungan dan bukit-bukit diselingi oleh lembah yang membentuk dataran. Gunung-gunung terletak berantai dengan ketinggian di atas 1000m dari permukaan laut. Beberapa gunung di Sulawesi Utara yaitu, Gunung Klabat (1895m), Gunung Lokon (1579m), Gunung Mahawu (1331m), Gunung Soputan (1789m), Gunung Dua Saudara (1468m) (wilayah Bitung), Gunung Awu (1784m), Gunung Ruang (1245m), Gunung Karangetan (1320m), Gunung Dalage (1165m), Gunung Ambang (1689m), Gunung Gambula (1954m), dan Gunung Batu- Balawan (1970m). Dataran rendah dan dataran tinggi secara potensial mempunyai nilai ekonomi bagi daerah. Beberapa dataran yang terdapat di daerah ini antara lain: Tondano (2.850Ha), Langowan (2.381Ha), Modoinding (2.350Ha), Tompaso Baru (2.587Ha) di Kabupaten Minahasa serta beberapa wilayah di Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Kabupaten Kepulauan Talaud. Berdasarkan hasil analisa peta topografi skala 1 : 100.000 yang meliputi tinggi rendah topografi, kemiringan lereng dan bentuk relief permukaan, maka satuan geomorfologi regional lembar kotamobagu dapat menjadi empat satuan geomorfologi yaitu satuan geomorfologi pedataran yang menempati daerah Kecamatan Kotamobagu, Dumoga
  • 3. 2 dan sebagian kecil Kecamatan Bolaang. Satuan geomorfologi perbukitan berelief landai yang menempati daerah sebagian dari wilayah Kecamatan Modayag, Kecamatan Pinolosian, Kecamatan Kecamatan Sangtombolang, dan Kecamatan Bolangitang, sungai-sungai yang mengalir pada satuan ini adalah Sungai Onggak Mongondow, Sungai Muayat Bone, Sungai Hanga dan Sungai Singkup. Satuan geomorfologi perbukitan berelief sedang yang menempati daerah sebagian dari wilayah Kecamatan Bolaang, Lolak, Bintauna dan Piogar. Sungai-sungai yang mengalir pada satuan ini bermuara ke Sungai Mauk, Bonambang, Maralobi dan Binunga. Satuan geomorfoogi perbukitan berelief terjal yang menempati daerah Pegunungan Telongkabila, Gunung Tiheng, Gunung Pinonimposa, Gunung Mongaladia, Gunung Mogonipa,Gunung Ambang dan Gunug Dukeluon. B. Stratigrafi Regional Berdasarkan Peta Geologi Lembar Manado, Kotamobagu dan Tilamuta (Gambar 4 – 6). Daerah lengan utara Sulaesi tersusun oleh beberapa formasi batuan yang meliputi;  Endapan Danau dan Sungai (Qs) : Pasir, lanau, konglomerat dan lempung napalan. Perselingan lapisan pasir lepas dan lanau, lapisan berangsur, setempat silang siu; konglomerat tersusun dari pecahan batuan kasar menyudut tanggung, lempung napalan hitam mengandung moluska di Kayuragi (Koperberg, 1928) mungkin termasuk dalam satuan ini. Satuan ini membentuk undak dengan permukaan bergelombang.  Batuan Gunungapi Muda (Qv) : Lava, bom, lapili dan abu; membentuk gunungapi strato muda antara lain: G. Soputan, G. Mahawu, G. Lokon, G. Klabat, G. Tongkoko; lava yang dikeluarkan oleh G. Soputandan G. Lokon terutama berkomposisi basal, sedangkan G. Mahawu danG. Tongkoko berkomposisi andesit; di Kp. Tataran dan Kp. Kiawa terdapat aliran obsidian, yang mungkin masing-masing berasal dari G. Tompusu dan G. Lengkoan.  Tufa Tondano (Qtv) : Klastika kasar gunungapi yang terutama berkomposisi andesit, tersusun dari komponen menyudut hingga
  • 4. 3 menyudut tanggung, tercirikan oleh banyak pecahan batuapung; batuapung lapili, breksi, ignimbrit sangat padat, berstruktur aliran. Satuan ini terdapat di sekitar Danau Tondano di bagian utara daerah Minahasa; membentuk punggungan yang bergelombang rendah. Aliran lava berkomposisi andesit-trakit, terdapat di daerah G. Tanuwantik (Qtvl). Tuf bersifat trakit yang sangat lapuk, berwarna putih hingga kelabu kekuninga, terdapat di dekat Kp. Popontelan dan S. Sinengkeian. Di daerah pantai antara Paslaten dan Sondaken, satuan ini juga membentuk punggungan bergelombang rendah. Endapan piroklastik ini diperkirakan berasal dari dan terjadi sebagai hasil letusan hebat pada waktu pembentukan Kaldera Tondano. Gambar 1. Korelasi Satuan Lembar Manado (Effendi dan Bawono, 1997).  Formasi Tinombo Fasies Sedimen (Tets), terdiri dari serpih dan batu pasir dengan sisipan batu gamping dan rijang, serpih berwarna kelabu dan merah, getas, sebagian gampingan, rijang mengandung radiolaria. Batu pasir berupa greywake dan batu pasir kuarsa, kelabu dan hijau, pejal yang berbutir halus sampai
  • 5. 4 dengan sedang, sebagian mengandung pirit. Satuan batuan ini diterobos oleh granit, diorit dan trakit. Satuan ini mempunyai hubungan menjari dengan Formasi Tinombo Fasies Gunungapi, berumur Eosen – Oligosen Awal.  Batuan Gunungapi Bilungala (Tmbv), terdiri dari breksi, tuf dan lava bersusunan andesit, dasit dan riolit. Zeolit dan kalsit sering dijumpai pada kepingan batuan penyusun breksi. Tuf umumnya bersifat dasitan, agak kompak dan berlapis buruk di beberapa tempat. Propilitisasi, kloritisasi dan epidotisasi banyak dijumpai pada lava. Berdasarkan kandungan fosil, dalam sisipan batu gamping maka batuan tersebut berumur Miosen Bawah – Miosen Akhir.  Anggota Batu Gamping Formasi Tapadaka (Tmtl), terdiri dari batu gamping kelabu terang, pejal, mengandung pecahan batuan Gunungapi hijau. Batu gamping ini sebagian membentuk lensa-lensa di dalam Formasi Tapadaka dan sebagian terlihat berganti fasies ke arah samping menjadi batu pasir. Umur satuan ini adalah Miosen Awal – Miosen Akhir.  Formasi Tapadaka (Tmts), terdiri dari batu pasir, grewake, batu pasir terkersikkan, dan serpih. Batu pasir berwarna kelabu muda hingga tua dan hijau, berbutir halus sampai kasar, mengandung batuan Gunungapi hijau dan serpih merah, setempat gampingan. Serpih berwarna kelabu sampai hitam, mengandung fosil Spaerodinella subdehiscens. Berdasarkan hasil penyelidikan, batuan tersebut berumur Miosen Awal – Miosen Akhir.  Diorit Bone (Tmb), terdiri dari diorit kuarsa, diorit, granodiorit, granit. Diorit kuarsa dijumpai di daerah Sungai Taludaa, sedangkan granit di daerah Sungai Bone. Satuan ini menerobos batuan Gunungapi Bilungala maupun Formasi Tinombo. Umur satuan diorit bone ini sekitar Miosen Akhir.  Breksi Wobudu (Tpwv), terdiri dari breksi Gunungapi, aglomerat, tuf, tuf lapili, dan lava. Breksi Gunungapi berwarna kelabu tersusun oleh kepingan andesit dan basal berukuran kerikil – bongkah, tuf dan tufa lapili berwarna kuning
  • 6. 5 kecoklatan, berbutir halus – kerikil, umumnya lunak dan berlapis. Lava berwarna kelabu bersusun andesit – basal. Satuan ini menindih takselaras Formasi Dolokapa yang berumur Miosen Tengah – Miosen Akhir.  Batuan Gunungapi Pinogu (Tqpv), terdiri dari tufa, tufa lapili, breksi dan lava. breksi Gunungapi di pegunungan Bone, Gunung Mongadalia dan Pusian bersusunan andesit piroksen dan dasit. Tufa yang tersingkap di Gunung Lemibut dan Gunung Lolombulan umumnya berbatu apung, kuning muda, berbutir sedang – kasar, diselingi lava bersusun menengah - basa. Tuf dan tuf lapili di sekitar Sungai Bone bersusunan dasitan. Lava berwarna kelabu muda hingga tua, pejal, bersusun andesit piroksen, umurnya diduga Pliosen – Plistosen. Gambar 2. Korelasi Satuan Lembar Kotamobagu (Apandi dan Bachri, 1997) Peta geologi regional Lembar Tilamuta yang disusun oleh S. Bachri, Sukido dan N. Ratman merupakan hasil pemetaan geologi di lengan utara Sulawesi untuk melengkapi data-data geologi hasil pemetaan yang dilakukan oleh D. Trail pada tahun 1974. Data pemetaan baru tersebut
  • 7. 6 dikompilasi untuk menghasilkan peta geologi regional lembar Tilamuta tahun 1993 dengan skala 1 : 250.000. Geologi daerah Tilamuta secara regional dapat dibagi ke dalam 3 kelompok batuan secara umum, yaitu kelompok batuan sedimen (endapan), kelompok batuan vulkanik (gunungapi), dan kelompok batuan terobosan (intrusi). Kelompok batuan sedimen terdiri dari alluvial dan Formasi Lokodidi. Alluvial terdiri dari pasir, kerikil, lempung, lumpur dan lanau. Batuan ini menyebar disepanjang sungai-sungai besar yang bermuara ke laut. Formasi Dolokapa (Tmd) merupakan batuan sedimen tua yang berumur Miosen, terdiri dari batupasir wake, batulanau, batulempung, konglomerat, batuan gunungapi yang bersifat intermediet sampai basa. Kelompok batuan vulkanik (gunungapi) terdiri dari Batuan Gunungapi Pinogu (TQpv) terdiri dari aglomerat, tufa, lava yang bersifat intermediet sampai basa berumur Pliosen Atas hingga Plistosen. Formasi Lokodidi (TQls) terdiri dari konglomerat, batupasir, batupasir konglomeratan, serpih hitam dan batupasir tufaan. Umur dari batuan ini adalah Plistosen selaras dengan Breksi Wobudu yang ada dibawahnya. Kelompok batuan terobosan (intrusi) yaitu Diorit Boliohuto (Tmbo) menerobos Formasi Dolokapa (Tmd) berumur Miosen terdiri dari diorit dan granodiorit dibeberapa tempat dijumpai retas-retas basal. Breksi Wobudu (Tpwv) terdiri dari breksi gunungapi, aglomerat, tufa, tufa lapila dan lava yang bersifat intermediet sampai basa, umur batuan ini adalah Pliosen dan selaras dengan batuan yang ada di atasnya. Granodiorit Bumbulan (Tpb) terdiri dari granodiorit, granit, dasit dan monzonit kuarsa yang bersifat intermediet sampai asam, umur batuan ini adalah Pliosen dan selaras dengan batuan yang ada di atasnya.
  • 8. 7 Gambar 3. Korelasi Satuan Lembar Tilamuta (Bachri, Sukido dan Ratman, 1993) C. Struktur Geologi dan Tektonik Struktur geologi yang bearda di pulau Sulawesi memperlihatkan keadaan yang sangat kompleks. Hal ini disebabkan karean Pulau Sulawesi merupakan daerah yang banyak mendapat pengaruh pertemuan dari beberapa lempeng samudera dan benua. Hal tersebut telah menarik perhatian beberapa ahli geologi untuk meneliti keadaan tersebut seperti Sukamto (1975) dan Simandjuntak (2004). Secara regional orogenesa di Pulau Sulawesi mulai berlangsung sejak Zaman Trias, terutama pada Mandala Banggai Sula yang merupakan mandala tertua, sedangkan Mandala Geologi Sulawesi bagian timur dimulai pada Awal Tersier. Perlipatan yang kuat menyebabkan terjadinya sesar anjak yang berlangsung pada Miosen Tengah di lengan timur Sulawesi dan di bagian tengah dari Mandala Geologi Sulawesi Barat, serta waktu yang bersamaan dengan transgresi lokal berlangsung di
  • 9. 8 lengan tenggara Sulawesi dan aktivitas vulkanik terjadi di lengan utara dan selatan. Zona tumbukan Maluku bagian selatan menunjukan adanya aktivitas tektonik dan gempa bumi tertinggi dengan pola tektonik yang kompleks. Gerak saling mendekati Lempeng Sangihe dan Halmahera menghasilkan dorongan pada tubuh baji Sangihe melalui Laut Maluku, melebihi tepian kedua lempeng serta menandakan puritan yang berhubungan dengan penunjaman. kedua lempeng tersebut telah bertemu dan membentuk jalur penunjaman baru dengan kemiringan ke timurlaut di Laut Sulawesi bagian timur (Simandjuntak, 2004). Struktur geologi yang dapat diamati di lapangan dan pada citra penginderaan jauh antara lain berupa sesar dan lipatan. Sesar normal arahnya kurang beraturan, namun di bagian barat Lembar Manado cenderung berarah timur – barat. Sesar mendatar berpasangan dengan arah UUB – SST (sesar destral) dan UUT – SSB (sesar sinistral). Sesar mendatar terbesar adalah Sesar Gorontalo yang berdasarkan analisis kekar penyertanya menunjukkan arah pergeseran menganan. Beberapa zona sesar naik bersudut 30° dapat diamati di beberapa tempat, khususnya pada Batuan Gunungapi Bilungala. Daerah pemetaan telah mengalami lebih dari satu kali periode tektonik kompresi yang menghasilkan lipatan. Bongkahan batuan terkersikkkan berukuran sampai 5 meter yang dijumpai di Tinombo, menunjukkan paling sedikit 2 kali pelipatan. Pelipatan tua menghasilkan lipatan isoklinal yang keudian mengalami pelipatan rapat – terbuka oleh pelipatan yang lebih muda. Berdasarkan pengukuran juru dan kemiringan pada perselingan batuan gunungai dan sedimen di daerah S. Sogitia Kiki, S. Tombuliliato maupun S. Bilungala didapatkan pelipatan terbuka dengan kemiringan sayap sekitar 30° dan sumbu berarah hampir timur – barat. Lava yang dijumpai di S. Sogitia Kiki juga menunjukkan pelipatan terbuka. Sesar normal di Lembar Kotamobagu, dominan berarah barat laut – tenggara dan sebagian kecil mempunyai arah timur laut – baratdaya. Daerah pemetaan terletak di lengan utara dan timur dar lengan utara Sulawesi yang merupakan busur gunungapi yang terbentuk karena adanya tunjaman ganda, yaitu Lajur Tunjaman Sulawesi Utara di sebelah utara lengan utara Sulawesi dan Lajur Tunjaman Sangihe Timur di
  • 10. 9 sebelah timur dan selatan lengan utara (Simandjuntak, 1986). Penunjaman tersebut mengakibatkan terjadinya kegiatan magmatisme dan vulkanisme yang menghasilkan batuan plutonik dan gunungapi yang tersebar luas. Di Lembar Manado, Tunjaman Sulawesi Utara diduga aktif sejak awal Tersier dan menghasilkan busur gunungapi Tersier yang terbentang dari sekitar Tolitoli sampai dekat Manado. Sedang Tunjaman Sangihe Timur diduga aktif sejak awaal Kuarter dan menghasilkan lajur gunungapi Kuarter di bagian timur lengan utara Sulawesi dan menerus ke arah baratdaya hingga G. Una-una. Gambar 4. Peta Tatanan Tektonik Daerah Sulawesi (P3G, 1998)
  • 11. 10 Gambar 5. Peta Geologi Lembar Manado, Sulawesi Utara (Effendi dan Bawono, 1997).
  • 14. 13 D. Sumber Daya Mineral dan Energi Beberapa penelitian terdahulu, misalnya PT. Tropic Endeavour (1971-1973) yang kemudian dilanjutkan oleh BHP Utah Pacific dan para peneliti lainnya (misal Lowder & Dow, 1978; Kavaliers, et al., 1992; Pereilo, 1993) pada tahun-tahun berikutnya, telah melokalisir beberapa daerah prospek endapan tembaga porfiri dan emas, misalnya di daerah Tapadaa, Tombuililato – Motombot, Atingola dan di beberapa tempat lainnya, terutama pada batuan gunungapi Tersier. Pada saat ini banyak penduduk lokal yang menambang emas primer pada Formasi Bilungala di daerah Suwawa dan di sebelah barat Bilungala. Mineralisasi pada batuan dasitan juga banyak dijumpai di sepanjang S. Bilungala sebagaimana ditunjukkan adanya pirit yang melimpah. Endapan belerang ditemukan di awah G. Ambang, dengan cadangan sekitar 121.456 ton metrik (Hadian dkk., 1974). Emas telah ditambang di daerah Ratatotok dan di utara Kp. Molobok oleh beberapa perusahaan pada waktu sebelum Perang Dunia II semasa pemerintahan Kolonial Belanda. Urat Kuarsa yang mengandung emas dan perak tersingkap di dekat Kp. Paslaten. Ketebalan Urat kuarsa ini ± 1 meter, dan menjurus ke arah barat laut. Kaolin di daerah dekat Kp. Langoan, yang terjadi di kompleks fumarol telah ditambang oleh perusahaan setempat. Endapan belerang ditemukan di kawah G. Soputan sebanyak 69500 ton metrik, di kawah G. Mahawu sebanyak 96000 ton metrik (Hadian, dkk., 1974). Bahan bangunan seperti batuan beku, tras, batugamping, pasir dan kerikil untuk pembuatan jalan dan gedung, terdapat banyak di daerah ini. Bahan galian merupakan salah satu sumber daya alam non hayati yang keterjadiannya disebabkan oleh proses–proses geologi. Berdasarkan keterjadian dan sifatnya bahan galian dapat dibagi menjadi 3 kelompok yaitu mineral logam, mineral industri dan batubara. Karakteristik ketiga bahan galian tersebut berbeda dan metode eksplorasi yang dilakukan juga berbeda. Oleh karena itu diperlukan berbagai macam metode untuk mengetahui keterdapatan, sebaran, kuantitas dan kualitasnya. Suatu model endapan mineral merupakan sebuah informasi yang disusun secara sistematis yang memuat informasi-informasi tentang
  • 15. 14 atribut-atribut penting (sifat dan karakteristik) pada suatu kelas endapan mineral. Model endapan mineral tersebut dapat juga berupa suatu model empirik (deskriptif),yang memuat informasi-informasi yang saling berhubungan (dari yang belum diketahui) berdasarkan data teoritik, yang selanjutnya dijabarkan dalam konsep-konsep yang fundamental (mendasar). Endapan mineral logam pada umumnya di bagi 2 yaitu internal proses dan eksternal proses. Internal proses berasal dari larutan magma yang mengalami kristalisasi, segregasi serta menghasilkan larutan sisa yang disebut dengan hydrothermal dan proses matamorfisme seperti yang terdapat di Sulawesi Tengah. Sedangkan, eksternal proses atau sering disebut sebagai proses permukaan (surfaca processes) adalah proses mineralisasi yang terjadi akibat konsentrasi mineral akibat gaya berat, proses pencucian dan vulkanik ekskalatif termasuk didalamnya adalah endapan placer. Dalam penyusunan suatu model endapan mineral perlu diperhatikan penekanan pada endapan-endapan epigenetik, yaitu penekanan pada lingkungan litotektonik formasi (berhubungan dengan batuan asal atau batuan induk) atau penekanan pada lingkungan litotektonik mineralisasi (berhubungan proses pembentukan mineral-mineral). Secara litotektonik Mandala bagian barat merupakan busur magmatik dengan batuan terobosan granodiorit-granitik yang menghasilkan beberapa jenis mineralisasi. Mandala barat bagian utara merupakan daerah yang sangat potensial sebagai tempat mineralisasi logam, dimana terbentuk beberapa jenis mineralisasi yang terdiri atas emas epitermal jenis sulfidasi rendah, tembaga-emas porfiri, emas pada batuan sedimen, urat sulfidasi polimetalik dan mineralisasi Cu-Au-Ag epitermal sulfidasi tinggi. Di setiap daerah memiliki tipe mineralisasi yang berbeda-beda. Banyak hal yang menyebabkan perbedaan tersebut diantaranya adalah setting tektonik dan lingkungan geologinya. Model-model mineralisasi yang ada di dunia yang telah ditulis dalam publikasi ataupun dalam buku cetak hanya dijadikan dasar dalam mengklasifikasikan atau menempatkan tipe mineralisasi di daerah penyelidikan kita. sebab banyak hal yang pastinya berbeda seperti tipe fluidanya, setting
  • 16. 15 tektoniknya, batuan dan hal lain yang dapat mempengaruhi pertukaran ion dalam fluida. Tabel 1. Bentuk-bentuk cebakan mineral yang sering dijumpai di Dunia.
  • 17. 16 Pada Tabel 2 berikut ditampilkan gambaran klasifikasi endapan mineral berdasarkan genetiknya. Berdasarkan hal tersebut endapan mineral di bagi menjadi 5, yaitu : 1. Magmatik dimana ore terakumulasi melalui hasil kristalisasi magma. Hal tersebut dapat berasiosiasi dengan pembentukan magma basa – ultrabasa menghasilkan endapan-endapan PGE (platina group elements) kromit, Ni-Cu- Fe sulfida serta intan. Dapat pula berasiosiasi dengan magma felsik menghasilkan Cu ore, REE dan lainnya. 2. Endapan yang berasiosiasi dengan larutan hydrothermal. Endapan tipe ini umumnya beraiosiasi dengan Cu-Mo-W dalam intrusi granit, dapat berbentuk vein dan mineralisasi pada batuang samping yang disebut epigenetik deposit, VMS seperti endapan Koroko di Japan serta endapan yang tidak terkait dengan aktivitas magma seperti Pb-Zn ore di dalam batugamping serta uranium deposit yang terdapat di Amerika Serikat. 3. Endapan yang berhubungan dengan sedimentasi, 4. Endapan yang berhubungan dengan pelapukan, dan 5. Endapan yang berhubungan dengan batuan metamorf.
  • 18. 17 Tabel 2. Klasifikasi endapan mineral secara genetik. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No 23 Tahun 2010 dijelaskan mineral bukan logam meliputi intan, korundum, grafit, arsen, pasir kuarsa, fluorspar, kriolit, yodium, brom, klor, belerang, fosfat, halit, asbes, talk,mika, magnesit,yarosit, oker, fluorit, ball clay, fire clay, zeolit, kaolin, feldspar, bentonit, gipsum, dolomit, kalsit, rijang, pirofilit, kuarsit,
  • 19. 18 zirkon, wolastonit, tawas, batu kuarsa, perlit, garam batu, clay, dan batu gamping untuk semen, dan batuan meliputi pumice, tras, toseki, obsidian, marmer, perlit, tanah diatome, tanah serap (fullers earth), slate, granit, granodiorit, andesit, gabro, peridotit, basalt, trakit, leusit, tanah liat, tanah urug, batuapung, opal, kalsedon, chert, kristal kuarsa, jasper, krisoprase, kayu terkersikan, gamet, giok, agat, diorit, topas, batu gunung quarry besar, kerikil galian dari bukit, kerikil sungai, batu kali, kerikil sungai ayak tanpa pasir, pasir urug, pasir pasang, kerikil berpasir alami (sirtu), bahan timbunan pilihan (tanah), urukan tanah setempat, tanah merah (laterit), batu gamping, onik, pasir laut, dan pasir yang tidak mengandung unsur mineral logam atau unsure mineral bukan logam dalam jumlah yang berarti ditinjau dari segi ekonomi pertambangan. Di wilayah penambangan yang dilakukan oleh masyarakat setempat ditemukan adanya batuan vulkanik jenis andesitik termineralisasi, dibagian atas singkapan batuan tersebut berupa ubahan lempung – kuarsa ± klorit, sedangkan pada kedalaman 10 meter berubah ke arah kuarsa±adularia-serisit-pirit, sebagian silisifikasi dengan kalsedonit mengandung pirit dan urat-urat kuarsa mengandung pirit, sedikit sfalerit dan galena. Kalsedonik memperlihatkan struktur koloform dan indikasi bentuk krustifikasi dari kuarsa berbutir kasar ke arah yang halus, dengan indikasi adularia, lempung dan bentuk lembaran/bladded karbonat. Menurut Leach T. et al, 1997, lingkungan ubahan seperti di atas berkaitan erat dengan adanya pencampuran air meteorik dengan fluida hidrotermal yang kaya akan mineral-mineral vanadium dan kaya akan illit, roscoclite yang menggantikan mineral potasium serta kaya akan ilit- smektit.
  • 20. 19 Di kabupaten Bolaang Mongondow Timur, munculnya markasit berwarna kehijauan, berbutir sangat halus mencerminkan adanya indikasi oksida menengah yang miskin akan pirit, sebagai indikasi pembentukan mineralisasi di permukaan dimana akan terbentuk asosiasi perak dengan emas teluride atau emas sebagai elektrum, di lapangan terlihat dari beberapa conto batuan di dalam lobang tambang dengan kedalaman 12 m. Ditemukannya cebakan emas bonanza di atas 50 gr/ton telah memicu para penambang melakukan kegiatannya secara maksimal, disini telah terjadi pembentukan formasi bijih ketika terjadi up welling cairan fluida yang membawa mineralisasi terutama emas dan perak. Masyarakat Kotabunan selama ini mengetahui bahwa ada dua buah bukit yang dianggap sebagai wilayah prospek untuk logam emas dan sedikit perak, dimana sebelumnya mereka telah melakukan penambangan dengan posisi urat kuarsa yang diambil berarah barat laut-tenggara dan timur laut-barat daya. Hasil pengamatan lapangan di wilayah ini setelah melakukan pengecekan terhadap singkapan batuan dan beberapa fragmen batuan sisa para penambang, bahwa di daerah ini telah terjadi adanya proses mineralisasi tipe epitermal sulfida rendah, seperti yang ditemukannya indikasi akan pembentukan tipe mineralisasi tersebut. Breksi hidrotermal dengan dicirikan oleh adanya urat-urat kuarsa mengandung pirit halus, bersama kalsedon, adularia terlihat jarang dan serisit yang memperlihatkan adanya over printing mineralisasi di wilayah ini telah memberikan suatu gambaran bahwa mineralisasi logam di Molobog dapat dianggap signifikan. Ubahan klorit-lempung-pirit-kuarsa di bagian atas lokasi prospek telah memberikan indikasi adanya aktifitas
  • 21. 20 hidrotermal berulang, sehingga kearah kedalaman ditemukan adanya ubahan serisit-adularia, dengan kandungan pirit yang sangat halus sekali, kemudian kristal kuarsa halus terdapat di dalam lobang/vughy. Kearah makin dalam dari lobang vertikal sedalam 15 m ditemukan ubahan kuarsa/kalsedon-pirit dan urat-urat kuarsa halus beberapa puluhan sentimeter, berarah baratlaut-tenggara dan timurlaut-baratdaya. Singkapan di permukaan sangat jarang sekali ditemukan adanya batuan terubah kuat, sehingga temuan ini hanya terdapat di dalam lobang yang dibuat oleh penduduk setempat. Keberadaan mineral non logam di Provinsi Sulawesi Utara menurut data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia tahun 2014 cukup potensial. Potensi mineral Andesit sebagai bahan bangunan secara hipotetik sebanyak 280.434.000 ton. Batuapung terdapat dalam jumlah hipotetik sebanyak 960.000 ton. Batugamping sebanyak 18.815.000 ton. Endapan belerang dijumpai di wilayah Kawah Gunung Ambang dengan cadangan 121.456 metrik ton. Tabel 3. Potensi Mineral Non Logam di Provinsi Sulawesi Utara. *Sumber : Kementerian Enegi dan Sumber Daya Alam-RI, 2014.
  • 22. 21 Sirtu terdapat pada aliran sungai yang besar mereka ambil pasir dan batuan andesit yang cukup prospek. Punggungan Doup prospek ditempati oleh breksi vulkanik dengan fragmen andesit berukuran bongkah hingga kerakal, yang diperlukan untuk bahan bangunan dan perbaikan jalan yang masih dalam keadaan persiapan pembangunan pemukiman kabupaten baru. Kotabunan dengan perbatasan wilayah Buyat banyak tersingkap batugamping yang lokasinya tidak jauh dari jalan raya, menurut camat setempat telah dilakukan inventarisasi batugamping oleh salah satu perusahaan swasta nasional, untuk kepentingan pabrik semen. Akan tetapi di wilayah pantai tenggara untuk batugamping ada kemungkinan terbentuknya mineralisasi logam seperti yang ditemukan di Ratatotok. Mineralisasi emas-perak diperoleh dari urat-urat kuarsa, sedangkan dari batuannya mereka tidak pernah mengambilnya, dikarenakan menurut mereka kurang mengandung emas. Galena dan sfalerit terlihat mengisi lobang-lobang bersama kristal kuarsa yang dianggap mereka banyak mengandung emas. Mangan berwarna hitam dan hematit berwarna merah mengisi retakan-retakan, kemungkinan mangan tersebut yaitu jenis pirolusit. Keadaan struktur pada sistim epitermal sulfida rendah untuk kuarsa-emas-perak, pada umumnya terbentuk di busur magmatik, biasanya mencirikan zonasi penekukan secara oblique dan jelas mencerminkan tipe keadaan back arc/busur luar dari tipe adularia-serisit epitermal emas-perak, bentuk struktur tersebut berupa jogs, dilihat dari struktur yang saling berpotongan dengan ciri-ciri adanya rekahan dilasi dan fissure veins, splitting/pemisahan dari pada hanging wall. Kejadian di atas akan berlanjut secara luas berupa strike slip fault/sesar mendatar sejajar arah/jurus batuannya (Sibson, 1987).
  • 23. 22 Keadaan tersebut terlihat pada lokasi tambang Molobog pada kedalaman 8 m, dimana ciri mineralnya telah memperlihatkan serisit dan sedikit adularia. Proses penambangan bahan galian emas di wilayah ini sama seperti yang dilakukan di wilayah Panang dan Tungau, yaitu dengan cara tambang dalam dengan membuat lobang-lobang tambang mengikuti arah urat-urat emas yang berarah utara-selatan. Sedangkan pengolahannya masih menggunakan metoda amalgamasi dan pembuangan tailing sebagian ke sungai kecil didekatnya, apabila pada musim penghujan semua sisa-sisa penambangan ini terbawa banjir hingga ke laut. Adanya potensi tenaga panas bumi di daerah ini ditunjukkan oleh banyaknya mata air panas, fumarol, solfatara dan gejala panas bumi lainnya yang kemunculannya dikontrol oleh sistem sesar yang ada dan telah diamati sehubungan denan kemungkinan pengembangan tenaga panas Bumi seperti di lapangan panas bumi Lahendong. Beberapa mata air panas yang telah diukur suhunya menunjukkan kisaran suhu dari 40°C sampai 80°C, misalnya mata air panas di Lambongo (50°C), Binggele (81°C), Hunggayono (40°C) dan Tulabado (80°C). Lapagan panas bumi Lahendong dan Tomposo mempunyai kapasitas masing-masing ± 200 Mega Watt (Nasution, 1996; personal communication).
  • 24. 23 Gambar 8. Lokasi keterdapatan mineralisasi di lengan utara Sulawesi (Kavalieris, van Leeuwen dan Wilson, 1992). Contoh Analisis Geologi Regional/Daerah Penelitian 4.2.2 Stratigrafi Daerah Penelitian Pengelompokan dan penamaan satuan batuan pada daerah penelitian didasarkan pada litostratigrafi tidak resmi, yang bersendikan pada ciri litologi, dominasi batuan, keseragaman gejala litologi, dan hubungan stratigrafi antara batuan yang satu dengan batuan yang lain, serta hubungan tektonik batuan, sehingga dapat disebandingkan baik secara vertikal maupun lateral dan dapat dipetakan dalam sekala 1 : 25.000 (Sandi Stratigrafi Indonesia, 1996). Pembagian satuan batuan daerah penelitian didasarkan pada litostratografi tidak resmi, maka pembagian satuan batuan pada daerah penelitian yang diurutkan dari muda ke tua, yaitu : 1. Satuan dasit porfiri 2. Satuan batugamping
  • 25. 24 3. Satuan peridotit Pembahasan dan uraian dari setiap satuan batuan yang terdapat di daerah penelitian akan dimulai dari satuan tertua sampai yang termuda. 4.2.2.1 Satuan Peridotit Satuan peridotit secara umum menempati bagian Barat Dusun Bottolai. Satuan peridotit tersingkap dengan kondisi segar maupun lapuk dan sebagian besar telah terserpentinitkan pada stasiun 1. Berdasarkan penampang geologi A – B yaitu beda tinggi atau selisih antara kontur terendah dan kontur tertinggi pada satuan peridotit maka didapatkan ketebalan yang diperkirakan sekitar ±200 meter. Kenampakan lapangan (megaskopis) dari peridotit dalam keadaan segar berwarna hijau kehitaman dan coklat kehitaman dalam keadaan lapuk, tekstur kristalinitas holokristalin, granularitas faneritik, bentuk euhedral – subhedral, relasi inequigranular dan struktur masif. Komposisi mineral berupa piroksin dan serpentin. Singkapan ini dijumpai dalam keadaan segar pada daerah Dusun Bottolai (Gambar 4.1), dengan nama batuan Peridotit (Fenton, 1940 dalam Endarto, 2005). Umur dari satuan peridotit di daerah penelitian mempunyai nilai kesebandingan dengan peridotit anggota Ultrabasa yang sebagian telah terserpentinitkan. Berdasarkan hal tersebut, maka satuan peridotit pada Dusun Bottolai disebandingkan dengan peridotit anggota Ultrabasa (Ub) yang berumur Kapur Bawah (Sukamto, 1982) dan diinterpretasikan lingkungan pembentukan satuan ini pada kerak samudera. 4.2.2.2 Satuan Batugamping Satuan batugamping yang beranggotakan batugamping dan batulempung karbonatan, secara umum memiliki kedudukan batuan berarah relatif Baratlaut sampai Tenggara dengan besarnya dip antara 25o – 34o . Satuan batuan ini secara umum menempati bagian Timurlaut daerah penelitian. Batugamping tersingkap dengan kondisisegar maupun lapuk dan berselingan dengan batulempung karbonatan di bagian Tenggara Dusun Camming. Satuan ini menindih tidak selaras dengan satuan batuan peridotit dan dasit yang dicirikan dengan kenampakan
  • 26. 25 sisipan breksi yang berfragmenkan dasit pada batulempung karbonatan di daerah Sungai Barru bagian Selatan Dusun Camming (Gambar 4.2). Kenampakan lapangan (megaskopis) dari batugamping dalam keadaan segar berwarna putih keabu–abuan dan coklat kehitaman dalam keadaan lapuk, tekstur klastik kasar, ukuran butir berkisar antara pasir kasar – pasir halus, dan tersusun oleh fosil foraminifera besar serta mud berupa mineral karbonat. Sortasi baik, kemas tertutup, serta struktur berlapis. Berdasarkan komponen penyusunnya yang dominan berupa fosil dan mud, maka batuan ini dinamakan Packstone (Dunham, 1962 dalam Boggs, 1987). Singkapan batugamping ini ditemukan pada daerah Sungai Barru sebelah Selatan Dusun Camming (Gambar 4.3). Kenampakan lapangan (megaskopis) dari batulempung karbonatan dalam keadaan segar berwarna putih keabu–abuan dan coklat kehitaman dalam keadaan lapuk, tekstur klastik halus, ukuran butir lempung, dan tersusun oleh fosil foraminifera serta mud berupa mineral karbonat. Sortasi baik, kemas tertutup, sifat kimia karbonatan, serta struktur berlapis. Berdasarkan komponen penyusunnya yang dominan berupa material klastik halus berukuran lempung maka batuan ini dinamakan Mudstone (Wenworth, 1922 dalam Boggs, 1987). Singkapan batulempung karbonatan ini ditemukan pada daerah Sungai Barru sebelah Selatan Dusun Camming (Gambar 4.4). Bedasarkan kandungan fosil pada satuan ini adalah Nummulites sp., Discocyclina sp., Lepidocyclina sp. dan Asterocyclina sp., maka dapat diketahui umur relatif dari satuan batugamping dengan menggunakan tabel “Preliminary Range Chart of Important Foraminifera Indonesia (P. Bauman, 1971) yaitu berumur Eosen Tengah – Eosen Atas yang dapat disetarakan pada zona th. Berdasarkan kandungan fosil bentonik pada satuan batugamping anggota batugamping dan batulempung karbonatan berupa Nodogerina sp., Nodoserella sp., Guadryina sp., dan Bulimina sp., maka dapat diinterpretasikan bahwa lingkungan pengendapan pada satuan batugamping adalah neritik tengah hingga neritik tepi atau berupa laut dangkal dengan kedalaman 30,84 – 182,88 m (Bandy, 1967).
  • 27. 26 4.2.2.3 Satuan Dasit Porfiri Satuan dasit porfiri, secara umum menempati bagian Selatan Dusun Bottolai. Satuan dasit porfiri tersingkap dengan kondisi segar maupun lapuk. Berdasarkan penampang geologi A – B yaitu beda tinggi atau selisih antara kontur terendah dan kontur tertinggi pada satuan peridotit maka didapatkan ketebalan yang diperkirakan sekitar ±25 meter. Kenampakan lapangan (megaskopis) dari dasit dalam keadaan segar berwarna abu–abu kehitaman dan coklat kehitaman dalam keadaan lapuk, tekstur kristalinitas hipokristalin, granularitas porfiritik, bentuk euhedral – subhedral, relasi inequigranular, dan struktur masif. Komposisi mineral berupa plagioklas, ortoklas, kuarsa, dan hornblende, serta massa dasar. Singkapan ini dijumpai dalam keadaan segar di Dusun Bottolai (Gabar 4.5), dengan nama batuan Dasit (Fenton, 1940 dalam Endarto, 2005). Umur dari satuan dasit porfiri di daerah penelitian mempunyai nilai kesebandingan dengan diorit yang memiliki kesamaan lokasi tipe. Berdasarkan hal tersebut, maka satuan dasit porfiri pada daerah penelitian disebandingkan dengan diorit (d) yang berumur Miosen Atas (Sukamto, 1982). Contoh Deskripsi Litologi Daerah Penelitian (Alterasi-Mineralisasi) Satuan Tufa Satuan tufa umumnya terletak dibagian atas dari satuan andesit. Dapat dikenali dengan warna coklat kekuningan dan dibeberapa tempat terdapat oksidasi dengan warna kemerahan. Umumnya berlapis dengan kedudukan N125°E/45°. Ketebalan perlapisan bervariasi antara 5 – 20 cm. Berbutir halus hingga kasir dengan porositas baik. Pada batuan ini pula dijumpai adnya alterasi dan mineralisasi. Jenis alterasi yang berkembang adalah kaolinisasi dan kloritisasi. Dimana mineral-mineral plagioklas yang ada pada batuan terubah menjadi kaolin. Selain itu, dijumpai pula mineralisasi yang berbentuk vein. Biasanya searah dengan perlapisan batuan dengan ketebalan
  • 28. 27 sekitar 2 – 5 cm. Mineralisasi tersebut berupa pirit, kalkopirit, hematit, galena dengan membawa emas dan perak. Contoh Deskripsi Karakteristik Alterasi-Mineralisasi 6.1. Karakteristik Alterasi Hidrotermal Alterasi hidrotermal pada daerah penelitian tersingkap sekitar 38% dari luas keseluruhan daerah penelitian sedangkan daerah yang tidak mengalami alterasi menempati 62% dari luas keseluruhan daerah penelitian. Alterasi hidrotermal dapat diidentifikasi dengan baik pada singkapan batuan di lapangan dan sampel intibor baik secara megaskopis maupun mikroskopis. Batuan yang teralterasi antara lain granit dan genes kuarsa-piroksen kuarsa-piroksen. Secara umum alterasi hidrotermal pada daerah penelitian dibagi menjadi dua tipe alterasi, yaitu: 1. Alterasi Argilik (kaolinit – ilit – smektit – dikit – kalsit) 2. Alterasi Propilitik (klorit – adularia – kalsit mineral lempung) 6.1.1. Alterasi Argilik Alterasi argilik dijumpai secara luas pada daerah penelitian yaitu sekitar 37% dari luas keseluruhan daerah penelitian yang berarah baratdaya - timurlaut. Batuan yang teralterasi yaitu granit dan genes kuarsa-piroksen. Kenampakan singkapan di lapangan dicirikan oleh batuan berwarna abu-abu/coklat keputih- putihan yang menunjukkan kaya akan mineral lempung (Gambar 6.1.A.B) dengan ketebalan bervariasi mulai dari <1m – 4m. 6.1.2. Alterasi Propilitik Alterasi propilitik dijumpai sangat sedikit pada daerah penelitian, dimana hanya tersebar seluas 1% dari luas keseluruhan daerah penelitian dengan arah penyebaran baratdaya – timurlaut. Batuan yang teralterasi yaitu genes kuarsa – piroksen dengan kenampakan singkapan di lapangan berwarna abu-abu kehijauan sebagai indikasi kandungan mineral klorit.
  • 29. 28 6.2. Karakteristik Mineralisasi Bijih Mineralisasi bijih dijumpai pada batuan granite, quartz feldspar porphyry, gneiss, dan schist. Sampel mineral bijih semuanya diambil dari batuan intibor untuk mendapatkan hasil yang lebih baik, mengingat tidak ditemukan conto batuan yang representatif dari singkapan di lapangan. Berdasarkan analisis mikroskopis bijih, mineralisasi bijih pada daerah penelitian dijumpai cukup beragam. Secara umum mineral bijih dijumpai antara lain: pirit (FeS2), kalkopirit (CuFeS2), hematit (Fe2O3), emas (Au), dan perak (Ag). Mineral bijih dijumpai dalam bentuk dissemanated pada mineral dalam batuan dan vein kuarsa, vein kuarsa-kalsit dan vein kalsit. Beberapa vein kuarsa/vein kuarsa-kalsit dijumpai dengan tekstur berlapis (crustiform banding) (Gambar 6.3.A) dan beberapa vein kalsit dijumpai dengan tekstur berbilah-bilah (bladed calcite) (Gambar 6.3.B.). Tekstur mineral bijih terdiri dari tekstur pengisian dan tekstur sebaran.