Dokumen tersebut membahas tentang geologi Indonesia khususnya Sumatera. Tektonik Sumatera dipengaruhi oleh interaksi antara Lempeng Eurasia dan Lempeng India-Australia yang membentuk struktur sesar dan lipatan. Berbagai formasi batuan seperti Belumai, Baong, dan Keutapang terbentuk akibat proses sedimentasi dan tektonik pada zaman Tersier hingga Kuarter.
Sulawesi terletak pada pertemuan 3 Lempeng besar yaitu Eurasia, Pasifik,dan IndoAustralia serta sejumlah lempeng lebih kecil (Lempeng Filipina) yang menyebabkan kondisi tektoniknya sangat kompleks.
Sulawesi terletak pada pertemuan 3 Lempeng besar yaitu Eurasia, Pasifik,dan IndoAustralia serta sejumlah lempeng lebih kecil (Lempeng Filipina) yang menyebabkan kondisi tektoniknya sangat kompleks.
Sulawesi terletak pada pertemuan 3 Lempeng besar, yang menyebabkan kondisi tektoniknya sangat kompleks, dimana kumpulan batuan dari busur kepulauan, batuan bancuh, ofiolit, dan bongkah dari mikrokontinen terbawa bersama proses penunjaman, tubrukan, serta proses tektonik lainnya. Adapun struktur geologi yang berkembang didominasi sesar-sesar mendatar, dimana mekanisme pembentukan struktur geologi Sulawesi bisa dijelaskan dengan model simple shear.
Jakarta sebagai Ibu kota Negara Republik Indonesia merukan gerbang utama Indonesia, dan merupakan pusat segala kegiatan baik itu pe-merintah, pedagang, maupun kebudayaan. Perkembangan fisik Jakarta terutama ditentukan oleh sinergi daya pertumbuhan yang berasal dari pihak swasta dan pemerintah. Dalam proses pertumbuhan tersebut, berbagai sektor perekonomian berkembang pesat di ranah Provinsi DKI Jakarta, salah satu di antaranya adalah sektor industri. Perkembangan sektor ini terjadi dalam bentuk industri rumah tangga, kecil, menengah, besar dan kawasan industri. Sektor industri ini, pada hakekatnya berpe-luang untuk dijadikan objek dan daya tarik wisata (ODTW).
Sulawesi terletak pada pertemuan 3 Lempeng besar, yang menyebabkan kondisi tektoniknya sangat kompleks, dimana kumpulan batuan dari busur kepulauan, batuan bancuh, ofiolit, dan bongkah dari mikrokontinen terbawa bersama proses penunjaman, tubrukan, serta proses tektonik lainnya. Adapun struktur geologi yang berkembang didominasi sesar-sesar mendatar, dimana mekanisme pembentukan struktur geologi Sulawesi bisa dijelaskan dengan model simple shear.
Jakarta sebagai Ibu kota Negara Republik Indonesia merukan gerbang utama Indonesia, dan merupakan pusat segala kegiatan baik itu pe-merintah, pedagang, maupun kebudayaan. Perkembangan fisik Jakarta terutama ditentukan oleh sinergi daya pertumbuhan yang berasal dari pihak swasta dan pemerintah. Dalam proses pertumbuhan tersebut, berbagai sektor perekonomian berkembang pesat di ranah Provinsi DKI Jakarta, salah satu di antaranya adalah sektor industri. Perkembangan sektor ini terjadi dalam bentuk industri rumah tangga, kecil, menengah, besar dan kawasan industri. Sektor industri ini, pada hakekatnya berpe-luang untuk dijadikan objek dan daya tarik wisata (ODTW).
2. PENDAHULUAN
Tektonik Sumatra dipengaruhi oleh interaksi konvergen antara dua lempeng yang
berbeda jenis. Arah gerak kedua lempeng terhadap jalur subduksi membentuk sudut
lancip sehingga pembentukan struktur geologi di Pulau Sumatra didominasi oleh sesarsesar mendatar dekstral (right handed wrench fault).
Hubungan struktur geologi satu terhadap lainnya selain mengontrol sebaran batuan di
permukaan juga menjadikan daerah ini cukup kompleks secara tektonik. Terbentuknya
sejumlah struktur sesar yang cukup rapat ternyata diikuti oleh aktifitas magmatik yang
menghasilkan tubuh-tubuh intrusi batuan beku. Aktifitas magmatik inilah yang membawa
cebakan mineral bijih.
Seluruh batuan penyusun di darah penyelidikan telah mengalami deformasi yang kuat.
Produk tektonik di daerah penyelidikan berupa struktur lipatan, kekar dan sesar.
Pembentukan kedua jenis struktur geologi tersebut tidak terlepas dari pengaruh aktifitas
tumbukan lempeng yang menyerong antara Lempeng Eurasia yang berada di utara
dengan Lempeng India-Australia. Akibat tumbukan lempeng ini terbentuk jalur subduksi
yang sekarang posisinya berada di lepas pantai barat Sumatra, sedangkan di daratan
sumatra terbentuk daerah tinggian yang menyebabkan batuan tua tersingkap di
permukaan. Pola struktur lipatan dan umumnya berarah baratlaut-tenggara yang
terbentuk sejak Pra-Tersier hingga Kuarter. Jenis dan kedudukan struktur geologi ini
selanjutnya mempengaruhi pola sebaran batuan/formasi di permukaan. Berdasarkan hasil
penelitian lapangan diketahui batuan/formasi di daerah penyelidikan menyebar dengan
arah baratlaut-tenggara.
TEKTONIK SUMATERA
Tektonik Sumatra dipengaruhi oleh interaksi konvergen antara dua lempeng yang
berbeda jenis. Arah gerak kedua lempeng terhadap jalur subduksi membentuk sudut
lancip sehingga pembentukan struktur geologi di Pulau Sumatra didominasi oleh sesarsesar mendatar dekstral (right handed wrench fault). Hubungan struktur geologi satu
terhadap lainnya selain mengontrol sebaran batuan di permukaan juga menjadikan
daerah ini cukup kompleks secara tektonik. Terbentuknya sejumlah struktur sesar yang
cukup rapat ternyata diikuti oleh aktifitas magmatik yang menghasilkan tubuh-tubuh
intrusi batuan beku. Aktifitas magmatik inilah yang membawa cebakan mineral bijih.
3. Seluruh batuan penyusun di darah penyelidikan telah mengalami deformasi yang kuat.
Produk tektonik di daerah penyelidikan berupa struktur lipatan, kekar dan sesar.
Pembentukan kedua jenis struktur geologi tersebut tidak terlepas dari pengaruh aktifitas
tumbukan lempeng yang menyerong antara Lempeng Eurasia yang berada di utara
dengan Lempeng India-Australia. Akibat tumbukan lempeng ini terbentuk jalur subduksi
yang sekarang posisinya berada di lepas pantai barat Sumatra, sedangkan di daratan
sumatra terbentuk daerah tinggian yang menyebabkan batuan tua tersingkap di
permukaan. Pola struktur lipatan dan umumnya berarah baratlaut-tenggara yang
terbentuk sejak Pra-Tersier hingga Kuarter. Jenis dan kedudukan struktur geologi ini
selanjutnya mempengaruhi pola sebaran batuan/formasi di permukaan. Berdasarkan hasil
penelitian lapangan diketahui batuan/formasi di daerah penyelidikan menyebar dengan
arah baratlaut-tenggara.
KEADAAN GEOLOGI
A. GEOLOGI REGIONAL
Daerah ini merupakan bagian dari Back-arc Basin lempeng Sunda yang meliputi suatu
jalur sempit yang terbentang dari Medan sapai ke Banda Aceh. Di sebelah barat jalur
ini jelas dibatasi oleh singkapan-singkapan pra-Tersier. Dapat dikatakan bahwa yang
dikenal sebagai lempung hitam (black clay) dan batupasir bermika (micaceous
sandstone), mungkin merupakan pengendapan non-marin. Transgresi baru dimulai
dengan batupasir Peunulin atau batupasir Belumai, yang tertindih oleh Formasi Telaga.
Formasi regresi diwakili oleh Formasi Keutapang dan Formasi Seureula yang merupakan
lapisan resevoir utama. Daerah cekungan ini juga terdiri dari cekungan yang dikendalikan
oleh patahan batuan dasar. Semua cekungan tersebut adalah pendalaman Paseh (Paseh
deep). Di sini jugalah letak dearah terangkat blok Arun, yang dibatasi oleh patahan yang
menjurus ke utara-selatan.
4. Cekungan Paseh membuka ke arah utara ke lepas pantai, ke sebelah selatan tempat
depresi Tamiang dan depresi Medan. Di antara kedua depresi tersebut terdapat daerah
tinggi, dan di sana Formasi Peunulin/Telaga/Belumai langsung menutupi batuan dasar.
Minyak ditemui pada formasi ini (Diski, Batumandi), lebih ke selatan lagi terdapat depresi
Siantara dan kemudian daerah cekungan dibatasi oleh lengkung Asahan dari cekungan
Sumatera Tengah. Struktur daerah cekungan Sumatera Utara diwakili oleh berbagai
lipatan yang relatif ketat yang membujut barat laut-tenggara yang diikuti oleh sesar naik.
Di sini diketahui bagian barat relatif naik terhadap bagian timur. Perlipatan terjadi di PlioPlistosen. Semua unsur struktur yang lebih tua direfleksikan pada paleotopografi batuan
dasar, seperti misalnya di blik Arun yang menjurus ke utara-selatan.
B. TATANAN TEKTONIK
Cekungan sumatera Utara secara tektonik terdiri dari berbagai elemen yang berupa
tinggian, cekungan maupun peralihannya, dimana cekungan ini terjadi setelah
berlangsungnya gerakan tektonik pada zaman Mesozoikum atau sebelum mulai
berlangsungnya pengendapan sedimen tersier dalam cekungan sumatera utara
Tektonik yang terjadi pada akhir Tersier menghasilkan bentuk cekungan bulat
memanjang dan berarah barat laut – tenggara. Proses sedimentasi yang terjadi selama
Tersier secara umum dimulai dengan trangressi, kemudian disusul dengan regresi dan
diikuti gerakan tektonik pada akhir Tersier. Pola struktur cekungan sumatera utara
terlihat adanya perlipatan-perlipatan dan pergeseran-pergeseran yang berarah lebih
kurang lebih barat laut – tenggara. Sedimentasi dimulai dengan sub cekungan yang
terisolasi berarah utara pada bagian bertopografi rendah dan palung yang tersesarkan.
Pengendapan Tersier Bawah ditandai dengan adanya ketidak selarasan antara sedimen
dengan batuan dasar yang berumur Pra-tersier, merupakan hasil trangressi, membentuk
endapan berbutir kasar – halus, batulempung hitam, napal, batulempung gampingan dan
serpih.
5. Transgressi mencapai puncaknya pada Miosen Bawah, kemudian berhenti dan
lingkungan berubah menjadi tenang ditandai dengan adanya endapan napal yang kaya
akan fosil foraminifora planktonik dari formasi Peutu. Dibagian timur cekungan
diendapkan formasi Belumai yang berkembang menjadi 2 facies yaitu klastik dan
karbonat. Kondisi tenang terus berlangsung sampai Miosen tengah dengan
pengendapan serpih dari formasi Baong. Setelah pengendapan laut mencapai
maksimum, kemudian terjadi proses regresi yang mengendapkan sedimen klastik
(formasi Keutapang, Seurula dan Julu Rayeuk) secara selaras diendapkan diatas Formasi
Baong, kemudian secara tidak selaras diatasnya diendapkan Tufa Toba Alluvial.
C. FISIOGRAFI
Secara fisiografis, cekungan Sumatra utara, yang terbagi menjadi 3 (berkaitan erat
dengan pergerakan dasar cekungan, dimana daerah-daerah berrelief rendah akibat
sedimenter Tersier yang tebal yang menyertai penurunan dasar cekungan sedangkan
relief tinggi terbentuk oleh sedimen Tersier tipis dan berlanjut dengan pengangkatan),
yaitu:
1. Dataran pantai (coastal plain) pada umumnya merupakan pantai maju dengan tidak
berkembangnya gosong pasir (sand bar), menunjukkan bahwa pengaruh
gelombang di Selat Malaka bisa dikatakan kecil.
2. Perbukitan Minas tersusun oleh sedimen Formasi Minas berumur pleistosen dengan
ketinggian maksimum 60 – 80 meter dan saat ini sedang mengalami suatu proses
pendataran (peneplain). Pada perbukitan ini banyak dijumpai limonite veins, pasir
putih dan kaolinit. Perbukitan Minas terbagi menjadi dua oleh S. Rokan, yaitu
berarah barat laut yang sebagian berarah relatif utaraselatan akibat kontrol
struktur dan berarah selatan-timur membentuk antiklin Duri. Bagian tengah antiklin
Duri tersusun oleh Formasi Petani dan Telisa yang berumur Tersier.
6. 3. Perbukitan Dumai merupakan perbukitan di antara dataran pantai yang terletak di
timur laut Dumai dan tersusun oleh Formasi Pematang berupa konglomerat dan
batu pasir kasar.
D. STRUKTUR GEOLOGI
Pada Akhir Kapur terjadi pensesaran batuan dasar yang menghasilkan struktur ‘horst’
dan ‘graben’. Kemudian selama Eosen hingga Oligosen terjadi sedimentasi pada
bagian graben (de Coster 1974). Sedimen ini terutama terdiri dari klastika kasar dengan
sisipan batulumpur dan batubara. Pada zona graben terjadi pembentukan batubara dan
perkembangannya dikontrol oleh penurunan daratan secara perlahan. Hal ini
mengakibatkan perluasan cekungan sedimentasi terutama ke arah Timur dan Barat. Pada
waktu tertentu cekungan berhubungan dengan laut terbuka dan disertai oleh
pengendapan sediment laut. Sejak pertengahan Miosen sedimen laut dangkal dan payau
berkembang. Lapisan batubara dari Formasi Telisa dan Muara Enim berasal dari substansi
organik yang terbentuk selama waktu itu di daerah rawa. Struktur geologinya Pelalawan
adalah struktur perlipatan yang disertai belahan dan patahan /sesar. Struktur geologi ini
terdiri dari
1. Perlipatan
Deformasi terawal yang terjadi pada batuan didaerah ini adalah belahan yang menembus
batuan permo-karbon di pegunungan tigapuluh. Belahan ini ditandai dengan kelurusan
feldspar, seririt, dan klorit dalam batuan filit yang terlihat berarah timur-barat dengan
kemiringan sedang kearah utara-selatan. Hal ini manandakan adanya perlipatan tegak
dengan arah barat-timur
2. Pensesaran
Pensesaran dalam batuan pra-tersier pada daerah ini lebih hebat dari pada dalam
sediment tersier yang menutupinya. Tetapi pada umumnya jalur sesar yang sama
terdapat pada semua batuan praholocen, walaupun beberapa jalur dibeberapa tempat
tertentu berkembang lebih baik. Sesar utama daerah penyelidikan umumnya berarah
utara barat laut-selatan tenggara. Sesar-sesar tersebut umumnya bersifat lateral dan
tersebar hampir merata. Umumnya sesar tersebut merupakan batas utama timur laut
dan barat daya tinggian batuan alas pra-tersier dan merupakan salah satu unsur sesar
yang membentuk cekungan sedimen tersier.
E. STRATIGRAFI REGIONAL
1. Formasi Parapat :Terdiri dari batupasir kasar dan konglomeratan dibagian bawah
seta diatasnya dijumpai sisipan serpih. Secara regional dibagian bawah
diendapkan dalam lingkungan fluviatil dan bagian atas dalam lingkungan laut
dangkal.
2. Formasi Bampo : Terdiri dari serpih hitam tidak berlapis, berasosiasi dengan
lapisan tipis batugamping dan batulempung karbonat, dimana formasi ini miskin
fosil dan diendapkan dalam lingkungan reduksi.
7. 3. Formasi Belumai : Dibagian timur cekungan ini berkembang formasi belumai yang
identik dengan formasi Peutu yang berkembang pada bagian barat dan tengah.
Formasi belumai terdiri dari batupasir Glaukonitan berselingan dengan serpih dan
batugamping. Didaerah Arun, bagian atas formasi ini berkembang lapisan
batugamping kalkarenit dan kalsilutit dengan selingan serpih. Formasi ini
diendapkan dalam lingkungan laut dangkal sampai neritik
4. Formasi Baong : Penyusun utama formasi ini adalah batulempung abu-abu
kehitaman, napalan, lanauan, pasiran dan pada umumnya kaya akan fosil Orbulina
Sp dan Globigerina Sp, Kadang-kadang diselingi lapisan tipis batupasir. Formasi ini
diendapkan dalam lingkungan laut dalam. Formasi ini didaerah Aru dibagi menjadi
3 satuan :
a. Bagian bawah didominasi oleh lanau dan batulempung dengan sisipan
batupasir dan batugamping
b. Bagian tengah (MBS) didominasi oleh batupasir glaukonitan dan lempung
dengan sisipan lanau serta lapisan tipis batugamping. Pada anggota inin
dikenal beberapa lapisan batupasir yang telah terbukti mengandung
hidrokarbon, yaitu Sembilan sand dan besitang river sand (BRS).
c. Bagian atas didominasi oleh lanau dan lempung dengan sisipan batupasir dan
lapisan tipis batugamping.
5. Formasi Keutapang : Terdiri dari selang-seling antara batupasir berbutir halus –
sedang, serpih, lempung dengan sisipan batugamping dan batubara. Dibagian
Barat daerah Aru batupasirnya bertambah kearah atas, dibagian timur serpih lebih
dominan. Formasi ini merupakan lapisan utama penghasil hidrokarbon dan
merupakan awal terjadinya siklus regresi, diendapkan dalam lingkungan delta
sampai laut dangkal.
6. Formasi Seurula : Terdiri dari batupasir, serpih dan lempung. Dibandingkan
dengan formasi Keutapang, formasi seurula berbutir lebih kasar, banyak
ditemukan fragmen-fragmen moluska yang menunjukkan endapan laut dangkal
atau neritik.
7. Formasi Julu Rayeu :Terdiri dari batupasir halus – kasar dan lempung, kadangkadang mengandung mika dan fragmen molusca yang menunjukkan endapan laut
dangkal – Neritik.
8. POTENSI SUMBER DAYA ALAM
A. MINYAK BUMI
Minyak bumi merupakan salah satu sumber daya alam penyumbang devisa bagi negara
dan pendapatan asli daerah yang cukup besar, terlebih-lebih di Provinsi Sumatera Utara,
sumber daya alam ini merupakan penyumbang kas negara yang besar. Di Provinsi Riau
sumber daya alam ini tersebar di beberapa daerah tingkat dua, salah satunya terdapat di
Kabupaten Pelalawan, yakni yang terdapat di Kecamatan Kerumutan dan Kecamatan
Ukui. Lapangan-lapangan minyak di Cekungan Sumatera utara secara umum berlokasi di
sekitar struktur lipatan antiklin (Hasan, drr., 1972).
Kebanyakan struktur-struktur tersebut berkaitan dengan pergerakan dasar cekungan
pada kala Miosen (Roezin, 1974). Reservoar utama adalah batu pasir sistem delta yang
merupakan penyusun dominan dari Formasi Sihapas dimana minyak-minyak tersebut
terjebak pada Formasi Telisa yang didominasi oleh batulumpur. Hidrokarbon telah
diproduksi dari 60 lapangan yang ada di Cekungan ini, hingga tahun 1996 telah diproduksi
16 milyar barrel (Katz, drr., 1997), kemudian di tahun 2002-2003 total cadangan
hidrokarbon di Indonesia adalah 9.7
B. GAS ALAM
Potensi gas alam di Kabupaten Pelalawan belum dieksploitasi secara total. Berdasarkan
data eksplorasi terakhir, terdapat 6 titik sumur gas dengan sumber gas sebesar 300 BCF
yang mana dapat menghasilkan 50 MMCF per hari. Lokasi sumber gas alam potensial di
Kabupaten Pelalawan adalah sebagai berikut:
Lokasi seng di Muara Sako, Kecamatan Langgam.
Lokasi perak di SP.VII, Kecamatan Pelalawan.
Lokasi Kerinci Barat di Pangkalan Kerinci.
Lokasi Segat 1C di Segati, Kecamatan Langgam.
Lokasi Segat 2 di Segati, Kecamatan Langgam.
Lokasi Platina di Kecamatan Langgam.
C. MINERAL LOGAM
Geologi regional oleh berbagai jenis batuan berumur mulai Perm sampai Holosen.
Batuan-batuan berumur pra Tersier merupakan kelompok batuan yang telah mengalami
metamorfisme menjadi batuan metamorf atau metasedimen. Batuan berumur Tersier
terdiri dari kelompok batuan sedimen, vulkanik dan karbonat yang diikuti pengendapan
aluvium Kuarter. Batuan terobosan terdapat pada beberapa tempat berupa granit –
granodiorit berumur pra-Tersier sampai Pliosen. Mineralisasi logam dasar terutama
tembaga, timah hitam dan seng diketahui dengan kemunculan mineral-mineral sulfida
maupun oksida yang membawa unsur Cu, Pb, dan Zn yaitu kalkopirit, bornit, malakit,
azurit, galena, sfalerit yang berasosiasi dengan mineral-mineral penyerta lainya.
9. Mineralisasi muncul sebagian besar pada batuan vulkanik dan intrusi yang telah
mengalami ubahan, breksiasi, silisifikasi maupun dalam urat-urat kuarsa.
Sistem hidrotermal menggambarkan hubungan antara berbagai tipe cebakan mineral
meliputi porfiri, skarn, replacement dan berbagai tipe urat logam dasar – logam mulia
(Sinclair, 2005). Logam dasar dapat terbentuk pada berbagai lingkungan mineralisasi baik
porfiri, mesotermal maupun epitermal
Pengukuran Anomali bouguer dihasilkan dari pengukuran geofisika metode gaya berat
dimana anomali disebabkan oleh adanya deposit bijih logam berat dan perbedaan
densitas batuan (Kuzvart& Bohmer, 1986). Data yang dipakai dalam penelitian ini
merupakan kompilasi dari beberapa peta anomali lembar Medan (Syarief dkk, 2000),
lembar Calang (Indragiri dkk, 2007), lembar Tapaktuan (Nasution & Indragiri, 2007),
lembar Takengon (Mirnanda&Hayat, 2007) serta lembar Langsa ( Setiadi & Mirnanda,
2007) dalam skala 1 : 250.000. Semua faktor tersebut disusun dalam basis data spasial
menggunakan ukuran cell 100 m x 100 m untuk dipergunakan dalam proses selanjutnya.