Semantik leksikal menyangkut makna kata dan leksem. Bidang ini mempelajari makna leksikal, referensi, denotasi, konotasi, analisis ekstensi dan intensi, komponensial, pemakaian kanonik dan nonkanonik, serta hubungan antar kata seperti sinonim, antonim, homonim, dan hiponim.
Pandangan kesantunan dalam kajian pragmatik diuraikan oleh beberapa ahli. Diantaranya adalah Leech, Robin Lakoff, Bowl dan Levinson. Prinsip kesantunan memiliki beberapa maksim, yaitu maksim kebijaksanaan (tact maxim), maksim penerimaan (approbation maxim), maksim kerendah hatian (modesty maxim), dan maksim kesimpatian (sympathy maxim). Prinsip kesopanan ini berhubungan dengan dua peserta percakapan, yakni diri sendiri (self) dan orang lain (other). Diri sendiri adalah penutur, dan orang lain adalah lawan tutur (Dewa Putu Wijana, 1996).
Maksim merupakan kaidah kebahasaan di dalam interaksi lingual; kaidah-kaidah yang mengatur tindakannya, penggunaan bahasanya, dan interpretasi-interpretasinya terhadap tindakan dan ucapan lawan tuturnya. Selain itu maksim juga disebut sebagai bentuk pragmatik berdasarkan prinsip kerja sama dan prinsip kesopanan. Maksim-maksim tersebut menganjurkan agar kita mengungkapkan keyakinan-keyakinan dengan sopan dan menghindari ujaran yang tidak sopan
FONETIK DAN FONOLOGI (VOKAL & KONSONAN)murni mohamat
Bunyi-Bunyi ujuran boleh dibahagikan kepada konsonan dan vokal. Munurut Nor Hashimah Jalaluddin (1998), faktor utama dalam klasifikasi bunyi-bunyi konsonan ialah titik artikulsi dan cara artikulasi. Di samping itu faktor bersuara dan tak bersuara serta juga kedudukan velum (bagi menentukan bunyi oral atau sengau) memainkan peranan yang penting dalam menghasilkan bunyi-bunyi konsonan. Manakala faktor utama dalam klasifikasi bunyi vokal pula ialah kedudukan bibir dan darjah turun naik lidah dalam rongga mulut.
Pandangan kesantunan dalam kajian pragmatik diuraikan oleh beberapa ahli. Diantaranya adalah Leech, Robin Lakoff, Bowl dan Levinson. Prinsip kesantunan memiliki beberapa maksim, yaitu maksim kebijaksanaan (tact maxim), maksim penerimaan (approbation maxim), maksim kerendah hatian (modesty maxim), dan maksim kesimpatian (sympathy maxim). Prinsip kesopanan ini berhubungan dengan dua peserta percakapan, yakni diri sendiri (self) dan orang lain (other). Diri sendiri adalah penutur, dan orang lain adalah lawan tutur (Dewa Putu Wijana, 1996).
Maksim merupakan kaidah kebahasaan di dalam interaksi lingual; kaidah-kaidah yang mengatur tindakannya, penggunaan bahasanya, dan interpretasi-interpretasinya terhadap tindakan dan ucapan lawan tuturnya. Selain itu maksim juga disebut sebagai bentuk pragmatik berdasarkan prinsip kerja sama dan prinsip kesopanan. Maksim-maksim tersebut menganjurkan agar kita mengungkapkan keyakinan-keyakinan dengan sopan dan menghindari ujaran yang tidak sopan
FONETIK DAN FONOLOGI (VOKAL & KONSONAN)murni mohamat
Bunyi-Bunyi ujuran boleh dibahagikan kepada konsonan dan vokal. Munurut Nor Hashimah Jalaluddin (1998), faktor utama dalam klasifikasi bunyi-bunyi konsonan ialah titik artikulsi dan cara artikulasi. Di samping itu faktor bersuara dan tak bersuara serta juga kedudukan velum (bagi menentukan bunyi oral atau sengau) memainkan peranan yang penting dalam menghasilkan bunyi-bunyi konsonan. Manakala faktor utama dalam klasifikasi bunyi vokal pula ialah kedudukan bibir dan darjah turun naik lidah dalam rongga mulut.
1. Geografi memiliki cara berfikir yang khas dan berbeda dengan ilmu pengetahuan yang lain karena geografi menekankan pembahasanya pada aspek-aspek fisik dan sosial dalam hubungan saling ketergantungan.
2. Aspek fisik artinya segala yang berhubungan dengan gejala geosfir. Geosfir meliputi gejala lithosfir, atmosfir, hidrosfir, biosfir, dan antroposfir
Aspek sosial artinya segala berhubungan dengan kegiatan manusia secara sosial, ekonomi dan budaya
3. Objek material geografi adalah fenomena geosfer (permukaan Bumi)
4. Komponen abiotik seperti udara, tanah, air, barang tambang, dan sebagainya.
Komponen biotik meliputi manusia, hewan, dan tumbuhan
5. Objek formal dalam geografi merupakan suatu cara pandang keruangan yang dituangkan dalam konsep-konsep geografi. Jadi, yang menjadi objek bukan benda atau material tetapi fenomena keruangan.
Pendampingan Individu 2 Modul 1 PGP 10 Kab. Sukabumi Jawa BaratEldi Mardiansyah
Di dalamnya mencakup Presentasi tentang Pendampingan Individu 2 Pendidikan Guru Penggerak Aangkatan ke 10 Kab. Sukabumi Jawa Barat tahun 2024 yang bertemakan Visi dan Prakarsa Perubahan pada SMP Negeri 4 Ciemas. Penulis adalah seorang Calon Guru Penggerak bernama Eldi Mardiansyah, seorang guru bahasa Inggris kelahiran Bogor.
1. SEMANTIK LEKSIKAL
Semantik leksikal menyangkut makna leksikal. Bidang yang meneliti semantik leksikal
menurut asas-asasnya disebut Leksikologi. Makna leksikal dapat juga diartikan makna yang
sesuai dengan acuannya, makna yang sesuai dengan hasil observasi panca indera, atau makna
yang sungguh-sungguh nyata dalam kehidupan kita. Menurut Lyons (1977) „The noun „lexeme‟
is of course related to the words „lexical‟ and „lexicon‟, (we can think of „lexicon‟ as having
the same meaning as vocabulary or dictionary)‟, yang berarti bahwa „leksem‟ berhubungan
dengan kata „leksikal‟ dan „leksikon‟, dimana leksikon itu sendiri mengacu pada makna yang
terdapat di dalam kamus. Dalam semantik leksikal diselidiki makna yang ada pada leksem-
leksem dari suatu bahasa. Oleh karena itu, makna yang ada pada leksem-leksem itu disebut
makna leksikal. Leksem adalah istilah-istilah yang lazim digunakan dalam studi semantik untuk
menyebutkan satuan bahasa bermakna. Istilah leksem ini kurang lebih dapat dipadankan dengan
istilah kata yang lazim digunakan dalam studi morfologi dan sintaksis dan yang lazim
didefinisikan sebagai satuan gramatikal bebas terkecil.
Secara leksikologis, semantik leksikal mencakup pokok-pokok sebagai berikut:
1. Makna dan referensi
Makna leksikal lazimnya dipandang sebagai sifat kata sebagai unsur leksikal. Misalnya kata
„roti‟ memiliki makna tertentu, namun selain itu kata „roti‟ juga memiliki sifat tertentu
yaitu referensi (kemampuan „roti‟ mengacu pada makanan tertentu. Yang diacu disebut
dengan „referen‟.
2. Denotasi dan konotasi
Denotasi adalah referensi terhadap sesuatu yang ekstralingual menurut makna yang
bersangkutan. Sedangkan konotasi adalah arti yang muncul pada penutur akibat penilaian
afektif dan emosional. Misalnya denotasi kata penjara adalah kemampuan kata tersebut
untuk bereferensi pada sebuah penjara, sedangkan makna konotasinya bersifat negatif
karena penghuni penjara tidak dapat bertindak sesuai kehendaknya sendiri.
3. Analisis ekstensiol dan intensiol
Makna ekstensiol adalah makna pragmatis. Menurut makna ekstensiol, kata X mengacu
pada hal-hal yang bersifat ekstralingual, misalnya kata „perabot‟ mengacu pada perabot
yang bermacam-macam. Menurut makna intensional kata X terdiri atas sifat-sifat semantik
2. tertentu, misalnya kata „perabot‟ secara intensional mengandung unsur semantik sebagai
perlengkapan rumah tangga.
4. Analisis Komponensial
Dalam setiap bahasa, banyak kata tidak memiliki maknanya sendiri-sendiri, lepas dari
makna kata lainnya, tetapi memiliki makna yang berperanan hanya karena memiliki
hubungan dengan kata-kata lainnya. Analisis ini menggunakan asas pembeda yang kita
temukan dalam fonologi, yang artinya identitas fonem adalah identitas pembeda. Namun,
asas pembeda ini juga berlaku dalam menganalisis hubungan kata-kata secara semantis,
yaitu di dalam kelompok unsur-unsur leksikal tertentu.
5. Makna dan Pemakaian
Analisis ini membedakan antara makna (leksikal) atau disebut juga sebagai makna harfiah
atau kanonik, dengan pemakaiannya sebagai makna nonkanonik. Contoh dari pemakaian
nonkanonik adalah metafora dan metonimi.
6. Sinonim, Antonim, Homonim, Hiponim
a) Dua istilah atau lebih yang maknanya sama atau mirip, tetapi bentuknya berlainan,
disebut sinonim. Di antara istilah sinonim itu salah satunya ditentukan sebagai istilah
baku atau yang diutamakan.
Misalnya : gulma sebagai padanan weed lebih baik daripada tumbuhan pengganggu
b) Antonim adalah dua kata yang maknanya berlawanan.
Misalnya : besar dan kecil.
c) Istilah homonim berupa dua istilah, atau lebih, yang sama ejaan dan lafalnya, tetapi
maknanya berbeda, karena asalnya berlainan. Istilah homonim dapat dibedakan menjadi
homograf dan homofon. Istilah homograf ialah istilah yang sama ejaannya, tetapi
berbeda lafalnya.
Misalnya : teras „inti‟ dengan teras 'lantai datar di muka rumah' Istilah homofon
ialah istilah yang sama lafalnya, tetapi berbeda ejaannya. Misalnya : bank „tempat
menyimpan uang‟ dengan bang „sapaan untuk kakak laki-laki‟
d) Istilah hiponim ialah bentuk yang maknanya terangkum dalam hipernim, atau
superordinatnya yang mempunyai makna yang lebih luas. Kata mawar,melati, cempaka.
Misalnya, masing-masing disebut hiponim terhadap kata bunga yang menjadi hipernim
atau superordinatnya.