1. Dokumen tersebut membahas konsep pendidikan kaum tertindas menurut Paulo Freire, khususnya mengkritik pendekatan "gaya bank" yang hanya menjadikan siswa sebagai objek yang pasif.
2. Pendekatan gaya bank bertujuan memelihara status quo penindasan, karena menghambat kreativitas siswa dan membatasi ruang berpikir mereka.
3. Freire menganjurkan pendekatan yang memberdayakan siswa untuk berpikir kritis dan ber
Teori Belajar Kognitif dan Penerapannya dalam PembelajaranFitri Yusmaniah
1. Teori belajar kognitif menekankan pada proses internal belajar seperti ingatan, pengolahan informasi, dan aspek kognitif lainnya. 2. Menurut Piaget, perkembangan kognitif anak berlangsung melalui empat tahap: sensorimotor, preoperasional, operasional konkrit, dan operasional formal. 3. Setiap tahap memiliki ciri khas berpikir yang berbeda sehingga proses belajar juga berbeda-beda.
Dokumen tersebut merupakan makalah tentang media audio yang membahas pengertian, sejarah perkembangan, format, dan penggunaan media audio dalam pembelajaran di kelas. Media audio adalah media yang hanya menggunakan indera pendengaran untuk menyampaikan pesan, dan telah berkembang dari telegraf hingga format digital seperti MP3 saat ini.
Makalah filsafat ilmu ILMU PENGETAHUAN DAN PENGETAHUAN ILMIAHSoga Biliyan Jaya
makalah kali mencoba menjelaskan tentang ilmu pengetahuan dan pengetahuan ilmiah, yang meliputi hakikat ilmu pengetahuandan pengethuan ilmiah, hubungan ilmu pengetahuan dan pengetahuan ilmiah, dan apakah pengetahuan tersebut merupakan pengetahuan yang benar adanya atau sebaliknya
Makalah Psikologi Pendidikan Teori Belajar dan Pembelajarn KognitifFAJAR MENTARI
Teori belajar kognitif dan beberapa teori belajar berbasis kognitivisme seperti teori kognitif Gestalt, teori belajar medan kognitif Kurt Lewin, dan teori perkembangan kognitif Jean Piaget. Teori-teori tersebut membahas proses kognitif dalam belajar manusia meliputi persepsi, ingatan, pemikiran, dan pengolahan informasi.
Teori Belajar Kognitif dan Penerapannya dalam PembelajaranFitri Yusmaniah
1. Teori belajar kognitif menekankan pada proses internal belajar seperti ingatan, pengolahan informasi, dan aspek kognitif lainnya. 2. Menurut Piaget, perkembangan kognitif anak berlangsung melalui empat tahap: sensorimotor, preoperasional, operasional konkrit, dan operasional formal. 3. Setiap tahap memiliki ciri khas berpikir yang berbeda sehingga proses belajar juga berbeda-beda.
Dokumen tersebut merupakan makalah tentang media audio yang membahas pengertian, sejarah perkembangan, format, dan penggunaan media audio dalam pembelajaran di kelas. Media audio adalah media yang hanya menggunakan indera pendengaran untuk menyampaikan pesan, dan telah berkembang dari telegraf hingga format digital seperti MP3 saat ini.
Makalah filsafat ilmu ILMU PENGETAHUAN DAN PENGETAHUAN ILMIAHSoga Biliyan Jaya
makalah kali mencoba menjelaskan tentang ilmu pengetahuan dan pengetahuan ilmiah, yang meliputi hakikat ilmu pengetahuandan pengethuan ilmiah, hubungan ilmu pengetahuan dan pengetahuan ilmiah, dan apakah pengetahuan tersebut merupakan pengetahuan yang benar adanya atau sebaliknya
Makalah Psikologi Pendidikan Teori Belajar dan Pembelajarn KognitifFAJAR MENTARI
Teori belajar kognitif dan beberapa teori belajar berbasis kognitivisme seperti teori kognitif Gestalt, teori belajar medan kognitif Kurt Lewin, dan teori perkembangan kognitif Jean Piaget. Teori-teori tersebut membahas proses kognitif dalam belajar manusia meliputi persepsi, ingatan, pemikiran, dan pengolahan informasi.
Dokumen tersebut membahas tentang adat dan sosial di daerah Kutacane, Aceh. Adat-adat tradisional seperti upacara pernikahan, pesta, dan tradisi mepahukh dideskripsikan. Adat-adat tersebut telah hilang seiring perkembangan zaman dan globalisasi. Dokumen juga membahas pentingnya melestarikan adat sesuai dengan aturan Islam dan masyarakat setempat serta peran pemerintah dalam mendokumentasikan dan
Dokumen tersebut membahas tentang faktor-faktor kesalahpahaman yang terjadi pada Bimbingan dan Konseling di sekolah, seperti BK disamakan dengan pendidikan, pekerjaan BK disamakan dengan dokter, serta upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk menangani kesalahpahaman tersebut seperti memberikan penjelasan tentang peran BK kepada siswa dan semua pihak di sekolah.
project based learning (PjBL) pembelajaran berbasis proyekDesy Aryanti
Dokumen tersebut membahas model pembelajaran berbasis proyek (Project Based Learning/PjBL) yang menggunakan proyek sebagai media pembelajaran. PjBL menggunakan masalah sebagai awal pengumpulan dan integrasi pengetahuan baru berdasarkan pengalaman. Terdapat 6 fase pelaksanaan PjBL yaitu penentuan pertanyaan, perencanaan proyek, penyusunan jadwal, pengamatan, penilaian, dan refleksi. PjBL diharapkan
Ppt. Belajar dan Pembalajaran tentang Pendekatan, Strategi, Metode Dan Model ...Rina Rahmawati
1. Pembelajaran dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian berdasarkan strateginya, yaitu exposition-discovery learning dan group-individual learning.
2. Ada empat unsur strategi pembelajaran menurut Newman dan Logan, yakni menetapkan hasil yang diharapkan, memilih pendekatan utama, menentukan langkah, serta menetapkan kriteria penilaian.
Dokumen tersebut membahas tentang filsafat pendidikan, meliputi pengertian filsafat pendidikan, ruang lingkupnya, hubungannya dengan filsafat umum, epistemologi dan ontologi, serta beberapa alirannya. Filsafat pendidikan didefinisikan sebagai ilmu yang menggunakan filsafat untuk mengatur proses pendidikan dan mencapai tujuannya. Ruang lingkupnya meliputi hakikat manusia dan pendidikan, serta hubungannya
Belajar Sebagai Perubahan Tingkah Laku (Makalah Belajar dan Pembelajaran)Mayawi Karim
Makalah ini membahas tentang belajar sebagai perubahan tingkah laku. Belajar didefinisikan sebagai proses yang menghasilkan perubahan tingkah laku yang bersifat relatif permanen melalui pengalaman. Perubahan tingkah laku memiliki ciri-ciri seperti disengaja, berkesinambungan, fungsional, positif, aktif, dan bertujuan. Hasil belajar dapat berupa perubahan informasi verbal atau kecakapan intelektual.
MAKALAH MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH ( PROBLEM BASED LEARNING ) TERLEN...Musdalifah yusuf
Makalah ini membahas tentang Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM). PBM adalah model pembelajaran yang menggunakan masalah sebagai titik awal pembelajaran, dimana siswa diberikan masalah untuk diselesaikan secara kolaboratif. Makalah ini menjelaskan pengertian, karakteristik, tujuan, komponen, dan tahapan PBM serta peranan guru dan evaluasi yang dilakukan.
Bimbingan dan konseling- bidang pengembangan layanan BKMusfera Nara Vadia
Dokumen tersebut membahas tentang bidang-bidang pengembangan layanan bimbingan dan konseling di sekolah yang terdiri dari pengembangan kehidupan pribadi, sosial, kemampuan belajar, dan karir. Selain itu, dibahas pula peran guru dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling yang mencakup tugas profesional, manusiawi, dan kemasyarakatan serta peran sebagai informator, organisator, evaluator, dan fasilitator proses pem
Dokumen tersebut memberikan tips untuk meningkatkan keterampilan belajar, termasuk belajar secara teratur dan berdisiplin, fokus dengan menghindari gangguan, mengatur waktu dengan baik, membaca secara efektif, dan membuat ringkasan untuk menghemat waktu belajar.
ESENSI SPIRIT PENDIDIKAN ISLAM DALAM KONSEP PEMIKIRAN PAULO FREIRESucces Zen
1. Paulo Freire mengkritik sistem pendidikan yang hanya mentransfer ilmu secara pasif dari guru ke murid. Ia menganjurkan pendidikan yang melibatkan guru dan murid sebagai subjek aktif dalam proses belajar bersama.
2. Freire berpandangan bahwa penindasan dan ketidakadilan dalam masyarakat disebabkan oleh sistem yang tidak adil, bukan takdir. Oleh karena itu, dibutuhkan perubahan sistem melalui kesadaran
Dokumen tersebut membahas tentang adat dan sosial di daerah Kutacane, Aceh. Adat-adat tradisional seperti upacara pernikahan, pesta, dan tradisi mepahukh dideskripsikan. Adat-adat tersebut telah hilang seiring perkembangan zaman dan globalisasi. Dokumen juga membahas pentingnya melestarikan adat sesuai dengan aturan Islam dan masyarakat setempat serta peran pemerintah dalam mendokumentasikan dan
Dokumen tersebut membahas tentang faktor-faktor kesalahpahaman yang terjadi pada Bimbingan dan Konseling di sekolah, seperti BK disamakan dengan pendidikan, pekerjaan BK disamakan dengan dokter, serta upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk menangani kesalahpahaman tersebut seperti memberikan penjelasan tentang peran BK kepada siswa dan semua pihak di sekolah.
project based learning (PjBL) pembelajaran berbasis proyekDesy Aryanti
Dokumen tersebut membahas model pembelajaran berbasis proyek (Project Based Learning/PjBL) yang menggunakan proyek sebagai media pembelajaran. PjBL menggunakan masalah sebagai awal pengumpulan dan integrasi pengetahuan baru berdasarkan pengalaman. Terdapat 6 fase pelaksanaan PjBL yaitu penentuan pertanyaan, perencanaan proyek, penyusunan jadwal, pengamatan, penilaian, dan refleksi. PjBL diharapkan
Ppt. Belajar dan Pembalajaran tentang Pendekatan, Strategi, Metode Dan Model ...Rina Rahmawati
1. Pembelajaran dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian berdasarkan strateginya, yaitu exposition-discovery learning dan group-individual learning.
2. Ada empat unsur strategi pembelajaran menurut Newman dan Logan, yakni menetapkan hasil yang diharapkan, memilih pendekatan utama, menentukan langkah, serta menetapkan kriteria penilaian.
Dokumen tersebut membahas tentang filsafat pendidikan, meliputi pengertian filsafat pendidikan, ruang lingkupnya, hubungannya dengan filsafat umum, epistemologi dan ontologi, serta beberapa alirannya. Filsafat pendidikan didefinisikan sebagai ilmu yang menggunakan filsafat untuk mengatur proses pendidikan dan mencapai tujuannya. Ruang lingkupnya meliputi hakikat manusia dan pendidikan, serta hubungannya
Belajar Sebagai Perubahan Tingkah Laku (Makalah Belajar dan Pembelajaran)Mayawi Karim
Makalah ini membahas tentang belajar sebagai perubahan tingkah laku. Belajar didefinisikan sebagai proses yang menghasilkan perubahan tingkah laku yang bersifat relatif permanen melalui pengalaman. Perubahan tingkah laku memiliki ciri-ciri seperti disengaja, berkesinambungan, fungsional, positif, aktif, dan bertujuan. Hasil belajar dapat berupa perubahan informasi verbal atau kecakapan intelektual.
MAKALAH MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH ( PROBLEM BASED LEARNING ) TERLEN...Musdalifah yusuf
Makalah ini membahas tentang Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM). PBM adalah model pembelajaran yang menggunakan masalah sebagai titik awal pembelajaran, dimana siswa diberikan masalah untuk diselesaikan secara kolaboratif. Makalah ini menjelaskan pengertian, karakteristik, tujuan, komponen, dan tahapan PBM serta peranan guru dan evaluasi yang dilakukan.
Bimbingan dan konseling- bidang pengembangan layanan BKMusfera Nara Vadia
Dokumen tersebut membahas tentang bidang-bidang pengembangan layanan bimbingan dan konseling di sekolah yang terdiri dari pengembangan kehidupan pribadi, sosial, kemampuan belajar, dan karir. Selain itu, dibahas pula peran guru dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling yang mencakup tugas profesional, manusiawi, dan kemasyarakatan serta peran sebagai informator, organisator, evaluator, dan fasilitator proses pem
Dokumen tersebut memberikan tips untuk meningkatkan keterampilan belajar, termasuk belajar secara teratur dan berdisiplin, fokus dengan menghindari gangguan, mengatur waktu dengan baik, membaca secara efektif, dan membuat ringkasan untuk menghemat waktu belajar.
ESENSI SPIRIT PENDIDIKAN ISLAM DALAM KONSEP PEMIKIRAN PAULO FREIRESucces Zen
1. Paulo Freire mengkritik sistem pendidikan yang hanya mentransfer ilmu secara pasif dari guru ke murid. Ia menganjurkan pendidikan yang melibatkan guru dan murid sebagai subjek aktif dalam proses belajar bersama.
2. Freire berpandangan bahwa penindasan dan ketidakadilan dalam masyarakat disebabkan oleh sistem yang tidak adil, bukan takdir. Oleh karena itu, dibutuhkan perubahan sistem melalui kesadaran
Teori belajar humanisme menekankan pada pembangunan potensi manusia secara utuh. Tokoh-tokohnya seperti Maslow dan Rogers menyatakan bahwa tujuan pembelajaran adalah aktualisasi diri siswa dengan memberikan arti bagi kehidupan mereka. Guru dituntut untuk menciptakan kondisi yang mendukung melalui empati dan penghargaan.
Filsafat humanisme berkembang dari pemikiran filsafat klasik Cina dan Yunani. Berkembang dalam 3 tahap yaitu Renaissance abad 16, masa Pencerahan abad 18, dan humanisme kontemporer abad 20. Tokoh-tokohnya antara lain Jean Jacques Rousseau dan Abraham Maslow. Tujuannya adalah menanamkan manusia sebagai manusia yang memiliki kemampuan sendiri melalui realitas.
Proses hidup dan kehidupan sebagai dasar filsafat pendidikanNadya Mastrin
Dokumen tersebut membahas tentang filsafat pendidikan dan proses hidup manusia. Filsafat pendidikan memberikan landasan untuk tujuan dan pelaksanaan pendidikan serta mengevaluasi proses pendidikan. Proses hidup manusia mendorong terbentuknya filsafat pendidikan untuk memahami perkembangan potensi manusia dan peran pendidikan dalam merealisasikannya.
Dokumen tersebut membincangkan beberapa aliran falsafah Barat dan falsafah pendidikan Barat. Ia menjelaskan konsep-konsep utama idealisme, realisme, pragmatisme, eksistensialisme, perenialisme, esensialisme, progresivisme dan rekonstruksionisme serta tokoh-tokoh utama dalam setiap aliran. Dokumen ini memberikan gambaran menyeluruh tentang falsafah dan falsafah pendidikan Barat yang mempengaruhi sistem
Teks tersebut membahas tentang manusia sebagai makhluk yang perlu dididik dan mendidik diri. Secara garis besar, teks menjelaskan bahwa manusia membutuhkan pendidikan karena: (1) manusia lahir dengan potensi yang harus dikembangkan, (2) pendidikan diperlukan agar manusia dapat menjadi manusia seutuhnya, dan (3) manusia memiliki sifat sosial sehingga perlu belajar dari orang lain
Dokumen tersebut membahas tentang filsafat postmodernisme dan implikasinya dalam pendidikan. Postmodernisme menolak pandangan ilmu pengetahuan yang bersifat universal dan objektif dari modernisme. Postmodernis beranggapan bahwa pengetahuan bersifat konstruksi sosial dan terus berubah berdasarkan pengalaman. Hal ini memiliki implikasi dalam pendidikan, di mana guru perlu mendekonstruksi kurikulum dan mewakili berbagai sudut pandang tanpa memberikan ke
Teks tersebut membahas filsafat ilmu dan pendidikan kimia. Secara ringkas, teks tersebut menjelaskan tiga cabang utama filsafat yaitu metafisika, epistemologi, dan aksiologi serta empat aliran pemikiran filsafat yang relevan untuk pendidikan yaitu idealisme, realisme, pragmatisme, dan eksistensialisme. Teks tersebut juga membahas mengenai pengajaran dan belajar serta filsafat pendidikan.
Teori Belajar Humanistik dan Penerapannya dalam PembelajaranFitri Yusmaniah
1. Dokumen tersebut membahas teori belajar humanistik dan penerapannya dalam kegiatan pembelajaran. Teori ini mementingkan tujuan memanusiakan manusia melalui aktualisasi diri, pemahaman diri, dan realisasi diri siswa.
2. Beberapa tokoh seperti Kolb, Honey dan Mumford, serta Habermas membahas tahapan dan jenis belajar manusia berdasarkan pandangan humanistik. Kolb membagi belajar menjadi 4 tahap
POWER POINT Eksistensialisme Eksistensi dalam Penerapan PembelajaranlilisHidayat
1. Konsep eksistensialisme dikembangkan oleh Martin Heidegger dan berfokus pada eksistensi individu.
2. Eksistensialisme berawal dari pertanyaan Soren Kierkegaard tentang bagaimana menjadi diri sendiri secara autentik.
3. Pendekatan pembelajaran eksistensialisme menekankan dialog antara guru dan siswa agar siswa dapat berpikir secara kritis.
Similar to Pendidikan Kaum Tertindas - Paulo Freire (Resensi) (20)
Workshop "CSR & Community Development (ISO 26000)"_di BALI, 26-28 Juni 2024Kanaidi ken
Dlm wktu dekat, Pelatihan/WORKSHOP ”CSR/TJSL & Community Development (ISO 26000)” akn diselenggarakan di Swiss-BelHotel – BALI (26-28 Juni 2024)...
Dgn materi yg mupuni & Narasumber yg kompeten...akn banyak manfaat dan keuntungan yg didpt mengikuti Pelatihan menarik ini.
Boleh jga info ini👆 utk dishare_kan lgi kpda tmn2 lain/sanak keluarga yg sekiranya membutuhkan training tsb.
Smga Bermanfaat
Thanks Ken Kanaidi
PPT RENCANA AKSI 2 modul ajar matematika berdiferensiasi kelas 1Arumdwikinasih
Pembelajaran berdiferensiasi merupakan pembelajaran yang mengakomodasi dari semua perbedaan murid, terbuka untuk semua dan memberikan kebutuhan-kebutuhan yang dibutuhkan oleh setiap individu.kelas 1 ........
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka - [abdiera.com]Fathan Emran
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 7 SMP/MTs Fase D Kurikulum Merdeka - abdiera.com. Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 7 SMP/MTs Fase D Kurikulum Merdeka. Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 7 SMP/MTs Fase D Kurikulum Merdeka. Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 7 SMP/MTs Fase D Kurikulum Merdeka. Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 7 SMP/MTs Fase D Kurikulum Merdeka. Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 7 SMP/MTs Fase D Kurikulum Merdeka.
Teori Fungsionalisme Kulturalisasi Talcott Parsons (Dosen Pengampu : Khoirin ...nasrudienaulia
Dalam teori fungsionalisme kulturalisasi Talcott Parsons, konsep struktur sosial sangat erat hubungannya dengan kulturalisasi. Struktur sosial merujuk pada pola-pola hubungan sosial yang terorganisir dalam masyarakat, termasuk hierarki, peran, dan institusi yang mengatur interaksi antara individu. Hubungan antara konsep struktur sosial dan kulturalisasi dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Pola Interaksi Sosial: Struktur sosial menentukan pola interaksi sosial antara individu dalam masyarakat. Pola-pola ini dipengaruhi oleh norma-norma budaya yang diinternalisasi oleh anggota masyarakat melalui proses sosialisasi. Dengan demikian, struktur sosial dan kulturalisasi saling memengaruhi dalam membentuk cara individu berinteraksi dan berperilaku.
2. Distribusi Kekuasaan dan Otoritas: Struktur sosial menentukan distribusi kekuasaan dan otoritas dalam masyarakat. Nilai-nilai budaya yang dianut oleh masyarakat juga memengaruhi bagaimana kekuasaan dan otoritas didistribusikan dalam struktur sosial. Kulturalisasi memainkan peran dalam melegitimasi sistem kekuasaan yang ada melalui nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat.
3. Fungsi Sosial: Struktur sosial dan kulturalisasi saling terkait dalam menjalankan fungsi-fungsi sosial dalam masyarakat. Nilai-nilai budaya dan norma-norma yang terinternalisasi membentuk dasar bagi pelaksanaan fungsi-fungsi sosial yang diperlukan untuk menjaga keseimbangan dan stabilitas dalam masyarakat.
Dengan demikian, konsep struktur sosial dalam teori fungsionalisme kulturalisasi Parsons tidak dapat dipisahkan dari kulturalisasi karena keduanya saling berinteraksi dan saling memengaruhi dalam membentuk pola-pola hubungan sosial, distribusi kekuasaan, dan pelaksanaan fungsi-fungsi sosial dalam masyarakat.
Pendidikan inklusif merupakan sistem pendidikan yang
memberikan akses kepada semua peserta didik yang
memiliki kelainan, bakat istimewa,maupun potensi tertentu
untuk mengikuti pendidikan maupun pembelajaran dalam
satu lingkungan pendidikan yang sama dengan peserta didik
umumlainya
Universitas Negeri Jakarta banyak melahirkan tokoh pendidikan yang memiliki pengaruh didunia pendidikan. Beberapa diantaranya ada didalam file presentasi
Modul Ajar Matematika Kelas 8 Fase D Kurikulum Merdeka - [abdiera.com]
Pendidikan Kaum Tertindas - Paulo Freire (Resensi)
1. PENDIDIKAN KAUM TERTINDAS
Paulo Freire
Rasa “takut kebebasan” yang menimpa kaum tertindas,(rasa takut kebebasan ini juga dapat
ditemukan dalam diri para penindas, sekalipun, dalam bentuk yang berbeda. Kaum tertindas
takut untuk merangkul kebebasan: sementara kaum penindas takut kehilangan “kebebasan”
untuk menindas) ketakutan yang baik mendorong mereka untuk menginginkan peranan sebagai
penindas maupun mengurung mereka tetap sebagai orang tertindas, harus ditelaah.
Pendidikan kaum tertindas ini, yang dijiwai oleh kedermawanan sejati, kemurahan hati
humanis (bukan humanitarian) menampilkan diri sebagai sebuah pendidikan bagi seluruh umat
manusia. Pendidikan yang dimulai dengan kepentingan egoistis kaum penindas (egoism dengan
baju kedermawanan palsu dari paternalism) dan menjadikan kaum tertindas sebagai obyek dari
humanitarianisme mereka, justru mempertahankan dan menjelmakan penindasan itu sendiri. Dia
merupakan sebuah perangkat dehumanisasi. Itu pula sebabnya mengapa, sebagaimana telah kita
tegaskan sejak awal, pendidikan kaum tertindas tidak dapat dikembangkan dan dilaksanakan oleh
kaum penindas.
Pendidikan kaum tertindas, sebagai pendidikan para humanis dan pembebas, terdiri dari dua
tahap. Pada tahap pertama, kaum tertindas membuka tabir dunia penindasan dan melalui praksis
melibatkan diri untuk mengadakan perubahan. Pada tahap kedua, di mana realitas penindasan itu
sudah berubah, pendidikan ini tidak lagi menjadi milik kaum tertindas tetapi menjadi pendidikan
untuk seluruh manusia dalam proses mencapai kebebasan yang langgeng.
Dalam kedua tahap ini dibutuhkan gerakan yang mendasar agar kultur dominasi dapat
dilawan secara kultural pula. Pada tahap pertama, maka perlawanan itu terjadi dalam hal kaum
tertindas menyadari akan adanya dunia penindasan; dan pada tahap kedua, dengan memberantas
habis mitos – mitos yang diciptakan dan dikembangkan di masa orde lama, yang bagaikan hantu
– hantu yang menghantui bangunan baru yang muncul dari perubahan revolusioner.
Pada tahapnya yang pertama pendidikan ini harus membahas masalah kesadaran kaum
tertindas dan kaum penindas, yakni masalah manusia yang menindas dan manusia yang
menderita penindasan itu. Bahasan itu harus mencakup masalah perilaku, pandangan dunia serta
etika mereka. Suatu masalah khas dalam hal ini adalah dualitas kaum tertindas: mereka adalah
2. manusia kontradiktif dan terbelah, dibentuk dan hidup dalam situasi penindasan dan kekejaman
yang nyata.
Kesadaran kaum penindas cenderung untuk mengubah segala sesuatu disekitarnya menjadi
obyek kekuasaan mereka. Bumi, harta kekayaan, produksi, karya cipta manusia, manusia itu
sendiri, waktu – semuanya direduksi menjadi obyek yang berada di bawah kemauannya.
Dalam semangat mereka untuk memiliki secara tak terbatas, kaum penindas
mengembangkan semacam keyakinan bahwa adalah mungkin bagi mereka mengubah segala
sesuatu menjadi obyek daya beli mereka; di sinilah dasar dari konsep kehidupan materialistic
mereka yang kokoh. Uang menjadi ukuran segalanya, dan laba adalah tujuan paling utama. Bagi
kaum penindas, apa yang dianggap bermanfaat adalah memiliki lebih banyak – selalu lebih
banyak – sekalipun dengan mengorbankan kaum tertindas yang semakin miskin dan tidak
memiliki apa – apa lagi. Bagi mereka, mengada adalah memiliki dan mengada sebagai kelas
masyarakat “berpunya”.
Kaum penindas tidak menyadari monopoli mereka untuk memilih lebih banyak sebagai suatu
hak istimewa justru menjadikan orang lain dan diri mereka sendiri tidak manusiawi. Mereka
tidak mengerti bahwa dalam melampiaskan sikap mementingkan diri sendiri untuk memiliki
sebagai sebuah kelas penguasa, mereka tercekik oleh milik mereka sendiri dan bahwa mereka
tidak mengada; mereka hanya memilki.
Penindas dan tertindas ternyata masuk dalam lingkar pendidikan. Dalam pendidikan ini
(sekolah) terdapat sebuah fenomena yang cukup unik fenomena ini disebut Fatalism. Fatalism ini
sering kali ditafsirkan sebagai suatu kepatuhan yang menjadi ciri kepribadian nasional. Fatalism
dalam samarannya berupa sikap serba patuh adalah suatu hasil dari suatu situasi kesejarahan dan
kemasyarakatan. Inilah yang terjadi pada kasus hubungan antara guru – murud di institusi
pendidikan.
Suatu analisis yang cermat tentang hubungan antara guru – murid pada semua tingkatan, baik
dalam maupun luar sekolah, mengungkapkan watak bercerita (narrative) yang mendasar di
dalamnya. Hubungan ini melibatkan seorang subyek yang bercerita (guru) dan obyek – obyek
yang patuh dan mendengarkan (murid – murid). Isi pelajaran yang diceritakan, baik yang
menyangkut nilai – nilai maupun segi – segi empiris dari realitas, dalam proses cerita cenderung
3. menjadi kaku dan tidak hidup. Pendidikan menderita penyakit cerita semacam itu. (bukan
pengalaman murid)
Ciri yang sangat menonjol dari pendidikan bercerita ini, karena itu, adalah kemerduaan kata
– kata, bukan kekuatan pengubahnya. “Empat kali empat sama dengan enam belas, ibu kota Para
adalah Belem”. Murid – murid mencatat, menghafal dan mengulangi ungkapan – ungkapan
tersebut tanpa memahami apa arti sesungguhnya dari empat kali empat, atau tanpa menyadari
makna sesungguhnya dari kata “ibu kota” dalam ungkapan “ibu kota Para adalah Belem”, yakni
apa arti Belem bagi Para dan apa arti Para bagi Brazil.
Pendidikan bercerita – dengan guru sebagai pencerita – mengarahkan murid – murid untuk
menghafal secara mekanis apa isi pelajaran yang diceritakan. Lebih buruk lagi, murid diubahnya
menjadi “bejana – bejana”, wadah – wadah kosong untuk diisi oleh guru. Semakin penuh dia
mengisi wadah – wadah itu, semakin baik pula seorang guru. Semakin patuh wadah – wadah itu
untuk diisi semakin baik pula mereka sebagai murid.
Inilah konsep pendidikan “gaya bank”, dimana ruang gerak yang disediakan bagi kegiatan
para murid hanya terbatas pada menerima, mencatat, dan menyimpan. Mereka mempunyai
kesempatan untuk menjadi pengumpul dan pencatat barang – barang simpanan sehingga miskin
daya cipta dan daya ubah seorang murid.
Dalam konsep pendidikan gaya bank, pengetahuan merupakan sebuah anugerah yang
dihibahkan oleh mereka yang menganggap diri berpengetahuan kepada mereka yang dianggap
tidak memiliki pengetahuan apa – apa. Menganggap bodoh secara mutlak pada orang lain,
sebuah ciri dari ideology penindasan, berarti mengingkari pendidikan dan pengetahuan sebagai
proses pencarian.
Kemampuan pendidikan gaya bank untuk mengurangi atau menghapuskan daya kreasi para
murid, serta menumbuhkan sikap mudah percaya, menguntungkan kepentingan kaum penindas
yang tidak berkepentingan dengan dunia yang terkuak atau yang berubah. Kaum penindas
memanfaatkan “humanitarianisme” mereka untuk melindungi situasi menguntungkan bagi diri
mereka sendiri. Secara naluriah mereka akan selalu menentang setiap usaha percobaan dalam
bidang pendidikan yang akan merangsang kemampuan kritis dan tidak puas dengan pandangan
terhadap dunia yang berat sebelah, tetapi selalu mencari ikatan yang menghubungkan satu hal
dengan hal – hal lainnya atau satu masalah dengan masalah lainnya. Sesungguhnya, kepentingan
4. kaum penindas adalah “mengubah kesadaran kaum tertindas, bukan situasi yang menindas
mereka”.
“Humanism” dari pendekatan gaya bank menutupi suatu usaha untuk menjadikan manusia
sebagai benda terkendali (automaton) – suatu penolakan terhadap fitrah ontologis mereka untuk
menjadi manusia seutuhnya.
Dalam konsep pendidikan gaya bank adalah anggapan akan adanya dikotomi antara manusia
dengan dunia: manusia semata – mata ada di dalam dunia, bukan bersama dunia atau orang lain;
manusia adalah penonton bukan pencipta. Dalam pandangan ini manusia bukanlah makhluk yang
berkesadaran (corpo consciente); dia lebih merupakan pemilik sebuah kesadaran; suatu “jiwa”
kosong yang secara pasif terbuka untuk menerima apa saja yang disodorkan oleh realitas dunia
luar.
Peranan pendidik adalah mengatur cara dunia “masuk ke dalam” diri para murid. Tugasnya
adalah mengatur suatu proses yang berlangsung secara spontan, “mengisi” para murid dengan
menabungkan informasi yang dia anggap sebagai pengetahuan yang sebenarnya. Karena manusia
“menerima” dunia secara pasif, maka pendidikan akan membuat mereka lebih pasif lagi,
menjadikan mereka agar sesuai dengan dunia. Manusia yang terdidik adalah manusia yang telah
disesuaikan, karena dia lebih “cocok” bagi dunia. Diterjemahkan kedalam praktik, konsep ini
sesuai sekali dengan tujuan – tujuan para penindas yang ketentramannya tergantung pada
seberapa cocok manusia bagi dunia yang telah mereka ciptakan, dan seberapa kecil mereka
mempersalahkan hal ini.
Semakin lengkap kesesuaian mayoritas manusia dengan tujuan – tujuan yang telah
ditentukan oleh minoritas manusia untuk mereka (dengan demikian merampas hak mereka untuk
memiliki tujuan sendiri), semakin mudah pihak minoritas melangsungkan kekuasaan. Teori dan
praktik pendidikan gaya bank mengabdi kepada tujuan – tujuan tersebut dengan cara yang
sungguh efisien. Pelajaran – pelajaran yang verbalistik, bahan bacaan yang telah ditentukan,
metode – metode untuk menilai “ilmu pengetahuan”, jarak antara guru dan murid, ukuran –
ukuran bagi kenaikan kelas: segala sesuatu dalam pendekatan siap-pakai ini melumpuhkan
pikiran.
Hanya melalui komunikasi manusia dapat menemukan hidup yang bermakna. Berpikir
murni, yakni berpikir atas dasar keterlibatan dengan realitas, tidak dilakukan jauh di puncak
menara gading, tetapi hanya dalam komunikasi.
5. Oleh karena pendidikan gaya bank bertolak dari suatu pengertian yang keliru tentang
manusia sebagai obyek, maka dia tidak akan mampu mengembangkan apa yang disebut oleh
Fromm dalam The Heart of Man sebagai biofili, tetapi justru sebaliknya mengembangkan
nekrofil.
Konsep pendidikan gaya bank, yang mengabdi pada kepentingan – kepentingan penindasan,
adalah juga nekrofilis. Berdasar pada pandangan tentang kesadaran yang mekanistis, statis,
naturalistis dan terkotak, dia menjadikan murid sebagai obyek – obyek yang harus menerima.
Dia selalu berusaha mengendalikan pikiran dan tindakan, mengarahkan manusia agar
menyesuaikan diri terhadap dunia dan menghalangi kemampuan kreatif mereka.
Ketika usaha – usaha untuk berbuat secara bertanggung jawab dikecewakan, ketika mereka
mendapatkan diri tidak dapat memanfaatkan kemampuan – kemampuan mereka, maka ketika
itulah manusia menderita.
Pembebasan adalah sebuah praksis: tindakan dan refleksi manusia atas dunia untuk dapat
mengubahnya. Manusia saling mengajar satu sama lain, ditengahi oleh dunia, oleh obyek –
obyek yang dapat diamati yang dalam pendidikan gaya bank “dimiliki” oleh guru semata.
Konsep pendidikan gaya bank (yang cenderung membuat dikotomi terhadap apa saja)
membedakan dua tahap kegiatan seorang pendidik. Pertama, pendidik mengamati sebuah obyek
yang dapat diamati selama dia mempersiapkan bahan pelajaran di kamar atau laboratoriumnya;
dan yang kedua dia menceritakan kepada murid tentang obyek tersebut. Para murid tidak diminta
untuk mengerti, tetapi menghapal apa yang diceritakan oleh guru. Murid juga tidak berpraktik
melakukan pengamatan, oleh karena obyek yang menjadi sasaran pemahaman adalah milik guru,
dan bukan medium yang mengundang refleksi kritis dari guru maupun murid.
Metode pendidikan hadap – masalah tidak membuat dikotomi kegiatan guru – murid ini;
guru selalu “menyerap”, baik ketika dia mempersiapkan bahan pelajaran maupun ketika dia
berdialog dengan para murid. Peran seorang pendidik hadap – masalah adalah menciptakan,
bersama dengan murid suatu suasana di mana pengetahuan pada tahap mantera (doxa) diganti
dengan pengetahuan sejati pada tahap ilmu (logos).
Pada salah satu acara pertemuan kelompok binaan program kami di Cile, kelompok itu
mendiskusikan (dengan menggunakan metode kodifikasi) konsep kebudayaan secara
antropologis. Di tengah – tengah diskusi, seorang petani yang menuntut standar gaya bank
menyatakan : “sekarang saya paham bahwa tanpa manusia maka dunia pun tidak ada.” Pemandu
6. belajarnya kemudian menanggapi “Seandainya, sebagai perumpamaan saja, semua manusia di
dunia tiba – tiba mati, tetapi bumi masih tetap ada, di samping pohon – pohon, burung – burung,
binatang, sungai – sungai, lautan, bintang – gemintang . . . , bukankah semua itu merupakan
sebuah dunia?” “Oh bukan,” jawab si petani dengan sungguh – sungguh. “sebab tidak ada
seorangpun yang akan mengatakan : “Ini sebuah dunia”.
Petani tersebut bermaksud menyatakan pikirannya bahwa tidak akan ada kesadaran tentang
dunia jika dunia kesadaran itu sendiri tidak ada. “Aku” tidak akan ada jika tidak ada “bukan-aku”.
Sebaliknya, “bukan aku” tergantung kepada keberadaanku. Dunia yang menimbulkan
kesadaran menjadi dunia dari kesadaran tersebut. Demikianlah dinyatakan Satre seperti telah
dikutip di atas. “kesadaran dan dunia tampil secara serempak”.
Dalam pendidikan hadap – masalah, manusia mengembangkan kemampuannya untuk
memahami secara kritis cara mereka mengada dalam dunia dengan mana dan dalam mana
mereka menemukan diri sendiri; mereka akan memandang dunia bukan sebagai realitas yang
statis, tetapi sebagai realitas yang berada dalam proses, dalam gerak perubahan.
Di dalam kata kita menemukan dua dimensi, refleksi dan tindakan, dalam suatu interaksi
yang sangat mendasar hingga bila salah satunya dikorbankan – meskipun hanya sebagaian –
seketika itu yang lain dirugikan. Tidak ada kata sejati yang pada saat bersamaan juga tidak
merupakan sebuah praksis. Dengan demikian, mengucapkan sebuah kata sejati adalah mengubah
dunia.
Jika dalam mengucapkan kata – katanya sendiri manusia dapat mengubah dunia dengan jalan
menamainya, maka dialog menegaskan dirinya sebagai sarana di mana seseorang memperoleh
makna sebagai manusia. Dialog karena itu, merupakan kebutuhan ekstensian. Karena dalam
dialog merupakan perjumpaan di antara orang – orang yang menamai dunia, maka tidak boleh
menjadi suatu keadaan dimana sejumlah orang menamai dunia dengan mengatasnamakan orang
lain.
Dialog tidak dapat berlangsung, bagaimanapun, tanpa adanya rasa cinta yang mendalam
terhadap dunia dan terhadap sesame manusia. Di pihak lain, dialog tidak dapat terjadi tanpa
kerendahan hati. Dialog selanjutnya menuntut adanya keyakinan yang mendalam terhadap diri
manusia, keyakinan pada kemampuan manusia untuk membuat dan membuat kembali, untuk
mencipta dan mencipta kembali, keyakinan pada fitrahnya untuk menjadi manusia seutuhnya
(yang bukan hak istimewa sekelompok elite, tetapi hak kelahiran semua manusia. Keyakinan
7. terhadap diri manusia adalah sebuah prasyarat a priori bagi dialog, “manusia dialogis” percaya
pada orang lain bahkan sebelum dia bertatap muka dengannya.
Dialog juga tidak dapat terjadi tanpa adanya harapan. Harapan berakar pada
ketidaksempurnaan manusia, dari mana mereka secara terus – menerus melakukan usaha
pencarian – pencarian yang hanya dapat dilakukan dalam kebersamaan dengan orang lain.
Pendidikan yang dialogis, yakni guru-yang-murid dari model hadap – masalah, isi bahan
pelajaran dalam pendidikan bukanlah sebuah hadiah atau pemaksaan – potongan – potongan
informasi yang ditabungkan ke dalam diri para murid – tetapi berupa “penyajian kembali”
kepada murid tentang hal – hal yang ingin mereka ketahui lebih banyak, secara tersusun,
sistematik dan telah dikembangkan. Penelitian dari apa yang saya istilahkan “dunia tema”
(thematic universe) rakyat – sebagai kompleks dari “tema – tema generative” (generative
themes) – mengesahkan dialog pendidikan sebagai praktik kebebasan.
Tindakan yang dilakukan binatang adalah sekedar eksistensi dari dirinya sendiri, maka hasil
tindakan tersebut adalah juga tak terpisahkan dari diri mereka sendiri; binatang tidak mampu
memberi tujuan bagi tindakannya atau memberi makna terhadap perubahan dunia yang
dilakukan di luar dunianya sendiri. Binatang pada dasarnya merupakan “makhluk dalam dirinya
sendiri.
Binatang adalah makhluk yang tidak menyejarah. Bagi binatang, dunia ini tidak memiliki
sesuatu yang “bukan-aku” yang menjadikan dirinya sebagai suatu “aku”. Binatang tidak
ditantang oleh konfigurasi yang mereka hadapi; mereka semata – mata hanya dirangsang.
Kehidupan mereka bukanlah kehidupan yang menantang resiko, karena mereka tidak sadar yang
diketahui melalui refleksi, tetapi begitu saja “tertangkap” melalui isyarat yang menandainya;
karena itu dia tidak membutuhkan tanggapan melalui pertimbangan pikiran.
Sebaliknya, manusia memiliki kesadaran akan tindakan dan dunia dimana mereka berada.
Mereka bertindak sesuai dengan arah yang ditujunya, menetapkan keputusan – keputusan bagi
dirinya sendiri dan bagi kaitannya dengan dunia serta sesame manusia lainnya, dan mencampuri
dunia dengan kehadirannya yang kreatif dengan cara memperbaharui dunia.
Manusia, sebaliknya, karena memiliki kesadaran akan diri sendiri dan kesadaran akan dunia
– karena mereka memang makhluk berkesadaran – mengada dalam suatu hubungan dialektis
antara ketentuan – ketentuan yang membatasinya dengan kemerdekaan yang dimilikinya.
8. Penelitian tema yang berlangsung dalam dunia manusia tidak dapat direduksi menjadi
kegiatan mekanis. Sebagai proses pencarian, pengetahuan, dan dengan demikian kreasi, dia
menuntut para peneliti untuk menemukan saling – keterkaitan antarmasalah, dalam rangka tema
– tema bermakna. Penelitian akan menjadi sangat mendidik jika dia sangat kritis, dan sangat
kritis jika dia menghindari patokan – patokan sempit dari pandangan terhadap realitas yang berat
sebelah atau “terkotak”, serta tetap menerapkan pemahaman terhadap realitas secara
keseluruhan. Dengan demikian proses pencarian bagi tema – tema bermakna harus mencakup
masalah perkaitan antartema, masalah pengungkapan tema – tema itu sebagai permasalahan, dan
masalah konteks sejarah dan kebudayaannya.
Hal yang penting, dari sudut pandang pendidikan yang membebaskan, adalah agar manusia
merasa sebagai tuan bagi pemikirannya sendiri dengan berdiskusi mengenai pemikiran dan
pandangan tentang dunia yang secara jelas atau tersamar terungkap di dalam tanggapan –
tanggapan mereka sendiri dan kawan – kawannya. Oleh karena pandangan terhadap pendidikan
ini bertolak dari keyakinan bahwa dia tidak dapat menyajikan programnya sendiri, tetapi harus
menyusun program ini secara dialogis dengan masyarakat, maka dia berperanan untuk
memperkenalkan pendidikan bagi kaum tertindas, yang dalam perkembangnnya kaum tertindas
harus mengambil bagian.
Aktivitas manusia yang berupa tindakan dan refleksi; inilah praksis; inilah perubahan dunia.
Sebagai praksis dia memerlukan teori untuk menerangi. Aktivitas manusia adalah teori dan
praktik; itulah refleksi dan tindakan. Pernyataan Lenin yang terkenal: “Tanpa teori revolusi
tidak akan ada gerakan revolusi”, berarti bahwa suatu revolusi akan terlaksana tanpa verbalisme
atau aktivisme, tetapi dengan praksis, yakni dengan refleksi dan tindakan yang diarahkan pada
struktur – struktur yang hendak diubah.
Praksis revolusi tidak dapat menoleransi dikotomi absurd dimana praksis rakyat hanya
sekedar pelaksanaan keputusan – keputusan para pemimpin – suatu dikotomi yang
mencerminkan metode resep dari elite penguasa. Praksis revolusi merupakan sebuah kesatuan,
dan para pemimpin tidak dapat memperlakukan kaum tertindas sebagai milik mereka.
Revolusi tidak dilaksanakan baik oleh para pemimpinnya untuk rakyat, tidak juga oleh rakyat
untuk para pemimpin, melainkan oleh keduanya yang bertindak bersama – sama dalam
solidaritas yang tidak tergoyahkan. Solidaritas ini lahir hanya bila para pemimpin
menyaksikannya melalui perjumpaan mereka yang rendah hati, penuh kasih serta berani, dengan
9. rakyat. Dialog, sebagai perjumpaan antarmanusia untuk “menamai” dunia, merupakan prasyarat
dasar bagi humanisasi sejati mereka. Sebagaimana dikatakan Lenin, semakin suatu revolusi
membutuhkan teori, semakin para pemimpinnya harus bersama rakyat agar dapat berhadapan
melawan kekuasaan penindas.
Seperti yang disebutkan Lenin sebelumnya bahwa teori itu sangat penting untuk mengetahui
sebuah tindakan apakah termasuk anti diaologi yang menuju penindasan atau dialogis yang
menuju kebebesan. Teori – teori tindakan yang antidialogis antara lain penaklukan, pecah dan
kuasai, dan manipulasi.
(Penaklukan) watak pertama dari tindakan antidialogis adalah keharusan adanya
penaklukan. Penaklukan memaksakan kehendak kepada mereka yang ditaklukkan, dan
menjadikan mereka miliknya.
Merupakan keharusan bagi kaum penindas untuk mendekati rakyat agar dapat membuat
mereka tetap pasif melalui penaklukan. Pendekatan ini, tentu saja, tidak berunsur ada bersama
rakyat, maupun menuntut adanya komunikasi sejati. Hal ini dilakukan dengan cara
menghubungkan mitos – mitos kaum penindas yang tidak terelakkan bagi keberlangsungan
status quo contohnya, mitos bahwa tatanan menindas adalah suatu “masyarakat bebas”; mitos
bahwa semua orang bebas untuk bekerja di mana mereka kehendaki, dan bila mereka tidak
senang dengan majikannya mereka dapat meninggalkan dan mencari pekerjaan yang lain; mitos
bahwa tatanan ini menghormati hak – hak manusia dan karena itu patut dihargai; mitos bahwa
siapapun yang rajin bekerja dapat menjadi pengusaha – lebih buruk lagi, mitos bahwa pedagang
kaki lima adalah sama dengan pemilik pabrik besar sebagai pengusaha; mitos mengenai hak
pendidikan universal, ketika dari seluruh anak – anak Brazil yang memasuki sekolah dasar hanya
sebagian kecil saja yang mencapai perguruan tinggi; mitos mengenai persamaan derajat manusia,
ketika pertanyaan: “Tahukah kamu dengan siapa kamu berbicara?” masih berlaku di antara kita;
mitos tentang kepahlawanan kelas penindas sebagai pembela “peradaban Kristen Barat”
menentang “barbarisme kaum materialis”; mitos karitas dan kedermawanan kaum elite untuk
menyatakan bahwa apa yang sesungguhnya mereka lakukan sebagai suatu kelas adalah untuk
memelihara “perbuatan – perbuatan terpuji (kemudian diperhalus menjadi mitos tentang
“bantuan tanpa pamrih” yang pada tingkat internasional dikritik tajam oleh Paus Johanes XII).
Lebih dari itu, Negara – Negara dengan ekonomi yang lebih maju harus berhati –hati jangan
sampai, dalam memberi bantuan kepada Negara – Negara miskin, mereka mencoba
10. memengaruhi situasi politik yang berlaku untuk kepentingan sendiri, serta berusaha untuk
menguasai mereka. Seandainya terdapat usaha – usaha semacam itu, maka dia tidak pelak lagi
merupakan bentuk lain dari kolonialisme yang, sekalipun berkedok nama lain, sebenarnya
mencerminkan penjajahan lama mereka yang sudah ketinggalan zaman, yang sekarang telah
ditinggalkan oleh banyak Negara. Bila hubungan internasional dihambat seperti ini, maka
pembangunan semua bangsa secara tertib akan terancam. Dari surat Ensiklik Mater et Magistra.;
mitos bahwa elite penguasa, dengan “menyadari kewajiban – kewajiban mereka”, mengusahakan
kemajuan bagi rakyat, sehingga rakyat, dalam ungkapan rasa terima kasih, hendaknya menerima
kata – kata kaum elite serta menyesuaikan diri terhadap mereka; mitos bahwa pemberontakan
adalah suatu dosa terhadap Tuhan; mitos mengenai kekayaan pribadi sebagai sangat penting bagi
perkembangan pribadi manusia (sepanjang kaum penindas merupakan satu – satunya kelas
manusia sejati); mitos tentang ketidakjujuran kaum tertindas, di samping mitos tentang
inferioritas alamiah kaum tertindas dan superioritas kaum penindas. Memmi menunjuk pada
citra yang dibangun kaum penjajah dalam diri kaum terjajah; “Dengan tuduhannya kaum
penjajah menjadikan kaum terjajah sebagai orang – orang malas. Dia menilai kemalasan itu
merupakan pembawaan dalam diri kaum tertindas.
Semua mitos tersebut (dan lain – lain yang dapat pembaca tambahkan), yang internalisasinya
sangat penting bagi usaha menundukkan kaum tertindas, disajikan kepada mereka melalui
propaganda dan slogan – slogan yang terorganisasi dengan baik, melalui media “komunikasi”
massa – dianggapnya keterasingan semacam itu sungguh – sungguh merupakan komunikasi.
(Pecah dan Kuasai) Setelah minoritas penindasan menaklukkan dan menguasai mayoritas
rakyat, mereka harus memecah – belah dan menjaganya agar tetap terpecah, supaya dapat terus
berkuasa. Kaum penindas mematahkan dengan segala cara (termasuk kekerasan) setiap aksi yang
sekalipun masih pada tahap dini dapat membangkitkan rasa butuh persatuan di kalangan rakyat.
Konsep – konsep seperti halnya kesatuan, organisasi, dan perjuangan, seketika dicap berbahaya.
Sesungguhnyalah, tentu saja, konsep – konsep ini memang berbahaya – bagi kaum penindas –
oleh karena realisasi dari semua itu merupakan keniscayaan bagi aksi – aksi pembebasan.
Kaum penindas tidak mau memajukan masyarakat secara keseluruhan, tetapi hanya para
pemuka yang terpilih. Pilihan kedua ini, dengan memelihara keterasingan, menghambat
munculnya kesadaran serta keterlibatan kritis dalam suatu realitas total. Tanpa adanya
11. keterlibatan kritis, akan senantiasa sulit untuk mempersatukan kaum tertindas sebagai suatu
kelas.
(Manipulasi) semakin rendah kesadaran politik rakyat (di desa atau kota) semakin mudah
mereka dimanipulasi oleh mereka yang tidak ingin kehilangan kekuasaannya. Salah satu metode
manipulasi adalah menanamkan cita rasa borjuis kepada orang – orang untuk mencapai sukses
pribadi.
Marilah kita sekarang menganalisis teori tindakan budaya dialogis dan mencoba melihat
unsur – unsur pembentuknya.
(Kerja Sama) dalam teori tindakan dialogis, para pelaku berkumpul dalam kerja sama untuk
mengubah dunia. Dialog, sebagai komunikasi esensial, harus mendasari setiap kerja sama.
(Persatuan untuk Pembebasan) dalam teori tindakan dialogis para pemimpin harus
menyerahkan dirinya bagi usaha tanpa kenal lelah bagi persatuan kaum tertindas – dan persatuan
para pemimpin dengan kaum tertindas – untuk mencapai pembebasan.
(Organisasi) organisasi bukan hanya berkaitan langsung dengan persatuan, namun juga
merupakan perkembangan yang wajar dari persatuan itu. Oleh karena itu, usaha para pemimpin
dalam hal persatuan adalah niscaya juga suatu usaha untuk mengorganisasi rakyat, yang
menuntut kesaksian bagi kenyataan bahwa perjuangan bagi pembebasan adalah tugas bersama.
Unsur – unsur esensial dari kesaksian yang tidak berbeda sepanjang sejarah, mencakup :
konsistensi antara kata dan tindakan; tekad yang mendorong kesaksian untuk menghadapi
kehidupan sebagai resiko yang ajek; radikalisasi (bukan sektarianisme) yang membimbing baik
kesaksian maupun orang yang menerima kesaksian itu untuk bertindak lebih banyak; keberanian
untuk mencintai (yang sama sekali bukan memberi akomodasi bagi dunia yang tidak adil,
melainkan mengubah dunia tersebut atas nama pembebasan manusia yang semakin longgar);
serta keyakinan terhadap rakyat, karena untuk merekalah kesaksian dibuat – sekalipun kesaksian
untuk rakyat, karena hubungan dialektis mereka dengan elite penguasa juga memengaruhi pihak
terakhir itu (yang menanggapi kesaksian itu menurut kebiasaan mereka)
(Sintesa Kebudayaan) Sintesa kebudayaan merupakan suatu cara bertindak untuk
menghadapi kebudayaan itu sendiri, sebagai penjaga dari struktur – struktur yang membentuk
dirinya. Aksi kebudayaan, sebagai aksi sejarah, adalah sarana untuk menggeser kebudayaan
kaum pengusaha yang terasing serta mengasingkan. Dalam arti inilah, setiap revolusi sejati
merupakan revolusi kebudayaan.
12. Tuntutan upah saja tidak dapat membawa penyelesaian tuntas. Hakikat penyelesaian ini dapat
ditemukan dalam pernyataan yang dikutip di atas dari para uskup Dunia Ketiga bahwa “bila
kaum buruh tidak dapat menjadi pemilik dari karya mereka sendiri, maka semua perubahan
structural tidak akan efektif . . . mereka (harus) menjadi pemilik, bukan penjual, dari karya
mereka sendiri . . . (sebab) setiap pembelian atau penjualan karya manusia merupakan satu jenis
perbudakan”.
Untuk mencapai kesadaran kritis mengenai kenyataan bahwa sangat penting artinya untuk
menjadi “pemilik dari karya sendiri”, bahwa karya “merupakan bagian dari pribadi manusia,”
dan bahwa “seorang manusia tidak dapat dijual ataupun menjual dirinya sendiri,” berarti harus
maju selangkah keluar dari khayalan penyelesaian semu. Melakukan perubahan sejati atas
realitas, dengan memanusiakan realitas itu, akan berarti memanusiakan manusia.
Dalam teori tindakan antidialogis, serangan kebudayaan melalui tujuan – tujuan manipulasi,
yang pada gilirannya melayani tujuan – tujuan penaklukan, dan penaklukan melayani tujuan –
tujuan dominasi. Sintesa kebudayaan melayani tujuan – tujuan organisasi; organisasi melayani
tujuan – tujuan pembebasan.
Dalam resensi singkat diatas, kita melihat bagaimana analisa dari Paulo Freire tentang sebuah
system penaklukan, penindasan dan perbudakan yang dijaga terus oleh kaum penindas. Salah
satu alat mereka yaitu mencemari system pendidikan dengan mitos-mitos busuk yang berusaha
menjauhkan manusia dari hakikatnya sebagai manusia sejati. Dalam analisa Paulo Freire kita
bisa menemukan beberapa kesulitan terutama saya (sebagai pembaca dan pembuat resensi) yaitu
kesulitan untuk memahami karyanya secara kompleks. Hal ini mungkin dikarenakan buku yang
saya baca adalah buku terjemahan yang kemungkinan besar tidak bisa menyampaikan makna
setiap kalimat yang dituliskan Paulo Freire dan buku merupakan buku filsafat yang berusaha
membongkar fikiran kita dan menginjeksikan sesuatu berdasarkan hakikatnya. Tetapi secara
keseluruhan buku ini sangat disarankan untuk dibaca. Karena diakui resensi ini tidaklah dapat
mewakili buku terjemahan Paulo Freire (Pendidikan Kaum Tertindas) apalagi buku asli dari
Freire.