Liga Bangsa-Bangsa didirikan untuk mencegah perang melalui kerjasama internasional namun gagal memelihara perdamaian dunia karena tidak memiliki kekuatan untuk memaksa negara anggota yang melanggar perjanjian dan tidak mendapat dukungan dari negara-negara kuat seperti Jerman, Jepang, dan Italia.
2. Liga Bangsa-bangsa (LBB- League of
Nations)didirikan sebagai hasil perjanjian
Versailles. Barangkali, Liga Bangsa-bangsa lahir
dari konsekuensi kehancuran sekaligus
kekecewaan yang muncul pasca Perang Dunia I.
Ide-ide pembentukannya dipelopori oleh negara
pemenang perang, utamanya Amerika Serikat.
Sesuai dengan perjanjian atau kesepakatan di
dalamnya (antarpendirinya), LBB utamanya
bertujuan untuk mencegah perang melalui prinsip
“collective security”, “disarmament”, “open
discussion to replace secret diplomacy”, “self-
determination”, “negotiation”, dan “arbitration”.
Tujuan lain yang melandasi aktivitas
internasionalnya antara lain penyelundupan baik
orang perseorangan, obat-obatan, perdagangan
gelap senjata, kesehatan dunia, penjahat perang
dan perlindungan minoritas di Eropa (manifestasi
prinsip “self-determination” negara-negara Balkan).
3. Secara garis besar, Liga Bangsa- Bangsa (League of Nations)
merupakan repersentasi dari pemikiran paham liberalisme
khususnya liberalisme utopis yang meyakini bahwa
perdamaian dapat tercipta dengan kerjasama dan bahwasanya
perpetual peace sebagaimana tulisan Immanuel Kant tentang
suatu “international society”. Lebih lanjut, kaum liberalis juga
meyakini bahwa institusi internasional merupakan salah satu
hal yang dapat memajukan kerjasama yang damai
antarnegara.
Salah satu tokoh politik yang ideologi liberalnya sangat
berpengaruh dan menjadi landasan bagi berdirinya Liga
Bangsa-Bangsa adalah Woodrow Wilson dengan pemikirannya
yang dikenal dengan “Fourteen points of Woodrow Wilson”.
Perang Dunia I berakhir dengan Perjanjian Perdamaian Versailles
pada tahun 1919. Atas prakarsa Presiden Amerika Serikat,
Woodrow Wilson, didirikan suatu Liga Perdamaian yang
disebut dengan Liga Bangsa-Bangsa (League of Nations) atau
Volkenbond yang berkedudukan di Genewa, Swiss. Woodrow
Wilson adalah salah satu tokoh yang mengusulkan
perdamaian antarbangsa. Pada saat itu Woodrow Wilson
mengajukan 14 pasal usulan Wilson, dikenal sebagai Wilson’s
Fourteen Points, yang isinya antara lain sebagai berikut:
1. Pelarangan diplomasi rahasia.
2. Pengurangan senjata.
3. Pengakuan hak untuk menentukan nasib sendiri.
4. Pembentukan suatu badan gabungan bangsa-bangsa, yang
kemudian dikenal dengan nama LBB (Liga Bangsa-Bangsa).
4. Berdasarkan akibat-akibatyang ditunjukkan dalam perang dunia I, jelaslah bahwa
perang mendatangkan malapetaka bagi umat manusia. Di antara mereka timbul
kesadaran untuk mengusahakan terciptanya dunia yang damai. Usaha-usaha
perdamaian dunia antara lain dilakukan oleh beberapa tokoh-tokoh penting, di
antaranya yaitu
1. Pada tahun 1923, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Bryan, mengumumkan
Peace Plan (rencana perdamaian). Isinya adalah suatu permintaan agar setiap
pertikaian antar dua negara diperiksa terlebih dahulu oleh sebuah komisi. Komisi
bertugas untuk mengusahakan jagan sampai terjadi perang atau bahkan
diusahakan suatu perdamaian di antara kedua pihak tersebut.
2. Woodrow Wilson (AS) mengusulkan untuk mengakhiri perang dan menjamin
perdamaian dunia supaya melaksanakan Peace Without Victory yang berisi hal-
hal berikut:
• Perjanjian rahasia tidak diperbolehkan.
• Semua bangsa mempunyai kedudukan yang sama.
• Diadakan pengurusan persenjataan.
3. Peace Without Victory ini kemudian menjelma menjadi Wilson Fourteen Point (14
pasal) pada tanggal 8 Januari 1918. Isi keempat belas pasal tersebut sebagai
berikut:
• Diplomasi rahasia tidak diperboehkan.
• Pengurangan persenjataan.
• Bangsa-bangsa diberikan hak untuk menentukan nasib sendiri.
• Pembentukan Liga Bangsa-Bangsa (LBB).
Misi utama Wilson adalah membawa nilai-nilai demokratis liberal ke Eropa dan ke
seluruh dunia. Program perdamaian Wilson menghendaki berakhirnya diplomasi
rahasia, adanya kesepakatan-kesepakatan yang terbuka bagi penyelidikan
publik, adanya kebebasan navigasi di laut, dan dihilangkannya hambatan-
hambatan pada perdagangan bebas. Untuk mewujudkan tujuan ini, menurutnya
dibutuhkan suatu asosiasi umum bangsa-bangsa dengan tujuan untuk
memberikan jaminan yang saling menguntungkan atas kemerdekaan politik dan
integrasi wilayah bangsa besar dan kecil. Ide inilah yang kemudian
diemplementasikan melalui dibentuknya Liga Bangsa-Bangsa dalam Konferensi
Perdamaian Paris pada 1919.
5. Liga Bangsa-Bangsa beranggotakan 28 negara sekutu dan 14 negara netral. Tujuan
pembentukan LBB pada waktu itu adalah untuk:
1. Memelihara perdamaian dan keamanan dunia.
2. Memajukan dan memelihara hubungan persahabatan antarbangsa dan negara.
3. Menegakkan hukum serta berusaha agar perjanjian antarbangsa dipatuhi.
4. Memajukan dan memelihara kerjasama internasional di bidang ekonomi, sosial,
pendidikan, dan kebudayaan.
Tujuan utama LBB ini adalah mendorong terciptanya kerjasama internasional,
perdamaian, dan keamanan. Dengan demikian, landasan berdirinya LBB secara
keseluruhan lebih dipengaruhi oleh paham liberal dan skeptisme terhadap anggapan
kaum realis dan neorealis yang memandang sebelah mata terhadap adanya
kerjasama antar bangsa. Lebih lanjut skeptisisme realis menggarisbawahi kegagalan
Liga Bangsa-bangsa dalam memelihara perdamaian (“perpetual peace”)
dikarenakan pada saat itu negara cenderung bertindak secara otonom baik dalam
menyelenggarakan perjanjian atau menyelesaikan masalah. Beberapa contoh
signifikan ialah pengadaan pembentukan “Reparation Commission” untuk “war debt”.
Kegagalan LBB Dalam Memecahkan Masalah Dunia
Dalam pelaksanaannya, LBB tidak mampu memecahkan persoalan-persoalan besar
yang sangat penting bagi perkembangan perdamaian dunia. Beberapa
permasalahan tersebut antara lain sebagai berikut:
1. Kemajuan dalam hal pelucutan senjata tidak berhasil dijalankan. Yang terjadi
bahkan sebaliknya, yaitu terjadi perlombaan senjata antara Blok Barat dan Blok
Timur.
2. Pada tahun 1932 Jepang harus mengembalikan Manchuria kepada China, tetapi
Jepang menolak kesepakatan tersebut bahkan keluar dari LBB. LBB tidak mampu
berbuat apa-apa sehingga wibawa badan ini merosot.
3. Perang antara Italia dan Ethiopia (Abessinia) pada tahun 1935 sampai 1936. LBB
memerintahkan agar Italia menarik diri dari Ethiopia tetapi ditolak oleh Italia. Atas
keputusan LBB, 50 negara anggotanya memutuskan hubungan diplomatik dengan
Italia namun Italia tetap menduduki Ethiopia.
LBB akhirnya merencanakan tindakan militer untuk mengusir Italia dari Ethiopia.
Tetapi permasalahan kemudian timbul karena tidak ada kata sepakat untuk
mengirimkan jumlah serdadu dari masing-masing negara anggota LBB saat itu.
Karena kegagalan LBB dalam mengatasi konflik antar negara di dunia, maka
perdamaian dunia tidak dapat dipertahankan lagi. Akibatnya, pada bulan September
1939 pecah Perang Dunia II. Riwayat LBB pun berakhir sebagai badan dunia.
6. LBB memiliki peran besar pada awal-awal pembentukan dan
mampu menyelesaikan konflik-konflik internasional. Organ inti
dari LBB yaitu majelis umum, Dewan dan Sekretaris. Majelis
umum melakukan pertemuan setahun sekali, anggotanya
adalah perwakilan dari negara anggota. Anggota dewan terdiri
atas empat anggota permanen, yaitu Inggris, Perancis, italia
dan Jepang. Sedangkan anggota tidak tetap dipilih oleh
majelis umum setiap tiga tahun sekali. Sedangkan sekertaris
bertugas untuk menyiapkan agenda dan mengumumkan
laporan pertemuan.
Secara sosial, LBB berjalan dalam kondisi tidak
menguntungkan. Perang Dunia I mengakibatkan kehancuran
total sebagian besar negara-negara di dunia. Sarana publik
rusak parah. Infrastruktur seperti transportasi dan komunikasi
kolaps. Efeknya sangat multidimensional, banyak orang
mengungsi, kehilangan pekerjaan, tidak memiliki kehidupan
layak, kelangkaan pangan. Mengalami konsekuensi perang
yang demikian, maka negara berambisi mencegah pecah
perang besar berikutnya dengan berbagai cara.
Dalam susunan organisasi, LBB mempunyai empat badan
utama yaitu Sidang Umum (the council), Sekretariat Tetap (the
secretary), Dewan Khusus dan Mahkamah Internasional (the
world court). Sedangkan sifat dari keanggotaan LBB adalah
sukarela, tidak mengikat, walaupun ada sangsi berupa boikot
untuk negara-negara yang melanggar tetapi negara lain
sukarela menjalankan atau tidak. LBB tidak mempunyai alat
kekuasaan yang nyata untuk memaksa suatu negara yang
menentangnya untuk tunduk kembali ke LBB.
Secara politik, Perang Dunia I melahirkan instabilitas politik di
beberapa wilayah seperti Russia di Eropa Timur dan Itali di
Eropa Tengah. Terjadi pergolakan politik di banyak tempat dan
revolusi menggulingkan pemerintahan yang ada, seperti
Revolusi Russia, Revolusi fasisme di Italia, dan munculnya
gerakan “self-determinaton”.
7. Secara kultur, munculnya negara-negara dengan agresivitas
tinggi seperti Jerman, Jepang, dan Italia. Lahirnya “Nazi”,
“Fasisme” dan “Hakkoichiu” sebagai kekuatan politik negara
sekaligus justifikasi sejumlah agresi militer. Oleh karena itu,
seringkali negara tersebut di atas dianggap kekuatan yang
merusak “balance of power” LBB.
Ekonomi, terdapat kekhawatiran negara besar seperti Inggris,
dan Perancis terhadap potensi tantangan ekonomi yang
berasal dari Jerman. Terdapat kecurigaan bahwa bantuan yang
diberikan Amerika kepada Jerman digunakan secara diam-
diam untuk membangun persenjataan militer sekaligus melatih
pasukan khusus Jerman.
Sekuriti, lahirnya satu pemimpin Jerman yang dikagumi hampir
oleh seluruh bangsa keturunan Jerman, yakni Hitler,
melahirkan ketidakamanan secara internasional. Hitler dengan
Naziismenya mengobarkan keinginan untuk mempersatukan
seluruh bangsa Jerman yang tersebar di Eropa utara dan timur
seperti di Austria, Polandia, Hongaria, untuk membentuk satu
negara dengan superioritas di antara semua bangsa didunia.
Dari empat aspek tersebut di atas, melahirkan situasi geopolitik
yang amat signifikan mengancam meletusnya perang dunia
berikutnya. Terdapat nilai-nilai baru yang membenarkan
tindakan seorang agresor untuk mencaplok daerah di
sekitarnya seperti politik ekspansionis Hitler (Friedrich),
Heartland “McArthur”, Teori Marine “Alfred T Mahan” dll yang
seolah menjustifikasi kebijakan negara untuk membentuk
aliansi-aliansi militer. Ini memperburuk kondisi yang ada.
Intensitas politik makin tidak pasti. Kecurigaan yang muncul
dari berbagai negara menekan LBB. LBB makin tidak efektif
karena LBB tidak didukung oleh “power”. Kelemahan ini
membatasi ruang gerak LBB sehingga sebagian besar
fungsinya tidak berjalan dengan baik—dijelaskan pada sesi di
berikutnya. Semestinya apabila terjadi pelanggaran, misal
penyerangan Italia ke Abbyssinia, ditindak lanjuti dengan
memberikan sangsi, negara anggota menolak untuk
memberikan powernya kepada LBB semata-mata karena
terdapat kecenderungan mereka masih mementingkan
“domestic interest” masing. Dan LBB pun tidak bisa memaksa.
Apalagi, seolah kekuatan Jerman, Italia, Jepang saat itu
berada di seolah mengungguli negara-negara lain hingga
mereka takut memaksakan sangsi.
Namun ternyata LBB mengalami keruntuhan, karena perang
dunia kedua ternyata meletus. Hal tersebut juga dikarenakan
beberapa kelemahan dari LBB karena negara-negara besar
8. yang memiliki ideologi-ideologi ekstrim justru tidak
bergabung dalam LBB. Sehingga mereka justru merasa
bebas untuk memulai perang tanpa memikirkan negara
lain dan perjanjian perdamaian yang ada. Sedangkan
negara-negara besar anggota LBB lainnya mengalami
kerugian besar dari segi keuangan dan militer, dan tidak
memiliki kesadaran untuk memberikan bantuan untuk
menjaga perdamaian. Lagipula, hal itu juga dikarenakan
LBB sendiri tidak mampu menekan anggotanya, ia tidak
memiliki aturan kuat yang mengikat, sehingga anggota
tidak terlalu patuh. Pada akhirnya anggota LBB sendiri
yang melanggar aturan LBB. Mereka melakukan invasi
ke Jerman, karena rasa khawatir akan tindak
pembalasan yang akan dilakukan Jerman.
Menurut kami, LBB sebagai organisasi internasional
sebenarnya merupakan ide yang cemerlang. Tujuan-
tujuannya sangat ideal, tetapi juga dibutuhkan dasar
yang kuat. Jika dilihat, LBB tidak memiliki anggota yang
mampu mendominsi organisasi tersebut. Hegemon
sangat dibutuhkan agar anggota lain dapat tertib dan
mematuhi aturan yang telah disepakati. LBB sangat
lemah dalam hal ini, karena negara-negara besar justru
menganggap LBB akan merugikan mereka. LBB juga
tidak memiliki instrumen militer atau pasukan
perdamaian untuk mencegah terjadinya perang kembali.
Namun. Hal ini menjadi pembelajaran bagi organisasi
internasional lainnya untuk lebih signifikan dalam
mengatur struktur organisasinya. Apabila struktur kuat
dan ada hegemon yang mampu menjalankan tugasnya,
maka organisasi tersebut dapat berjalan dengan baik
sesuai dengan harapan, seperti PBB yang berkaca dari
LBB.
9. Pembubaran Liga Bangsa Bangsa tidak boleh
mengaburkan kenyataan bahwa Piagam PBB
berhutang banyak kepada pengalaman Liga Bangsa
Bangsa, dan karena ketentuan-ketentuannya banyak
berasal dari tradisi, praktek dan perangkat Liga
Bangsa Bangsa. Namun walaupun PBB adalah
pengganti Liga Bangsa-Bangsa dan dalam banyak hal
mencotohnya, terdapat perbedaan-perbedaan yang
mendasar antara kedua lembaga ini:
(a) Kewajiban-kewajiban negara anggota PBB
dinyatakan dalam istilah-istilah yang sangat umum,
misalnya menangani perselisihan secara damai,
memenuhi kewajiban-kewajiban mereka seperti tertera
dalam Piagam secara jujur, dan sebagainya. Di lain
pihak, kewajiban-kewajiban negara-negara anggota
Liga Bangsa Bangsa dinyatakan dan didefinisikan
dalam Covernant Liga itu dengan cara yang sangat
khusus, misalnya prosedur yang sangat rinci dalam
penyelesaian perselisihan tanpa menggunaka jalan
perang (Pasal 12, 13 dan 15).
(b) Dalam PBB, selain Sekertariat, ada lima organ
utama, yakni Majelis Umum, Dewan Keamanan,
Dewan Ekonomi dan Sosial, Dewan Perwalian
(Trusteeship) dan Mahkamah Internasional, dan
bidang masing-masing organ ditetapkan dengan teliti
untuk menghindari overlapping. Dalam Liga Bangsa-
Bangsa, selain Sekertariat, hanya ada dua organ,
yakni Majelis dan Dewan, dan masing-masing bisa
menangani “setiap permasalahan dalam bidang
10. kegiatan Liga Bangsa Bangsa atau yang mempengaruhi
perdamaian dunia” (Pasal 3 dan 4 dalam Covenant).
(c) Di dalam Piagam lebih menekankan masalah-masalah
ekonomi, sosial, kebudayaan dan kemanusiaan daripada di
dalam Covenant.
(d) Terdapat perbedaan besar antara ketentuan-ketentuan
“sanksi” dalam Pasal 16 Covenant Liga dan ketentuan-
ketentuan untuk “tindakan pencegahan” dan tindakan
pemaksaan” dalam Bab VII Piagam PBB. PBB (melalui Dewan
Kemanan) tidak dibatasi dalam mengambil “tindakan
pemaksaan”, sebagaimana halnya dengan Liga Bangsa-
Bangsa, terdapat situasi di mana negara-negara anggota
berperang dengan melanggar perjanjian dan kewajiban
mereka menurut Piagam; PBB bisa mengambil tindakan
seperti itu, jika ada suatu ancaman saja terhadap perdamaian,
atau jika pelanggaran terhadap perdamaian atau suatu
tindakan agresi telah dilakukan. Selain itu, para anggota PBB
telah setuju untuk menyediakan angkatan bersenjata dengan
syarat-syarat yang akan disepakati dengan Dewan Keamanan
dan Dewan Keamanan akan dinasihati dan dibantu oleh
Komite Staf Militer dalam mengarahkan angkatan bersenjata
(pasukan) ini. Dalam Covenant Liga tidak ada ketentuan-
ketentuan seperti ini.
11. (e) Menurut Piagam, Keputusan-keputusan diambil
berdasarkan keputusan-keputusan diambil
berdasarkan suatu mayoritas, walaupun dalam Dewan
Keamanan keputusan-keputusan selain prosedur
biasa, juga harus mendapat persetujuan lima Negara
Besar, yang merupakan anggota permanen. Dalam
Liga Bangsa Bangsa semua keputusan penting hanya
berdasarkan suara bulat. Namun tidak adil kalau kita
menganggap perbedaan ini sebagai tak
menguntungkan bagi Liga Bangsa Bangsa, karena
bukan hanya: (a) ada beberapa kekecualian terhadap
peraturan suara bulat itu, termasuk ketentuan-
ketentuan dalam Pasal 15 Covenant Liga bahwa suara
para anggota terhadap suatu perselisihan tidak
dihitung bila Dewan Liga membuat laporan dan
rekomendasi tentang perselisihan itu, tetapi (b)
keefektifan Covenant Liga tergantung pada ketaatan
para anggotanya dan bukan pada keputusan-
kepurusan organik badan-badan Liga, sementara
menurut Piagam PBB, tekanan diberikan kepada
keputusan-keputusan badan-badan seperti Dewan
Keamanan, dan kurang ditekankan pada kewajiban-
kewajiban khusus para anggota.
Covenant dari Liga Bangsa Bangsa berisi 26 pasal
yang singkat dan lebih pendek serta mudah dibaca
dibandingkan dengan UUD Amerika Serikat, yang di
dalamnya memuat ketentuan tentang kemungkinan
untuk membuat amademen. Perjanjian Versailles yang
ditandatangani antara kekuatan-kekuatan sekutu dan
gabungan dengan Jerman pada tahun 1919 antara lain
ketentuan-ketentuan khususnya memuat bebagai
modifikasi hukum internasional yang merupakan
tambahan dalam penyusunan 26 pasal Covenant Liga
Bangsa Bangsa tersebut. (Covenant itu juga muncul
sebagai 26 pasal pertama dalam Perjanjian-perjanjian
Germain, Trianon dan Neudly yang ditandatangani
antara kekuatan-kekuatan sekutu dan gabungan
dengan masing-masing Austria, Hongaria dan
Bulgaria. Amerika Serikat menandatangani ketiga
perjanjian tersebut termasuk Perjanjian Versailles
tetapi tidak meratrifikasinya).