Dokumen tersebut menceritakan kisah Li Cheng, seorang pemuda yang ingin belajar di Biara Shaolin. Ia awalnya merasa tugas-tugasnya seperti mencuci piring dan menyapu halaman tidak berkaitan dengan tujuannya. Namun, setelah beberapa tahun berjuang, ia menyadari bahwa proses yang dilaluinya memberikan pelajaran berharga tentang keseimbangan, kecepatan, dan penguasaan diri. Ia akh
1. MENGGALI POTENSI INNER POWER BELAJAR DARI NEGERI CINA SEBUAH DIALOG GURU DAN MURID Prepared by BAHRANI TELKOM BEKASI, 24 Maret 2009 Klik disini utk film
3. LATAR BELAKANG Li Cheng adalah seorang pemuda yang merasa kecewa dengan kehidupan dunia persilatan yang begitu kejam, mendatangi biara Shaolin dengan ketetapan hati untuk menjadi seorang bhiksu yang mumpuni di semua bidang olah rohani dan kanuragan. Li Cheng tidak hanya ingin suci, tetapi juga sakti.
4. “ Guru, maafkan kelancangan saya, tetapi saya datang menghadap Guru dengan segala ketetapan hati untuk menjadi murid disini” katanya kepada pimpinan biara. “Mohon Guru berkenan menerima saya sebagai murid.” Sebuah tekad untuk mendaki gunung kesulitan “ Dunia ini begitu indah, Nak. Begitu banyak tawaran menggiurkan di luar. Kenapa kamu ingin menjalani hidup keras di biara yang sepi ini ?” Segala kesunyian dan kerasnya hidup disini hanya merupakan harga yang wajar untuk kesempurnaan rohani dan kesaktian yang saya tahu nantinya harus diderma-baktikan juga bagi dunia ini, Guru” Apakah aku boleh mengartikan kata-katamu sebagai hasrat yang membara, Nak ? Sebuah tekad untuk mendaki gunung kesulitan ?” “ Bahkan saya sudah bertekad untuk tidak mengeluh, Guru.”
5. Pada detik itu pula sirnalah keramah-tamahan penyambutan seorang tamu. Li Cheng bukan tamu lagi. Kini dia adalah murid magang , dan kerasnya hidup di biara dimulai. Sekarang kata-kata dan tekad bulatnya mulai ditelan sunyi. Kepala biara adalah penguasa tertinggi baginya dan tutur katanya adalah peraturan. “ Baiklah, Li Cheng, kamu bertugas membantu di dapur.” Li Cheng mulai merasakan kerasnya hidup di biara Tiga bulan berlalu dan bara di hati Li Cheng mulai sedikit meredup disiram keraguan. Ia mulai bertanya-tanya apakah kebijakan pimpinan biara yang menaruhnya di dapur itu sungguh bijakasana. Tak tahan untuk mengeluarkan uneg-unegnya, akhirnya ia mencari kesempatan untuk menghadap.
6. “ Maaf, Guru, tiga bulan telah berlalu, tapi tak satu bukupun boleh saya baca. Tak satu juruspun diajarkan kepada saya. Bukan pedang yang saya pegang, tetapi hanya pisau pengupas buah dan pemotong sayur cincang. Selama ini mungkin para murid yang lain telah Guru ajari untuk menguasai nafsu dan menyucikan diri, tetapi saya hanya kebagian nyuci piring dan wadah nasi. Saat tekadnya mulai meredup “ Li Cheng, bukankah kamu telah bertekad untuk tidak mengeluh ?” “ Saya tidak mengeluh, Guru. Saya hanya bertanya-tanya apakah Guru tidak keliru menempatkan saya sekian lama di dapur, tanpa belajar apapun kecuali mencincang sayur.”
7. “ Tapi, Guru, …….” Saat tekadnya mulai meredup “ Mungkin itu salah, Li Cheng, tapi yang satu ini kukira tidak. Tugasmu sekarang adalah nyapu kompleks dan mencari air.” “ Maaf, Li Cheng, aku harus membimbing meditasi. Kalau merasa tak menemukan apa-apa disini, kamu bebas untuk pulang sekarang juga.” Walau kini ragu, Li Cheng masih menerima kemungkinan, bahwa inilah barangkali harga wajar yang harus ia bayar untuk kesempurnaan yang ia cita-citakan. Tetapi, bekerja di luar membuat hatinya justru lebih panas. Tiga bulan lagi telah berlalu dan dia belum mendapatkan pelajaran berharga. Selagi ia nyapu atau mencari air, ia tahu bahwa murid-murid lain sedang mendapat tuntunan istimewa. Kadang-kadang ia sempat mengintip. Ada yang berlatih kungfu, ada yang meditasi, ada pula yang membaca buku.
8. Saat kesadaran mulai terbuka Marah dia. Dan dalam marahnya ia berputar-putar sekuat tenaga menggerakkan gagang sapunya. Karena putarannya, tercipta gerak seperti angin puyuh yang menerjang sampah yang berserakan. Sampah terkumpul di pojok dan hasil dari proses nyapu yang biasa dia lakukan kini dia capai tanpa menyentuhkan sapu di tanah. Energi yang tercipta karena kemarahannya sungguh luar biasa. Masih beruntung , dia tidak terbakar habis olehnya. Sebaliknya , ia dapat menguasainya untuk memenuhi tugasnya. Sehabis nyapu, disambarnya dua ember besi dan pikulannya. Ia akan secepat mungkin mencari air. Tujuh gentong besar yang menjadi tanggung jawabnya harus penuh sebelum matahari berada di atas ubun-ubun. Padahal ia tahu, ember besi itu tidak hanya berat, tetapi juga bocor, dan jarak tempuh pencarian air ke sumbernya lumayan jauh. Jalan licin berbatu.
9. Saat tekadnya mulai membara kembali Bulan telah berganti tahun, dan kini baru ia sadari bahwa tempat air yang yang terbuat dari besi yang tadinya sulit diangkat dan dibawa sekarang menjadi ringan dan keseimbangan tubuh melewati jembatan kecil serta sungai yang berbatu-batu licin bukanlah hal sulit lagi. Kakinya lincah menari di atas batu-batu bundar nan licin. Dengan beban, tubuhnya meliuk lincah mencari keseimbangan. Lima belas bulan berlalu dan kini ia mulai melek. Kesadarannya terbuka untuk menghargai seluruh proses yang sedang ia jalani itu, bukan sebagai ujian percobaan, tetapi sebagai the real practices. Seluruh pekerjaan yang semula ia pandang hina, yang terpaksa ia terima dengan semangat mau membayar harga yang harus dibayar, kini ia sadari bahwa semua itu adalah praktek pencarian kesempurnaan itu sendiri.
10. Hatinya merunduk penuh pengakuan sebagai orang yg masih mentah dan hijau Rasa marah karena mengira diperlakukan kurang semestinya berubah menjadi rasa syukur mendalam penuh terima kasih dan kerendahan hati. Dan mukjizatpun terjadi, energi marah yang luar biasa besar itu mereda, dan sebagai gantinya muncul energi syukur dan terima kasih yang jauh lebih dahsyat, yang akan cukup untuk menghadapi rintangan apapun. Dengan semangat berkobar, tetapi dengan hati merunduk penuh pengakuan sebagai orang yang masih hijau dan mentah, Li Cheng menghadap Gurunya.
11. “ Terima kasih, Guru. Rasanya saya tahu apa yang mesti saya petik dari semua yang Guru perintahkan kepada saya. Saya siap menjalani tuntunan Guru selanjutnya.” Saat berterima kasih pada diri sendiri “ Berterimakasihlah kepada dirimu , Li Cheng. Aku hanya melakukan apa yang aku ketahui. Ternyata itu cocok untukmu dan beberap orang lain. Banyak yang tidak bisa menangkap apa yang seharusnya mereka tangkap.” “ Sayapun tidak akan sampai, kalau hanya mengikuti amarah dan tidak merenungkan semua proses itu, Guru.”
12. “ Semua orang merenungkan prosesnya, Li Cheng. Tetapi mereka mengukur dengan tolok ukur kebenaran mereka sendiri, berdasarkan apa yang mereka ketahui, atau apa yang mereka rasa mereka ketahui. Karena merasa tahu apa yang utama, apa yang sampingan, mereka cepat menilai bahwa memotong sayur, nyuci piring, nyapu dan cari air tidak ada hubungannya dengan kesempurnaan diri seorang bhiksu.” Jangan mengukur sesuatu dgn tolok ukur kebenaran sendiri “ Ya, ‘merasa tahu’ itulah yang secara tak sadar hidup di benak saya juga, Guru.”
13. “ Disuruh mencari air, mereka mengira tujuan utama dan satu-satunya ya tersedianya air. Kamu beruntung, karena dengan mencari air kamu menemukan dasar-dasar keseimbangan diri dan ilmu meringankan tubuh. Disuruh nyapu, mereka mengira tujuannya adalah bersihnya halaman. Kamu beruntung, karena kamu tahu dasar-dasar kibasan serangan di keleluasaan. Kamu berhasil menggambar pola tertentu di permukaan tanah, tanpa menyentuhkan sapumu padanya. Disuruh nyincang sayur, mereka mengira sedang persiapan masak. Kamu beruntung, karena kamu tahu kecepatan gerak dan presisi potongan jarak pendek. Jangan mengukur sesuatu dgn tolok ukur kebenaran sendiri
14. “ Disuruh berpuasa, mereka mengira tujuan utama dan satu-satunya adalah terkuasainya rasa lapar untuk waktu yang ditentukan. Kendati mereka melakukannya dengan sempurna, tetapi kalau mereka menangkap hanya itu, aku akan mengatakan bahwa mereka itu gagal. Kalau menangkap lebih dari itu, cacat dalam pelaksanaan pun akan kukatakan bahwa mereka itu berhasil. Kalaupun gagal, mereka jauh lebih beruntung, karena dari kegagalan itu mereka akan banyak belajar. Mereka yang melulu terfokus pada hasil akhir dari pelaksanaan suatu anjuran itu terbiasa memenggal-menggal kehidupan ini dan menghayatinya sebagai potongan-potongan yang tidak saling berhubungan. Mereka terjebak pada hasil yang mereka kira sudah mereka ketahui, dan tak peduli pada pergulatan maupun pencarian sesuatu yang tidak langsung kasat mata berkaitan dengan semua tindakan mereka.” Jangan mengukur sesuatu dgn tolok ukur kebenaran sendiri
15. Li Cheng menunduk, mengangguk-angguk dan berkata, “Saya menggapai sedikit sekali dari kebijaksanaan Guru.” Sempurna, cacat ... mana yang lebih sempurna ? “ Kamu telah berhasil menyingkap teka-teki, Li Cheng. Sempurna, cacat – mana yang lebih sempurna ? Karena kamu berjuang, kamu paham bahwa cacat itu ternyata lebih sempurna dari pada apa yang dianggap pelaksanaan yang sempurna oleh mereka yang hanya mementingkan hasil. Berhasil, gagal – mana yang lebih berhasil ? Karena kamu berjuang, kamu paham bahwa gagal itu lebih berhasil dari pada keberhasilan mereka yang tatapannya hanya terarah pada hasil akhir yang mereka kira mereka ketahui. Utama, sampingan – mana yang lebih utama ? Karena kamu berjuang, kamu tahu bahwa yang sampingan itu lebih utama dari pada yang dianggap utama oleh mereka yang pandangannya hanya menerawang pada hasil akhir dari suatu tindakan.”
16. Ternyata perjuangan (proses) itu sangat berharga Sampai sebelas tahun Li Cheng bertekun di biara Shaolin, sampai akhirnya ia memutuskan untuk keluar. Bhiksu, bukan bhiksu, apa bedanya ? Bukan bhiksu bisa lebih bhiksu dari pada bhiksu sendiri. Di dalam, di luar, apa bedanya ? Di luar bisa lebih di dalam dari pada yang di dalam. Perjuangan lebih berharga dan membuat Li Cheng lebih kaya dari pada hasil pelaksanaan sebuah petunjuk. Li Cheng akhirnya mengetahui bahwa suatu petunjuk itu tidak selalu hanya mempunyai satu tujuan. Atau dengan kata lain itu bukanlah satu-satunya tujuan. Li Cheng dapat menjadi bangga sebagai manusia. Saat dia mampu menyadari kekuatan yang muncul dari dalam dirinya, maka dia sangat berterima kasih kepada dirinya sendiri, mengenali dirinya yang sesungguhnya. Hanya dengan memahami diri sendiri, bersahabat dengan diri sendiri, maka inner power nya secara bertahap akan terangkat ke permukaan kesadaran.