Tiga masalah utama yang dihadapi petani tembakau di Madura adalah ketidakpastian harga, kuota pembelian, dan masuknya tembakau dari luar daerah. Ketidakberdayaan petani disebabkan oleh panjangnya rantai niaga tembakau dimana petani berada pada posisi terbawah menghadapi bandol dan juragan. Pemerintah dinilai lemah mengatur tata niaga tembakau.
Beginners Guide to TikTok for Search - Rachel Pearson - We are Tilt __ Bright...
Posisi Tawar Petani dalam Tataniaga Tembakau
1. Posisi Tawar Petani dalam Tataniaga Tembakau
Akhmad Jayadi
Posisi petani tembakau di Madura (khususnya Pamekasan) selalu rentan. Setiap musim
tembakau (bulan Mei-September) mereka menghadapi berbagai ketidakpastian dalam
tataniaga tembakau. Selain ketidakpastian harga dan kuota pembelian, mereka dihadapkan
juga pada ancaman masuknya tembakau dari luar. Masuknya tembakau dari luar pada
gilirannya mempengaruhi harga dan pembelian dari pabrikan.
Fungsi pemerintah sebagai stabilisator pasar dan regulator tataniaga tidak berjalan
dengan baik. Perda yang dibuat untuk melindungi mengatur interaksi antara pabrikan dan
petani banyak mengandung celah sehingga perlu direvisi1
. Tindakan paling maksimal yang bisa
dilakukan pemerintah hanyalah teguran dan pengawasan2
.
Ketidakpastian dalam Ketidakberdayaan
Salah satu solusi mengatasi ketidakpastian harga adalah dengan meminta jaminan
pemerintah daerah dari pembelian yang tidak wajar oleh pihak pabrikan. Pemerintah bisa
menetapkan harga pembelian terendah (BEP) di atas biaya produksi tembakau. Jika ada
pembeli yang melanggar, pemerintah bisa memberi sanksi. Namun dalam praktiknya
pemerintah hanya memberi teguran saja dan tidak mengatur sanksi3
.
Ketidakpastian kuota pembelian bermula dari tidak terbukanya pabrikan kepada
pemerintah daerah (dalam hal ini Disperindag) tentang rencana jadwal dan jumlah pembelian4
.
Jika sejak jauh hari sebelum masa tanam tembakau perwakilan pabrikan melaporkan rencana
pembeliannya, maka pemda bisa menyebarluaskannya pada petani, sehingga petani bisa
menentukan rencana tanamnya. Pada kenyataannya pemerintah tidak memiliki kekuatan
memaksa pabrikan, walau sudah dibuatkan Perda5
.
Masuknya tembakau dari luar Madura sudah diantisipasi oleh Pemda Pamekasan
dengan menerbitkan Perda Nomor 6 tahun 2008 tentang Penatausahaan Tembakau dimana
penjual atau pembeli tembakau di Pamekasan dilarang mencampur tembakau luar Madura
kecuali dalam kuantitas tertentu (di bawah 1 kwintal) untuk konsumsi sehari-hari. Dalam
1
http://surabaya.bisnis.com/m/read/20140816/10/73760/dprd-pamekasan-revisi-perda-tembakau-ini-alasannya
diakses 30 September 2014
2
http://mediamadura.com/pemerintah-dinilai-lemah-kendalikan-peredaran-pupuk-bersubsidi/ Diakses 17
Oktober 2014
3
http://www.maduraterkini.com/berita-pamekasan/pabrikan-berpotensi-mainkan-harga-tembakau.html/2
Diakses 7 Oktober 2014
4
http://www.pwipamekasan.com/catatan-dialog-tata-niaga-tembakau-pwi-pamekasan/ Diakses 7 Oktober 2014
5
http://www.jdih.setjen.kemendagri.go.id/files/KAB_PAMEKASAN_6_2008.pdf Diakses 16 Oktober 2014
2. implementasinya Perda ini dinilai tidak efektif dan tidak efisien, pasalnya selain memakan biaya
besar untuk pengawasannya (melibatkan polisi dan satpol PP), perda ini juga mudah dikelabui
oleh oknum6
.
Posisi Tawar dalam Tata Niaga
Masalah ketidakpastian dan ketidakberdayaan petani dalam pertanian tembakau
berawal dari satu masalah mikro yaitu mata rantai tata niaga tembakau. Ada beberapa aktor
yang terlibat dalam tataniaga tembakau, dan petani berada di posisi paling rendah. Dua aktor
yang setidaknya harus dihadapi petani yaitu bandol dan juragan. Posisi petani dan aktor lain
dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 1
Lembaga Pemasaran dan Hubungannya Pada Agribisnis Tembakau di Madura7
.
Bandol (tengkulak) bebas adalah pedagang yang membeli tembakau dari petani, dan
bebas menjual kepada juragan (ranting) mana saja8
. Bandol (tengkulak) terikat adalah pedagang
yang membeli tembakau dari petani, dan menjualnya hanya pada satu juragan (ranting)
tertentu. Ranting (juragan) adalah pemilik gudang yang dipercaya oleh gudang pabrik untuk
membeli tembakau dari bandol sesuai kriteria tembakau yang dibutuhkan. Gudang pabrik
(pabrikan) adalah perusahaan rokok (misalnya Sampoerna, Gudang Garam, Djaroem, Bentoel,
Nojorono dll.) yang memiliki kuasa pembelian di tiap wilayah di Madura (misalnya di
Pamekasan dan Sumenep).
Posisi Tawar Petani di Depan Bandol
6
http://radarmadura.co.id/2014/09/polres-pamekasan-sita-tiga-truk-pengangkut-tembakau-jawa/ Diakses 30
September 2014
7
Solfiyah et.al, 2009 dalam Handewi P. Saliem, “Permasalahan dan Tantangan Pertanian Tembakau serta
Solusinya”, Presentasi pada FGD Pertanian Tembakau, Bogor, 16 Oktober 2014
8
Lihat juga Akhmad Jayadi & Taufik Arbiansyah, “Sengsara di Timur Jawa: Kisah Ketidakberdayaan para Petani
Tembakau Sumenep, Pamekasan dan Jember Menghadapi Tata Niaga Tembakau yang Memiskinkan”, Yayasan
Indonesia Sehat, Jakarta, 2012 hal 17
3. Menjelang masa panen, bandol mulai mencari tembakau untuk dibeli. Pembelian
tembakau oleh bandol terdiri atas dua jenis, yaitu beli langsung dalam bentuk tanaman
(tebbasan), dan beli tembakau dalam bentuk rajangan. Harga tembakau tebbasan lebih murah
daripada rajangan, karena tanpa melewati proses pemetikan, penggulungan, penyimpanan,
perajangan dan penjemuran. Biasanya tembakau tebbasan dibeli dalam hitungan per seribu
pohon, misalnya Rp 2,5 juta9
. Tembakau rajangan lebih mahal, namun kadang tidak lebih
menguntungkan.
Petani ada yang lebih suka menjual tebbasan, ada juga yang lebih suka rajangan. Petani
yang menjual rajangan biasanya memiliki modal untuk membayar kuli petik, gulung, rajang dan
jemur. Namun masalah yang dihadapi adalah ketidakpastian harga dari bandol. Adakalanya
bandol membayar di awal, adakalanya menjanjikan di akhir ketika tembakau yang dibelinya
sudah laku ke juragan (pemilik gudang). Kedua model pembayaran tersebut sama-sama
menyimpan masalah bagi petani. Namun pembayaran di awal masih lebih baik daripada
pembayaran di akhir.
Dalam membeli tembakau, bandol menerapkan sistem potong timbangan. Jika misalnya
berat satu bal tembakau petani adalah 51 kg, biasanya bandol menghitungnya 50kg. Selain itu
bandol masih akan memotong “kepala”, yaitu 5 kg, karena beratnya 50-an kg. Jika berat satu
bal tembakau tersebut 45kg, maka potongannya adalah 4kg10
. Petani tidak bisa memprotes
tindakan bandol tersebut, karena bandol menganggapnya sebagai biaya transportasi11
dan
komisi telah membantu meloloskan tembakau tersebut ke gudang.
Pembayaran di akhir pembelian lebih parah lagi. Selain menghadapi persoalan potongan
timbangan di atas, mereka masih terancam tidak dilunasi jika bandol merugi. Seringkali petani
tidak berani melawan bandol yang demikian, dan memilih membiarkan dirinya kehilangan uang
tembakau yang nilainya mencapai jutaan rupiah12
.
Lemahnya posisi petani di depan bandol diakibatkan oleh panjangnya rantai niaga
tembakau. Petani tidak dapat menjual tembakaunya langsung ke juragan karena juragan hanya
menerima pembelian dalam jumlah cukup besar. Bandol adalah kepanjangan tangan juragan
untuk membeli tembakau-tembakau dari petani.
9
Wawancara dengan Anton Waluyo, petani tembakau asal Desa Artodung, Kecamatan Galis, Kabupaten
Pamekasan, 15 Oktober 2014
10
Wawancara dengan Herli Budianto, petani tembakau asal Desa Montok, Kecamatan Larangan, Kabupaten
Pamekasan, September 2012
11
http://rrisumenep.com/penyiar/reporter/1646-panen-tembakau-tinggal-5-persen.html Diakses 17 Oktober
2014
12
Lihat pengalaman Samiman, petani dari Desa Sokalelah, Kecamatan Kadur, Kabupaten Pamekasan dalam
Akhmad Jayadi dan Taufik Arbiansyah, 2012 hal 15.
4. Posisi Tawar Bandol di Depan Juragan
Tidak semua tembakau yang dibawa bandol akan dijamin dibeli oleh juragan. Mereka
masih harus menghadapi grader di gudang. Grader adalah pemeringkat yang bertugas
menentukan kualitas (dan harga) tembakau. Grader membantu juragan memutuskan harga
tembakau yang dibawa bandol, namun kadang grader adalah pemilik gudang (juragan) sendiri.
Ada tiga kualitas yang dinilai, yaitu keharuman, warna dan kelengketan13
.
Kualitas dan harga tembakau ditentukan sepihak oleh grader (juragan). Bandol tidak
dapat melakukan tawar menawar, kecuali hanya berharap dan memohon agar tembakaunya
dibeli dengan harga tinggi. Bandol akan merugi manakala tembakaunya dibeli juragan dengan
harga lebih murah dari harga yang telah dibayarkannya pada petani, atau, walaupun harganya
di atas harga yang dibayarkannya pada petani, namun masih belum menutupi ongkos produksi,
seperti beli tikar, transportasi, kuli angkut dan lain-lain.
Ketidakpastian harga dari grader di gudang, dan ketidakberdayaan bandol menawarnya
melahirkan sistem bayar di akhir oleh bandol kepada petani. Ketidakberdayaan petani menolak
sistem atau harga dari bandol akibat panjangnya rantai niaga tembakau. Petani berharap
bahwa pemerintah dapat memotong rantai penjualan tersebut melalui program sekolah lapang
dan program kemitraan antara pabrikan dan petani14
.
Posisi Tawar Juragan di Depan Pabrikan
Setiap tembakau yang dibeli juragan dari bandol disesuaikan dengan kriteria tembakau
yang dibutuhkan oleh pabrikan. Biasanya juragan terikat kontrak dengan satu pabrikan, namun
tidak sedikit juga juragan yang bebas menjual tembakaunya ke pabrikan mana saja. Untuk itu
juragan melakukan pengelompokan jenis tembakau per jenis pabrikan. Pabrikan telah
memberikan arahan tentang kualitas yang akan dibeliya, misalnya soal keharuman, warna dan
kelengketan tembakau15
.
Jika ada tembakau yang tidak terbeli oleh pabrikan maka akan disimpan di gudang
juragan. Gudang tersebut memiliki kualifikasi tertentu sehingga memungkinkan penyimpanan
tembakau untuk satu tahun ke depan. Umumnya juragan tidak pernah rugi, karena masih dapat
menyimpan tembakaunya yang ditawar murah (oleh pabrikan) tahun ini untuk dijualnya tahun
depan. Resiko yang dihadapi juragan hanyalah kesulitan (lebih tepatnya penundaan) likuiditas
manakala banyak tembakaunya tidak terbeli pabrikan tahun ini.
13
http://peluangusaha.kontan.co.id/news/berkat-jasa-hidung-mereka-terpilih-daun-tembakau-prima-1 Diakses 17
Oktober 2014
14
http://mediamadura.com/inilah-kesimpulan-dialog-pwi-yang-disampaikan-ke-pemkab/
15
Wawancara dengan H. Samsul, pemilik gudang di Desa Tentenan Timur, Kecamatan Larangan, Kabupaten
Pamekasan, 16 September 2014
5. Jika tahun ini seorang juragan menyimpan tembakau yang dibeli murah dari bandol
(pada akhir masa pembelian), dan menjualnya tahun depan pada masa awal pembelian (ketika
harga masih tinggi)16
, maka juragan tersebut akan untung besar. Juragan akan menjual semua
tembakaunya jika kuota pembelian pabrikan belum terpenuhi, dan harga dirasa
menguntungkan. Sebaliknya, juragan akan menyimpan tebakaunya jika kuota pembelian
pabrikan telah terpenuhi, atau harga tawaran pabrikan dianggap kurang menguntungkan
juragan.
Masalah lain di luar harga tawaran pabrikan adalah waktu pembelian yang tidak
menentu. Sejak sepuluh tahun terakhir, jadwal pembelian antar pabrikan tidak sama, sehingga
menciptakan pasar monopsoni (dari yang awalnya oligopsoni), dimana hanya ada satu pabrikan
yang buka, sementara pabrikan lain masih tutup17
. Akibatnya antar juragan bersaing di depan
satu pabrikan. Fenomena serupa juga terjadi di daerah lain, Bojonegoro misalnya18
.
Posisi Tawar Pabrikan
Ada beberapa alasan mengapa pabrikan menetapkan harga, yang tidak bisa ditawar
oleh juragan (serta bandol, dan otomatis juga, petani). Alasan pertama adalah rendahnya
kualitas tembakau petani. Hal ini biasanya disebabkan oleh cuaca maupun cara tanam yang
kurang baik. Alasan kedua adalah perilaku petani atau bandol yang memperburuk kualitas
tembakau, misalnya dengan mencampur tembakau rajang dengan gula (gula pasir yang
digiling), atau mencampur tembakau Madura dengan tembakau Jawa (misalnya Paiton, Besuki
atau Bojonegoro).
Alasan ketiga adalah tidak kompetitifnya harga tembakau Madura dibanding tembakau
daerah lain. Seringkali murahnya tembakau daerah lain (atau bahkan tembakau impor)
dijadikan alasan turunnya harga tembakau Madura. Untuk itu pemda Pamekasan mengeluarkan
Perda Nomor 6 tahun 2008 tentang Penatausahaan Tembakau yang salah satu pasalnya
mengatur tentang pelarangan masuknya tembakau luar Madura.
Alasan keempat adalah adanya biaya partisipasi yang harus dibayar pihak pabrikan,
yakni Rp 100,- per tiap kilogram tembakau yang dibelinya dari juragan. Biaya yang diatur dalam
Perda Nomor 6 tahun 2008 ini membuat total semua pabrikan tiap tahunnya mengeluarkan
16
Lihat mekanisme harga yang berubah setiap waktu di Akhmad Jayadi “Pilihan Dilematis Petani Madura”,
Makalah Dipresentasikan pada Seminar Nasional Pertanian Tembakau, Fakultas Pertanian, Universitas
Muhammadiyah Jakarta, 8 Januari 2014, dan Akhmad Jayadi & Taufik Arbiansyah, 2012 hal 23.
17
http://www.maduraterkini.com/berita-pamekasan/pabrik-belum-buka-bandul-tak-berani-beli-tembakau.html
Diakses 18 Oktober 2014
18
http://blokbojonegoro.com/read/article/20140803/pabrikan-tembakau-diharap-buka-semua.html Diakses 18
Oktober 2014
6. biaya sekitar Rp 2,4 miliar. Pihak yang terkena pada akhirnya adalah petani, karena pabrikan
akan menurunkan harga beli tembakau.
Berharap pada Dewan dan Wartawan
Ada tiga wadah dimana petani biasa berharap, yaitu anggota dewan (DPRD), wartawan
dan kelompok peduli (mahasiswa ataupun komunitas). DPRD dapat membantu petani dengan
pembuatan regulasi, atau pemanggilan atas SKPD terkait. Wartawan dapat membantu petani
dengan meneruskan berita terkait masalah petani tembakau. Kelompok peduli biasanya
menggelar diskusi atau aksi turun ke jalan manakala ditemukan jalan buntu dalam pemecahan
masalah petani.
Salah satu contoh tindakan DPRD Pamekasan badalah dengan rencana revisi perda yang
mengatur pengambilan sampel tembakau di pabrikan. Langkah tersebut diambil setelah ada
permintaan dari kelompok peduli (aktivis mahasiswa)19
. Langkah DPRD lainnya adalah
pemanggilan SKPD ketika terjadi kelangkaan pupuk, penurunan harga20
dan lain-lain. Langkah
Persatuan Wartawan Indonesia Pamekasan dalam membentu petani misalnya dengan
mengadakan dialog bertema “Mengawal Tataniaga Tembakau” yang menghasilkan 6
kesimpulan dan diserahkan pada Pemda Pamekasan untuk diperhatikan dan ditindaklanjuti21
.
Posisi tawar akan setara jika ada kekuatan yang seimbang antara petani, bandol, gudang
dan pabrikan. Salah satu solusi yang bisa dilakukan pemerintah dan dewan adalah dengan
merevisi Perda Nomor 6 tahun 2008 tentang Penatausahaan Tembakau, dengan mewajibkan
semua pabrikan untuk melakukan pembelian secara serentak dalam waktu yang bersamaan.
Jika ada beberapa pembeli (pabrikan dan gudang) yang bersaing memperebutkan tembakau
yang ditawarkan penjual (bandol dan petani), maka akan tercipta mekanisme pasar yang sehat.
Dan harga tembakau akan bergerak mengikuti kekuatan demand dan supply tembakau.
19
http://www.koranmadura.com/2013/10/11/dprd-akan-perketat-pengambilan-sampel-tembakau/ diakses 10
Oktober 2014
20
http://www.madurachannel.com/madura/berita-madura/ekonomi/9887-anjlok-komisi-b-dprd-sumenep-curigai-
ada-permainan.html diakses 30 September 2014
21
http://www.pwipamekasan.com/catatan-dialog-tata-niaga-tembakau-pwi-pamekasan/ Diakses 10 Oktober 2014