Pola Dasar Sistem Pendidikan Kader GMKI 2006 membahas evaluasi sistem pendidikan kader sebelumnya dan merumuskan pola baru untuk menyesuaikan perkembangan organisasi. Dokumen ini meninjau visi, misi, dan nilai-nilai GMKI serta sejarah pendidikan kader organisasi untuk membangun landasan baru sistem pendidikan yang fleksibel dan relevan dengan konteks saat ini.
1. Pola Dasar Sistem Pendidikan Kader GMKI 2006
POLA DASAR SISTEM PENDIDIKAN KADER
GERAKAN MAHASISWA KRISTEN INDONESIA TAHUN 2006
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pola Dasar Sistem Pendidikan Kader GMKI 2006 adalah rumusan garis-garis besar
sistem Pendidikan kader yang akan dilaksanakan oleh GMKI. Pola Dasar Sistem
Pendidikan Kader merupakan strategi Pendidikan kader GMKI yang disusun secara
sistematis, terencana, dan integralistik agar Pendidikan Kader GMKI dapat berjalan
secara utuh, menyeluruh, dan terpadu dalam menghasilkan pemimpin yang memiliki
profil tertentu. Dengan demikian, Pola Dasar Sistem Pendidikan Kader ini akan
memberi arah bagi pencapaian Tujuan Pendidikan Kader GMKI.
Dalam pelaksanaannya, pola dasar ini memiliki fleksibilitas untuk melakukan adaptasi
sesuai dengan keunikan organisasi, peta perkembangan kebutuhan kader, dan laju
perkembangan medan pelayanan. Perumusan Pola Dasar Sistem Pendidikan Kader GMKI
ini mempertimbangkan aspek-aspek penting dalam kehidupan organisasi yang meliputi:
1. Visi dan Misi GMKI.
2. Permasalahan dan Dinamika Internal Organisasi.
3. Kecenderungan Kondisi Eksternal.
4. Nilai-nilai dan Prinsip GMKI.
5. Aspek Teologis sebagai Dasar Panggilan dan Pelayanan GMKI.
1.1.1. Evaluasi PDSPK 1992-2002
Selesainya masa kurikulum PDSPK GMKI 1992-2002, GMKI dihadapkan dengan
pertanyaan, akan bagaimanakah kelanjutan Pendidikan kader di GMKI? Pertanyaan
ini setidaknya menegaskan beberapa hal, Pertama: GMKI harus melakukan evaluasi
terhadap pelaksanaan Pendidikan kader yang dilaksanakan selama ini, Kedua:
evaluasi yang dilakukan harus mencakup seluruh aspek PDSPK 1992-2002, dan Ketiga:
harus dirumuskan Pendidikan kader yang dapat di akses oleh seluruh kader GMKI,
dimana konteks dan konten Pendidikan kader ini harus relevan dengan pergumulan
organisasi di masa depan.
Secara historis penyusunan PDSPK 1992-2002 bermula dari penelitian profil
kepemimpinan kader GMKI yang diadakan pada tahun 1990 oleh Yayasan Bina Darma
Salatiga. Penelitian ini menghasilkan sejumlah rekomendasi, yang kemudian
ditindaklanjuti oleh Pengurus Pusat GMKI masa bakti 1990-1992 dengan membentuk
tim penyusun draft PDSPK. Dimana draft tersebut mulai dibahas pada Kongres GMKI
1992 di Tomohon dan ditetapkan pada Kongres GMKI 1994 di Pekanbaru. Rangkaian
penyelesaian PDSPK 1992-2002 yang memerlukan waktu hampir sepuluh tahun, sejak
Tahun 1992 sampai Tahun 2000, berbagai studi yang dilakukan oleh Kongres dan
Pengurus Pusat, penulisan modul-modul pelatihan dan uji coba kurikulum sebanyak 7
kali, paling tidak telah menggambarkan sebuah proses yang panjang dan sangat
melelahkan. Sejak dipersembahkannya kurikulum, modul, petunjuk pelaksanaan dan
sistem evaluasi pada Kongres GMKI 2000 di Bali sampai selesainya masa kurikulum
pada Tahun 2002, cabang-cabang GMKI memiliki masalah serius dengan
implementasi secara terencana dan sistematis PDSPK 1992-2002. Artinya apapun
alasan yang dikemukakan, waktu 2 tahun menjelang selesainya masa kurikulum
PDSPK 1992-2002, tidak memberikan kemungkinan cabang-cabang
mengimplementasi PDSPK. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pendidikan kader
GMKI mengalami kerancuan berkaitan dengan konsistensi dan ketepatan
2. Pola Dasar Sistem Pendidikan Kader GMKI 2006
implementasi pendidikan kader. Sejak Kongres GMKI 2002 di Tondano, evaluasi
terhadap sistem pendidikan kader GMKI dan berbagai masalah seputar pembinaan
anggota mulai dilakukan oleh cabang-cabang GMKI. Beragam fakta empirik berkaitan
dengan evaluasi PDSPK GMKI 1992-2002 ini seakan membuka kembali perdebatan di
awal Tahun 90-an sehubungan dengan berbagai perubahan yang terjadi di medan
pelayanan yang harus direspons oleh sistem pendidikan kader GMKI.
Rangkaian evaluasi PDSPK 1992-2002 secara serius mulai dilakukan oleh Pengurus
Pusat GMKI Masa Bakti 2002-2004 pada Konsultasi Nasional GMKI 2004 di Tana
Toraja. Konsultasi Nasional ini, merekomendasikan Pengurus Pusat GMKI Masa Bakti
2002-2004 untuk melakukan studi dan evaluasi lebih lanjut terhadap PDSPK 1992-
2002. Selanjutnya oleh Pengurus Pusat GMKI Masa Bakti 2002-2004 dilaksanakan
Seminar dan Lokakarya PDSPK 1992-2002 di Salatiga yang bertujuan melakukan studi
intensif dan mendalam, berkaitan dengan permasalahan utama PDSPK 1992-2002.
Studi selanjutnya dilakukan oleh Kongres GMKI 2004 di Pematang Siantar, yang
merekomendasikan Pengurus Pusat GMKI Masa Bakti 2004-2006 membuat Pola
Dasar Sistem Pendidikan Kader GMKI yang baru.
Beberapa catatan evaluasi terhadap PDSPK GMKI 1992-2002 adalah sebagai berikut:
1. Dari sejumlah studi dan evaluasi sejak Konsultasi Nasional GMKI 2004 di Tana
Toraja sampai Seminar dan Lokakarya Salatiga, dapat disimpulkan bahwa penyebab
utama tidak dapat diimplementasikan PDSPK 1992-2002 adalah keterlambatan
penyelesaian perangkat operasional, berkaitan dengan modul, juklak, dan sistem
evaluasi yang baru diberikan pada Kongres GMKI 2000 di Bali.
2. Selain kendala utamanya adalah keterlambatan penyelesaian perangkat
operasionalnya, beberapa kendala lain penyebab tidak dapat
diimplementasikan PDSPK 1992-2002, antara lain: 1) keterbatasan dana; 2)
terbatasnya tenaga fasilitator; 3) terbatasnya sarana fasilitas pendukung; 4)
kurangnya pemahaman pengurus terhadap konsep PDSPK; 5) sulitnya
menerjemahkan PDSPK ke dalam pola pengembangan kader sesuai konteks
pergumulan cabang.
3. Beberapa diskusi dan studi pengayaan serta evaluasi cabang-cabang yang
mengimplementasi PDSPK 1992-2002, memberikan beberapa catatan, antara
lain: 1) sistem belajar dengan SKS memberatkan mahasiswa yang sementara
aktif kuliah; 2) tidak relevannya beberapa materi dengan konteks pergumulan
cabang; 3) sistem belajar modul memberatkan mahasiswa yang sementara
aktif kuliah; 4) padatnya materi PDSPK menyebabkan sulitnya peserta didik
membagi waktu dengan kesibukan kuliah; 5) perubahan konteks pergumulan
organisasi di tengah-tengah kecenderungan perubahan ideologi yang sarat
dengan isu-isu kontemporer; 6) perubahan peta pelayanan organisasi
kepemudaan dan mahasiswa harus tetap diimbangi oleh GMKI; dan 7)
menguatnya isu-isu aktual yang harus direspons lewat pendidikan kader.
1.1.2. Tinjauan Konstitusi
Tinjauan aspek Konstitusi (AD/ART) GMKI dimaksudkan bahwa sebagai pelembagaan
nilai-nilai dasar organisasi, konstitusi (AD/ART) memiliki tugas untuk mengatur,
menertibkan dan sekaligus memberi arah kepada aktivitas organisasi pada semua aras,
termasuk di dalamnya mengatur tercapainya kegiatan Pendidikan Kader. Secara khusus
hendak di tegaskan bahwa prinsip pelaksanaan pendidikan kader adalah untuk
menghasilkan kader-kader GMKI yang akan mengerjakan tugas dan pelayanan
organisasi untuk pencapaian Visi Misi GMKI. Dengan demikian Visi Misi GMKI menjadi
sumber dan memberi arah bagi pelaksanaan pendidikan kader di GMKI.
1.1.2.1. Visi
3. Pola Dasar Sistem Pendidikan Kader GMKI 2006
Visi organisasi ini adalah terwujudnya perdamaian, kesejahteraan, keadilan,
kebenaran, keutuhan ciptaan, dan demokrasi di Indonesia berdasarkan kasih.
1.1.2.2. Misi
Misi organisasi ini adalah:
1. Mengajak mahasiswa dan warga perguruan tinggi lainnya kepada pengenalan
akan Yesus Kristus selaku Tuhan dan Penebus dan memperdalam iman dalam
kehidupan dan pekerjaan sehari-hari;
2. Membina kesadaran selaku warga gereja yang esa di tengah-tengah
mahasiswa dan perguruan tinggi dalam kesaksian memperbaharui
masyarakat, manusia dan gereja;
3. Mempersiapkan pemimpin dan penggerak yang ahli dan bertanggung jawab
dengan menjalankan panggilan di tengah-tengah masyarakat, negara, gereja,
perguruan tinggi dan mahasiswa, dan menjadi sarana bagi terwujudnya
kesejahteraan, perdamaian, keadilan, kebenaran, dan cinta kasih di tengah-
tengah manusia dan alam semesta.
1.1.2.3. Nilai-nilai dan Prinsip GMKI
Nilai dan prinsip dimaksudkan bahwa dalam pelaksanaan pendidikan kader GMKI
ada sejumlah nilai dan prinsip yang harus terintegrasi dan menjadi pemahaman
mendasar bagi kader GMKI. Nilai-nilai dan prinsip ini akan secara aktif (inherent)
berperan dalam proses pendidikan kader GMKI.
1. Nilai-nilai GMKI adalah apa yang menjadi pedoman/tingkah laku kader yang
senantiasa harus nampak dalam aktivitas GMKI. Nilai-nilai tersebut meliputi
Panca Kegiatan yaitu berdoa/beribadah, belajar, bersaksi, bersosial, berkreasi,
dan Tri Panji yakni tinggi iman, tinggi ilmu, dan tinggi pengabdian.
2. Prinsip adalah kebenaran yang menjadi pokok dasar berpikir dan bertindak.
Prinsip tersebut adalah gerakan Nasionalisme, gerakan Ekumenisme, gerakan
pemikiran, gerakan pembaharuan, gerakan ekperimentasi, dan konsep amatir
yang menggambarkan pola dan langgam kerja mahasiswa yang senantiasa
loyal, gotong-royong/bermapalus/bermasohi.
1.1.3. Pola Pikir Penyusunan PDSPK GMKI 2006
1.1.3.1. Deduksi
Penyusunan pola dasar pendidikan kader GMKI dengan pendekatan deduksi
dimaksudkan adalah dengan berpedoman pada hal-hal umum dalam pergumulan
organisasi, maka pola pendidikan kader GMKI disusun. Dengan demikian uraian bab I
dan II merupakan landasan umum bagi penyusunan bab - bab selanjutnya.
1.1.3.2. Induksi
Penyusunan pola pendidikan kader dengan pendekatan induksi dimaksudkan
adalah dengan berpedoman kepada hal-hal khusus dalam pergumulan organisasi,
maka pola pendidikan kader GMKI disusun.
1.1.3.3. Asumsi Keberlangsungan PDSPK
Prinsip pelaksanaan pendidikan kader GMKI adalah pencapaian visi misi GMKI. Dengan
demikian pendidikan kader GMKI akan terus dilaksanakan dengan tetap fleksibel
terhadap upaya-upaya adaptasi berkaitan dengan perubahan kondisi medan pelayanan
organisasi.
1.2. Latar Belakang Sejarah
Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia sejak berdirinya pada 9 February 1950 di
4. Pola Dasar Sistem Pendidikan Kader GMKI 2006
Kaliurang Jogjakarta, telah melakukan berbagai aktivitas organisasi yang salah
satunya adalah apa yang kemudian dikenal sebagai pendidikan kader GMKI. Bahkan
tercatat dalam berbagai dokumen organisasi, bahwa jauh sebelum itu, tepatnya
ketika masa CSV op Java pada masa-masa perjuangan kemerdekaan, aktivitas
pendidikan kader dalam bentuk yang paling sederhana (swakelola), misalnya
kelompok diskusi, penelaan Alkitab dan sebagainya telah dilakukan oleh pendiri
gerakan ini. Dan pada masa sesudah itu, ketika masa orde lama dan orde baru sampai
saat ini apa yang dilakukan oleh pendiri gerakan ini menjadi spirit untuk melakukan
tugas pelayanan di medan layanan organisasi, dengan melakukan dan
mengembangkan pendidikan kader ke dalam bentuk-bentuk yang baru sesuai dengan
kebutuhan tugas dan pelayanan organisasi tanpa meninggalkan tradisi kehadiran
pendidikan kader itu sendiri, yakni mereflesikan dan merespons perkembangan dan
perubahan medan pelayanannya. Perkembangan peran dan posisi pendidikan kader GMKI
harus senantiasa kontekstual dengan perkembangan jaman, ini dimaksudkan agar berbagai
pemikiran maupun kritik alternatif yang dihasilkan GMKI senantiasa memberi manfaat bagi
kebutuhan gereja, masyarakat dan perguruan tinggi. Yang hendak disampaikan dari konteks
sejarah GMKI adalah pendidikan kader GMKI telah turut menyumbang dan mewarnai
berbagai pemikiran demi perkembangan medan pelayanannya. Dengan demikian tampak
bahwa pendidikan kader memiliki posisi dan nilai strategis dalam kelanjutan pelayanan
GMKI untuk pencapaian visi dan misi organisasi.
1.3. Latar Belakang Teologis
Latar belakang sejarah GMKI telah menjelaskan strategisnya posisi pendidikan kader
dalam mewarnai tugas-tugas di gereja, masyarakat, dan perguruan tinggi. Selain aspek
kesejarahan GMKI, maka pelaksanaan tugas GMKI sebagai gereja incognito perlu
mendapat perhatian serius dalam pendidikan kader GMKI.
Panggilan teologis GMKI adalah untuk bersekutu, bersaksi, dan melayani sebagai
penampakan tugas gereja incognito dalam mewujudkan ekumenisme di medan
pelayanannya. Sebagai gereja incognito yang secara fungsional melaksanakan tri tugas
gereja, GMKI menyadari bahwa panggilan bersekutu, bersaksi, dan melayani dalam konteks
Indonesia yang majemuk tidak mungkin dilakukan sendiri oleh gereja sebagai institusi,
apalagi dalam pergumulan dunia perguruan tinggi. Dalam dinamika medan pelayanan yang
majemuk dan semakin kompleks ini, orientasi pelayanan harus diarahkan agar tumbuh
penghargaan terhadap keberadaan kemajemukan, di samping harus dibangun landasan
teologis bagi semua model pelayanan GMKI di medan pelayanannya. Dalam pencapaian visi
misinya, GMKI senantiasa menempatkan Yesus Kristus sebagai pusat dari segala pekerjaan
pelayanannya bagi dunia di mana ia berada (cristo centris), karena hanya melalui Yesus
Kristus sajalah manusia dapat mengenal Allah yang benar.
Dalam tanggung jawab mewujudkan ekumenisme, maka seluruh tugas dan pekerjaan
pelayanan GMKI harus menjadikan semua gereja termasuk masyarakat luas sebagai satu
komunitas yang nampak kemajemukannya, dengan demikian gereja terbuka dalam
pelayanan umat dan masyarakat dan sebaliknya ada tanggung jawab umat dan
masyarakat bagi kelangsungan hidup gereja di tengah-tengah kemajemukan. Sebagai
gereja incognito, tugas dan pelayanan GMKI ke depan dalam memandang persoalan
medan pelayanan dan kebangsaan harus dilakukan dalam konsep ekumenisme yang
lebih transformatif, emansipatif, dan memiliki visi pemberdayaan masyarakat, sehingga
Doa Agung Tuhan Yesus dalam Yohanes 17:21 memiliki makna bagi pelayanan GMKI
digereja, masyarakat, dan perguruan tinggi.
5. Pola Dasar Sistem Pendidikan Kader GMKI 2006
BAB II
PERMASALAHAN
Secara umum, permasalahan yang dihadapi GMKI dikelompokkan dalam dua bagian,
pertama: internal organisasi, yakni dinamika yang sementara terjadi dan memerlukan
perhatian serius. Kedua: eksternal organisasi, adalah realitas kontekstual GMKI, dimana laju
perubahan gereja, masyarakat dan perguruan tinggi menjadi sulit diramalkan.
2.1 Internal
Dalam perkembangan organisasi saat ini terdapat beberapa permasalahan yang harus
ditangani secara serius. Apabila ditelaah secara serius, maka masalah utama GMKI saat
ini adalah makin melemahnya posisi dan peran organisasi. Kondisi ini paling tidak
menggambarkan dua hal penting, yakni: pertama: secara internal kondisi ini akan
berdampak pada mandeknya aktivitas organisasi, dan kedua: secara eksternal akan
menyebabkan lemahnya tanggung jawab sosial dan pelayanan GMKI di medan
pelayanannya. Beberapa permasalahan dimaksud antara lain: pertama: kesenjangan dan
mandeknya komunikasi antar-struktur dan dengan anggota telah menyebabkan tidak
efesien dan efektif manajemen organisasi; kedua: kultur feodalistik yang menyimpan
potensi konflik, baik laten maupun manifest dalam organisasi; ketiga: menurunnya
tingkat partisipasi anggota baik karena konflik ataupun tingkat kesibukan kampus; dan
keempat: makin menurunnya upaya anggota dan pengurus untuk memahami secara baik
dan benar nilai-nilai kedirian organisasi. Keempat hal ini paling tidak merupakan
permasalahan yang dominan dan sangat mempengaruhi aktivitas organisasi saat ini.
Selain itu, permasalahan lain ialah bentuk organisasi yang berpengaruh pada sistem
manajemen organisasi yang telah menyebabkan kemandegan pada
keputusan/kebijakan strategis organisasi (melemahnya posisi dan peran organisasi),
terlebih pada aktivitas cabang-cabang GMKI. Selain masalah manajemen, sumber
daya manusia organisasi yang berkaitan dengan ketrampilan kepemimpinan dan
kemampuan akademik dalam mengelola organisasi dan memecahkan masalah medan
pelayanan GMKI adalah masalah yang harus ditangani secara serius, karena dalam
pelaksanaan tugas-tugas organisasi faktor kepemimpinan dan kemampuan akademik
akan digunakan sebagai standar untuk mengukur kehadiran dan partisipasi organisasi
di gereja, masyarakat dan perguruan tinggi. Pemetaan terhadap seluruh kondisi ini
menggambarkan dinamika organisasi yang tidak seimbang dalam manajemen
organisasi, dengan demikian diperlukan keseriusan organisasi ini untuk melakukan
langkah-langkah affirmative untuk penyelesaian yang efektif dan efisien.
2.2 Eksternal
Perkembangan globalisasi yang mendorong laju percepatan pembangunan secara
sadar telah menciptakan perubahan yang besar dalam perkembangan gereja,
masyarakat, dan perguruan tinggi. Perkembangan globalisasi yang melahirkan lebih
besar peran neo-liberalisme telah mempengaruhi perkembangan berbagai aspek
kehidupan, termasuk di dalamnya kehidupan gereja, masayarakat, dan perguruan
tinggi. Konsekwensi logisnya adalah GMKI akan menghadapi tantangan baru yang
lebih kompleks dan menuntut pola penyelesaian yang relevan.
2.2.1. Gereja
2.2.1.1. Kondisi gereja-gereja Indonesia saat ini menunjukkan dinamika pelayanan yang
semakin variatif, artinya untuk menjaga kelangsungan pelayanan, gereja kemudian
mengembangkan model-model pelayanan yang baru. Realitas ini dapat memberikan
dampak yang positif sekaligus negatif. Dampak positifnya ialah mendorong gereja
untuk semakin memahami konteks pelayanan, di mana ada kebutuhan umat dan
masyarakat luas yang harus dilayani. Dampak negatifnya ialah dalam pandangan
publik, model-model pelayanan baru terkadang di nilai bermakna rangkap sehingga
memunculkan sikap-sikap defensif dalam pergaulan dan perjumpaan gereja dengan
6. Pola Dasar Sistem Pendidikan Kader GMKI 2006
komunitas di mana gereja ada dan melakukan tugas bersekutu, bersaksi dan
melayani. Apalagi fakta empirik saat ini menunjukkan bahwa masih banyak gereja
yang hidup untuk kehidupan di masa depan, sebuah fakta eskatologis yang menjadi
sindrom gereja-gereja di Indonesia, di mana sikap ini akan semakin mengisolasi gereja
dalam pergaulan dengan publik. Untuk masa-masa mendatang, gereja dan seluruh
hakekat pergumulannya harus di dorong untuk mampu memetakan realitas
kekiniannya dan merubah paradigma pelayanannya untuk tidak hanya pemberdayaan
umat tetapi harus bergeser kepada pemberdayaan masyarakat.
2.2.1.2. Perbedaan pendapat soal peran gereja dalam bidang politik adalah persoalan lain
dalam pelayanan gereja. Hingga saat ini beragam pemahaman muncul tentang
bagaimana bentuk partisipasi gereja dalam bidang politik. Transisi politik saat ini harus
diwaspadai sangat serius oleh gereja, artinya dalam peran profetisnya gereja tidak
mungkin hanya diam dalam perubahan tata kelola politik saat ini. Memposisikan diri
sebagai independen atau kekuatan penyeimbang atau apapun namanya, gereja harus
mampu mendefinisikan dengan baik peran tersebut, maksudnya agar gereja tidak
terjebak dan menjadi eksklusif tetapi mampu memposisikan diri dengan baik dan
mengarahkan umat serta masyarakat dalam menyikapi perubahan tata kelola politik
nasional.
2.2.1.3. Saat ini fundamentalisme muncul sebagai respons dan kritik terhadap perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai dampak globalisasi dan pada sisi lain menjadi
musuh pluralisme. Sebagai kritik terhadap globalisais, fundamentalisme adalah
perang secara ideologi dan kritik terhadap kehidupan modernitas dan menolak suatu
konstruksi sosial yang sekuler. Kebangkitan fundamentalisme agama yang
menekankan wahyu sebagai sumber tertinggi dan meninggalkan rasionalitas adalah
tantangan dan ancaman bagi gereja-gereja Indonesia. Selain kebangkitan
fundamentalisme agama, dunia dan terkhusus gereja saat ini akan berhadapan
dengan kebangkitan fundamentalisme pasar yang dikonstruksi secara sistematis
dalam pasar bebas yang memegang dogma materialistik sebagai ajaran utama. Dalam
konteks pasar bebas ini, gereja akan secara institusi berkompetisi untuk sebuah model
pelayanan yang tidak karikatif lagi mengingat materialistik adalah daya tarik yang luar
biasa bagi kehidupan umat dan masyarakat luas. Tantangan baru gereja adalah
menjadi media untuk filterisasi nilai-nilai baru tersebut dan membangun keadaban
umat dan masyarakat untuk mampu berada dalam goncangan neo-liberalisme atau
gereja kemudian terjebak dan tidak mampu melakukan sesuatu yang bermanfaat.
2.2.1.4. Ekumenisme adalah fakta dan tantangan gereja dan kekristenan secara umum untuk
masa kini dan mendatang di Indonesia. Tugas gereja-gereja dan kekristenan di
Indonesia adalah mencari dimensi yang tepat untuk implementasi tugas dan
panggilan gereja dalam semakin kompleksnya tantangan dan hubungan antaragama,
gereja dengan negara bahkan hubungan antara gereja dengan lingkungan
pelayanannya. Tuntutan mencari dimensi yang tepat atau format baru bagi kehidupan
dan pelayanan kekristenan/gereja di Indonesia adalah lebih pada mencari bentuk
hubungan gereja dengan sesama rekan sepelayanan dan gereja dengan dunia
pelayanannya. Transformasi pemahaman tentang ekumenisme saat ini masih menjadi
diskusrus di kalangan elit gereja dan belum menemukan aspek programatik yang lebih
bermanfaat dan kontekstual bagi perkembangan pelayanan dan ekumenisme yang
lebih emansipatif, transformatif, dan berorientasi pemberdayaan masyarakat luas dan
umat.
2.2.2. Masyarakat
Dalam medan pelayanan masyarakat, berbagai permasalahan yang terjadi telah
menyebabkan pergeseran pada bidang sosial, budaya, politik, dan juga
kesenjangan ekonomi dan lemahnya keteladanan hukum dalam masyarakat. Akar
semua permasalahan ini bersumber dari tidak seimbangnya sistem pengelolaan
7. Pola Dasar Sistem Pendidikan Kader GMKI 2006
pemerintahan yang lebih berorientasi kekuasaan dibanding strategi
pemberdayaan masyarakat. Secara empirik permasalahan pada medan pelayanan
masyarakat, sebagai berikut:
2.2.2.1. Transisi menuju demokrasi adalah diskursus politik pada beberapa tahun terakhir
dalam masyarakat Indonesia. Pergantian pemerintahan hingga saat ini paling tidak
telah membuka kran demokrasi bagi partisipasi publik yang lebih baik, artinya
reformasi telah memberikan angin demokrasi bagi sebuah kehidupan politik
kearah yang lebih baik. Dalam beberapa dimensi kehidupan, perubahan tata
kelola politik ini paling tidak memperlihatkan bahwa pada dimensi pembangunan
sebuah pemandangan ketimpangan yang luas dan sarat dengan masalah sosial
dalam bidang ekonomi dan sosial, baik antarindividu, kelompok maupun
antarwilayah. Konsep pembangunan yang seharusnya mengintegrasikan seluruh
kepentingan, saat ini hanya mengejar peningkatan pendapatan perkapita tanpa
mempertimbangkan aspek lain dalam pembangunan. Bahwa peningkatan
pendapatan perkapita dapat menyelesaikan kemiskinan adalah satu dari sekian
fakta saat ini, karena pada dimensi lain kemiskinan dan ketimpangan tidak hanya
masalah ekonomi tetapi sebuah realitas dan masalah sosial. Konsep ini justeru
dalam realitasnya menimbulkan masalah-masalah serius dalam pembangunan,
antara lain: rendahnya kualitas sumber daya manusia; meningkatnya angka
kemiskinan; pengangguran semakin tidak terkontrol; tidak meratanya distribusi
pendapatan dan buruknya sistem jaminan sosial kepada masyarakat.
2.2.2.2. Untuk beberapa tahun mendatang perkembangan dan pengaruh globalisasi
adalah masalah serius bagi masyarakat Indonesia. Sebagai masyarakat dunia
ketiga, maka neo-liberalisme akan sangat mempengaruhi pengelolaan tata
pemerintahan dengan berbagai turunannya, termasuk manajemen kebijakan
pembangunan Indonesia. Berbagai dampak perkembangan global ini antaralain:
masyarakat ekonomi lemah akan tertinggal dan menjadi sangat miskin tanpa
pemberdayan dan subsidi; akumulasi modal dan distribusi pendapatan dikelola
oleh para pemilik modal; penguasaan pasar modal oleh kekuatan kapital asing;
penguasaan arus keuangan dan sumber daya strategis; dan penguasaan alur
produksi dan distribusi barang dan jasa. Dampak lainnya adalah kerusakan
ekosistem lingkungan hidup; penyakit; meningkatnya angka pengangguran dan
kriminalitas pada pusat-pusat perekonomian.
2.2.2.3. Otonomi daerah secara normatif konsepsional diharapkan menjadi salah satu alat
yang tepat untuk mewujudkan keadilan daerah secara merata baik dalam dimensi
ekonomi, sosial, partisipasi politik maupun penegakan hukum. Dalam beberapa
tahun terakhir, evaluasi terhadap otonomi daerah justru menyebabkan
munculnya persoalan-persoalan serius di daerah-daerah dan mengganggu
efektivitas pelaksanaan otonomi daerah itu sendiri. Pada tingkatan masyarakat,
terjadi konflik kepentingan karena pengelolaan sumber daya strategis, sementara
pada tingkatan elit politik dan birokrasi terjadi konflik kepentingan karena
perebutan lahan dan orientasi kekuasaan semata. Beberapa penyebab mendasar
persoalan ini antara lain: ketidaksiapan institusi pemerintah daerah untuk
merespons dan mengelola berbagai perubahan yang dramatikal di daerah;
berbagai regulasi yang tidak akomodatif dan tidak tepat sasaran; belum
meratanya penyebaran sumber daya manusia; dan semakin merajalelanya KKN
dalam pengelolaan dana otonomi daerah. Hal lain yang perlu dikelola secara baik
dalam perkembangan otonomi daerah adalah menguatnya etno-nasionalisme
yang telah menghidupkan kearifan dan keunggulan lokal sekaligus menguatkan
semangat primordial yang dapat memicu berbagai konflik horisontal dalam
masyarakat.
2.2.2.4. Saat ini kontrol masyarakat terhadap kinerja pemerintahan menjadi sangat tidak
efektif. Sebagai pemegang kedaulatan, terlihat bahwa partisipasi masyarakat
8. Pola Dasar Sistem Pendidikan Kader GMKI 2006
dalam mengontrol kebijakan publik baik yang dikelola pemerintah maupun swasta
belum dimaksimalkan dan bahkan cenderung diabaikan. Pada bagian lain,
penegakan hukum sebagai salah satu syarat mewujudkan demokrasi masih
terjebak dalam pusaran kekuasaan dan penguasa. Wibawa hukum dan fungsi
hukum justru disalahgunakan oleh para penegak hukum. Reformasi bidang hukum
mendapat arus balik, dimana perangkat dan aturan hukum justru diatur oleh
kekuasaan, dan hukum menjadi tidak independen terhadap asas yang dianutnya.
Munculnya berbagai kasus korupsi dan pelanggaran HAM dalam berbagai konflik
berlatarbelakang SARA yang belum terselesaikan telah turut memandulkan
penyelenggaran tertib hukum di Indonesia.
2.2.2.5. Disparitas sosial ekonomi antar daerah saat ini telah menyebabkan munculnya
berbagai kerawanan sosial yang mungkin berujung pada perjuangan menuntut
keadilan. Situasi dan konteks geopolitik Indonesia di masa mendatang akan penuh
dengan berbagai konflik kepentingan atas nama kesejahteraan masyarakat, hal ini
dapat dilihat dengan semakin luasnya ketimpangan sosial ekonomi dengan
meningkatnya angka kemiskinan, menguatnya etno-nasionalisme, dan
kebangkitan politik lokal serta munculnya kekuatan-kekuatan pro demokrasi.
Keseluruhan persoalan ini pada titik tertentu dapat menyulut persoalan
disintegrasi bangsa.
2.2.3. Perguruan Tinggi
2.2.3.1. Perkembangan globalisasi yang dikemas dalam perspektif dinamisasi
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) telah mengarahkan
keseriusan perguruan tinggi untuk semakin dekat pusat-pusat penelitian dari
kepentingan industri global dan menjadi perpanjangan tangan dari promosi
kepentingan iptek bagi kehidupan umat manusia. Implikasi serius kondisi ini
adalah perguruan tinggi dapat meninggalkan kenetralannya sebagai lembaga
ilmiah yang hidup dengan etika ilmu dan etika profesi. Pergeseran ini akan
menyebabkan peran dan posisi perguruan tinggi yang berkaitan dengan tugasnya
dalam masyarakat untuk pengembangan intelektual dan membangun masyarakat
menjadi berorientasi kepada bisnis iptek industri global. Di masa mendatang
kondisi ini semakin mempertegas bahwa pergururan tinggi dan masyarakat akan
berada pada kepentingannya masing-masing.
2.2.3.2. Saat ini dan untuk masa mendatang perguruan tinggi akan berada dalam
perkembangan demokrasi yang semakin terbuka dengan perkembangan
masyarakat sipil yang semakin baik sebagai syarat tumbuhnya demokratisasi. Pada
kondisi ini, pertanggungjawaban sosial politik perguruan tinggi untuk menjaga
keberlangsungan demokrasi harus dirumuskan secara baik. Perguruan tinggi harus
menjadi kekuatan penyeimbang dalam menjaga suasana transisi demokrasi
Indonesia saat ini, disamping harus independen sebagai dengan moral dan
intelektual force-nya.
2.2.3.3. Kenaikan biaya pendidikan yang sangat tinggi telah menyebabkan pergeseran
paradigma pendidikan di Indonesia termasuk pendidikan tinggi. Dengan semakin
besar angka kemiskinan masyarakat Indonesia saat ini, dapat dipastikan telah
menutup kesempatan untuk belajar di perguruan tinggi. Pada masa mendatang
dapat dipastikan bahwa hanya sebagian kecil saja masyarakat Indonesia yang
memiliki akses untuk belajar di perguruan tinggi. Pada sisi lain sebagai komunitas
ilmiah yang hidup di tengah-tengah masyarakat, maka perguruan tinggi harus
mampu memperlihatkan akuntabilitas mutu pendidikan terhadap perkembangan
masyarakat, artinya kenaikan biaya penyelenggaraan pendidikan harus di imbangi
dengan akuntabilitas pertanggungjawaban mutu pendidikan tinggi itu sendiri.
2.2.3.4. Semakin banyaknya regulasi dalam bidang pendidikan saat ini belum
mencerminkan keinginan yang kuat untuk pengembangan mutu pendidikan tinggi
9. Pola Dasar Sistem Pendidikan Kader GMKI 2006
di Indonesia, justru ditemukan bahwa ada regulasi yang tidak memiliki filosofis
pengembangan pendidikan. Dengan demikian, pengelolaan pendidikan tinggi
mengalami politisasi karena campur tangan birokrasi. Di samping itu, peningkatan
anggaran pendidikan yang dialokasikan sebesar 20% dalam undang-undang belum
sepenuhnya dijalankan oleh pihak pemerintah.
10. Pola Dasar Sistem Pendidikan Kader GMKI 2006
BAB III
PROFIL KADER
Berdasarkan nilai-nilai yang terkandung dalam visi misi organisasi dan kondisi organisasi
baik internal maupun eksternal, maka Profil Kader yang diharapkan dibentuk oleh
pendidikan kader GMKI adalah kader yang memiliki spiritualitas tinggi; kader yang memiliki
integritas tinggi; dan kader yang memiliki profesionalitas tinggi.
BAB IV
PRINSIP DAN TUJUAN
Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang dihadapi oleh Pendidikan Kader GMKI
di masa depan, maka disusunlah prinsip dan tujuan pendidikan kader sebagai berikut:
4.1. Prinsip
Prinsip-prinsip pendidikan kader adalah pokok-pokok yang harus diperhatikan
dalam pelaksanaan pendidikan kader dan dituangkan secara eksplisit dan implisit
dalam materi, metode, dan teknis implementasi program.
4.1.1. Kreativitas
Pendidikan Kader GMKI harus menjadikan kader kreatif untuk melakukan sesuatu di
tengah-tengah masyarakat. Dengan demikian kurikulum harus bersifat dinamis dan
fleksibel untuk tanggap dan dapat melakukan adaptasi terhadap perubahan situasi
sekitar. Sementara metode belajar harus andragogi-partisipatif dengan
membangun iklim dialog yang partisipatif.
4.1.2. Retrainabilitas
Pendidikan Kader GMKI adalah complementary study yang menambahkan perihal
tertentu pada pendidikan sekolah. Dengan demikian, prinsip retrainabilitas dalam
pendidikan kader dimaksudkan sebagai proses untuk senantiasa melakukan pengayaan
dengan melatih ulang, menambah, dan menyempurnakan apa yang telah didapatkan
dalam pendidikan kader GMKI.
4.1.3. Kritis
Pendidikan Kader GMKI harus membentuk kader untuk memiliki sikap kritis.
4.1.4. Positif
Pendidikan kader GMKI harus mampu mengembangkan sikap-sikap positif kader.
Sikap positif penting untuk membangun obyektivitas kader dalam melihat berbagai
perkembangan pemikiran dan pandangan di lingkungan sekitarnya.
4.1.5. Realistis
Sikap realistis merupakan sikap yang penuh pertimbangan untuk melihat
kekurangan dan kelebihan dalam sebuah pandangan atau sikap. Dengan demikian,
diharapkan kader dapat mengetahui pemikiran alternatif untuk mencapai sesuatu
yang ideal.
4.1.6. Perilaku Etis
Pendidikan Kader GMKI harus menumbuhkan dan mengembangkan kemampun
menumbuhkan perilaku etis. Sikap-sikap etis yang hendak dikembangkan
mencakup kebenaran, ketulusan, kejujuran, dan belas kasihan. Dengan perilaku
11. Pola Dasar Sistem Pendidikan Kader GMKI 2006
etis, diharapkan kader mampu mewujudkan nilai-nilai kedamaian, kesejahteraan,
keadilan, dan kebenaran dalam kehidupan dengan sesama.
4.2. Tujuan
Tujuan Pendidikan Kader GMKI harus diturunkan dan merupakan penjabaran
operasional dari Visi, Misi, dan Usaha GMKI. Tujuan Pendidikan Kader GMKI
diarahkan untuk mencapai profil kader yang ditetapkan, dengan demikian tujuan
Pendidikan Kader adalah membentuk kader yang: a) mampu melaksanakan nilai-
nilai Kristen (Spiritualitas); b) mampu menerapkan kehidupan yang bertanggung
jawab (Integritas); dan c) mampu menguasai serta mengembangkan ilmu dan
ketrampilan (Profesionalitas).
12. Pola Dasar Sistem Pendidikan Kader GMKI 2006
BAB V
STRATEGI DAN KEBIJAKAN OPERASIONAL
5.1 Strategi
Pendidikan kader GMKI adalah complementary study yang akan berperan sebagai
pelengkap dinamis kepada pendidikan tinggi. Dengan demikian, strategi pendidikan
kader adalah sebagai berikut:
5.1.1. Strategi yang menyangkut teknis pelaksanaan dengan melihat keunggulan komparatif
dan keunikan wilayah. Mengenai strategi ini, pendidikan kader harus fleksibel untuk
mengakomodasi dan mengadaptasi berbagai keunikan wilayah atau kearifan lokal
sebagai keunggulan komparatif dalam muatan pendidikan kader.
5.1.2. Strategi yang menyangkut muatan, yaitu strategi yang memberi tekanan pada
pengembangan spiritualitas, penguatan ketrampilan organisasi, manajemen dan
kemampuan akademik serta potensi dinamik. Dengan strategi ini, kader GMKI
diharapkan memiliki kompetensi spiritualitas dan memiliki ketrampilan untuk
mengelola organisasi serta memiliki kemampuan akademik. Pengembangan potensi
akademik dimaksudkan agar kader-kader GMKI bertanggung jawab mengantisipasi dan
memecahkan berbagai persoalan di seputar medan pelayanan.
5.1.3. Strategi yang menyangkut pendekatan, yakni pendekatan andragogi-partisipatif dan
integralistik. Berkaitan dengan strategi ini, pelaksanaan pendidikan kader GMKI akan
dikelola sebagai proses belajar orang dewasa yang memberikan kesempatan yang sama
bagi anggota GMKI untuk ikut dalam proses pendidikan kader dan strategi ini akan
menempatkan kader sebagai subyek belajar. Pada sisi lain, pendekatan integralistik
dimaksudkan bahwa segala aspek pendidikan dan jenjang pendidikan disusun
sedemikian rupa, dengan tidak mengutamakan pokok yang satu dengan yang lain
tetapi menampakkan saling keterkaitan dan terintegrasi sebagai satu kesatuan utuh
proses pendidikan kader GMKI.
5.2 Kebijakan Operasional
5.2.1 Kurikulum
Kurikulum merupakan komponen penting dalam penyelenggaraan pendidikan. Dalam
aktivitas Pendidikan Kader GMKI, kurikulum pendidikan kader mengandung tiga aspek
(dimensi): kognitif (pengetahuan), psikomotorik (ketrampilan), dan afektif (sikap).
Dimensi kognitif dalam pendidikan kader ini adalah pemberian pengetahuan untuk
mengenali organisasi yang dimasukinya dan pemberian kemampuan untuk
peningkatan prestasi studi. Dimensi psikomotorik dalam pendidikan kader adalah
pemberian pengetahuan dan ketrampilan untuk membangun relasi secara internal
dan eksternal dan bagaimana mengelola organisasi. Dimensi afektif mengacu pada
pemberian pengetahuan dan keteladanan untuk mampu mengembangkan sikap dan
perilaku etis dalam kehidupan bergereja, bermasyarakat, dan bernegara.
Struktur pelaksanaan kurikulum diimplementasikan secara berjenjang pada tiga
level dengan standar kompetensi masing-masing.
1. Standar kompetensi Level I adalah kader yang mampu berpikir metodologis,
belajar efektif, dan menerapkan kehidupan yang melayani, disiplin, dan rajin.
2. Standar kompetensi Level II adalah kader yang mampu memimpin, bersikap
jujur, dan menerapkan kehidupan yang bersaksi.
3. Standar kompetensi Level III adalah kader yang memiliki keterampilan
manajerial dan pemecahan masalah, setia dan berkomitmen tinggi serta aktif
membangun persekutuan.
Secara sederhana, hubungan antara strategi, kurikulum, dan profil kader yang harus
13. Pola Dasar Sistem Pendidikan Kader GMKI 2006
dihasilkan oleh Pendidikan Kader GMKI, dapat digambarkan sebagai berikut:
5.2.2 Pengorganisasian
Kebijakan pengorganisasian kegiatan pendidikan kader berkaitan secara langsung
dengan implementasi pendidikan kader GMKI. Pelaksanaan pendidikan kader
dilakukan dengan memperhitungkan keunggulan komparatif atau keunikan
wilayah. Dengan demikian, diharapkan Pendidikan Kader GMKI dapat
mengakomodasi berbagai kebutuhan organisasi dan kader serta mendorong upaya
implementasi pendidikan kader lebih efektif.
Ini akan membuka ruang fleksibitas bagi BPC-BPC GMKI untuk lebih kreatif
memikirkan materi/program dan pola pelaksanaan pendidikan kader, artinya
perencanaan, pelaksanaan kegiatan dan evaluasi akan ditangani oleh BPC-BPC
GMKI, sementara tugas pengkoordinasi akan dilakukan oleh PP GMKI. Tetapi, agar
tujuan pendidikan kader tercapai, maka materi-materi dasar yang akan
disampaikan di cabang-cabang harus sama. Dalam jangka panjang diharapkan
dapat bermanfaat untuk mendorong terbentuknya kearifan lokal cabang-cabang
GMKI dalam menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi.
Seperti telah disampaikan bahwa untuk mendukung kebijakan pengorganisasian ini,
maka pola-pola pembinaan yang digunakan dalam pendidikan kader ini harus dapat
mempertimbangkan kondisi organisasi. Bisa digunakan kelompok diskursus yang
berbasis disiplin keilmuan atau interdisipliner dalam fokus grup diskusi. Selain itu
untuk memaksimalkan proses Pendidikan Kader GMKI, pentingnya kiranya GMKI
memikirkan membangun jaringan kerjasama dengan gereja-gereja dan lembaga-
lembaga pendidikan kristen untuk menunjang dan menopang pendidikan kader
GMKI secara keseluruhan.
1. Kemampuan
kognitif
2. Kemampuan
psikomotorik
3. Kemampuan afektif
Kurikulum
1. Kader GMKI yang
memiliki Spiritualitas tinggi
2. Kader GMKI yang
Memiliki Integritas tinggi
3. Kader GMKI yang
memiliki Profesionalitas
tinggi
Profil Kader
S t r a t e g i
Pembinaan anggota GMKI
dalam kelompok diskursus
kecil berbasis disiplin
keilmuan dan dalam fokus
grup diskusi interdisipliner
yang berbasis di cabang-
cabang
14. Pola Dasar Sistem Pendidikan Kader GMKI 2006
BAB VI
KURIKULUM PDSPK
Level I:
Standar Kompetensi:
Kader yang mampu berpikir metodologis, belajar efektif, dan menerapkan kehidupan yang melayani, disiplin, dan rajin.
No KOMPETENSI DASAR PENGALAMAN BELAJAR POKOK BAHASAN WAKTU
Alokasi
T P L
1 Mampu berpikir
metodologis
Memahami materi berpikir
metodologis
Latihan, studi kasus
1. Identifikasi masalah
2. Perumusan masalah
3. Hipotesis
4. Metodologis
5. Penarikan Kesimpulan dan generalisasi
2 Mampu belajar efektif Latihan mencatat, membaca,
mendengar, berbicara, menulis
1. Teknik mencatat
2. Teknik membaca
3. Teknik mendengar
4. Teknik berbicara
5. Teknik menulis
3 Memahami dan
Mendemonstrasikan
kehidupan yang melayani
berdasarkan iman Kristen
Simulasi, eksposure masalah sosial,
studi kasus, aksi sosial.
1. Identifikasi masalah sosial
2. Alternatif pemecahan masalah sosial
3. Disain rencana aksi
4. Aksi sosial
5. Refleksi
4 Mampu mempraktekkan
kehidupan yang disiplin
dan rajin
Latihan menyusun visi dan misi pribadi,
membuat perencanaan aktivitas
pribadi, menetapkan prioritas.
1. Teknik merumuskan visi dan misi pribadi
2. Teknik merencanakan aktivitas pribadi dalam
batasan waktu
3. Teknik menetapkan prioritas
15. Pola Dasar Sistem Pendidikan Kader GMKI 2006
Level II:
Standar Kompetensi:
Kader yang mampu memimpin, bersikap jujur, dan menerapkan kehidupan yang bersaksi
No KOMPETENSI DASAR PENGALAMAN BELAJAR POKOK BAHASAN WAKTU
Alokasi
T P L
1. Mampu menerapkan
prinsip-prinsip dasar
Kepemimpinan
Memahami dan berlatih melalui studi
kasus untuk menerapkan prinsip-
prinsip dasar kepemimpinan.
1. Konsep-konsep kepemimpinan
a. Pengertian
b. Jenis-jenis
c. Sumber-sumber
d. Nilai-nilai
2. Prinsip-prinsip dasar kepemimpinan
3. Gaya-gaya/tipe kepemimpinan
4. Teknik pengambilan keputusan
2 Memahami dan
Mendemonstrasikan
kehidupan yang bersaksi
berdasarkan iman Kristen
Studi kasus, latihan
mengkontekstualisasikan iman Kristen.
1. Konsep kesaksian
2. Metode bersaksi
3. Pemahaman konteks
4. Metode kontekstualisasi nilai
5. Teknik mengklarifikasi nilai
6. Refleksi
3 Mampu menerapkan
kehidupan yang jujur
Studi kasus dan simulasi 1. Etika organisasi
2. Konsep integritas
16. Pola Dasar Sistem Pendidikan Kader GMKI 2006
Level III:
Standar Kompetensi:
Kader yang memiliki ketrampilan manajerial dan pemecahan masalah, setia dan berkomitmen tinggi serta aktif membangun persekutuan.
No KOMPETENSI DASAR PENGALAMAN BELAJAR POKOK BAHASAN WAKTU
Alokasi
T P L
1 Memahami dan
menerapkan ketrampilan
manajerial
Mengkaji, Simulasi, studi kasus. 1. Teori organisasi
2. Konsep dasar manajemen
3. Fungsi-fungsi manajemen
4. Strategi managemen
5. Managemen konflik
2 Memahami dan
Mendemonstrasikan
kehidupan persekutuan
Kristen dalam konteks
Indonesia dan global
Mengkaji dan mempraktekkan
kehidupan persekutuan
1. Kebangsaan Indonesia sebagai suatu
persekutuan
2. Persekutuan dalam perspektif kemanusiaan,
perdamaian dan keutuhan ciptaan
3. Model-model persekutuan (termasuk
ekumenisme kristen dan umat manusia)
4. Metode bersekutu
3 Mampu menerapkan
kehidupan yang
berkomitmen tinggi
Mengkaji, studi kasus 1. Konsep komitmen dalam organisasi GMKI
2. Konsep komitmen bergereja
3. Konsep komitmen dalam kehidupan
berbangsa
4. Ancaman terhadap kehidupan berkomitmen
17. Pola Dasar Sistem Pendidikan Kader GMKI 2006
Catatan kurikulum:
1. Pokok bahasan yang dirumuskan dalam kurikulum dimaksudkan sebagai contoh. Berdasarkan
kebutuhan cabang dan kebutuhan anggota dalam proses pendidikan kader dicabang maka
pokok bahasan dapat dirumuskan sesuai dengan kebutuhan dengan tetap bertujuan mencapai
kompetensi dasar yang telah dirumuskan;
2. Untuk mendekatkan metode deduktif dengan realitas organisasi yang lebih induktif, maka
kurikulum pendidikan kader GMKI 2006 memberikan ruang untuk membicarakan berbagai
kebutuhan yang aktual kontekstual. Berkaitan dengan berbagai kebutuhan aktual kontekstual
dimaksud, maka dapat dibicarakan dalam kompetensi dasar mampu berpikir metodologis
pada kurikulum pendidikan kader level I. Kebutuhan aktual kontekstual dimaksud antara lain:
1. Hak asasi manusia.
2. Otonomi daerah.
3. Pilkada.
4. Studi lingkungan hidup.
5. Studi demokrasi dan civil society.
6. Studi perbatasan wilayah.
7. Studi neoliberalisme/globalisasi.
8. Konflik sosial kemasyarakatan.
9. Sistem pendidikan.
10. dsbnya.
3. Waktu belajar disusun sesuai dengan indikator, pokok bahasan, metode, dan media;
4. Waktu belajar diatur dan disusun oleh pelaksana dan fasilitator pendidikan kader;
5. Waktu belajar untuk satu topik materi dapat diatur dalam beberapa kali pertemuan yang
disesuaikan materi dan kebutuhan organisasi;
BAB VII
PENUTUP
7.1 Kesimpulan
Pendidikan kader, bagi organisasi seperti GMKI, merupakan hal pokok dan urat nadi untuk
menopang keberadaannya. Dengan melakukan aktivitas pendidikan kader, diharapkan
GMKI mampu mengemban Misi dalam upaya pencapaian Visi GMKI di ketiga medan
pelayanannya, yang senantiasa bergerak secara dinamis.
18. Pola Dasar Sistem Pendidikan Kader GMKI 2006
Skema Penyusunan PDSPK GMKI 2006
V i s i Permasalahan
Organisasi
M i s i
1. Nilai Spiritualitas
2. Nilai Integritas
3. Nilai Profesionalitas
Profil Kader
Spiritualitas Integritas Profesionalitas
Bersaksi
Bersekutu
Melayani
Jujur
Setia/komitmen
Disiplin Rajin
Kepemimpinan
Manajerial
Berpikir
metodologis
Belajar efektif
Nilai-nilai ini
dikelompokkan dan
dirumuskan menjadi
Standar Kompetensi yang
harus dimiliki oleh Kader
GMKI pada masing-masing
level
Pada Standar
Kompetensi pada
Level I:
Mampu berpikir
metodologis
Belajar efektif
Menerapkan
kehidupan yang
melayani
Disiplin dan
rajin
Pada Standar Kompetensi
pada Level II:
Mampu memimpin
Bersikap jujur
Menerapkan
kehidupan yang
bersaksi
Pada Standar
Kompetensi pada
Level III:
Memiliki
ketrampilan
manajerial
Setia dan
berkomitmen
tinggi
Aktif
membangun
persekutuan
19. Pola Dasar Sistem Pendidikan Kader GMKI 2006
PETUNJUK PELAKSANAAN
POLA DASAR SISTEM PENDIDIKAN KADER
GERAKAN MAHASISWA KRISTEN INDONESIA 2006
1. UMUM
Petunjuk pelaksanaan (juklak) kurikulum PDSPK GMKI 2006 adalah pedoman umum yang
diperuntukkan bagi penanggungjawab dan pelaksana pendidikan kader GMKI.
A. Latar Belakang PDSPK GMKI
1. Pola Dasar Sistem Pendidikan Kader GMKI merupakan strategi pendidikan kader GMKI
yang disusun secara sistematis, terencana, dan integralistik agar pendidikan kader
GMKI dapat berjalan secara utuh, menyeluruh dan terpadu dalam kepentingan
kaderisasi dan memberi jawaban terhadap dinamika dan persoalan medan pelayanan
yang semakin kompleks;
2. Pola Dasar Sistem Pendidikan Kader GMKI disusun untuk menghasilkan pemimpin dan
pelayanan dengan profil kader yang memiliki spiritualitas, integritas, dan
profesionalitas;
3. Perumusan Pola Dasar Sistem Pendidikan Kader GMKI ini mempertimbangkan aspek-
aspek penting dalam kehidupan organisasi yang meliputi:
a. Visi misi GMKI
b. Permasalahan dan dinamika internal organisasi
c. Kecenderungan kondisi eksternal
d. Nilai-nilai GMKI
e. Aspek teologi sebagai dasar panggilan dan pelayanan GMKI
4. Pola Dasar Sistem Pendidikan Kader GMKI adalah produk ketiga dalam sistem
pendidikan kader GMKI, yang merupakan kelanjutan pola pendidikan kader
sebelumnya, yakni pola pendidikan kader 1981-1991 dan PDSPK GMKI 1992-2002
5. Berkaitan dengan limit waktu implementasi PDSPK, maka kurikulum PDSPK GMKI
mengandung prinsip fleksibilitas dan adaptif terhadap perubahan medan pelayanan,
dengan demikian kurikulum PDSPK tetap terbuka untuk terus melakukan adaptasi.
6. Strategi yang dikembangkan dalam kurikulum PDSPK GMKI ini antaralain:
a. Strategi yang menyangkut teknis pelaksanaan dengan melihat keunggulan
komparatif dan keunggulan wilayah;
b. Strategi yang menyangkut muatan, yaitu strategi yang memberi tekannan pada
pengembangan spiritualitas, penguatan ketrampilan organisasi, manajemen dan
kemampuan akademik serta potensi dinamik;
c. Strategi yang menyangkut pendekatan, yaitu pendekatan andragogi partisipatif
dan integralistik.
B. Struktur PDSPK GMKI
1. Pola Dasar Sistem Pendidikan Kader GMKI 2006 disusun dalam satu kesatuan yang
terintegrasi dan berjenjang yaitu: level I, level II, dan level III;
2. Sebagai satu kesatuan yang terintegrasi artinya ketiga level ini tidak dapat
dilepaspisahkan dan merupakan satu kesinambungan proses;
3. Berjenjang dimaksudkan adalah sebuah proses yang sistematis dan terencana untuk
pencapaian output yang baik;
4. Pada level I standar kompetensi yang ingin dibentuk adalah kader yang mampu
berpikir metodologis, belajar efektif, menerapkan kehidupan yang melayani, dan
20. Pola Dasar Sistem Pendidikan Kader GMKI 2006
disiplin dan rajin. Maka kompetensi dasar yang diberikan adalah: berpikir
metodologis; belajar efektif; kehidupan yang melayani; dan kehidupan yang disiplin
dan rajin;
5. Pada level II standar kompetensi yang ingin dibentuk adalah kader yang mampu
memimpin, bersikap jujur, dan menerapkan kehidupan yang bersaksi. Maka
kompetensi dasar yang diberikan adalah: prinsip-prinsip dasar kepemimpinan;
kehidupan yang bersaksi berdasarkan iman kristen; dan kahidupan yang jujur;
6. Pada level III standar kompetensi yang ingin dibentuk adalah kader yang memiliki
ketrampilan manajerial dan pemecahan masalah, setia dan berkomitmen tinggi serta
aktif membangun persekutuan. Maka kompetensi dasar yang diberikan adalah:
ketrampilan manajerial; kehidupan dan persekutuan kristen dalam konteks Indonesia
dan global; dan kehidupan yang berkomitmen tinggi;
2. INDIKATOR KOMPETENSI
A. Untuk dapat mengukur keberhasilan proses belajar dalam pendidikan kader maka
fasilitator harus dapat merumuskan dan mengembangkan indikator kompetensi;
B. Indikator kompetensi yang dirumuskan harus mengandung tiga ketentuan, yakni: 1) harus
dapat diukur; 2) harus dapat diobservasi; dan 3) harus kontekstual.
3. METODE
A. Untuk memaksimalkan proses pendidikan kader GMKI, maka metode yang dikembangkan
harus disesuaikan dengan indikator dan pengalaman belajar.
B. Untuk menjawab kebutuhan belajar, maka metode diatur dan dikembangkan oleh
fasilitator.
4. MEDIA
A. Untuk memaksimalkan proses pendidikan kader GMKI, maka media yang dikembangkan
harus sesuai dengan indikator, metode, dan pengalaman belajar.
B. Pemilihan dan pengembangan media belajar dilakukan oleh fasilitator.
5. WAKTU
A. Waktu belajar disusun sesuai dengan indikator, pokok bahasan, metode, dan media.
B. Waktu belajar untuk satu topik materi diatur dan disusun oleh pelaksana dan fasilitator
pendidikan kader GMKI.
C. Waktu belajar untuk satu topik materi dapat diatur dalam beberapa kali pertemuan yang
disesuaikan dengan muatan materi dan kebutuhan organisasi.
6. EVALUASI
A. Penyusunan perangkat evaluasi harus sesuai dengan indikator dan mencakup semua
kompetensi dasar untuk pencapaian standar kompetensi.
B. Apabila semua standar kompetensi tercapai berarti tujuan tercapai.
C. Minimum 90% peserta mencapai hasil evaluasi minimal 70% dari skala 0-100% (kondisi ini
bisa disesuaikan dengan tingkat dinamika cabang)
D. Untuk upaya perbaikan hasil evaluasi belajar pendidikan kader, maka dapat dilakukan
pengayaan dan remidiasi.
7. PENGORGANISASIAN
A. Penanggungjawab dan Pelaksana Pendidikan Kader GMKI
1. Penanggungjawab pendidikan kader GMKI adalah Pengurus Pusat GMKI.
21. Pola Dasar Sistem Pendidikan Kader GMKI 2006
2. Pelaksana pendidikan kader GMKI level I, level II, dan level III adalah Badan Pengurus
Cabang GMKI.
3. Pelaksanaan kegiatan pendidikan kader dapat bekerjasama dengan Yayasan Bina
Darma Salatiga.
4. Selain itu dalam kepentingan untuk menyukseskan pelaksanaan pendidikan kader
GMKI, maka BPC GMKI dapat membangun kerjasama dengan Gereja dan Lembaga-
lembaga pelayanan Gerejawi yang bergerak di bidang pengembangan sumber daya
manusia.
B. Syarat Rekruitmen/Ketentuan Peserta Pendidikan Kader GMKI
1. Anggota GMKI sesuai dengan ketentuan AD/ART GMKI.
2. Bersedia mengikuti seluruh proses pendidikan kader GMKI pada setiap level.
3. Sebagai pelaksana pendidikan kader GMKI, maka BPC GMKI harus menetapkan syarat-
syarat rekruitmen peserta yang disesuaikan dengan kondisi cabang dan kebutuhan
pendidikan kader GMKI itu sendiri. Terutama berkaitan dengan syarat-syarat khusus.
C. Kewenangan Sertifikasi
1. Peserta pendidikan kader GMKI yang telah mengikuti pendidikan kader GMKI level I,
level II, dan level III berhak untuk mendapatkan sertifikat pendidikan kader GMKI.
2. Sebagai penanggungjawab pendidikan kader GMKI, maka Pengurus Pusat GMKI
memiliki kewenangan mengeluarkan sertifikat pendidikan kader kepada kader yang
telah mengikuti pendidikan kader pada setiap level.
3. Sertifikat pendidikan kader GMKI berlaku secara nasional, maksudnya adalah:
Apabila ada kader lulusan pendidikan kader GMKI level I dan atau level II yang
meninggalkan cabang asal dengan alasan yang jelas dan memiliki keterangan
organisasi maka yang bersangkutan dapat mengikuti pendidikan kader GMKI level II
dan atau level III dimana kader tersebut berdomisili dengan menunjukkan sertifikat
pendidikan kader GMKI.
D. Kualifikasi Fasilitator
Mengingat aspek fleksibilitas dan strategi yang dikembangkan dalam PDSPK GMKI 2006,
maka fasilitator yang dibutuhkan adalah:
1. Diutamakan adalah senior members/friends GMKI dengan kualifikasi yang ditetapkan
oleh pelaksana pendidikan kader GMKI.
2. Memahami dan mampu menerapkan kurikulum pendidikan kader GMKI pada masing-
masing level.
3. Menguasai materi yang dimaksudkan dalam kurikulum pendidikan kader pada masing-
masing level.
4. Menguasai materi aktual yang dikembangkan sesuai dengan keunggulan dan
kebutuhan cabang.
5. Mampu mengembangkan media dan metode yang relevan dengan materi dan
tuntutan kurikulum maupun materi yang dikembangkan sesuai dengan keunggulan
dan kebutuhan cabang.
6. Memiliki sertifikat fasilitator dari Pengurus Pusat GMKI.
7. Memiliki komitmen terhadap pengembangan GMKI.
E. Pengembangan Sistem Data Base Kader, Fasilitator, dan Materi (Management Pooling
Of Resources)
1. Pengembangan sistem data base dimaksudkan adalah pengelolaan semua hal yang
berkaitan dengan kader, fasilitator, dan materi pendidikan kader GMKI.
22. Pola Dasar Sistem Pendidikan Kader GMKI 2006
2. Pengembangan sistem data base kader dimaksudkan adalah identifikasi, verifikasi,
dan pengelolaan data/output pendidikan kader GMKI pada masing-masing level.
3. Identifikasi, verifikasi, dan pengelolaan data base kader dimaksudkan untuk
mengetahui jumlah kader yang telah mengikuti dan lulus sesuai standar evaluasi
kelulusan pada masing-masing level di seluruh cabang GMKI.
4. Pengembangan sistem data base fasilitator dimaksudkan adalah identifikasi, verifikasi,
dan pengelolaan data fasilitator pada masing-masing level pendidikan kader GMKI.
5. Identifikasi, verifikasi dan pengelolaan data base fasilitator adalah untuk mengetahui
jumlah fasilitator pada masing-masing di masing-masing cabang GMKI.
6. Pengembangan sistem data base materi adalah identifikasi, verifikasi dan pengelolaan
data materi pendidikan kader GMKI yang diberikan pada masing-masing level
pendidikan kader GMKI.
8. Posisi Masa Perkenalan terhadap PDSPK GMKI
A. Sebagai organisasi kader, maka perekrutan/penerimaan anggota yang saat ini dilakukan
lewat masa perkenalan anggota tetap diperlukan oleh GMKI.
B. Dalam Pola Pengkaderan 1981-1991, masa perkenalan anggota adalah jenjang
pengkaderan yang utuh terintegrasi dalam pola pengkaderan GMKI, dengan demikian
maka secara otomatis seorang mahasiswa ketika menjadi anggota GMKI langsung
mengikuti proses pendidikan kader GMKI.
C. Dalam PDSPK GMKI 1992-2002, masa perkenalan anggota merupakan media penerimaan
an sich dan terpisah dari kurikulum PDSPK GMKI.
D. Dalam PDSPK GMKI 2006, masa perkenalan anggota adalah media pengenalan organisasi
dan penerimaan anggota an sich dan terpisah dari kurikulum PDSPK GMKI. Hal ini
ditetapkan dengan beberapa pertimbangan, antaralain:
1. Peserta pendidikan kader GMKI adalah anggota GMKI sesuai ketentuan AD/ART GMKI.
2. Pendidikan kader GMKI adalah proses panjang yang strategis untuk membentuk profil
kader. Dengan demikian sebelum memasuki ‘ranah kaderisasi’, anggota harus
memperoleh pengetahuan dasar dan memahami seperti apa organisasi yang
dimasukinya dengan segala dinamikanya.
3. Berkaitan dengan pengetahuan dasar tentang organisasi dan segala dinamikanya,
maka materi-materi yang harus diberikan dalam masa perkenalan anggota, antaralain:
Pemahaman sejarah GMKI; Pemahaman AD/ART GMKI; Pemahaman Visi misi GMKI;
Pemahaman Tema sub tema; Pemahamana Tri Panji; Pemahaman motto dan panca
kegiatan GMKI.
4. Untuk menjaga kesatuan pemahaman terhadap organisasi dengan segala
dinamikanya, maka seluruh materi masa perkenalan anggota akan disiapkan oleh
Pengurus Pusat GMKI.
23. Pola Dasar Sistem Pendidikan Kader GMKI 2006
PEDOMAN DAN CONTOH PENURUNAN INDIKATOR
PADA KURIKULUM PDSPK GMKI
1. Rasional
PP GMKI telah melakukan serangkaian kegiatan yang salah satunya menghasilkan Kurikulum
PDSPK 2006. Kurikulum PDSPK 2006 menggunakan kompetensi sebagai dasar dalam
pendekatannya. Kurikulum seperti ini merupakan seperangkat rencana dan pengaturan tentang
kompetensi, pengaturan tentang hasil yang harus dicapai peserta pelatihan, penilaian, dan
kegiatan pelatihan yang harus dilakukan. Yang dimaksud dengan kompetensi dalam kurikulum ini
adalah perpaduan dari pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam
kebiasaan berpikir dan bertindak dari peserta pelatihan sebagai akibat dari adanya kegiatan
belajar.
Kurikulum ini bermaksud mencapai tujuan berupa peserta yang mampu melaksanakan nilai-
nilai Kristen (spiritualitas); mampu menerapkan kehidupan yang bertanggung jawab (integritas);
dan mampu menguasai serta mengembangkan ilmu dan keterampilan (profesionalisme). Visi dan
misi GMKI serta hasil dari analisis terhadap situasi dan kondisi yang dihadapi GMKI, merupakan
rujukan utama untuk menentukan tujuan ini. Secara khusus, tujuan ini dijabarkan menjadi standar
kompetensi dan kompetensi dasar yang ada pada masing-masing level (level I. level II, dan level
III).
Melaui kurikulum PDSPK 2006, peserta pelatihan diharapkan dapat meningkatkan
kemampuan pemahaman konsep, pengembangan pola pikir, dan sejumlah keterampilan proses,
serta memberi petunjuk kepada pelatih dalam menyiapkan pembelajaran dan menentukan
standar tingkat keberhasilan peserta pelatihan.
Rancangan kurikulum seperti ini menghendaki agar pelatih dapat menyajikan pelatihan
berdasarkan pengalaman belajar yang sejalan dengan visi dan misi PP GMKI dan sesuai dengan
kebutuhan di masing-masing cabang GMKI maupun tantangan-tantangan secara nasional bahkan
tantangan global. Konsekuensi dari hal ini adalah pelatih mengerti apa yang harus dilatih, apa yang
harus dilakukan peserta sebagai hasil belajar dalam pelatihan.
Kurikulum PDSPK 2006 memberikan kebebasan pada pelaksana untuk menentukan indikator
keberhasilan dari masing-masing pelatihan. Oleh karena itu pelaksana bebas pula
mengembangkan materi pelatihan sesuai dengan lingkungan dan kebutuhan masing-masing
cabang dengan berpedoman pada kompetensi yang ada pada kurikulum. Masalahnya di sini
adalah “bagaimanakah cara mengembangkan indikator pelatihan dan bagaimana pula cara
mengembangkan materi pelatihan” yang akan disajikan kepada peserta pelatihan? Untuk
menjawab hal ini perlu diketahui lebih dahulu apa yang dimaksud dengan indikator pelatihan.
2. Indikator Pelatihan
Indikator pelatihan dikembangkan dari kompetensi dasar yang ada dalam kurikulum
PDSPK 2006. Indikator adalah karakteristik, ciri-ciri perbuatan, atau respons dari peserta
pelatihan. Dengan kata lain indikator pelatihan adalah pernyataan tentang perbuatan tertentu
yang dapat dilakukan atau sesuatu yang dihasilkan peserta pelatihan (pelajar) setelah
menyelesaikan satu pelatihan/tugas belajar tertentu. Dengan begitu indikator harus dinyatakan
dalam hasil belajar peserta pelatihan bukan proses belajar.
Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimanakah pelatih mengetahui bahwa peserta
pelatihan telah menguasai kompetensi dasar yang dituntut oleh kurikulum? Untuk mengetahui hal
ini pelatih dapat mengoperasionalkan kompetensi yang ada dalam Kompetensi Dasar yang masih
berupa kata kerja abstrak menjadi kata kerja yang lebih operasional. Atau dengan kata
lain indikator pelatihan dirumuskan menggunakan kata kerja yang operasional, yang hasilnya
dapat diamati dan dapat diukur. Kata kerja yang digunakan pada indikator misalnya: menghitung,
mengidentifikasi, menafsirkan, membandingkan, membedakan, menerapkan, menganalisis,
merangkum, menyimpulkan, merancang, dan sebagainya.
24. Pola Dasar Sistem Pendidikan Kader GMKI 2006
Selain itu indikator menunjukkan perbuatan yang dilakukan oleh peserta pelatihan (pelajar)
bukan pelatih, atau program pelatihan sehingga dinamakan performance objectives (behavioural
objectives). Juga tidak memakai kata kerja yang konseptual seperti pada Kompetensi Dasar dan
Standar Kompetensi. Dasar penentuan indikator adalah satuan tugas belajar/pelatihan yang harus
diselesaikan (modul, pokok bahasan, paket dan sebagainya) dan bukan atas dasar waktu yang
diperlukan.
3. Manfaat Indikator Pelatihan
Berdasarkan pada pengertian indikator di atas maka dapat dikatakan bahwa manfaat dari
penentuan indikator dalam menjalankan kurikulum ini adalah menjelaskan tentang “hasil” yang
diinginkan dari peserta pelatihan. Dengan diketahuinya hasil yang akan dikuasai peserta, pelatih
mempunyai pedoman untuk memilih “materi” pembelajaran, urutan penyajian, dan waktu yang
diperlukan untuk mencapai kompetensi yang telah ditentukan.
Indikator dapat pula mengarahkan pelatih dalam memilih “metode” atau “strategi”
penyampaian yang lebih sesuai. Manfaat lain dalam penentuan indikator pelatihan adalah
membantu pelatih untuk mengetahui kriteria dalam menilai hasil belajar melalui penyusunan alat
evaluasi. Dengan demikian indikator dapat menjadi dasar untuk menilai mutu dan efisiensi
pelatihan yang diberikan kepada peserta.
4. Komponen Indikator dalam Pelatihan
Dalam sebuah indikator terdapat tiga komponen utama yang harus ada. Ketiga komponen
tersebut mencakup perbuatan yang menunjukkan kompetensi yang akan dan telah dikuasai oleh
peserta pelatihan, kondisi yang menyebabkan peserta dapat melakukan perbuatannya, dan
kriteria untuk mengetahui taraf kecermatan dalam melaksanakan perbuatan peserta.
Yang dimaksud dengan perbuatan adalah hal atau hal-hal yang dilakukan peserta atau apa
yang dihasilkan peserta sebagai akibat dari keikut-sertaannya dalam proses pelatihan. Kondisi
yaitu alat apa yang dapat digunakan, materi yang disediakan oleh pelatih, dalam situasi ini
“perbuatan” dari peserta dapat dilakukan atau persyaratan lain yang harus dipenuhi. Kriteria
adalah taraf kecermatan yang dituntut, seperti berapa jumlah kesalahan yang diperbolehkan dan
waktu minimal yang diperlukan untuk melaksanakan “perbuatan” tersebut.
5. Contoh Perumusan Indikator
Berikut ini dikemukakan beberapa contoh merumuskan indikator dalam pelatihan.
a. Peserta pelatihan dapat merumuskan masalah organisasi yang dihadapi oleh Cabang
GMKI, bila diberi deskripsi tentang keadaan organisasi Cabang GMKI.
b. Peserta dapat mengidentifikasi faktor-faktor yang menentukan keberhasilan organisasi
cabang GMKI di daerah.
c. Peserta dapat menyebutkan kelima sila Pancasila dengan urutan yang tepat.
d. Peserta dapat menganalisis sebab-sebab jatuhnya Suharto
e. Peserta dapat membuat langkah-langkah pemecahan masalah yang dihadapi oleh cabang
dalam pembinaan anggota baru.
f. Peserta dapat mengorganisasikan para anggota baru GMKI untuk mengikuti Program
Pengenalan Anggota Baru.
g. Peserta pelatihan dapat mengadakan penelitian lapangan dan membuat laporan
penelitian dalam waktu empat bulan.
h. Peserta dapat merumuskan hipotesis kerja dalam penelitian X.
i. Peserta dapat merubah hipotesis kerja menjadi hipotesis statistik.
j. Dengan data yang telah terkumpul peserta dapat melakukan perhitungan pengujian
hipotesis dan menarik kesimpulannya.
25. Pola Dasar Sistem Pendidikan Kader GMKI 2006
k. Peserta dapat membuat catatan perkuliahan dengan menggunakan metode Cornell.
l. Peserta dapat mencatat inti sari perkuliahan dengan menggunakan peta konsep.
Kegiatan peserta materi
Contoh indikator nomor a, terdapat kata kerja operasional merumuskan, dengan kondisi yang
ditentukan berupa kasus organisasi Cabang GMKI tertentu yang hendak dianalisis. Taraf
kecermatannya berupa ketepatan merumuskannya. Taraf kecermatan ini tidak harus dinyatakan
tetapi harus selalu diketahui oleh pelatih agar dapat mengevaluasi peserta.
Contoh yang ke-l, kegiatan mencatat merupakan kompetensi yang dikehendaki oleh pelatih
dari peserta pelatihan setelah mengikuti proses pelatihan. Kegiatan mencatat ini hendaknya
koheren dengan Kompetensi Dasar yang ada dalam kurikulum. Sedangkan materi yang
disampaikan oleh pelatih dalam pelatihan adalah “inti sari perkuliahan dengan menggunakan peta
konsep”.
Mudah-mudahan dengan contoh-contoh ini dapat memperjelas cara penurunan indikator
dalam pelatihan yang akan dilakukan oleh peyelenggara Kurikulum PDSPK GMKI 2006. Ut Omnes
Unum Sint!