SlideShare a Scribd company logo
1 of 16
Download to read offline
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN
KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR HK.04.1.33.02.12.0883 TAHUN 2012
TENTANG
DOKUMEN INDUK
INDUSTRI FARMASI DAN INDUSTRI OBAT TRADISIONAL
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa untuk perencanaan dan pelaksanaan inspeksi,
evaluasi atas informasi spesifik tentang pemastian mutu,
produksi dan pengawasan mutu dari proses pembuatan
obat dan obat tradisional serta evaluasi kegiatan lain di
sekitar bangunan industri farmasi dan industri obat
tradisional perlu informasi lengkap berupa Dokumen
Induk Industri Farmasi dan Industri Obat Tradisional;
b. bahwa pengaturan mengenai Dokumen Induk Industri
Farmasi yang telah diberlakukan dalam Peraturan Kepala
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia
Nomor HK.04.1.33.12.11.09936 Tahun 2011 tentang
Pedoman Penyiapan Dokumen Induk Industri Farmasi
dan Industri Obat Tradisional perlu disesuaikan untuk
mengoptimalkan pengawasan;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan huruf b perlu menetapkan
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
tentang Pedoman Penyiapan Dokumen Induk Industri
Farmasi dan Industri Obat Tradisional;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5063);
2. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang
Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1998 Nomor
138, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3781);
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA
3. Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang
Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan
Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non
Departemen sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun
2005;
4. Keputusan Presiden Nomor 110 Tahun 2001 tentang Unit
Organisasi dan Tugas Eselon I Lembaga Pemerintah Non
Departemen sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 52 Tahun
2005;
5. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Nomor 02001/SK/KBPOM Tahun 2001 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Obat dan
Makanan, sebagaimana telah diubah dengan Keputusan
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
No.HK.00.05.21.4231 Tahun 2004;
6. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia Nomor HK.00.05.3.0027 Tahun 2006
tentang Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat yang
Baik Tahun 2006 sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Nomor HK.03.1.23.09.10.9030 Tahun 2010;
7. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia Nomor HK.00.05.4.1380 Tahun 2005
tentang Pedoman Cara Pembuatan Obat Tradisional yang
Baik Tahun 2005 sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Nomor HK.03.1.23.06.11.5629 Tahun 2011;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN
MAKANAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG DOKUMEN
INDUK INDUSTRI FARMASI DAN INDUSTRI OBAT
TRADISIONAL.
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:
1. Dokumen Induk Industri Farmasi dan Industri Obat Tradisional selanjutnya
disingkat DI-IF/IOT adalah dokumen yang disiapkan oleh Industri Farmasi
atau Industri Obat Tradisional yang berisi informasi spesifik tentang kebijakan
manajemen mutu dan aktivitas produksi dan/atau pengawasan mutu dari
kegiatan pembuatan obat, bahan obat, dan/atau obat tradisional yang
dilaksanakan pada lokasi tersebut dan kegiatan terkait pada bangunan di
sekitarnya.
2. Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri
Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat.
3. Industri Obat Tradisional adalah industri yang membuat semua bentuk
sediaan obat tradisional.
4. Cara Pembuatan Obat yang Baik yang selanjutnya disingkat CPOB adalah
Cara Pembuatan Obat yang bertujuan untuk memastikan mutu obat yang
dihasilkan sesuai dengan persyaratan dan tujuan penggunaannya;
5. Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik yang selanjutnya disingkat
CPOTB adalah seluruh aspek kegiatan pembuatan obat tradisional yang
bertujuan untuk menjamin agar produk yang dihasilkan senantiasa
memenuhi mutu yang ditetapkan sesuai dengan tujuan penggunaannya;
6. Inspeksi adalah pemeriksaan secara menyeluruh atau sebagian terhadap
pemenuhan persyaratan CPOB/CPOTB yang dilakukan oleh inspektur
CPOB/CPOTB atau inspektur CPOB/CPOTB bersama dengan spesialis
dan/atau tenaga ahli untuk tujuan antara lain dalam rangka sertifikasi
CPOB/CPOTB, perubahan tata ruang, penambahan fasilitas produksi, tindak
lanjut hasil inspeksi sebelumnya, inspeksi rutin yang dilakukan sekali dalam
dua tahun atau berdasarkan penilaian risiko, investigasi dan penanganan
terhadap keluhan dan/atau penarikan kembali obat;
7. Kepala Badan adalah Kepala Badan yang tugas dan tanggung jawabnya di
bidang pengawasan obat dan makanan.
BAB II
PEDOMAN
Pasal 2
Pedoman Penyiapan DI-IF/IOT digunakan sebagai acuan bagi:
a. Industri Farmasi dan Industri Obat Tradisional dalam menyiapkan DI-IF/IOT;
dan
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA
b. petugas inspeksi dalam pelaksanaan inspeksi, evaluasi informasi spesifik
tentang pemastian mutu, produksi dan pengawasan mutu dari proses
pembuatan obat, bahan obat, dan/atau obat tradisional dan evaluasi kegiatan
lain di sekitar bangunan Industri Farmasi/Industri Obat Tradisional.
Pasal 3
Pedoman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 sebagaimana tercantum dalam
Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan ini.
Pasal 4
(1) Industri Farmasi dan Industri Obat Tradisional wajib membuat dan
menyerahkan DI-IF/IOT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 kepada
Kepala Badan paling lambat 6 (enam) bulan setelah tanggal diundangkannya
Peraturan ini.
(2) DI-IF/IOT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diserahkan dalam
bentuk softcopy yang disimpan dalam compact disc atau melalui surat
elektronik.
(3) Penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) juga wajib ditembuskan
kepada Kepala Balai Besar/Balai Pengawas Obat dan Makanan setempat.
Pasal 5
(1) Dalam hal terjadi perubahan bermakna atas informasi dalam DI-IF/IOT,
Industri Farmasi dan Industri Obat Tradisional wajib menyampaikan
perubahan DI-IF/IOT paling lama 1 (satu) bulan sejak terjadi perubahan.
(2) Perubahan bermakna sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) meliputi
perubahan namun tidak terbatas pada:
a. personil penanggungjawab;
b. bangunan dan fasilitas produksi;
c. sarana penunjang; atau
d. berdasarkan kajian risiko berdampak terhadap mutu produk.
Pasal 6
(1) Industri Farmasi dan/atau Industri Obat Tradisional wajib melakukan
pengkajian ulang terhadap DI-IF/IOT secara berkala maksimal dalam jangka
waktu 1 (satu) tahun.
(2) Dalam hal terjadi perubahan berdasarkan hasil kajian sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Industri Farmasi dan/atau Industri Obat Tradisional
wajib memperbaharui DI-IF/IOT dan menyerahkan DI-IF/IOT terbaru
sebagaimana tercantum dalam Pasal 4 ayat (2) dan (3).
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA
BAB III
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 7
(1) Pelanggaran terhadap ketentuan pada peraturan ini dapat dikenai sanksi
administratif.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a. peringatan tertulis;
b. pembekuan Sertifikat CPOB/CPOTB; atau
c. penghentian sementara kegiatan.
BAB IV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 8
Pada saat Peraturan ini mulai berlaku, Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat
dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.04.1.33.12.11.09936 Tahun 2011
tentang Pedoman Penyiapan Dokumen Induk Industri Farmasi dan Industri Obat
Tradisional dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 9
Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahui memerintahkan pengundangan Peraturan ini
dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 7 Februari 2012
KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
LUCKY S. SLAMET
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 13 Maret 2012
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
AMIR SYAMSUDIN
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2012 NOMOR 294
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA
Lampiran
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan
Republik Indonesia
Nomor HK.04.1.33.02.12.0883 Tahun 2012
tentang
Dokumen Induk Industri Farmasi dan
Industri Obat Tradisional
Pedoman Penyiapan Dokumen Induk
Industri Farmasi dan Industri Obat Tradisional
PENDAHULUAN
1. Dokumen Induk Industri Farmasi dan Industri Obat Tradisional (DI-IF/IOT)
disiapkan oleh industri farmasi atau industri obat tradisional yang berisi
informasi spesifik tentang kebijakan manajemen mutu dan aktivitas produksi
dan/atau pengawasan mutu dari kegiatan pembuatan obat, bahan obat,
dan/atau obat tradisional yang dilaksanakan pada lokasi tersebut dan kegiatan
terkait pada bangunan di sekitarnya. Jika hanya sebagian dari tahap pembuatan
obat, bahan obat, dan/atau obat tradisional yang dilaksanakan di lokasi Industri
Farmasi atau Industri Obat Tradisional berkaitan, maka DI-IF/IOT perlu
menguraikan hanya tahap proses tersebut, misal analisis, pengemasan dan
lain-lain.
2. DI-IF/IOT yang diserahkan kepada Kepala Badan POM hendaklah berisi
informasi mengenai prosedur dan proses pembuatan yang dilakukan.
3. DI-IF/IOT hendaklah berisi informasi yang memadai, singkat dan jelas dalam
bahasa Indonesia atau Inggris, tetapi sedapat mungkin tidak lebih dari 25 - 30
halaman ditambah lampiran. Rancangan, gambar dan denah lebih diutamakan
daripada narasi. DI-IF/IOT, termasuk lampiran, hendaklah terbaca jelas bila
dicetak pada lembar kertas ukuran A4.
4. DI-IF/IOT hendaklah merupakan bagian dokumentasi manajemen sistem mutu
dari perusahaan yang perlu selalu dimutakhirkan.
5. DI-IF/IOT hendaklah memiliki nomor edisi dan tanggal efektif, tanggal mulai
efektif dan tanggal kapan DI-IF/IOT perlu dikaji ulang. Perlu dilakukan kaji
ulang secara berkala pada DI-IF/IOT untuk menjamin pemutakhiran data yang
mencerminkan aktivitas terkini. Khusus Lampiran dapat diberikan tanggal
efektif tersendiri untuk memudahkan pemutakhiran independen.
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA
TUJUAN
Tujuan dari Pedoman DI-IF/IOT ini adalah sebagai acuan bagi Industri Farmasi
atau Industri Obat Tradisional dalam mempersiapkan suatu DI-IF/IOT yang dapat
berguna bagi Badan POM dalam perencanaan dan pelaksanaan inspeksi
CPOB/CPOTB.
RUANG LINGKUP
1. Setiap Industri Farmasi atau Industri Obat Tradisional wajib menyiapkan
DI-IF/IOT; penyiapan DI-IF/IOT hendaklah sesuai Pedoman DI-IF/IOT ini.
2. Pedoman ini ini berlaku untuk berbagai aktivitas pembuatan obat, bahan obat,
dan/atau obat tradisional misal produksi, pengemasan dan pelabelan,
pengujian, pelabelan serta pengemasan ulang semua jenis produk obat
dan/atau obat tradisional.
3. Format dari pedoman ini dapat juga digunakan untuk pembuatan DIIF/IOT
atau dokumen yang terkait dengan Blood and Tissues Establishment dan
pembuatan Bahan Aktif Obat (BAO).
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA
BAB 1
INFORMASI UMUM
1.1 Informasi mengenai industri farmasi /industri obat tradisional
PETUNJUK
Nama dan alamat resmi Industri Farmasi atau Industri Obat Tradisional;
Alamat nama dan jalan lokasi pabrik, bangunan dan unit-unit produksi
yang ada di lokasi pabrik;
Informasi mengenai Industri Farmasi atau Industri Obat Tradisional
termasuk alamat surat-menyurat dan kode pos (jika berbeda dari alamat
lokasi);
Nomor telefon nomor fax personil yang dapat dihubungi dalam 24 jam
apabila ada kasus kerusakan produk atau penarikan obat kembali;
Nomor identitas Industri Farmasi atau Industri Obat Tradisional, misal
rincian GPS, Nomor D-U-N-S (Data Universal Numbering System) atau sistem
lokasi geografis lain.
1.2 Aktivitas pembuatan obat yang disetujui
PETUNJUK
Buat kopi izin industri Farmasi atau Industri Obat Tradisional yang
diterbitkan oleh instansi berwenang dan lampirkan (Lampiran 1); atau, jika
berlaku, sebutkan rujukan pada EudraGMP database. Buat pernyataan,
apabila instansi berwenang tidak menerbitkan izin pembuatan (lain);
Penjelasan singkat mengenai pembuatan, impor, ekspor, distribusi dan
kegiatan lain yang diberi izin oleh instansi berwenang, termasuk oleh
instansi luar negeri yang relevan dengan bentuk sediaan/aktivitas, mana
yang berlaku; yang tidak ditopang oleh izin pembuatan;
Jenis produk yang sedang dibuat di pabrik Industri Farmasi atau Industri
Obat Tradisional (daftarkan dalam Lampiran 2) apabila tidak tercakup dalam
Lampiran 1 atau EudraGMP database;
Sebutkan dalam daftar inspeksi-inspeksi CPOB/CPOTB yang dilakukan
terhadap pabrik Industri Farmasi atau Industri Obat Tradisional selama 5
tahun terakhir; yang mencakup tanggal dan nama/negara dari instansi
berkompeten yang melakukan inspeksi. Lampirkan juga kopi dari sertifikat
CPOB/CPOTB yang berlaku (Lampiran 3) atau rujukan pada EudraGMP
database, apabila ada.
1.3 Aktivitas pembuatan lain
PETUNJUK
Aktivitas ini mencakup aktivitas pembuatan non-obat, bila ada.
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA
BAB 2
SISTEM MANAJEMEN MUTU
2.1 Sistem manajemen mutu
PETUNJUK
Penjelasan singkat mengenai sistem manajemen mutu yang diterapkan
Industri Farmasi atau Industri Obat Tradisional serta rujukan pada standar
yang digunakan;
Tanggung jawab yang berkaitan dengan penanganan sistem mutu termasuk
manajemen senior;
Informasi mengenai kegiatan Industri Farmasi atau Industri Obat
Tradisional yang diakreditasi dan disertifikasi yang mencakup tanggal dan isi
akreditasi, serta lembaga yang mengakreditasi.
2.2 Prosedur pelulusan akhir produk jadi
PETUNJUK
Uraian rinci mengenai persyaratan kualifikasi (pendidikan dan pengalaman
kerja) Kepala Pemastian Mutu/ Authorised Person/ Qualified Person yang
bertanggung jawab untuk sertifikasi bets dan prosedur pelulusan;
Prosedur umum dan pelulusan;
Peranan Kepala Bagian Pemastian Mutu /Authorised Person/Qualified
Person dalam pengarantinaan dan pelulusan produk jadi serta dalam
penilaian akan kepatuhan terhadap Izin Edar;
Pengaturan antar Kepala Pemastian Mutu /Authorised Person/Qualified
Person apabila beberapa Kepala Pemastian Mutu (Authorised Person/
Qualified Person) terlibat;
Pernyataan apakah strategi pengendalian menggunakan Process Analytical
Technology (PAT) dan/atau Real Time Release atau Pelulusan Parametris.
2.3 Manajemen pemasok dan kontraktor
PETUNJUK
Kesimpulan singkat mengenai bentuk/ pengetahuan rantai pemasokan
(supply chain) dan program audit eksternal;
Uraian singkat mengenai sistem kualifikasi kontraktor, pembuat bahan aktif
obat (BAO) dan pemasok bahan kritis lain;
Tindakan yang diambil untuk memastikan bahwa produk dibuat sesuai
dengan TSE (Transmitting animal spongiform encephalopathy) guidelines;
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA
Tindakan yang diadopsi apabila produk, produk ruahan (tablet belum
dikemas), BAO atau eksipien palsu dicurigai atau diidentifikasi;
Penggunaan bantuan saintis, analisis atau teknis luar dalam kaitan dengan
pembuatan dan analisis ;
Daftar pembuat dan laboratorium berdasarkan kontrak mencakup informasi
mengenai alamat dan hubungan komunikasi serta alur (flow chart) rantai
pemasokan untuk kegiatan pembuatan dan Pengawasan Mutu; misal
sterilisasi bahan pengemas primer untuk proses aseptis, pengujian bahan
baku awal dst., hendaklah ditampilkan pada Lampiran 4;
Kesimpulan singkat mengenai pembagian tanggung jawab antara pemberi
kontrak dan penerima kontrak dalam kaitan dengan Izin Edar (apabila tidak
dicakup dalam Butir 2.2).
2.4 Manajemen Risiko Mutu (MRM)
PETUNJUK
Uraian singkat mengenai metodologi MRM yang diterapkan Industri Farmasi
atau Industri Obat Tradisional;
Ruang lingkup dan fokus MRM termasuk penjelasan singkat tentang semua
kegiatan yang dilaksanakan pada tingkat korporasi dan yang dilaksanakan
pada tingkat lokal. Semua aplikasi sistem MRM untuk menilai
kesinambungan pemasokan hendaklah dijelaskan.
2.5 Tinjauan Mutu Produk (TMP)
PETUNJUK
Uraian singkat mengenai metodologi yang diterapkan.
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA
BAB 3
PERSONALIA
PETUNJUK
Bagan organisasi yang menunjukkan pengaturan posisi dan jabatan
manajemen mutu, produksi dan pengawasan mutu seperti pada struktur
organisasi Lampiran 5, termasuk manajemen senior dan Kepala bagian
Pemastian Mutu/Authorised Person(s)/Qualified Person(s);
Jumlah karyawan yang bekerja di bagian manajemen mutu, produksi,
pengawasan mutu, bagian gudang dan juga bagian distribusi.
BAB 4
BANGUNAN DAN PERALATAN
4.1 Bangunan
PETUNJUK
Gambaran singkat pabrik, luas area pabrik dan daftar bangunan. Jika
produksi untuk pasar yang berbeda, misalnya untuk lokal, Uni Eropa,
Amerika Serikat, dll. dilakukan di gedung berbeda pada area tersebut, maka
gedung tersebut harus terdaftar dengan pasar yang dituju (jika tidak
teridentifikasi dalam Butir 1.1);
Rancangan atau uraian singkat mengenai area pabrik dengan menggunakan
skala (gambar arsitektur atau gambar teknik tidak diperlukan);
Denah dan diagram alir dari area produksi (dalam Lampiran 6) yang
menunjukkan klasifikasi ruangan dan perbedaan tekanan (udara) antara
daerah berdampingan dan menunjukkan kegiatan produksi (misalnya
pencampuran, pengisian, penyimpanan, pengemasan, dll.) di ruang
tersebut;
Denah gudang dan area penyimpanan, dengan area khusus untuk
penyimpanan dan penanganan bahan yang terindikasi sangat beracun,
berbahaya dan sensitisasi, jika ada;
Jika ada uraian singkat mengenai kondisi penyimpanan tertentu, tetapi
tidak ditunjukkan pada denah.
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA
4.1.1 Uraian singkat tentang sistem tata udara (HVAC)
PETUNJUK
Prinsip untuk penetapan pasokan udara, suhu, kelembaban, perbedaan
tekanan, dan frekuensi pertukaran udara, kebijakan udara yang
disirkulasi ulang (%).
4.1.2 Uraian singkat tentang sistem pengolahan air (SPA)
PETUNJUK
Referensi mutu air yang dihasilkan;
Gambar skematis dari sistem dalam Lampiran 7.
4.1.3 Uraian singkat tentang sistem penunjang lain yang relevan, seperti uap,
udara bertekanan, N2, dll.
4.2 Peralatan
4.2.1 Daftar peralatan utama produksi dan laboratorium pengawasan mutu
dengan bagian alat yang diidentifikasi kritis hendaklah dicantumkan dalam
Lampiran 8.
4.2.2 Pembersihan dan sanitasi
PETUNJUK
Uraian singkat tentang metode pembersihan dan sanitasi permukaan
yang kontak dengan produk (misalnya pembersihan manual,
Pembersihan-di-Tempat otomatis, dll.).
4.2.3 Sistem komputerisasi CPOB/CPOTB yang kritis
PETUNJUK
Uraian dari sistem komputerisasi CPOB/CPOTB yang kritis (tidak
termasuk peralatan khusus programmable logic controller (PLC)).
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA
BAB 5
DOKUMENTASI
PETUNJUK
Penjelasan mengenai sistem dokumentasi (misal elektronis, manual);
Lokasi penyimpanan dokumen;
Bila dokumen dan catatan disimpan tidak di fasilitas pembuatan obat
(termasuk data farmakovigilans, bila ada) :
 daftar jenis dokumen/catatan;
 nama dan alamat tempat penyimpanan dan
 perkiraan waktu yang dibutuhkan untuk mengambil dokumen dari
tempat penyimpanan di luar fasilitas pembuatan.
BAB 6
PRODUKSI
6.1 Jenis produk
PETUNJUK
Jenis produk yang dibuat termasuk :
 Daftar bentuk sediaan obat untuk manusia dan hewan yang dibuat
pada lokasi terkait;
 Daftar bentuk sediaan obat investigasi yang dibuat pada lokasi terkait
untuk uji klinis dan, jika berbeda dari pembuatan produk komersial,
informasi mengenai area produksi dan personil;
Penanganan bahan-bahan beracun dan berbahaya (misal aktivitas
farmakologi yang tinggi dan/atau memiliki sifat-sifat alergenik).
Jenis produk yang dibuat dalam fasilitas terpisah atau dengan cara
“campaign”, jika ada;
Penggunaan Process Analytical Technology (PAT), jika ada: penjelasan
umum atas teknologi yang relevan dan sistem komputerisasi yang dipakai.
6.2 Validasi proses
PETUNJUK
Uraian rinci kebijakan umum validasi proses;
Kebijakan pengolahan ulang atau pembuatan ulang.
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA
6.3 Penanganan dan penyimpanan bahan
PETUNJUK
Pengaturan penanganan bahan awal, karantina, pelulusan dan
penyimpanan;
Pengaturan penanganan bahan dan produk yang ditolak.
BAB 7
PENGAWASAN MUTU
Penjelasan kegiatan Pengawasan Mutu yang dilakukan pada lokasi mengenai
uji fisis, kimiawi, mikrobiologis dan biologis.
PETUNJUK
Jelaskan secara singkat kegiatan pengujian analitis bahan awal dan produk
serta uji stabilitas, pengujian bahan pengemas, pengujian mikrobiologis dan
biologis;
Pengaturan persiapan, revisi, dan distribusi dokumen terutama untuk
spesifikasi, metode pengujian dan kriteria pelulusan.
(Dapat disajikan untuk memenuhi persyaratan pada Bab 5 Dokumentasi)
BAB 8
DISTRIBUSI, KELUHAN DAN PENARIKAN KEMBALI PRODUK
8.1 Distribusi
PETUNJUK
Jenis (pemegang izin PBF, pemegang izin IF dll.) dan lokasi (RI,UE, EEA, USA,
dll.) perusahaan tujuan pengiriman produk;
Uraian sistem yang digunakan untuk memverifikasi bahwa pelanggan/
penerima yang ditunjuk secara resmi berhak untuk menerima obat, bahan
obat, dan/atau obat tradisional;
Uraian singkat tentang sistem yang memastikan kondisi lingkungan yang
sesuai selama transit, misal pemantauan/ pengendalian suhu;
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA
Pengaturan distribusi produk dan metode untuk menjaga ketertelusuran
produk;
Langkah pencegahan agar produk tidak masuk ke jalur pemasokan ilegal.
8.2 Keluhan, produk cacat dan penarikan kembali produk
PETUNJUK
Uraian singkat mengenai sistem penanganan keluhan, produk cacat dan
penarikan kembali produk.
BAB 9
INSPEKSI DIRI
Penjelasan singkat mengenai sistem inspeksi diri dengan fokus pada kriteria
yang digunakan untuk menyeleksi area yang dicakup selama inspeksi yang
direncanakan, pengaturan praktik dan aktivitas tindak lanjut.
PETUNJUK
Jelaskan secara singkat kriteria yang digunakan untuk menyeleksi area yang
akan dicakup;
Jelaskan bagaimana sistem inspeksi diri memverifikasi bahwa semua kegiatan
yang memengaruhi mutu dilakukan sesuai dengan rencana;
Prosedur mengenai sistem inspeksi diri dan tindak lanjut.
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1. Kopi dari Izin Industri Farmasi atau Industri Obat Tradisional
2. Daftar bentuk sediaan yang dibuat termasuk INN (International Nonpropriety
Name) atau nama BOA yang lazim dipakai (bila ada).
Contoh :
a. Sediaan padat - tablet
Parasetamol 500mg
Metronidasol 500 mg
b. Sediaan padat – kapsul
Kloramfenikol 250 mg
c. Sediaan cair
Parasetamol 125 mg/5 ml
d. Cairan injeksi - ampul
Lidokain 2 mg/ml, ampul 2 ml
3. Kopi dari sertifikat – sertifikat CPOB/ CPOTB yang berlaku.
4. Daftar dari pemberi dan penerima kontrak pembuatan produk dan pengujian,
alamat dan informasi kontak serta diagram alur dari mata rantai kegiatan
outsource.
5. Bagan organisasi
6. Denah area produksi termasuk alur personil dan barang, diagram alur dari
proses produksi untuk tiap bentuk sediaan.
7. Gambar skematis dari SPA.
8. Daftar alat utama untuk produksi dan laboratorium.
KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
LUCKY S. SLAMET

More Related Content

What's hot

Permenkes No. 006 ttg industri dan usaha obat tradisional
Permenkes No. 006 ttg industri dan usaha obat tradisionalPermenkes No. 006 ttg industri dan usaha obat tradisional
Permenkes No. 006 ttg industri dan usaha obat tradisionalSainal Edi Kamal
 
Permenkes No. 1148 Tahun 2011 Tentang PBF
Permenkes No. 1148 Tahun 2011 Tentang PBFPermenkes No. 1148 Tahun 2011 Tentang PBF
Permenkes No. 1148 Tahun 2011 Tentang PBFSainal Edi Kamal
 
Permenkes 006 2012-industri_usaha_obat_tradisional1
Permenkes 006 2012-industri_usaha_obat_tradisional1Permenkes 006 2012-industri_usaha_obat_tradisional1
Permenkes 006 2012-industri_usaha_obat_tradisional1Inna Muthma
 
Persyaratan mendirikan pbf
Persyaratan mendirikan pbfPersyaratan mendirikan pbf
Persyaratan mendirikan pbfNevada Farahiyah
 
Pp no.-72-th-1998-ttg-pengamanan-sediaan-farmasi-dan-alat-kesehatan
Pp no.-72-th-1998-ttg-pengamanan-sediaan-farmasi-dan-alat-kesehatanPp no.-72-th-1998-ttg-pengamanan-sediaan-farmasi-dan-alat-kesehatan
Pp no.-72-th-1998-ttg-pengamanan-sediaan-farmasi-dan-alat-kesehatanNovita Prameswati
 
Permenkes 1148 2011_tentang_pbf
Permenkes 1148 2011_tentang_pbfPermenkes 1148 2011_tentang_pbf
Permenkes 1148 2011_tentang_pbfADIJM
 
Pmk no. 70 ttg perusahaan rumah tangga dan alkes
Pmk no. 70 ttg perusahaan rumah tangga dan alkesPmk no. 70 ttg perusahaan rumah tangga dan alkes
Pmk no. 70 ttg perusahaan rumah tangga dan alkesUlfah Hanum
 
Perm no. 34 ttg pedagang besar farmasi
Perm no. 34 ttg pedagang besar farmasiPerm no. 34 ttg pedagang besar farmasi
Perm no. 34 ttg pedagang besar farmasiUlfah Hanum
 
PMK No 007 tentang Registrasi Obat Tradisonal
PMK No 007 tentang Registrasi Obat TradisonalPMK No 007 tentang Registrasi Obat Tradisonal
PMK No 007 tentang Registrasi Obat TradisonalCIkumparan
 
Menkes 1332 apotik
Menkes 1332 apotikMenkes 1332 apotik
Menkes 1332 apotikJohn Leyy
 
73. per ka bpom no 8 tahun 2014 ttg perubahan per ka bpom nomor 28 tahun 2013
73. per ka bpom no 8 tahun 2014 ttg perubahan per ka bpom nomor 28 tahun 201373. per ka bpom no 8 tahun 2014 ttg perubahan per ka bpom nomor 28 tahun 2013
73. per ka bpom no 8 tahun 2014 ttg perubahan per ka bpom nomor 28 tahun 2013litacici
 
Permenkes 889 2011
Permenkes 889 2011Permenkes 889 2011
Permenkes 889 2011ADIJM
 
Permenkes 3 2015 peredaran, penyimpanan, pemusnahan, dan pelaporan narkotika
Permenkes 3 2015 peredaran, penyimpanan, pemusnahan, dan pelaporan narkotikaPermenkes 3 2015 peredaran, penyimpanan, pemusnahan, dan pelaporan narkotika
Permenkes 3 2015 peredaran, penyimpanan, pemusnahan, dan pelaporan narkotikaUlfah Hanum
 
Pmk no. 35 ttg standar pelayanan kefarmasian di apotek
Pmk no. 35 ttg standar pelayanan kefarmasian di apotekPmk no. 35 ttg standar pelayanan kefarmasian di apotek
Pmk no. 35 ttg standar pelayanan kefarmasian di apotekAlbertus Beny
 

What's hot (18)

Permenkes No. 006 ttg industri dan usaha obat tradisional
Permenkes No. 006 ttg industri dan usaha obat tradisionalPermenkes No. 006 ttg industri dan usaha obat tradisional
Permenkes No. 006 ttg industri dan usaha obat tradisional
 
Cpotb
CpotbCpotb
Cpotb
 
Permenkes No. 1148 Tahun 2011 Tentang PBF
Permenkes No. 1148 Tahun 2011 Tentang PBFPermenkes No. 1148 Tahun 2011 Tentang PBF
Permenkes No. 1148 Tahun 2011 Tentang PBF
 
Cpotb
CpotbCpotb
Cpotb
 
Kasus 2
Kasus 2Kasus 2
Kasus 2
 
Permenkes 006 2012-industri_usaha_obat_tradisional1
Permenkes 006 2012-industri_usaha_obat_tradisional1Permenkes 006 2012-industri_usaha_obat_tradisional1
Permenkes 006 2012-industri_usaha_obat_tradisional1
 
Persyaratan mendirikan pbf
Persyaratan mendirikan pbfPersyaratan mendirikan pbf
Persyaratan mendirikan pbf
 
Pp no.-72-th-1998-ttg-pengamanan-sediaan-farmasi-dan-alat-kesehatan
Pp no.-72-th-1998-ttg-pengamanan-sediaan-farmasi-dan-alat-kesehatanPp no.-72-th-1998-ttg-pengamanan-sediaan-farmasi-dan-alat-kesehatan
Pp no.-72-th-1998-ttg-pengamanan-sediaan-farmasi-dan-alat-kesehatan
 
Permenkes 1148 2011_tentang_pbf
Permenkes 1148 2011_tentang_pbfPermenkes 1148 2011_tentang_pbf
Permenkes 1148 2011_tentang_pbf
 
Pmk no. 70 ttg perusahaan rumah tangga dan alkes
Pmk no. 70 ttg perusahaan rumah tangga dan alkesPmk no. 70 ttg perusahaan rumah tangga dan alkes
Pmk no. 70 ttg perusahaan rumah tangga dan alkes
 
Perm no. 34 ttg pedagang besar farmasi
Perm no. 34 ttg pedagang besar farmasiPerm no. 34 ttg pedagang besar farmasi
Perm no. 34 ttg pedagang besar farmasi
 
PMK No 007 tentang Registrasi Obat Tradisonal
PMK No 007 tentang Registrasi Obat TradisonalPMK No 007 tentang Registrasi Obat Tradisonal
PMK No 007 tentang Registrasi Obat Tradisonal
 
Menkes 1332 apotik
Menkes 1332 apotikMenkes 1332 apotik
Menkes 1332 apotik
 
Permenkes161
Permenkes161Permenkes161
Permenkes161
 
73. per ka bpom no 8 tahun 2014 ttg perubahan per ka bpom nomor 28 tahun 2013
73. per ka bpom no 8 tahun 2014 ttg perubahan per ka bpom nomor 28 tahun 201373. per ka bpom no 8 tahun 2014 ttg perubahan per ka bpom nomor 28 tahun 2013
73. per ka bpom no 8 tahun 2014 ttg perubahan per ka bpom nomor 28 tahun 2013
 
Permenkes 889 2011
Permenkes 889 2011Permenkes 889 2011
Permenkes 889 2011
 
Permenkes 3 2015 peredaran, penyimpanan, pemusnahan, dan pelaporan narkotika
Permenkes 3 2015 peredaran, penyimpanan, pemusnahan, dan pelaporan narkotikaPermenkes 3 2015 peredaran, penyimpanan, pemusnahan, dan pelaporan narkotika
Permenkes 3 2015 peredaran, penyimpanan, pemusnahan, dan pelaporan narkotika
 
Pmk no. 35 ttg standar pelayanan kefarmasian di apotek
Pmk no. 35 ttg standar pelayanan kefarmasian di apotekPmk no. 35 ttg standar pelayanan kefarmasian di apotek
Pmk no. 35 ttg standar pelayanan kefarmasian di apotek
 

Similar to Per kabpom di_ifiot

Cara pembuatan obat tradisional yang baik (cpotb) 2011
Cara pembuatan obat tradisional yang baik (cpotb) 2011 Cara pembuatan obat tradisional yang baik (cpotb) 2011
Cara pembuatan obat tradisional yang baik (cpotb) 2011 heyjuli
 
20160602105914 peraturan menteri_ke
20160602105914 peraturan menteri_ke20160602105914 peraturan menteri_ke
20160602105914 peraturan menteri_keAndi Ditha J
 
Per kbpom no_40_tahun_2013_tentang_pedoman_pengelolaan_prekursor
Per kbpom no_40_tahun_2013_tentang_pedoman_pengelolaan_prekursorPer kbpom no_40_tahun_2013_tentang_pedoman_pengelolaan_prekursor
Per kbpom no_40_tahun_2013_tentang_pedoman_pengelolaan_prekursorUlfah Hanum
 
Permenkes RI No. 34 th 2014 Tentang Pedagang Besar Farmasi
Permenkes RI No. 34 th 2014 Tentang Pedagang Besar FarmasiPermenkes RI No. 34 th 2014 Tentang Pedagang Besar Farmasi
Permenkes RI No. 34 th 2014 Tentang Pedagang Besar FarmasiUlfah Hanum
 
Permenkes 73 2016 standar pelayanan kefarmasian di apotek
Permenkes 73 2016 standar pelayanan kefarmasian di apotekPermenkes 73 2016 standar pelayanan kefarmasian di apotek
Permenkes 73 2016 standar pelayanan kefarmasian di apoteklaniatmadja
 
Permenkes-73-2016-Standar-Pelayanan-Kefarmasian-Di-Apotek.pdf
Permenkes-73-2016-Standar-Pelayanan-Kefarmasian-Di-Apotek.pdfPermenkes-73-2016-Standar-Pelayanan-Kefarmasian-Di-Apotek.pdf
Permenkes-73-2016-Standar-Pelayanan-Kefarmasian-Di-Apotek.pdfzelsapuspitasari1
 
Permenkes 73 2016 standar pelayanan kefarmasian di apotek
Permenkes 73 2016 standar pelayanan kefarmasian di apotekPermenkes 73 2016 standar pelayanan kefarmasian di apotek
Permenkes 73 2016 standar pelayanan kefarmasian di apoteklaniatmadja
 
Permenkes 73 2016 standar pelayanan kefarmasian di apotek
Permenkes 73 2016 standar pelayanan kefarmasian di apotekPermenkes 73 2016 standar pelayanan kefarmasian di apotek
Permenkes 73 2016 standar pelayanan kefarmasian di apotekPetrusTogarma
 
Buku coklat reg obat 2011
Buku coklat reg obat 2011Buku coklat reg obat 2011
Buku coklat reg obat 2011kurniabanta
 
Permenkes No. 34 Tahun 2014 Tentang PBF
Permenkes No. 34 Tahun 2014 Tentang PBFPermenkes No. 34 Tahun 2014 Tentang PBF
Permenkes No. 34 Tahun 2014 Tentang PBFSainal Edi Kamal
 
Standar pelayanan kefarmasian apotek 2014
Standar pelayanan kefarmasian apotek 2014Standar pelayanan kefarmasian apotek 2014
Standar pelayanan kefarmasian apotek 2014Chynthya Riiweuh
 
Pmk no 35 2014 standar yan far di apotek
Pmk no 35 2014 standar yan far di apotekPmk no 35 2014 standar yan far di apotek
Pmk no 35 2014 standar yan far di apotekTotok Sudjianto
 
Per ka bpom no. 36 tahun 2013 tentang batas maksimum pengawet
Per ka bpom no. 36 tahun 2013 tentang batas maksimum pengawetPer ka bpom no. 36 tahun 2013 tentang batas maksimum pengawet
Per ka bpom no. 36 tahun 2013 tentang batas maksimum pengawetMiftachul Munif
 
Permenkes 74 tahun 2016
Permenkes  74 tahun 2016Permenkes  74 tahun 2016
Permenkes 74 tahun 2016HelenWidaya
 
Permenkes no. 33_ttg_uji_mutu_obat_pada_instalasi_farmasi_pemerintah_
Permenkes no. 33_ttg_uji_mutu_obat_pada_instalasi_farmasi_pemerintah_Permenkes no. 33_ttg_uji_mutu_obat_pada_instalasi_farmasi_pemerintah_
Permenkes no. 33_ttg_uji_mutu_obat_pada_instalasi_farmasi_pemerintah_Ulfah Hanum
 
FORMULARIUM Kel.2 Loc.B.pdf
FORMULARIUM Kel.2 Loc.B.pdfFORMULARIUM Kel.2 Loc.B.pdf
FORMULARIUM Kel.2 Loc.B.pdfAndinTheShadow
 
Pbpom no-22-tahun-2018-pedoman-pemberian-setifikat-pirt
Pbpom no-22-tahun-2018-pedoman-pemberian-setifikat-pirtPbpom no-22-tahun-2018-pedoman-pemberian-setifikat-pirt
Pbpom no-22-tahun-2018-pedoman-pemberian-setifikat-pirtGUNADARMA UNIVERSITY
 
PP 512009 EDIT.ppt
PP 512009 EDIT.pptPP 512009 EDIT.ppt
PP 512009 EDIT.pptAprilhm
 
Pmk no. 74_ttg_standar_pelayanan_kefarmasian_di_puskesmas_
Pmk no. 74_ttg_standar_pelayanan_kefarmasian_di_puskesmas_Pmk no. 74_ttg_standar_pelayanan_kefarmasian_di_puskesmas_
Pmk no. 74_ttg_standar_pelayanan_kefarmasian_di_puskesmas_bedjobadoeng
 

Similar to Per kabpom di_ifiot (20)

CPOB 2012
CPOB 2012CPOB 2012
CPOB 2012
 
Cara pembuatan obat tradisional yang baik (cpotb) 2011
Cara pembuatan obat tradisional yang baik (cpotb) 2011 Cara pembuatan obat tradisional yang baik (cpotb) 2011
Cara pembuatan obat tradisional yang baik (cpotb) 2011
 
20160602105914 peraturan menteri_ke
20160602105914 peraturan menteri_ke20160602105914 peraturan menteri_ke
20160602105914 peraturan menteri_ke
 
Per kbpom no_40_tahun_2013_tentang_pedoman_pengelolaan_prekursor
Per kbpom no_40_tahun_2013_tentang_pedoman_pengelolaan_prekursorPer kbpom no_40_tahun_2013_tentang_pedoman_pengelolaan_prekursor
Per kbpom no_40_tahun_2013_tentang_pedoman_pengelolaan_prekursor
 
Permenkes RI No. 34 th 2014 Tentang Pedagang Besar Farmasi
Permenkes RI No. 34 th 2014 Tentang Pedagang Besar FarmasiPermenkes RI No. 34 th 2014 Tentang Pedagang Besar Farmasi
Permenkes RI No. 34 th 2014 Tentang Pedagang Besar Farmasi
 
Permenkes 73 2016 standar pelayanan kefarmasian di apotek
Permenkes 73 2016 standar pelayanan kefarmasian di apotekPermenkes 73 2016 standar pelayanan kefarmasian di apotek
Permenkes 73 2016 standar pelayanan kefarmasian di apotek
 
Permenkes-73-2016-Standar-Pelayanan-Kefarmasian-Di-Apotek.pdf
Permenkes-73-2016-Standar-Pelayanan-Kefarmasian-Di-Apotek.pdfPermenkes-73-2016-Standar-Pelayanan-Kefarmasian-Di-Apotek.pdf
Permenkes-73-2016-Standar-Pelayanan-Kefarmasian-Di-Apotek.pdf
 
Permenkes 73 2016 standar pelayanan kefarmasian di apotek
Permenkes 73 2016 standar pelayanan kefarmasian di apotekPermenkes 73 2016 standar pelayanan kefarmasian di apotek
Permenkes 73 2016 standar pelayanan kefarmasian di apotek
 
Permenkes 73 2016 standar pelayanan kefarmasian di apotek
Permenkes 73 2016 standar pelayanan kefarmasian di apotekPermenkes 73 2016 standar pelayanan kefarmasian di apotek
Permenkes 73 2016 standar pelayanan kefarmasian di apotek
 
Buku coklat reg obat 2011
Buku coklat reg obat 2011Buku coklat reg obat 2011
Buku coklat reg obat 2011
 
Permenkes No. 34 Tahun 2014 Tentang PBF
Permenkes No. 34 Tahun 2014 Tentang PBFPermenkes No. 34 Tahun 2014 Tentang PBF
Permenkes No. 34 Tahun 2014 Tentang PBF
 
Standar pelayanan kefarmasian apotek 2014
Standar pelayanan kefarmasian apotek 2014Standar pelayanan kefarmasian apotek 2014
Standar pelayanan kefarmasian apotek 2014
 
Pmk no 35 2014 standar yan far di apotek
Pmk no 35 2014 standar yan far di apotekPmk no 35 2014 standar yan far di apotek
Pmk no 35 2014 standar yan far di apotek
 
Per ka bpom no. 36 tahun 2013 tentang batas maksimum pengawet
Per ka bpom no. 36 tahun 2013 tentang batas maksimum pengawetPer ka bpom no. 36 tahun 2013 tentang batas maksimum pengawet
Per ka bpom no. 36 tahun 2013 tentang batas maksimum pengawet
 
Permenkes 74 tahun 2016
Permenkes  74 tahun 2016Permenkes  74 tahun 2016
Permenkes 74 tahun 2016
 
Permenkes no. 33_ttg_uji_mutu_obat_pada_instalasi_farmasi_pemerintah_
Permenkes no. 33_ttg_uji_mutu_obat_pada_instalasi_farmasi_pemerintah_Permenkes no. 33_ttg_uji_mutu_obat_pada_instalasi_farmasi_pemerintah_
Permenkes no. 33_ttg_uji_mutu_obat_pada_instalasi_farmasi_pemerintah_
 
FORMULARIUM Kel.2 Loc.B.pdf
FORMULARIUM Kel.2 Loc.B.pdfFORMULARIUM Kel.2 Loc.B.pdf
FORMULARIUM Kel.2 Loc.B.pdf
 
Pbpom no-22-tahun-2018-pedoman-pemberian-setifikat-pirt
Pbpom no-22-tahun-2018-pedoman-pemberian-setifikat-pirtPbpom no-22-tahun-2018-pedoman-pemberian-setifikat-pirt
Pbpom no-22-tahun-2018-pedoman-pemberian-setifikat-pirt
 
PP 512009 EDIT.ppt
PP 512009 EDIT.pptPP 512009 EDIT.ppt
PP 512009 EDIT.ppt
 
Pmk no. 74_ttg_standar_pelayanan_kefarmasian_di_puskesmas_
Pmk no. 74_ttg_standar_pelayanan_kefarmasian_di_puskesmas_Pmk no. 74_ttg_standar_pelayanan_kefarmasian_di_puskesmas_
Pmk no. 74_ttg_standar_pelayanan_kefarmasian_di_puskesmas_
 

Recently uploaded

TEMA 9 SUBTEMA 1 PEMBELAJARAN 1 KELAS 6.pptx
TEMA 9 SUBTEMA 1 PEMBELAJARAN 1 KELAS 6.pptxTEMA 9 SUBTEMA 1 PEMBELAJARAN 1 KELAS 6.pptx
TEMA 9 SUBTEMA 1 PEMBELAJARAN 1 KELAS 6.pptxSyabilAfandi
 
R6C-Kelompok 2-Sistem Rangka Pada Amphibi dan Aves.pptx
R6C-Kelompok 2-Sistem Rangka Pada Amphibi dan Aves.pptxR6C-Kelompok 2-Sistem Rangka Pada Amphibi dan Aves.pptx
R6C-Kelompok 2-Sistem Rangka Pada Amphibi dan Aves.pptxmagfira271100
 
Konsep Agribisnis adalah suatu kesatuan kegiatan meliputi salah satu atau ...
Konsep	Agribisnis	adalah	suatu	kesatuan	kegiatan  meliputi		salah	satu	atau		...Konsep	Agribisnis	adalah	suatu	kesatuan	kegiatan  meliputi		salah	satu	atau		...
Konsep Agribisnis adalah suatu kesatuan kegiatan meliputi salah satu atau ...laila16682
 
CASE REPORT ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE 31 Desember 23.pptx
CASE REPORT ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE 31 Desember 23.pptxCASE REPORT ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE 31 Desember 23.pptx
CASE REPORT ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE 31 Desember 23.pptxresidentcardio13usk
 
kekeruhan tss, kecerahan warna sgh pada laboratprium
kekeruhan tss, kecerahan warna sgh pada laboratpriumkekeruhan tss, kecerahan warna sgh pada laboratprium
kekeruhan tss, kecerahan warna sgh pada laboratpriumfebrie2
 
Sistem Bilangan Riil (Pertidaksamaan linier)
Sistem Bilangan Riil (Pertidaksamaan linier)Sistem Bilangan Riil (Pertidaksamaan linier)
Sistem Bilangan Riil (Pertidaksamaan linier)ratnawijayanti31
 
LKPD SUHU dan KALOR KEL4.pdf strategi pembelajaran ipa
LKPD SUHU dan KALOR KEL4.pdf strategi pembelajaran ipaLKPD SUHU dan KALOR KEL4.pdf strategi pembelajaran ipa
LKPD SUHU dan KALOR KEL4.pdf strategi pembelajaran ipaBtsDaily
 
materi+kuliah-ko2-senyawa+aldehid+dan+keton.pdf
materi+kuliah-ko2-senyawa+aldehid+dan+keton.pdfmateri+kuliah-ko2-senyawa+aldehid+dan+keton.pdf
materi+kuliah-ko2-senyawa+aldehid+dan+keton.pdfkaramitha
 
Dampak Bioteknologi di Bidang Pertanian.pdf
Dampak Bioteknologi di Bidang Pertanian.pdfDampak Bioteknologi di Bidang Pertanian.pdf
Dampak Bioteknologi di Bidang Pertanian.pdfssuser4743df
 
Materi Inisiasi 4 Metode Penelitian Komunikasi Universitas Terbuka
Materi Inisiasi 4 Metode Penelitian Komunikasi Universitas TerbukaMateri Inisiasi 4 Metode Penelitian Komunikasi Universitas Terbuka
Materi Inisiasi 4 Metode Penelitian Komunikasi Universitas TerbukaNikmah Suryandari
 

Recently uploaded (10)

TEMA 9 SUBTEMA 1 PEMBELAJARAN 1 KELAS 6.pptx
TEMA 9 SUBTEMA 1 PEMBELAJARAN 1 KELAS 6.pptxTEMA 9 SUBTEMA 1 PEMBELAJARAN 1 KELAS 6.pptx
TEMA 9 SUBTEMA 1 PEMBELAJARAN 1 KELAS 6.pptx
 
R6C-Kelompok 2-Sistem Rangka Pada Amphibi dan Aves.pptx
R6C-Kelompok 2-Sistem Rangka Pada Amphibi dan Aves.pptxR6C-Kelompok 2-Sistem Rangka Pada Amphibi dan Aves.pptx
R6C-Kelompok 2-Sistem Rangka Pada Amphibi dan Aves.pptx
 
Konsep Agribisnis adalah suatu kesatuan kegiatan meliputi salah satu atau ...
Konsep	Agribisnis	adalah	suatu	kesatuan	kegiatan  meliputi		salah	satu	atau		...Konsep	Agribisnis	adalah	suatu	kesatuan	kegiatan  meliputi		salah	satu	atau		...
Konsep Agribisnis adalah suatu kesatuan kegiatan meliputi salah satu atau ...
 
CASE REPORT ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE 31 Desember 23.pptx
CASE REPORT ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE 31 Desember 23.pptxCASE REPORT ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE 31 Desember 23.pptx
CASE REPORT ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE 31 Desember 23.pptx
 
kekeruhan tss, kecerahan warna sgh pada laboratprium
kekeruhan tss, kecerahan warna sgh pada laboratpriumkekeruhan tss, kecerahan warna sgh pada laboratprium
kekeruhan tss, kecerahan warna sgh pada laboratprium
 
Sistem Bilangan Riil (Pertidaksamaan linier)
Sistem Bilangan Riil (Pertidaksamaan linier)Sistem Bilangan Riil (Pertidaksamaan linier)
Sistem Bilangan Riil (Pertidaksamaan linier)
 
LKPD SUHU dan KALOR KEL4.pdf strategi pembelajaran ipa
LKPD SUHU dan KALOR KEL4.pdf strategi pembelajaran ipaLKPD SUHU dan KALOR KEL4.pdf strategi pembelajaran ipa
LKPD SUHU dan KALOR KEL4.pdf strategi pembelajaran ipa
 
materi+kuliah-ko2-senyawa+aldehid+dan+keton.pdf
materi+kuliah-ko2-senyawa+aldehid+dan+keton.pdfmateri+kuliah-ko2-senyawa+aldehid+dan+keton.pdf
materi+kuliah-ko2-senyawa+aldehid+dan+keton.pdf
 
Dampak Bioteknologi di Bidang Pertanian.pdf
Dampak Bioteknologi di Bidang Pertanian.pdfDampak Bioteknologi di Bidang Pertanian.pdf
Dampak Bioteknologi di Bidang Pertanian.pdf
 
Materi Inisiasi 4 Metode Penelitian Komunikasi Universitas Terbuka
Materi Inisiasi 4 Metode Penelitian Komunikasi Universitas TerbukaMateri Inisiasi 4 Metode Penelitian Komunikasi Universitas Terbuka
Materi Inisiasi 4 Metode Penelitian Komunikasi Universitas Terbuka
 

Per kabpom di_ifiot

  • 1. BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.04.1.33.02.12.0883 TAHUN 2012 TENTANG DOKUMEN INDUK INDUSTRI FARMASI DAN INDUSTRI OBAT TRADISIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk perencanaan dan pelaksanaan inspeksi, evaluasi atas informasi spesifik tentang pemastian mutu, produksi dan pengawasan mutu dari proses pembuatan obat dan obat tradisional serta evaluasi kegiatan lain di sekitar bangunan industri farmasi dan industri obat tradisional perlu informasi lengkap berupa Dokumen Induk Industri Farmasi dan Industri Obat Tradisional; b. bahwa pengaturan mengenai Dokumen Induk Industri Farmasi yang telah diberlakukan dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.04.1.33.12.11.09936 Tahun 2011 tentang Pedoman Penyiapan Dokumen Induk Industri Farmasi dan Industri Obat Tradisional perlu disesuaikan untuk mengoptimalkan pengawasan; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b perlu menetapkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan tentang Pedoman Penyiapan Dokumen Induk Industri Farmasi dan Industri Obat Tradisional; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1998 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3781);
  • 2. BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA 3. Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2005; 4. Keputusan Presiden Nomor 110 Tahun 2001 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Lembaga Pemerintah Non Departemen sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 52 Tahun 2005; 5. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 02001/SK/KBPOM Tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan, sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No.HK.00.05.21.4231 Tahun 2004; 6. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.00.05.3.0027 Tahun 2006 tentang Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik Tahun 2006 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.03.1.23.09.10.9030 Tahun 2010; 7. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.00.05.4.1380 Tahun 2005 tentang Pedoman Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik Tahun 2005 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.03.1.23.06.11.5629 Tahun 2011; MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG DOKUMEN INDUK INDUSTRI FARMASI DAN INDUSTRI OBAT TRADISIONAL.
  • 3. BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan: 1. Dokumen Induk Industri Farmasi dan Industri Obat Tradisional selanjutnya disingkat DI-IF/IOT adalah dokumen yang disiapkan oleh Industri Farmasi atau Industri Obat Tradisional yang berisi informasi spesifik tentang kebijakan manajemen mutu dan aktivitas produksi dan/atau pengawasan mutu dari kegiatan pembuatan obat, bahan obat, dan/atau obat tradisional yang dilaksanakan pada lokasi tersebut dan kegiatan terkait pada bangunan di sekitarnya. 2. Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat. 3. Industri Obat Tradisional adalah industri yang membuat semua bentuk sediaan obat tradisional. 4. Cara Pembuatan Obat yang Baik yang selanjutnya disingkat CPOB adalah Cara Pembuatan Obat yang bertujuan untuk memastikan mutu obat yang dihasilkan sesuai dengan persyaratan dan tujuan penggunaannya; 5. Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik yang selanjutnya disingkat CPOTB adalah seluruh aspek kegiatan pembuatan obat tradisional yang bertujuan untuk menjamin agar produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi mutu yang ditetapkan sesuai dengan tujuan penggunaannya; 6. Inspeksi adalah pemeriksaan secara menyeluruh atau sebagian terhadap pemenuhan persyaratan CPOB/CPOTB yang dilakukan oleh inspektur CPOB/CPOTB atau inspektur CPOB/CPOTB bersama dengan spesialis dan/atau tenaga ahli untuk tujuan antara lain dalam rangka sertifikasi CPOB/CPOTB, perubahan tata ruang, penambahan fasilitas produksi, tindak lanjut hasil inspeksi sebelumnya, inspeksi rutin yang dilakukan sekali dalam dua tahun atau berdasarkan penilaian risiko, investigasi dan penanganan terhadap keluhan dan/atau penarikan kembali obat; 7. Kepala Badan adalah Kepala Badan yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang pengawasan obat dan makanan. BAB II PEDOMAN Pasal 2 Pedoman Penyiapan DI-IF/IOT digunakan sebagai acuan bagi: a. Industri Farmasi dan Industri Obat Tradisional dalam menyiapkan DI-IF/IOT; dan
  • 4. BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA b. petugas inspeksi dalam pelaksanaan inspeksi, evaluasi informasi spesifik tentang pemastian mutu, produksi dan pengawasan mutu dari proses pembuatan obat, bahan obat, dan/atau obat tradisional dan evaluasi kegiatan lain di sekitar bangunan Industri Farmasi/Industri Obat Tradisional. Pasal 3 Pedoman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan ini. Pasal 4 (1) Industri Farmasi dan Industri Obat Tradisional wajib membuat dan menyerahkan DI-IF/IOT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 kepada Kepala Badan paling lambat 6 (enam) bulan setelah tanggal diundangkannya Peraturan ini. (2) DI-IF/IOT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diserahkan dalam bentuk softcopy yang disimpan dalam compact disc atau melalui surat elektronik. (3) Penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) juga wajib ditembuskan kepada Kepala Balai Besar/Balai Pengawas Obat dan Makanan setempat. Pasal 5 (1) Dalam hal terjadi perubahan bermakna atas informasi dalam DI-IF/IOT, Industri Farmasi dan Industri Obat Tradisional wajib menyampaikan perubahan DI-IF/IOT paling lama 1 (satu) bulan sejak terjadi perubahan. (2) Perubahan bermakna sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) meliputi perubahan namun tidak terbatas pada: a. personil penanggungjawab; b. bangunan dan fasilitas produksi; c. sarana penunjang; atau d. berdasarkan kajian risiko berdampak terhadap mutu produk. Pasal 6 (1) Industri Farmasi dan/atau Industri Obat Tradisional wajib melakukan pengkajian ulang terhadap DI-IF/IOT secara berkala maksimal dalam jangka waktu 1 (satu) tahun. (2) Dalam hal terjadi perubahan berdasarkan hasil kajian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Industri Farmasi dan/atau Industri Obat Tradisional wajib memperbaharui DI-IF/IOT dan menyerahkan DI-IF/IOT terbaru sebagaimana tercantum dalam Pasal 4 ayat (2) dan (3).
  • 5. BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BAB III SANKSI ADMINISTRATIF Pasal 7 (1) Pelanggaran terhadap ketentuan pada peraturan ini dapat dikenai sanksi administratif. (2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa: a. peringatan tertulis; b. pembekuan Sertifikat CPOB/CPOTB; atau c. penghentian sementara kegiatan. BAB IV KETENTUAN PENUTUP Pasal 8 Pada saat Peraturan ini mulai berlaku, Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.04.1.33.12.11.09936 Tahun 2011 tentang Pedoman Penyiapan Dokumen Induk Industri Farmasi dan Industri Obat Tradisional dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 9 Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahui memerintahkan pengundangan Peraturan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 7 Februari 2012 KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. LUCKY S. SLAMET Diundangkan di Jakarta Pada tanggal 13 Maret 2012 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, AMIR SYAMSUDIN BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2012 NOMOR 294
  • 6. BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA Lampiran Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.04.1.33.02.12.0883 Tahun 2012 tentang Dokumen Induk Industri Farmasi dan Industri Obat Tradisional Pedoman Penyiapan Dokumen Induk Industri Farmasi dan Industri Obat Tradisional PENDAHULUAN 1. Dokumen Induk Industri Farmasi dan Industri Obat Tradisional (DI-IF/IOT) disiapkan oleh industri farmasi atau industri obat tradisional yang berisi informasi spesifik tentang kebijakan manajemen mutu dan aktivitas produksi dan/atau pengawasan mutu dari kegiatan pembuatan obat, bahan obat, dan/atau obat tradisional yang dilaksanakan pada lokasi tersebut dan kegiatan terkait pada bangunan di sekitarnya. Jika hanya sebagian dari tahap pembuatan obat, bahan obat, dan/atau obat tradisional yang dilaksanakan di lokasi Industri Farmasi atau Industri Obat Tradisional berkaitan, maka DI-IF/IOT perlu menguraikan hanya tahap proses tersebut, misal analisis, pengemasan dan lain-lain. 2. DI-IF/IOT yang diserahkan kepada Kepala Badan POM hendaklah berisi informasi mengenai prosedur dan proses pembuatan yang dilakukan. 3. DI-IF/IOT hendaklah berisi informasi yang memadai, singkat dan jelas dalam bahasa Indonesia atau Inggris, tetapi sedapat mungkin tidak lebih dari 25 - 30 halaman ditambah lampiran. Rancangan, gambar dan denah lebih diutamakan daripada narasi. DI-IF/IOT, termasuk lampiran, hendaklah terbaca jelas bila dicetak pada lembar kertas ukuran A4. 4. DI-IF/IOT hendaklah merupakan bagian dokumentasi manajemen sistem mutu dari perusahaan yang perlu selalu dimutakhirkan. 5. DI-IF/IOT hendaklah memiliki nomor edisi dan tanggal efektif, tanggal mulai efektif dan tanggal kapan DI-IF/IOT perlu dikaji ulang. Perlu dilakukan kaji ulang secara berkala pada DI-IF/IOT untuk menjamin pemutakhiran data yang mencerminkan aktivitas terkini. Khusus Lampiran dapat diberikan tanggal efektif tersendiri untuk memudahkan pemutakhiran independen.
  • 7. BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA TUJUAN Tujuan dari Pedoman DI-IF/IOT ini adalah sebagai acuan bagi Industri Farmasi atau Industri Obat Tradisional dalam mempersiapkan suatu DI-IF/IOT yang dapat berguna bagi Badan POM dalam perencanaan dan pelaksanaan inspeksi CPOB/CPOTB. RUANG LINGKUP 1. Setiap Industri Farmasi atau Industri Obat Tradisional wajib menyiapkan DI-IF/IOT; penyiapan DI-IF/IOT hendaklah sesuai Pedoman DI-IF/IOT ini. 2. Pedoman ini ini berlaku untuk berbagai aktivitas pembuatan obat, bahan obat, dan/atau obat tradisional misal produksi, pengemasan dan pelabelan, pengujian, pelabelan serta pengemasan ulang semua jenis produk obat dan/atau obat tradisional. 3. Format dari pedoman ini dapat juga digunakan untuk pembuatan DIIF/IOT atau dokumen yang terkait dengan Blood and Tissues Establishment dan pembuatan Bahan Aktif Obat (BAO).
  • 8. BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BAB 1 INFORMASI UMUM 1.1 Informasi mengenai industri farmasi /industri obat tradisional PETUNJUK Nama dan alamat resmi Industri Farmasi atau Industri Obat Tradisional; Alamat nama dan jalan lokasi pabrik, bangunan dan unit-unit produksi yang ada di lokasi pabrik; Informasi mengenai Industri Farmasi atau Industri Obat Tradisional termasuk alamat surat-menyurat dan kode pos (jika berbeda dari alamat lokasi); Nomor telefon nomor fax personil yang dapat dihubungi dalam 24 jam apabila ada kasus kerusakan produk atau penarikan obat kembali; Nomor identitas Industri Farmasi atau Industri Obat Tradisional, misal rincian GPS, Nomor D-U-N-S (Data Universal Numbering System) atau sistem lokasi geografis lain. 1.2 Aktivitas pembuatan obat yang disetujui PETUNJUK Buat kopi izin industri Farmasi atau Industri Obat Tradisional yang diterbitkan oleh instansi berwenang dan lampirkan (Lampiran 1); atau, jika berlaku, sebutkan rujukan pada EudraGMP database. Buat pernyataan, apabila instansi berwenang tidak menerbitkan izin pembuatan (lain); Penjelasan singkat mengenai pembuatan, impor, ekspor, distribusi dan kegiatan lain yang diberi izin oleh instansi berwenang, termasuk oleh instansi luar negeri yang relevan dengan bentuk sediaan/aktivitas, mana yang berlaku; yang tidak ditopang oleh izin pembuatan; Jenis produk yang sedang dibuat di pabrik Industri Farmasi atau Industri Obat Tradisional (daftarkan dalam Lampiran 2) apabila tidak tercakup dalam Lampiran 1 atau EudraGMP database; Sebutkan dalam daftar inspeksi-inspeksi CPOB/CPOTB yang dilakukan terhadap pabrik Industri Farmasi atau Industri Obat Tradisional selama 5 tahun terakhir; yang mencakup tanggal dan nama/negara dari instansi berkompeten yang melakukan inspeksi. Lampirkan juga kopi dari sertifikat CPOB/CPOTB yang berlaku (Lampiran 3) atau rujukan pada EudraGMP database, apabila ada. 1.3 Aktivitas pembuatan lain PETUNJUK Aktivitas ini mencakup aktivitas pembuatan non-obat, bila ada.
  • 9. BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BAB 2 SISTEM MANAJEMEN MUTU 2.1 Sistem manajemen mutu PETUNJUK Penjelasan singkat mengenai sistem manajemen mutu yang diterapkan Industri Farmasi atau Industri Obat Tradisional serta rujukan pada standar yang digunakan; Tanggung jawab yang berkaitan dengan penanganan sistem mutu termasuk manajemen senior; Informasi mengenai kegiatan Industri Farmasi atau Industri Obat Tradisional yang diakreditasi dan disertifikasi yang mencakup tanggal dan isi akreditasi, serta lembaga yang mengakreditasi. 2.2 Prosedur pelulusan akhir produk jadi PETUNJUK Uraian rinci mengenai persyaratan kualifikasi (pendidikan dan pengalaman kerja) Kepala Pemastian Mutu/ Authorised Person/ Qualified Person yang bertanggung jawab untuk sertifikasi bets dan prosedur pelulusan; Prosedur umum dan pelulusan; Peranan Kepala Bagian Pemastian Mutu /Authorised Person/Qualified Person dalam pengarantinaan dan pelulusan produk jadi serta dalam penilaian akan kepatuhan terhadap Izin Edar; Pengaturan antar Kepala Pemastian Mutu /Authorised Person/Qualified Person apabila beberapa Kepala Pemastian Mutu (Authorised Person/ Qualified Person) terlibat; Pernyataan apakah strategi pengendalian menggunakan Process Analytical Technology (PAT) dan/atau Real Time Release atau Pelulusan Parametris. 2.3 Manajemen pemasok dan kontraktor PETUNJUK Kesimpulan singkat mengenai bentuk/ pengetahuan rantai pemasokan (supply chain) dan program audit eksternal; Uraian singkat mengenai sistem kualifikasi kontraktor, pembuat bahan aktif obat (BAO) dan pemasok bahan kritis lain; Tindakan yang diambil untuk memastikan bahwa produk dibuat sesuai dengan TSE (Transmitting animal spongiform encephalopathy) guidelines;
  • 10. BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA Tindakan yang diadopsi apabila produk, produk ruahan (tablet belum dikemas), BAO atau eksipien palsu dicurigai atau diidentifikasi; Penggunaan bantuan saintis, analisis atau teknis luar dalam kaitan dengan pembuatan dan analisis ; Daftar pembuat dan laboratorium berdasarkan kontrak mencakup informasi mengenai alamat dan hubungan komunikasi serta alur (flow chart) rantai pemasokan untuk kegiatan pembuatan dan Pengawasan Mutu; misal sterilisasi bahan pengemas primer untuk proses aseptis, pengujian bahan baku awal dst., hendaklah ditampilkan pada Lampiran 4; Kesimpulan singkat mengenai pembagian tanggung jawab antara pemberi kontrak dan penerima kontrak dalam kaitan dengan Izin Edar (apabila tidak dicakup dalam Butir 2.2). 2.4 Manajemen Risiko Mutu (MRM) PETUNJUK Uraian singkat mengenai metodologi MRM yang diterapkan Industri Farmasi atau Industri Obat Tradisional; Ruang lingkup dan fokus MRM termasuk penjelasan singkat tentang semua kegiatan yang dilaksanakan pada tingkat korporasi dan yang dilaksanakan pada tingkat lokal. Semua aplikasi sistem MRM untuk menilai kesinambungan pemasokan hendaklah dijelaskan. 2.5 Tinjauan Mutu Produk (TMP) PETUNJUK Uraian singkat mengenai metodologi yang diterapkan.
  • 11. BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BAB 3 PERSONALIA PETUNJUK Bagan organisasi yang menunjukkan pengaturan posisi dan jabatan manajemen mutu, produksi dan pengawasan mutu seperti pada struktur organisasi Lampiran 5, termasuk manajemen senior dan Kepala bagian Pemastian Mutu/Authorised Person(s)/Qualified Person(s); Jumlah karyawan yang bekerja di bagian manajemen mutu, produksi, pengawasan mutu, bagian gudang dan juga bagian distribusi. BAB 4 BANGUNAN DAN PERALATAN 4.1 Bangunan PETUNJUK Gambaran singkat pabrik, luas area pabrik dan daftar bangunan. Jika produksi untuk pasar yang berbeda, misalnya untuk lokal, Uni Eropa, Amerika Serikat, dll. dilakukan di gedung berbeda pada area tersebut, maka gedung tersebut harus terdaftar dengan pasar yang dituju (jika tidak teridentifikasi dalam Butir 1.1); Rancangan atau uraian singkat mengenai area pabrik dengan menggunakan skala (gambar arsitektur atau gambar teknik tidak diperlukan); Denah dan diagram alir dari area produksi (dalam Lampiran 6) yang menunjukkan klasifikasi ruangan dan perbedaan tekanan (udara) antara daerah berdampingan dan menunjukkan kegiatan produksi (misalnya pencampuran, pengisian, penyimpanan, pengemasan, dll.) di ruang tersebut; Denah gudang dan area penyimpanan, dengan area khusus untuk penyimpanan dan penanganan bahan yang terindikasi sangat beracun, berbahaya dan sensitisasi, jika ada; Jika ada uraian singkat mengenai kondisi penyimpanan tertentu, tetapi tidak ditunjukkan pada denah.
  • 12. BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA 4.1.1 Uraian singkat tentang sistem tata udara (HVAC) PETUNJUK Prinsip untuk penetapan pasokan udara, suhu, kelembaban, perbedaan tekanan, dan frekuensi pertukaran udara, kebijakan udara yang disirkulasi ulang (%). 4.1.2 Uraian singkat tentang sistem pengolahan air (SPA) PETUNJUK Referensi mutu air yang dihasilkan; Gambar skematis dari sistem dalam Lampiran 7. 4.1.3 Uraian singkat tentang sistem penunjang lain yang relevan, seperti uap, udara bertekanan, N2, dll. 4.2 Peralatan 4.2.1 Daftar peralatan utama produksi dan laboratorium pengawasan mutu dengan bagian alat yang diidentifikasi kritis hendaklah dicantumkan dalam Lampiran 8. 4.2.2 Pembersihan dan sanitasi PETUNJUK Uraian singkat tentang metode pembersihan dan sanitasi permukaan yang kontak dengan produk (misalnya pembersihan manual, Pembersihan-di-Tempat otomatis, dll.). 4.2.3 Sistem komputerisasi CPOB/CPOTB yang kritis PETUNJUK Uraian dari sistem komputerisasi CPOB/CPOTB yang kritis (tidak termasuk peralatan khusus programmable logic controller (PLC)).
  • 13. BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BAB 5 DOKUMENTASI PETUNJUK Penjelasan mengenai sistem dokumentasi (misal elektronis, manual); Lokasi penyimpanan dokumen; Bila dokumen dan catatan disimpan tidak di fasilitas pembuatan obat (termasuk data farmakovigilans, bila ada) :  daftar jenis dokumen/catatan;  nama dan alamat tempat penyimpanan dan  perkiraan waktu yang dibutuhkan untuk mengambil dokumen dari tempat penyimpanan di luar fasilitas pembuatan. BAB 6 PRODUKSI 6.1 Jenis produk PETUNJUK Jenis produk yang dibuat termasuk :  Daftar bentuk sediaan obat untuk manusia dan hewan yang dibuat pada lokasi terkait;  Daftar bentuk sediaan obat investigasi yang dibuat pada lokasi terkait untuk uji klinis dan, jika berbeda dari pembuatan produk komersial, informasi mengenai area produksi dan personil; Penanganan bahan-bahan beracun dan berbahaya (misal aktivitas farmakologi yang tinggi dan/atau memiliki sifat-sifat alergenik). Jenis produk yang dibuat dalam fasilitas terpisah atau dengan cara “campaign”, jika ada; Penggunaan Process Analytical Technology (PAT), jika ada: penjelasan umum atas teknologi yang relevan dan sistem komputerisasi yang dipakai. 6.2 Validasi proses PETUNJUK Uraian rinci kebijakan umum validasi proses; Kebijakan pengolahan ulang atau pembuatan ulang.
  • 14. BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA 6.3 Penanganan dan penyimpanan bahan PETUNJUK Pengaturan penanganan bahan awal, karantina, pelulusan dan penyimpanan; Pengaturan penanganan bahan dan produk yang ditolak. BAB 7 PENGAWASAN MUTU Penjelasan kegiatan Pengawasan Mutu yang dilakukan pada lokasi mengenai uji fisis, kimiawi, mikrobiologis dan biologis. PETUNJUK Jelaskan secara singkat kegiatan pengujian analitis bahan awal dan produk serta uji stabilitas, pengujian bahan pengemas, pengujian mikrobiologis dan biologis; Pengaturan persiapan, revisi, dan distribusi dokumen terutama untuk spesifikasi, metode pengujian dan kriteria pelulusan. (Dapat disajikan untuk memenuhi persyaratan pada Bab 5 Dokumentasi) BAB 8 DISTRIBUSI, KELUHAN DAN PENARIKAN KEMBALI PRODUK 8.1 Distribusi PETUNJUK Jenis (pemegang izin PBF, pemegang izin IF dll.) dan lokasi (RI,UE, EEA, USA, dll.) perusahaan tujuan pengiriman produk; Uraian sistem yang digunakan untuk memverifikasi bahwa pelanggan/ penerima yang ditunjuk secara resmi berhak untuk menerima obat, bahan obat, dan/atau obat tradisional; Uraian singkat tentang sistem yang memastikan kondisi lingkungan yang sesuai selama transit, misal pemantauan/ pengendalian suhu;
  • 15. BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA Pengaturan distribusi produk dan metode untuk menjaga ketertelusuran produk; Langkah pencegahan agar produk tidak masuk ke jalur pemasokan ilegal. 8.2 Keluhan, produk cacat dan penarikan kembali produk PETUNJUK Uraian singkat mengenai sistem penanganan keluhan, produk cacat dan penarikan kembali produk. BAB 9 INSPEKSI DIRI Penjelasan singkat mengenai sistem inspeksi diri dengan fokus pada kriteria yang digunakan untuk menyeleksi area yang dicakup selama inspeksi yang direncanakan, pengaturan praktik dan aktivitas tindak lanjut. PETUNJUK Jelaskan secara singkat kriteria yang digunakan untuk menyeleksi area yang akan dicakup; Jelaskan bagaimana sistem inspeksi diri memverifikasi bahwa semua kegiatan yang memengaruhi mutu dilakukan sesuai dengan rencana; Prosedur mengenai sistem inspeksi diri dan tindak lanjut.
  • 16. BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN-LAMPIRAN 1. Kopi dari Izin Industri Farmasi atau Industri Obat Tradisional 2. Daftar bentuk sediaan yang dibuat termasuk INN (International Nonpropriety Name) atau nama BOA yang lazim dipakai (bila ada). Contoh : a. Sediaan padat - tablet Parasetamol 500mg Metronidasol 500 mg b. Sediaan padat – kapsul Kloramfenikol 250 mg c. Sediaan cair Parasetamol 125 mg/5 ml d. Cairan injeksi - ampul Lidokain 2 mg/ml, ampul 2 ml 3. Kopi dari sertifikat – sertifikat CPOB/ CPOTB yang berlaku. 4. Daftar dari pemberi dan penerima kontrak pembuatan produk dan pengujian, alamat dan informasi kontak serta diagram alur dari mata rantai kegiatan outsource. 5. Bagan organisasi 6. Denah area produksi termasuk alur personil dan barang, diagram alur dari proses produksi untuk tiap bentuk sediaan. 7. Gambar skematis dari SPA. 8. Daftar alat utama untuk produksi dan laboratorium. KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. LUCKY S. SLAMET