Peradaban Islam pada masa Dinasti Abbasiyah II mengalami berbagai perubahan. Politik dipengaruhi kuat oleh pengaruh bangsa Turki yang mendominasi tentara. Hubungan antara agama dan negara juga mengalami tekanan. Dinasti ini berhasil memajukan ilmu pengetahuan meskipun akhirnya runtuh akibat invasi Mongol.
Kisah para sahabat yang sholeh selalu bisa dijadikan pelajaran dalam kehidupan kita. Dalam Power Point diceritakan tentang Abu Bakar Assyiddiq keturunannya,kelebihannya dan bagaimana beliau jadi kahlifah
Kisah para sahabat yang sholeh selalu bisa dijadikan pelajaran dalam kehidupan kita. Dalam Power Point diceritakan tentang Abu Bakar Assyiddiq keturunannya,kelebihannya dan bagaimana beliau jadi kahlifah
ruang lingkup ilmu kalam adalah tentang mengesakan tuhan yang diperkuat dengan dalil-dalil rasional agar terhindar dari aqidah - aqidah yang menyimpang
the scope of theology is about the Oneness of God reinforced with rational arguments to avoid deviating Aqeedah
Email: fadrymuhammad50@gmail.com
ruang lingkup ilmu kalam adalah tentang mengesakan tuhan yang diperkuat dengan dalil-dalil rasional agar terhindar dari aqidah - aqidah yang menyimpang
the scope of theology is about the Oneness of God reinforced with rational arguments to avoid deviating Aqeedah
Email: fadrymuhammad50@gmail.com
Sebenarnya, inilah yang ingiin saya bagi, Mushaf Al-Qur'an dalam bentuk PDF. Mushaf ini diberi nama Mushaf al-Qiyam. Sebenarnya mushaf ini yang saya gunakan ketika menjalani program tahfidz, bersama dengan beberapa teman yang juga menggunakannya. Semoga bermanfaat.
Sebagai salah satu pertanggungjawab pembangunan manusia di Jawa Timur, dalam bentuk layanan pendidikan yang bermutu dan berkeadilan, Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur terus berupaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan masyarakat. Untuk mempercepat pencapaian sasaran pembangunan pendidikan, Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur telah melakukan banyak terobosan yang dilaksanakan secara menyeluruh dan berkesinambungan. Salah satunya adalah Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) jenjang Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah Kejuruan, dan Sekolah Luar Biasa Provinsi Jawa Timur tahun ajaran 2024/2025 yang dilaksanakan secara objektif, transparan, akuntabel, dan tanpa diskriminasi.
Pelaksanaan PPDB Jawa Timur tahun 2024 berpedoman pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 1 Tahun 2021 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru, Keputusan Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi nomor 47/M/2023 tentang Pedoman Pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 1 Tahun 2021 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru pada Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, dan Sekolah Menengah Kejuruan, dan Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 15 Tahun 2022 tentang Pedoman Pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru pada Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah Kejuruan dan Sekolah Luar Biasa. Secara umum PPDB dilaksanakan secara online dan beberapa satuan pendidikan secara offline. Hal ini bertujuan untuk mempermudah peserta didik, orang tua, masyarakat untuk mendaftar dan memantau hasil PPDB.
Apakah program Sekolah Alkitab Liburan ada di gereja Anda? Perlukah diprogramkan? Jika sudah ada, apa-apa saja yang perlu dipertimbangkan lagi? Pak Igrea Siswanto dari organisasi Life Kids Indonesia membagikannya untuk kita semua.
Informasi lebih lanjut: 0821-3313-3315 (MLC)
#SABDAYLSA #SABDAEvent #ylsa #yayasanlembagasabda #SABDAAlkitab #Alkitab #SABDAMLC #ministrylearningcenter #digital #sekolahAlkitabliburan #gereja #SAL
PI 2 - Ratna Haryanti, S. Pd..pptx Visi misi dan prakarsa perubahan pendidika...
Peradaban Islam pada Masa Dinasti Abbasiyah Kedua
1. PERADABAN ISLAM
PADA MASA DINASTI ABBASIYAH KEDUA
MAKALAH
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Sejarah Peradaban Islam
Oleh:
Muhammad Maghfur Amin
NIM. F12518226
Dosen Pengampu:
Dr. Hj. Nur Lailatul Musyafa’ah, Lc, M.Ag
ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2018
2. 2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Segala sesuatu di dunia ini tidak ada yang tetap, yang tetap hanyalah
perubahan. Begitu pula dalam hal peradaban Islam yang lahir dengan berbagai
kondisi atmosfer ke-Islam-an yang heterogen. Beberapa rekam sejarah yang
menyebutkan awal kelahiran Islam hingga saat ini menampilkan beraneka gambaran
yang harus disimak satu-persatu.
Pada awal Islam, dalam hal kepimpinan, Rasulullah yang menjadi figur
utama. Bahkan hampir setiap hal dalam kehidupan kaum muslimin merujuk pada
tingkah laku Nabi Muhammad. Jika diantara kaum muslimin terjadi perselisihan
maka akan ditanyakan langsung kepadanya. Keadaan tersebut berlangsung hanya
dalam masa kurang lebih 23 tahun.
Sepeninggal Nabi Muhammad, figur utama yang hati mereka bertaut
kepadanya sudah tidak ada. Kegaduhan penunjukan pemimpin bagi kaum muslimin
pun mulai terjadi. Bahkan setelah Abu Bakar ditunjuk sebagai pemimpin pengganti
peran Nabi Muhammad (khalifah), beberapa orang yang memendam keinginan
berkuasa menyingkap kedoknya masing-masing. Orang-orang itu menjadi kaum
murtad, hingga ada pula yang mengaku menjadi Nabi. Abu Bakar pun tidak tinggal
diam untuk kemudian memberangus mereka menuju pertaubatan.
Ada juga pergolakan yang muncul akibat ketidakpuasan kepemimpinan pada
masa khulafa’ ar-rasyidun. Sejak masa Umar bin Khattab kudeta pertama dilakukan.
Hal itu pun menjadi luka yang berkelanjutan.
Puncaknya pada masa Ali bin Abi Thalib. Arbitrase yang terjadi antara Ali
dan Mu’awiyah telah terjadi, akan tetapi menimbulkan kesepakatan yang timpang.
Melalui peristiwa itu, suara umat pun tepecah kedalam golongan-golongan. Lahirlah
Syi’ah yang fanatik terhadap Ali. Terdapat pula kelompok lain sebagai sebagai
oposisi, yang tidak puas dengan perundingan tersebut, yang disebut dengan
Khawarij. Kelompok Khawarij ini pun menjadi kelompok yang merongrong
pemerintah.
3. 3
Sedangkan kelompok Mu’awiyah menjadi lawan politik kekuasaan putera
Ali, Hasan. Setelah kesepakatan terjadi dengan syarat-syarat yang diajukan oleh
Hasan, lahirlah satu pemerintahan yang dikukuhkan bagi Mu’awiyah. Namun
kesepakatan itu dikhianati oleh Mu’awiyah dengan melahirkan pemerintahan dinasti,
yakni Dinasti Umayyah.
Lahirnya masa dinasti dalam khilafah Islam serta-merta merubah arah
peradaban Islam. Kepemimpinan yang demokratis telah hilang. Perlawanan-
perlawanan terhadap khalifah pun terjadi ketika kebijakan semena-mena ditetapkan.
Seperti pergolakan politik-keagamaan pada masa khalifah Al-Ma’mun yang
mengakibatkan Imam Ahmad bin Hanbal ditangkap karena tidak mengakui ke-
makhluq-an Al-Qur’an.
Setelah Dinasti Umayah berakhir, dengan takluknya khalifah Al-Watsiq,
kepemimpinan berpindah ke Dinasti Abbasiyah. Bani Abbasiyah merasa lebih berhak
memegang kekuasaan. Penaklukkan pun dilakukan dengan kekuatan pasukan.
Dengan berbagai perubahan yang terjadi, dinasti ini memberikan sumbangsih
yang besar dalam kemajuan peradaban Islam pada masanya. Meskipun begitu,
pemerintahan Islam mengalami kemunduran. Dinasti-dinasti lain turut berdiri di
berbagai wilayah dan membentuk atmosfer pemerintahan yang penuh konflik dan
intrik, khususnya pada Dinasti Abbasiyah II.
Jika dilihat dari pengaruh pihak luar yang terjadi dalam pemerintahan,
Dinasti Abbasiyah II terbagi kedalam tiga periode. Masing-maing periode memiliki
gmbaran peta politik yang saling berbeda. Dinasti Abbasiyah, yang kekuasaanya
telah mencapai kurang lebih empat abad, pun harus terguling oleh invasi
internasional yang dilakukan oleh kerajaan Mongol.
Dengan melihat latar belakang di atas, dalam makalah ini akan dibahas
mengenai peradaban Islam pada masa Dinasti Abbasiyah II dengan berbagai kondisi
beberapa aspek yang melingkupinya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah yang akan
dijawab dalam makalah ini, sebagai berikut:
4. 4
1. Bagaimana Kondisi Politik pada Masa Dinasti Abbasiyah II?
2. Bagaimana Hubungan antara Agama dan Negara pada Masa Dinasti Abbasiyah
II?
3. Apa saja Kemajuan yang Diacapai pada Masa Dinasti Abbasiyah II?
4. Bagaimana Berakhirnya Dinasti Abbasiyah II?
C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk Mengetahui Kondisi Sosial-Politik pada Masa Dinasti Abbasiyah II.
2. Untuk Mengetahui Hubungan antara Agama dan Negara pada Masa Dinasti
Abbasiyah II.
3. Untuk Mengetahui Kemajuan yang Diacapai pada Masa Dinasti Abbasiyah II.
4. Untuk Mengetahui Berakhirnya Dinasti Abbasiyah II.
5. 5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kondisi Politik Dinasti Abbasiyah II
Sebagaimana dijelaskan di bagian pendahuluan bahwa lahirnya Abbasiyah
merupakan hasil dari kudeta dengan kekuatan pasukan. Pasukan tersebut merupakan
pasukan gabungan dari tentara Persia yang merasa terpinggirkan. Sehingga masa
Abbasiah I merupakan masa pengaruh Persia pertama. Masa Abbasiyah pertama juga
telah dimulai pembentukan tentara dari kalangan mamluk.
Pemerintahan pada masa Dinasti Abbasiyah II tersegmentasi berdasarkan
hegemoni politik internasional. Hegemoni tersebut menurut Sami Ibn Abdillah Ibn
Ahmad al-Maghluts, dalam Atlas Tarikh Daulah Abbasiyah, terbagi kedalam tiga
periode.1
1. Masa Pengaruh Bangsa Turki (232-334 H/847-946 M)
Masa pemerintahan yang termasuk di dalam segmen ini adalah masa
khalifah-khalifah berikut:2
No. Khalifah Masa Jabatan
1 Al-Mutawakkil Ja’far ibn Al-Mu’tashim 232-247 H
2 Al-Muntashir Billah Muhammad ibn Al-
Mutawakkil
247-248 H
3 Al-Musta’in Billah Ahmad ibn Al-Mu’tashim 248-252 H
4 Al-Mu’taz Billah Muhammad Abu Abdillah ibn
Al-Mutawakkil
252-255 H
5 Al-Muhtadi Billah Muhammad bin al-Watsiq ibn
Al-Mu’tashim
255-256 H
6 Al-Mu’tamid Alallah Ahmad ibn Al-Muwaffaq
Thalhah ibn Ja’far Al-Mutawakkil
256-279 H
7 Al-Mu’tadhad Billah Ahmad ibn Al-Muwaffaq
Thalhah ibn Ja’far Al-Mutawakkil
279-289 H
8 Al-Muktafa Billah Abu Muhammad Ali ibn Al-
Mu’tadhad
289-295 H
9 Al-Muqtadir Billah Abu Al-Fadhl Ja’far ibn
Muhammad
295-320 H
1
Sami Ibn Abdillah Ibn Ahmad al-Maghluts, Atlas Tarikh Daulah Abbasiyah, (Riyadh: Maktabah al-
Ubaikan, 2012), 153.
2
Ibid., 148.
6. 6
10 Al-Qahir Billah Abu Manshur Muhammad ibn Al-
Mu’tadhad
320-322 H
11 Ar-Radhi Billah Abu Al-Abbas Muhammad ibn Al-
Muqtadir ibn Al-Mu’tadhad
322-329 H
12 Al-Muttaqi Lillah Abu Ishaq Ibrahim ibn Al-
Muqtadir
329-333 H
13 Al-Mustakfa Billah Abu Al-Qasim Abdullah ibn
Ali Al-Muktafa
333-334 H
Unsur Turki telah masuk pada masa pemerintahan Al-Ma’mun dan Al-
Mu’tashim. Pemerintahan Abbasiyah pada masa Al-Ma’mun adalah yang
pertama kali menggunakan tentara budak yang disebut mamluk. Tentara ini
didominasi oleh bangsa Turki tetapi juga dari bangsa lain, Barbar dari Afrika
Utara dan Slav dari Eropa Timur. Pada masa Al-Mu’tashim bangsa Turki adalah
orang-orang yang tidak berpendidikan namun sangat kuat sehingga Al-
Mu’tashim menyukai mereka. Setelah dia membangun kota Samara dan istana-
istana didirikan disana, dia memberikan ruang yang luas untuk orang-orang
Turki. Pusat pemerintahan pun berubah dengan perluasan ke Samara.3
Setelah Al-Mu’tashim meninggal, kekuasaan didapuk bagi Al-Watsiq.
Kesalahan yang dilakukan Al-Watsiq adalah mengikuti gaya politik ayahnya, Al-
Mu’tashim dan pamannya, Al-Ma’mun. Dia melibatkan Mu’tazilah dan orang-
orang Turki. Segala urusan pemerintahan dia serahkan kepada para menteri dan
komandan yang berkebangsaan Turki.4
Kesalahannya yang lain adalah dia tidak menunjuk putera mahkota
sebagaimana tradisi sejak masa Dinasti Umayyah. Hingga dia meninggal tidak
ada putera mahkota yang ditentukan. Orang-orang Turki yang memiliki pengaruh
saat itu bersama para menteri mencari orang yang tepat untuk dijadikan
khalifah.5
Mereka membuat rekayasa agar Al-Mutawakkil diangkat menjadi
khalifah. Rekayasa yang mereka lakukan dengan cara memanggil anak Al-Watsiq
lalu memakaikan pakaian khilafah kepadanya. Namun dengan alasan pakaian itu
terlalu besar mereka mencopot kembali pakaian tersebut. Lalu pakaian itu
3
Ibid., 154.
4
Yusuf Al-Isy, Dinasti Abbasiyah, (Jakarta: Al-Kautsar, 2007), 105.
5
Ibid., 105.
7. 7
dipakaikan kepada Al-Mutawakkil, dan ternyata sesuai. Akhirnya Al-Mutawakkil
mereka angkat menjadi khalifah.6
Khalifah Al-Mutawakkil, dengan pengaruh Turki yang merupakan
warisan dari pendahulunya, menyusun rencana untuk menghentikan gerakan-
gerakan bangsa Turki. Dia mencari sekutu-sekutu dari Baghdad dengan
sebelumnya memerangi Mu’tazilah terlebih dahulu untuk merebut simpati. Selain
itu ia mendekati pedagang, pengrajin dan petani dan memberikan modal kepada
mereka.7
Dia menjadikan rakyat sebagai sekutunya. Al-Mutawakkil dekat dengan
rakyatnya. Dia juga bersekutu dengan bangsa Arab. Bahkan ia mengundang
bangsa Arab untuk menjadi bagian pasukannya. Semua itu dilakukan untuk
menjauhkan bangsa Turki, dengan memperkuat hubungan dengan bangsa lain.
Namun kesalahan besar dilakukan oleh Al-Mutawakkil. Setelah ia
menghamburkan uang negara untuk membangun istana-istana, kota Samara dan
kota Al-Mutawakkilah. Gaji untuk pekerjanya pun tidak terpenuhi. Kemudian ia
berwasiat mewariskan tahta kerajaan kepada tiga anaknya yang masih kecil, Al-
Muntashir, Al-Mu’taz, dan Al-Muayyid. Al-Muntashir mendapat bagian yang
paling besar sebagai anak tertua. Pembagian itu pun menimbulkan perselisihan
anak-anaknya.8
Kemudian Al-Mutawakkil memihak Al-Mu’taz. Al-Muntashir dijauihi
oleh ayahnya hingga ia merasa terganggu oleh hal itu. Bangsa Turki mendekati
Al-Muntashir, bersekutu dengannya sehingga ketika Washif dan Bugha,
pemimpin bangsa Turki, merasa terancam mereka mengundang Al-Muntashir
untuk membunuh ayahnya. Al-Mutawakkil yang ditemui dalam keadaan mabuk
mereka bunuh di atas meja minuman.9
Dari sini tergambar bagaimana kondisi sosial-politik pada masa awal
Abbasiyah II dengan pengaruh Turki yang kental. Hal itu semakin terlihat dengan
6
Ibid., 106.
7
Ibid., 107.
8
Muhamad Suhail Thaqqusy, Tarikh ad-Daulah al-Abbasiyah, (Beirut: Dar an-Nafa’is, 2009), 163.
9
Al-Isy, Dinasti Abbasiyah, 109.
8. 8
kematian Al-Muntashir yang tidak wajar setelah menjabat tidak lebih enam bulan
sebagai khalifah.
Terpilihnya khalifah selanjutnya, Al-Musta’in, pun tidak luput dari
rekayasa penguasa dari bangsa Turki, Washif dan Bugha. Mereka menjauhkan
kekuasaan dari anak-anak Al-Mutawakkil. Setelah Al-Musta’in terpilih,
pemerintahan tidak berjalan sebagaimana mestinya. Penguasa lain dari bangsa
Turki berusaha membunuh Al-Musta’in. Al-Musta’in, Washif dan Bugha
bersepakat melarikan diri ke Baghdad. Mereka kemudian menjadikan Al-Mu’taz
sebagai khalifah.10
Pada masa Al-Mu’taz ia harus menghadapi peperangan dengan Al-
Musta’in yang berada di Baghdad. Al-Musta’in kalah, dia dikepung dalam jangka
waktu yang lama. Setelah bernegosiasi akhirnya terjadi kesepakatan bahwa Al-
Musta’in harus menyerahkan khilafah kepada Al-Mu’taz.11
Tidak berakhir disitu. Pada masa ini Al-Mu’taz tidak memelihara
hubungan baik dengan orang-orang Turki. Al-Mu’taz berpihak pada orang-orang
Fargana dan dan Tentara Maghraba. Lagi-lagi bangsa Turki yang merasa tidak
diperhatikan tidak terima. Mereka pergi kepadanya untuk meminta gaji. Karena
tidak bisa memberikan apa yang mereka minta, mereka pun menyerang istana.
Mereka membawa Al-Mu’taz dan menaruhnya di bawah terik matahari. Mereka
menyiksanya dengan jarum dan memaksanya agar menyerahkan khilafah kepada
anak Al-Watsiq, Al-Muhtadi. Setelah itu mereka membunuh Al-Mu’taz.12
Ada
pula yang mengatakan ia dipenjara hingga mati karena kelaparan.13
Al-Muhtadi pun bernasib sama seperti khalifah terdahulu. Meskipun ia
terkenal sebagai orang yang bertakwa dan mencintai kebaikan, usahanya
menyingkirkan Turki tidaklah berjalan mulus. Dia berusaha menyingkirkan Turki
dengan kekerasan. Pada awalnya bangsa Turki tidak ada yang berani melawan,
namun setelah pemimpin mereka, Baikbak, terbunuh mereka menyerang dan
10
Ibid., 121.
11
Thaqqusy, Tarikh ad-Daulah…, 165.
12
Al-Isy, Dinasti Abbasiyah, 122.
13
Al-Maghluts, Atlas Tarikh…, 154.
9. 9
membunuhnya. Bangsa Turki pun mengukuhkan Al-Mu’tamad Ahmad ibn
Mutawakkil sebagai khalifah.14
Masa Khalifah Al-Mu’tamad dipenuhi dengan konflik dalam bangsa
Turki. Mereka tidak sanggup lagi mengatur pos-pos menteri sehingga
mengembalikan pengaturannya pada khalifah. Khalifah pun melihat itu sebagai
kesempatan agar terjadi perselisihan dan kekacauan di antara mereka. Kekacauan
tersebut berlangsung selama sembilan tahun hingga Al-Muwaffaq bergabung
dalam pemerintahan dan merangkul bangsa Turki. Dan pada saat itu revolusi
Zang terjadi, dengan pemimpinanya yang bernama Bahbudz atau Muhammad ibn
Ali. Al-Muwaffaq melakukan perannya melawan revolusi Zang dan berhasil
mengusir pemberontak tersebut.15
Pada masa Al-Mu’tadhad terjadi revolusi Qaramithah. Gerakan revolusi
ini berhasil dituntaskan setelah propaganda berlangsung lama hingga revolusi
kedua yang terjadi pada tahun 289 H. berhasil diselesaikan. Khalifah setelahnya,
Al-Muktafa, melanjutkan prestasi Al-Mu’tadhad dengan menghentikan gerakan
Qaramithah di Syam dan Irak.16
Setelah itu kejayaan kembali pada Abbasiyah.
Perbaikan ekonomi mulai dilakukan.
Namun kekacauan politik internal terjadi. Perebutan kekuasaan antara Al-
Qahir dan Al-Muqtadir berakhir dengan terbunuhnya Al-Muqtadir. Al-Qahir
berkuasa selama dua tahun. Aktifitas pertama Al-Qahir adalah melenyapkan
pemerintahan para wanita yang muncul pada masa Al-Muqtadir yang berlindung
di balik Mu’nas. Setelah Al-Muqtadir meninggal, Mu’nas tetap bertahan di
pemerintahan dengan perdana menterinya, Ibnu Muqlah. Para tentara dan
masyarakat diprovokosai oleh Ibnu Muqlah untuk menggulingkan khalifah
setelah mencium konspirasi khalifah untuk memecah belah para tentara. Mereka
akhirnya memenjarakan khalifah Al-Qahir.17
Ahmad ibn Al-Muqtadir yang bergelar Ar-Radhi diangkat sebagai
khalifah dengan Ibnu Muqlah sebagai salah satu menterinya. Amirul Umara’
14
Al-Isy, Dinasti Abbasiyah, 123.
15
Al-Isy, Dinasti Abbasiyah, 123-124.
16
Ibid., 173.
17
Ibid., 190-191.
10. 10
Muhammad ibn Ra’iq berusaha menyingkirkan Ibnu Muqlah dari kementerian.
Hingga jatuhlah Ibnu Muqlah dari jabatannya karena hanya memiliki sedikit
harta. Keadaan ekonomi merosot dan menteri yang silih berganti tidak dapat
mengatasinya.18
Selain itu gerakan-gerakan yang ingin memisahkan diri dari Abbasiyah
bermunculan. Dinasti-dinasti lain pun lahir, seperti Buwaih pada tahun 321 H,
yang meskipun invasi mereka belum sampai di Baghdad. Hingga pada masa
pemerintahan Al-Mustakfa, Bani Buwaih masuk dan menguasai pemerintahan.
2. Masa Pengaruh Dinasti Buwaih, Persia (334-447 H/946-1056 M)
Khalifah-khalifah yang mengalami masa ini antara lain:19
No. Khalifah Masa Jabatan
13 Al-Mustakfa Billah Abu Al-Qasim Abdullah ibn
Ali Al-Muktafi
333-334 H
14 Al-Muthi’ Lillah Al-Fadhl ibn Ja’far Al-Muqtadir 334-363 H
15 Ath-Tha>’I’ Lillah Abdul Karim ibn Al-Fadhl Al-
Muthi’
363-381 H
16 Al-Qadir Billah Ahmad ibn Ishaq Al-Muqtadir 381-422 H
17 Al-Qa’im Bi Amrillah Abdullah ibn Al-Qadir 442-487 H
Pengaruh Buwaih dalam pemerintahan Abbasiyah ini masuk saat masa
akhir Al-Mustakfa.20
Sistem pemerintahan pada masa ini mengalami
kemerosotan yang parah. Khalifah Abbasiyah hanya menjadi boneka bagi Dinasti
Buwaih. Kita bisa melihat gambaran itu pada uraian-uraian berikutnya dalam
makalah ini.
Bani Buwaih mengaku bahwa mereka adalah keturunan Bahram Jur, salah
seorang raja Sasan. Klaim tersebut tidaklah benar. Sebagian sejarawan
mengatakan bahwa mereka bukan dari Iran.21
Bani Buwaih berawal dari tiga
bersaudara; Ali, Hasan dan Ahmad. Mereka adalah putra Abu Syuja’ Buwaih,
pencari ikan di desa Dailam. Mereka memasuki dinas militer dengan bergabung
18
Ibid., 192.
19
Al-Mughluts, Atlas Tarikh…, 149-150.
20
Ibid., 257.
21
Al-Isy, Dinasti Abbasiyah, 198.
11. 11
dalam pasukan Makan ibn Kali. Kemudian berpindah untuk bergabung dengan
pasukan Mardawij ibn Zayyar Ad-Dailamy, karena pamor Abu Syuja’ memudar.
Oleh Mardawij, Ali diangkat menjadi gubernur Al-Karaj karena prestasinya.
Sedangkan dua saudaranya diberi kedudukan penting. Dari sinilah ekspansi
kekuasaan Bani Buwaih bermula. Ali berhasil menaklukkan daerah-daerah di
Persia. Hingga berikutnya mereka menuju Baghdad untuk merebut kekuasaan.22
Mereka bermadzhab Syi’ah Zaidiyyah. Oleh karena itu setelah Abbasiyah
mereka kuasai sebenarnya mereka memiliki keinginan untuk mendatangkan
khalifah dari Syi’ah Zaidiyyah. Akan tetapi pada kenyataannya mereka menerima
kekhilafahan Bani Abbasiyah. Hal yang kontradiktif tersebut mereka putuskan
setelah melihat iklim politik keagamaan Dinasti Abbasiyah.23
Bani Buwaih memiliki pandangan yang jauh. Semula Ahmad bin Buwaih
bermusyawarah untuk menunjuk keluarga Ali sebagai khalifah. Namun di antara
mereka berpendapat jika keluarga Ali yang ditunjuk maka justru akan
mengancam pengaruh Bani Buwaih. Sedangkan jika khalifah tetap pada
Abbasiyah maka akan dapat mudah dikendalikan. Oleh pertimbangan tersebut
Ahmad Buwaih mengurungkan niatnya dan tetap membiarkan khilafah kepada
Dinasti Abbasiyah.24
Selain itu kondisi keagamaan yang ada dalam kehidupan masyarakat
Abbasiyah adalah madzhab Sunni. Kekuatan Abbasiyah yang utama adalah
orang-orang Sunni, yang tersebar di Irak. Mengganti khalifah dari orang Sunni
dengan orang dari Syi’ah tidak akan diterima. Karena itu Bani Buwaih
membiarkan khalifah tetap pada Dinasti Abbasiyah yang akan memberikan
keuntungan bagi dirinya.25
Dalam kehidupan politik Bani Buwaih tidah menghiraukan besarnya
pengaruh Abbasiyah dalam khazanah peradaban Islam. Mereka bertindak
semena-mena terhadap penguasa yang ada dan tidak memiliki rasa hormat
kepada khalifah.
22
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), 69.
23
Ibid., 198.
24
Al-Isy, Dinasti Abbasiyah, 199.
25
Ibid., 200 .
12. 12
Mereka melarang khalifah memperoleh pendapatan dan dialirkan untuk
meraup kekayaan untuk diri mereka. Mereka hanya memberikan dana khalifah
sebesar lima ribu dirham pada masa Al-Mustakfa. Sedangkan pada masa Al-
Muthi’ gaji khalifah dikurangi menjadi dua ribu dirham saja. pada masa ini,
khalifah benar-benar diperas hartanya.26
Khalifah hanya menjadi simbol luar saja. Khalifah tidak berhak
mengangkat menteri, karena yang menentukan adalah raja Buwaih sendiri.
Namun dalam hal keagamaan, khalifah lah yang bertindak. Khalifah yang
mengangkat hakim, mufti dan khatib. Jika orang Syi’ah ikut campur dalam
urusan keagamaan maka tidak diragukan rakyat akan berteriak memberontak.27
Jika dirangkum, karakteristik pemerintahan Bani Buwaih di Irak sebagai
berikut:28
1. Negara Buwaih telah menyerang pemerintahan Abbasiyah. Artinya dengan
takluknya Abbasiyah di tangan mereka, mereka harus menjadi pemeran dalam
kekuasaan negara Islam. Sedangkan kekuasaan Abbasiyah saat itu sangat
luas.
2. Markas kekausaan dipindahkan dari Baghdad ke Syiraz.
3. Kemampuan negara Buwaih belum cukup untuk memimpin negara seluas
Abbasiyah.
4. Kepemimpinan terbagi kedalam wilayah-wilayah dan tidak ada yang sanggup
sendirian menjadi khalifah untuk seluruh negara yang mereka kuasai.
5. Tentara mereka tidak terdiri dari satu suku yang sama. Dalam tentara
tersebut ada dua kelompok suku yaitu Dailam dan Turki. Orang-orang
Dailam bermadzhab Zaidiyyah, sedangkan bangsa Turki bermadzhab Sunni.
Dengan karakter dan madzhab yang berbeda antara keduanya, tentu
menjadikan kesulitan dalam mengendalikan mereka tanpa perselisihan.
6. Dengan mewarisi kekacauan yang telah dialami oleh Abbasiyah tentu
menjadikan tantangan tersendiri bagi Buwaih.
26
Ibid., 201.
27
Ibid., 202.
28
Al-Isy, Dinasti Abbasiyah, 200.
13. 13
Kondisi-kondisi di atas merupakan akar munculnya pemerintahan yang
tidak stabil dalam Bani Buwaih. Faktor internal dan eksternal yang ada dalam
kondisi tersebut merupakan latar belakang berakhirnya Bani Buwaih.
3. Masa Pengaruh Dinasti Saljuk, Turki (447-656 H/1055-1258 M)
Khalifah yang termasuk dalam masa ini adalah khalifah-khlaifah berikut:29
No. Khalifah Masa Jabatan
17 Al-Qa’im Bi Amrillah Abdullah ibn Al-Qadir 422-467 H
18 Al-Muqtadi Bi Amrillah Abdullah ibn
Muhammad ibn Al-Qa’im
467-487 H
19 Al-Mustadzhir Billah Ahmad ibn Al-Muqtadi 487-512 H
20 Al-Mustarsyid Billah Al-Fadhl ibn Al-
Mustadzhir
512-529 H
21 Ar-Rasyid Billah Manshur bin Al-Mustarsyid 529-530 H
22 Al-Muqtafi Li Amrillah Muhammad ibn Al-
Mustadzhir
530-555 H
23 Al-Mustanjid Billah Yusuf ibn Al-Muqtafi 555-566 H
24 Al-Mustadhi’ Bi Amrillah Al-Hasan ibn Al-
Mustanjid
566-575 H
25 An-Nashir Li Dinillah Ahmad ibn Al-Hasan
Al-Mustadhi’
575-622 H
26 Adz-Dzahir Bi Amrillah Ahmad ibn Al-
Muqtadi
622-623 H
27 Al-Mustanshir Billah Manshur ibn Adz-
Dzahir
623-640 H
28 Al-Mu’tashim Billah Abdullah ibn Manshur
Al-Mustanshir
640-656 H
Dengan semakin melemahnya politik internal Bani Buwaih, gangguan
dari luar pun semakin banyak sehingga membawa kemunduran pengaruh Dinasti
ini. Semakin gencar serangan Byzantium ke dunia Islam, di sisi lain semakin
banyak dinasti-dinasti kecil yang melepaskan diri dari kekuasaan pusat di
Baghdad. Dua faktor itu menjadikan Bani Buwaih semakin terpuruk. Dinasti
Saljuk pun berhasil merebut kekuasaan dari Bani Buwaih.
Jatuhnya kekuasaan Bani Buwaih ke tangan Bani Saljuk bermula oleh
faktor internal, perebutan kekuasaan di dalam negeri. Arselan Al-Basasiri,
29
Al-Mughluts, Atlas Tarikh…, 150-151.
14. 14
seorang panglima pada masa Al-Malik Ar-Rahim dari Bani Buwaih, merebut
kekuasaan khalifah. Dia berbuat semena-mena terhada Al-Malik Ar-Rahim dan
Khalifah Al-Qa’im dari Abbasiyah. Al-Basasiri mengundang khalifah Fatimiyyah
saat itu untuk menguasai Baghdad. Khalifah pun terdesak sehingga meminta
bantuan Tughrul Bek dari Saljuk. Permintaan itu pun ditindaklanjuti Saljuk,
Tughrul Bek memasuki Baghdad. Al-Malik Ar-Rahim yang merupakan khalifah
terakhir Bani Buwaih dipenjara. Berakhirlah masa pengaruh Bani Buwaih dan
dimulai masa Bani Saljuk dalam hegemoni terhadap Abbasiyah.30
Dinasti Saljuk berasal dari beberapa kabilah kecil suku Ghuz di wilayah
Turkistan. Kabilah kecil itu disatukan oleh Saljuk ibn Tuqaq, karena itu mereka
disebut Bani Saljuk. Setelah lama ia mengabdi kepada Raja Bequ sebagai tentara,
Saljuk diangkat menjadi pemimpin tentara.31
Melihat pengaruh Saljuk sangat besar, Raja Bequ khawatir kedudukannya
terancam. Raja Bequ berniat menyingkairkan Saljuk. Namun Saljuk mengetahui
rencana Bequ. Ia pun memberontak bersama pengikutnya bermigrasi ke daerah
Jand, daerah wara’ an-nahr Transoxania. Mereka tinggal disana atas izin
penguasa Dinasti Samaniyah. Mereka masuk Islam dengan madzhab Sunni.32
Ketika Dinasti Samaniyah dikalahkan oleh Dinasti Ghaznawiyah. Saljuk
menyatakan memerdekakan diri. Ia berhasil menguasai sebagaian wilayah yang
sebelumnya dikuasai oleh Dinasti Samaniyah. Ketika Saljuk meninggal,
kepemimpinan dilanjutkan oleh anaknya, Israil. Namun Israil dan penggantinya,
Mikail, ditangkap oleh penguasa Ghaznawiyah. Kepimpinan kemudian dipegang
oleh Tughrul Bek. Di tangan Tughrul Bek penguasa Dinasti Ghaznawiyah
berhasil dia kalahkan. Tughrul Bek kemudian memproklamirkan berdirinya
Dinasti Saljuk. Pada saat masa kepemimpinan Tughrul Bek inilah Dinasti Saljuk
memasuki Baghdad. Tughrul Bek berhasil merebut daerah-daerah Marwa dan
30
Yatim, Sejarah Peradaban…, 72.
31
Ahmad Syalabi, Mausu’ah at-Tarikh al-Islami wa al-Hadharat al-Islamiyah, (Kairo: Maktabah An-
Nhdhah Al-Mishriyah, 1974), 426.
32
Yatim, Sejarah Peradaban…, 73.
15. 15
Naisabur dari kekuasaan Ghaznawiyah, Jurjan, Tabaristan, Khawarizm, Ray dan
Isfahan.33
Kedudukan khalifah lebih baik setelah Dinasti Saljuk berkuasa.
Kewibawaan khalifah dalam bidang agama dikembalikan setelah direnggut
orang-orang Syi’ah, Bani Buwaih. Pusat pemerintahan yang dipilih Tughrul Bek
adalah Naisabur dan kemudian Ray. Sepeninggal Tughrul Bek berikutnya
Dinasti Saljuk dipegang berturut-turut oleh Alp Arselan, Maliksyah, Mahmud,
Barkiyaruq, Maliksyah II, Abu Syuja’ Muhammad dan Abu Haris Sanjar.34
Ekspansi yang dilakukan sejak masa Tughrul Bek dilanjutkan pada masa
Alp Arselan yang berhasil mengalahkan tentara Romawi di Asia Kecil, yaitu
Byzantium. Dan mereka memanfaatkan itu untuk menanamkan gerakan pen-
Turki-an. Selanjutnya Kesultanan Saljuk telah berdiri di berbagai wilayah. Pada
masa Maliksyah wilayah kekuasaan Dinasti Saljuk sangat luas dari Kashgor,
ujung daerah Turki sampai ke Yerussalem. Wilayah itu dibagi menjadi lima
bagian;35
1. Saljuk Besar yang menguasai daerah Khurasan, Ray, Jabal, Irak, Persia dan
Ahwaz.
2. Saljuk Kirman berada berada di wilayah kekuasaan Qawurt Bek ibn Dawud.
3. Saljuk Irak dan Kurdistan, pemimpin pertemannya adalah Mughirs Al-Din
Mahmud.
4. Saljuk Syria dibawah kepemimpinan keluarga Tutush ibn Al-Arselan.
5. Saljuk Rum yang dipegang oleh keluarga Qutlumish ibn Israil.
Dalam sistem pemerintahan, Dinasti Saljuk mengembalikan jabatan
perdana menteri yang sebelumnya telah dihapus oleh Bani Buwaih. Jabatan ini
membawahi beberapa departemen. Kekuasaan Dinasti Saljuk di Irak berakhir
ditangan Khawarizm Syah pada tahun 590 H/1199 M.36
33
Ibid., 73.
34
Ibid., 74.
35
Ibid., 75. Lihat juga Philip K. Hitti History of the Arabs, (London: Macmillan, 1970), 410.
36
Yatim, Sejarah Peradaban.., 76.
16. 16
B. Analisis Hubungan Agama dan Negara pada Masa Dinasti Abbasiyah II
Dari segi politik memang dinasti ini sangat lemah. Hal ini tidak terlepas dari
kemampuan pemimpin yang memegang kekuasaan. Melihat hegemoni yang
mencampuri pemerintahan Dinasti Abbasiyah II dari masa ke masa, kita dapat
menemukan satu titik putih tentang hubungan agama dan negara di dalamnya.
Hubungan antara agama dan negara saat itu memperlihatkan fanatisme golongan
keagamaan tertentu. Sebelumnya pengaruh Mu’tazilah sangat kuat hingga menjadi
madzhab resmi negara. Yang nampak saat pengaruh Turki adalah madzhab Sunni,
karena anggota mayoritas masyarakat dan kekuatan Abbasiyah dikuasai Turki
meskipun sebagai kelompok tentara budak (mamluk) yang berpusat di Samarra.
Masa khalifah Al-Mutawakkil sangat nampak politik kemadzhaban yang
dilakukan olehnya. Ketika dia berusaha merebut simpati Baghdad dengan melakukan
penyerangan terhadap Mu’tazilah dan membebaskan golongan Sunni yang ditawan.
Sedangkan yang dilakukannya itu untuk menggalang kekuatan untuk menyingkirkan
bangsa Turki dari pemerintahan Abbasiyah.
Sebagai negara Islam yang bermadzhab Sunni, mereka menekan madzhab
yang berseberangan hingga tidak dapat memiliki pengaruh dalam pemerintahan.
Madzhab Syi’ah dan pemikiran Mu’tazilah disingkirkan dari pemerintahan.
Permainan politik bangsa Turki dilakukan di balik layar dan tidak menampilkan
aroma keagamaan. Teriakan memberontak yang dilakukan oleh bangsa Turki pada
saat masa khalifah Al-Mu’taz misalnya, merupakan pemberontakan yang didasari
karena tidak terpenuhinya hak ekonomi. Ketika itu mereka menuntut gajinya yang
belum diberikan. Dan rakyat seakan-akan membiarkan hal itu terjadi.
Setelah Turki takluk, Dinasti Buwaih yang berkuasa selanjutnya
memperhatikan politik fanatisme kemadzhaban rakyat Abbasiyah dengan menganulir
penggantian kekhalifahan. Ketika itu Ahmad ibn Buwaih mengubah keinginannya
untuk menunjuk khalifah dari golongan Syi’ah. Hal ini menunjukkan bahwa Dinasti
Buwaih saat itu memiliki kekhawatiran bahwa rakyat akan memberontak jika
keagamaan mereka terusik dengan pergantian tersebut. Adanya fanatisme ini
mencolok ketika penguasa Buwaih tidak berani ikut campur dalam pengangkatan
jabatan yang berhubungan dengan bidang keagaman. Seperti dalam hal pengangkatan
hakim, mufti dan khatib maka yang melakukan tetaplah khalifah Abbasiyah. Hal ini
17. 17
tidak terlepas karena khalifah sudah dianggap sebagai jabatan keagamaan yang
sakral yang tidak bisa diganggu gugat.
Dan pada masa di bawah pengaruh Turki yang kedua, Dinasti Abbasiyah
tetap bertahan bahkan banyak terjadi perkembangan bidang keilmuan. Dinasti Saljuk
yang bermadzhab Sunni secara tidak langsung tidak akan menimbulkan konflik
keagamaan di masyarakat. Karena masyarakat yang di dalamnya mayoritas
menganut madzhab Sunni.
Dari sikap-sikap keagaman tersebut dapat ditarik suatu hepotesa bahwa
hubungan erat antara agama yang bersimbol kemadzhaban berpengaruh besar dalam
penentuan arah politik Abbasiyah. Di samping itu Dinasti Abbasiyah tetap
dipertahankan kekhilafahannya meski dalam taklukan bangsa lain. Kekuatan politik-
agama tidak bisa dianggap remeh sebab khalifah adalah jabatan keagamaan yang
sakral pada masa itu.
C. Kemajuan yang Dicapai pada Masa Dinasti Abbasiyah II
Pada masa politik Turki dalam kekuasaan Abbasiyah, kemajuan dan
perkembangan terpangkas oleh konflik internal. Fanatisme kebangsaan dan
kemadzhaban menyiratkan politik yang tidak sehat. Sehingga kemajuan dan
pencapaian pada masa ini tidak banyak terlihat selain pada penguatan militer yang
profesional.
Dalam bidang keilmuan, masa ini lahir beberapa ulama’ yang cukup
berpengaruh. Meskipun dalam situasi politik yang seperti itu, geliat ulama’ dalam
menyebarkan keilmuan tetap hidup dan berkembang. Imam Ahmad ibn Hanbal (789-
855 M) adalah salah satu imam madzhab yang mengalami kehidupan pada masa awal
Abbasiyah II. Ahmad ibn Hanbal yang sebelumnya telah mengalami persekusi hingga
dipenjara pada masa Al-Ma’mun akhirnya dibebaskan oleh Al-Mutawakkil setelah
menumpas Mu’tazilah di Baghdad. Selain itu banyak juga imam madzhab lain yang
lahir pada massa Abbasiyah II, namun pemikiran dan madzhab itu tidak banyak
diikuti.
Aliran teologi yang lahir pada masa Abbasiyah II adalah Asy’ariyah yang
dicetuskan oleh Abu Al-Hasan Al-Asy’ari (873-935 M). Pemikirannya sedikit
banyak tercampur dengan logika Yunani karena sebelumnya Al-Asy’ari adalah
pengikut Mu’tazilah. Sedangkan mudawwin dan ahli hadits banyak yang hidup pada
18. 18
masa-masa politik Islam di Baghdad dalam pengaruh Turki I, diantaranya Imam
Bukhari (w. 256 H), Imam Muslim (w. 261 H), Ibnu Majah (w. 275 H), Abu Daud
(w. 275) Ad-Darimi (w. 280 H), At-Tirmidzi (w. 295) dan lainnya.
Dalam bidang keilmuan lain pun banyak ulama’ yang muncul dengan karya-
karya monumentalnya. Hal ini menunjukkan bahwa pintu yang diberikan oleh
penguasa dinasti dalam bidang keilmuan terbuka lebar. Dan kemajuan dalam bidang
keilmuan dan peradaban Islam menjadi tonggak utama dalam dinasti kerajaan Islam
masa Abbasiyah II dalam pengaruh Turki.
Pada masa Bani Buwaih juga banyak bermunculan ilmuwan besar,
diantaranya Al-Farabi (w. 950 M), Ibn Sina (980-1037 M), Al-Farghani, Abd Ar-
Rahan Ash-Shufi (w. 986 M), Ibnu Miskawaih (w. 1030 M), dan Abu Al-A’la Al-
Ma’arri (973-1057 M). Jasa Bani Buwaih juga terlihat dalam pembangunan. Kanal-
kanal dibuat, beberapa masjid dan rumah sakit dan sejumlah bangunan umum lainnya
didirikan. Kemajuan tersebut diimbangi dengan laju perekonomian, perdagangan,
pertanian, dan industri yang berkembang.37
Masa setelahnya yakni masa penguasa Saljuk mengembalikan jabatan menteri
setelah dihapus pada masa Buwaih. Pada masa Alp Arselan, ilmu pengetahuan dan
agama mulai mengalami perkembangan. Dan masa kemajuannya pada masa Sultan
Maliksyah dengan perdana menterinya yang cakap, Nizham Al-Mulk memprakarsai
berdirinya Universitas Nizhamiyah pada tahun 1065 M dan Madrasah Hanafiyah di
Baghdad. Di kota Irak dan Khurasan didirikan cabang-cabang dari Nizhamiyah.
Menurut Philip K. Hitti yang dikutip oleh Badri Yatim, Univesitas Nizhamiyah
inilah yang menjadi model bagi perguruan tinggi di kemudian hari.38
Perhatian yang diberikan pemerintah dalam bidang ilmu pengetahuan
melahirkan banyak ilmuan muslim. Ilmuwan yang lahir pada masa itu antara lain;
Az-Zamakhsyari dalam bidang tafsir, Imam Ghazali dalam bidang teologi, dan Farid
Ad-Din Al-Aththar dan Umar Khayam dalam bidang sastra.
Dalam pembangunan fisik pun Bani Saljuk banyak berjasa. Pada masa
Maliksyah banyak masjid, jembatan, irigasi dan jalan raya dibangun. Hingga Sultan
Maliksyah dan Nizham Al-Mulk meninggal Saljuk mengalami kemunduran.
37
Yatim, Sejarah Peradaban…, 71.
38
Ibid., 75.
19. 19
D. Berakhirnya Dinasti Abbasiyah II
1. Faktor Internal Kemunduran Dinasti Abbasiyah II
Ada beberapa faktor penting sebagai sebagai sebab munculnya faktor
disintegrasi internal yang menyebabkan kemunduran Dinasti Abbasiyah, antara
lain:
- Sulitnya komunikasi pemerintahan pusat dengan daerah. Hal tersebut karena
wilayah kekuasaan yang sangat luas. Selain itu, juga kurangnya rasa saling
percaya antara kalangan penguasa dan pelaksana pemerintahan.
- Ketergantungan khalifah kepada angkatan bersenjata profesional sangat
tinggi.
- Keuangan negara sangat sulit karena biaya yang dikeluarkan untuk tentara
bayaran sangat besar. Pada saat kekuatan militer menurun, khalifah tidak
sanggup memaksa pengiriman pajak ke Baghdad.39
Dengan faktor-faktor tersebut terdapat beberapa faktor lain kemunduran
Abbasiyah sebagai berikut:
a. Persaingan antar Bangsa dan Perebutan Kekuasaan
Jika melihat sejarah awal berdirinya, Dinasti Abbasiyah didirikan oleh
Bani Abbas yang bersekutu dengan orang-orang Persia. Persekutuan tersebut
dilatar belakangi oleh persamaan nasib kedua golongan, yang sama-sama
tertindas pada masa Bani Umayyah berkuasa. Setelah Abbasiyah berdiri,
orang-orang Arab yang menjadi warga kelas satu pada masa Umayyah pun
mulai merasa dipinggirkan. Dinasti Bani Abbas tetap mempertahankan
persekutuan itu.40
Meskipun demikian, orang-orang Persia tidak merasa puas. Mereka
menginginkan sebuah dinasti dengan raja dan pegawai dari Persia pula.
Sementara itu bangsa Arab beranggapan bahwa darah yang mengalir di tubuh
mereka adalah darah (ras) istimewa dan mereka menganggap rendah bangsa
non-Arab ('ajam).
39
Yatim, Sejarah Peradaban…, 67.
40
Ibid., 81.
20. 20
Dari segi wilayah, kekuasaan Abbasiyah pada periode pertama sangat
luas, meliputi berbagai bangsa yang berbeda, seperti Maroko, Mesir, Syria,
Irak, Persia, Turki, dan India. Mereka disatukan dengan bangsa Semit.
Kecuali Islam, pada waktu itu tidak ada kesadaran yang merajut elemen-
elemen yang bermacam-macam tersebut dengan kuat. Akibatnya, di samping
fanatisme ke-Arab-an, muncul juga fanatisme bangsa-bangsa.41
Fanatisme kebangsaan ini tampaknya dibiarkan berkembang oleh
penguasa. Sementara itu, para khalifah menjalankan sistem perbudakan baru.
Budak-budak bangsa Persia atau Turki dijadikan pegawai dan tentara.
Mereka diberi nasab dinasti dan mendapat gaji. Oleh Bani Abbas, mereka
dianggap sebagai hamba. Sistem perbudakan ini telah mempertinggi
pengaruh bangsa Persia dan Turki. Karena jumlah dan kekuatan mereka yang
besar, mereka merasa bahwa negara adalah milik mereka; mereka mempunyai
kekuasaan atas rakyat berdasarkan kekuasaan khalifah.42
Setelah Al-Mutawakkil, seorang khalifah yang lemah, naik takhta,
dominasi tentara Turki tak terbendung lagi. Sejak itu kekuasaan Bani Abbas
sebenarnya sudah berakhir. Kekuasaan berada di tangan orang-orang Turki.
Posisi ini kemudian direbut oleh Bani Buwaih, bangsa Persiadan selanjutnya
beralih kepada Dinasti Saljuk, sebagaimana diuraikan terdahulu.
Persaingan antar bangsa menjadi benih pemberontakan hingga lahirlah
dinasti-dinasti yang memerdekakan diri dari kekuasaan Baghdad. Antara
Arab, Persia dan Turki persaingan tersebut juga menimbulkan perebutan
kekuasaan dari masa ke masa antara mereka. Di samping latar belakang
kebangsaan, dinasti-dinasti itu juga dilatar belakangi paham keagamaan, ada
yang berlatar belakang Syi'ah maupun Sunni.
b. Pemberontakan Pemimpin Wilayah yang Memerdekakan Diri
Sebagai akibat dari kebijakan yang lebih menekankan pembinaan
peradaban dan kebudayaan Islam dari pada persoalan politik itu, provinsi-
provinsi tertentu di pinggiran mulai lepas pengawasan penguasa Bani Abbas,
41
Ibid., 81.
42
Ahmad Amin, Dhuha Al-Islam, Jilid I, (Kairo: Lajnah At-Ta’lif Wa An-Nasyr, tt), 21.
21. 21
dengan berbagai cara di antaranya pemberontakan yang dilakukan oleh
pemimpin lokal dan mereka berhasil memperoleh kemerdekaan penuh.43
Kemunduran bidang politik sebenarnya sudah mulai terjadi di akhir
zaman Bani Umayyah. Akan tetapi terlihat perbedaan antara pemerintahan
Bani Umayyah dengan pemerintahan Bani Abbas. Wilayah kekuasaan Bani
Umayyah, mulai dari awal berdirinya sampai masa keruntuhannya, sejajar
dengan batas-batas wilayah kekuasaan Islam. Hal ini berbeda untuk
diterapkan pada pemerintahan Bani Abbas. Bahkan dalam kenyataannya,
banyak daerah tidak dikuasai khalifah Abbasiyah. Pada kenyataannya daerah-
daerah berada di bawah kekuasaan gubernur-gubernur provinsi. Sedangkan
hubungannya dengan khilafah ditandai dengan pembayaran pajak.44
Ada kemungkinan bahwa para khalifah Abbasiyah sudah cukup puas
dengan pengakuan nominal dari provinsi-provinsi tertentu, dengan
pembayaran upeti itu. Namun banyak dari wilayah yang tidak membayar
upeti. Mungkin para khalifah tidak cukup kuat untuk membuat mereka
tunduk kepadanya, Penguasa Bani Abbas lebih menitikberatkan pembinaan
peradaban dan kebudayaan daripada politik dan ekspansi. Gerakan inilah yang
banyak memberikan inspirasi terhadap gerakan politik, di samping persoalan-
persoalan keagamaan.45
Sebagaimana terlihat dalam periodesasi khilafah Abbasiyah, masa
kemunduran dimulai sejak periode kedua. Namun, faktor-faktor penyebab
kemunduran itu tidak datang secara tiba-tiba. Benih-benihnya sudah terlihat
pada periode pertama, hanya karena khalifah pada periode ini sangat kuat,
benih-benih itu tidak sempat berkembang. Dalam sejarah kekuasaan Bani
Abbas terlihat bahwa apabila khalifah kuat, para menteri cenderung berperan
sebagai kepala pegawai sipil, tetapi jika khalifah lemah, mereka akan
berkuasa mengatur roda pemerintahan.
43
Yatim, Sejarah Peradaban..., 63.
44
Sir William Muis, The Caliphat, (New York: AMS Inc., 1975), 432 dalam Yatim, Sejarah
Peradaban…, 63.
45
Yatim, Sejarah Peradaban…, 63.
22. 22
Beberapa dinasti yang lahir dan melepaskan diri dari kekuasaan
Baghdad pada masa khilafah Abbasiyah, diantaranya adalah:46
1) Yang berbangsa Persia:
a) Bani Thahiriyyah di Khurasan, (205-259 H/820-872 M).
b) Bani Shafariyah di Fars, (254-290 H/868-901 M).
c) Bani Samaniyah di Transoxania, (261-389 H/873-998 M).
d) Bani Sajiyyah di Azerbaijan, (266-318 H/878-930 M).
e) Bani Buwaih, bahkan menguasai Baghdad, (320-447 H/ 932-1055
M).
2) Yang berbangsa Turki:
a) Thuluniyah di Mesir, (254-292 H/837-903 M).
b) Ikhsyidiyah di Turkistan, (320-560 H/932-1163 M).
c) Ghaznawiyah di Afganistan, (351-585 H/962-1189 M).
d) Bani Seljuk/Salajiqah dan cabang-cabangnya:
i. Seljuk besar, atau Seljuk Agung, didirikan oleh Rukn al-Din
Abu Thalib Tuqhril Bek ibn Mikail ibn Seljuk ibn Tuqaq.
Seljuk ini menguasai Baghdad dan memerintah selama sekitar
93 tahun (429-522H/1037-1127 M). Dan Sulthan Alib Arselan
Rahimahullah memenangkan Perang Salib ke I atas kaisar
Romanus IV dan berhasil menawannya.
ii. Seljuk Kinnan di Kirman, (433-583 H/1040-1187 M).
iii. Seljuk Syria atau Syam di Syria, (487-511 H/1094-1117 M).
iv. Seljuk Irak di Irak dan Kurdistan, (511-590 H/1117-1194 M).
v. Seljuk Ruum atau Asia kecil di Asia tengah(Jazirah Anatolia),
(470-700 H/1077-1299 M).
3) Yang berbangsa Kurdi:
a) Al-Barzuqani, (348-406 H/959-1015 M).
b) Abu 'Ali, (380-489 H/990-1095 M).
c) Al-Ayyubiyyah, (564-648 H/1167-1250 M), didirikan oleh Sulthan
Shalahuddin Al-Ayyubi setelah keberhasilannya memenangkan
Perang Salib periode ke III.
4) Yang berbangsa Arab:
46
Ibid., 65-66.
23. 23
a) Idrisiyyah di Maghrib, (172-375 H/788-985 M).
b) Aghlabiyyah di Tunisia (184-289 H/800-900 M).
c) Dulafiyah di Kurdistan, (210-285 H/825-898 M).
d) 'Alawiyah di Thabaristan, (250-316 H/864-928 M).
e) Hamdaniyah di Aleppo dan Maushil, (317-394 H/929- 1002 M).
f) Mazyadiyyah di Hillah, (403-545 H/1011-1150 M).
g) Ukailiyyah di Maushil, (386-489 H/996-1 095 M).
h) Mirdasiyyah di Aleppo, (414-472 H/1023-1079 M).
5) Yang mengaku dirinya sebagai khilafah:
a) Umayyah di Spanyol.
b) Fatimiyah di Mesir.
c. Konflik keagamaan dan munculnya aliran-aliran sesat.
Konflik sebab fanatisme keagamaan berkaitan erat dengan persoalan
kebangsaan. Karena cita-cita orang Persia tidak sepenuhnya tercapai,
kekecewaan mendorong sebagian mereka mempropagandakan ajaran
Manuisme, Zoroasterisme dan Mazdakisme. Munculnya gerakan yang dikenal
dengan gerakan Zindiq ini menggoda rasa keimanan para khalifah.
Pada masa Al-Mansur usaha pemberantasan dilakukan, bahkan Al-
Mahdi merasa perlu mendirikan pengawas khusus untuk memantau kegiatan
orang-orang Zindiq. Selain itu upaya melakukan mihnah dengan tujuan
memberantas bid'ah juga digalakkan. Akan tetapi, semua itu tidak
menghentikan kegiatan mereka.47
Konflik yang terjadi dengan golongan Zindiq berlanjut mulai dari
polemik tentang ajaran, sampai kepada konflik bersenjata.. Gerakan al-Afsyin
dan Qaramithah adalah contoh konflik bersenjata itu. Pada saat gerakan ini
mulai tersudut, banyak dari mereka yang berlindung di balik ajaran Syi'ah,
sehingga banyak aliran Syi'ah yang dianggap menyimpang oleh penganut
Syi'ah sendiri.48
Konflik-konflik tersebut tidak terlepas dari sebab awal kelahiran
masing-masing aliran. Bahkan setiap aliran memiliki lawan baik dalam hal
47
Yatim, Peradaban Islam…, 83.
48
Ibid., 83.
24. 24
ajaran maupun politik kekuasaan. Keduanya berperan dalam munculnya
gesekan yang terjadi hingga yang saat ini berkembang dalam khazanah Islam
di dunia modern, meskipun ajaran Islam yang toleran dan inklusif mulai
bersuara.
Sebagai aliran, Syi'ah memang dikenal sebagai aliran bermotif politik
yang berhadapan dengan paham Ahlussunnah. Antara keduanya aliran itu
sering terjadi konflik yang hingga melibatkan penguasa. Sebagai contoh Al-
Mutawakkil pernah memerintahkan agar makam Husein Ibn Ali di Karballa
dihancurkan. Namun anaknya, Al-Muntashir kembali memperkenankan orang
Syi'ah mengunjungi makam Husein tersebut.49
Hal berbau fanatisme aliran
yang melibatkan penguasa juga pernah terjadi di masa Al-Mutawakkil, yang
memberantas Mu’tazilah.
Sebagaimana yang telah dimuat dalam penjelasan terdahulu, Syi'ah
pernah berkuasa di dalam khilafah Abbasiyah melalui Bani Buwaih lebih dari
seratus tahun. Dinasti Idrisiyah di Marokko dan khilafah Fathimiyah di Mesir
adalah dua dinasti Syi'ah yang memerdekakan diri dari Baghdad yang Sunni.
d. Kemerosotan Ekonomi
Selain kemunduran politik Dinasti Abbasiyah juga mengalami
kemunduran di bidang ekonomi. Menurunnya pendapatan negara disebabkan
oleh makin menyempitnya wilayah kekuasaan, banyaknya terjadi kerusuhan
yang mengganggu perekonomian rakyat, diperingannya pajak, dan banyaknya
dinasti-dinasti kecil yang memerdekakan diri dan tidak lagi membayar
upeti.50
Pengeluaran membengkak disebabkan oleh kehidupan para khalifah
dan pejabat semakin mewah. Jenis pengeluaran makin beragam. Di samping
itu banyak pejabat yang melakukan korupsi. Kondisi ekonomi yang buruk
memperlemah kekuatan politik Dinasti Abbasiyah kedua.51
Kemerosotan
ekonomi ini tidak terlepas dari menurunnya kondisi politik pada masa itu.
49
Ibid., 83.
50
Amin, Dhuha Al-Islam…, 42.
51
Yatim, Sejarah Peradaban…, 82.
25. 25
2. Faktor Eksternal Kemunduran Dinasti Abbasiyah II
a. Perang Salib
Tahun 1095 M adalah permulaan terjadinya Perang Salib, saat Paus
Urbanus II berseru kepada umat Kristen di Eropa untuk melakukan perang
suci untuk merebut Baitul Maqdis yang dikuasai oleh Dinasti Saljuk. Selain
itu untuk perang itu dilakukan untuk menghambat pengaruh dan invasi
kekuatan Muslim atas wilayah Kristen. Perang Salib itu berimplikasi
membakar semangat perlawanan orang-orang Kristen yang berada di wilayah
kekuasaan Islam. Namun, di antara komunitas-komunitas Kristen Timur,
hanya Armenia dan Maronit Lebanon yang tertarik untuk terlibat dalam
Perang Salib.52
Sebelumnya tentara Alp Arselan pada tahun 1071 M, berhasil
mengalahkan Romawi yang terdiri dari tentara Romawi, Ghuz, al-Akraj, al-
Hajr, Perancis dan Armenia, peristiwa ini dikenal dengan peristiwa
Manzikert.
Walaupun umat Islam berhasil mempertahankan daerah-daerahnya
dari tentara Salib, namun kerugian yang mereka derita banyak sekali, karena
peperangan itu terjadi di wilayahnya. Kerugian-kerugian ini mengakibatkan
kekuatan politik umat Islam menjadi lemah. Dalam kondisi demikian mereka
bukan menjadi bersatu, tetapi malah terpecah belah. Banyak daulah kecil
yang memerdekakan diri dari pemerintahan pusat Abbasiyah di Baghdad.
b. Serangan Bangsa Mongol
Sebagai akibat dari perang salib juga terlihat dalam penyerbuan yang
dilakukan oleh tentara Mongol. Hulagu Khan, panglima tentara Mongol,
sangat membenci Islam dipengaruhi oleh orang-orang Budha dan Kristen
Nestorian. Mereka berasosiasi dengan Kristen itu dan mendapatkan semangat
penyerangan. Bahkan setelah menghancur leburkan pusat-pusat Islam,
Mongol ikut memperbaiki Yerusalem, karena kedekatan mereka dengan
Kristen.53
52
Nurcholis Madjid, Khazanah Intelektual Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1984), 35. Lihat juga
Yatim, Sejarah Peradaban…, 85.
53
Yatim, Sejarah Peradaban…, 85.
26. 26
Pada tahun 565 H/1258 M, tentara Mongol tiba di salah satu pintu
Baghdad. Khalifah Al-Musta'shim, penguasa terakhir Dinasti Abbasiyah,
betul-betul tidak berdaya mengalahkan tentara Hulagu Khan.
Dalam keadaan kritis tersebut, Ibnu Alqami, wazir khilafah
Abbasiyah, seorang Syi'ah ingin mengambil kesempatan dengan menipu
khalifah.54
la mengatakan kepada khalifah bahwa ia telah berunding dengan
Hulagu Khan dan mencapai kesepakatan. Kesepekatan palsu itu adalah bahwa
Hulagu Khan ingin menikahkan anak perempuannya dengan Abu Bakar
putera Al-Mu’tashim dan berdamai setelahnya.
Khalifah menerima usul itu, la keluar bersama beberapa orang
pengikut dengan membawa hadiah-hadiah untuk diserahkan kepada Hulagu
Khan. Hadiah-hadiah itu dibagi-bagikan Hulagu kepada para panglimanya.
Keberangkatan khalifah disusul oleh para pembesar istana. Akan tetapi apa
yang dikatakan wazirnya ternyata tidak benar. Mereka semua, termasuk sang
wazir sendiri, dibunuh bergiliran dengan leher dipancung.55
Berakhirlah kekuasaan Abbasiyah di Baghdad dengan pembunuhan
yang kejam tersebut. Kota Baghdad dihancurkan sebagaimana kota-kota lain
yang dilalui tentara Mongol. Walaupun sudah dihancurkan, Hulagu Khan
memantapkan kekuasaannya di Baghdad selama dua tahun, sebelum
melanjutkan gerakan ke Syria dan Mesir.
54
Muhammad Masyhur Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Indonesia Spirit Foundation,
2004), 168.
55
Ali Mufrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, (Jakarta: Logos, 1997), 131.
27. 27
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan sesuai rumusan masalah yang diangkat dalam makalah ini
didapatkan beberapa kesimpulan berikut:
1. Masa Dinasti Abbasiyah II dengan rentang kekuasaan kurang lebih empat abad
mengalami kondisi politik yang berubah-ubah. Sebagaimana periodesasi Al-
Maghluts kondisi politik Abbasiyah II dikelompokkan dalam tiga periode:
a. Masa Pengaruh Bangsa Turki (232-334 H/847-946 M)
o Pusat pemerintahan : Samara
b. Masa Pengaruh Dinasti Buwaih, Persia (334-447 H/946-1056 M)
o Pusat Pemerintahan: Syiraz
c. Masa Pengaruh Dinasti Saljuk, Turki (447-656 H/1055-1258 M)
o Pusat Pemerintahan: Naysabur dan Ray
2. Hubungan erat agama yang bersimbol kemadzhaban berpengaruh besar dalam
penentuan arah politik Abbasiyah. Di samping itu Dinasti Abbasiyah tetap
dipertahankan kekhilafahannya meski dalam taklukan bangsa lain. Kekuatan
politik-agama tidak bisa dianggap remeh sebab khalifah adalah jabatan
keagamaan yang sakral pada masa itu.
3. Kemajuan-kemajuan yang dicapai pada masa ini lebih banyak ke arah
perkembangan ilmu pengetahuan dan peradaban Islam. Sedangkan dari sisi
politik kurang diperhatikan. Banyak ilmuwan yang lahir pada masa Abbasiyah II
dalam berbagai bidang. Pembangunan infrastruktur yang dilakukan pada masa
pengaruh Turki I lebih banyak dalam rangka menghamburkan kekayaan negara.
Jasa Buwaih dan Saljuk dalam pembangunan fisik juga banyak dilakukan.
4. Kemunduran Dinasti Abbasiyah tidak terlepas dari kondisi internal pemerintahan
yang tidak stabil, dengan adanya konflik para penguasa. Beberapa faktor saling
berkaitan dalam kemundurannya.
28. 28
a. Faktor internal
1. Persaingan antar Bangsa dan Perebutan Kekuasaan
2. Pemberontakan Pemimpin Wilayah yang Memerdekakan Diri
3. Konflik keagamaan dan munculnya aliran-aliran sesat.
4. Kemerosotan Ekonomi
b. Faktor Eksternal Kemunduran Dinasti Abbasiyah II
1. Perang Salib
2. Serangan Bangsa Mongol
B. Saran
Sejarah tidak memiliki agama. Akan tetapi isu agama menjadi motif yang
kerap kali muncul dalam mengungkap sejarah. Untuk mendapatkan kesimpulan
sejarah yang membuahkan hikmah dan dapat diambil ‘ibrah maka sebagai pembaca
masa lampau haruslah meletakkan segala kepentingannya.
Kemunduran Islam dalam sejarah dinasti yang dijelaskan di atas tampak
dapat menjadi alat mengkambing-hitamkan Islam dengan segala konflik di dalamnya.
Meskipun fanatisme keagamaan, sebagaimana yang terjadi pada dinasti ini, menjadi
salah satu latar belakang kemunduran dan kehancuran, akan tetapi fanatisme dalam
beragama bukanlah hal yang harus menjadi nihil. Karena fanatisme adalah suatu
keniscayaan dalam meyakini dan mempertahankan kebenaran ajaran agama. Maka
berlaku fanatik tetap diterapkan dalam hal tertentu.
Sekali lagi karena motif kebencian berbau isu agama, Hulagu Khan
memutuskan membumi-hanguskan Baghdad dari dinasti Islam. Sebagai orang-orang
yang mendambakan kebijaksanaan, maka kita sebagai muslim tidaklah patut
memupuk kebencian terhadap orang lain yang satu bangsa dengan aktor pelenyapan
dinasti kerajaan Islam tersebut, Hulagu Khan, dengan sinisme bangsa dan ras.
Sedangkan dalam menghadapi kemajemukan bangsa dan budaya yang ada di
negeri kita, Indonesia, maka sikap toleran yang proporsional harus diterapkan dalam
setiap sendi, dalam rangka menjaga keutuhan Negera Kesatuan. Sikap toleran ini
tekecualikan dalam hal menjalankan keyakinan yang kita anut masing-masing.
29. 29
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Ahmad, Dhuha Al-Islam, Jilid I, Kairo: Lajnah At-Ta’lif Wa An-Nasyr, tt.
Amin, Muhammad Masyhur, Sejarah Peradaban Islam, Bandung: Indonesia Spirit
Foundation, 2004.
Hitti, Philip K. History of the Arabs, London: Macmillan, 1970.
Isy (Al), Yusuf, Dinasti Abbasiyah, Jakarta: Al-Kautsar, 2007.
Madjid, Nurcholis, Khazanah Intelektual Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1984.
Maghluts (Al), Sami Ibn Abdillah Ibn Ahmad, Atlas Tarikh Daulah Abbasiyah, Riyadh:
Maktabah al-Ubaikan, 2012.
Mufrodi, Ali, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, Jakarta: Logos, 1997.
Muis, Sir William, The Caliphat, New York: AMS Inc., 1975.
Syalabi, Ahmad, Mausu’ah at-Tarikh al-Islami wa al-Hadharat al-Islamiyah, Kairo:
Maktabah An-Nhdhah Al-Mishriyah, 1974.
Thaqqusy, Muhamad Suhail, Tarikh ad-Daulah al-Abbasiyah, Beirut: Dar an-Nafa’is, 2009.
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada,1996.