Filsafat ilmu membahas metode berpikir ilmiah dan upaya untuk memahami sifat ilmu secara keseluruhan, mencakup epistemologi, etika, dan bidang-bidang lain seperti filsafat ilmu, filsafat agama, dan filsafat pendidikan."
LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docx
PENGANTAR FILSAFAT ILMU.pptx
1. FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
PRODI MANAJEMEN
UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SURABAYA
TAHUN AJARAN 2022
PENGANTAR
FILSAFAT ILMU
DOSEN PENGAMPU: Dr. Sigit Sardjono, M.S.
Disusun Oleh:
Arini Hidayah (1212100006)
Laurika Dwi Annastasya (1212100008)
Faizatun Nisam Brillianti (1212100010)
2. Pendahuluan
Filsafat ilmu dalam suatu segi adalah suatu tinjauan kritis tentang
pendapatpendapat ilmiah dewasa ini dengan perbandingan terhadap
kriteria-kriteria yang dikembangkan dari pendapat-pendapat demikian itu,
tetapi filsafat ilmu jelas bukan suatu kemandirian cabang ilmu dari
praktek ilmiah secara aktual. (Robert Ackerman)
Filsafat ilmu membahas dan mengevaluasi metode-metode pemikiran
ilmiah serta mencoba menemukan dan pentingnya upaya ilmiah sebagai
suatu keseluruhan. (Lewis White Beck)
Kesimpulan dari beberapa ahli memperoleh gambaran bahwa filsafat ilmu
merupakan telaah kefilsafatan yang ingin menjawab pertanyaan
mengenai hakikat ilmu, yang ditinjau dari segi ontologis, epistemelogis
maupun aksiologisnya.
3. Daftar Isi COVER
(SLIDE 1)
PENDAHULUAN
(SLIDE 2)
TUGAS 1
(SLIDE 4 - 12)
TUGAS 2
(SLIDE 13 - 26)
TUGAS 3
(SLIDE 27 - 39)
TUGAS 4
(SLIDE 40 - 54)
TUGAS 5
(SLIDE 55 - 70)
TUGAS 6
(SLIDE 71 - 90)
TUGAS 7
(SLIDE 91 - 101 )
TUGAS 8
(SLIDE 102 - 112)
TUGAS 9
(SLIDE 113 - 127)
PENUTUP
(SLIDE 128)
4. BAB 1
ILMU, FILSAFAT DAN TEOLOGI
DOSEN PENGAMPU : Dr. Sigit Sardyono, M.S.
By kelompok 2
5. Pada hakikatnya, manusia adalah makhluk yang bertanya. Sebagai contoh, dari awal
manusia masih berumur belia, ia senantiasa melontorkan pertanyaan-pertanyaan dengan
menggunakan bahasa simbolik melalui penunjukkan. Seiring waktu berjalan, manusia pun
bertumbuh dan berkembang hingga pertanyaan-pertanyaan pun menjadi banyak, seolah
tiada henti untuk mengetahui segala hal. Ia bertanya tentang benda-benda di
sekitar, orang-orang, binatang, tumbuhan, alam semesta, tuhan, dan objek-objek lainnya.
Pertanyaan menakjubkan pun hadir dari manusia, bahwa selain ia mampu bertanya
mengenai objek-objek di atas, sampai-sampai ia bertanya mengenai dirinya sendiri sebagai
manusia.
1. Manusia bertanya
6. 2. Manusia berfilsafat
sudah sejak awal sejarah ternyata sikap iman penuh taqwa itu tidak menahan manusia menggunakan akal budi dan
fikirannya untuk mencari tahu apa sebenarnya yang ada dibalik segala kenyataan (realitas) itu. Proses itu mencari tahu
itu menghasilkan kesadaran, yang disebut pengetahuan. Jika proses itu memiliki ciri-ciri metodis, sistematis dan
koheren, dan cara mendapatkannya dapat dipertanggung-jawabkan, maka lahirlah ilmu pengetahuan.
Ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang (1) disusun metodis, sistematis dan koheren (“bertalian”) tentang suatu
bidang tertentu dari kenyataan (realitas), dan yang (2) dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu di
bidang (pengetahuan) tersebut.
Makin ilmu pengetahuan menggali dan menekuni hal-hal yang khusus dari kenyataan (realitas), makin nyatalah tuntutan
untuk mencari tahu tentang seluruh kenyataan (realitas).
7. Filsafat adalah pengetahuan metodis, sistematis dan koheren tentang seluruh kenyataan
(realitas). Filsafat merupakan refleksi rasional (fikir) atas keseluruhan realitas untuk
mencapai hakikat (= kebenaran) dan memperoleh hikmat (= kebijaksanaan).
Al-Kindi (801 - 873 M) : "Kegiatan manusia yang bertingkat tertinggi adalah filsafat yang
merupakan pengetahuan benar mengenai hakikat segala yang ada sejauh mungkin bagi
manusia ... Bagian filsafat yang paling mulia adalah filsafat pertama, yaitu pengetahuan
kebenaran pertama yang merupakan sebab dari segala kebenaran".
Secara singkat, filsafat mencakup “segalanya”. Filsafat datang sebelum dan sesudah ilmu
pengetahuan; disebut “sebelum” karena semua ilmu pengetahuan khusus mulai sebagai
bagian dari filsafat dan disebut “sesudah” karena ilmu pengetahuan khusus pasti
menghadapi pertanyaan tentang batas-batas dari kekhususannya.
8. 3. Manusia berteologi
Teologi adalah: pengetahuan metodis, sistematis dan koheren tentang seluruh kenyataan berdasarkan iman. Secara
sederhana, iman dapat didefinisikan sebagai sikap manusia dihadapan Allah, Yang mutlak dan Yang kudus, yang diakui
sebagai Sumber segala kehidupan di alam semesta ini. Iman itu ada dalam diri seseorang antara lain melalui
pendidikan , tetapi dapat juga melalui usaha sendiri, misalnya dengan cermat merenungkan hidupnya di hadapan Sang
pemberi hidup itu. Iman adalah sikap batin. Iman seseorang terwujud dalam sikap, perilaku dan perbuatannya, terhadap
sesamanya dan terhadap lingkungan hidupnya. Jika iman yang sama ada pada dan dimiliki oleh sejumlah atau sekelompok
orang, maka yang terjadi adalah proses pelembagaan. Pelembagaan itu misalnya berupa tatacara bagaimana kelompok itu
ingin mengungkapkan imannya dalam doa dan ibadat, tatanilai dan aturan yang menjadi pedoman bagi penghayatan dan
pengamalan iman dalam kegiatan sehari-hari, dan tatanan ajaran atau isi iman untuk dikomunikasikan dan
dilestarikan. Jika pelembagaan itu terjadi, lahirlah agama. Manusia berteologi karena ingin memahami imannya dengan
cara lebih baik, dan ingin mempertanggungjawabkannya
9. 4. Objek material dan objek formal
Obyek material adalah apa yang dipelajari dan dikupas sebagai bahan (materi) pembicaraan, yaitu gejala
"manusia di dunia yang mengembara menuju akhirat". Dalam gejala ini jelas ada tiga hal menonjol, yaitu
manusia, dunia, dan akhirat. Maka ada filsafat tentang manusia (antropologi), filsafat tentang alam
(kosmologi), dan filsafat tentang akhirat (teologi - filsafat ketuhanan; kata "akhirat" dalam konteks hidup
beriman dapat dengan mudah diganti dengan kata Tuhan).
Obyek formal adalah cara pendekatan yang dipakai atas obyek material, yang sedemikian khas sehingga
mencirikan atau mengkhususkan bidang kegiatan yang bersangkutan. Jika cara pendekatan itu logis,
konsisten dan efisien, maka dihasilkanlah sistem filsafat.
10. Dalam filsafat, ada filsafat pengetahuan. "Segala manusia ingin
mengetahui", itu kalimat pertama Aristoteles dalam Metaphysica.
Obyek materialnya adalah gejala "manusia tahu". Tugas filsafat ini
adalah menyoroti gejala itu berdasarkan sebab-musabab
pertamanya. Filsafat menggali «kebenaran» , «kepastian» ,
«obyektivitas» , «abstraksi», «intuisi», dari mana asal pengetahuan
dan kemana arah pengetahuan. Pada gilirannya gejala ilmu-ilmu
pengetahuan menjadi obyek material juga, dan kegiatan berfikir itu
menghasilkan filsafat ilmu pengetahuan.
11. 5. Cabang – cabang filsafat
1. filsafat tentang pengetahuan:
obyek material : pengetahuan ("episteme") dan kebenaran
2. filsafat tentang seluruh keseluruhan kenyataan:
obyek material : eksistensi (keberadaan) dan esensi (hakekat)
3. filsafat tentang nilai-nilai yang terdapat dalam sebuah tindakan:
obyek material : kebaikan dan keindahan
12. 6. Refleksi rasional dan refleksi imani
Ketika bangsa Yunani mulai membuat refleksi atas persoalan-persoalan yang sekarang menjadi obyek
material dalam filsafat dan bahkan ketika hasil-hasil refleksi itu dibukukan dalam naskah-naskah yang
sekarang menjadi klasik, bangsa Israel telah memiliki sejumlah naskah (yang sekarang dikenal sebagai
bagian dari Alkitab yang disebut Perjanjian Lama). Naskah-naskah itu pada hakekatnya merupakan hasil
refleksi juga, oleh para bapa bangsa itu tentang nasib dan keberuntungan bangsa Israel -- bagaimana dalam
perjalanan sejarah sebagai "bangsa terpilih", mereka sungguh dituntun (bahkan sering pula dihardik
dengan keras serta dihukum) oleh YHWH (dibaca: Yahwe), Allah mereka. Ikatan erat dengan tradisi dan
ibadat telah menjadikan naskah-naskah itu Kitab Suci agama mereka (Agama Yahudi). Pada gilirannya,
Kitab Suci itu pun memiliki posisi unik dalam Agama Kristiani.
13. BAB 2
ILMU DAN FILSAFAT
DOSEN PENGAMPU: Dr. Sigit Sardjono, M.S.
By Kelompok 2
14. PENGERTIAN FILSAFAT
berfilsafat berarti mengoreksi diri, semacam keberanian untuk
berterus terang, seberapa jauh sebenarnya kebenaran dan pengetahuan
yang dicari telah kita ketahui. Pengetahuan dimulai dengan rasa ingin
tahu, kepastian dimulai dengan rasa ragu- ragu dan filsafat dimulai
dengan keduanya. Berfilsafat didorong untuk mengetahui apa yang telah
kita ketahui dan apa yang kita belum ketahui. Ada 4 jenis manusia yang
terdapat dalam kehidupan :
1.Ada orang yang tahu ditahunya
2.Ada orang yang tahu ditidaktahunya
3.Ada orang yang tidak tahu ditahunya
4.Ada orang yang tidak tahu ditidaktahunya
15. FILSAFAT PENDUKUNG PENGETAHUAN
Menurut pemikiran Will Durant filsafat diibaratkan seperti
pasukan marinir yang merebut pantai untuk pendaratan pasukan
infranteri. Pasukan infranteri ini adalah berbagai pengetahuan
yang diantaranya adalah ilmu. Filsafat yang memenangkan tempat
berpijak bagi kegiatan keilmuan. Setelah itu ilmulah yang
membelah gunung dan meramban hutan, yang dapat diandalkan.
Setelah penyerahan dilakukan maya filsafatpun pergi. Dia
Kembali menjelajah laut lepas, berspekulasi dan meneratas.
16. BIDANG TELAAH FILSAFAT
Pada dasarnya yang spekulatif menelaah segala masalah yang difikirkan
manusia sesuai dengan fungsinya hanya mempermasalahkan hal-hal yang
pokok. Jika sudah terjawab masalah yang satu, , maka filsafat pun mulai
merambah kepada pertanyaan yang lain. Seperti halnya permasalahan yang
dikaji filsafat seperti berikut :
1.What is a man ?
2.What is ?
3.What ?
maksud pertanyaan diatas adalah, bahwa dalam hal ini terdapat 3
tahapan untuk menyikapi permasalahan-permasalahan tersebut yakni :
17. 1.Tahap pertama
pada tahap pertama, filsafat mempersoalkan “ siapa manusia itu ?”.
Tahap ini dapat dihubungkan dengan segenap pemikiran ahli-ahli filsafat sejak
zaman Yunani Kuno sampai sekarang yang tidak pernah selesai
mempermasalahkan makhluk yang satu ini.
2. Tahap kedua
tahap kedua ini adalah pertanyaan-pertanyaan yang berkisar tentang ada
(wujud), tentang hidup, dan tentang eksistensi manusia.
3.Tahap ketiga
pada tahap yang ketiga ini bermula pada pertemuan ilmiah tingkat
tinggi, yang menyatakan sebuah pertanyaan sejelas mungkin.
18. CABANG-CABANG FILSAFAT
Pada pokok permasalahan filsafat mencakup 3 segi yaitu
epistemologi, etika, estetika. Kemudian cabang filsafat bertambah
cabang lagi yang sekarang dikenal sebagai bidang yang
mempunyai kajian formal yang terdiri dari :
1.Epistemologi (Filsafat Pengetahuan) 7. Filsafat Pendidikan
2.Etika ( Filsafat Moral) 8. Filsafat ilmu
3.Estetika (Filsafat Seni) 9. Filsafat llukum
4.Metafisika 10. Filsafat Sejarah
5.Politik (Filsafat Pemerintah) 11. Filsafat Matematika
6.Filsafat Agama
19. FILSAFAT ILMU
Filsafat ilmu merupakan bagian dari Epistemologi (Filsafat Pengetahuan) yang
secara spesifik mengkaji hakekat ilmu (pengetahuan ilmiah). Ilmu merupakan
cabang pengetahuan yang mempunyai ciri-ciri tertentu. Ilmu memang secara
kefilsafatan berbeda dari pengetahuan, namun tidak terdapat perbedaan yang
asasi antara ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial, sebab keduanya mempunyai
ciri-ciri keilmuan yang sama. Filsafat ilmu merupakan telaah kefilsafatan yang
ingin menjawab beberapa pertanyaan mengenal hakekat ilmu.
20. ILMU, ILMU PENGETAHUAN ATAU SAINS ?
Skenario yang hipotesis ini menggambarkan kebingungan dalam penggunaan
terminologi ilmu pengetahuan, masalah ini menjadi lebih serius bila kita
membahas hakekat ilmu pengetahuan ini secara filsafati. Apakah padanan
epistemologi dalam Bahasa Indonesia filsafat ilmu pengetahuan, atau filsafat
ilmu? Seperti seni dan filsafat ke dalam pengetahuan atau ilmu pengetahuan ?
Masalah ini sebaiknya segera kita coba untuk jernihkan, agar kita tidak terjatuh ke
dalam kebingungan semantic, sesuatu yang sangat tidak menguntungkan bila
dikaitkan dengan usaha untukk mengenal hakekat keilmuan itu sedalam-dalamnya.
21. JENIS KETAHUAN
Jenis dari bentuk ketahuan (“knowledge”) ditandai dengan:
1. Obyek ontologis pendalaman manusia, yakni segenap
wujud dapat dijangkau lewat pancaindra.
2. Landasan Epistemologis metode ilmiah yang berupa
gabungan logika deduktif dan logika induktif dengan
pengajuan hipotesis.
3. Landasan axiologis artinya secara wujud ke ketahuan itu
moral ditujukan untuk kebaikan hidup manusia.
22. BEBERAPA ALTERNATIF
Alternatif pertama adalah menggunakan “ilmu pengetahuan”
untuk “science” dan “pengetahuan” untuk “knowledge”. Hal ini yang
sekarang umum dipakai. Mempunyai kelemahan yakni terminology ini
menyesatkan dan kurang nyamanuntuk diperguanakan.
Alternatif kedua didasarkan kepada asumsi bahwa ilmu
pengetahuan pada dasarnya dua kata benda, yakni “ilmu” dan
“pengetahuan” rangkaian dua kata benda ini adalah lumrah dalam Bahasa
Indonesia. Dengan demikian kita tinggal nenetapkan mana yang sinonim
dengan "science" dan mana yang sinonim dengan "knowledge".. Dalam
hal ini maka yang lebih tepat kiranya adalah penggunaan kata
"pengetahuan" untuk "knowledge" dan "ilmu" untuk "science".
23. DASAR-DASAR PENGETAHUAN
Manusia mengembangkan pergetahuannya lebih daripada sekedar untuk
memenuhi kebutuhan kelangsungan hidup ini. Dia memikirkan hal-hal Baru,
penjelajah baru karena dia hidup bukan sekedar untuk kulangsungan hidup,
melainkan lebih dari itu. Manusia mengembangkan kebudayaan manusia
memberi makna kepada kehidupannya, manusia "memanusiakan" diri dalam
hidupnya, dan masih banyak lagi pernyataan semacam ini. Semua itu pada
hakekatnya, menyimpulkan bahwa manusia itu dalam hidupnya mempunyai
tujuan tertentu yang lebih tinggi dari sekedar mempertahankan kelangsungan
hidupnya. Inilah yang menyebabkan manusia mengcmbangkan
pengetahuannya, dan pengetahuan ini jugalah yang mendorong manusia
menjadi mahluk yang bersifat khas di muka bumi.
24. Dua kelebihan inilah yang memungkinkan manusia mengembangkan
pengetahuannya, yakni hahasa yang bersifat komunikatif dan fikiran yang
menalar. Tentu saja tidak semua pengetahuan berasal dari proses penalar sebab
berfikir pun tidak senantiasa bernalar. Manusia bukan semata-mata mahluk yang
berfikir: sekedar Homo sapiens yang steril. Manusia adalah mahluk yang
berfikir, merasa dan mengindera. Dan pengetahuannya berasal dari ketiga
sumber tersebut, di samping itu yang merupakan komunikasi Sang pencipta
dengan mahluknya.
"Memang penalaran otak luar biasa simpul cendekiawan Bos bubalus
membacakan makalahnya (di klinik Fakultas Kedokteran Hewan, jalan Taman
Kencana Bogor). "Meskipun penelitian kami menunjukkan, bahwa secara alami
dan fisika, otak kerbau mirip otak manusi tapi, orang itu
curang, suka serakah dan gemar mencuri makanan.
25. HAKEKAT PENALARAN
Penalaran merupakan suatu proses berfikir dalam menarik suatu
kesimpulan yang berupa pengetahuan. Manusia pada hakekatnya merupakan
makhluk yang berfikir, merasa, bersikap, dan bertindak. Sikap dan tindakannya
bersumber pada pengetahuan yang didapatnya lewat kegiatan merasa atau berfikir.
Penalaran yang akan dikaji dalam studi ini pada pokoknya adalah penalaran
ilmiah, sebab usaha kita dalam mengembangkan kekuatan penalaran merupakan
bagian dari usaha untuk meningkatkan mutu ilmu dan. teknologi. Penalaran ilmiah
pada hakekatnya merupakan gabungan dari penalaran deduktif dan induktif, yang
lebih lanjut masing-masing terkait dengan rasionalisme dan dengan emoirisme.
Oleh Sebab itu maka dalam rangka mengkaji penalaran ilmiah maka kita terlebih
dulu harus menelaah dengan saksama penalaran deduktif dan induktif tersebut.
Setelah itu akan ditelaah bermacam-macam sumber pengetahuan yang ada, yakni
rasio, fakta, intuisi.
26. LOGIKA
Teori-teori kobenaran ini, yakni teori koheren dan teori koresponden, kedua-
duanya dipergunakan dalam cara berfikir ilmiah. Penalaran teoretis yang berdasarkan
logika deduktif jelas, mempergunakan teori koheren ini. Sedangkan proses
pembuktian secara empiria dalam bentuk pengumpulan fakta fakta yang mendukung
suatu pernyataan mempergunakan teori koresnonden.. Pemikiran ilmiah juga
mempergunakan teori kebenaran yang lain, yang disebut teori kebenaran pragmatis.
Teori pragmatis dicetuskan oleh Charles S. Peirce (1839-1914) dalam sebuah
makalah yang terbit pada tahun 1878 yang berjudul "How to Make. Our Ideas Clear".
Teori ini kemudian dikembangkan oleh beberapa ahli filsafat yang kebanyakan
berkebangsaan Amerika, yang menyebabkan filsafat ini sering dikaitkan dengan
filsafat Amerika. Ahli-ahli filsafat ini di antaranya adalah William James (1042-
1910), John Dewey (1850-1952) , George flerbert Mead (1063-1931) dan C.I. Lewis
(1083- )
28. Sebagai seorang mahasiswa kita harus mempelajari filsafat ilmu
agar dapat mengembangkan semangat toleransi dalam
perbedaan pandangan, mampu membiasakan diri untuk bersikap
logis-rasional Opini & argumentasi, mampu berpikir secara
cermat dan tidak kenal lelah, serta mampu membiasakan diri
untuk bersikap kritis. Sebagai manusia yang bermasyarakat,
mahasiswa juga harus bisa menerapkan apa yang telah
dipelajarinya dalam filsafat ilmu. Mahasiwa dituntut untuk tidak
hanya pandai dalam teori saja tapi harus bisa mempraktekannya
langsung dalam masyarakat.
A. ALASAN PERLUNYA BELAJAR
29. Tatkala filsafat lahir dan mulai tumbuh ilmu pengetahuan masih
merupakan bagian yang tak terpisahkan dari filsafat. Para filsuf pada
masa itu adalah juga ahli-ahli matematika, astronomi, ilmu bumi dan
berbagai ilmu pengetahuan lainnya. Bagi mereka ilmu pengetahuan itu
adalah filsafat dan filsafat adalah ilmu pengetahuan.Dengan demikian
jelas terlihat bahwa pada mulanya filsafat mencakup seluruh ilmu
pengetahuan. Berbagai ilmu pengetahuan yang telah mencapai tingkat
kedewasaan penuh satu demi satu mulai mandiri dan meninggalkan
filsafat yang selama itu telah mendewasakan mereka. Itulah sebabnya
filsafat disebut sebagai ilmu matescientiarum atau induk segala ilmu
pengetahuan.
30. Ketakterbatasan filsafat yang demikian itulah yang amat berguna
bagi ilmu pengetahuan. Akan tetapi, dengan keterbatasannya itu
filsafat sanggup memeriksa, mengevaluasi, mengoreksi dan lebih
menyempurnakan prinsip-prinsip dan asas-asas yang melandasi
berbagai ilmu pengetahuan.
Contoh: seseorang yang berfilsafat selalu berpikir dan berusaha
untuk menemukan hal-hal baru, sehingga ditemukanlah alat-alat
canggih itu semua berkat pengetahuan yang awalnya bermula dari
seseorang itu berfilsafat.
31. Selalu memburu kebenaran termasuk ciri orang berfilsafat.
Filsuf adalah pemburu kebenaran. Kebenaran yang diburunya
adalah kebenaran hakiki tentang seluruh realitas dan setiap hal
yang dapat dipersoalkan. Upaya memburu kebenaran itu adalah
demi kebenaran itu sendiri dan kebenaran yang diburu adalah
kebenaran yang lebih meyakinkan serta lebih pasti. Berpikir
secaar rasional berarti berpikir logis, sistematis dan kritis.
Berpikir logis, sistematis kritis adalah ciri utama berpikir
rasional tanpa berpikir yang logis sistematis dan koheren tak
mungkin diraih kebenaran yang dapat dipertanggungjawabkan.
32. Filsafat adalah ilmu yang tak terbatas karena tidak hanya menyelidiki
suatu bidang tertentu dari realitas yang tertentu saja. Filsafat
senantiasa mengajukan pertanyaan tentang seluruh kenyataan yang
ada. Filsafat pun selalu mempersoalkan hakikat, prinsip, dan asas
mengenai seluruh realitas yang ada, bahkan apa saja yang dapat
dipertanyakan, termasuk filsafat itu sendiri.
B. MANFAAT BELAJAR FILSAFAT
DALAM KEHIDUPAN
33. Manfaat lain filsafat adalah didasarkan pada pengertian filsafat
sebagai suatu integrasi atau pengintegrasi sehingga dapat
melakukan fungsi integrasi ilmu pengetahuan. Sebagian besar
orang hanya menyangkutkan apa yang paling dekat dan apa yang
paling dibutuhkannya pada saat dan tempat tertentu.
Filsafat menggiring manusia kepengertian yang terang dan
pemahaman yang jelas. Kemudian, filsafat itu juga menuntun
manusia ketindakan dan perbuatan yang konkret berdasarkan
pengertian yang terang dan pemahaman yang jelas. Dengan
demikian filsafat memiliki dua manfaat secara Umum dan Khusus.
34. a. Filsafat membantu kita memahami bahwa sesuatu tidak
selalu tampak seperti apa adanya.
b. Filsafat membantu kita mengerti tentang diri kita sendiri
dan dunia kita, karena filsafat mengajarkan bagaimana kita
bergulat dengan pertanyaan-pertanyaan mendasar.
c. Filsafat membuat kita lebih kritis.
d. Filsafat memberi bekal dan kemampulan pada kita untuk
memperhatikan pandangan kita sendiri dan pandangan
orang lain dengan kritis.
Manfaat Filsafat Secara Umum
35. ● Sebagai alat mencari kebenaran dari segala fenomena yang ada.
● Mempertahankan, menunjang dan melawan atau berdiri netral
terhadap pandangan filsafat lainnya
● Memberikan pengertian tentang cara hidup, pandangan hidup dan
pandangan dunia.
● Memberikan ajaran tentang moral dan etika yang berguna dalam
kehidupan
● Filsafat ilmu bermanfaat untuk menjelaskan keberadaan manusia
di dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
merupakan alat untuk membuat hidup menjadi lebih baik
Manfaat Filsafat Ilmu Secara Khusus
36. ● Filsafat ilmu memberikan kebiasaan dan kebijaksanaan untuk
memandang dan memecahkan persoalan-persoalan dalam
kehidupan sehari-hari.
● Filsafat ilmu memberikan pandangan yang luas, sehingga dapat
membendung egoisme dan ego-sentrisme (dalam segala hal
hanya melihat dan mementingkan kepentingan dan kesenangan
diri sendiri).
● Filsafat ilmu membantu agar seseorang mampu membedakan
persoalan yang ilmiah dengan yang tidak ilmiah.
Lanjutan Manfaat Filsafat Ilmu Secara
Khusus
37. ● Filsafat ilmu memberikan landasan historis-filosofis bagi setiap
kajian disiplin ilmu yang ditekuni.
● Filsafat ilmu memberikan nilai dan orientasi yang jelas bagi setiap
disiplin ilmu.
● Filsafat ilmu memberikan petunjuk dengan metode pemikiran
reflektif dan penelitian penalaran supaya manusia dapat
menyerasikan antara logika, rasio, pengalaman, dan agama dalam
usaha mereka dalam pemenuhan kebutuhannya untuk mencapai
hidup yang sejahtera.
Lanjutan Manfaat Filsafat Ilmu Secara
Khusus
38. Filsafat ilmu sangat penting bagi seorang mahasiswa karena untuk
membiasakan diri bersikap kritis, logis dan rasional serta
menumbuhka rasa toleransi dalam perbedaan pandangan. Sebagai
seorang mahasiswa kita harus mempelajari filsafat ilmu agar dapat
mengembangkan semangat toleransi dalam perbedaan pandangan,
mampu membiasakan diri untuk bersikap logis-rasional Opini &
argumentasi, mampu berpikir secara cermat dan tidak kenal lelah,
serta mampu membiasakan diri untuk bersikap kritis. Sebagai
manusia yang bermasyarakat, mahasiswa juga harus bisa
menerapkan apa yang telah dipelajarinya dalam filsafat ilmu.
C. MENGAPA HARUS BELAJAR FILSAFAT
39. Sepanjang sejarah kefilsafatan dikalangan filsuf terdapat 3 (tiga)
hal yang mendorong manusia untuk berfilsafat yaitu:
● Kekaguman atau keheranan atau ketakjuban
● Keraguan atau kegengsian
● Kesadaran akan keterbatasan
D. HAL-HAL YANG MENDORONG
BERFILSAFAT
40. BAB 4
PENGETAHUAN DAN ILMU
PENGETAHUAN
By Kelompok 2
DOSEN PENGAMPU: Dr. Sigit Sardjono, M.S.
41. DEFINISI
PENGETAHUAN
Secara etimologi pengetahuan berasal dari
kata dalam bahasa Inggris yaitu
knowledge. Dalam Encyclopedia of
Phisolophy dijelaskan bahwa definisi
pengetahuan adalah kepercayaan yang
benar. Sedangkan secara terminology,
menurut Drs. Sidi Gazalba, pengetahuan
adalah apa yang diketahui. Dengan
demikian pengetahuan merupakan hasil
proses dari usaha manusia untuk tahu.
42. JENIS PENGETAHUAN
1. Pengetahuan Biasa
dalam filsafat dikatakan dengan istilah
common sense yakni pengetahuan yang
semua orang sampai pada keyakinan
secara umum tentang sesuatu, di mana
mereka akan berpendapat sama
semuanya.
2. Pengetahuan Ilmu (science)
Merupakan suatu pengetahuan yang
berasal dari pengalaman dan pengamatan
dalam kehidupan sehari-hari.
43. 3. Pengetahuan filsafat
merupakan pengetahuan yang berasal dari pengalaman
dan pengamatan dalam kehidupan sehari-hari. filsafat
membahas hal yang lebih luas dan mendalam.
4. Pengetahuan Agama
Merupakan pengetahuan yang hanya diperoleh dari
Tuhan lewat para utusan-Nya. Pengetahuan agama
bersifat mutlak dan wajib diyakini oleh para pemeluk
agama.
44. HAKIKAT DAN SUMBER
PENGETAHUAN
1. Hakikat pengetahuan
Ada dua teori untuk mengetahui hakikat pengetahuan
itu, yaitu:
a. Realisme, Pengetahuan menurut realisme adalah
gambaran yang sebenarnya dari apa yang ada dalam
alam nyata (fakta). Dengan demikian, realisme
berpendapat bahwa pengetahuan adalah benar dan tepat
bila sesuai dengan kenyataan.
45. b. Idealisme, Ajaran idealisme menegaskan bahwa untuk
mendapatkan pengetahuan yang benar-benar sesuai
dengan kenyataan adalah mustahil.
2. Sumber Pengetahuan
ada beberapa pendapat tentang sumber pengetahuan
antara lain:
a. Empirisme, berasal dari kata Yunani empeirikos, artinya
pengalaman. Menurut Empiresme manusia memperoleh
pengetahuan melalui pengalamannya.
46. b. Rasionalisme, menyatakan bahwa akal
adalah dasar kepastian pengetahuan.
Pengetahuan yang benar diperoleh
dan diukur dengan akal.
c. Intuisi, Menurut Henry Bergson intuisi
adalah hasil dari evolusi pemahaman
yang tertinggi, Kemampuan ini mirip
dengan insting.
d. Wahyu, Wahyu adalah pengetahuan
yang disampaikan oleh Allah kepada
manusia lewat perantaraan para nabi.
Pengetahuan mereka terjadi atas
kehendak Tuhan semesta.
47. DASAR DAN JENIS ILMU PENGETAHUAN
Berikut dikemukakan dasar ilmu pengetahuan yang meliputi :
1. Dasar ontologis
Dasar ontologis, menurut Jujun S. Suriasumantri (2010), yaitu bicara
tentang hakikat apa yang dikaji. Amsal Bakhtiar (2012) mengemukakan,
ontologi berasal dari Bahasa Yunani, yaitu on/ontos yakni ada, dan logos
yakni ilmu, sehingga ontologi adalah ilmu tentang yang ada. Menurut
istilah ontologi adalah ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada,
baik yang berbentuk jasmani/konkret maupun rohani/abstrak.
Selanjutnya dikatakan, Rudolf Goclenius (1636 M) orang yang pertama
kali memopulerkan term ontologi. Rudolf Goclenius menamai teori tentang hakikat yang
ads, yang bersifat metafisis yang dalam perkembangannya dibagi menjadi dua, yaitu
metafisis umum dan metafisis khusus. Istilah metafisis umum adalah cabang filsafat yang
membicarakan prinsip yang paling dasar dari segala sesuatu yang ada.
48. Menurut Jujun S. Suriasumantri (2010), dasar epistemologis yaitu metode atau cara-cara
mendapatkan pengetahuan yang benar. Pengetahuan yang diperoleh manusia melalui akal,
indra, dan lain-lain yang mempunyai metode tersendiri dalam teori pengetahuan. Beberapa
metode itu di antaranya:
1. metode induktif, yaitu suatu metode yang menyimpulkan pernyataan hasil observasi yang
disimpulkan dalam suatu pernyataan yang lebih umum.
2. metode deduktif, yaitu suatu metode yang menyimpulkan bahwa data-data empiris diolah
lebih lanjut dalam suatu sistem pernyataan yang runtut.
3. metode positivisme, metode ini berpangkal dari apa yang telah diketahui, yang faktual, yang
positif.
4. metode kontemplatif, metode ini mengatakan adanya keterbatasan indra dan akal manusia
untuk memperoleh pengetahuan,
5. metode dialektis atau dialektika berasal dari bahasa Yunani dialektike, yang berarti
cara/metode berdebat dan wawancara yang diangkat menjadi sarana dalam memperoleh
pengertian yang dilakukan secara bersama-sama mencari kebenaran.
2. Dasar Epistemologis
49. 3. Dasar Aksiologis
Menurut Jujun S. Suriasumantri (2010), aksiologi adalah dasar ilmu pengetahuan yang
berbicara tentang nilai kegunaan ilmu. Aksiologis berasal dari perkataan axios
(Yunani) yang berarti nilai dan logos yang berarti teori. Selanjutnya dikatakan Jujun,
aksiologi merupakan teori tentang nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari
pengetahuan yang diperoleh. Oleh Bramel, aksiologi terbagi dalam tiga bagian.
Pertama, moral conduct, yaitu tindakan moral, bidang ini melahirkan disiplin khusus,
yakni etika. Kedua, esthetic expression, yaitu ekspresi keindahan. Bidang ini
melahirkan keindahan. Ketiga, sosio-political life, yaitu kehidupan sosial politik, yang
akan melahirkan filsafat sosiopolitik.
50. OBJEK DAN KONSEP ILMU
PENGETAHUAN ILMIAH
1. Objek Ilmu Pengetahuan Ilmiah
Secara filsafat pengetahuan ilmiah atau ilmu memiliki perbedaan dengan bentuk
pengetahuan yang umum (commom sense).
Amsal Bakhtiar (2012) mengatakan, pada dasarnya ilmu memiliki dua macam objek, yaitu
material dan formal. Objek material yaitu sesuatu yang dijadikan sasaran penyelidikan, misalnya
tubuh manusia merupakan objek material ilmu kedokteran. Adapun objek formalnya yaitu
metode untuk memahami objek material ini, seperti pendekatan induktif dan deduktif. Untuk
mempelajari ilmu, tentu harus terlebih dahulu memahami apa yang dimaksud dengan filsafat,
karena filsafat itu induk dari semua ilmu. Bahkan dalam perkembangannya filsafat tidak hanya
flipandang sebagai induk dan sumber ilmu, tetapi sudah merupakan bagian dari ilmu itu sendiri,
yang juga mengalami spesialisasi.
Ilmu yang disuguhkan pada dasarnya dibangun dari teori yang dibuktikan di lapangan
empiris dengan menggunakan logico dan verifikasi. Sehingga dengan demikian, dapat dikatakan
ilmu yang dihasilkan lahir dari suatu proses penelitian yang mengikuti suatu prosedur tertentu.
51. 2. Konsep Ilmu
Konsep ilmu sebagaimana dipahami Solly Lubis (2012), yaitu bagan, rencana, atau
pengertian, baik yang bersifat abstrak maupun operasional yang merupakan alat penting
untuk kepentingan pemikiran dalam ilmu atau pengetahuan ilmiah. Setiap ilmu hams
memiliki satu atau beberapa konsep kunci atau konsep tambahan yang bertalian. Beberapa
contoh konsep ilmiah seperti konsep bilangan di dalam matematika, konsep gaga di dalam
fisika, konsep evolusi dalam biologi, stimulus di dalam psikologi, kekuasaan dalam politik
atau strata sosial di dalam ilmu sosial, simbol di dalam linguistik, keadilan di dalam ilmu
hukum, keselamatan dalam ilmu teologi, atau lingkungan di dalam ilmu-ilmu interdisipliner.
Konsep evolusi kemudian diterapkan pula dalam memahami perkembangan ilmu
dengan menunjukkan bahwa cabang-cabang ilmu khusus terlahir dalam jalinan umum dari
pemikiran reflektif filsafat, dan setelah itu berkembang mencapai suatu taraf pematangan
sehingga dipandang berbeda dan kemudian dipisahkan dari filsafat. Hal demikian berlaku
pula terhadap upaya penelaahan terhadap gejala alarn dan kehidupan maupun gejala mental
dan kemasyarakatan, yang dewasa ini semuanya secara pasti telah berkembang menjadi ilmu
fisis, biologi, psikologi, dan ilmu sosial yang berdiri sendiri-sendiri
52. 3. Konsep Pengetahuan
Menurut Jujun Suriasumantri (2010), pengetahuan pada hakikatnya merupakan
segenap apa yang kita ketahui tentang suatu objek tertentu, termasuk ke dalamnya
ilmu. Ilmu merupakan bagian dari pengetahuan yang diketahui manusia di samping
berbagai pengetahuan lainnya seperti seni dan agama. Pengetahuan merupakan
khazanah kekayaan mental. Tiap jenis pengetahuan pada dasarnya menjawab jenis
pertanyaan tertentu yang diajukan. Secara ontologis ilmu membatasi din pada kajian
objek yang berada dalam lingkup pengalaman manusia, sedangkan agama memasuki
daerah penjelasan yang bersifat transendental yang berada di luar pengalaman kita.
Cara menyusun pengetahuan dalam kajian filsafat disebut epistemologi, dan
landasan epistemologi ilmu disebut metode ilmiah. Setiap jenis pengetahuan
mempunyai, ciri-ciri yang spesitik mengenai apa (ontologi), bagaimana
(epistemologi), dan untuk apa (aksiologi) pengetahuan itu disusun. Pengetahuan
dikumpulkan oleh ilmu dengan tujuan untuk menjawab permasalahan kehidupan yang
sehari-hari dihadapi manusia. Pemecahan ini pada dasarnya yaitu dengan meramalkan
dan mengontrol gejala alam. Untuk bisa meramalkan dan mengontrol sesuatu, maka
kita harus menguasai pengetahuan yang menjelaskan peristiwa itu.
53. 4. Tujuan Ilmu Pengetahuan
Tujuan ilmu pengetahuan dapat dibedakan menjadi dua macam
berdasarkan alirannya, sebagaimana dikemukakan oleh Darsono Prawi-
negoro (2011), yakni: Pertama, berdasarkan pengembangan ilmu penge-
tahuan untuk keperluan ilmu pengetahuan itu sendiri, yaitu sebatas untuk
memenuhi rasa keingintahuan manusia. Kedua, ilmu pengetahuan
pragmatis. Aliran inl menyakini bahwa pengembangan ilmu pengetahuan
haruslah dapat memberikan manfaat bagi manusia dalam pemecahan
masalah kehidupan.
54. JENIS ILMU PENGETAHUAN
1. pengetahuan wahyu (revaled knowledge). Manusia memperoleh pengetahuan
dan kebenaran atas dasar wahyu yang diberikan oleh Tuhan kepada manusia.
2. pengetahuan intuitif (intuitive knowledge). Pengetahuan intuitif diperoleh
manusia dari dalam dirinya sendiri, pada saat is menghayati sesuatu.
3. Pengetahuan yang diperoleh secara intuisi. Kebenaran tersebut tidak akan
dapat diuji dengan observasi, perhitungan, atau eksperimen, karena intuitif
tidak hipotesis.
4. pengetahuan rasional (rational knowledge). Pengetahuan rasional merupakan
pengetahuan yang diperoleh dari latihan rasio/akal semata, tidak disertai
dengan observasi terhadap peristiwa-peristiwa faktual.
56. Manusia sebagai Sebuah Persoalan
"Siapakah manusia itu?" merupakan pertanyaan yang paling
mendasar dan paling utama dalam sejarah manusia.
Munculnya pertanyaan itu secara terus menerus menandakan
bahwa manusia adalah sebuah persoalan. Perkembangan dan
kompleksitas masalah humanisme tidak terlepas dari hakikat
manusia sebagai makhluk yang dinamis, misteri dan
paradoksal. Manusia disebut dinamis karena ia berkembang
terus menerus dengan kebebasannya. disebutkan misteri
karena memang ia tidak pernah bisa dipahami secara definitif.
bersifat paradoksal, karena ketika ia semakin didalami,
pengetahuan tentangnya semakin dangkal.
57.
58. lima karakter hakikat filsafat sebagai hasil kontemplasi :
1. Pertama, dapat bertahan terhadap diskusi kritis.
2. Kedua, menggunakan metode dialektis.
3. Ketiga, berusaha mencapai realitas yang terdalam.
4. Keempat, terkait dengan butir ketiga di atas, filsafat
bertujuan untuk menangkap tujuan ideal realitas.
5. Kelima, mengetahui bagaimana harus hidup sebagai
manusia.
59. Dari berbagai karakter tersebut, filsafat bisa didefinisikan
dalam tiga hal :
1. Pertama, filsafat sebagai hasil perenungan. merupakan
permenungan terhadap hasil permenungan atau ideide yang
ada.
1. Kedua, sebagai kritik. dalam pengertian ini filsafat berusaha
mengerti, membedakan dan mengambil keputusan.
2. Ketiga, filsafat sebagai ilmu yang berusaha mencari
kebenaran secara metodis, sistematis, rasional dan radikal
melampaui kebenaran dan pertanggungjawaban. Merupakan
sebuah ilmu filsafat selalu berusaha untuk bertanya dan
mempertanyakan.
60. Filsafat Manusia dan Metodenya
A. Filsafat Manusia dan Ilmu-Ilmu Lain
Filsafat manusia adalah bagian integral dari sistem
filsafat, yang secara spesifik menyoroti hakikat atau
esensi manusia.Tugas dan fungsi filsafat manusia adalah
mempelajari manusia dalam kebulatan aslinya serta
menghadapinya sebagai sesuatu keseluruhan. Seperti
ditegaskan oleh Viktor E Frankl filsafat manusia mem-
bangun suatu konsep yang menyatukan manusia di
hadapan data dan penemuan terpencar-pencar yang
disajikan oleh ilmu-ilmu lain yang juga membicarakan
manusia.
61. B. Metode Filsafat Manusia
Filsafat manusia memikirkan aspek-
aspek mendasar yang bersifat
metafisis dan spiritualitas tentang
manusia. manusia bisa melakukan
penelusuran terhadap hal-hal yang
bersifat metaempiris melalui
refleksi. Kata "refleksi" berasal dari
bahasa Latin, "reflectere", yang
artinya "melentukkan ke belakang".
62. Karena itu refleksi filsafat manusia
terbagi menjadi dua Pertama,pertanyaan-
pertanyaan tentang esensi manusia dan
alam. Kedua, proses pemahaman diri
berdasarkan totalitas gejala dan kejadian
manusia. Dengan metode ini filsafat
manusia mengantar kita sampai kepada
inti yang mendalam tentang manusia.
63. Relevansi Filsafat Manusia
Ada tiga alasan untuk menunjukkan relevansi
Pertama, dengan bertanya kita mewujudkan
hakikat kemanusiaan. Kedua, dengan
mendalami manusia, kita mengenal manusia
dengan lebih baik. Ketiga, sebagai
konsekuensi lebih lanjut dari butir kedua,
filsafat manusia mengantar kita untuk semakin
mampu bertanggungjawab terhadap diri kita
dan sesama.
64. MANUSIA SEBAGAI PERSONA
Persona atau pribadi merupakan salah satu
dimensi mendasar manusia. Sebagai
pribadi manusia mempunyai kemampuan
untuk menentukan dirinya sendiri. Ia juga
memiliki cara berada yang khas
dibandingkan dengan makhluk yang lain.
65. 1. Pengertian Individu
a. Makhluk Infrahuman
Setiap makhluk di dunia ini merupakan
individualitas tersendiri. Syarat sebagai individu ialah
bahwa ia mempunyai identitas diri yang tidak terbagi
sehingga ia bisa dibedakan dari yang lain. kata
"individu" bagi makhluk infrahuman hanya terkait
dengan perbedaan fisik antara satu jenis dengan jenis
yang lain, serta urut-urutan menurut ruang dan waktu
tertentu. Singkatnya, kata individu di kaitkan dengan
tiga ciri, yakni bersifat kuantitatif, dan numerik serta
uniform atau seragam.
66. b. Manusia
Kata "individu" bagi manusia menunjuk pada
keutuhan, yakni keutuhan aspek kerohanian dan aspek
kejasmanian. Aspek kerohanian individualitas manusia
terkait dengan kemampuan untuk berdiri sendiri. Memang
makhluk infrahuman bisa berdiri sendiri. arti berdiri sendiri
di sini bersifat analog, karena memiliki persamaan sekaligus
perbedaan. Persamaannya, baik manusia maupun infrahuman
mempunyai individualitas. Perbedaannya terletak pada
derajat kesatuan manusia adalah yang paling tinggi
dibandingkan dengan makhluk infrahuman. Dengan
demikian individualitas manusia ada pada derajat dan
martabatnya. Jadi, bagi manusia individu mengandung arti
kesatuan dan keutuhan badan dan jiwa.
67. 2. Arti Persona
Secara etimologis, kata "persona" berasal dari bahasa Yunani, yang
artinya adalah topeng. Konon dalam tradisi seni drama masyarakat
Yunani, para pemain sandiwara harus mengenakan topeng ketika
memainkan peran tokoh tertentu. Dengan demikian topeng sesungguhnya
dipakai sebagai media untuk menghadirkan pribadi seseorang di hadapan
penonton. Dalam perkembangan selanjutnya, "persona" tidak lagi
dimengerti sebagai sebuah topeng, melainkan kualitaskualitas pribadi
yang ada dalam diri seseorang. Dengan demikian, arti "persona" tidak
lagi menunjuk pada topeng, melainkan pada makna yang ada di baliknya,
yakni jati diri.
Individualitas seseorang tidak terpisah dari persona. Dengan kata lain,
persona dan individualitas mengandung makna yang sama, yakni
keutuhan. Manusia menjadi pribadi atau individu karena jiwa dan
badannya bersatu. Ia adalah jiwa yang berbadan atau badan yang berjiwa
68. 3. Nilai-Nilai Absolut Pribadi
Esensi manusia sebagai pribadi menyangkut beberapa hal mendasar:
a. Kesadaran akan diri, sebagai pribadi manusia adalah makhluk yang
sadar akan diri sendiri. Kesadaran ini bersumber pada aspek
kerohaniannya.
b. Bersifat otonom dan transcendental, sifat otonom menjadi bagian yang
tidak terpisahkan dari pribadi manusia. Tidak seperti makhluk
infrahuman yang terdeterminasi oleh kondisi internalnya seperti naluri
dan kondisi eksternalnya. Sifat transendental merupakan modal bagi
manusia untuk mengatasi persoalan-persoalan hidup serta
memungkinkannya masuk dalam dunia abadi dan absolut, yakni
kehidupan religius. Dengan demikian transendensi diri merupakan
perwujudan dari partisipasi manusia dalam keilahian Sang Pencipta.
69. c. Komunikatif, Melalui komunikasi, setiap pribadi sadar bahwa
ia merupakan bagian dari orang lain. Ia menyadari bahwa
keberadaannya bermakna berkat kehadiran orang lain dan karena
berpartisipasi dalam pengakuan eksistensi yang lain.
Jadi, nilai-nilai absolut personalitas manusia terungkap dalam
beberapa hal mendasar ini, yakni ia memiliki kesadaran diri,
otonomi, memiliki transendensi diri serta mampu berkomunikasi.
Secara lain dapat dikatakan manusia sebagai pribadi adalah a
subsistent gifted with self-consciousness, communication and self-
trancendence. Semua ini merupakan nilai-nilai universal dan
mutlak bagi manusia sebagai pribadi.
70. Kesimpulan
Bahwa selain makhluk yang bertanya, manusia juga adalah pribadi yang
unik. Keunikan manusia bersumber dari aspek kerohanian, yakni jiwanya.
Jiwa membuat manusia serba baru. Ia menjadi makhluk dinamis karena
jiwanya. Karena ia adalah unik, maka manusia tidak boleh diurutkan dalam
bentuk nomor atau dikelompok-kelompokkan seperti makhluk infrahuman.
Makhluk infrahuman dapat diurutkan dan dapat pula diklasifikasikan
menurut jenis dan spesiesnya untuk memberikan identitas pada masing-
masing. Pada manusia hal ini tidak bisa dilakukan.
Sebagai pribadi manusia mempunyai kemampuan untuk menentukan
diri. Ia juga memberi makna bagi kehidupannya dengan mempertimbangkan
segala tindakannya. Tidak hanya mempertimbangkan, melainkan ia juga
menyatakan apa yang dipertimbangkan. Karena itu manusia bukan saja the
rational being, melainkan juga the act of being. Artinya, kualitas manusia
sebagai pribadi diungkapkan melalui perbuatan nyata sehari-hari.
71. BAB 6
IKHTIAR SEJARAH PEMIKIRAN
FILSAFAT
By Kelompok 2
DOSEN PENGAMPU: Dr. Sigit Sardjono, M.S.
72. Zaman Modern (1500 - 1800)
Para filsuf zaman modern menegaskan bahwa pengetahuan tidak berasal dari kitab
suci atau ajaran agama, tidak juga dari para penguasa, tetapi dari diri manusia
sendiri. Namun tentang aspek mana yang berperan ada beda pendapat.
Aliran Rasionalisme:
Kebenaran pasti
berasal dari akal
Aliran Empirisme:
Meyakini pengalamanlah
sumber pengetahuan itu,
baik yang batin maupun
inderawi
Aliran Kritisisme:
Aliran yang
memadukan Aliran
Rasionalisme dan
Aliran Empirisme
73. Aliran Rasionalisme
Dipelopori oleh Rene Descartes (1596-1650 M). Descartes adalah pelopor kaum
rasionalis, yaitu mereka yang percaya bahwa dasar semua pengetahuan ada
dalam pikiran. Dalam buku Discourse de la Methode tahun 1637 ia menegaskan
perlunya ada metode yang jitu sebagai dasar kokoh bagi semua pengetahuan,
yaitu dengan menyangsikan segalanya, secara metodis. Kalau suatu kebenaran
tahan terhadap ujian kesangsian yang radikal ini, maka kebenaran itu 100% pasti
dan menjadi landasan bagi seluruh pengetahuan.
Descartes menerima 3 realitas atau substansi bawaan, yang sudah ada sejak kita
lahir, yaitu (1) realitas pikiran (res cogitan), (2) realitas perluasan (res extensa,
"extention") atau materi, dan (3) Tuhan (sebagai Wujud yang seluruhnya
sempurna, penyebab sempurna dari kedua realitas itu).
74. Aliran Empirisme
Nyata dalam pemikiran David Hume (1711-1776), yang memilih pengalaman
sebagai sumber utama pengetahuan. Pengalaman itu dapat yang bersifat lahirilah
(yang menyangkut dunia), maupun yang batiniah (yang menyangkut pribadi
manusia). Oleh karena itu pengenalan inderawi merupakan bentuk pengenalan
yang paling jelas dan sempurna.
Hume merupakan pelopor para empirisis, yang percaya bahwa seluruh
pengetahuan tentang dunia berasal dari indera. Menurut Hume ada batasan-
batasan yang tegas tentang bagaimana kesimpulan dapat diambil melalui persepsi
indera kita.
75. Aliran Kritisisme
Imanuel Kant (1724-1804) mencoba mengembangkan suatu sintesis atas dua
pendekatan yang bertentangan ini. Kant berpendapat bahwa masing-masing
pendekatan benar separuh, dan salah separuh. Benarlah bahwa pengetahuan
kita tentang dunia berasal dari indera kita, namun dalam akal kita ada faktor-
faktor yang menentukan bagaimana kita memandang dunia sekitar kita.
76. Lanjutan Aliran Kritisisme
Menurut Kant, ada dua unsur yang memberi sumbangan kepada pengetahuan
manusia tentang dunia. Yang pertama adalah kondisi-kondisi lahirilah ruang dan
waktu yang tidak dapat kita ketahui sebelum kita menangkapnya dengan indera kita.
Ruang dan waktu adalah cara pandang dan bukan atribut dari dunia fisik. Itu materi
pengetahuan. Yang kedua adalah kondisi-kondisi batiniah dalam manusia mengenai
proses-proses yang tunduk kepada hukum kausalitas yang tak terpatahkan. Ini
bentuk pengetahuan.
.
77. Masa kini (1800-sekarang)
Filsafat masa kini merupakan aneka bentuk reaksi langsung atau taklangsung atas
pemikiran Georg Wilhelm Friedrich Hegel (1770-1831). Hegel ingin menerangkan
alam semesta dan gerak-geriknya berdasarkan suatu prinsip. Menurut Hegel semua
yang ada dan semua kejadian merupakan pelaksanaan-yang-sedang-berjalan dari
yang mutlak dan bersifat rohani. Kesalahan Hegel adalah tidak menerima bahwa
Yang Mutlak itu berdiri sendiri dan ada-diatas-segalanya, dalam arti tidak dalam satu
realitas dengan segala yang sedang-menjadi tersebut. Dengan mengatakan Yang
Mutak itu menjadi, Hegel pada dasarnya meniadakan kemutlakan. Dalam cara sama,
dengan mengatakan bahwa yang mutlak itu materi, maka materialisme pun jatuh
dalam kubangan yang sama.
78. TOKOH-TOKOH FILSAFAT
Filasafat dan agama merupakan dua kekuatan yang
mewarnai dunia. Filsafat pada hakikatnya adalah akal dan
agama pada hakekatnya adalam hati atau iman. Dengan
demikian perkembangan peradaban manusia selalu
dilatarbelakangi oleh pertarungan antara akal dengan hati,
antara filsafat dengan agama. Kita awali penjelajahan
sejarah peradaban pemikiran sebagai berikut:
79. THALES (624-546 sm)
Filsafat dimulai oleh Thales, sebagai seorang filsafat
jagat raya. Ia diberi gelar “Bapak Filsafat”. Ia
mengajukan pertanyaan aneh, yaitu: “Apakah
sebenarnya bahan alam semesta itu ?, kemudian ia
menjawab: “ Air “. Jawaban sederhana ini sebenarnya
belum tuntas, karena masih ada pertanyaan lanjutan,
yaitu: “ dari apa air itu ? “. Perhatikan, ia menjadi filsuf
karena ia bertanya. Jawabannya sangat sederhana,
namun pertanyaannya jauh lebih bernilai ketimbang
jawabannya. Ia mulai menggunakan akal, alasannya
adalah karena air penting bagi kehidupan.
80. ANAXIMANDER (610-546 sm)
Ia menjelaskan bahwa
substansi pertama itu bersifat
kekal dan ada dengan
sendirinya. Substansi itu
adalah: “Udara”.
Argumentasinya, yaitu:
“Udara merupakan sumber
segala kehidupan “.
81. PYTHAGORAS (572-497 sm)
Ia seorang ahli matematika dan ia mengajarkan
bahwa bilangan merupakan substansi dari semua
benda. Ia orang pertama yang menggunakan istilah
philosophia. Ia menyebut dirinya sebagai philosophos
(pecinta kearifan). Sebuah ajaran metafisis yang ia
katakan bahwa “bilangan merupakan intisari dari
semua benda maupun dasar pokok dari sifat-sifat
benda”. Segenap gejala alam menurutnya merupakan
pengungkapan inderawi dari perbandingan metematik.
Filsafatnya dipadatkan menjadi sebuah dalil yang
berbunyi: “Bilangan memerintah jagat raya”.
82. HERACLITUS (544-484 sm)
Ia mengatakan bahwa alam semesta itu
selalu dalam keadaan berubah. Ia
menyatakan: “Engkau tidak dapat terjun ke
sungai yang sama dua kali karena air
sungai itu selalu mengalir” (You can not
step twice into the same river, for the fresh
waters are ever flowing upon you).
83. PARMANIDES (450 sm)
Ia tokoh relativisme (suatu pandangan
bahwa pengetahuan itu dibatasi, baik oleh
akal budi yang serba terbatas maupun
oleh cara mengetahui yang serba
terbatas) dan sebagai logikawan
pertama. Dalam berfikir ia menggunakan
metode deduksi logis (penyimpulan dari
yang umum ke yang khusus).
84. PLATO (427-347 sm)
Ia murid dan sahabat Socrates. Sebagai
muridnya, Plato menjelaskan bahwa
kebenaran umum itu memang ada, bukan
dibuat, melainkan sudah ada di alam idea.
Plato dengan doktrin idea yang lepas dari
objek, yang berada dalam alam idea. Idea
itu umum, berarti berlaku umum dan ada
kebenaran yang khusus, yaitu disebutnya
kongkretisasi idea di alam ini.
85. ARISTOTELES (384-322 sm)
Ia dikenal sebagai Bapak Logika. Logikanya disebut
logika tradisional (dalam perkembangannya ada
logika modern). Logika Aristoteles disebut juga logika
formal. Ia percaya adanya Tuhan. Bukti adanya Tuhan
menurutnya ialah Tuhan sebagai penyebab gerak
atau a first cause of motion. Tuhan itu berhubungan
dengan dirinya sendiri. Tuhan bukan persona. Tuhan
tidak memperhatikan doa dan keinginan manusia.
86. Fiisafat Sebagai Dialog
Rasional
Garis pembagi tebal dalam filsafat Yunani kuno--garis yang
menempatkan para filsuf yang memiliki pandangan yang terlihat jauh dan
asing di satu sisi dan para filsuf an mempunyai pandangan yang dengan
jelas tampak lebih relevan dengan permasalahan filosofis kontemporer di
sisi lain—terdapat dalam bentuk secrang filsuf saja yang, sepengetahuan
kita, tidak pernah menulis buku. Filsuf tersebut, Sokrates (470-399 S.M.),
memberi penafsiran yang benar-benar bare mengenai tugas filosofis,
yang implikasi penuhnya merentang sampai 2.000 tahun. Kita mengetahui
ide dan kehidupan Sokrates terutama melalui tulisan-tulisan seorang
pengikut dekatnya, Plato (427-347 S.M.). Bersama-sama dengan murid
cemerlang Plato, Aristoteles (384-322 S.M.), orang-orang ini merupakan inti
tradisi filsafat Yunani keno.
87. Bagian filsafat yang berusaha menjawab pertanyaan di sekitar
hakikat dan asal-usul pengetahuan manusia disebut
"Epistemologi" (dari kata Yunani epistemos, yang berarti
"pengetahuan", dan logos, yang di sini sebaiknya bermakna
"studi"). Metafisika dan epistemologi selalu bergandengan lekat-
lekat. Ini karena pemahaman filsuf tentang apa realitas itu tak
pelak lagi akhirnya akan mempengaruhi pandangannya
tentang bagaimana kita mengetahui hal-hal yang nyata itu,
dan sebaliknya. Oleh sebab itu, hingga akhir kajian kita tentang
metafisika, di setiap pembahasan filsuf Baru saya akan
mencantumkan paparan epistemologinya.
88. Dalam menyusun teorinya tentang forma, Plato, seperti kebanyakan filsuf-
filsuf terbesar, memperhatikan persoalan realitas terdalam manusia
sebagai salah satu dari aspek teori metafisisnya yang paling signifikan.
Oleh sebab itu, mari kita simpulkan bahasan tentang idealisme Plato
dengan secara singkat mengamati implikasinya bagi hakikat manusia.
Jika dunia material merupakan khayalan, maka raga manusia tentu saja
bukan realitas penentu hakikat manusia. Menurut Plato, justru raga itulah
yang membelenggu kita di dalam "gua", membatasi penglihatan kita
hanya pada bayangan-bayangan realitas. Realitas sejati kita terletak
dalam forma atau idea "kemanusiaan" dan sebaiknya disebut idea "jiwa"
(psyche atau soul). Jiwa merupakan realitas abadi yang, sebagaimana
adanya, terpenjara dalam raga manakala seorang manusia lahir ke dunia
ini.
89. Filsafat Sebagal iImu
Teleologis
Aristoteles mendasarkan sistemnya pada suatu metafisika yang sedikit-
banyak menempatkan idealisme Plato di benaknya dengan berpendapat
bahwa yang pada hakikatnya nyata itu partikula, bukan universa. Ia
menyangkutpautkan partikula dengan suatu istilah khusus, "ousia", yang
bermakna "realitas", walau biasanya istilah ini diterjemahkan menjadi
"substansi". Karena itu, pertanyaan dasar dalam "filsafat pertama"
(maksudnya metafisika)-nya adalah "Apakah substansi itu?". Ia menjawab
pertanyaan ini dengan mendefinisikan substansi sebagai bends yang
eksis secara individual.
90. Aristoteles mengembangkan teorinya tentang substansi pada
permulaan bukunya, Categories, yan mendefinisikan "kategori"
sebagai "jenis benda yang paling umum". Kata "forma" itu sendiri
dapat dianggap sebagai makna "jenis seumum itu", sehingga
kategori merupakan forma yang disamaratakan. Dalam
Categories, Aristoteles menyusun daftar sepuluh jenis forma yang
paling umum, yang pertama adalah substansi itu sendiri (yaitu
jenis forma yang dijadikan nyata dengan ikut serta di dalam
bahan). Sembilan lainnya merupakan karakteristik yang
membantu kita memahami: seperti apakah substansi partikula itu.
92. A. FILSAFAT KEBENARAN
Banyak pakar ilmu filsafat yang menganggap benar bahwa pengetahuan
itu terdiri atas sebagai berikut:
1. Pengetahuan Akal
2. Pengetahuan Budi
3. Pengetahuan Indrawi
4. Pengetahuan Kepercayaan (otoritatif)
5. Pengetahuan Intuitif
93. Menurut penulis, yang benar adalah
Pengetahuan akal Ilmu, untuk membahasnya Logika
Pengetahuan budi Seni, untuk membahasnya Estetika
Sedangkan pengetahuan kepercayaan itu disebut agama,
tetapi dalam hal ini tidak boleh otoritatif karena agama
tidak memaksa, agama harus diterima secara logika, etika
dan estetika dan agama itu hanyalah Islam yang terbukti
kebenarannya, keinclahannya dan kebaikannya.
94. untuk melihat sesuatu itu benar atau tidak benar, maka beberapa
kritik antara lain sebagai berikut:
1. Teori Kebenaran Korespondensi
2. Teori Kebenaran Koherensi
3. Teori Kebenaran Pragmatis
4. Teori Kebenaran Sintaksis
5. Teori Kebenaran Semantis
6. Teori Kebenaran Non Deskripsi
7. Teori Kebenaran Logika yang Berlebihan
8. Teori Kebenaran Performatif
9. Teori Kebenaran Paradigmatik
10. Teori Kebenaran Proposisi
95. Jadi pada kajian logika kebenaran ilmu pengetahuan ini, kita akan bergelut
dengan kegiatan berpikir yang mengasah kemampuan intetektual mulai dari
kegiatan yang sederhana, seperti mengingat sampai pada pemecahan
masalah (problem solving). Menurut Benjamin S. Bloom hal tersebut
disebut juga dengan pembelajaran kognitif yang diurut sebagai berikut:
1. Pengetahuan
2. Pemahaman
3. Penerapan
4. Analisis
5. Sintesis
6. Evaluasi
96. YANG MAHA BENAR
Puncak kebenaran itu sendiri sebenarnya adalah Allah Yang Maha
Benar (AI Haq), itulah sebabnya para pedzikir senantiasa mengucapkan
"Alhamdulillah" (Segala Puji Bagi Allah) pada setiap penyelesaian
penemuan ilmiahnya, ataupun ketika selesai melaksanakan Shalat Fardhu
sebanyak tiga puluh tiga kali.
Sebagaimana telah penulis sampaikan di muka bahwa ilmu tidaklah
bebas nilai, karena antara logika dan etika harus ber dialektika, jadi bukan
hanya karena penggabungan ilmu dan agama yang dalam pembicaraan
kita sehari-hari biasanya disebut dengan Imtaq (Iman dan Taqwa).
97. PROPOSISI SUATU PERNYATAAN YANG BENAR
Mengetahui apa yang dimaksudkan oleh suatu pernyataan tidak sama
dengan mengetahui apakah pernyataan itu benar ataukah tidak. Bahkan
mereka yang mengatakan bahwa makna sama dengan keadaan yang dapat
diverifikasi, akan bersepakat demikianlah harapan bahwa mengetahui
syarat-syarat untuk menetapkan suatu pernyataan dapat diverifikasi
tidaklah sama dengan mengetahui bahwa syarat-syarat itu sudah dipenuhi.
98. KEBENARAN BERSIFAT SEMANTIK
Pernyataan merupakan suatu istilah yang bersifat sintaktis; 'proposisi'
ialah istilah yang bersifat semantik, dan demikian pula kata 'benar'
mengacu kepada makna simbol-simbol, dan bukan kepada simbolnya.
Kebenaran menunjukkan bahwa makna suatu pernyataan artinya
proposisinya - sungguh-sungguh merupakan halnya. Bila proposisinya
tidak merupakan halnya, maka kita mengatakan bahwa proposisi itu
'sesat’.
99. UKURAN KEBENARAN
Ukuran kebenaran sesungguhnya tergantung pada apakah sebenarnya
yang diberikan kepada kita oleh metode-metode untuk memperoleh
pengetahuan. Jika apa yang dapat kita ketahui ialah ide-ide kita, maka
pengetahuan hanya dapat terdiri dari ide-ide yang dihubungkan secara
tepat; dan kebenaran merupakan keadaan-saling-berhubungan (coherence)
di antara ide-ide tersebut atau keadaan saling berhubungan di antara
proposisi-proposisi.
Selanjutnya jika proposisi-proposisi tersebut rnemberitahukan
kenyataan kepada kita, maka proposisi-proposisi itu seharusnya membantu
kita untuk menyelesaikan masalah-masalah kita, atau merarnalkan (predict)
pengalarnan-pengalaman, sebagaimana yang diajarkan oleh para penganut
pragmatisrne.
100. Memverifikasi Pernyataan Yang Benar
Bagaimanakah kita mengetahui bahwa proposisi itu benar?
Menurut Dewey, kita baru mengetahui setelah kita mengadakan
verifikasi, dan yang demikian ini kita kerjakan dengan cara berjalan ke
kiri. Jika dengan berjalan ke arah kiri, kita sungguh-sungguh ke luar dari
hutan, maka barulah proposisi tersebut sungguh-sungguh benar. Proposisi
yang kita ajukan merupakan suatu hipotesa yang meramalkan
konsekuensikonsekuensi. Dan karenanya, akan benar jika dan hanya jika
konsekuensi-konsekuensi tersebut terwujud. Kebenaran ialah pembenaran
(verification), dan hal ini ditunjukkan bila penyelidikan yang
menimbulkan perumusan proposisi tersebut diselesaikan dengan sukses.
101. kebenaran akal yang tidak beretika moral, yaitu:
1. Menampar murid yang tidak menjawab dengan benar
2. Menceraikan istri yang tidak dapat memberikan anak
3. Sistem komando yang militeristik
4. Sistem jihad yang tidak kasih sayang
5. Melakukan Daerah Operasi Militer terhadap wilayah yang separatis
6. Memaksakan konsensus nasional
7. Memaksakan mufakat pada masyarakat yang heterogen
8. Memaksakan hukum tanpa hak asasi manusia
9. Memaksakan pembangunan ekonomi
10. Senantiasa berdalih persatuan dan kesatuan
103. Manusia adalah satu-satunya makhluk yang mampu bertanya. Ia
mempertanyakan dirinya, keberadaannya, dan dunianya. Kendati
masih bersifat sederhana, kegiatan ini sudah diperlihatkan sejak dini.
Lihatlah anak kecil. Ketika ia melihat sesuatu yang baru, secara
spontan dia bertanya. Melalui pertanyaan yang diajukan ia ingin
mengetahui sesuatu. Kegiatan seperti ini berlangsung terus sepanjang
hayat sang anak.
104. 01 02
Dalam kehidupan sehari-hari secara umum pertanyaan
dapat digolongkan dalam dua tingkatan
Pertanyaan yang sederhana, yaitu
pertanyaan yang terkait dengan
masalah-masalah praktis.
Pertanyaan ini berhubungan
dengan cara-cara untuk mencapai
sesuatu. Misalnya, bagaimana
cara agar kita bisa berbahasa
Inggris? Bagaimana cara agar
kita memiliki pengetahuan yang
banyak? Jawaban atas
pertanyaan-pertanyaan seperti ini
selalu berhubungan dengan hal-
hal yang praktis.
Pertanyaan yang bersifat teoritis,
yaitu pertanyaan yang bersifat
mendasar (filosofis). Pertanyaan-
pertanyaan yang termasuk dalam
tingkatan ini antara lain,
Siapakah diri kita? Ke mana
tujuan hidup? Apa yang paling
berharga bagi kehidupan ini?
Tidak seperti pertanyaan
sederhana, jawaban atas
pertanyaan-pertanyaan mendasar
dicari dengan permenungan yang
mendalam.
105. 1. Manusia sebagai Sebuah Persoalan
Kendati sejak zaman dahulu pertanyaan "Siapakah manusia itu?" sudah dimunculkan
dan berusaha pula dijawab oleh beberapa pemikir dengan berbagai pendekatan, namun
pertanyaan ini tetap relevan diangkat hingga zaman sekarang. Dengan kata lain, "Siapakah
manusia itu?" akan tetap menjadi pertanyaan sepanjang masa. Munculnya pertanyaan itu
secara terus menerus menandakan bahwa manusia adalah sebuah persoalan. Semakin dia
mendalami pengalamannya, semakin ia menyadari dirinya sebagai problem. Karena itu
beberapa filsuf eksistensialis tidak salah ketika mereka menyatakan bahwa manusia sebagai
sebuah persoalan yang tidak akan pernah selesai. Beberapa nama filsuf dalam aliran ini antara
lain Gabriel Marcel (1889-1973) dan Martin Buber (1878-1965). Keduanya sama-sama
mengakui bahwa manusia adalah sebuah persoalan yang tidak akan pernah berujung.
106. Kalau dikaitkan dengan situasi modern, mencari jawaban atas pertanyaan
"Siapakah manusia itu?" semakin mendesak, mengingat problem kemanusiaan yang
selalu berkembang dan bersifat kompleks. Perkembangan dan kompleksitas masalah
humanisme tidak terlepas dari hakikat manusia sebagai makhluk yang dinamis, misteri
dan paradoksal. Manusia disebut dinamis karena ia berkembang terus menerus dengan
kebebasannya. Ia disebutkan misteri karena memang ia tidak pernah bisa dipahami
secara definitif. Ia bersifat paradoksal, karena ketika ia semakin didalami, pengetahuan
tentangnya semakin dangkal. Dengan kata lain semakin banyak kita mengupas hakikat
manusia, semakin sedikit yang kita tahu tentangnya. Karena itu manusia adalah
makhluk yang paling sulit dimengerti.
107. 2. Apa Itu Filsafat?
Kata "filsafat" berasal dari bahasa Yunani, yakni philein, artinya mencintai
dan sophia, artinya kebijaksanaan. Dari dua kata ini secara harafiah filsafat
diartikan dengan cinta akan kebijaksanaan. Dalam pengertian ini filsafat
diberi arti rasa cinta manusia untuk mengetahui dan memuaskan aspek
kognitifnya. Sementara Pythagoras mengkaitkan sophia dengan
kontemplasi. Pythagoras adalah "pengetahuan hasil kontemplasi". Dengan
pengertian itu murid Plato ini ingin membedakan antara "pengetahuan
hasil kontemplasi" dengan "pengetahuan yang bersifat teknis dan
instrumentalistik" yang dimiliki oleh pelaku bisnis dan para atlet.
108. Plato, sebagaimana dipaparkan oleh Andre Ata Ujan, lebih jauh menunjukkan
hakikat filsafat sebagai hasil kontemplasi dalam lima karakter berikut:
1. Dapat bertahan terhadap diskusi kritis. Artinya, kegiatan utama dari filsafat
adalah mengkaji secara kritis segala hal
2. Menggunakan metode dialektis. Dengan metode ini, filsafat bergerak secara
bertahap.
3. Berusaha mencapai realitas yang terdalam. Filsafat menganalisa hal-hal
terdalam dari kenyataan
4. Terkait dengan butir ketiga di atas, filsafat bertujuan untuk menangkap
tujuan ideal realitas. Bagi Plato, memahami kebenaran misalnya berarti juga
memahami IDEA tentang kebenaran yang dicari oleh manusia
5. Mengetahui bagaimana harus hidup sebagai manusia. Dalam butir ini filsafat
dikaitkan dengan suatu pengetahuan yang benar tentang cara hidup sebagai
manusia.
109. Dari berbagai karakter di atas, filsafat bisa didefinisikan dalam
tiga hal.
01 03
01 02
Filsafat sebagai hasil
perenungan. Dalam
pengertian ini filsafat
merupakan permenungan
terhadap hasil
permenungan atau ideide
yang ada. Perenungan ini
ialah sejenis percakapan
yang dilakukan dengan
diri sendiri atau dengan
orang lain
Sebagai kritik. Dalam
pengertian ini filsafat
berusaha mengerti,
membedakan dan
mengambil keputusan
Filsafat sebagai ilmu
yang berusaha mencari
kebenaran secara
metodis, sistematis,
rasional dan radikal
melampaui kebenaran
dan
pertanggungjawaban.
110. 3. Filsafat Manusia dan Metodenya
a. Filsafat Manusia dan Ilmu-Ilmu Lain
Tugas dan fungsi filsafat manusia adalah mempelajari manusia dalam
kebulatan aslinya serta menghadapinya sebagai sesuatu keseluruhan.
Seperti ditegaskan oleh Viktor E Frankl (1905-1997), filsafat manusia
membangun suatu konsep yang menyatukan manusia di hadapan data
dan penemuan terpencar-pencar yang disajikan oleh ilmu-ilmu lain yang
juga membicarakan manusia. Dengan demikian pendekatan filsafat
manusia tidak berhenti pada fenomena, melainkan berusaha untuk
menangkap nominaldi balik data
111. b. Metode Filsafat Manusia
Sebagai bagian dari filsafat, filsafat manusia memiliki cara kerja yang sama
dengan cara kerja filsafat pada umumnya, yakni berusaha menangkap
makna di balik gejala empiris itu. Karena itu objek penelusuran filsafat
manusia adalah hal-hal yang ada di balik yang kelihatan, yang sangat me-
nentukan eksistensi manusia.
Jadi, metode filsafat manusia untuk menangkap hakikat manusia secara
utuh adalah refleksi, dan analisa transendental serta sintesis. Dengan
metode ini filsafat manusia mengantar kita sampai kepada inti yang
mendalam tentang manusia.
112. 4. Relevansi Filsafat Manusia
Ada tiga alasan untuk menunjukkan relevansi filsafat manusia:
1. Dengan bertanya kita mewujudkan hakikat kemanusiaan. Aristoteles
(384-322 sM) telah mendefinisikan manusia dengan ungkapan homo est
animal rationale, artinya manusia adalah binatang berpikir
2.Dengan mendalami manusia, kita mengenal manusia dengan lebih baik.
Pengenalan merupakan dasar bagi kita untuk semakin mencintai nilai-nilai
kemanusiaan.
3.Sebagai konsekuensi lebih lanjut dari butir kedua, filsafat manusia
mengantar kita untuk semakin mampu bertanggungjawab terhadap diri
kita dan sesama
114. Pengertian filsafat Pancasila adalah pembahasan Pancasila secara
filsafati, yaitu pembahasan Pancasila sampai hakikatnya yang terdalam
(sampai intinya yang terdalam). Maka pengertian tentang pengetahuan
Pancasila yang demikian itu juga merupakan suatu pengetahuan yang
terdalam yang merupakan hakikat Pancasila yang bersifat essensial,
abstrak umum universal, tetap dan tidak berubah (Notonagoro, 1966:34).
Hal ini juga sering disebut pengertian dari segi objek formanya. Dari
objek materinya maka pengertian filsafat Pancasila yaitu: suatu sistern
pemikiran yang rasional, sistematis, terdalam dan menyeluruh tentang
hakikat bangsa, negara dan masyarakat Indonesia yang nilai-nilainya
telah ada dan digali dari bangsa Indonesia sendiri. (Notonagoro,1966
:35),
1. Pengertian Filsafat Pancasila
115. 2. Tingkat – tingkat Pengetahuan Pancasila
Secara keseluruhan dalam mempelajari Pancasila diperoleh suatu pengetahuan
ilmiah yang terdiri atas empat tingkat. Hal ini lazimnya diawali dengan pertanyaan
ilmiah sebagai berikut :
1. Dengan menjawab suatu pertanyaan ilmiah "Bagaimana" maka akan diperoleh
suatu pengetahuan ilmiah yang bersifat deskriptif. Dalam mempelajari pancasila secara
deskriptif, ialah menjelaskan tentang Pancasila secara obyektif, apa adanya baik latar
belakang sejarahnya rumusan-rumusannya, sifat, isi, bentuk susunan Pancasila dan
segala perkembangannya. Dengan demikian akan dapat diperoleh keterangan tentang
Pancasila secara obyektif.
116. 2. Dengan mencari suatu pertanyaan ilmiah "Mengapa", maka pengetahuan
yang didapatkan adalah pengetahuan bersifat kausal, yaitu pengetahuan yang
memberikan jawaban tentang sebab-akibat atau sebab-sebab dan asal-muasal
terjadinya sesuatu pengetahuan tentang Pancasila yang bersifat kausal akan
mengungkapkan asal-mula, sebab akibat terjadinya Pancasila.
3. Dengan menjawab petanyaan ilmiah "Kemana": maka pengetahuan yang
didapat adalah pengetahuan yang bersifat normatif. Pengetahuan normatif
adalah pengetahuan yang merupakan petunjuk atau norma, maka sebelumnya
dikaji, lebih dahulu hal-hal yang selalu terjadi, selalu berulang karena sesuatu
yang selalu berulang akan dapat menjadi kebiasaan yang kemudian menjadi
norma. Hal ini bila kita terapkan pada Pancasila, akan kita dapati norma-nonna
atau ukuran yang dapat dipahami dan diamalkan.
117. 4. Dengan menjawab pertanyaan "Apa" akan diperoleh pengetahuan
mengenai hakikat dari sesuatu yang dinyatakan. Hakikat adalah
sesuatu yang secara mutlak menentukan bahwa sesuatu hal itu ada.
Untuk membahas hakikat Pancasila, harus benar-benar dibahas
sedalam-dalamnya sila demi sila, serta unsur-unsur yang mungkin
ada. Bidang ini akan dibahas dalam filsafat Pancasila. Oleh karena itu
bila kita analisa lingkup bahasan Pancasila Yuridis Kenegaraan dalam
lingkup deskriptif, kausal, normatif, sedangkan lingkup esensial
dibahas dalam filsafat Pancasila.
118. 3. Manfaat Filsafat Pancasila
a. Manfaat Penggunaan Filsafat
(1) Sebagai induk pengetahuan
(2) Sebagai pemberi dasar bagi ilmu pengetahuan yang axiomata yang tidak
memerlukan suatu pembuktian
(3) Dengan filsafat setiap ilmu pengetahuan dapat memiliki sila dan ciri khasnya
masing-masing
(4) Secara umum semua metode ilmu pengetahuan berkembang dan pertama-tama
ditentukan oleh filsafat karena kedudukan filsafat sebagai induk ilmu pengetahuan
(5) Filsafat dapat memberikan dan mengarahkan ilmu pengetahuan ke arah tujuan demi
kebahagiaan dan kesejahteraan umat manusia
(6) Dengan filsafat ilmu pengetahuan akan mampu menyelesaikan masalahnya (bahkan
masalah yang menyangkut prinsip-prinsip metodisnya) yang bersifat terdalam (sampai
pada paradigma ilmu).
119. b. Manfaat bagi Pendidikan Kesarjanaan
1) Karena sifat filsafat yang kritis, dinamis serta mendalam maka memungkinkan bagi
pengembangan akal, menghidupkan kecerdasan berfikir bagi Para calon sarjana.
2) Filsafat berfungsi menggugah pengertian dan kesadaran manusia akan
kedudukannya dalam hubungannya dengan segala sesuatu di luar dirinya, kesadaran
tersebut merupakan kesadaran moral dalam masyarakat hubungan manusia dengan
sesama manusia dalam masyarakat, dengan benda mati maupun jasad hidup, dengan
Tuhannya dalam kaitannya dengan masalah-masalah kemanusiaan.
3) Menggugah pengertian serta kesadaran para calon sarjana akan pemikiran
kemanusiaan yaitu tentang kemanusiaan dan masalah kemanusiaan sepanjang masa.
120. 4. Hubungan antara Filsafat dan Ideologi
Filsafat sebagai pandangan hidup pada hakikatnya merupakan sistem nilai yang
secara epistemologis kebenarannya telah diyakini sehingga dijadikan dasar atau
pedoman bagi manusia dalam memandang realitas alarn semesta, manusia, masyarakat,
bangsa dan negara, tentang makna hidup serta sebagai dasar dan pedoman bagi
manusia dalam menyelesaikann masalah yang dihadapi dalam hidup dan kehidupan.
Filsafat dalam pengertian yat menjadi suatu sistem cita-cita atau keyak atau system
yang telah menyangkut praksis, kaiead bagi cara hidup manusia atau suatu kelompok,
berbagai bidang kehidupannya. Hal itu berarti halt berlaih dan menjelma menjadi
ideologi.
121. 5. Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka
Pancasila sebagai suatu ideologi tidak bersifat kaku dan tertutup, namun bersifat
terbuka. Hal ini dimaksudkan bahwa ideologi Pancasila adalah bersifat aktual,
dinamis, antisipatif dan senantiasa mampu menyesuaikan dengan perkembangan
jaman. Keterbukaan ideologi Pancasila bukan berarti mengubah nilai-nilai dasar
Pancasila namun mengeksplisitkan wawasannya secara kongkrit, sehingga memiliki
kemampuan yang lebih tajam untuk memecahkan masalah-masalah baru dan aktual.
Sebagai suatu ideologi yang bersifat terbuka maka Pancasila memiliki dimensi
sebagai berikut :
a. Dimensi idealistis
b. Dimensi normatif
c. Dimensi realistis
122. 6. Pancasila sebagai Dasar Filsafat Negara
Secara yuridis Pancasila sebagai dasar filsafat negara tertuang dalam
Pembukaan UUD 1945 alinea IV yang berbunyi:
maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-
Undang Dasar negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan negara
Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada :Ke-Tuhan
yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia dan
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam per-
musyawaratan/perwakilan.
Melihat dari rumusan tersebut yang dimaksud dengan berdasar kepada
Adalah dalam pengertian sebagai dasar filsafat negara Indonesia.
Pancasila disebut sebagai dasar filsafat negara, philosofische Gronslag dari negara
mengandung konsekuensi bahwa dalam setiap aspek penyelenggaraan negara
harus sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Hal itu meliputi segala peraturan
perundang-undangan dalam negara, pemerintahan dan aspek-aspek kenegaraan
yang lainnya.
123. 7. Pancasila sebagai Asas Persatuan dan Kesatuan
Bangsa Indonesia
Telah dijelaskan dimuka bahwa sebelum Pancasila ditentukan sebagai dasar
filsafat negara Indonesia, nilai-nilainya telah ada pada bangsa Indonesia sejak
zaman dahulu kala, yaitu sejak lahirnya bangsa Indonesia sebelum Proklamasi 17
Agustus 1945 demikian keberadaan bangsa Indonesia sebagai suatu bangsa
hidup mendiri di antara bangsa-bangsa lain di dunia mata-mata ditentukan oleh
ciri-ciri etnis belaka melainkan oleh se jumlah unsur khas yang ada pada bangsa
Indonesia yang membedakannya dengan bangsa lain.
Maka bagi bangsa Indonesia dalam filsafat yang merupakan asas kerokhanian
Pancasila, merupakan asas pemersatu dan asas hidup bersama. Dalam masalah
ini Pancasila dalam kenyataan ob. jektifnya sebagai suatu persatuan dan kesatuan
yang telah ditentukan bersana setelah Proklamasi sebagai dasar filsafat negara.
124. Pengertian Pancasila Sebagai Suatu Sistem
Yang dimaksud dengan sistem adalah suatu kesatuan bagian-bagian
yang saling berhubungan, saling bekerjasama untuk satu tujuan tertentu
dan secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang utuh sistem
lazinmya memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1. Suatu kesatuan bagian-bagian
2. Bagian-bagian tersebut mempunyai fungsi sendirisendiri
3. Saling berhubungan, saling ketergantungan
4. Kesemuanya dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan bersama
(tujuan sistem)
5. Terjadi dalam suatu lingkungan yang kompleks
125. Kesatuan Sila-Sila Pancasila
Susunan Pancasila yang bersifat Hierarkhis dan Berbentuk
Piramidal
Susunan Pancasila adalah hierarkhis dan mempunyai bentuk piramidal.
Pengertian matematika piramidal digunakan untuk menggabarkan
hubungan hierarkhi sila-sila dari Pancasila dalam uniturutan luas
(kwantitas) dan juga dalam hal sifat-sifatnya (kwalitas).
Dalam susunan hierarkhis dan piramidal ini, maka Ketuha an yang Maha
Esa menjadi basis kemanusiaan, persatuan Indonesi kerakyatan dan
keadilan sosial. Sebaliknya Ketuhanan Yang Mali Esa adalah Ketuhanan
yang berkemanusiaan , yang membangu memelihara dan
mengembangkan persatuan Indonesia, yang kerakyatan dan berkeadilan
sosial demikian selanjutnya, sehing tiap-tiap sila di dalamnya
mengandung sila-sila lainnya.
126. Dasar Ontologis Sila-sila Pancasila
Pancasila sebagai suatu kesatuan sistem filsafat tidak hanya kesatuan
yang menyangkut sila-silanya saja melainkan juga meliputi hakikat dasar
dari sila-sila Pancasila atau secara filosofis merupakan dasar onologis
sila-sila Pancasila. Pancasila yang terdiri atas lima sila setiap sila
bukanlah merupakan asas yang berdiri atas lima sila setiap sila bukanlah
merupakan asas yang berdiri sendirisendiri, melainkan memiliki satu
kesatuan dasar ontologis. Dasail ontologis Pancasila pada hakikatnya
adalah manusia yang memilikil hakikat mutlak monopluralis, oleh karena
itu hakikat dasar ini juga, disebut sebagai dasar antropologis.
127. Dasar Ontologis Sila-sila Pancasila
Pancasila sebagai suatu kesatuan sistem filsafat tidak hanya kesatuan
yang menyangkut sila-silanya saja melainkan juga meliputi hakikat dasar
dari sila-sila Pancasila atau secara filosofis merupakan dasar onologis
sila-sila Pancasila. Pancasila yang terdiri atas lima sila setiap sila
bukanlah merupakan asas yang berdiri atas lima sila setiap sila bukanlah
merupakan asas yang berdiri sendirisendiri, melainkan memiliki satu
kesatuan dasar ontologis. Dasail ontologis Pancasila pada hakikatnya
adalah manusia yang memilikil hakikat mutlak monopluralis, oleh karena
itu hakikat dasar ini juga, disebut sebagai dasar antropologis.
128. Kesimpulan
Dari penjelasan beberapa bab diatas, dapat
disimpulkan bahwa ilmu filsafat
merupakan ibu dari segala ilmu, karena hal
ini segala sesuatu bisa dibahas
didalamnya. Selain itu, filsafat adalah ilmu
yang sangat penting bagi mahasiswa.
Karena bertujuan sebagai manusia mampu
memecahkanmasalahrasionaldan kritis
Saran
Sebagai manusiayangtentunya
seringkali dihadapkandengan
masalah,sudah seharusnya
kita memiliki kesadaran
sendiriuntuk memiliki akal
yang logis serta kritis dalam
kondisi apapun.
PENUTUP