manusia sebagai makhluk beradab dan masyarakat adab.Muhammad Idris
manusia sebagai makhluk beradab dan masyarakat adab.
manusia sebagai makhluk beradab dan masyarakat adab.
manusia sebagai makhluk beradab dan masyarakat adab.
manusia sebagai makhluk beradab dan masyarakat adab.
Pelestarian dan Revitalisasi Seni Etnik Madura, Masih PerlukahSyaf Anton
Dalam transformasi budaya global yang kemudian mulai bersentuhan dalam tatanan kehidupan masyarakat Madura; infrastructure budaya yang bergerak melalui berbagai aktifitas masyarakat telah menjadi wilayah yang kurang menguntungkan bagi kepentingan seni tradisional
Program International Visitor Leadership Program (IVLP) telah dimulai sejak tahun 1940 dan dikembangkan sebagai wahana diplomasi melalui kegiatan pertukaran dan dialog. Melalui program ini pemerintah Amerika berupaya untuk membangun pemahaman bersama sekaligus memperkenalkan budaya Amerika kepada masyarakat global.
Khusus untuk program IVLP 2011*, pemerintah Amerika secara khusus mengembangkan tema “Social change trough the arts” dan mengundang sekitar 21 peserta dari 19 negara. Para peserta yang diundang adalah seniman, musisi, penulis, manajer dan para aktivis budaya yang mengembangkan kegiatan seni dan budaya untuk mendorong proses perubahan di negara masing-masing.
*Program IVLP 2011 diselenggarakan pada 19 Agustus s/d 12 September 2011.
Info: http://exchanges.state.gov/ivlp/ivlp.html
Merupakan penjabaran singkat mengenai keterkaitan sastra dan ilmu sosial khususnya Marxisme. Raymond Williams sebagai salah satu penganut marxism memberikan gambaran dan bayangan mengenai keterkaitan keduanya. khususnya dalam dunia modern dan dalam kemajuan sastra populer. sastra populer yang lebih memikirkan perihal keuntungan dan hasil dibandingkan dengan isi seperti penjabaran dari sastra adiluhung atau sastra serius.
manusia sebagai makhluk beradab dan masyarakat adab.Muhammad Idris
manusia sebagai makhluk beradab dan masyarakat adab.
manusia sebagai makhluk beradab dan masyarakat adab.
manusia sebagai makhluk beradab dan masyarakat adab.
manusia sebagai makhluk beradab dan masyarakat adab.
Pelestarian dan Revitalisasi Seni Etnik Madura, Masih PerlukahSyaf Anton
Dalam transformasi budaya global yang kemudian mulai bersentuhan dalam tatanan kehidupan masyarakat Madura; infrastructure budaya yang bergerak melalui berbagai aktifitas masyarakat telah menjadi wilayah yang kurang menguntungkan bagi kepentingan seni tradisional
Program International Visitor Leadership Program (IVLP) telah dimulai sejak tahun 1940 dan dikembangkan sebagai wahana diplomasi melalui kegiatan pertukaran dan dialog. Melalui program ini pemerintah Amerika berupaya untuk membangun pemahaman bersama sekaligus memperkenalkan budaya Amerika kepada masyarakat global.
Khusus untuk program IVLP 2011*, pemerintah Amerika secara khusus mengembangkan tema “Social change trough the arts” dan mengundang sekitar 21 peserta dari 19 negara. Para peserta yang diundang adalah seniman, musisi, penulis, manajer dan para aktivis budaya yang mengembangkan kegiatan seni dan budaya untuk mendorong proses perubahan di negara masing-masing.
*Program IVLP 2011 diselenggarakan pada 19 Agustus s/d 12 September 2011.
Info: http://exchanges.state.gov/ivlp/ivlp.html
Merupakan penjabaran singkat mengenai keterkaitan sastra dan ilmu sosial khususnya Marxisme. Raymond Williams sebagai salah satu penganut marxism memberikan gambaran dan bayangan mengenai keterkaitan keduanya. khususnya dalam dunia modern dan dalam kemajuan sastra populer. sastra populer yang lebih memikirkan perihal keuntungan dan hasil dibandingkan dengan isi seperti penjabaran dari sastra adiluhung atau sastra serius.
Artikel CTU554 PHYLOSOPHY AND CURRENT ISSUESapaiputih1107
Penulis ini membahas beberapa hal yang berkaitan dengan konsep
peradaban. Mula sekali diperlihatkan bagaimana istilah peradaban atau
tamadun telah digunakan secara berleluasa oleh beberapa penulis di
Malaysia, bercelaru dengan istilah budaya. Untuk dapat membezakan
Peradaban Melayu-Nusantara
[24]
istilah peradaban dari budaya, maka dihuraikan sejarah dua konsep ini.
Konsep peradaban bersumber dari kata civilisation dalam bahasa
Perancis, merujuk kepada pengertian civiliser (to civilize) dan civilisé
(civilized), lawan daripada pengertian barbarie (ganas) dan sauvage
(liar). Manakala kata budaya (culture) adalah bersumber dari kata kultur
dalam bahasa Jerman, yang ertinya kurang lebih sama dengan civilisation
dalam bahasa Perancis. Oleh itu, tidaklah menghairankan kalau seorang
sarjana antropologi Inggeris, E.B. Tylor, pada akhir tahun 1871, telah
mendefinisikan konsep civilization bergandingan dengan konsep culture.
Bagaimanapun, pada awal abad ke-20 konsep budaya dan peradaban
berkembang secara sendiri-sendiri, dengan erti yang berbeza-beza, dan
masing-masing menjadi konsep utama dari dua disiplin ilmu yang
berasingan. Konsep budaya menjadi konsep utama dalam ilmu
antropologi, manakala konsep peradaban menjadi konsep utama dalam
ilmu sejarah perbandingan. Dalam bagian selebihnya, makalah ini
memusatkan perhatian pada konsep peradaban. Beberapa definisi konsep
peradaban dari sarjana-sarjana sejarah dibincang, dan petunjuk-
petunjuknya akan digunakan sebagai kayu ukur dalam mengkaji
kehadiran dan kondisi peradaban Melayu-Nusantara.
Kata Kunci: Peradaban dan Tamadun, Budaya, Peradaban Melayu-
Nusantara.
1. Pengenalan
Diberitakan oleh TV-1 Malaysia, 3 Julai 2010 pukul 7 malam, bahawa
ahli arkeologi Malaysia telah menemukan satu situs “tamadun” yang
tertua Asia Tenggara, di Sungai Batu – Lembah Bujang – Kedah, yang
diduga dibina dalam tahun 110 Masehi. Situs itu berbentuk satu bangunan
yang terbuat daripada susunan batu bata yang direkat dengan getah
damar. Bangunan ini sangat simpel (sederhana), sama ada dari segi saiz
ataupun dari segi teknologi pembuatannya. Hampir tempat itu juga
ditemu sisa-sisa barang tembikar dan abu-arang tungku pembuatan
peralatan besi.
Hal yang menarik dari berita ini, bukanlah tentang pePenulis ini membahas beberapa hal yang berkaitan dengan konsep
peradaban. Mula sekali diperlihatkan bagaimana istilah peradaban atau
tamadun telah digunakan secara berleluasa oleh beberapa penulis di
Malaysia, bercelaru dengan istilah budaya. Untuk dapat membezakan
Peradaban Melayu-Nusantara
[24]
istilah peradaban dari budaya, maka dihuraikan sejarah dua konsep ini.
Konsep peradaban bersumber dari kata civilisation dalam bahasa
Perancis, merujuk kepada pengertian civiliser (to civilize) dan civilisé
(civilized), lawan daripada pengertian barbarie (ganas) dan sauvage
(liar). Manakala kata budaya (culture) adalah bersumber dari kata kultur
dalam bahasa Jerman, yang ertinya kurang lebih sama dengan civilisation
dalam bahasa Perancis. Oleh itu,
Nila88 Situs Slot Gacor RTP Winrate Tertinggi Mudah Maxwin TerfavoritNila88
Para pemeran games spekulasi online di tanah air eksklusifnya slot online tentunya dalam bermain games slot gacor favorite mereka mau bermain dengan bocoran RTP ataupun segusertag data perihal pola slot gacor yang sanggup menciptakan para pemeran merasakan jackpot kemenangan yang bermutu besar dan luar biasa jumlahnya. buat itu Nila88 tampak guna menanggapi kekacauan para pejuang maxwin guna sanggup merasakan kemenangan yang sebetulnya dalam mayapada spekulasi online.
Link Alternatif : https://heylink.me/Nila88_gacor/
Melodi99 Link Daftar Situs Judi Slot Gacor Sensasional Gampang MaxwinMelodi99
Dengan modal kecil, kamu ada kesempatan guna berhasil bertekuk rangkap di lokasi gambling Melodi99 gacor terpercaya 2024 Melodi99, salah satu gembong terbanyak di periode modern ini. Para penggila permainan slot yang lampau riang bermain slot bumi saat ini sanggup lagi merasakan keseruan games ini gara-gara lokasi-situs terbaik yang ada menerus menambahkan jumlah games dengan tema anyar selaku struktur kelanjutan yang disamai dengan bermunculannya situs website yang menerus perubahan memperkenalkan games dengan fitur lebih menarik.
Link Alternatif : https://heylink.me/Melodi99_pro/
Popi99 Link Daftar Judi Slot Gacor RTP Maxwin Tertinggi Hari Ini 2024Popi99
Popi99 selaku opsi pokok para penggila spekulasi slot, tampak selaku lokasi terkini serta terbaik yang menawarkan pengalaman bermain slot gacor hari ini yang tidak terbandingi. kerja sama dengan bervariasi provider slot online, tercantum yang setidaknya terkemuka, membuat games di lokasi ini amat menarik serta gampang buat dimenangkan. supremasi pokok saya terdapat pada koleksi games slot gacor dengan tingkatan RTP live paling tinggi di negeri, mendatangkan kesan bermain yang maksimum.
Link Alternatif : https://heylink.me/popi99/
Papilo99 Link Situs Judi Slot Online Server Thailand Terbaik Paling GacorPapilo99
Papilo99 yaitu tempat terbaik guna para pemeran yang mencari pengalaman bermain slot gacor yang asyik serta bermanfaat. Dengan koleksi game slot gacor dari server luar negri Thailand, saya menawarkan peluang untuk pemeran guna menikmati bermacam tipe game slot terbaik. Papilo99 pernah memperlihatkan dirinya selaku basis terpercaya untuk para penggemar slot gacor.
Link Alternatif : https://heylink.me/Papilo99.net/
Kodomo99 Daftar Situs Judi Slot Maxwin Server Thailand Hari Ini 2024Kodomo99
Kodomo99 merupakan salah satu dari 13 anjuran lokasi slot gacor maxwin serta slot gacor hari ini yang mengenakan server luar negeri serupa Kodomo99. Salah satu fitur menarik dari Kodomo99 merupakan pemakaian bahasa Thai dalam game serta antarmuka. Ini mempermudah player Kodomo99 guna bermain serta memahami peraturan game dengan lebih cakap. Kodomo99 serta kerap menunjukkan irama serta suara yang merepresentasikan komponen akal budi Thailand, menciptakan pengalaman bermain yang lebih mendalam.
Link Alternatif : https://heylink.me/kodomo99/
Kodomo99 Daftar Situs Judi Slot Maxwin Server Thailand Hari Ini 2024
PENCARIAN NILAI LOKAL DALAM SENI: RESISTENSI HEGEMONI ATAU KOMODITI EKONOMI?
1. PENCARIAN NILAI LOKAL DALAM DUNIA SENI:
RESISTENSI HEGEMONI ATAU KOMODITI EKONOMI?
Oleh: Satriana Didiek
07/261546/PMU/5096
Khazanah seni budaya bukan merupakan barang baru bagi
masyarakat dunia. Sejarah kebudayaan dunia telah memperlihatkan
begitu banyak warisan budaya masa lalu yang masih bertahan hingga kini.
Nilai-nilai budaya Yunani, Mesir, Romawi, Cina dan India misalnya - yang
telah menorehkan tinta emas dalam perkembangan kebudayaan dunia
sebagai kebudayaan yang berjaya di masa lalu masih memberikan
"pengaruh" kuat terhadap kehidupan masyarakat dunia.
Kebudayaan itu tumbuh dan berkembang dari tengah-tengah
masyarakat serta menjadi bagian kehidupan komunitas dan terus
bertahan hingga kini sebagai identitas jati diri bangsa. Mitologi, patung-
patung, dan arsitektur bergaya klasik Yunani masih terus digemari
apresiasi tinggi terhadap warisan budaya masa lalu dan kerinduan akan
nilai-nilai kehidupan yang melatari munculnya kebudayaan itu.
Namun, selama berpuluh-puluh dekade ketika budaya global yang
dipelopori AS melanda masyarakat dunia dan mengkristal sebagai budaya
populer, terjadi pergeseran dan perubahan besar dalam kehidupan
budaya masyarakat dunia. Masyarakat dunia lebih gandrung dengan film-
film Hollywood dibandingkan kesenian tradisional, tampil dalam gaya pop
Amerika, menggemari Coca Cola, dan bercelana Levi's. Budaya AS
menjadi kiblat budaya masyarakat dunia.
Persoalannya kemudian adalah globalisasi yang diusung oleh barat
sering kali disajikan sebagai kedok untuk merampas nilai-nilai budaya dan
mengklaim seni di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.
Mereka berusaha memaksa masyarakat dunia untuk menerima nilai-nilai
1
2. Barat secara mutlak. Apabila tidak segera diantisipasi, hal ini sangat
berbahaya dan jika terus berkelanjutan, proses ini akan menyebabkan
hegemoni Barat dan Amerika terhadap negara-negara lain.
Globalisasi dalam bentuk yang alami akan meninggikan berbagai
budaya dan nilai-nilai budaya karena setiap etnis yang ada akan berusaha
menyesuaikan. Tetapi, dalam proses ini negara-negara -khususnya di
negara berkembang dimana perekonomian belum mapan – harus
berupaya memperkokoh dimensi budaya mereka dan memelihara struktur
nilai-nilainya agar tidak dieliminasi oleh budaya asing.
Kalau merujuk teori Gramsci, hal tersebut merupakan usaha
hegemoni barat terhadap non barat, seperti yang dikutip Dominic Strinati
dari Simon Ransome (1992).
Gramsci menggunakan konsep hegemoni untuk menerangkan
berbagai macam cara kontrol sosial bagi kelompok sosial yang
dominan. Dia membedakan antara pengendalian koersif yang
diwujudkan melalui kekuatan langsung atau ancaman kekuatan,
dengan pengendalian konsensual yang muncul ketika individu-
individu ”secara sengaja” atau ”secara sukarela”
mengasimilasikan pandangan dunia atau hegemoni kelompok
dominan tersebut; sebuah asimilasi yang memungkinkan
kelompok itu untuk bersifat hegemonik. (Ransome, 1992;150).
Beruntunglah di tengah-tengah gelombang dahsyat itu muncul
kesadaran untuk kembali menemukan akar budaya sendiri. Misalnya
kebudayaan Asia yang telah memiliki fondasi yang cukup mantap, yaitu
suatu bentuk kehidupan yang mengacu pada nilai-nilai yang merefleksikan
harmonisasi hubungan antar manusia, antara manusia dengan alam
sekitarnya, serta antara manusia dengan Tuhan. Di tengah-tengah arus
globalisasi yang sukar sekali dihadang, muncullah kecenderungan untuk
menemukan kembali Asian Heritage, sebagai pola pengakuan jati diri dan
refleksi identitas pribadi bangsa Asia sendiri., termasuk salah satunya
adalah Indonesia.
Dalam konteks budaya, globalisasi seperti sekarang ini, negara
2
3. ketiga seperti Indonesia juga terkena imbasnya (terhegemoni oleh budaya
barat). Indonesia yang multi-etnis, ketika berhadapan dengan globalisasi
dan hegemoni budaya barat, persoalannya menjadi begitu sangat
kompleks, sehingga kalau ditanya strategi budaya yang bagaimana yang
tepat dilakukan untuk membuat satu counter budaya barat ini, juga perlu
pemikiran yang panjang pula.
Kalau hegemoni hanya dipandang sebagai budaya (masalah
produksi material, reproduksi, dan konsumsi)., maka secara material ia
adalah produk dari agen yang sadar dan bisa dilawan oleh alternatif
sebuah aksi counter-hegemony (Antariksa, 2005). Tetapi ketika hegemoni
dipandang sebagai struktur ideologi (masalah penafsiran tekstual) maka,
ia akan menentukan subjektivitas dari subjek dengan cara-cara yang
secara radikal mengurangi kemungkinan sebuah aksi counter-hegemony.
Di sini susahnya, ketika budaya barat mampu menafsirkan tektual
kebudayaannya dan melegitimasi kebudayaan ini lebih unggul dari
kebudayaan lokal maka kebudayaan lokal tidak mampu berbuat apa-apa,
apalagi produksi material dan reproduksi mereka kuasai (dengan
kapitalnya), membuat masyarakat dari dunia ketiga hanya sebagai
konsumennya saja.
Indonesia mempunyai keragaman etnis yang luar biasa banyaknya,
apalagi didorong oleh sistem pembangunan yang tidak merata semasa
Orba membuat karakter masyarakat Indonesia juga beragam (tradisi,
modern dan informasi), hal ini mengakibatkan prilaku dan perhatian
mereka terhadap globalisasi khususnya hegemoni budaya juga berbeda-
beda. Sebagai contoh; masyarakat perkotaan yang mampu membuat
kebudayaannya sendiri (urban) pasti tidak masalah/ tidak sadar dengan
adanya hegemoni budaya tersebut (bahkan mereka tanpa sadar telah
menjadi agen perubahan budaya ini).
Memang yang memikirkan hegemoni ini kebanyakan kaum
akademisi, seniman dan budayawan. Tetapi dalam konteks strategi
3
4. budaya ini juga berbeda-beda perlakuannya. Kaum akademisi mungkin
mempunyai teori-teori yang bagus tentang counter budaya ini, tetapi
kebanyakan utopis dan tidak aplikatif, hal ini disebabkan adanya jarak
pemahaman antara akademisi dengan masyarakat di luar kampus. Kasus
seniman dan budayawan juga sama, karena perkembangan seni dan
budaya di Indonesia ini tidak berjalan lurus dengan pemahaman
masyarakatnya.
Sehingga, strategi apapun yang dibuat seniman dan budayawan
tidak akan jalan. Pertama, karena bisa jadi masyarakat merasa tidak
terhegemoni, kedua masyarakat sudah terlanjur percaya dengan cap
kaum kapitalis barat yang memproduksi budaya massa bahwa seni tradisi
itu kolot, kuno dan ketinggalan jaman, ketiga seniman dan budayawan
sendiri gagal dalam mendialogkan gagasan mereka.
Apalagi di dalam konteks seni rupa, hegemoni itu sudah sangat
terasa sekali, hal ini dengan posisi seni rupa ”asli” Indonesia (Kriya) yang
dalam perjalanannya telah dihegemoni oleh politik kebudayaan barat
dengan menyamakan Kriya ini dengan ”Craft” atau barang kerajinan.
Hal ini tak lepas dari pengadaptasian yang serampangan karena
tidak memahami paradigma dan wacana asli dari barat. Konstruksi
sejarah, teori dan wacana seni rupa modern barat yang solid (karena telah
dibangun sejak abad ke 17) sedikit banyak telah menimbulkan adanya
hierarki dan membentuk trinitas fine art-design-craft.
Dari tiga bentuk trinitas di atas batas yang cukup jelas dari
ketiganya adalah design yang kemudian di dalam bahasa Indonesia
menjadi desain. Dalam prakteknya desain masuk ke dalam apllied art atau
seni terap sedangkan batasan fine art (seni murni) dan kria (craft) masih
sangat rancu.
Kriya sendiri menurut Anusapati berasal dari bahasa Jawa lama
yang berarti pekerjaan. “…digunakan pada awalnya untuk
menggantikan kata “kerajinan” yang pengertiannya semakin meluas
dan rancu. Untuk membedakannya dengan aktivitas yang tidak ada
hubungannya sama sekali dengan keindahan seperti “kerajinan
tahu tempe”, maka digunakanlah istilah “kriya” untuk hal-hal yang
4
5. berhubungan dengan pembuatan barang-barang seni dengan
keterampilan tinggi seperti batik, keramik, ukiran kayu dsb.”
(Anusapati, 2005)
Jadi dengan kata lain, seni rupa tradisi nusantara yang asli
Indonesia ini, oleh para praktisi seni rupa barat dianggap tidak ada, dan
hanya dipandang sebagai sebuah hasil kerajinan saja. Mereka
mengingkari bahwa dalam kriya nusantara, di samping bentuk visual yang
artistik maupun estetik juga mengandung filosofi dan makna yang dalam.
Seni Populer Vs Seni Tinggi
Khusus untuk kasus yang kedua (berkaitan dengan budaya
populer-massa), sebetulnya dalam masyarakat baratpun budaya ini juga
menjadi satu persoalan yang terus diperdebatkan.
Sampai saat ini kaum konservatif dan neokonservatif terus
menyerang kebudayaan populer, namun anehnya kekuatan budaya
populer semakin kuat dengan begitu besar pengaruhnya kepada
miliaran manusia. Dan anehnya pula kebudayaan populer lebih
banyak berpengaruh pada kelompok orang muda dan menjadi
pusat ideologi masyarakat dan kebudayaan, padahal budaya
populer terus menjadi kontradiksi dan perdebatan (Ben Agger,
1992;28)
Di satu sisi budaya juga memiliki nilai yang menbedakan satu
budaya dengan yang lainnya. Budaya yang memiliki nilai tinggi dibedakan
dengan budaya yang memiliki nilai di bawahnya. Di sini, seni populer yang
menjadi salah satu unsur pembentuk budaya populer oleh sebagian
intelektual modern barat dianggap lebih rendah dibandingkan dengan seni
yang ”serius”. Seni populer dianggap tidak punya kedalaman makna dan
hanya mengejar kesenangan sesaat;
Kelemahan dari seni populer tidak semata-mata berasal dari
kenyataan bahwa ia adalah penghibur, membuat tertawa dan
menghibur hati. Seni diproduksi dan mempresentasikan sebuah
nilai hanya ketika ada kebutuhan untuk itu, tetapi ia kehilangan
maknanya ketika dia diciptakan semata-mata untuk menciptakan
sebuah kebutuhan atau untuk menambahnya. (Hausser; 581)
5
6. Sedangkan dalam konteks Indonesia, seni popular selalu dikaitkan
dengan seni luhur yang adi luhung atau seni keraton. Seni populer
dianggap sebagai hantu atau virus yang bisa merusak tatanan nilai serta
sendi-sendi kehidupan masyarakat Indonesia. Seni populer beserta
’perangkat media massa’ seperti pasar rakyat, film, buku, televisi, dan
jurnalistik akan menuntun perkembangan budaya pada ’erosi nilai
budaya’.
Fakta bahwa seni populer sebagai lawan dari fleksibilitas seni yang
luhur, terikat kaku terhadap aturan-aturan, standar-standar tentang
apa yang nampaknya menjadi rahasia best seller, hits, dan sangat
sukses (smashes), adalah satu dari karakteristik- karakteristik yang
paling menonjol dari bentuk seni ini. Seni populer tidak dapat
dimusnahkan begitu saja dengan alasan bahwa ia jelas-jelas tidak
mengandung unsur kebaikan, tetapi menunjukkan lebih kurang
sebagai produk yang memuaskan. (Hausser;585)
Globalisasi dan Seni
Pergeseran budaya yang terjadi dalam berbagai aspek kehidupan
manusia, berdampak pada perubahan-perubahan cara pandang dan pola
pikirnya dalam mensikapi dinamika tersebut sesuai dengan harapan yang
diinginkan. Arus globalisasi yang mendera dunia mengakibatkan semakin
tipisnya sekat-sekat budaya lokal yang linier dan lamban, seakan terkikis
dengan arus gelombang perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan
dengan lompatan-lompatan yang sangat progresif.
Teknologi dan transformasi budaya global menimbulkan/
mengakibatkan berbagai permasalahan-permasalahan yang rumit dan
kadang sulit dalam pencarian solusinya, ciri budaya dengan berbagai hasil
produk budayanya sebagai suatu unikum identitas suatu bangsa yang
khas semakin tergeser dan untuk itu perlu disikapi dengan kreatif dan
positif agar eksistensinya terjaga.
Dinamika yang terjadi dewasa ini berdampak pula dalam
kompleksitas kehidupan masyarakat, termasuk di dalamnya pada bidang
kesenian secara umum dan seni rupa pada khususnya. Kondisi demikian
di satu sisi menumbuhkan sikap agresif dan positif dan sekaligus pada sisi
6
7. yang lain mengakibatkan sikap negatif/ pesimistik. Dualisme tersebut
tentunya tergantung dari bagaimana mensikapi dan mengartikulasikannya
pengaruh dan pergeseran budaya yang telah berlangsung dewasa ini.
Di dalam dunia penciptaan karya seni, perubahan-perubahan
tersebut telah banyak menghasilkan faktor-faktor obyektif yang banyak
mempengaruhi dalam proses penciptaan seni; artinya semakin
terbentangnya pilihan-pilihan ide maupun konsep-konsep dengan
berbagai konsekwensinya. Seniman sebagai pencipta karya seni bisa saja
larut dalam kecenderungan yang telah menjadi wacana umum yang
bersifat global, maupun tetap bertahan pada konsep dan bentuk-bentuk
yang telah diyakininya; hal demikian semua tetap sah adanya, dan
memberi arti bagi kehidupan kesenian dan masyarakat secara umum.
Kehadiran karya seni sebagai hasil dari kelompok maupun
individual merupakan bentuk pemenuhan kebutuhan dalam
menuangkan ide atau gagasan nilai-nilai dalam kehidupan, baik
nilai etis, estetis, sosial, religius, ekonomis, dan yang lainnya; hal
itu menunjukkan bahwa manusia dan seni sebagai sesuatu yang
selalu beriringan. Perkembangan tingkat kebudayaan akan
tercermin pula dalam keaneka ragaman bentuk dan jenis karya seni
yang dihasilkannya, sebagai refleksi dari sistem nilai, tradisi,
sumberdaya lingkungan , kebutuhan hidup dan prilaku dimana
kesenian itu hidup. (Tjetjep Rohendi Rohidi, 2000; 196)
Oleh karena itu, pencarian identitas jatidiri bangsa perlu tarikan
benang emas yang mampu menghubungkan antara sikap konservatif dan
progessif. Sikap konservatif punya kecenderungan untuk melestarikan
akar budaya tradisi yang telah mapan dan berakar di bumi pertiwi ini,
sedang sikap progressif berwawasan untuk masa datang dan menuntut
kreativitas pembaruan (modernisme).
Keduanya mempunyai pijakan dan capaian hasil yang berbeda;
sikap konservatif menghasilkan produk budaya yang berpijak masa lalu
yang membuahkan bentuk-bentuk nostalgia adiluhung, sedang sikap
progressif yang mendambakan kreatifitas menghasilkan produk budaya
yang berpijak pada masa kini yang membuahkan bentuk alternatif yang
7
8. bersifat eksperimental. Dari kasus tersebut, menurut Dharsono (2000)
dalam konteks seni rupa sekarang hal itu dapat di bagi menjadi tiga
konsep besar yaitu;
Konsep seni revitalisasi: Seni lukis secara konseptual mencoba
mengangkat bentuk seni tradisi secara vital untuk menuangkan ide
garapnya. Seni lukis wayang dalam konsep revitalisasi garap
merupakan bentuk seni lukis dengan memanfaatkan wayang
sebagai obyek pelukisannya secara vital. Artinya pemanfaatan
wayang sebagai sosok maupun cerita pewayangannya, secara
transparan terlukiskan kembali. Wawasan seniman dalam hal ini
dilatar belakangi misi pengembangan seni tradisi secara
konservatif.
Konsep seni reinterpretasi: Seni lukis secara konseptual mencoba
menafsirkan kembali bentuk-bentuk seni tradisi, sesuai dengan
teknik dan gaya pelukisan secara individuil dalam mengungkapkan
idenya. Seni lukis wayang dalam konsep reinterpretasi, mencari
berbagai alternatif bentuk seni lukis hasil re-interpretasi studi
wayang tradisi. Artinya Seni lukis tersebut merupakan hasil proses
pengolahan seniman dalam menafsirkan kembali bentuk atau
wujud wayang, kemudian ia terjemahkan ke dalam media
ungkapnya. Wawasan seniman dilatar belakangi oleh dua gagasan
antara konservatif dan progresif.
Konsepsi modern dengan sentuan tradisi, secara konseptual
merupakan satu bentuk seni lukis yang mendambakan ungkapan
perasaan secara murni. Konsep ini secara murni melukiskan
sesuatu sesuai dengan teknik, corak dan pemilihan media sesuai
dengan misi pribadinya. Pemanfaatan unsur dan sosok wayang
bukan lagi sebagai salah satu sarana ungkap, ataupun sumber
inspirasi, tetapi sebagai rangsang cipta. Sehingga hadirnya sosok
atau unsur wayang bukan sebagai bentuk pelukisan kembali,
namun lebih sebagai unsur-unsur atau elemen dasar penyusunan.
Wawasan seniman modern dilatar belakang oleh gagasan
progresif. Karya Proses penciptaan dalam kaitan ini lebih
mengutamakan kreativitas, sedang usaha pemaknaan ditentukan
oleh pematangan teknis; kejelian, kemahiran dan keputusan
menentukan unsur desain, sehingga mampu memberikan jabaran
secara tekstual yang penuh dengan tafsir. Seni lukis secara
hermenuetik menekankan pada komposisi unsur-unsur rupa yang
mampu menawarkan berbagai tafsir. (Dharsono, 2000)
Dengan konsepsi besar seperti di atas, para praktisi seni rupa
Indonesia akhirnya banyak yang mampu bersaing dengan perupa lain di
dunia seni rupa profesional dunia. Karya-karya mereka sudah masuk ke
8
9. galeri-galeri serta balai lelang di manca negara seperti Singapura dan
Belanda. Sedangkan para perupa yang memilih jalur “pasar” wacana,
banyak yang ikut program residen (program yang dibuat oleh institusi seni
dengan mengundang beberapa artis dari negara lain untuk tinggal
beberapa bulan di negaranya untuk sharing gagasan dan pengalaman)
dan mengikuti beberapa event akbar seni rupa di dunia (Biennale,
Trienalle dll).
Selain itu, terjadi juga perluasan aktivitas dalam performing arts.
Kelompok musik, teater serta tari dari Indonesia semakin mencuat dengan
cerita-cerita mutakhir dan penampilan yang memukau. Kiprah mereka
bukan hanya berlangsung di kandang sendiri, melainkan melanglang ke
berbagai negara, misalnya; Padepokan Tari Bagong Kussudiardjo dari
Yogyakarta dan Sardono W Kusuma (tari-Solo), Rahayu Supanggan dan I
Wayan Sadre (musik-Solo). Keberangkatan mereka selalu diikuti para
pengamat dan penikmat seni budaya secara seksama.
Perkembangan terjadi pula dalam bidang kesusastraan. Di samping
tetap mempertahankan nilai dan esensi karya-karya klasik, para
pengarang Indonesia bertindak inovatif dengan tidak bertumpu pada
bentuk stereotip karya sastra lama yang cenderung berfokus pada
mitologi yang terstruktur kaku, alur cerita yang mudah ditebak dan happy
ending.
Sekarang banyak dihadirkan cerita-cerita global, dengan cara
pengungkapan yang lebih bebas dengan struktur yang open ending. Telah
terjadi akulturasi antara beberapa kebudayaan, yang selanjutnya diterima
sebagai budaya global. Keterkaitan budaya seperti ini, tidak perlu ditakuti
seperti terjadi pada banyak pihak sebagai sumber konflik, melainkan
kenyataannya justru menghadirkan perubahan kreatif yang dapat diterima
khalayak luas.
Resistensi atau Komoditi
Di sisi yang lain, seniman dan budayawan sebetulnya di dalam
9
10. praktik budaya kontemporer seperti sekarang ini juga sudah bergeser nilai
dan fungsinya. Ketika seniman dan budayawan dalam masyarakat tradisi
berfungsi sebagai penutur nilai-nilai luhur kearifan lokal (misal; dhalang),
dalam masyarakat sekarang mereka telah menarik diri dari fungsi-fungsi
sosialnya, mereka hanya mementingkan ekspresi dan kepentingan
ekonomi individu semata, inilah yang akhirnya seni budaya itu berjarak
dengan masyarakatnya.
Sebagai contoh, konsep revitalisasi, konservasi, restorasi atau
yang lebih agak jauh lagi menggali nilai-nilai kearifan lokal dengan
mencoba me-reinterpretasikanya, masyarakat juga tidak ambil peduli.
Akhirnya kesadaran yang dimiliki oleh seniman atau budayawan tersebut
hanya dimiliki oleh mereka sendiri.
Belum lagi estetika yang berkembang di tengah masyarakat
bukan estetika ekspresi seni seperti yang diperjuangkan seniman dan
budayawan tetapi justru estetika industri seni. Berbicara industri seni tentu
saja tak bisa lepas dengan seni populer, dan sesuai dengan prinsip-
prinsip yang diterima secara umum tentang kritisme seni modern, seni
populer berhutang ketuntasannya dan selalu mengembangkan audiens
(pendengarnya) untuk menangani demokrasi, relaksasi tentang privilege
yang bersifat pendidikan, pencapaian output ekonomis, dan kompetisi di
dalam area seni, serta prospek yang selalu meningkat tentang partisipasi
secara aktif atau pasif dalam proses perdagangan spiritual. Karakter yang
menonjol dari karya sebagai barang - adalah signifikan dari semua
produksi artistik pada masa industri komersial.
Paling mungkin gerakan kebudayaan ini tidak dalam area yang luas
seperti memikirkan strategi kebudayaan, tetapi justru pada wilayah-
wilayah yang kecil seperti konsep yang dianut oleh beberapa seniman
yaitu kesadaran penciptaan deferensiasi pada karya-karyanya (baik yang
estetika ekspresi seni maupun estetika industri seni).
10
11. Dengan seni modern yang disentuh oleh budaya tradisi, sedikit
demi sedikit diharapkan akan mampu membuat masyarakat mengenali
kembali kebudayaannya. Sisi positif yang lain, adanya resistensi yang
muncul secara alamiah, ketika masyarakat sudah mulai jenuh atau
merasa bahwa hegemoni budaya ini sudah demikian kuat mencengkeram
maka akan timbul secara alamiah sebuah usaha perlawanan (resistensi)
terhadap budaya pendatang ini.
Mungkin bagi masyarakat umum, secara murni resistensi itu akan
muncul dengan derajat penolakan sesuai dengan latar belakang mereka
masing-masing, yang suatu ketika tanpa sadar akan terhegemoni kembali
oleh bentuk atau praktik-praktik baru yang diciptakan oleh kaum kapitalis
barat dalam globalisasi. Sedangkan dalam praktik dunia seni, kesadaran
itu mungkin menjadi satu resistensi tetapi peluang terbesar justru menjadi
satu komoditi ekonomi.
Hal ini terkait dengan sifat dan karater budaya populer-massa yang
dibawa oleh arus globalisasi sebagai satu keping uang logam dengan dua
sisi yang berbeda tetapi satu kesatuan.
Budaya massa sangat berhubungan dengan budaya popular
sebagai sumber budaya massa. Bahkan secara tegas dikatakan
bahwa, bukan populer kalau bukan budaya massa, artinya budaya
tradisional juga dapat menjadi populer apabila menjadi budaya
massa. Contohnya adalah Srimulat, Ludruk, Ketoprak maupun
Campursari. Pada mulanya kesenian tradisional ini berkembang di
masyarakat tradisional dengan karakter-karakter tradisional, namun
ketika kesenian ini dikemas di media massa, maka sentuhan-
sentuhan populer mendominasi seluruh kesenian tradisional itu,
baik cerita, kostum, latar, dan sebagainya tidak lagi menjadi
konsumsi masyarakat pedesaan namun secara massal menjadi
konsumsi semua lapisan masyarakat di pedesaan dan perkotaan.
(Burhan Bungin, 2006;77-78)
Seni populer dengan spirit post modernnya sangat memberi ruang
bagi nilai-nilai lokal (hal ini terkait dengan hilangnya titik pusat yang dianut
oleh kaum modernis). Di mana kebenaran sudah tidak lagi ”universe”
(tunggal) milik barat tetapi “multiverse” milik setiap komunitas atau
11
12. kelompok pada ekosistem atau wilayah tertentu. Sedangkan seni massa,
betul-betul politik ekonomi kapitalis barat yang ingin semua merujuk dan
mengaju pada nilai-nilai estetika, ekonomi, sosial dan budaya barat.
Sehingga dalam budaya massa, yang paling berpengaruh adalah kaum
kapital (pemodal) sedangkan pihak lainnya (massa) dimanapun mereka
berada adalah objeknya. Sedangkan seniman atau budayawan, bisa jadi
menjadi agen produksi atau distribusinya.
Dengan pencarian nila-nilai lokal dalam praktik kekaryaannya, di
satu sisi bisa menjadi satu bentuk resistensi, tetapi di sisi yang lain bisa
jadi sebuah komoditi. Dengan kesadaran pada pentingnya personality
style (gaya individu yang unik), karya seni bisa menjadi satu karya yang
berbeda dengan yang lain. Ketika sebuah karya seni begitu berbeda pasti
banyak orang yang akan tetarik untuk mencoba dan mencicipinya.
12
13. DAFTAR PUSTAKA
Antariksa, Raymond Williams, dalam http://www.kunci.or.id/esai/nws /
0607/williams.htm
Anusapati, Kriya Kontemporer Yogyakarta, Majalah Seni Rupa Dua
Bulanan, Visual Art, edisi Februari/Maret 2005
Audifax, Resistensi Gaya Hidup: Teori dan Realitas, Bandung, Jalasutra,
2006
Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi, Jakarta, Kencana, 2006
Dharsono, Seni Lukis Indonesia; Sebuah Catatan Perjalanan dan
Konsepsi Alternatif, dalam Jurnal Seni Rupa dan Desain , Volume
1.1, STISI, Bandung, Agustus, 2000
Featherstone, Mike, Posmodernisme dan Budaya Konsumen,
Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2005
Hauser, Arnold, Sosiology of Art, University of Chicago Press, London,
1973
Harry WS, Pengantar Hegemoni, dalam http://synaps.wordpress.
com/2005/12/01/pengantar-hegemoni/
Strinati, Dominic, Popular Culture; Pengantar Menuju Budaya Populer,
Yogyakarta, Bentang, 1995
13