SlideShare a Scribd company logo
PENCARIAN NILAI LOKAL DALAM DUNIA SENI:
RESISTENSI HEGEMONI ATAU KOMODITI EKONOMI?
Oleh: Satriana Didiek
07/261546/PMU/5096
Khazanah seni budaya bukan merupakan barang baru bagi
masyarakat dunia. Sejarah kebudayaan dunia telah memperlihatkan
begitu banyak warisan budaya masa lalu yang masih bertahan hingga kini.
Nilai-nilai budaya Yunani, Mesir, Romawi, Cina dan India misalnya - yang
telah menorehkan tinta emas dalam perkembangan kebudayaan dunia
sebagai kebudayaan yang berjaya di masa lalu masih memberikan
"pengaruh" kuat terhadap kehidupan masyarakat dunia.
Kebudayaan itu tumbuh dan berkembang dari tengah-tengah
masyarakat serta menjadi bagian kehidupan komunitas dan terus
bertahan hingga kini sebagai identitas jati diri bangsa. Mitologi, patung-
patung, dan arsitektur bergaya klasik Yunani masih terus digemari
apresiasi tinggi terhadap warisan budaya masa lalu dan kerinduan akan
nilai-nilai kehidupan yang melatari munculnya kebudayaan itu.
Namun, selama berpuluh-puluh dekade ketika budaya global yang
dipelopori AS melanda masyarakat dunia dan mengkristal sebagai budaya
populer, terjadi pergeseran dan perubahan besar dalam kehidupan
budaya masyarakat dunia. Masyarakat dunia lebih gandrung dengan film-
film Hollywood dibandingkan kesenian tradisional, tampil dalam gaya pop
Amerika, menggemari Coca Cola, dan bercelana Levi's. Budaya AS
menjadi kiblat budaya masyarakat dunia.
Persoalannya kemudian adalah globalisasi yang diusung oleh barat
sering kali disajikan sebagai kedok untuk merampas nilai-nilai budaya dan
mengklaim seni di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.
Mereka berusaha memaksa masyarakat dunia untuk menerima nilai-nilai
1
Barat secara mutlak. Apabila tidak segera diantisipasi, hal ini sangat
berbahaya dan jika terus berkelanjutan, proses ini akan menyebabkan
hegemoni Barat dan Amerika terhadap negara-negara lain.
Globalisasi dalam bentuk yang alami akan meninggikan berbagai
budaya dan nilai-nilai budaya karena setiap etnis yang ada akan berusaha
menyesuaikan. Tetapi, dalam proses ini negara-negara -khususnya di
negara berkembang dimana perekonomian belum mapan – harus
berupaya memperkokoh dimensi budaya mereka dan memelihara struktur
nilai-nilainya agar tidak dieliminasi oleh budaya asing.
Kalau merujuk teori Gramsci, hal tersebut merupakan usaha
hegemoni barat terhadap non barat, seperti yang dikutip Dominic Strinati
dari Simon Ransome (1992).
Gramsci menggunakan konsep hegemoni untuk menerangkan
berbagai macam cara kontrol sosial bagi kelompok sosial yang
dominan. Dia membedakan antara pengendalian koersif yang
diwujudkan melalui kekuatan langsung atau ancaman kekuatan,
dengan pengendalian konsensual yang muncul ketika individu-
individu ”secara sengaja” atau ”secara sukarela”
mengasimilasikan pandangan dunia atau hegemoni kelompok
dominan tersebut; sebuah asimilasi yang memungkinkan
kelompok itu untuk bersifat hegemonik. (Ransome, 1992;150).
Beruntunglah di tengah-tengah gelombang dahsyat itu muncul
kesadaran untuk kembali menemukan akar budaya sendiri. Misalnya
kebudayaan Asia yang telah memiliki fondasi yang cukup mantap, yaitu
suatu bentuk kehidupan yang mengacu pada nilai-nilai yang merefleksikan
harmonisasi hubungan antar manusia, antara manusia dengan alam
sekitarnya, serta antara manusia dengan Tuhan. Di tengah-tengah arus
globalisasi yang sukar sekali dihadang, muncullah kecenderungan untuk
menemukan kembali Asian Heritage, sebagai pola pengakuan jati diri dan
refleksi identitas pribadi bangsa Asia sendiri., termasuk salah satunya
adalah Indonesia.
Dalam konteks budaya, globalisasi seperti sekarang ini, negara
2
ketiga seperti Indonesia juga terkena imbasnya (terhegemoni oleh budaya
barat). Indonesia yang multi-etnis, ketika berhadapan dengan globalisasi
dan hegemoni budaya barat, persoalannya menjadi begitu sangat
kompleks, sehingga kalau ditanya strategi budaya yang bagaimana yang
tepat dilakukan untuk membuat satu counter budaya barat ini, juga perlu
pemikiran yang panjang pula.
Kalau hegemoni hanya dipandang sebagai budaya (masalah
produksi material, reproduksi, dan konsumsi)., maka secara material ia
adalah produk dari agen yang sadar dan bisa dilawan oleh alternatif
sebuah aksi counter-hegemony (Antariksa, 2005). Tetapi ketika hegemoni
dipandang sebagai struktur ideologi (masalah penafsiran tekstual) maka,
ia akan menentukan subjektivitas dari subjek dengan cara-cara yang
secara radikal mengurangi kemungkinan sebuah aksi counter-hegemony.
Di sini susahnya, ketika budaya barat mampu menafsirkan tektual
kebudayaannya dan melegitimasi kebudayaan ini lebih unggul dari
kebudayaan lokal maka kebudayaan lokal tidak mampu berbuat apa-apa,
apalagi produksi material dan reproduksi mereka kuasai (dengan
kapitalnya), membuat masyarakat dari dunia ketiga hanya sebagai
konsumennya saja.
Indonesia mempunyai keragaman etnis yang luar biasa banyaknya,
apalagi didorong oleh sistem pembangunan yang tidak merata semasa
Orba membuat karakter masyarakat Indonesia juga beragam (tradisi,
modern dan informasi), hal ini mengakibatkan prilaku dan perhatian
mereka terhadap globalisasi khususnya hegemoni budaya juga berbeda-
beda. Sebagai contoh; masyarakat perkotaan yang mampu membuat
kebudayaannya sendiri (urban) pasti tidak masalah/ tidak sadar dengan
adanya hegemoni budaya tersebut (bahkan mereka tanpa sadar telah
menjadi agen perubahan budaya ini).
Memang yang memikirkan hegemoni ini kebanyakan kaum
akademisi, seniman dan budayawan. Tetapi dalam konteks strategi
3
budaya ini juga berbeda-beda perlakuannya. Kaum akademisi mungkin
mempunyai teori-teori yang bagus tentang counter budaya ini, tetapi
kebanyakan utopis dan tidak aplikatif, hal ini disebabkan adanya jarak
pemahaman antara akademisi dengan masyarakat di luar kampus. Kasus
seniman dan budayawan juga sama, karena perkembangan seni dan
budaya di Indonesia ini tidak berjalan lurus dengan pemahaman
masyarakatnya.
Sehingga, strategi apapun yang dibuat seniman dan budayawan
tidak akan jalan. Pertama, karena bisa jadi masyarakat merasa tidak
terhegemoni, kedua masyarakat sudah terlanjur percaya dengan cap
kaum kapitalis barat yang memproduksi budaya massa bahwa seni tradisi
itu kolot, kuno dan ketinggalan jaman, ketiga seniman dan budayawan
sendiri gagal dalam mendialogkan gagasan mereka.
Apalagi di dalam konteks seni rupa, hegemoni itu sudah sangat
terasa sekali, hal ini dengan posisi seni rupa ”asli” Indonesia (Kriya) yang
dalam perjalanannya telah dihegemoni oleh politik kebudayaan barat
dengan menyamakan Kriya ini dengan ”Craft” atau barang kerajinan.
Hal ini tak lepas dari pengadaptasian yang serampangan karena
tidak memahami paradigma dan wacana asli dari barat. Konstruksi
sejarah, teori dan wacana seni rupa modern barat yang solid (karena telah
dibangun sejak abad ke 17) sedikit banyak telah menimbulkan adanya
hierarki dan membentuk trinitas fine art-design-craft.
Dari tiga bentuk trinitas di atas batas yang cukup jelas dari
ketiganya adalah design yang kemudian di dalam bahasa Indonesia
menjadi desain. Dalam prakteknya desain masuk ke dalam apllied art atau
seni terap sedangkan batasan fine art (seni murni) dan kria (craft) masih
sangat rancu.
Kriya sendiri menurut Anusapati berasal dari bahasa Jawa lama
yang berarti pekerjaan. “…digunakan pada awalnya untuk
menggantikan kata “kerajinan” yang pengertiannya semakin meluas
dan rancu. Untuk membedakannya dengan aktivitas yang tidak ada
hubungannya sama sekali dengan keindahan seperti “kerajinan
tahu tempe”, maka digunakanlah istilah “kriya” untuk hal-hal yang
4
berhubungan dengan pembuatan barang-barang seni dengan
keterampilan tinggi seperti batik, keramik, ukiran kayu dsb.”
(Anusapati, 2005)
Jadi dengan kata lain, seni rupa tradisi nusantara yang asli
Indonesia ini, oleh para praktisi seni rupa barat dianggap tidak ada, dan
hanya dipandang sebagai sebuah hasil kerajinan saja. Mereka
mengingkari bahwa dalam kriya nusantara, di samping bentuk visual yang
artistik maupun estetik juga mengandung filosofi dan makna yang dalam.
Seni Populer Vs Seni Tinggi
Khusus untuk kasus yang kedua (berkaitan dengan budaya
populer-massa), sebetulnya dalam masyarakat baratpun budaya ini juga
menjadi satu persoalan yang terus diperdebatkan.
Sampai saat ini kaum konservatif dan neokonservatif terus
menyerang kebudayaan populer, namun anehnya kekuatan budaya
populer semakin kuat dengan begitu besar pengaruhnya kepada
miliaran manusia. Dan anehnya pula kebudayaan populer lebih
banyak berpengaruh pada kelompok orang muda dan menjadi
pusat ideologi masyarakat dan kebudayaan, padahal budaya
populer terus menjadi kontradiksi dan perdebatan (Ben Agger,
1992;28)
Di satu sisi budaya juga memiliki nilai yang menbedakan satu
budaya dengan yang lainnya. Budaya yang memiliki nilai tinggi dibedakan
dengan budaya yang memiliki nilai di bawahnya. Di sini, seni populer yang
menjadi salah satu unsur pembentuk budaya populer oleh sebagian
intelektual modern barat dianggap lebih rendah dibandingkan dengan seni
yang ”serius”. Seni populer dianggap tidak punya kedalaman makna dan
hanya mengejar kesenangan sesaat;
Kelemahan dari seni populer tidak semata-mata berasal dari
kenyataan bahwa ia adalah penghibur, membuat tertawa dan
menghibur hati. Seni diproduksi dan mempresentasikan sebuah
nilai hanya ketika ada kebutuhan untuk itu, tetapi ia kehilangan
maknanya ketika dia diciptakan semata-mata untuk menciptakan
sebuah kebutuhan atau untuk menambahnya. (Hausser; 581)
5
Sedangkan dalam konteks Indonesia, seni popular selalu dikaitkan
dengan seni luhur yang adi luhung atau seni keraton. Seni populer
dianggap sebagai hantu atau virus yang bisa merusak tatanan nilai serta
sendi-sendi kehidupan masyarakat Indonesia. Seni populer beserta
’perangkat media massa’ seperti pasar rakyat, film, buku, televisi, dan
jurnalistik akan menuntun perkembangan budaya pada ’erosi nilai
budaya’.
Fakta bahwa seni populer sebagai lawan dari fleksibilitas seni yang
luhur, terikat kaku terhadap aturan-aturan, standar-standar tentang
apa yang nampaknya menjadi rahasia best seller, hits, dan sangat
sukses (smashes), adalah satu dari karakteristik- karakteristik yang
paling menonjol dari bentuk seni ini. Seni populer tidak dapat
dimusnahkan begitu saja dengan alasan bahwa ia jelas-jelas tidak
mengandung unsur kebaikan, tetapi menunjukkan lebih kurang
sebagai produk yang memuaskan. (Hausser;585)
Globalisasi dan Seni
Pergeseran budaya yang terjadi dalam berbagai aspek kehidupan
manusia, berdampak pada perubahan-perubahan cara pandang dan pola
pikirnya dalam mensikapi dinamika tersebut sesuai dengan harapan yang
diinginkan. Arus globalisasi yang mendera dunia mengakibatkan semakin
tipisnya sekat-sekat budaya lokal yang linier dan lamban, seakan terkikis
dengan arus gelombang perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan
dengan lompatan-lompatan yang sangat progresif.
Teknologi dan transformasi budaya global menimbulkan/
mengakibatkan berbagai permasalahan-permasalahan yang rumit dan
kadang sulit dalam pencarian solusinya, ciri budaya dengan berbagai hasil
produk budayanya sebagai suatu unikum identitas suatu bangsa yang
khas semakin tergeser dan untuk itu perlu disikapi dengan kreatif dan
positif agar eksistensinya terjaga.
Dinamika yang terjadi dewasa ini berdampak pula dalam
kompleksitas kehidupan masyarakat, termasuk di dalamnya pada bidang
kesenian secara umum dan seni rupa pada khususnya. Kondisi demikian
di satu sisi menumbuhkan sikap agresif dan positif dan sekaligus pada sisi
6
yang lain mengakibatkan sikap negatif/ pesimistik. Dualisme tersebut
tentunya tergantung dari bagaimana mensikapi dan mengartikulasikannya
pengaruh dan pergeseran budaya yang telah berlangsung dewasa ini.
Di dalam dunia penciptaan karya seni, perubahan-perubahan
tersebut telah banyak menghasilkan faktor-faktor obyektif yang banyak
mempengaruhi dalam proses penciptaan seni; artinya semakin
terbentangnya pilihan-pilihan ide maupun konsep-konsep dengan
berbagai konsekwensinya. Seniman sebagai pencipta karya seni bisa saja
larut dalam kecenderungan yang telah menjadi wacana umum yang
bersifat global, maupun tetap bertahan pada konsep dan bentuk-bentuk
yang telah diyakininya; hal demikian semua tetap sah adanya, dan
memberi arti bagi kehidupan kesenian dan masyarakat secara umum.
Kehadiran karya seni sebagai hasil dari kelompok maupun
individual merupakan bentuk pemenuhan kebutuhan dalam
menuangkan ide atau gagasan nilai-nilai dalam kehidupan, baik
nilai etis, estetis, sosial, religius, ekonomis, dan yang lainnya; hal
itu menunjukkan bahwa manusia dan seni sebagai sesuatu yang
selalu beriringan. Perkembangan tingkat kebudayaan akan
tercermin pula dalam keaneka ragaman bentuk dan jenis karya seni
yang dihasilkannya, sebagai refleksi dari sistem nilai, tradisi,
sumberdaya lingkungan , kebutuhan hidup dan prilaku dimana
kesenian itu hidup. (Tjetjep Rohendi Rohidi, 2000; 196)
Oleh karena itu, pencarian identitas jatidiri bangsa perlu tarikan
benang emas yang mampu menghubungkan antara sikap konservatif dan
progessif. Sikap konservatif punya kecenderungan untuk melestarikan
akar budaya tradisi yang telah mapan dan berakar di bumi pertiwi ini,
sedang sikap progressif berwawasan untuk masa datang dan menuntut
kreativitas pembaruan (modernisme).
Keduanya mempunyai pijakan dan capaian hasil yang berbeda;
sikap konservatif menghasilkan produk budaya yang berpijak masa lalu
yang membuahkan bentuk-bentuk nostalgia adiluhung, sedang sikap
progressif yang mendambakan kreatifitas menghasilkan produk budaya
yang berpijak pada masa kini yang membuahkan bentuk alternatif yang
7
bersifat eksperimental. Dari kasus tersebut, menurut Dharsono (2000)
dalam konteks seni rupa sekarang hal itu dapat di bagi menjadi tiga
konsep besar yaitu;
Konsep seni revitalisasi: Seni lukis secara konseptual mencoba
mengangkat bentuk seni tradisi secara vital untuk menuangkan ide
garapnya. Seni lukis wayang dalam konsep revitalisasi garap
merupakan bentuk seni lukis dengan memanfaatkan wayang
sebagai obyek pelukisannya secara vital. Artinya pemanfaatan
wayang sebagai sosok maupun cerita pewayangannya, secara
transparan terlukiskan kembali. Wawasan seniman dalam hal ini
dilatar belakangi misi pengembangan seni tradisi secara
konservatif.
Konsep seni reinterpretasi: Seni lukis secara konseptual mencoba
menafsirkan kembali bentuk-bentuk seni tradisi, sesuai dengan
teknik dan gaya pelukisan secara individuil dalam mengungkapkan
idenya. Seni lukis wayang dalam konsep reinterpretasi, mencari
berbagai alternatif bentuk seni lukis hasil re-interpretasi studi
wayang tradisi. Artinya Seni lukis tersebut merupakan hasil proses
pengolahan seniman dalam menafsirkan kembali bentuk atau
wujud wayang, kemudian ia terjemahkan ke dalam media
ungkapnya. Wawasan seniman dilatar belakangi oleh dua gagasan
antara konservatif dan progresif.
Konsepsi modern dengan sentuan tradisi, secara konseptual
merupakan satu bentuk seni lukis yang mendambakan ungkapan
perasaan secara murni. Konsep ini secara murni melukiskan
sesuatu sesuai dengan teknik, corak dan pemilihan media sesuai
dengan misi pribadinya. Pemanfaatan unsur dan sosok wayang
bukan lagi sebagai salah satu sarana ungkap, ataupun sumber
inspirasi, tetapi sebagai rangsang cipta. Sehingga hadirnya sosok
atau unsur wayang bukan sebagai bentuk pelukisan kembali,
namun lebih sebagai unsur-unsur atau elemen dasar penyusunan.
Wawasan seniman modern dilatar belakang oleh gagasan
progresif. Karya Proses penciptaan dalam kaitan ini lebih
mengutamakan kreativitas, sedang usaha pemaknaan ditentukan
oleh pematangan teknis; kejelian, kemahiran dan keputusan
menentukan unsur desain, sehingga mampu memberikan jabaran
secara tekstual yang penuh dengan tafsir. Seni lukis secara
hermenuetik menekankan pada komposisi unsur-unsur rupa yang
mampu menawarkan berbagai tafsir. (Dharsono, 2000)
Dengan konsepsi besar seperti di atas, para praktisi seni rupa
Indonesia akhirnya banyak yang mampu bersaing dengan perupa lain di
dunia seni rupa profesional dunia. Karya-karya mereka sudah masuk ke
8
galeri-galeri serta balai lelang di manca negara seperti Singapura dan
Belanda. Sedangkan para perupa yang memilih jalur “pasar” wacana,
banyak yang ikut program residen (program yang dibuat oleh institusi seni
dengan mengundang beberapa artis dari negara lain untuk tinggal
beberapa bulan di negaranya untuk sharing gagasan dan pengalaman)
dan mengikuti beberapa event akbar seni rupa di dunia (Biennale,
Trienalle dll).
Selain itu, terjadi juga perluasan aktivitas dalam performing arts.
Kelompok musik, teater serta tari dari Indonesia semakin mencuat dengan
cerita-cerita mutakhir dan penampilan yang memukau. Kiprah mereka
bukan hanya berlangsung di kandang sendiri, melainkan melanglang ke
berbagai negara, misalnya; Padepokan Tari Bagong Kussudiardjo dari
Yogyakarta dan Sardono W Kusuma (tari-Solo), Rahayu Supanggan dan I
Wayan Sadre (musik-Solo). Keberangkatan mereka selalu diikuti para
pengamat dan penikmat seni budaya secara seksama.
Perkembangan terjadi pula dalam bidang kesusastraan. Di samping
tetap mempertahankan nilai dan esensi karya-karya klasik, para
pengarang Indonesia bertindak inovatif dengan tidak bertumpu pada
bentuk stereotip karya sastra lama yang cenderung berfokus pada
mitologi yang terstruktur kaku, alur cerita yang mudah ditebak dan happy
ending.
Sekarang banyak dihadirkan cerita-cerita global, dengan cara
pengungkapan yang lebih bebas dengan struktur yang open ending. Telah
terjadi akulturasi antara beberapa kebudayaan, yang selanjutnya diterima
sebagai budaya global. Keterkaitan budaya seperti ini, tidak perlu ditakuti
seperti terjadi pada banyak pihak sebagai sumber konflik, melainkan
kenyataannya justru menghadirkan perubahan kreatif yang dapat diterima
khalayak luas.
Resistensi atau Komoditi
Di sisi yang lain, seniman dan budayawan sebetulnya di dalam
9
praktik budaya kontemporer seperti sekarang ini juga sudah bergeser nilai
dan fungsinya. Ketika seniman dan budayawan dalam masyarakat tradisi
berfungsi sebagai penutur nilai-nilai luhur kearifan lokal (misal; dhalang),
dalam masyarakat sekarang mereka telah menarik diri dari fungsi-fungsi
sosialnya, mereka hanya mementingkan ekspresi dan kepentingan
ekonomi individu semata, inilah yang akhirnya seni budaya itu berjarak
dengan masyarakatnya.
Sebagai contoh, konsep revitalisasi, konservasi, restorasi atau
yang lebih agak jauh lagi menggali nilai-nilai kearifan lokal dengan
mencoba me-reinterpretasikanya, masyarakat juga tidak ambil peduli.
Akhirnya kesadaran yang dimiliki oleh seniman atau budayawan tersebut
hanya dimiliki oleh mereka sendiri.
Belum lagi estetika yang berkembang di tengah masyarakat
bukan estetika ekspresi seni seperti yang diperjuangkan seniman dan
budayawan tetapi justru estetika industri seni. Berbicara industri seni tentu
saja tak bisa lepas dengan seni populer, dan sesuai dengan prinsip-
prinsip yang diterima secara umum tentang kritisme seni modern, seni
populer berhutang ketuntasannya dan selalu mengembangkan audiens
(pendengarnya) untuk menangani demokrasi, relaksasi tentang privilege
yang bersifat pendidikan, pencapaian output ekonomis, dan kompetisi di
dalam area seni, serta prospek yang selalu meningkat tentang partisipasi
secara aktif atau pasif dalam proses perdagangan spiritual. Karakter yang
menonjol dari karya sebagai barang - adalah signifikan dari semua
produksi artistik pada masa industri komersial.
Paling mungkin gerakan kebudayaan ini tidak dalam area yang luas
seperti memikirkan strategi kebudayaan, tetapi justru pada wilayah-
wilayah yang kecil seperti konsep yang dianut oleh beberapa seniman
yaitu kesadaran penciptaan deferensiasi pada karya-karyanya (baik yang
estetika ekspresi seni maupun estetika industri seni).
10
Dengan seni modern yang disentuh oleh budaya tradisi, sedikit
demi sedikit diharapkan akan mampu membuat masyarakat mengenali
kembali kebudayaannya. Sisi positif yang lain, adanya resistensi yang
muncul secara alamiah, ketika masyarakat sudah mulai jenuh atau
merasa bahwa hegemoni budaya ini sudah demikian kuat mencengkeram
maka akan timbul secara alamiah sebuah usaha perlawanan (resistensi)
terhadap budaya pendatang ini.
Mungkin bagi masyarakat umum, secara murni resistensi itu akan
muncul dengan derajat penolakan sesuai dengan latar belakang mereka
masing-masing, yang suatu ketika tanpa sadar akan terhegemoni kembali
oleh bentuk atau praktik-praktik baru yang diciptakan oleh kaum kapitalis
barat dalam globalisasi. Sedangkan dalam praktik dunia seni, kesadaran
itu mungkin menjadi satu resistensi tetapi peluang terbesar justru menjadi
satu komoditi ekonomi.
Hal ini terkait dengan sifat dan karater budaya populer-massa yang
dibawa oleh arus globalisasi sebagai satu keping uang logam dengan dua
sisi yang berbeda tetapi satu kesatuan.
Budaya massa sangat berhubungan dengan budaya popular
sebagai sumber budaya massa. Bahkan secara tegas dikatakan
bahwa, bukan populer kalau bukan budaya massa, artinya budaya
tradisional juga dapat menjadi populer apabila menjadi budaya
massa. Contohnya adalah Srimulat, Ludruk, Ketoprak maupun
Campursari. Pada mulanya kesenian tradisional ini berkembang di
masyarakat tradisional dengan karakter-karakter tradisional, namun
ketika kesenian ini dikemas di media massa, maka sentuhan-
sentuhan populer mendominasi seluruh kesenian tradisional itu,
baik cerita, kostum, latar, dan sebagainya tidak lagi menjadi
konsumsi masyarakat pedesaan namun secara massal menjadi
konsumsi semua lapisan masyarakat di pedesaan dan perkotaan.
(Burhan Bungin, 2006;77-78)
Seni populer dengan spirit post modernnya sangat memberi ruang
bagi nilai-nilai lokal (hal ini terkait dengan hilangnya titik pusat yang dianut
oleh kaum modernis). Di mana kebenaran sudah tidak lagi ”universe”
(tunggal) milik barat tetapi “multiverse” milik setiap komunitas atau
11
kelompok pada ekosistem atau wilayah tertentu. Sedangkan seni massa,
betul-betul politik ekonomi kapitalis barat yang ingin semua merujuk dan
mengaju pada nilai-nilai estetika, ekonomi, sosial dan budaya barat.
Sehingga dalam budaya massa, yang paling berpengaruh adalah kaum
kapital (pemodal) sedangkan pihak lainnya (massa) dimanapun mereka
berada adalah objeknya. Sedangkan seniman atau budayawan, bisa jadi
menjadi agen produksi atau distribusinya.
Dengan pencarian nila-nilai lokal dalam praktik kekaryaannya, di
satu sisi bisa menjadi satu bentuk resistensi, tetapi di sisi yang lain bisa
jadi sebuah komoditi. Dengan kesadaran pada pentingnya personality
style (gaya individu yang unik), karya seni bisa menjadi satu karya yang
berbeda dengan yang lain. Ketika sebuah karya seni begitu berbeda pasti
banyak orang yang akan tetarik untuk mencoba dan mencicipinya.
12
DAFTAR PUSTAKA
Antariksa, Raymond Williams, dalam http://www.kunci.or.id/esai/nws /
0607/williams.htm
Anusapati, Kriya Kontemporer Yogyakarta, Majalah Seni Rupa Dua
Bulanan, Visual Art, edisi Februari/Maret 2005
Audifax, Resistensi Gaya Hidup: Teori dan Realitas, Bandung, Jalasutra,
2006
Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi, Jakarta, Kencana, 2006
Dharsono, Seni Lukis Indonesia; Sebuah Catatan Perjalanan dan
Konsepsi Alternatif, dalam Jurnal Seni Rupa dan Desain , Volume
1.1, STISI, Bandung, Agustus, 2000
Featherstone, Mike, Posmodernisme dan Budaya Konsumen,
Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2005
Hauser, Arnold, Sosiology of Art, University of Chicago Press, London,
1973
Harry WS, Pengantar Hegemoni, dalam http://synaps.wordpress.
com/2005/12/01/pengantar-hegemoni/
Strinati, Dominic, Popular Culture; Pengantar Menuju Budaya Populer,
Yogyakarta, Bentang, 1995
13

More Related Content

What's hot

Antropologi
AntropologiAntropologi
Antropologi
budifilo
 
1. multikulturalisme-1-11
1. multikulturalisme-1-111. multikulturalisme-1-11
1. multikulturalisme-1-11
Nisa Hidayat
 
Ppt isbd
Ppt isbdPpt isbd
Ppt isbd
Dul Dul
 
(Tugas Presentasi IPS) Potensi Keberagaman Budaya di Indonesia
(Tugas Presentasi IPS) Potensi Keberagaman Budaya di Indonesia(Tugas Presentasi IPS) Potensi Keberagaman Budaya di Indonesia
(Tugas Presentasi IPS) Potensi Keberagaman Budaya di Indonesia
Mira Sari
 
Makalah isbd-manusia-dan-peradaban (1)
Makalah isbd-manusia-dan-peradaban (1)Makalah isbd-manusia-dan-peradaban (1)
Makalah isbd-manusia-dan-peradaban (1)
zoelfiqar
 
Isbd 3 manusia dan peradaban
Isbd 3 manusia dan peradabanIsbd 3 manusia dan peradaban
Isbd 3 manusia dan peradaban
Pungki Ariefin
 
Manusia dan Peradaban
Manusia dan PeradabanManusia dan Peradaban
Manusia dan Peradaban
Khairil Agustoria
 
Kebudayaan Sosiologi
Kebudayaan SosiologiKebudayaan Sosiologi
Kebudayaan SosiologiFrizkass
 
manusia sebagai makhluk beradab dan masyarakat adab.
manusia sebagai makhluk beradab dan masyarakat adab.manusia sebagai makhluk beradab dan masyarakat adab.
manusia sebagai makhluk beradab dan masyarakat adab.
Muhammad Idris
 
Pelestarian dan Revitalisasi Seni Etnik Madura, Masih Perlukah
Pelestarian dan Revitalisasi Seni Etnik Madura,  Masih PerlukahPelestarian dan Revitalisasi Seni Etnik Madura,  Masih Perlukah
Pelestarian dan Revitalisasi Seni Etnik Madura, Masih Perlukah
Syaf Anton
 
Manusia dan peradaban
Manusia dan peradabanManusia dan peradaban
Manusia dan peradabanastro-z
 
Ivlp2011presentation
Ivlp2011presentationIvlp2011presentation
Ivlp2011presentation
Gustaff Harriman Iskandar
 
Seni lukis
Seni lukisSeni lukis
Seni lukisinoseven
 
Pluralitas Masyarakat Indonesia
Pluralitas Masyarakat IndonesiaPluralitas Masyarakat Indonesia
Pluralitas Masyarakat Indonesia
SylviaAndriany
 

What's hot (20)

Bahan tugas
Bahan tugasBahan tugas
Bahan tugas
 
Antropologi
AntropologiAntropologi
Antropologi
 
1. multikulturalisme-1-11
1. multikulturalisme-1-111. multikulturalisme-1-11
1. multikulturalisme-1-11
 
Ppt isbd
Ppt isbdPpt isbd
Ppt isbd
 
(Tugas Presentasi IPS) Potensi Keberagaman Budaya di Indonesia
(Tugas Presentasi IPS) Potensi Keberagaman Budaya di Indonesia(Tugas Presentasi IPS) Potensi Keberagaman Budaya di Indonesia
(Tugas Presentasi IPS) Potensi Keberagaman Budaya di Indonesia
 
Makalah isbd-manusia-dan-peradaban (1)
Makalah isbd-manusia-dan-peradaban (1)Makalah isbd-manusia-dan-peradaban (1)
Makalah isbd-manusia-dan-peradaban (1)
 
Isbd 3 manusia dan peradaban
Isbd 3 manusia dan peradabanIsbd 3 manusia dan peradaban
Isbd 3 manusia dan peradaban
 
Manusia dan peradaban
Manusia dan peradabanManusia dan peradaban
Manusia dan peradaban
 
Manusia dan Peradaban
Manusia dan PeradabanManusia dan Peradaban
Manusia dan Peradaban
 
Kebudayaan Sosiologi
Kebudayaan SosiologiKebudayaan Sosiologi
Kebudayaan Sosiologi
 
manusia sebagai makhluk beradab dan masyarakat adab.
manusia sebagai makhluk beradab dan masyarakat adab.manusia sebagai makhluk beradab dan masyarakat adab.
manusia sebagai makhluk beradab dan masyarakat adab.
 
Pelestarian dan Revitalisasi Seni Etnik Madura, Masih Perlukah
Pelestarian dan Revitalisasi Seni Etnik Madura,  Masih PerlukahPelestarian dan Revitalisasi Seni Etnik Madura,  Masih Perlukah
Pelestarian dan Revitalisasi Seni Etnik Madura, Masih Perlukah
 
Ilmu Sosial dan Budaya
Ilmu Sosial dan BudayaIlmu Sosial dan Budaya
Ilmu Sosial dan Budaya
 
Manusia dan peradaban
Manusia dan peradabanManusia dan peradaban
Manusia dan peradaban
 
Ivlp2011presentation
Ivlp2011presentationIvlp2011presentation
Ivlp2011presentation
 
Definisi multikultural
Definisi multikulturalDefinisi multikultural
Definisi multikultural
 
Seni lukis
Seni lukisSeni lukis
Seni lukis
 
Ppt presentasi kelas
Ppt presentasi kelasPpt presentasi kelas
Ppt presentasi kelas
 
Pluralitas Masyarakat Indonesia
Pluralitas Masyarakat IndonesiaPluralitas Masyarakat Indonesia
Pluralitas Masyarakat Indonesia
 
2 budaya
2 budaya2 budaya
2 budaya
 

Similar to PENCARIAN NILAI LOKAL DALAM SENI: RESISTENSI HEGEMONI ATAU KOMODITI EKONOMI?

Marxism in literature
Marxism in literatureMarxism in literature
Marxism in literature
putrialda
 
Cultural studies
Cultural studiesCultural studies
Cultural studies
rahmat abiy
 
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebu...
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebu...Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebu...
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebu...Tri Adnyana
 
6._HARMONI_AGAMA_DAN_BUDAYA[.pptx
6._HARMONI_AGAMA_DAN_BUDAYA[.pptx6._HARMONI_AGAMA_DAN_BUDAYA[.pptx
6._HARMONI_AGAMA_DAN_BUDAYA[.pptx
Solin123
 
Bagi_MODUL_AJAR_RENI.docx
Bagi_MODUL_AJAR_RENI.docxBagi_MODUL_AJAR_RENI.docx
Bagi_MODUL_AJAR_RENI.docx
renijuliati
 
Materi perubahan sosial
Materi perubahan sosialMateri perubahan sosial
Materi perubahan sosialFarel Santoso
 
Kb3 sen rupa_trad_mod_dan_kont
Kb3 sen rupa_trad_mod_dan_kontKb3 sen rupa_trad_mod_dan_kont
Kb3 sen rupa_trad_mod_dan_kontAre Juice Nyoman
 
Analisis studi etnografi
Analisis studi etnografiAnalisis studi etnografi
Analisis studi etnografi
fajrisaptaji
 
Jurnal teori-teori-tentang-budaya
Jurnal teori-teori-tentang-budayaJurnal teori-teori-tentang-budaya
Jurnal teori-teori-tentang-budaya
Sella Ewinda P
 
Teori teori kebudayaan
Teori teori kebudayaanTeori teori kebudayaan
Teori teori kebudayaan
KalaiSelvan235
 
Kuliah 1 konsep_budaya-libre
Kuliah 1 konsep_budaya-libreKuliah 1 konsep_budaya-libre
Kuliah 1 konsep_budaya-libreRoss Naini
 
Artikel CTU554 PHYLOSOPHY AND CURRENT ISSUES
Artikel CTU554 PHYLOSOPHY AND CURRENT ISSUESArtikel CTU554 PHYLOSOPHY AND CURRENT ISSUES
Artikel CTU554 PHYLOSOPHY AND CURRENT ISSUES
apaiputih1107
 
Periphery and metropole (pinggiran dan metropole dalam sosiologi)
Periphery and metropole (pinggiran dan metropole dalam sosiologi)Periphery and metropole (pinggiran dan metropole dalam sosiologi)
Periphery and metropole (pinggiran dan metropole dalam sosiologi)himae
 
Multikulturalisme
MultikulturalismeMultikulturalisme
Multikulturalisme
Sekar Pramesti
 
Sejarah umum seni lukis (.doc)
Sejarah umum seni lukis (.doc)Sejarah umum seni lukis (.doc)
Sejarah umum seni lukis (.doc)Lutfia Ningtias
 
Bmm3114 bab 1 4 konsep budaya
Bmm3114 bab 1 4 konsep budaya Bmm3114 bab 1 4 konsep budaya
Bmm3114 bab 1 4 konsep budaya Mohammad Yaqin
 
ILMU SEJARAH (PENGANTAR ILMU SOSIAL)
ILMU SEJARAH (PENGANTAR ILMU SOSIAL)ILMU SEJARAH (PENGANTAR ILMU SOSIAL)
ILMU SEJARAH (PENGANTAR ILMU SOSIAL)
Asri Yunita
 

Similar to PENCARIAN NILAI LOKAL DALAM SENI: RESISTENSI HEGEMONI ATAU KOMODITI EKONOMI? (20)

Marxism in literature
Marxism in literatureMarxism in literature
Marxism in literature
 
Cultural studies
Cultural studiesCultural studies
Cultural studies
 
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebu...
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebu...Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebu...
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebu...
 
Seni catan-cina
Seni catan-cinaSeni catan-cina
Seni catan-cina
 
6._HARMONI_AGAMA_DAN_BUDAYA[.pptx
6._HARMONI_AGAMA_DAN_BUDAYA[.pptx6._HARMONI_AGAMA_DAN_BUDAYA[.pptx
6._HARMONI_AGAMA_DAN_BUDAYA[.pptx
 
Bagi_MODUL_AJAR_RENI.docx
Bagi_MODUL_AJAR_RENI.docxBagi_MODUL_AJAR_RENI.docx
Bagi_MODUL_AJAR_RENI.docx
 
Materi perubahan sosial
Materi perubahan sosialMateri perubahan sosial
Materi perubahan sosial
 
Kb3 sen rupa_trad_mod_dan_kont
Kb3 sen rupa_trad_mod_dan_kontKb3 sen rupa_trad_mod_dan_kont
Kb3 sen rupa_trad_mod_dan_kont
 
Analisis studi etnografi
Analisis studi etnografiAnalisis studi etnografi
Analisis studi etnografi
 
Jurnal teori-teori-tentang-budaya
Jurnal teori-teori-tentang-budayaJurnal teori-teori-tentang-budaya
Jurnal teori-teori-tentang-budaya
 
Teori teori kebudayaan
Teori teori kebudayaanTeori teori kebudayaan
Teori teori kebudayaan
 
Kuliah 1 konsep_budaya-libre
Kuliah 1 konsep_budaya-libreKuliah 1 konsep_budaya-libre
Kuliah 1 konsep_budaya-libre
 
Artikel CTU554 PHYLOSOPHY AND CURRENT ISSUES
Artikel CTU554 PHYLOSOPHY AND CURRENT ISSUESArtikel CTU554 PHYLOSOPHY AND CURRENT ISSUES
Artikel CTU554 PHYLOSOPHY AND CURRENT ISSUES
 
Periphery and metropole (pinggiran dan metropole dalam sosiologi)
Periphery and metropole (pinggiran dan metropole dalam sosiologi)Periphery and metropole (pinggiran dan metropole dalam sosiologi)
Periphery and metropole (pinggiran dan metropole dalam sosiologi)
 
Multikulturalisme
MultikulturalismeMultikulturalisme
Multikulturalisme
 
Sejarah umum seni lukis (.doc)
Sejarah umum seni lukis (.doc)Sejarah umum seni lukis (.doc)
Sejarah umum seni lukis (.doc)
 
1. pengantar kmb
1. pengantar kmb1. pengantar kmb
1. pengantar kmb
 
Bmm3114 bab 1 4 konsep budaya
Bmm3114 bab 1 4 konsep budaya Bmm3114 bab 1 4 konsep budaya
Bmm3114 bab 1 4 konsep budaya
 
ILMU SEJARAH (PENGANTAR ILMU SOSIAL)
ILMU SEJARAH (PENGANTAR ILMU SOSIAL)ILMU SEJARAH (PENGANTAR ILMU SOSIAL)
ILMU SEJARAH (PENGANTAR ILMU SOSIAL)
 
Makalah kesenian
Makalah kesenianMakalah kesenian
Makalah kesenian
 

Recently uploaded

askep imunisasi.pdfNKOHIOPPKJHHG7IJLJMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMM
askep imunisasi.pdfNKOHIOPPKJHHG7IJLJMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMaskep imunisasi.pdfNKOHIOPPKJHHG7IJLJMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMM
askep imunisasi.pdfNKOHIOPPKJHHG7IJLJMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMM
PUSKESMASPEKANHERAN1
 
Nila88 Situs Slot Gacor RTP Winrate Tertinggi Mudah Maxwin Terfavorit
Nila88 Situs Slot Gacor RTP Winrate Tertinggi Mudah Maxwin TerfavoritNila88 Situs Slot Gacor RTP Winrate Tertinggi Mudah Maxwin Terfavorit
Nila88 Situs Slot Gacor RTP Winrate Tertinggi Mudah Maxwin Terfavorit
Nila88
 
Melodi99 Link Daftar Situs Judi Slot Gacor Sensasional Gampang Maxwin
Melodi99 Link Daftar Situs Judi Slot Gacor Sensasional Gampang MaxwinMelodi99 Link Daftar Situs Judi Slot Gacor Sensasional Gampang Maxwin
Melodi99 Link Daftar Situs Judi Slot Gacor Sensasional Gampang Maxwin
Melodi99
 
TATA CARA PENGISIAN PERILAKU KERJA pegawai
TATA CARA PENGISIAN PERILAKU KERJA pegawaiTATA CARA PENGISIAN PERILAKU KERJA pegawai
TATA CARA PENGISIAN PERILAKU KERJA pegawai
trianandika
 
Popi99 Link Daftar Judi Slot Gacor RTP Maxwin Tertinggi Hari Ini 2024
Popi99 Link Daftar Judi Slot Gacor RTP Maxwin Tertinggi Hari Ini 2024Popi99 Link Daftar Judi Slot Gacor RTP Maxwin Tertinggi Hari Ini 2024
Popi99 Link Daftar Judi Slot Gacor RTP Maxwin Tertinggi Hari Ini 2024
Popi99
 
Games Tebak Lagu Untuk Ice Breaking Presentasi
Games Tebak Lagu Untuk Ice Breaking PresentasiGames Tebak Lagu Untuk Ice Breaking Presentasi
Games Tebak Lagu Untuk Ice Breaking Presentasi
RayAhmed5
 
VIII PENDAFTARAN DAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH.ppt
VIII PENDAFTARAN DAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH.pptVIII PENDAFTARAN DAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH.ppt
VIII PENDAFTARAN DAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH.ppt
MuhammadAmin350497
 
617147349-MODUL-9-DAN-10-PENDIDIKAN-SENI-DI-SD.pptx
617147349-MODUL-9-DAN-10-PENDIDIKAN-SENI-DI-SD.pptx617147349-MODUL-9-DAN-10-PENDIDIKAN-SENI-DI-SD.pptx
617147349-MODUL-9-DAN-10-PENDIDIKAN-SENI-DI-SD.pptx
Tiaellyrosyita
 
DAFTAR KEHADIRAN KELAS PENGELOLAAN KINERJA GURU DI PMM.pdf
DAFTAR KEHADIRAN KELAS PENGELOLAAN KINERJA GURU DI PMM.pdfDAFTAR KEHADIRAN KELAS PENGELOLAAN KINERJA GURU DI PMM.pdf
DAFTAR KEHADIRAN KELAS PENGELOLAAN KINERJA GURU DI PMM.pdf
AGUSABDULROHIM
 
Papilo99 Link Situs Judi Slot Online Server Thailand Terbaik Paling Gacor
Papilo99 Link Situs Judi Slot Online Server Thailand Terbaik Paling GacorPapilo99 Link Situs Judi Slot Online Server Thailand Terbaik Paling Gacor
Papilo99 Link Situs Judi Slot Online Server Thailand Terbaik Paling Gacor
Papilo99
 
PPT Chapter 11_Kelompok 5.pptx 234567890
PPT Chapter 11_Kelompok 5.pptx 234567890PPT Chapter 11_Kelompok 5.pptx 234567890
PPT Chapter 11_Kelompok 5.pptx 234567890
MuhammadRafi159661
 
Kodomo99 Daftar Situs Judi Slot Maxwin Server Thailand Hari Ini 2024
Kodomo99 Daftar Situs Judi Slot Maxwin Server Thailand Hari Ini 2024Kodomo99 Daftar Situs Judi Slot Maxwin Server Thailand Hari Ini 2024
Kodomo99 Daftar Situs Judi Slot Maxwin Server Thailand Hari Ini 2024
Kodomo99
 

Recently uploaded (12)

askep imunisasi.pdfNKOHIOPPKJHHG7IJLJMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMM
askep imunisasi.pdfNKOHIOPPKJHHG7IJLJMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMaskep imunisasi.pdfNKOHIOPPKJHHG7IJLJMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMM
askep imunisasi.pdfNKOHIOPPKJHHG7IJLJMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMM
 
Nila88 Situs Slot Gacor RTP Winrate Tertinggi Mudah Maxwin Terfavorit
Nila88 Situs Slot Gacor RTP Winrate Tertinggi Mudah Maxwin TerfavoritNila88 Situs Slot Gacor RTP Winrate Tertinggi Mudah Maxwin Terfavorit
Nila88 Situs Slot Gacor RTP Winrate Tertinggi Mudah Maxwin Terfavorit
 
Melodi99 Link Daftar Situs Judi Slot Gacor Sensasional Gampang Maxwin
Melodi99 Link Daftar Situs Judi Slot Gacor Sensasional Gampang MaxwinMelodi99 Link Daftar Situs Judi Slot Gacor Sensasional Gampang Maxwin
Melodi99 Link Daftar Situs Judi Slot Gacor Sensasional Gampang Maxwin
 
TATA CARA PENGISIAN PERILAKU KERJA pegawai
TATA CARA PENGISIAN PERILAKU KERJA pegawaiTATA CARA PENGISIAN PERILAKU KERJA pegawai
TATA CARA PENGISIAN PERILAKU KERJA pegawai
 
Popi99 Link Daftar Judi Slot Gacor RTP Maxwin Tertinggi Hari Ini 2024
Popi99 Link Daftar Judi Slot Gacor RTP Maxwin Tertinggi Hari Ini 2024Popi99 Link Daftar Judi Slot Gacor RTP Maxwin Tertinggi Hari Ini 2024
Popi99 Link Daftar Judi Slot Gacor RTP Maxwin Tertinggi Hari Ini 2024
 
Games Tebak Lagu Untuk Ice Breaking Presentasi
Games Tebak Lagu Untuk Ice Breaking PresentasiGames Tebak Lagu Untuk Ice Breaking Presentasi
Games Tebak Lagu Untuk Ice Breaking Presentasi
 
VIII PENDAFTARAN DAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH.ppt
VIII PENDAFTARAN DAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH.pptVIII PENDAFTARAN DAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH.ppt
VIII PENDAFTARAN DAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH.ppt
 
617147349-MODUL-9-DAN-10-PENDIDIKAN-SENI-DI-SD.pptx
617147349-MODUL-9-DAN-10-PENDIDIKAN-SENI-DI-SD.pptx617147349-MODUL-9-DAN-10-PENDIDIKAN-SENI-DI-SD.pptx
617147349-MODUL-9-DAN-10-PENDIDIKAN-SENI-DI-SD.pptx
 
DAFTAR KEHADIRAN KELAS PENGELOLAAN KINERJA GURU DI PMM.pdf
DAFTAR KEHADIRAN KELAS PENGELOLAAN KINERJA GURU DI PMM.pdfDAFTAR KEHADIRAN KELAS PENGELOLAAN KINERJA GURU DI PMM.pdf
DAFTAR KEHADIRAN KELAS PENGELOLAAN KINERJA GURU DI PMM.pdf
 
Papilo99 Link Situs Judi Slot Online Server Thailand Terbaik Paling Gacor
Papilo99 Link Situs Judi Slot Online Server Thailand Terbaik Paling GacorPapilo99 Link Situs Judi Slot Online Server Thailand Terbaik Paling Gacor
Papilo99 Link Situs Judi Slot Online Server Thailand Terbaik Paling Gacor
 
PPT Chapter 11_Kelompok 5.pptx 234567890
PPT Chapter 11_Kelompok 5.pptx 234567890PPT Chapter 11_Kelompok 5.pptx 234567890
PPT Chapter 11_Kelompok 5.pptx 234567890
 
Kodomo99 Daftar Situs Judi Slot Maxwin Server Thailand Hari Ini 2024
Kodomo99 Daftar Situs Judi Slot Maxwin Server Thailand Hari Ini 2024Kodomo99 Daftar Situs Judi Slot Maxwin Server Thailand Hari Ini 2024
Kodomo99 Daftar Situs Judi Slot Maxwin Server Thailand Hari Ini 2024
 

PENCARIAN NILAI LOKAL DALAM SENI: RESISTENSI HEGEMONI ATAU KOMODITI EKONOMI?

  • 1. PENCARIAN NILAI LOKAL DALAM DUNIA SENI: RESISTENSI HEGEMONI ATAU KOMODITI EKONOMI? Oleh: Satriana Didiek 07/261546/PMU/5096 Khazanah seni budaya bukan merupakan barang baru bagi masyarakat dunia. Sejarah kebudayaan dunia telah memperlihatkan begitu banyak warisan budaya masa lalu yang masih bertahan hingga kini. Nilai-nilai budaya Yunani, Mesir, Romawi, Cina dan India misalnya - yang telah menorehkan tinta emas dalam perkembangan kebudayaan dunia sebagai kebudayaan yang berjaya di masa lalu masih memberikan "pengaruh" kuat terhadap kehidupan masyarakat dunia. Kebudayaan itu tumbuh dan berkembang dari tengah-tengah masyarakat serta menjadi bagian kehidupan komunitas dan terus bertahan hingga kini sebagai identitas jati diri bangsa. Mitologi, patung- patung, dan arsitektur bergaya klasik Yunani masih terus digemari apresiasi tinggi terhadap warisan budaya masa lalu dan kerinduan akan nilai-nilai kehidupan yang melatari munculnya kebudayaan itu. Namun, selama berpuluh-puluh dekade ketika budaya global yang dipelopori AS melanda masyarakat dunia dan mengkristal sebagai budaya populer, terjadi pergeseran dan perubahan besar dalam kehidupan budaya masyarakat dunia. Masyarakat dunia lebih gandrung dengan film- film Hollywood dibandingkan kesenian tradisional, tampil dalam gaya pop Amerika, menggemari Coca Cola, dan bercelana Levi's. Budaya AS menjadi kiblat budaya masyarakat dunia. Persoalannya kemudian adalah globalisasi yang diusung oleh barat sering kali disajikan sebagai kedok untuk merampas nilai-nilai budaya dan mengklaim seni di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Mereka berusaha memaksa masyarakat dunia untuk menerima nilai-nilai 1
  • 2. Barat secara mutlak. Apabila tidak segera diantisipasi, hal ini sangat berbahaya dan jika terus berkelanjutan, proses ini akan menyebabkan hegemoni Barat dan Amerika terhadap negara-negara lain. Globalisasi dalam bentuk yang alami akan meninggikan berbagai budaya dan nilai-nilai budaya karena setiap etnis yang ada akan berusaha menyesuaikan. Tetapi, dalam proses ini negara-negara -khususnya di negara berkembang dimana perekonomian belum mapan – harus berupaya memperkokoh dimensi budaya mereka dan memelihara struktur nilai-nilainya agar tidak dieliminasi oleh budaya asing. Kalau merujuk teori Gramsci, hal tersebut merupakan usaha hegemoni barat terhadap non barat, seperti yang dikutip Dominic Strinati dari Simon Ransome (1992). Gramsci menggunakan konsep hegemoni untuk menerangkan berbagai macam cara kontrol sosial bagi kelompok sosial yang dominan. Dia membedakan antara pengendalian koersif yang diwujudkan melalui kekuatan langsung atau ancaman kekuatan, dengan pengendalian konsensual yang muncul ketika individu- individu ”secara sengaja” atau ”secara sukarela” mengasimilasikan pandangan dunia atau hegemoni kelompok dominan tersebut; sebuah asimilasi yang memungkinkan kelompok itu untuk bersifat hegemonik. (Ransome, 1992;150). Beruntunglah di tengah-tengah gelombang dahsyat itu muncul kesadaran untuk kembali menemukan akar budaya sendiri. Misalnya kebudayaan Asia yang telah memiliki fondasi yang cukup mantap, yaitu suatu bentuk kehidupan yang mengacu pada nilai-nilai yang merefleksikan harmonisasi hubungan antar manusia, antara manusia dengan alam sekitarnya, serta antara manusia dengan Tuhan. Di tengah-tengah arus globalisasi yang sukar sekali dihadang, muncullah kecenderungan untuk menemukan kembali Asian Heritage, sebagai pola pengakuan jati diri dan refleksi identitas pribadi bangsa Asia sendiri., termasuk salah satunya adalah Indonesia. Dalam konteks budaya, globalisasi seperti sekarang ini, negara 2
  • 3. ketiga seperti Indonesia juga terkena imbasnya (terhegemoni oleh budaya barat). Indonesia yang multi-etnis, ketika berhadapan dengan globalisasi dan hegemoni budaya barat, persoalannya menjadi begitu sangat kompleks, sehingga kalau ditanya strategi budaya yang bagaimana yang tepat dilakukan untuk membuat satu counter budaya barat ini, juga perlu pemikiran yang panjang pula. Kalau hegemoni hanya dipandang sebagai budaya (masalah produksi material, reproduksi, dan konsumsi)., maka secara material ia adalah produk dari agen yang sadar dan bisa dilawan oleh alternatif sebuah aksi counter-hegemony (Antariksa, 2005). Tetapi ketika hegemoni dipandang sebagai struktur ideologi (masalah penafsiran tekstual) maka, ia akan menentukan subjektivitas dari subjek dengan cara-cara yang secara radikal mengurangi kemungkinan sebuah aksi counter-hegemony. Di sini susahnya, ketika budaya barat mampu menafsirkan tektual kebudayaannya dan melegitimasi kebudayaan ini lebih unggul dari kebudayaan lokal maka kebudayaan lokal tidak mampu berbuat apa-apa, apalagi produksi material dan reproduksi mereka kuasai (dengan kapitalnya), membuat masyarakat dari dunia ketiga hanya sebagai konsumennya saja. Indonesia mempunyai keragaman etnis yang luar biasa banyaknya, apalagi didorong oleh sistem pembangunan yang tidak merata semasa Orba membuat karakter masyarakat Indonesia juga beragam (tradisi, modern dan informasi), hal ini mengakibatkan prilaku dan perhatian mereka terhadap globalisasi khususnya hegemoni budaya juga berbeda- beda. Sebagai contoh; masyarakat perkotaan yang mampu membuat kebudayaannya sendiri (urban) pasti tidak masalah/ tidak sadar dengan adanya hegemoni budaya tersebut (bahkan mereka tanpa sadar telah menjadi agen perubahan budaya ini). Memang yang memikirkan hegemoni ini kebanyakan kaum akademisi, seniman dan budayawan. Tetapi dalam konteks strategi 3
  • 4. budaya ini juga berbeda-beda perlakuannya. Kaum akademisi mungkin mempunyai teori-teori yang bagus tentang counter budaya ini, tetapi kebanyakan utopis dan tidak aplikatif, hal ini disebabkan adanya jarak pemahaman antara akademisi dengan masyarakat di luar kampus. Kasus seniman dan budayawan juga sama, karena perkembangan seni dan budaya di Indonesia ini tidak berjalan lurus dengan pemahaman masyarakatnya. Sehingga, strategi apapun yang dibuat seniman dan budayawan tidak akan jalan. Pertama, karena bisa jadi masyarakat merasa tidak terhegemoni, kedua masyarakat sudah terlanjur percaya dengan cap kaum kapitalis barat yang memproduksi budaya massa bahwa seni tradisi itu kolot, kuno dan ketinggalan jaman, ketiga seniman dan budayawan sendiri gagal dalam mendialogkan gagasan mereka. Apalagi di dalam konteks seni rupa, hegemoni itu sudah sangat terasa sekali, hal ini dengan posisi seni rupa ”asli” Indonesia (Kriya) yang dalam perjalanannya telah dihegemoni oleh politik kebudayaan barat dengan menyamakan Kriya ini dengan ”Craft” atau barang kerajinan. Hal ini tak lepas dari pengadaptasian yang serampangan karena tidak memahami paradigma dan wacana asli dari barat. Konstruksi sejarah, teori dan wacana seni rupa modern barat yang solid (karena telah dibangun sejak abad ke 17) sedikit banyak telah menimbulkan adanya hierarki dan membentuk trinitas fine art-design-craft. Dari tiga bentuk trinitas di atas batas yang cukup jelas dari ketiganya adalah design yang kemudian di dalam bahasa Indonesia menjadi desain. Dalam prakteknya desain masuk ke dalam apllied art atau seni terap sedangkan batasan fine art (seni murni) dan kria (craft) masih sangat rancu. Kriya sendiri menurut Anusapati berasal dari bahasa Jawa lama yang berarti pekerjaan. “…digunakan pada awalnya untuk menggantikan kata “kerajinan” yang pengertiannya semakin meluas dan rancu. Untuk membedakannya dengan aktivitas yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan keindahan seperti “kerajinan tahu tempe”, maka digunakanlah istilah “kriya” untuk hal-hal yang 4
  • 5. berhubungan dengan pembuatan barang-barang seni dengan keterampilan tinggi seperti batik, keramik, ukiran kayu dsb.” (Anusapati, 2005) Jadi dengan kata lain, seni rupa tradisi nusantara yang asli Indonesia ini, oleh para praktisi seni rupa barat dianggap tidak ada, dan hanya dipandang sebagai sebuah hasil kerajinan saja. Mereka mengingkari bahwa dalam kriya nusantara, di samping bentuk visual yang artistik maupun estetik juga mengandung filosofi dan makna yang dalam. Seni Populer Vs Seni Tinggi Khusus untuk kasus yang kedua (berkaitan dengan budaya populer-massa), sebetulnya dalam masyarakat baratpun budaya ini juga menjadi satu persoalan yang terus diperdebatkan. Sampai saat ini kaum konservatif dan neokonservatif terus menyerang kebudayaan populer, namun anehnya kekuatan budaya populer semakin kuat dengan begitu besar pengaruhnya kepada miliaran manusia. Dan anehnya pula kebudayaan populer lebih banyak berpengaruh pada kelompok orang muda dan menjadi pusat ideologi masyarakat dan kebudayaan, padahal budaya populer terus menjadi kontradiksi dan perdebatan (Ben Agger, 1992;28) Di satu sisi budaya juga memiliki nilai yang menbedakan satu budaya dengan yang lainnya. Budaya yang memiliki nilai tinggi dibedakan dengan budaya yang memiliki nilai di bawahnya. Di sini, seni populer yang menjadi salah satu unsur pembentuk budaya populer oleh sebagian intelektual modern barat dianggap lebih rendah dibandingkan dengan seni yang ”serius”. Seni populer dianggap tidak punya kedalaman makna dan hanya mengejar kesenangan sesaat; Kelemahan dari seni populer tidak semata-mata berasal dari kenyataan bahwa ia adalah penghibur, membuat tertawa dan menghibur hati. Seni diproduksi dan mempresentasikan sebuah nilai hanya ketika ada kebutuhan untuk itu, tetapi ia kehilangan maknanya ketika dia diciptakan semata-mata untuk menciptakan sebuah kebutuhan atau untuk menambahnya. (Hausser; 581) 5
  • 6. Sedangkan dalam konteks Indonesia, seni popular selalu dikaitkan dengan seni luhur yang adi luhung atau seni keraton. Seni populer dianggap sebagai hantu atau virus yang bisa merusak tatanan nilai serta sendi-sendi kehidupan masyarakat Indonesia. Seni populer beserta ’perangkat media massa’ seperti pasar rakyat, film, buku, televisi, dan jurnalistik akan menuntun perkembangan budaya pada ’erosi nilai budaya’. Fakta bahwa seni populer sebagai lawan dari fleksibilitas seni yang luhur, terikat kaku terhadap aturan-aturan, standar-standar tentang apa yang nampaknya menjadi rahasia best seller, hits, dan sangat sukses (smashes), adalah satu dari karakteristik- karakteristik yang paling menonjol dari bentuk seni ini. Seni populer tidak dapat dimusnahkan begitu saja dengan alasan bahwa ia jelas-jelas tidak mengandung unsur kebaikan, tetapi menunjukkan lebih kurang sebagai produk yang memuaskan. (Hausser;585) Globalisasi dan Seni Pergeseran budaya yang terjadi dalam berbagai aspek kehidupan manusia, berdampak pada perubahan-perubahan cara pandang dan pola pikirnya dalam mensikapi dinamika tersebut sesuai dengan harapan yang diinginkan. Arus globalisasi yang mendera dunia mengakibatkan semakin tipisnya sekat-sekat budaya lokal yang linier dan lamban, seakan terkikis dengan arus gelombang perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan dengan lompatan-lompatan yang sangat progresif. Teknologi dan transformasi budaya global menimbulkan/ mengakibatkan berbagai permasalahan-permasalahan yang rumit dan kadang sulit dalam pencarian solusinya, ciri budaya dengan berbagai hasil produk budayanya sebagai suatu unikum identitas suatu bangsa yang khas semakin tergeser dan untuk itu perlu disikapi dengan kreatif dan positif agar eksistensinya terjaga. Dinamika yang terjadi dewasa ini berdampak pula dalam kompleksitas kehidupan masyarakat, termasuk di dalamnya pada bidang kesenian secara umum dan seni rupa pada khususnya. Kondisi demikian di satu sisi menumbuhkan sikap agresif dan positif dan sekaligus pada sisi 6
  • 7. yang lain mengakibatkan sikap negatif/ pesimistik. Dualisme tersebut tentunya tergantung dari bagaimana mensikapi dan mengartikulasikannya pengaruh dan pergeseran budaya yang telah berlangsung dewasa ini. Di dalam dunia penciptaan karya seni, perubahan-perubahan tersebut telah banyak menghasilkan faktor-faktor obyektif yang banyak mempengaruhi dalam proses penciptaan seni; artinya semakin terbentangnya pilihan-pilihan ide maupun konsep-konsep dengan berbagai konsekwensinya. Seniman sebagai pencipta karya seni bisa saja larut dalam kecenderungan yang telah menjadi wacana umum yang bersifat global, maupun tetap bertahan pada konsep dan bentuk-bentuk yang telah diyakininya; hal demikian semua tetap sah adanya, dan memberi arti bagi kehidupan kesenian dan masyarakat secara umum. Kehadiran karya seni sebagai hasil dari kelompok maupun individual merupakan bentuk pemenuhan kebutuhan dalam menuangkan ide atau gagasan nilai-nilai dalam kehidupan, baik nilai etis, estetis, sosial, religius, ekonomis, dan yang lainnya; hal itu menunjukkan bahwa manusia dan seni sebagai sesuatu yang selalu beriringan. Perkembangan tingkat kebudayaan akan tercermin pula dalam keaneka ragaman bentuk dan jenis karya seni yang dihasilkannya, sebagai refleksi dari sistem nilai, tradisi, sumberdaya lingkungan , kebutuhan hidup dan prilaku dimana kesenian itu hidup. (Tjetjep Rohendi Rohidi, 2000; 196) Oleh karena itu, pencarian identitas jatidiri bangsa perlu tarikan benang emas yang mampu menghubungkan antara sikap konservatif dan progessif. Sikap konservatif punya kecenderungan untuk melestarikan akar budaya tradisi yang telah mapan dan berakar di bumi pertiwi ini, sedang sikap progressif berwawasan untuk masa datang dan menuntut kreativitas pembaruan (modernisme). Keduanya mempunyai pijakan dan capaian hasil yang berbeda; sikap konservatif menghasilkan produk budaya yang berpijak masa lalu yang membuahkan bentuk-bentuk nostalgia adiluhung, sedang sikap progressif yang mendambakan kreatifitas menghasilkan produk budaya yang berpijak pada masa kini yang membuahkan bentuk alternatif yang 7
  • 8. bersifat eksperimental. Dari kasus tersebut, menurut Dharsono (2000) dalam konteks seni rupa sekarang hal itu dapat di bagi menjadi tiga konsep besar yaitu; Konsep seni revitalisasi: Seni lukis secara konseptual mencoba mengangkat bentuk seni tradisi secara vital untuk menuangkan ide garapnya. Seni lukis wayang dalam konsep revitalisasi garap merupakan bentuk seni lukis dengan memanfaatkan wayang sebagai obyek pelukisannya secara vital. Artinya pemanfaatan wayang sebagai sosok maupun cerita pewayangannya, secara transparan terlukiskan kembali. Wawasan seniman dalam hal ini dilatar belakangi misi pengembangan seni tradisi secara konservatif. Konsep seni reinterpretasi: Seni lukis secara konseptual mencoba menafsirkan kembali bentuk-bentuk seni tradisi, sesuai dengan teknik dan gaya pelukisan secara individuil dalam mengungkapkan idenya. Seni lukis wayang dalam konsep reinterpretasi, mencari berbagai alternatif bentuk seni lukis hasil re-interpretasi studi wayang tradisi. Artinya Seni lukis tersebut merupakan hasil proses pengolahan seniman dalam menafsirkan kembali bentuk atau wujud wayang, kemudian ia terjemahkan ke dalam media ungkapnya. Wawasan seniman dilatar belakangi oleh dua gagasan antara konservatif dan progresif. Konsepsi modern dengan sentuan tradisi, secara konseptual merupakan satu bentuk seni lukis yang mendambakan ungkapan perasaan secara murni. Konsep ini secara murni melukiskan sesuatu sesuai dengan teknik, corak dan pemilihan media sesuai dengan misi pribadinya. Pemanfaatan unsur dan sosok wayang bukan lagi sebagai salah satu sarana ungkap, ataupun sumber inspirasi, tetapi sebagai rangsang cipta. Sehingga hadirnya sosok atau unsur wayang bukan sebagai bentuk pelukisan kembali, namun lebih sebagai unsur-unsur atau elemen dasar penyusunan. Wawasan seniman modern dilatar belakang oleh gagasan progresif. Karya Proses penciptaan dalam kaitan ini lebih mengutamakan kreativitas, sedang usaha pemaknaan ditentukan oleh pematangan teknis; kejelian, kemahiran dan keputusan menentukan unsur desain, sehingga mampu memberikan jabaran secara tekstual yang penuh dengan tafsir. Seni lukis secara hermenuetik menekankan pada komposisi unsur-unsur rupa yang mampu menawarkan berbagai tafsir. (Dharsono, 2000) Dengan konsepsi besar seperti di atas, para praktisi seni rupa Indonesia akhirnya banyak yang mampu bersaing dengan perupa lain di dunia seni rupa profesional dunia. Karya-karya mereka sudah masuk ke 8
  • 9. galeri-galeri serta balai lelang di manca negara seperti Singapura dan Belanda. Sedangkan para perupa yang memilih jalur “pasar” wacana, banyak yang ikut program residen (program yang dibuat oleh institusi seni dengan mengundang beberapa artis dari negara lain untuk tinggal beberapa bulan di negaranya untuk sharing gagasan dan pengalaman) dan mengikuti beberapa event akbar seni rupa di dunia (Biennale, Trienalle dll). Selain itu, terjadi juga perluasan aktivitas dalam performing arts. Kelompok musik, teater serta tari dari Indonesia semakin mencuat dengan cerita-cerita mutakhir dan penampilan yang memukau. Kiprah mereka bukan hanya berlangsung di kandang sendiri, melainkan melanglang ke berbagai negara, misalnya; Padepokan Tari Bagong Kussudiardjo dari Yogyakarta dan Sardono W Kusuma (tari-Solo), Rahayu Supanggan dan I Wayan Sadre (musik-Solo). Keberangkatan mereka selalu diikuti para pengamat dan penikmat seni budaya secara seksama. Perkembangan terjadi pula dalam bidang kesusastraan. Di samping tetap mempertahankan nilai dan esensi karya-karya klasik, para pengarang Indonesia bertindak inovatif dengan tidak bertumpu pada bentuk stereotip karya sastra lama yang cenderung berfokus pada mitologi yang terstruktur kaku, alur cerita yang mudah ditebak dan happy ending. Sekarang banyak dihadirkan cerita-cerita global, dengan cara pengungkapan yang lebih bebas dengan struktur yang open ending. Telah terjadi akulturasi antara beberapa kebudayaan, yang selanjutnya diterima sebagai budaya global. Keterkaitan budaya seperti ini, tidak perlu ditakuti seperti terjadi pada banyak pihak sebagai sumber konflik, melainkan kenyataannya justru menghadirkan perubahan kreatif yang dapat diterima khalayak luas. Resistensi atau Komoditi Di sisi yang lain, seniman dan budayawan sebetulnya di dalam 9
  • 10. praktik budaya kontemporer seperti sekarang ini juga sudah bergeser nilai dan fungsinya. Ketika seniman dan budayawan dalam masyarakat tradisi berfungsi sebagai penutur nilai-nilai luhur kearifan lokal (misal; dhalang), dalam masyarakat sekarang mereka telah menarik diri dari fungsi-fungsi sosialnya, mereka hanya mementingkan ekspresi dan kepentingan ekonomi individu semata, inilah yang akhirnya seni budaya itu berjarak dengan masyarakatnya. Sebagai contoh, konsep revitalisasi, konservasi, restorasi atau yang lebih agak jauh lagi menggali nilai-nilai kearifan lokal dengan mencoba me-reinterpretasikanya, masyarakat juga tidak ambil peduli. Akhirnya kesadaran yang dimiliki oleh seniman atau budayawan tersebut hanya dimiliki oleh mereka sendiri. Belum lagi estetika yang berkembang di tengah masyarakat bukan estetika ekspresi seni seperti yang diperjuangkan seniman dan budayawan tetapi justru estetika industri seni. Berbicara industri seni tentu saja tak bisa lepas dengan seni populer, dan sesuai dengan prinsip- prinsip yang diterima secara umum tentang kritisme seni modern, seni populer berhutang ketuntasannya dan selalu mengembangkan audiens (pendengarnya) untuk menangani demokrasi, relaksasi tentang privilege yang bersifat pendidikan, pencapaian output ekonomis, dan kompetisi di dalam area seni, serta prospek yang selalu meningkat tentang partisipasi secara aktif atau pasif dalam proses perdagangan spiritual. Karakter yang menonjol dari karya sebagai barang - adalah signifikan dari semua produksi artistik pada masa industri komersial. Paling mungkin gerakan kebudayaan ini tidak dalam area yang luas seperti memikirkan strategi kebudayaan, tetapi justru pada wilayah- wilayah yang kecil seperti konsep yang dianut oleh beberapa seniman yaitu kesadaran penciptaan deferensiasi pada karya-karyanya (baik yang estetika ekspresi seni maupun estetika industri seni). 10
  • 11. Dengan seni modern yang disentuh oleh budaya tradisi, sedikit demi sedikit diharapkan akan mampu membuat masyarakat mengenali kembali kebudayaannya. Sisi positif yang lain, adanya resistensi yang muncul secara alamiah, ketika masyarakat sudah mulai jenuh atau merasa bahwa hegemoni budaya ini sudah demikian kuat mencengkeram maka akan timbul secara alamiah sebuah usaha perlawanan (resistensi) terhadap budaya pendatang ini. Mungkin bagi masyarakat umum, secara murni resistensi itu akan muncul dengan derajat penolakan sesuai dengan latar belakang mereka masing-masing, yang suatu ketika tanpa sadar akan terhegemoni kembali oleh bentuk atau praktik-praktik baru yang diciptakan oleh kaum kapitalis barat dalam globalisasi. Sedangkan dalam praktik dunia seni, kesadaran itu mungkin menjadi satu resistensi tetapi peluang terbesar justru menjadi satu komoditi ekonomi. Hal ini terkait dengan sifat dan karater budaya populer-massa yang dibawa oleh arus globalisasi sebagai satu keping uang logam dengan dua sisi yang berbeda tetapi satu kesatuan. Budaya massa sangat berhubungan dengan budaya popular sebagai sumber budaya massa. Bahkan secara tegas dikatakan bahwa, bukan populer kalau bukan budaya massa, artinya budaya tradisional juga dapat menjadi populer apabila menjadi budaya massa. Contohnya adalah Srimulat, Ludruk, Ketoprak maupun Campursari. Pada mulanya kesenian tradisional ini berkembang di masyarakat tradisional dengan karakter-karakter tradisional, namun ketika kesenian ini dikemas di media massa, maka sentuhan- sentuhan populer mendominasi seluruh kesenian tradisional itu, baik cerita, kostum, latar, dan sebagainya tidak lagi menjadi konsumsi masyarakat pedesaan namun secara massal menjadi konsumsi semua lapisan masyarakat di pedesaan dan perkotaan. (Burhan Bungin, 2006;77-78) Seni populer dengan spirit post modernnya sangat memberi ruang bagi nilai-nilai lokal (hal ini terkait dengan hilangnya titik pusat yang dianut oleh kaum modernis). Di mana kebenaran sudah tidak lagi ”universe” (tunggal) milik barat tetapi “multiverse” milik setiap komunitas atau 11
  • 12. kelompok pada ekosistem atau wilayah tertentu. Sedangkan seni massa, betul-betul politik ekonomi kapitalis barat yang ingin semua merujuk dan mengaju pada nilai-nilai estetika, ekonomi, sosial dan budaya barat. Sehingga dalam budaya massa, yang paling berpengaruh adalah kaum kapital (pemodal) sedangkan pihak lainnya (massa) dimanapun mereka berada adalah objeknya. Sedangkan seniman atau budayawan, bisa jadi menjadi agen produksi atau distribusinya. Dengan pencarian nila-nilai lokal dalam praktik kekaryaannya, di satu sisi bisa menjadi satu bentuk resistensi, tetapi di sisi yang lain bisa jadi sebuah komoditi. Dengan kesadaran pada pentingnya personality style (gaya individu yang unik), karya seni bisa menjadi satu karya yang berbeda dengan yang lain. Ketika sebuah karya seni begitu berbeda pasti banyak orang yang akan tetarik untuk mencoba dan mencicipinya. 12
  • 13. DAFTAR PUSTAKA Antariksa, Raymond Williams, dalam http://www.kunci.or.id/esai/nws / 0607/williams.htm Anusapati, Kriya Kontemporer Yogyakarta, Majalah Seni Rupa Dua Bulanan, Visual Art, edisi Februari/Maret 2005 Audifax, Resistensi Gaya Hidup: Teori dan Realitas, Bandung, Jalasutra, 2006 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi, Jakarta, Kencana, 2006 Dharsono, Seni Lukis Indonesia; Sebuah Catatan Perjalanan dan Konsepsi Alternatif, dalam Jurnal Seni Rupa dan Desain , Volume 1.1, STISI, Bandung, Agustus, 2000 Featherstone, Mike, Posmodernisme dan Budaya Konsumen, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2005 Hauser, Arnold, Sosiology of Art, University of Chicago Press, London, 1973 Harry WS, Pengantar Hegemoni, dalam http://synaps.wordpress. com/2005/12/01/pengantar-hegemoni/ Strinati, Dominic, Popular Culture; Pengantar Menuju Budaya Populer, Yogyakarta, Bentang, 1995 13