1. Hijrah adalah Satu dari Tiga Pilar Penegakan Islam
Adityanugroho – Senin, 29 Zulhijjah 1431 H / 6 Desember 2010 14:19 WIB
Hari ini adalah hari terakhir tahun 1431 Hijriyah. Kalau Allah beri kita umur tambahan, insya
Allah nanti sore setelah mata hari tenggelam kita akan memasuki awal tahun 1432 Hijriyah.
Pelajaran apa yang kita dapatkan dari peristiwa Hijrah, khususnya Hijrah Rasul SAW dan
para sahabat ke Madinah? Inilah pertanyaan yg selalu kita tanyakan pada diri kita saat
melewati pergantian tahun Hijriyah, atau saat memasuki tahun baru Hijriyah.
Hijrah adalah satu dari tiga pilar Islam, yakni Iman, Hijrah dan Jihad. Inilah tiga pilar Islam
yang menyebabkan Islam bisa tegak dalam diri, dalam rumah tangga, dalam masyarakat dan
bahkan dalam sebuah pemerintahan, atau negara.
Bila salah satu ditinggalkan, maka bangunan Islam itu tidak akan pernah berdiri dengan
kokoh, lurus dan sempurna, bahkan menjadi miring dan tidak akan lama bertahan kemudian
roboh. Allah menjelaskan :
"Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di
jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang." (QS. Al-Baqarah [2] : 218)
Sesungguhnya bangunan Islam, baik dalam diri, rumah tangga, masyarakat apalagi dalam
bentuk negara dan pemerintahan sudah roboh sejak tahun 1924, saat robohnya Khilafah
Utsmaniyah yang berpusat di Turki di tangan Mustafa Kemal Ataturk.
Sejak itu, sampai saat ini, bangunan Islam belum berhasil di tegakkan kembali. Sebabnya
jelas, karena umat Islam belum memiliki tiga tiang pilar tersebut dalam waktu yang
bersamaan. Pilar iman saja tidak cukup, apalagi hanya pilar hijrah atau jihad saja. Begitu
pula, jika pilar iman masih lemah, maka pilar hijrah dan pilar jihad juga akan ikut lemah.
Sesungguhnya tiga pilar tersebut merupakah kehendak robbani yang tidak mungkin diganti
lagi. Itu adalah ketetapan sang Pencipta alam semesta. Dengan tiga pilar itulah Islam ini
ditegakkan oleh Rasul SAW, sehingga bisa bertahan 13 abad lamanya.
Jika kita ingin merekonstruksi bangunan Islam ini kembali ke dalam kehidupan nyata
khususnya pemerintahan dan negara, apalagi khilafah, maka ketiga pilar tersebut harus kita
miliki terlebih dulu.
Tanpa ketiga pilar tersebut, mustahil bangunan Islam itu dapat tegak kembali. Bisa-bisa apa
yang kita harapkan tak lebih dari fatamorgana. Allahu a’lam.
2. Pelajaran dari Hijrah ke 2 : Hijrah adalah Syarat Melakukan
Perubahan
إِنَّالََّصنإرُإرَّسصَّرَُّس ََّنصَّذنيَ صنَننَّذَّف لصنَحُنصإةَّ صا َُّّسَيَ ن َََّّنصةََّإي إصقإمإ َّةةَّ نصَيَُ
"Sesungguhnya Kami menolong rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman dalam
kehidupan dunia dan pada hari berdirinya saksi-saksi (hari kiamat)," (QS. Ghafir [40] : 51)
Jika Iman adalah syarat kemenangan di dunia dan akhirat, maka Hijrah adalah syarat mutlak
untuk melakukan perubahan. Dalam banyak ayat Al-Qur’an,ص kitaصmenemukanص Hijrahص ituص
urutan kedua setelah Iman. Sedangkan Jihad urutan ketiga setelah Iman dan Hijrah. Tidak
akan pernah ada perubahan jika tidak pernah melakukan hijrah. Maka, ketiga pilar tersebut
tidak bisa dipisahkan dan bahkan tidak bisa diputarbalikkan urutannya.
Hijrah itu syarat mutlak perubahan.. Paling tidak ada dua bentuk perubahan yang dihasilkan
hijrah :
1) Perubahan dari kondisi terjajah dan tertindas kepada kondisi kebebasan dan kemerdekaan
serta dari kondisi sistem hidup jahiliyah yang penuh kezhaliman dan kerusakan kepada sistem
Islam yang penuh berkah dan adil. Perubahan dari dzillah (kehinaan dan terhina) kepada
kondisi izzah (kemuliaan) dan harga diri,
Dalam kondisi dimana umat Islam tidak bisa lagi menjalankan aqidah dan nilai-nilai
keislamannya dengan bebas dan baik, maka Hijrah Makaniyah (hijrah dari satu wilayah asal
ke wilayah lain) adalah solusinya. Kalau tidak, mereka tidak akan pernah lepas dari
cengkraman penguasa zhalim dan masyarakat jahiliyah. Inilah yang dilakukan Rasul Saw.
saat menyuruh sahabatnya hijrah ke Habasyah (Ethiopia) dan kemudian Beliau juga mencoba
hijrah ke Thaif dan kemudian sampai Allah tetapkan mereka hijrah terakhir ke Yatsrib atau
Madinah.
Menariknya, bagi kaum Muslim yang tidak mau hijrah ke Madinah yang sudah menjadi
wilayah yang aman bagi Rasul dan kaum Muslimin lainnya dan mereka tetap memilih tinggal
di Makkah sampai ajal menjemput mereka, maka merekadianggap mati dalam keadaan
menganiaya diri dan tidak akan meraih keselamatan akhirat, kendati dengan alasan sebagai
kaum tertindas. Allah berfirman :
لصنَحصَُّّذَيََّتَّوفإ نصَةإاُنصإ نََِّصص إوةإاصَّ ذَحُنصإ نَِّص َاَفإييَِّلصَ َ نَُّصإ َّ ََ َّلَّ صنإ إ نَح ََُّّضص َُّّسَيَ صن َيَُُنإ نَِّۚصص ََقََّ صَ َََّين ََّصَ َ صن إَقَِّصُّإ َّضص ََِّّ
نَذم َ َّ صَُّانَّي َََّصصإ َةَّاَّلص إ ن ََّأَّ صَّهَمَّْ َإأَّحۚصصنَّاذَحَنصإم َنلَّاإوَّح
Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri
sendiri (kepada mereka) malaikat bertanya, "Dalam keadaan bagaimana kamu ini?" Mereka
menjawab, "Adalah kami orang-orang yang tertindas di negeri (Makkah)." Para malaikat
berkata, "Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah ke sana?" Orang-
orang itu tempatnya neraka Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.
(QS. An-Nisa’ص[4])79ص:ص
2) Perubahan dari kondisi jauh dari Allah dan Rasul-Nya kepada dekat kepada Allah dan
Rasul-Nya. Perubahan dari keimanan yang bercampur syirik dan khurafat kepada keimanan
yang bersih dari syirik dan khurafat.ص Perubahanص dariصibadahصyangص bercampurص bid’ahص kepadaص
3. ibadah yang sesuai dengan sunnah. Perubahan dari kondisi jahil (mamahami) Islam (Al-
Qur’anصdanصSunnahص Rasulص Saw)صkepadaصmemahamiص danصmengamalkannya.ص Perubahanص dariص
kondisiص ma’shiyatص kepadaصketaatan.صPerubahan dari kondisi memusuhi Islam kepada
mencintai Islam. Perubahan dari permusuhan terhadap sesama Muslim kepada persaudaraan
danصpersatuan.ص Perubahanص dariصsistemص hidupص Jahiliyahص kepadaصsistemص Islamص danصseterusnya…ص
Hijrah seperti itu disebut dengan Hijrah Qiyam Imaniyah (Hijrah Nilai Keimanan).
Sesungguhnya umat Islam hari ini dituntut untuk melakukan hijrah nilai keimanan, karena
dengan seperti itulah mereka akan mampu melakukan berbagai perubahan, baik dalam diri,
keluarga, masyarakat maupun negara dan bahkan dalam skala dunia Islam global yang akan
menggantikan tatanan dunia baru yang penuh kezhaliman dan penjajahan. Allahu a’lam…
4. Pelajaran dari Hijrah ke 3 : Hijrah adalah Bukti Keunggulan
Strategi Allah
Adityanugroho – Senin, 13 Muharram 1432 H / 20 Desember 2010 16:08 WIB
Dipilihnya Muhammad bin Abdullah sebagai Nabi dan Rasul terakhir mengandung arti
strategis yang dalam. Demikian juga dengan ketetapan Allah atas Islam sebagai agama
terakhir umat manusia yang diridhai-Nya sampai akhir zaman mengandung arti strategis yang
luar biasa. Maka, strategi penyebaran dan penegakan Islam sebagai the way of life juga
memerlukan strategi yang unggul sehingga dapat mengungguli semua upaya dan strategi
manusia yang memusuhinya dan menginginkan agar Islam itu tidak tersebar, cahayanya
redup dan tidak tegak di atas muka bumi.
Hijrah adalah salah satu strategi yang luar biasa dari Allah. Sebab itu, peristiwa hijrah
mengajarkan kepada kita arti sebuah strategi dalam berdakwah. Sejak dari hijrah para sahabat
Rasul ke Habasyah, hijrah Rasul ke Thaif dan terakhir ke Madinah, semuanya mengajarkan
bahwa dalam berdakwah itu harus ada strategi. Namun startegi itu akan lemah jika
mengandalkan kemampuan akal dan pemikiran manusia, siapaun dia. Strategi itu hanya akan
kuat dan unggul jika datang dari Allah, karena strategi-Nya pasti mengungguli strategi semua
manusia yang memusuhi Islam dan Rasul Saw. Siapapun mereka. Pemahaman seperti ini
yang diajarkan Allah kepada Rasul-Nya sejak awal Beliau menerima amanah dakwah. (QS.
Al-’A'raf [7] : 182–183, Al-Qalam [68] : Al-Jathiyah [45], Al-Muddaththir [74] : 11–17, Al-
Muzzammil [73] : 11–14)
Sebab itu, hijrah yang dilakukan Rasul itu adalah sepenuhnya perintah dan strategi Allah. Hal
itu terbukti saat Abu Bakar datang kepada Rasul untuk menyarankan Beliau segera berhijrah
karena mayoritas sahabat sudah meninggalkan Makkah dan berhijrah ke Madinah. Saat itu
Rasul Saw. berkata : Sabar wahai sahabatku, semoga Allah memilih engkau sebagai
sahabatku dalam berhijrah. Tidak lama kemudian, Rasul mendapat isyarat dari Allah untuk
melakukan hijrah ke Madinah pada waktu yang tepat (on the right time). Abu Bakarpun
terpilih sebagai sahabat yang menemani Beliau hijrah ke Madinah.
Satu hal yang perlu kita catat, bahwa dalam menjalankan strategi Allah itu bukan berarti kita
akan melewati hidup dan perjuangan dakwah ini di atas hamparan karpet merah, menerima
pujian dan sambutan hangat manusia bagai super star sejagad. Namun, yang akan terjadi
adalah sebaliknya dan berbagai hal yang memilukan dan bersabung nyawa.
Hal tersebut dapat kita lihat dengan nyata dalam peristiwa hijrah Rasul saw. khususnya saat
beliau merancang hijrah ke Madinah. Berbagai peristiwapun terjadi. Sejak dari pengepungan
rumah yang dilakukan oleh semua pemuda kabilah Arab yang ada di Makkah untuk
melakukan pembunuhan terhadap Beliau, nyaris ditangkap saat bersembunyi di gua Tsaur,
danصbegituص jugaص denganص Da’surصyangص nyarisص berhasilص mneghentikanص perjalananص hijrahص Beliau.
Mungkin di antara kita ada yang bertanya : Untuk apa semua peristiwa memilukan dan
menakutkan dalam hijrah itu terjadi, kalau memang hijrah itu sebuah strategi dari Allah?
Kenapa tidak Allah terbangkan saja Rasul Saw. itu ke Madinah seperti menerbangkan Beliau
saatصIsraصdanصMi’raj?ص Bukankahص Madinahص ituص jauhصlebihص dekatصketimbang Palestina? (Jarak
Makkah ke Madinah hanya sekitar 350 km, sedangkan jarak Masjidil Haram ke Masjid Al-
Aqsha sekitar 1300 km.)
5. Atau, kenapa harus hijrah segala? Apakah Allah tidak mampu memenangkan Rasul dan
agama-Nya di Makkah yang menjadi kampung dan negeri tempat kelahiran Beliau sendiri?
Toh performance, image, track record, koneksi, network, persahabatan, citra positif dan
sebagainya sudah terbangun dalam diri Muhammad Saw. dan sebagian sahabatnya di Makkah
dengan sempurna? Untuk apa semua kesulitan dan pengorbanan itu harus ditempuh dan
dialami Rasul dan para sababatnya?
Jawabannya ialah :
1. Itulah strategi Allah dalam menjalankan dakwah Islam. Strategi Allah itu
mengharuskan Rasulullah, para sahabat dan siapa saja umatnya yang menjalankan
dakwah Islam untuk melewati jalan dakwah yang penuh onak dan duri.
2. Keunggulanص strategiص Allahص hanyaص akanصdirasakanص danصberpihakص kepadaصparaصda’iصyangص
istiqamah dalam menjalankan strategi Allah yang penuh keringat, air mata dan darah.
Karena, Allah hanya mau menyertai dan mendampingi mereka dalam jalan dakwah
yang mengikuti startegi-Nya itu seperti yang dirasakan Rasul Saw. saat berada dalam
gua Tsaur ketika Abu Bakar ketakutan dan mencemaskan keselamatan diri Beliau dari
tangkapan kaum Musyrik Makkah yang sudah sampai ke pintu gua tempat Beliau dan
Abu Bakar bersembunyi untuk sementara waktu.
3. Pertolonganص Allahص hanyaص akanصturunص kepadaصparaصda’iصyangص siapصmenjalankanص dakwahص
Islam sesuai strategi yang dirancang-Nya yang penuh tantangan dan pengorbanan.
Bukan kepada mereka yang tidak siap menanggung beban ujian dan cobaan serta
mencari jalan damai dan negosiasi dengan pihak kebantilan. Allah berfirman :
صََّنقت لصنَحنصَّ إ صَُْص ََُّّذةصناَّلَينَّاَنصإمَّيَّاص َُّّسَيَ إصنكَّلَّموَِّصَُْصإ َ صنإَ َّمَّ َّيصََّرَّحصإََإمإ ةَّضص َرَُصصَّ َ صن َيَُصَِّيفَّضص َّصرَكَا َنتَّ َ صإ ُإرَّسصَُْ
َنصنإمَّيَّاصَُّّسَيَ صنَّ َّ َََّاَّصنَََّّل َََّّنص ََّمَّضص َ َصُِإةإجَنصإََََّسَِّ ََّصَكذَََّّ إصكَّوَّةذَ َّيصإ َ َّصن َِّيَّأَّحَصصَّنةَََّّ صإ َ ن ََّٰصصنَّذَإَ صنَّلَ صَ َ صنإ َّ َََّا ََّٰصص ْ ََّينف
صَ ذَ َّتصَِس ََِّ
Jikalau kamu (kaum Mislimin di Madinah) tidak menolongnya (Muhammad) maka
sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin
Makkah) mengeluarkannya (dari Makkah), sedang dia salah seorang dari dua orang
ketika keduanya berada dalam gua, diwaktu dia (Rasulullah) berkata kepada
sahabatnya (Abu Bakar): "Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta
/ bersama kita." Maka Allah menurunkan ketenangan kepadanya (Muhammad) dan
membantunya dengan tentara yang kamu tidak melihatnya, dan Dia menjadikan
kalimat (agama) orang-orang kafir itu rendah. Dan kalimat Allah itulah yang tinggi.
Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. At-Taubah [9] : 40)