Pedoman ini mengatur tentang permohonan izin Jaksa Agung untuk pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan, penangkapan, dan penahanan terhadap Jaksa yang diduga melakukan tindak pidana. Permohonan izin harus dilengkapi dokumen tertentu dan akan diperiksa oleh pejabat yang ditunjuk untuk memberikan rekomendasi kepada Jaksa Agung. Izin dapat disetujui atau ditolak, dan pelaksanaannya akan dilap
7 upaya paksa ( penangkapan, penahanan, pengeledahan dan penyitaan);GradeAlfonso
Pertemuan ke-7 membahas tentang Upaya Paksa Hukum Acara Pidana di pengadilan
Note = Saran dan perbaikan sangat diharapkan untuk masa depan generasi Indonesia, terimakasih
Pertemuan ke-10 membahas tentang Surat Dakwaan dalam Hukum Acara Pidana di pengadilan
Note = Saran dan perbaikan sangat diharapkan untuk masa depan generasi Indonesia, terimakasih
6 ruang lingkup, sumber hukum dan penyidikanGradeAlfonso
Pertemuan ke-6 membahas tentang Ruang Lingkup dan Sumber Hukum Acara Pidana di pengadilan
Note = Saran dan perbaikan sangat diharapkan untuk masa depan generasi Indonesia, terimakasih
9 penuntut umum, pra penuntutan dan penuntutanGradeAlfonso
Pertemuan ke-9 membahas tentang PENUNTUTAN dalam Hukum Acara Pidana
Note = Saran dan perbaikan sangat diharapkan untuk masa depan generasi Indonesia, terimakasih
ALAT PENEGAK HUKUM - LEMBAGA NEGARA (ADVOKAT , KEPOLISIAN , KEJAKSAAN , HAKIM...Lamria Agnes Meilani
PKN - LEMBAGA-LEMBAGA NEGARA - ADVOKAT , KEPOLISIAN , KEJAKSAAN , HAKIM , KPK (pengertian , UU yang mengatur , tugas dan wewenang , kewajiban , kode etik)
11 pengertian, alasan dan tujuan praperadilanGradeAlfonso
Pertemuan ke-11 membahas tentang konsep PRA-PERADILAN dalam sistem Hukum Acara Pidana di pengadilan
Note = Saran dan perbaikan sangat diharapkan untuk masa depan generasi Indonesia, terimakasih
7 upaya paksa ( penangkapan, penahanan, pengeledahan dan penyitaan);GradeAlfonso
Pertemuan ke-7 membahas tentang Upaya Paksa Hukum Acara Pidana di pengadilan
Note = Saran dan perbaikan sangat diharapkan untuk masa depan generasi Indonesia, terimakasih
Pertemuan ke-10 membahas tentang Surat Dakwaan dalam Hukum Acara Pidana di pengadilan
Note = Saran dan perbaikan sangat diharapkan untuk masa depan generasi Indonesia, terimakasih
6 ruang lingkup, sumber hukum dan penyidikanGradeAlfonso
Pertemuan ke-6 membahas tentang Ruang Lingkup dan Sumber Hukum Acara Pidana di pengadilan
Note = Saran dan perbaikan sangat diharapkan untuk masa depan generasi Indonesia, terimakasih
9 penuntut umum, pra penuntutan dan penuntutanGradeAlfonso
Pertemuan ke-9 membahas tentang PENUNTUTAN dalam Hukum Acara Pidana
Note = Saran dan perbaikan sangat diharapkan untuk masa depan generasi Indonesia, terimakasih
ALAT PENEGAK HUKUM - LEMBAGA NEGARA (ADVOKAT , KEPOLISIAN , KEJAKSAAN , HAKIM...Lamria Agnes Meilani
PKN - LEMBAGA-LEMBAGA NEGARA - ADVOKAT , KEPOLISIAN , KEJAKSAAN , HAKIM , KPK (pengertian , UU yang mengatur , tugas dan wewenang , kewajiban , kode etik)
11 pengertian, alasan dan tujuan praperadilanGradeAlfonso
Pertemuan ke-11 membahas tentang konsep PRA-PERADILAN dalam sistem Hukum Acara Pidana di pengadilan
Note = Saran dan perbaikan sangat diharapkan untuk masa depan generasi Indonesia, terimakasih
1. JELASKAN BEBERAPA POKOK PIKIRAN YANG BERKAITAN PEMBENTUKAN PERADILAN HAM.
2. ADA BEBERAPA NILAI NILAI YANG TERDAPAT PADA UNDANG UNDANG NO 26 TAHUN 2000 TENTANG PERADILAN HAM, JELASKAN.
3. APAKAH ICC DAPAT MENGADILI LAGI KASUS PELANGGARAN HAM YANG BERAT YANG SUDAH NE BIS IN IDEM , JELASKAN ALASANNYA.
4. APAKAH PENYELIDIKAN, PENYIDIKAN, PENUNTUTAN,, PEMERIKSAAN DIPERSIDANGAN DALAM PERKARA PELANGGARAN HAM YANG BERAT BISA DITERAPKAN UU NO 8 TAHUN 1981 ? JELASKAN.
5. URAIKAN PERBEDAAN PENYELIDIK DALAM UNDANG UNDANG NO 26 TAHUN 2000, DIBANDINGKAN DENGAN PENYELIDIK DALAM UNDANG UNDANG NO 8 TAHUN 1981.
6. URAIKAN APA SAJA WEWENANG PENYELIDIK DALAM PASAL 19 UNDANG UNDANG NO 26 TAHUN 2000 ?
7. BAGAIMANA PENDAPAT PENYIDIK SETELAH MENERIMA KESIMPULAN HASIL PENYELIDIKAN YANG DILAKUKAN OLEH KOMNAS HAM ?
8. APAKAH UNDANG UNDANG NO 26 TAHUN 2000 MENGATUR TENTANG PENYIDIK ? JELASKAN.
9. LEMBAGA MANA YANG BERWENANG MELAKUKAN FUNGSI PENYIDIK DALAM PERKARA PELANGGARAN HAM YANG BERAT ? JELASKAN DAN PASAL YANG YANG MENGATURNYA.
10. LEMBAGA MANA YANG YANGB BERWENANG MEMBERIKAN PERPANJANGAN PENYIDIKAN SERTA BERAPA LAMA TOTAL WAKTU YANG DIBERIKAN PENYIDIK UNTUK MELAKUKAN PENYIDIKAN.
Disampaikan pada PKN Tingkat II Angkatan IV-2024 BPSDM Provinsi Jawa Tengah dengan Tema “Transformasi Tata Kelola Pelayanan Publik untuk Mewujudkan Perekonomian Tangguh, Berdayasaing, dan Berkelanjutan”
Dr. Tri Widodo Wahyu Utomo, S.H., MA
Deputi Kajian Kebijakan dan Inovasi Administrasi Negara LAN RI
PETUNJUK TEKNIS INTEGRASI PELAYANAN KESEHATAN PRIMER
Kementerian Kesehatan menggulirkan transformasi sistem kesehatan.
Terdapat 6 pilar transformasi sistem kesehatan sebagai penopang kesehatan
Indonesia yaitu: 1) Transformasi pelayanan kesehatan primer; 2) Transformasi
pelayanan kesehatan rujukan; 3) Transformasi sistem ketahanan kesehatan;
4) Transformasi sistem pembiayaan kesehatan; 5) Transformasi SDM
kesehatan; dan 6) Transformasi teknologi kesehatan.
Transformasi pelayanan kesehatan primer dilaksanakan melalui edukasi
penduduk, pencegahan primer, pencegahan sekunder dan peningkatan
kapasitas serta kapabilitas pelayanan kesehatan primer. Pilar prioritas
pertama ini bertujuan menata kembali pelayanan kesehatan primer yang ada,
sehingga mampu melayani seluruh penduduk Indonesia dengan pelayanan
kesehatan yang lengkap dan berkualitas.
Penataan struktur layanan kesehatan primer tersebut membutuhkan
pendekatan baru yang berorientasi pada kebutuhan layanan di setiap
siklus kehidupan yang diberikan secara komprehensif dan terintegrasi
antar tingkatan fasilitas pelayanan kesehatan. Pendekatan baru ini disebut
sebagai Integrasi Pelayanan Kesehatan Primer, melibatkan Puskesmas, unit
pelayanan kesehatan di desa/kelurahan yang disebut juga sebagai Puskesmas
Pembantu dan Posyandu. Selanjutnya juga akan melibatkan seluruh fasilitas
pelayanan kesehatan primer.
Survei Kesehatan Indonesia (SKI) Tahun 2023Muh Saleh
Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 merupakan survei yang mengintegrasikan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) dan Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGI). SKI 2023 dikerjakan untuk menilai capaian hasil pembangunan kesehatan yang dilakukan pada kurun waktu lima tahun terakhir di Indonesia, dan juga untuk mengukur tren status gizi balita setiap tahun (2019-2024). Data yang dihasilkan dapat merepresentasikan status kesehatan tingkat Nasional sampai dengan tingkat Kabupaten/Kota.
Ketersediaan data dan informasi terkait capaian hasil pembangunan kesehatan penting bagi Kementerian Kesehatan, Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota sebagai bahan penyusunan kebijakan, program dan kegiatan pembangunan yang lebih terarah dan tepat sasaran berbasis bukti termasuk pengembangan Rencana Pembangunan Kesehatan Jangka Menengah Nasional (RPJMN 2024-2029) oleh Kementerian PPN/Bappenas. Dalam upaya penyediaan data yang valid dan akurat tersebut, Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BKPK) bekerjasama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) dalam penyusunan metode dan kerangka sampel SKI 2023, serta bersama dengan Lintas Program di Kementerian Kesehatan, World Health Organization (WHO) dan World Bank dalam pengembangan instrumen, pedoman hingga pelaporan survei.
Disampaikan dalam Drum-up Laboratorium Inovasi Kabupaten Sorong, 27 Mei 2024
Dr. Tri Widodo W. Utomo, S.H., MA.
Deputi Kajian Kebijakan dan Inovasi Administrasi Negara LAN-RI
Eksum RTR KSN Soroako, hasil penyusunan tahun 2020
Pedoman 7.2020 ttg pemberian izin ja
1. JAKSAAGUNG
REPUBLIK INDONESIA
PEDOMAN
NOMOR 7 TAHUN 2020
TENTANG
PEMBERIAN IZIN JAKSA AGUNG ATAS PEMANGGILAN, PEMERIKSAAN,
PENGGELEDAHAN, PENANGKAPAN, DAN PENAHANAN TERHADAP JAKSA
YANG DIDUGA MELAKUKAN TINDAK PIDANA
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
a. Bahwa profesi Jaksa sebagai penyelenggara dan pengendali perkara
pidana atau selaku dominus litis memiliki peran penting dan strategis
untuk mewujudkan supremasi hukum. Dalam menjalankan tugas
penegakan hukum, Jaksa seringkali berada dalam situasi yang tidak
menguntungkan dari segi keamanan baik harta benda, keluarga
bahkan jiwanya sendiri sehingga memerlukan pelindungan hukum.
b. Bahwa salah satu bentuk pelindungan terhadap profesi Jaksa
diwujudkan dalam bentuk pemberian izin oleh Jaksa Agung atas
pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan, penangkapan, dan
penahanan terhadap Jaksa yang diduga melakukan tindak pidana
pada saat melaksanakan tugas dan wewenangnya berdasarkan
undang-undang.
c. Bahwa Jaksa Agung sebagai pimpinan tertinggi Kejaksaan
bertanggung jawab mengendalikan dan menjamin pelaksanaan tugas
dan wewenang Jaksa dalam proses penegakan hukum berjalan
dengan baik dan benar menurut saluran hierarki serta dalam rangka
menjaga harkat dan martabat Jaksa sebagai profesi terhormat.
2. - 2
2. Maksud dan Tujuan
a. Maksud
Pedoman ini dimaksudkan sebagai acuan terhadap pemberian izin
Jaksa Agung atas pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan,
penangkapan, dan penahanan terhadap Jaksa yang diduga
melakukan tindak pidana sebagaimana ketentuan dalam Pasal 8 ayat
(5) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan
Republik Indonesia.
b. Tujuan
Pedoman In! bertujuan untuk memberikan pelindungan kepada
Jaksa untuk dapat menjalankan profesinya tanpa mendapatkan
intimidasi, gangguan, godaaan, campur tangan yang tidak tepat atau
pembeberan yang belum diuji kebenarannya baik terhadap
pertanggungjawaban perdata, pidana, maupun pertanggungjawaban
lainnya.
3. Ruang Lingkup
Ruang lingkup Pedoman ini meliputi pemberian izin Jaksa Agung atas
pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan, penangkapan, dan penahanan
terhadap J aksa yang diduga melakukan tindak pidana.
4. Dasar Hukum
a. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209);
b. Undang··Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik
Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4401);
c. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi
dan Korban (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006
Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4635) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 31
Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 293, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5602);
3. - 3
d. Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2010 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2016 tentang
Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2010 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 65);
e. Peraturan Jaksa Agung Nomor: PER-006/A/JA/07/2017 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 1069) sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Kejaksaan Nomor 6 Tahun 2019
tentang Perubahan atas Peraturan Jaksa Agung Nomor: PER
006/A/JA/07/2017 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan
Republik Indonesia (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019
Nomor 1094).
BAB II
TATA CARA PEROLEHAN IZIN JAKSA AGUNG
Jaksa yang diduga melakukan tindak pidana, maka pemanggilan,
pemeriksaan, penggeledahan, penangkapan, dan penahanan terhadap Jaksa
yang bersangkutan hanya dapat dilakukan atas izin Jaksa Agung, yang dalam
pelaksanaannya ditentukan sebagai berikut:
1) Untuk memperoleh lzm Jaksa Agung, instansi pemohon harus
mengajukan permohonan izin pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan,
penangkapan, dan penahanan terhadap Jaksa yang disangka melakukan
tindak pidana.
2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada angka 1) harus dilengkapi
dengan dokumen persyaratan, paling sedikit:
a. surat pemberitahuan dimulainya penyidikan;
b. laporan atau pengaduan;
c. resume penyidikan/laporan perkembangan penyidikan; dan
d. berita acara pemeriksaan saksi.
3) Permohonan izin Jaksa Agung sebagaimana dimaksud pada angka 1)
dilakukan pemeriksaan terhadap:
a. seluruh kelengkapan dokumen persyaratan sebagaimana dimaksud
pada angka 2);
4. - 4
b. kesesuaian dokumen dengan substansi yang termuat dalam dokumen;
dan
c. urgensi pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan, penangkapan, dan
penahanan terhadap Jaksa yang bersangkutan.
4) Asisten Umum Jaksa Agung, Asisten Khusus Jaksa Agung, atau pejabat
lainnya ditunjuk oleh Jaksa Agung untuk melakukan pemeriksaan
permohonan izin sebagaimana dimaksud pada angka 3).
5) Dalam keadaan tertentu, Asisten Umum Jaksa Agung, Asisten Khusus
Jaksa Agung, atau pejabat lainnya yang ditunjuk Jaksa Agung
berkoordinasi dengan Jaksa Agung Muda terkait untuk memperoleh
informasi dan pendapat mengenai Jaksa yang hendak dilakukan
pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan, penangkapan, dan
penahanan.
6) Untuk memberikan informasi yang lebih lengkap dan pendapat mengenai
Jaksa yang hendak dilakukan pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan,
penangkapan, dan penahanan, Jaksa Agung Muda terkait dapat
melakukan ekspose.
7) Ekspose sebagaimana dimaksud pada angka 6) dapat melibatkan satuan
kerja terkait.
8) Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada
angka 4) dinyatakan tidak lengkap, tidak bersesuaian atau tidak memiliki
urgensi untuk dilakukan pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan,
penangkapan, dan penahanan terhadap Jaksa yang bersangkutan maka
Asisten Umum Jaksa Agung, Asisten Khusus Jaksa Agung, atau pejabat
lainnya yang ditunjuk Jaksa Agung memberikan pertimbangan kepada
Jaksa Agung untuk menolak permohonan izin dari instansi pemohon.
9) Persetujuan atau penolakan permohonan izin Jaksa Agung disampaikan
oleh Asisten Umum Jaksa Agung, Asisten Khusus Jaksa Agung, atau
pejabat lainnya yang ditunjuk kepada pimpinan instansi penyidik paling
lama 2 (dua) hari kerja sejak persetujuan izin Jaksa Agung diterbitkan.
10) Penyampaian persetujuan atau penolakan permohonan izin Jaksa Agung
sebagaimana dimaksud pada angka 9) disampaikan tembusannya kepada
satuan kerja terkait.
11) Permohonan izin sebagaimana dimaksud pada angka 1) tidak diberikan
dalam hal pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan, penangkapan, dan
penahanan terhadap Jaksa yang terlebih dahulu menyampaikan laporan
5. - 5
hingga kasus yang dilaporkan oleh Jaksa telah diputus oleh pengadilan
dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
12) Dalam hal terdapat surat permohonan izin dari instansi lain yang hendak
melakukan pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan, penangkapan, dan
penahanan terhadap Jaksa yang langsung ditujukan kepada kepala
satuan kerja maka kepala satuan kerja:
a. meneliti terlebih dahulu apakah dugaan tindak pidana yang
dituduhkan kepada Jaksa tersebut memang benar suatu perbuatan
pidana atau sebagai bentuk intimidasi Jaksa dalam menjalankan
profesinya.
b. memberikan petunjuk kepada instansi tersebut untuk mengirimkan
surat permohonan izinnya ditujukan kepada Jaksa Agung dengan
memperhatikan asas kesetaraan institusi, apabila dugaan tindak
pidana yang dituduhkan kepada Jaksa tersebut benar.
c. melindungi Jaksa tersebut dengan berkoordinasi dengan instansi
terkait, apabila dugaan tindak pidana yang dituduhkan kepada Jaksa
tersebut tidak benar.
13) Untuk Jaksa yang tertangkap tangan melakukan tindak pidana maka:
a. Izin Jaksa Agung tidak diperlukan; dan
b. Kepala satuan kerja segera berkoordinasi dengan instansi lain terkait,
mengambil langkah-Iangkah yang dianggap perlu dan memberikan
bantuan pendampingan hukum kepada Jaksa yang tertangkap tangan
melakukan tindak pidana.
14) Ketentuan pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan, penangkapan, dan
penahanan terhadap Jaksa berdasarkan Pedoman ini berlaku secara
mutatis mutandis terhadap Jaksa sebagai saksi.
BAB III
PELAPORAN
Pelaksanaan izin Jaksa Agung dilaporkan oleh kepala satuan kerja tempat
Jaksa yang bersangkutan bertugas danjatau satuan kerja Kejaksaan yang
daerah hukumnya sarna dengan pemohon secara berjenjang kepada Jaksa
6. - 6 -
Agung yang tembusannya disampaikan kepada Jaksa Agung Muda terkait dan
Jaksa Agung Muda Pengawasan.
BABIV
PENUTUP
Pedoman ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 6 Agustus 2020
JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA,