Alur Tujuan Pembelajaran IPA Kurikulum Merdeka Fase D SMP Ibrahimy 1 SukorejoZainulHasan13
Alur Tujuan Pembelajaran IPA SMP Fase D SMP Ibrahimy 1 Sukorejo
Capaian Pembelajaran Fase D :
Pada akhir fase D, 1Peserta didik mampu melakukan klasifikasi makhluk hidup dan benda berdasarkan karakteristik yang diamati, mengidentifikasi sifat dan karakteristik zat, membedakan perubahan fisik dan kimia serta memisahkan campuran sederhana. 2Peserta didik dapat mendeskripsikan atom dan senyawa sebagai unit terkecil penyusun materi serta sel sebagai unit terkecil penyusun makhluk hidup, mengidentifikasi sistem organisasi kehidupan serta melakukan analisis untuk menemukan keterkaitan sistem organ dengan fungsinya serta kelainan atau gangguan yang muncul pada sistem organ tertentu (sistem pencernaan, sistem peredaran darah, sistem pernafasan dan sistem reproduksi). 3Peserta didik mengidentifikasi interaksi antar makhluk hidup dan lingkungannya, serta dapat merancang upaya-upaya mencegah dan mengatasi pencemaran dan perubahan iklim. 4Peserta didik mengidentifikasi pewarisan sifat dan penerapan bioteknologi dalam kehidupan sehari-hari. 5Peserta didik mampu melakukan pengukuran terhadap aspek fisis yang mereka temui dan memanfaatkan ragam gerak dan gaya (force), memahami hubungan konsep usaha dan energi, mengukur besaran suhu yang diakibatkan oleh energi kalor yang diberikan, sekaligus dapat membedakan isolator dan konduktor kalor 6Peserta didik memahami gerak, gaya dan tekanan, termasuk pesawat sederhana. 7Peserta didik memahami getaran dan gelombang, pemantulan dan pembiasan cahaya termasuk alat- alat optik sederhana yang sering dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari 8Peserta didik dapat membuat rangkaian listrik sederhana, memahami gejala kemagnetan dan kelistrikan untuk menyelesaikan tantangan atau masalah yang dihadapi dalam kehidupan seharihari. 9Peserta didik mengelaborasikan pemahamannya tentang posisi relatif bumi-bulan-matahari dalam sistem tata surya dan memahami struktur lapisan bumi untuk menjelaskan fenomena alam yang terjadi dalam rangka mitigasi bencana. 10Peserta didik mengenal pH sebagai ukuran sifat keasaman suatu zat serta menggunakannya untuk mengelompokkan materi (asam-basa berdasarkan pH nya). Dengan pemahaman ini peserta didik mengenali sifat fisika dan kimia tanah serta hubungannya dengan organisme serta pelestarian lingkungan. 11Peserta didik memiliki keteguhan dalam mengambil keputusan yang benar untuk menghindari zat aditif dan adiktif yang membahayakan dirinya dan lingkungan.
Salah satu model instruksional yang sering digunakan adalah model ASSURE. Model ini terdiri dari enam langkah, yaitu analisa peserta didik (A), menetapkan tujuan pembelajaran (S), memilih materi dan media (S), menggunakan materi dan media (U), partisipasi peserta didik (R), dan evaluasi-revisi (E).
Alur Tujuan Pembelajaran IPA Kurikulum Merdeka Fase D SMP Ibrahimy 1 SukorejoZainulHasan13
Alur Tujuan Pembelajaran IPA SMP Fase D SMP Ibrahimy 1 Sukorejo
Capaian Pembelajaran Fase D :
Pada akhir fase D, 1Peserta didik mampu melakukan klasifikasi makhluk hidup dan benda berdasarkan karakteristik yang diamati, mengidentifikasi sifat dan karakteristik zat, membedakan perubahan fisik dan kimia serta memisahkan campuran sederhana. 2Peserta didik dapat mendeskripsikan atom dan senyawa sebagai unit terkecil penyusun materi serta sel sebagai unit terkecil penyusun makhluk hidup, mengidentifikasi sistem organisasi kehidupan serta melakukan analisis untuk menemukan keterkaitan sistem organ dengan fungsinya serta kelainan atau gangguan yang muncul pada sistem organ tertentu (sistem pencernaan, sistem peredaran darah, sistem pernafasan dan sistem reproduksi). 3Peserta didik mengidentifikasi interaksi antar makhluk hidup dan lingkungannya, serta dapat merancang upaya-upaya mencegah dan mengatasi pencemaran dan perubahan iklim. 4Peserta didik mengidentifikasi pewarisan sifat dan penerapan bioteknologi dalam kehidupan sehari-hari. 5Peserta didik mampu melakukan pengukuran terhadap aspek fisis yang mereka temui dan memanfaatkan ragam gerak dan gaya (force), memahami hubungan konsep usaha dan energi, mengukur besaran suhu yang diakibatkan oleh energi kalor yang diberikan, sekaligus dapat membedakan isolator dan konduktor kalor 6Peserta didik memahami gerak, gaya dan tekanan, termasuk pesawat sederhana. 7Peserta didik memahami getaran dan gelombang, pemantulan dan pembiasan cahaya termasuk alat- alat optik sederhana yang sering dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari 8Peserta didik dapat membuat rangkaian listrik sederhana, memahami gejala kemagnetan dan kelistrikan untuk menyelesaikan tantangan atau masalah yang dihadapi dalam kehidupan seharihari. 9Peserta didik mengelaborasikan pemahamannya tentang posisi relatif bumi-bulan-matahari dalam sistem tata surya dan memahami struktur lapisan bumi untuk menjelaskan fenomena alam yang terjadi dalam rangka mitigasi bencana. 10Peserta didik mengenal pH sebagai ukuran sifat keasaman suatu zat serta menggunakannya untuk mengelompokkan materi (asam-basa berdasarkan pH nya). Dengan pemahaman ini peserta didik mengenali sifat fisika dan kimia tanah serta hubungannya dengan organisme serta pelestarian lingkungan. 11Peserta didik memiliki keteguhan dalam mengambil keputusan yang benar untuk menghindari zat aditif dan adiktif yang membahayakan dirinya dan lingkungan.
Salah satu model instruksional yang sering digunakan adalah model ASSURE. Model ini terdiri dari enam langkah, yaitu analisa peserta didik (A), menetapkan tujuan pembelajaran (S), memilih materi dan media (S), menggunakan materi dan media (U), partisipasi peserta didik (R), dan evaluasi-revisi (E).
Literasi Sains dalam Pembelajaran IPAS di Sekolah Dasar.pdfkustiyantidew94
literasi sains dalam pembelajaran IPAS disekolah dasar sebagai bentuk litarasi sanis dalam pengembangakn pembelajaran IPAS di sekolah dasar sesuai dengan hakikat pembelajaran sains
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondelferrydmn1999
Indonesia, negara kepulauan yang kaya akan keragaman budaya, suku, dan tradisi, memiliki Jakarta sebagai pusat kebudayaan yang dinamis dan unik. Salah satu kesenian tradisional yang ikonik dan identik dengan Jakarta adalah ondel-ondel, boneka raksasa yang biasanya tampil berpasangan, terdiri dari laki-laki dan perempuan. Ondel-ondel awalnya dianggap sebagai simbol budaya sakral dan memainkan peran penting dalam ritual budaya masyarakat Betawi untuk menolak bala atau nasib buruk. Namun, seiring dengan bergulirnya waktu dan perubahan zaman, makna sakral ondel-ondel perlahan memudar dan berubah menjadi sesuatu yang kurang bernilai. Kini, ondel-ondel lebih sering digunakan sebagai hiasan atau sebagai sarana untuk mencari penghasilan. Buku foto Lensa Kampung Ondel-Ondel berfokus pada Keluarga Mulyadi, yang menghadapi tantangan untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel warisan leluhur di tengah keterbatasan ekonomi yang ada. Melalui foto cerita, foto feature dan foto jurnalistik buku ini menggambarkan usaha Keluarga Mulyadi untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel sambil menghadapi dilema dalam mempertahankan makna budaya di tengah perubahan makna dan keterbatasan ekonomi keluarganya. Buku foto ini dapat menggambarkan tentang bagaimana keluarga tersebut berjuang untuk menjaga warisan budaya mereka di tengah arus modernisasi.
1. BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Permulaan Abad 21 ditandai dengan bergantinya tahun dari 2000 menuju
tahun 2001, yang disebut dengan Millenium ke-3 menurut kalender Gregorian.
Banyak hal yang berubah pada abad 21 ini. Percepatan di bidang ilmu
pengetahuan dan teknologi, serta sistem komunikasi berupa penggunaan internet
untuk mempermudah manusia dalam memperoleh informasi dan berkomunikasi.
Menurut Tilaar (2012) peradaban pada abad 21 sudah semakin maju,
demikian pula dengan pendidikan. Dunia semakin luas dan terbuka, manusia
semakin modern dan hidup di dunia tanpa batas. Pendidikan menjadi kebutuhan
primer yang berperan penting dalam mencetak generasi yang berkualitas, mampu
bertahan dan bersaing di era globalisasi. Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono
pernah menyampaikan bahwa bangsa yang maju adalah bangsa yang baik
pendidikannya dan bangsa yang jelek pendidikannya tidak akan pernah menjadi
bangsa yang maju (Rusfidra, 2006). Kemajuan sains dan teknologi pada suatu
bangsa bergantung pada pendidikannya. Jika suatu bangsa misal Indonesia ingin
memajukan sains dan teknologinya, maka langkah awal yang penting diambil
adalah dengan merubah cara pandang (paradigma) masyarakat Indonesia
khususnya guru terkait pembelajaran IPA yang sesuai dengan perkembangan
zaman tanpa mengesampingkan karakteristik pembelajaran IPA itu sendiri dalam
rangka mendukung reformasi sistem pendidikan sains dan matematika di sekolah.
Berdasarkan latar belakang tersebut, dalam makalah ini penulis sedikit akan
membahas tentang perkembangan paradigma pendidikan khususnya pembelajaran
IPA (Modern vs Konvensional).
2. B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana paradigma pembelajaran IPA?
2. Bagaimana perkembangan paradigma pembelajaran IPA abad 21?
C. Tujuan
1. Mengetahui paradigma pembelajaran IPA.
2. Mengetahui perkembangan paradigma pembelajaran IPA abad 21.
3. BAB II
PEMBAHASAN
A. Paradigma Pembelajaran IPA
a. Pengertian Paradigma
Paradigma (paradigm) adalah cara memandang sesuatu (Bagus, 2005).
Sedangkan menurut Sjamsuar (2003), paradigma dapat disinonimkan sebagai
dasar perspektif ilmu atau gugusan pikir (basic point of view). Muliartha
(2010) mendefinisikan paradigma adalah pola pikir, cara pandang mengenai
suatu disiplin ilmu serta apa saja yang mesti dipersoalkan, dipelajari, dan
dipahami. Definisi paradigma secara ringkas adalah pola pikir dan cara
pandang seseorang terhadap sesuatu.
b. Paradigma Pembelajaran IPA
IPA berbeda dengan ilmu-ilmu lain. Dalam IPA yang patut dikuasai
tidak hanya mengenai fakta-fakta pengetahuannya saja, melainkan juga
penguasaan keterampilan metode ilmiah dan sikap ilmiah. Oleh sebab itu,
dalam pelaksanaan pendidikan IPA ditekankan agar peserta didik menguasai
keterampilan dan sikap ilmiah tersebut seakan-akan seluruh peserta didik
disiapkan untuk menjadi ilmuwan-ilmuwan yang menguasai IPA. Dengan
cara ini, untuk memperoleh fakta-fakta sebagai produk IPA dilakukan dengan
cara yang sama dengan ilmuwan yang pertama kali mengemukakan fakta
tersebut, atau disebut learning science as science is done (belajar sains seperti
saat sains ditemukan).
Sejalan dengan perkembangan iptek yang pesat dan perubahan
masyarakat yang dinamis, perlu disiapkan warga negara Indonesia yang
mampu bersaing bebas dan memiliki ketangguhan dalam berpikir, bersikap
dan bertindak berdasarkan pemahaman tentang konsep-konsep dan prinsip-
prinsip sains.
4. Dari sekian banyak permasalahan pendidikan saat ini, setidaknya ada
dua permasalahan menonjol dalam pembelajaran IPA.
1. Pembelajaran IPA masih terpengaruh oleh paradigma pendidikan lama,
yaitu menempatkan guru sebagai pusat dan siswa sebagai "gelas kosong"
yang harus siap diisi sesuai kemampuan guru.
2. Pematematikaan IPA. Dalam proses pembelajaran, biasanya siswa duduk
dengan manis, mendengarkan dan mencatat konsep konsep abstrak yang
disampaikan guru, tanpa bisa mengkritisi apa arti konsep itu. Lalu, konsep
itu yang biasanya sudah dalam bentuk persamaan matematika, diterapkan
pada kasus kasus khusus. Saat latihan, mereka mungkin bisa mengerjakan
soal-soal yang setipe dengan yang dicontohkan guru. Namun, pada saat ada
soal yang membutuhkan pemahaman konsep, mereka pun kesulitan dalam
menyelesaikannya. Hal ini terjadi karena mereka bukan belajar memahami
konsep, tetapi mencatat dan menghafal konsep. Jika peserta didik terbawa
oleh paradigma “Pembelajaran IPA khususnya biologi adalah pelajaran
hafalan”, maka akibatnya sangat fatal, antara lain: pembelajaran biologi
menjadi jalan di tempat, logika sains yang dimiliki biologi menjadi statis,
dan perkembangan biologi menjadi berhenti karena pembelajaran biologi
disampaikan secara monoton dan letter lux harus sesuai dengan bahasa
buku (Nizamudinshamazia, 2012).
B. Perkembangan Paradigma Pembelajaran IPA Abad 21.
Pada pembelajaran abad 21 terjadi perubahan paradigma belajar yaitu
dari paradigma teaching menjadi paradigma learning. Paradigma
pembelajaran konvensional hanya berpusat pada guru sedangkan saat ini
pembelajaran berpusat pada peserta didik, dalam hal ini guru tidak menjadi
satu-satunya sumber belajar melainkan sebagai fasilitator dalam proses
belajar. Adapun visi pendidikan abad 21 berdasarkan paradigma learning
yaitu belajar berpikir (learning to know) yang berorientasi pada pengetahuan
5. logis dan rasional, belajar berbuat (learning to do) yang berorientasi
bagaimana mengatasi masalah, belajar menjadi mandiri (learning to be) yang
berorientasi pada pembentukkan karakter, dan belajar hidup bersama
(learning to life together) yang berorientasi untuk bersikap toleran dan siap
bekerjasama.
Persaingan abad 21 terjadi dalam berbagai aspek kehidupan,
diantaranya dalam bidang pendidikan khususnya pendidikan sains atau yang
lebih dikenal dengan sebutan pendidikan IPA. Bangsa Indonesia dihadapkan
pada tuntutan akan pentingnya sumber daya manusia yang berkualitas dan
kompeten dalam rangka menghadapi berbagai macam masalah pada dunia
pendidikan. Salah satu cara yang ditempuh yaitu dengan meningkatkan mutu
pendidikan di Indonesia. Saat ini peningkatan mutu pendidikan di Indonesia
khususnya pembelajaran IPA masih terus diupayakan karena IPA sebagai
ilmu pengetahuan dasar yang berperan penting bagi pengembangan IPTEK.
Pembelajaran IPA yang berdasarkan standar isi, membentuk peserta
didik yang memiliki bekal:
1. Ilmu Pengetahuan (have a body of knowledge);
2. Keterampilan Ilmiah (scientific skills);
3. Keterampilan Berpikir (thinking skills);
4. Strategi Berpikir (strategy of thinking);
5. Berpikir kritis dan kreatif (critical and creative thinking);
6. Standar asesmen mengevaluasi siswa secara manusiawi artinya
sesuai dengan apa yang dialami siswa dalam pembelajaran
(authentic assessment)
Penerapan standar-standar dalam pembelajaran IPA diharapkan dapat
memberikan softskill berupa karakter peserta didik. Siswa yang berkarakter
dapat dicirikan dengan siswa yang memiliki kemampuan mengintegrasikan
pengetahuan, keterampilan-keterampilan dan sikap dalam usaha untuk
memahami lingkungan. Kurikulum 2013 disiapkan untuk mencetak generasi
6. yang siap mengahadapi masa depan. Pergeseran paradigma belajar abad 21
dan kerangka kompetensi abad 21 menjadi pijakan dalam pengembangan
kurikulum 2013. Pengembangan kurikulum 2013 dapat menghasilkan insan
Indonesia yang produktif, kreativ, inovatif, dan afektif.
Pembelajaran IPA abad 21 seharusnya menekankan pada pelaksanaan
pembelajaran secara inkuiri ilmiah (scientific inquiry) dengan pendekatan
berpusat pada siswa (student centered learning) untuk menumbuhkan
kemampuan berpikir kreatif (creative thinking) dan berpikir kritis (critical
thinking), mampu memecahkan masalah, melatih kemapuan inovasi, dan
menekankan pentingnya kolaborasi dan komunikasi. Keterampilan berpikir
yang dikembangkan sudah menjangkau keterampilan berpikir tingkat tinggi
(High Order Thinking Skills) yang dijangkau dengan ranah kognitif pada
Taksonomi Bloom berada pada level analisis, sintesis, evaluasi, dan kreasi.
Sehingga pembelajaran harus sesuai dengan karakter dan domain IPA yang
meliputi domain konsep, proses, kreativitas, dan sikap atau tingkah laku.