Siklus dasar dan konsep teknik pendingin pada sistem kerja mesin pendingin (r...Ir. Najamudin, MT
Siklus Dasar dan Konsep Teknik Pendingin Prinsip pesawat pendingin yang banyak digunakan adalah “Sistem Kompresi”.Kompresi tersebut dapat dihasilkan dengan tenaga Kompresor. Refrigerant (Media Pendingin) pada system Kompresi tersebut bekerja pada dua fasa yaitu cair dan uap.Refrigrant di uapkan kemudian diembunkan, sedangkan pengkompresian terjadi pada fasa uap, sehingga system disebut “Vapor Compression System”. Siklus Refrigran Carnot. Prinsipnya disini mesin menyerap panas pada suhu rendah dan melepaskan panas pada suhu tinggi. Siklus Refrigrant” memerlukan tenaga dari luar untuk bekerja misalnya yang didapat dari kompresor.
Siklus dasar dan konsep teknik pendingin pada sistem kerja mesin pendingin (r...Ir. Najamudin, MT
Siklus Dasar dan Konsep Teknik Pendingin Prinsip pesawat pendingin yang banyak digunakan adalah “Sistem Kompresi”.Kompresi tersebut dapat dihasilkan dengan tenaga Kompresor. Refrigerant (Media Pendingin) pada system Kompresi tersebut bekerja pada dua fasa yaitu cair dan uap.Refrigrant di uapkan kemudian diembunkan, sedangkan pengkompresian terjadi pada fasa uap, sehingga system disebut “Vapor Compression System”. Siklus Refrigran Carnot. Prinsipnya disini mesin menyerap panas pada suhu rendah dan melepaskan panas pada suhu tinggi. Siklus Refrigrant” memerlukan tenaga dari luar untuk bekerja misalnya yang didapat dari kompresor.
LMTD (Log Mean Temperature Difference) dan NTU (Number of Transfer Units) adalah dua konsep yang terkait dengan perpindahan panas pada heat exchanger. Berikut adalah penjelasan singkat tentang kedua konsep tersebut:
1. LMTD (Log Mean Temperature Difference):
LMTD adalah perbedaan suhu rata-rata yang diambil dalam bentuk logaritma dari perbedaan suhu antara dua fluida yang terlibat dalam perpindahan panas pada heat exchanger. LMTD digunakan untuk menghitung laju perpindahan panas pada heat exchanger dengan menggunakan persamaan perpindahan panas log mean temperature difference (LMTD):
LMTD = (ΔT1 - ΔT2) / ln(ΔT1 / ΔT2)
di mana:
- ΔT1 adalah perbedaan suhu awal antara dua fluida.
- ΔT2 adalah perbedaan suhu akhir antara dua fluida.
LMTD digunakan dalam perhitungan desain dan evaluasi kinerja heat exchanger, serta untuk menentukan keefektifan perpindahan panas.
2. NTU (Number of Transfer Units):
NTU adalah parameter yang digunakan untuk menggambarkan ukuran efisiensi perpindahan panas pada heat exchanger. NTU berkaitan dengan laju perpindahan panas, kapasitas panas, dan luas permukaan efektif heat exchanger. NTU didefinisikan sebagai:
NTU = (UA) / Cmin
di mana:
- UA adalah produk antara koefisien perpindahan panas (U) dan luas permukaan efektif (A) heat exchanger.
- Cmin adalah kapasitas panas minimum dari dua fluida yang terlibat dalam perpindahan panas.
NTU digunakan bersama dengan efisiensi perpindahan panas (ε) untuk menghitung laju perpindahan panas aktual pada heat exchanger menggunakan persamaan perpindahan panas efektivitas-NTU:
ε = (1 - exp(-NTU)) / (1 - Cmin / Cmax * exp(-NTU))
di mana:
- Cmax adalah kapasitas panas maksimum dari dua fluida yang terlibat dalam perpindahan panas.
NTU dan LMTD sering digunakan bersama-sama untuk analisis dan desain heat exchanger.
Penting untuk mencatat bahwa perhitungan LMTD dan NTU tergantung pada geometri, aliran fluida, sifat fluida, dan kondisi operasional heat exchanger yang spesifik. Sebaiknya Anda merujuk pada literatur teknis atau konsultasikan dengan insinyur yang berpengalaman dalam perancangan heat exchanger untuk perhitungan yang lebih detail dan akurat sesuai dengan kasus yang spesifik.
Alat penukar panas atau Heat Exchanger (HE) adalah alat yang digunakan untuk memindahkan panas dari sistem ke sistem lain tanpa perpindahan massa dan bisa berfungsi sebagai pemanas maupun sebagai pendingin.
1. Aliran Dua Fasa
OLEH:
Nama : Yosef Rianto Palumpun
Nim : D21114517
UNIVERSITAS HASANUDDIN
FAKULTAS TEKTIK
JURUSAN TEKNIK MESIN
2. FLUKS KALOR KRITIS DAN POOL BOILING
Batas atas dari fluks kalor pada proses perpindahan kalor pendidihan yang
tercapai setelah penguapan cairan yang terjadi di sekitar dinding yang dipanaskan
berakhir disebut fluks kalor kritis (critical heat flux, CHF). Terbentuknya CHF terjadi
ketika cairan sudah tidak mampu lagi membasahi permukaan yang dipanaskan (heated
surface). Ketiadaan kontak antara cairan dengan permukaan yang dipanaskan
menyebabkan terjadinya pergeseran rejim didih, dari rejim didih inti langsung menjadi
rejim didih film tanpa terbentuknya proses pada rejim didih tansisi, dimana hasilnya
akan menghasilkan penurunan yang sangat drastis pada koefisien perpindahan
kalornya. Mekanisme perpindahaan rejim didih inti ke rejim didih film yang terjadi
secara mendadak pada suatu system yang diberikan masukan energy secara konstan
(heat control) akan mengarah pada kenaikan secara tiba-tiba temperature dinding yang
terjadi berlebihan dan dapat menyebabkan kerusakan struktur material dari benda
panas, proses ini dikenal dengan istilah burn-out (gosong). Berdasarkan uraian tersebut
patut difikirkan, bahwa persoalan CHF merupakan hal yang sangat esensial terkait
dengan keselamatan pengoperasian suatu system yang melibatkan pembangkitan kalor
yang tinggi.
Gambar 1. Skema gerakan air saat debris
bergerak ke bawah dan terhenti
Gambar 1a menjelaskan gerakan air ke arah atas karena adanya pergantian
volume. Sedangkan Gambar 1b menjelaskan ketika debris terhenti dan membentuk
celah karena adanya pendidihan yang cukup kuat menahan debris untuk tidak bergerak
dan kemudian didinginkan oleh air yang kembali turun karena gravitasi. Proses
pendinginan oleh air yang diindikasikan dengan pendidihan merupakan proses yang
kompleks dan melibatkan fenomena fasa-ganda (air dan uap). Pendinginan berlangsung
dengan lambat dan menjadikan debris mengalami pengerasan, yang dimulai dari bagian
luar hingga ke bagian dalam. Celah yang terbentuk [3], bervariasi dari 0,3 mm hingga
2,0 mm dan dirata-ratakan menjadi sekitar 1,0 mm.
Batasan pasokan cairan pada permukaan yang dipanaskan dapat menyebabkan
berbagai mekanisme uang tergantung juga pada geometri dan kondisi
termohidrolikanya mengikuti perpindahan kalor pendidihan yang berlangsung. Terkait
3. kasus didih kolam dan untuk didih aliran (flow boiling) dengan kuantitas laju aliran
rendah, pasokan cairan tertahan oleh proses hidrolika yang berbatasan dengan dinding
dipanaskan (heated wall). Sementara, pada kasus didih aliran, baik untuk kasus aliran
rendah (low flow) dan aliran yang tinggi (high flow), kondisi terjadinya CHF bukan
merupakan fenomena local, akan tetapi prosesnya terjadi diakibatkan oleh aliran transisi
dan entalpi non-lokal. Mekanisme CHF pada kasus didih aliran secara umum
diklasifikasikan kedalam dua tipe, tipe dryout dan tipe DNB (departure of nucleate
boiling). Mekanisme utama yang terjadi pada kasus aliran dengan kualitas tinggi dan
aliran anular (annular flow) adalah tipe dryout berdasarkan karakteristik film cairan
(liquid film) tertahan pada dinding dipanaskan. Dryout disebabkan oleh gangguan pada
lapisan cairan (liquid-layer) sebagai akibat instabilitas gelombang permukaan antar
cairan atau lapisan cairan di pada dinding dipanasakan. Sedangkan, pada kasus didih
pra-jenuh (subcooled boiling) atau pendidhan aliran kualitas rendah, mekanisme CHF
yang terjadi adalah DNB.
Konsekuensi jika Melebihi CHF
- Laju perpindahan kalor antara permukaan dengan pendingin menjadi berkurang secara
tiba-tiba.
- Kenaikan yang kecil pada fluks kalor akan menimbulkan kenaikan yang besar pada
suhu permukaan untuk permukaan dengan fluks kalor yang diatur (misal pada pemanas
listrik).
- Kenaikan yang kecil pada suhu permukaan akan menyebabkan berkurangnya fluks
kalor untuk permukaan dengan suhu yang diatur (misal pada kondenser uap).
- Permukaan menjadi terlalu panas dan dapat rusak.
- Korosi mungkin terjadi pada daerah CHF.
- Berkurangnya efisiensi operasi.
Persamaan yang digunakan pada fluks kalor kritis yaitu:
𝑞 𝑐
= (𝑅𝑓𝑏
𝜌1
2
𝜌𝑣
𝜌1 − 𝜌𝑣
)
1
2
ℎ1𝑔 𝑢 𝑖𝑛
𝑐
dengan:
qc = fluks kalor kritis (kW/m2)
𝑢 𝑖𝑛
𝑐
= kecepatan inlet kritis (m/s)
𝑅𝑓𝑏 = pressure different governing the liquid flow (Pa)
ℎ1𝑔= kalor laten penguapan (Joule)
𝜌1 = densitas gas (kg/m3)
𝜌𝑣 = densitas cairan (kg/m3)
4. Perpindahan Kalor Didih (Boiling Heat Transfer)
Pendidihan merupakan proses perubahan fasa dari cair ke gas karena temperatur cairnya
melebihi temperatur sarurasinya pada tekanan tertentu. Lain halnya dengan proses
evaporasi, terjadinya perubahan fasa dari cair ke gas dikarenakan tekanan uapnya
berada di bawah tekanan saturasi cairnya pada temperatur tertentu. Fenomena evaporasi
dan pendidihan diilustasikan pada gambar berikut:
Gambar 2.5. Proses Evaporasi Dan Pendidihan (Yunus A. Cengel, 2003)
Pendidihan dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu pool boiling dan flow boiling.
Pendidiahan dikatakan sebagai pool boiling jika selama proses pendidihan kondisi
fluida cairnya tidak mengalir/diam, sedangkan pendidihan dikatakan flow boiling jika
selama proses pendidihan kondisi fluida cairnya mengalir, seperti yang diilustrasikan
pada bambar 2.6.
Gambar 2.6. (a) Pool Boiling, (b) Flow Boiling (Yunus A. Cengel, 2003)
Pendidihan juga dapat diklasifikasikan lagi menjadi subcooled boiling dan saturated
boiling. Subcooled boiling adalah pendidihan yang terjadi ketika bulk temperatur dari
fluida cairnya masih berada di bawah temperatur saturasinya sedangkan pendidihan
dikatakan saturated boiling jika bulk temperatur dari fluida cairnya berada pada
temperatur saturasinya. Fenomena tersebut diilustrasikan oleh gambar berikut:
5. Gambar 2.7. (a) Subcooled Boiling, (b) Saturated Boiling (Yunus A. Cengel, 2003)
Pool Boiling
Pada kondisi pool boiling pergerakan fluida disebabkan oleh konveksi alami dan
pergerakan gelembung dipengaruhi oleh gaya apung. Fenomena paling mudah
ditemukan yang dapat menggambarkan Kondisi pool boiling yaitu ketika kita
memanaskan air pada wajan di atas kompor. Pada tahun 1934, Nukiyama (1896-1983)
melakukan suatu percobaan yaitu, memberikan kawat nichrome yang dipasang
horizontal dan dialiri arus listrik yang berfungsi sebagai pemanas pada suatu wadah
berisi air pada tekanan atmosfer. Dengan mengetahui tahanan dari kawat nichrome
tersebut Nukiyama dapat mengontrol flux kalor dan temperatur dengan mengatur arus
dan tegangan listrik, seperti yang diilustrasikan pada gambar 2.8.
Gambar 2.8. Percobaan Nukiama
Nukiyama mengamati bahwa ketika ia menaikkan input daya pada kawat, flux kalor
meningkat tajam, tetapi suhu kawat meningkat relatif kecil dan air belum mulai
mendidih sampai ΔTw ≈ 5° C. Kemudian tiba-tiba pada titik tertentu, sedikit diatas q”max
suhu kawat melonjak ke titik leleh dan putus (burnout). Nukiyama kemudian kembali
mencoba dengan menggunakan kawat platinum yang memiliki titik leleh yang lebih
tinggi. Dan kali ini dia dapat mempertahankan flux kalor diatas flux kalor maksimum
tanpa terjadinya putus (burnout), walaupun kawat platinum tersebut menjadi hampir
putih-panas. Ketika ia membalikkan percobaan tersebut, dengan menurunkan input
daya ke kabel platinum, sehingga terjadi penurunan flux kalor dan temperatur secara
kontinyu, hingga nilai flux kalor jauh di bawah nilai dimana terjadi lonjakan temperatur
pertama terjadi. Dan pada saat flux kalor berada dibawah flux kalor minimum, lapisan
film uap jatuh, lapisan isolasi gelembung terbentuk. Kemudian temperatur drop dengan
6. tiba-tiba hingga ke posisi awal. Nukiyama menyadari bahwa bentuk dari pendidihan
yang terjadi berbedabeda, tergantung pada besarnya nilai excess temperature (ΔTe)
dimana Δte adalah Temperatur permukaan solid yang dipanaskan (Ts) dikurangi dengan
Temperatur saturasi cair (Tsat). Nukiyama membagi proses pool boiling kedalam 4
rezim, yaitu natural convection boiling, nucleat boiling, transition boiling dan film
boiling seperti yang ditunjukan pada gambar 2.9.
Gambar 2.9. Kurva Pool Boiling(Yunus A. Cengel, 2003)
Pengenalan Flow Boiling
Perpindahan kalor pada fluida dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu normal heat
transfer yang tidak mengubah fase fluida dan boiling heat transfer yang memainkan
perubahan fase fluida yang bersangkutan. Perpindahan kalor identik dengan energi
diparameterkan salah satunya dengan delta T atau perubahan temperatur. Hal ini terjadi
pada normal heat transfer, ketika kita ingin menaikkan energi atau kalor maka
perubahan temperatur harus diperbesar atau Q sebanding dengan ∆T. Namun hal lain
ditunjukkan pada boiling heat transfer, energi yang dapat diberikan atau diterima lebih
besar meskipun tidak terjadi perubahan temperatur, artinya kalor akan berpindah
dengan perubahan fase fluida sehingga mendapatkan enthalpy yang besar tanpa adanya
perubahan temperatur. Besarnya manfaat boiling heat transfer membuat engineering
terdahulu menemukan berbagai alat meskipun belum terlalu mengerti proses boiling
heat transfer secara mendetail dan hanya memberikan batasan aman seperti safety
factor serta trial error dalam mendapatkan nilai aman tersebut. Misalnya boiler untuk
menguapkan air, steam turbin untuk memanfaatkan air menjadi pembangkit dengan
7. mengubah fase menjadi uap air melalui penambahan heat, organic rankine cycle adalah
alat yang memanfaatkan siklus rankine menggunakan refrigerant sebagai fluida yang
dapat menghasilkan energi gerak melalui turbin, sistem pendingin yang memanfaatkan
kondensor untuk membuang kalor sehingga refrigerant berpindah fase dari gas ke liquid
dan evaporator dengan menerima kalor sehingga berubah fase refrigerant dari fase
liquid ke gas. Beberapa alat yang dijelaskan tersebut memanfaatkan boiling heat
transfer dengan mengubah fase fluida sehingga mendapatkan energi berupa kalor yang
besar pada temperatur konstan. Temperatur ini menjadi parameter penting yang disebut
temperatur saturasi atau didih dimana nilainya dipengaruhi oleh tekanan. Jika dilihat di
diagram thermodinamika misalkan P-h diagram, semakin besar tekanan maka semakin
besar temperatur saturasi fluida. Sampai sekarang peristiwa boiling heat transfer tetap
menjadi topik penelitian yang populer untuk mengetahui karakteristik dan menciptakan
suatu alat yang lebih efisien dengan memanfaatkan proses tersebut. Boiling heat
transfer dibedakan menjadi dua bagian, yaitu pool boiling dan flow boiling. Perbedaan
antara dua jenis boiling tersebut adalah pada pool boiling mempunyai fluida diam atau
tidak mengalir misalnya memasak air pada panci sampai air yang dimasak semakin
sedikit karena telah menguap, sedangkat flow boiling mempunyai fluida yang bergerak
ketika berubah fase. Flow boiling banyak manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari
contohnya pada evaporator, vaporator, reboiler, steam generator, dll.
Untuk mengetahui kejadian boiling kita dapat membayangkan suatu pipa diletakkan
secara horizontal dengan panjang 20 m yang dialiri suatu fluida misalnya air dengan
mass flux yang konstan dan diberi heat flux konstan pada dinding pipa. Kemudian
fluida masuk pada temperatur beberapa derajat lebih rendah dari temperatur saturasi
fluida tersebut dengan tekanan kerja meskipun telah diheater sebelumnya. Ketika
memasuki test section fluida mulai naik temperaturnya karena pengaruh heat flux di
dinding sampai temperatur saturasi fluida, pada bagaian ini perpindahan kalor masih
konveksi sampai timbul gelembung-gelembung uap air, timbulnya gelembung-
gelembung uap air yang terjadi sebelum temperatur saturasi disebut didih pra jenuh dan
temperatur fluida masih mengalami kenaikan. Gelembung uap air yang muncul pada
kondisi pra jenuh karena ketidak merataan dari heater yang menghasilkan heat flux
untuk meningkatkan temperatur dinding, artinya daerah yang timbul gelembung
mempunyai temperatur yang lebih tinggi dibanding daerah lain sehingga temperatur
fluida di daerah yang dekat dinding telah memasuki saturasi.
Gambar 1. Pola Aliran Flow Boiling