Komisi Yudisial adalah lembaga negara yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mengawasi perilaku hakim untuk menjaga martabat peradilan. Lembaga ini dibentuk berdasarkan UUD 1945 dan bertujuan untuk mencapai sistem peradilan yang adil dan transparan. Komisi Yudisial terdiri atas tujuh anggota dengan latar belakang hakim, praktisi hukum, dan akademisi untuk melaksanakan tug
Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung memiliki perseteruan sejak awal berdirinya Komisi Yudisial. Putusan Mahkamah Konstitusi mencabut kewenangan pengawasan hakim dari Komisi Yudisial, sehingga fungsi pengawasannya menjadi tidak jelas. Kritik terhadap pendekatan investigatif Komisi Yudisial seperti LSM dianggap kurang tepat untuk lembaga negara.
Sistem peradilan nasional terdiri dari lembaga-lembaga seperti Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Komisi Yudisial, Pengadilan Negeri, dan lainnya. Lembaga-lembaga ini memiliki peran penting dalam menjalankan fungsi kekuasaan kehakiman demi tercapainya keadilan berdasarkan hukum di Indonesia.
Dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945) menyebutkan Negara Indonesia adalah negara hukum. Pelaksanaan negara hukum dilakukan untuk mewujudkan tujuan membentuk suatu pemerintah Negara Indonesia yang termuat dalam alinea ke-4 Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan perdamaian dunia, berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Salah satu prinsip negara hukum adalah terwujudnya independensi kekuasaan kehakiman. Mahkamah Konstitusi sebagai salah satu kekuasaan kehakiman mempunyai peranan penting untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan
Dokumen tersebut membahas tentang struktur pemerintahan Indonesia, meliputi pemerintah pusat dan daerah. Pemerintah pusat terdiri dari presiden, MPR, DPR, MA, dan MK, sementara pemerintah daerah terdiri atas kepala daerah dan perangkat daerah.
Komisi Yudisial adalah lembaga negara yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mengawasi perilaku hakim untuk menjaga martabat peradilan. Lembaga ini dibentuk berdasarkan UUD 1945 dan bertujuan untuk mencapai sistem peradilan yang adil dan transparan. Komisi Yudisial terdiri atas tujuh anggota dengan latar belakang hakim, praktisi hukum, dan akademisi untuk melaksanakan tug
Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung memiliki perseteruan sejak awal berdirinya Komisi Yudisial. Putusan Mahkamah Konstitusi mencabut kewenangan pengawasan hakim dari Komisi Yudisial, sehingga fungsi pengawasannya menjadi tidak jelas. Kritik terhadap pendekatan investigatif Komisi Yudisial seperti LSM dianggap kurang tepat untuk lembaga negara.
Sistem peradilan nasional terdiri dari lembaga-lembaga seperti Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Komisi Yudisial, Pengadilan Negeri, dan lainnya. Lembaga-lembaga ini memiliki peran penting dalam menjalankan fungsi kekuasaan kehakiman demi tercapainya keadilan berdasarkan hukum di Indonesia.
Dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945) menyebutkan Negara Indonesia adalah negara hukum. Pelaksanaan negara hukum dilakukan untuk mewujudkan tujuan membentuk suatu pemerintah Negara Indonesia yang termuat dalam alinea ke-4 Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan perdamaian dunia, berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Salah satu prinsip negara hukum adalah terwujudnya independensi kekuasaan kehakiman. Mahkamah Konstitusi sebagai salah satu kekuasaan kehakiman mempunyai peranan penting untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan
Dokumen tersebut membahas tentang struktur pemerintahan Indonesia, meliputi pemerintah pusat dan daerah. Pemerintah pusat terdiri dari presiden, MPR, DPR, MA, dan MK, sementara pemerintah daerah terdiri atas kepala daerah dan perangkat daerah.
Dokumen tersebut membahas sistem pembagian kekuasaan negara di Indonesia secara horizontal dan vertikal. Secara horizontal, kekuasaan dibagi menjadi kekuasaan konstitutif (MPR), legislatif (DPR dan DPD), eksekutif (Presiden), yudikatif (MA, MK, KY), dan keuangan (BPK). Secara vertikal, kekuasaan dibagi antara pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota.
Mahkamah Konstitusi (MK) dibentuk melalui perubahan UUD 1945 dan UU No. 24/2003 untuk menjaga supremasi konstitusi, menyelesaikan sengketa antar lembaga negara, dan memutus perselisihan pemilu. MK memiliki kewenangan menguji undang-undang, memutus sengketa kewenangan lembaga negara, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan pemilu. Putusan MK bersifat final dan mengikat.
Dokumen tersebut membahas tentang konsep negara hukum, unsur-unsur pembentukan peraturan perundang-undangan, asas-asas pembuatan peraturan perundang-undangan, dan landasan penyusunan peraturan perundang-undangan. Secara ringkas, dokumen tersebut menjelaskan tentang konsep dasar dan prinsip-prinsip dalam pembentukan peraturan perundang-undangan di Indonesia.
Ringkasan dokumen tersebut adalah sebagai berikut:
1) Dokumen tersebut membahas tentang pengertian, sejarah, dan asas-asas kekuasaan kehakiman di Indonesia.
2) Kekuasaan kehakiman dijalankan oleh Mahkamah Agung dan peradilan di bawahnya untuk menegakkan hukum dan keadilan secara merdeka.
3) Sejarah kekuasaan kehakiman di Indonesia ditandai dengan berbagai perkembangan unt
Wewenang dan Peran Lembaga-Lembaga Negara dalam Kekuasaan Kehakiman (Penegak ...Nafis Fathur Rizki
Dokumen tersebut membahas mengenai lembaga-lembaga negara di bidang kehakiman di Indonesia seperti kejaksaan, kepolisian, advokat, komisi pemberantasan korupsi, komisi yudisial, mahkamah agung, pengadilan-pengadilan seperti umum, agama, militer, tata usaha negara, dan mahkamah konstitusi beserta peran dan fungsinya masing-masing dalam penegakan hukum.
Dokumen tersebut membahas tentang kedudukan dan kewenangan lembaga-lembaga negara Indonesia pasca amandemen UUD 1945. Beberapa poin pentingnya adalah: 1) UUD 1945 memberikan pembagian kewenangan kepada 6 lembaga negara yaitu Presiden, MPR, DPR, DPD, BPK, MA, dan MK dengan kedudukan yang sejajar; 2) Kedudukan dan kewenangan MPR, Presiden, DPR, dan DPD diubah dan diperkuat kewenangannya
Dokumen tersebut membahas tentang penyelenggaraan kekuasaan kehakiman dalam UUD 1945 dan peran lembaga peradilan sebagai pelaksanaannya. UUD 1945 mengatur kekuasaan kehakiman dipegang oleh Mahkamah Agung, peradilan umum, agama, militer, tata usaha negara, dan Mahkamah Konstitusi. Masing-masing lembaga mempunyai peran tertentu sesuai bidangnya.
Hukum Acara Mahkamah Konstitusi mengatur prosedur penegakan hukum materiil di MK, termasuk kewenangan dan proses persidangan MK dalam menguji undang-undang, memutus sengketa kewenangan lembaga negara, dan perkara lainnya. Sumber utamanya adalah UU Mahkamah Konstitusi, diisi lebih lanjut dengan Peraturan MK dan praktik beracara di pengadilan."
Dokumen tersebut membahas perubahan wewenang lembaga-lembaga negara Indonesia sebelum dan sesudah amandemen UUD 1945. Sebelum amandemen, kekuasaan negara sangat tersentralisasi pada presiden. Setelah amandemen, kekuasaan tersebar lebih merata antar lembaga seperti MPR, DPR, DPD, MA, MK, serta wewenang presiden dibatasi oleh UUD dan persetujuan lembaga lain.
Hakikat pemerintahan pusat dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia menurut U...Shani Ulquiorra
Pemerintah pusat Indonesia terdiri atas lembaga legislatif, eksekutif, yudikatif, dan eksaminatif. Lembaga legislatif membuat undang-undang, eksekutif melaksanakan undang-undang, yudikatif memberlakukan hukum, dan eksaminatif mengawasi keuangan negara.
Dokumen tersebut menjelaskan struktur lembaga negara Republik Indonesia yang terdiri dari lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif beserta tugas dan fungsinya. Lembaga legislatif berfungsi membuat undang-undang, lembaga eksekutif berfungsi melaksanakan undang-undang, dan lembaga yudikatif berfungsi mengawal pelaksanaan undang-undang.
More Related Content
Similar to Paparan Prof. Dr. Aidul Fitriciada Azhari, S.H., M.Hum.pdf
Dokumen tersebut membahas sistem pembagian kekuasaan negara di Indonesia secara horizontal dan vertikal. Secara horizontal, kekuasaan dibagi menjadi kekuasaan konstitutif (MPR), legislatif (DPR dan DPD), eksekutif (Presiden), yudikatif (MA, MK, KY), dan keuangan (BPK). Secara vertikal, kekuasaan dibagi antara pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota.
Mahkamah Konstitusi (MK) dibentuk melalui perubahan UUD 1945 dan UU No. 24/2003 untuk menjaga supremasi konstitusi, menyelesaikan sengketa antar lembaga negara, dan memutus perselisihan pemilu. MK memiliki kewenangan menguji undang-undang, memutus sengketa kewenangan lembaga negara, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan pemilu. Putusan MK bersifat final dan mengikat.
Dokumen tersebut membahas tentang konsep negara hukum, unsur-unsur pembentukan peraturan perundang-undangan, asas-asas pembuatan peraturan perundang-undangan, dan landasan penyusunan peraturan perundang-undangan. Secara ringkas, dokumen tersebut menjelaskan tentang konsep dasar dan prinsip-prinsip dalam pembentukan peraturan perundang-undangan di Indonesia.
Ringkasan dokumen tersebut adalah sebagai berikut:
1) Dokumen tersebut membahas tentang pengertian, sejarah, dan asas-asas kekuasaan kehakiman di Indonesia.
2) Kekuasaan kehakiman dijalankan oleh Mahkamah Agung dan peradilan di bawahnya untuk menegakkan hukum dan keadilan secara merdeka.
3) Sejarah kekuasaan kehakiman di Indonesia ditandai dengan berbagai perkembangan unt
Wewenang dan Peran Lembaga-Lembaga Negara dalam Kekuasaan Kehakiman (Penegak ...Nafis Fathur Rizki
Dokumen tersebut membahas mengenai lembaga-lembaga negara di bidang kehakiman di Indonesia seperti kejaksaan, kepolisian, advokat, komisi pemberantasan korupsi, komisi yudisial, mahkamah agung, pengadilan-pengadilan seperti umum, agama, militer, tata usaha negara, dan mahkamah konstitusi beserta peran dan fungsinya masing-masing dalam penegakan hukum.
Dokumen tersebut membahas tentang kedudukan dan kewenangan lembaga-lembaga negara Indonesia pasca amandemen UUD 1945. Beberapa poin pentingnya adalah: 1) UUD 1945 memberikan pembagian kewenangan kepada 6 lembaga negara yaitu Presiden, MPR, DPR, DPD, BPK, MA, dan MK dengan kedudukan yang sejajar; 2) Kedudukan dan kewenangan MPR, Presiden, DPR, dan DPD diubah dan diperkuat kewenangannya
Dokumen tersebut membahas tentang penyelenggaraan kekuasaan kehakiman dalam UUD 1945 dan peran lembaga peradilan sebagai pelaksanaannya. UUD 1945 mengatur kekuasaan kehakiman dipegang oleh Mahkamah Agung, peradilan umum, agama, militer, tata usaha negara, dan Mahkamah Konstitusi. Masing-masing lembaga mempunyai peran tertentu sesuai bidangnya.
Hukum Acara Mahkamah Konstitusi mengatur prosedur penegakan hukum materiil di MK, termasuk kewenangan dan proses persidangan MK dalam menguji undang-undang, memutus sengketa kewenangan lembaga negara, dan perkara lainnya. Sumber utamanya adalah UU Mahkamah Konstitusi, diisi lebih lanjut dengan Peraturan MK dan praktik beracara di pengadilan."
Dokumen tersebut membahas perubahan wewenang lembaga-lembaga negara Indonesia sebelum dan sesudah amandemen UUD 1945. Sebelum amandemen, kekuasaan negara sangat tersentralisasi pada presiden. Setelah amandemen, kekuasaan tersebar lebih merata antar lembaga seperti MPR, DPR, DPD, MA, MK, serta wewenang presiden dibatasi oleh UUD dan persetujuan lembaga lain.
Hakikat pemerintahan pusat dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia menurut U...Shani Ulquiorra
Pemerintah pusat Indonesia terdiri atas lembaga legislatif, eksekutif, yudikatif, dan eksaminatif. Lembaga legislatif membuat undang-undang, eksekutif melaksanakan undang-undang, yudikatif memberlakukan hukum, dan eksaminatif mengawasi keuangan negara.
Dokumen tersebut menjelaskan struktur lembaga negara Republik Indonesia yang terdiri dari lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif beserta tugas dan fungsinya. Lembaga legislatif berfungsi membuat undang-undang, lembaga eksekutif berfungsi melaksanakan undang-undang, dan lembaga yudikatif berfungsi mengawal pelaksanaan undang-undang.
Similar to Paparan Prof. Dr. Aidul Fitriciada Azhari, S.H., M.Hum.pdf (20)
2. DASAR HUKUM
Pasal 24B UUD NRITahun 1945
UU Nomor 22Tahun 2004 tentang Komisi
Yudisial
UU Nomor 18Tahun 2011 tentang Perubahan
Atas UU Nomor 22Tahum 2004 tentang
KomisiYudisial
3. DASAR HUKUM
Pasal 24B UUD NRITahun 1945
(1) KomisiYudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan
pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam
rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat,
serta perilaku hakim.
(2) Anggota KomisiYudisial harus mempunyai pengetahuan dan
pengalaman di bidang hukum serta memiliki integritas dan kepribadian
yang tidak tercela.
(3) Anggota KomisiYudisial diangkat dan diberhentikan oleh Presiden
dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
(4) Susunan, kedudukan, dan keanggotaan KomisiYudisial diatur dengan
undang-undang.
4. SEJARAH PEMBENTUKAN
KomisiYudisial dibentuk sebagai hasil Amandemen UUD
1945
Sejak Perubahan Pertama UUD 1945, para Anggota PAH
III BP MPR sudah membicarakan dan membahas
tentang KomisiYudisial dengan fokus pada pentingnya
pengawasan secara independen terhadap Mahkamah
Agung dan badan peradilan di bawahnya serta
mekanisme yang jelas tentang rekrutmen HakimAgung
dan hakim pada badan peradilan di bawahnya.
5. SEJARAH PEMBENTUKAN
Pada Perubahan Ketiga akhirnya disepakati rumusan Pasal
24B UUD NRITahun 1945 dengan dua kewenangan
konstitusional, yakni:
(1) mengusulkan pengangkatan hakim agung; dan
(2) mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan
menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta
perilaku hakim.
KomisiYudisial dibentuk secara resmi tanggal 2 Agustus
2005 – terhitung sejak pengambilan sumpah anggota KY
Periode 2005-2010.
6. DASARTEORI: PRINSIPAL-AGEN
Teori Prinsipal-Agen berpendapat munculnya badan-badan independent
(independent regulatory agencies) adalah karena badan kekuasaan pokok (main body --
legislative, eksekutif, yudikatif) sebagai principal mendelegasikan sebagian
kewenangannya kepada badan kekuasaan tambahan (auxiliary body) sebagai agen
untuk melaksanakannya secara mandiri.
Berdasarkan teori ini, MA mendelegasikan sebagian kewenangan kepada KY untuk
melakukan rekrutmen hakim dan pengawasan eksternal terhadap perilaku hakim.
Sebelum terbentuk KY, menurut Pasal 8 UU No. 14/1985, DPR mengusulkan calon
Hakim Agung kepada Presiden sebagai Kepala Negara setelah mendengar
pertimbangan dari MA dan Pemerintah. Sementara menurut UU No. 39/1999 dibentuk
Dewan Kehormatan Hakim (DKH) yang berwenang mengawasi perilaku hakim,
memberikan rekomendasi mengenai perekrutan, promosi, dan mutasi hakim serta
menyusun kode etik (code of conduct) bagi para hakim.
7. DASARTEORI: ISOMORFISME HUKUM
Teori isomorfisme hukum memandang munculnya badan-
badan independen pada tahun 1980an adalah akibat dari proses
isomorfisme (peniruan) atas badan-badan serupa di negara-
negara utama sebagai bagian dari agenda neo-liberalism dalam
kehidupan pemerintahan yang menghendaki reduksi fungsi
negara hingga minimal (minimal state).
KomisiYudisial muncul sebagai bagian dari reduksi atas
kekuasaan MA dengan cara menyertakan anggota non-hakim
dalam proses pengawasan secara independen
8. DASARTEORI:
JUDICIAL SELF-GOVERNMENT
Teori Judicial self-government berpendapat bahwa berkembangnya
lembaga DewanYudisial atau yang serupa adalah bagian dari upaya untuk
menjaga kemandirian peradilan dengan cara menyekat kewenangan
eksekutif dalam urusan organisasi, administrasi, dan finansial badan-badan
peradilan dengan menyerahkannya kepada lembaga independent di luar MA,
sementara MA lebih memusatkan pada kewenangan teknis yudisial, yakni
memeriksa, mengadili, dan memutus perkara oleh hakim serta administrasi
perkara oleh panitera. Dengan demikian, hakim tidak dapat diintervensi oleh
eksekutif, tetapi juga tidak bersifat mandiri terhadap MA.
Judicial self-government ini terutama terkait dengan sistem hukum sipil (civil
law) yang mengenal sistem hakim karir.
KomisiYudisial RI tidak masuk kualifikasi “judicial self-government”
9. SISTEM MANAJEMEN HAKIM
Sistem Hukum
Sipil (Civil Law)
Hakim
Karir
Dewan
Yudisial
Sistem Hukum
Kebiasaan
(Common Law)
Hakim
Profesional
Komisi
Yudisial
10. MANAJEMEN HAKIM : HUKUM SIPIL
Sistem Hukum Sipil (Civil Law)
Sistem karir dari pengangkatan hingga pensiun
Direkrut dari sarjana hukum yg belum berpengalaman
Status PNS di Kementrian Kehakiman/Kementrian lain
Manajemen karir (Eropa Selatan) atau manajemen
peradilan (Eropa Utara) oleh DewanYudisial
Mengenal promosi-mutasi dan pendidikan hakim
10
11. MANAJEMEN HAKIM : HUKUM KEBIASAAN
Sistem Hukum Kebiasaan (Common Law)
Sistem professional
Diseleksi oleh KY (merit commission), diangkat oleh
eksekutif, dipilih legislatif, atau dipilih secara langsung
dari kalangan praktisi hukum yang berpengalaman
Pejabat dengan masa jabatan terbatas disertai dengan
pemilihan retensi
Tidak mengenal promosi-mutasi dan pendidikan hakim
11
12. MODEL DEWANYUDISIAL
& KOMISIYUDISIAL
• Model Eropa Selatan – urusan pengembangan karir
hakim (Prancis, Italia, Portugal)
• Model Eropa Utara – urusan manajemen dan
administrasi peradilan (negara Skandinavia)
Dewan
Yudisial
• Model AS-Inggris, yang memisahkan antara Judicial
Appointmen Commission/JAC dan Judicial Conduct
Commission/JCC
• Model Legal Service Commission dengan menyatukan
kewenangan rekrutmen dan perilaku hakim
Komisi
Yudisial
13. BPK DPD MPR DPR
Presiden
Wk Presiden
PEMDA
Kementerian
MA MK
Komisi
Yudisial
Wantimpres
UUD NRI
Tahun 1945
KPU BI
KEDUDUKAN KOMISIYUDISIAL DALAM
SISTEM KETATANEGARAAN RI
14. WEWENANG KOMISIYUDISIAL RI
• mengusulkan pengangkatan hakim agung dan hakim ad
hoc di MahkamahAgung kepada DPR untuk
mendapatkan persetujuan
Rekrutmen Hakim
Agung dan Hakim
Ad Hoc di MA
• menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran
martabat, serta perilaku hakim;
• menetapkan Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku
Hakim (KEPPH) bersama-sama dengan Mahkamah
Agung; dan
• menjaga dan menegakkan pelaksanaan Kode Etik
dan/atau Pedoman Perilaku Hakim
Pengawasan
Perilaku Hakim
17. TUGAS PENGAWASAN PERILAKU HAKIM
melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap perilaku Hakim;
menerima laporan dari masyarakat berkaitan dengan pelanggaran Kode Etik dan/atau
Pedoman Perilaku Hakim;
melakukan verifikasi, klarifikasi, dan investigasi terhadap laporan dugaan pelanggaran Kode
Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim secara tertutup;
memutuskan benar tidaknya laporan dugaan pelanggaran Kode Etik dan/atau Pedoman
Perilaku Hakim (KEPPH); dan
mengambil langkah hukum dan/atau langkah lain terhadap orang perseorangan, kelompok
orang, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan dan keluhuran martabat Hakim.
mengupayakan peningkatan kapasitas dan kesejahteraan Hakim
menganalisis putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap sebagai dasar
rekomendasi untuk melakukan mutasi hakim.