Dokumen ini membahas upaya pengurangan emisi gas rumah kaca di sektor industri baja di Indonesia, termasuk melalui konservasi energi dan peningkatan efisiensi. Sektor industri, khususnya baja, masih menggunakan banyak energi dalam proses produksinya sehingga menjadi sumber besar emisi. Upaya yang dianjurkan antara lain peningkatan kapasitas SDM, pedoman teknis konservasi energi, penerapan sistem manajemen
2014ENERGY EFFICIENCY IMPLEMENTATION TO REDUCE GHG EMISSION
Panduan Pengurangan Emisi GRK di Industri Baja 2014
1. PUSAT PENGKAJIAN INDUSTRI HIJAU DAN LINGKUNGAN HIDUP
Badan Pengkajian Kebijakan Iklim dan Mutu Industri
Kementerian Perindustrian Republik Indonesia
Hotel SARI PAN PACIFIC, 24 MARET 2014
2. I. LATAR BELAKANG
2
Sektor industri cukup signifikan berkontribusi terhadap
PDB yaitu sebesar 20,85% (tahun 2012) dari total PDB
nasional
Sektor industri mampu menyerap tenaga kerja sebanyak
15,37 juta orang atau sebesar 13,87 % dari jumlah tenaga
kerja nasional (tahun 2012)
Sektor industri menempati peran penting dalam
perekonomian nasional
1. Peran Industri dalam Perekonomian Nasional
Namun kondisi industri saat ini mengalami kesulitan
dalam meningkatkan daya saing karena antara lain :
masih banyaknya permesinan/teknologi yang sudah
tidak efisien dalam penggunaan energi termasuk
industri baja.
3. Penggunaan Energi Nasional (Tahun 2011)
No Sektor Kebutuhan
Energi (Juta
SBM)
Persentase (%)
1. Industri 329,7 49,4
2. Transportasi 226,6 34
3. Rumah
Tangga
81,5 12,2
4. Bangunan
Komersial
29,1 4,4
TOTAL 666,9 100
Hingga saat ini sektor industri masih mendominasi konsumsi energi di Indonesia baik yang
digunakan sebagai bahan bakar ataupun yang digunakan sebagai bahan baku
Sumber energi makin terbatas Industri harus mulai memikirkan untuk
melakukan konservasi/efisiensi energi (peluang : 15-30 %)
49,40%
34%
12,20%
4,40%
Industri Transportasi
Rumah Tangga Bangunan Komersial
4. • Industri baja merupakan salah satu pilar penting untuk percepatan
pembangunan . Industri ini terdiri dari 3 kelompok: industri hulu, industri antara
dan industri hilir. Industri hulu dan industri antara menggunakan energi dalam
jumlah besar dalam proses produksinya, sedangkan industri hilir relatif rendah.
• Industri baja ( hulu dan antara) tergolong sebagai industri lahap energi yang
berdasarkan Perpres 61/2011 diwajibkan menurunkan emisi Gas Rmah Kaca,
sebesar 0,64 juta TCO2 ekivalen pada tahun 2020. Industri baja hulu dan antara
meliputi proses pengolahan biji besi dan proses peleburan besi baja.
• Industri ini menggunakan sumber daya alam sebagai energi lebih besar dari
6000 TOE per tahun dan harus melakukan konservasi energi dan manajemen
energi sesuai UU Perindustrian No 3/2014, PP No.70/2009 serta Permen ESDM
No. 14/2012 tentang manajemen energi
• Komposisi penggunaan energinya terdiri dari energi listrik 65 persen, BBM 25
persen, gas alam 7 persen dan batubara 3 persen.
• Dalam melakukan upaya pengurangan emisi GRK, industri baja di Indonesia
masih menghadapi masalah khususnya bila memerlukan biaya yang cukup besar
(medium-high cost). Biaya tersebut umumnya untuk
modifikasi/penggantian/penambahan teknologi
2. Kondisi Industri Baja Saat ini
3
5. JUMLAH INDUSTRI BAJA HULU-ANTARA
No Jenis Produk Jumlah Industri
Kapasitas
( ton/tahun)
1 Sponge iron 1 2.850.000
2 Iron casting 21 284.070
3 Steel Slab 1 1.800.000
4 Round Steel Bars 33 3.848.000
5 Steel Billet 14 5.180.000
6 Hot Rolled Coil & Plate 6 3.610.000
7 Cold Rolled Coil/Sheet 5 1.540.000
8 Wired Rod 7 2.295.000
Sumber: Direktori IISIA tahun 2009
7. Komitmen Presiden pada G-20 Pittsburgh dan
COP15
Menurunkan emisi gas rumah kaca pada tahun 2020
26%
15%
Upaya sendiri
Upaya sendiri
dan Dukungan
internasional
RAN-GRK/RAD-GRK
26%
41%
Komitmen Pemerintah Untuk Penurunan Emisi GRK
8. 1. Energi merupakan Sumber Emisi GRK di Industri Baja
GRK
Limbah
Proses Energi
Bahan baku Bahan bakar
GRKGRK
Inventarisasi
Sektor Energi
Inventarisasi
Sektor IPPU
Inventarisasi
Sektor Limbah
Penggunaan Produk
• Refrigerant
• Aerosol
• Pelarut
• Dll.
GRK
GRK
Limbah
Proses Energi
Bahan baku Bahan bakar
GRKGRK
Inventarisasi
Sektor Energi
Inventarisasi
Sektor IPPU
Inventarisasi
Sektor Limbah
Penggunaan Produk
• Refrigerant
• Aerosol
• Pelarut
• Dll.
GRK
Sumber Emisi GRK Sektor Industri
9. Berdasarkan guidelines IPCC 1996 (Intergovernmental Panel on Climate
Change) - panel antar pemerintah untuk masalah perubahan iklim- yang
telah direvisi, dikategorikan sebagai gas rumah kaca yang menjadi acuan
pada Protokol Kyoto (1997) adalah:
a. Karbon Dioksida (CO2)
b. Metana (CH4)
c. Dinitrogen oksida (N2O)
d. Hidrofluorokarbon (HFC)
e. Perfluorokarbon (PFC)
f. Sulfur heksafluorida (SF6).
Global warming potential (GWP) merupakan satuan yang digunakan
untuk mengukur dampak gas rumah kaca untuk memicu radiasi panas
akibat penambahan gas tersebut di atmosfer, dan digunakan sebagai
satuan ekivalen ton CO2 (tCO2).
GWP CH4 adalah 21 artinya 1 CH4 indeks pemanasannya sama dengan 21
kali CO2 dan GWP N2O adalah 310 artinya 1 N2O indeks pemanasannya
sama dengan 310 kali CO2.
2. Emisi GRK (IPCC)
12. Perbandingan Intensitas Energi di Industri Baja Indonesia dan World Best Industry
637,3
111,5
141,9
383,9
1003,36
286,42
248,24
432,7
0
200
400
600
800
1000
1200
1 2 3 4
World Best Industry Industri Baja Indonesia
Energi Input (KWh/t)
Enegi Losses (KWh/t) Off Gas (KWh/t) Intensitas Energi (KWh/t)
KWh/t
Unit Konsumsi Energi di Industri Baja Masih Tinggi
Dibanding Negara lain
13. Industri
Best Practice di Best Practice di
Indonesia Negara Lain
Besi & Baja 650 kWh/ton
350 kWh/ ton (Jepang)
600 kWh/ton (India)
Industri Baja teknologi EAF 464 kWh/ton 300 kWh/ton (Jepang)
Industri Baja teknologi RF 0,64 kWh/ton 0,3 kWh/ton (Jepang)
BEST PRACTICE PENGGUNAAN ENERGI DI INDUSTRI BAJA DI INDONESIA
Sumber: Sinclair , 2012
14. Distribusi Penggunaan Energi di Industri Baja
Listrik merupakan sumber energi utama di industri baja
Dalam menghasilkan listrik (kWh) di Indonesia juga digunakan energi fosil seperti batu bara
dan faktor emisi masih cukup besar.
Oleh karena itu konservasi energi /efisiensi energi merupakan upaya pengurangan emisi GRK.
15. No Plant Klasifikasi Proses Kebutuhan Energi
1. Direct Reduction (DR) plant Proses pengolahan bijih besi Besar
2. Slab Steel Plant I (SSP I) Proses peleburan besi baja
(EAF, tungku induksi, casting)
Besar
3. Slab Steel Plant II (SSP II)
4. Billet Steel Plant (BSP )
5. Hot Strip Mill (HSM) Proses pembentukan (Hot
Rolling, Cold Rolling)
Proses Finishing
Relatif kecil
6. Cold Rolling Mill (CRM)
7. Wire Rod Mill (WRM)
Pengolahan Biji Besi dan Kebutuhan Energi di Industri Baja
Sumber: Pedoman Pemetaan Teknologi untuk Industri Baja, BPKIMI 2011
17. UPAYA PENGURANGAN EMISI GRK DI SEKTOR INDUSTRI
1. Peningkatan kemampuan SDM industri di bidang konservasi energi, modifikasi
proses, dan penghitungan emisi GRK dari masing masing sumber emisi.
2. Penyusunan Pedoman Teknis Implementasi Konservasi Energi dan pengurangan
emisi GRK di Sektor Industri Lahap Energi (Semen, Besi Baja, Pulp&Kertas, Keramik
& kaca, Pupuk, Petrokimia, Tekstil, dan Makanan & Minuman).
3. Penerapan peraturan Menteri Perindustrian No. 12 Tahun 2013 Tetang Peta
Panduan (Roadmap) Pengurangan Emisi GRK di Industri Semen di Indonesia.
4. Implementasi konservasi energi dan pengurangan emisi GRK di 50 Industri Besi Baja
dan Pulp&Kertas.
5. Mendorong penerapan Sistem Manajemen Energi ISO 50001 dan Optimasi sistem
serta penerapan prinsip prinsip industri hijau.
6. Menerbitkan regulasi manajemen energi dan manajemen air sesuai UU
Perindustrian No. 3 Tahun 2014.
7. Memfasilitasi pemberian insentif/stimulan bagi industi yang melakukan upaya
pengurangan emisi GRK khususnya yang memerlukan investasi besar (medium &
high cost).
18. PENUTUP
1. Konservasi energi memberikan manfaat yang besar berupa
penghematan energi yang berdampak pada penurunan biaya
operasional dan penurunan intensitas emisi GRK yang pada akhirnya
dapat meningkatkan daya saing di pasar global.
2. Berbagai peluang Konservasi Energi dan pengurangan Emisi GRK
diharapkan dapat diimplementasikan di sektor Industri Baja untuk
pencapaian Target Nasional.
3. Pemerintah perlu mendukung pengurangan emisi GRK melalui
konservasi /efisiensi energi khususnya yang memerlukan biaya besar,
dalam bentuk insentif atau bantuan lainnya.