1. Teori pajak menurut syariat Islam didasarkan pada prinsip bahwa semua harta adalah milik Allah dan manusia hanya mengelolanya sebagai khalifah. Pajak dikenakan untuk membiayai kepentingan umum seperti pertahanan dan kesejahteraan masyarakat.
1. 2
BAB II
TEORI
A. Teori Pajak Menurut Syari’ah
Sumber-sumber pendapatan baitul mal dalam khalifah islam yang telah
ditetapkan syariat sebenarnya cukup untuk membiayai pengaturan dan
pemeliharaan urusan dan kemaslahatan rakyat. Namun, ketika baitul mal tidak
terdpat harta atau kurang, sementara sumbangan sukarela dari kaum muslim atas
inisiatif mereka juga belum mencukupi, maka syariat menetapkan pembiayaannya
menjadi kewajiban kaum muslim. Sebab tidak adanya pembiayaan atas berbagai
keperluan dan itu akan menyababkan bahaya kaum muslim. Allah telah
mewajibkan kepada Negara dan umat untuk menghilangkan bahaya itu dari kaum
muslim. Rasulullah saw. bersabda:
“tidak boleh mencelakakan orang lain dan tidak boleh mencelakakan diri
sendiri” ( HR Malik dan Ahmad dari Ibnu Abbas)
Memang pada harta tak ada kewajiban selaian zakat. Namun, apabila zakat
telah diselesaikan, kemudian sesudah itu ternyata datang kebutuhan mendesak,
maka wajib bagi orang kaya mengeluarkan hartanya untuk keperluan tersebut.
Apabila harta baitul mal kosong, kemudian keperluan biaya militer meningkat,
maka imam hendaklah membebankan biaya (pajak) itu kepada mereka yang kaya
sekira dapat mencukupi keperluan tersebut, sehingga baitulmal berisi kembali.
Menurut Qardawi, asas teori wajib zakat dan pajak adalah sebagai berikut:1
1 Yusuf Qardhawi Asas Teori Wajib Zakat dan Pajak, dalam Gusfahmi, Pajak Menurut
Sayriah, hlm. 204.
2. 3
1. Teori Beban Umum
Teori ini didasarkan bahwa merupakan hak Allah sebagai pemberi nikmat
untuk membebankan kepada hambanya apa yang dikehendakinya baik kewajiban
badani maupun harta, untuk melaksanakan kewajibanNya dan tanda syukur atas
nimatNya dan untuk menguji apa yang ada di hati mereka, agar Allah
membersihkanNya juga Allah mengetahui siapa yang taat kepada Rasul-Nya dan
siapa yang membangkang, sehingga Allah dapat membedakan yang buruk dan
yang baik, mana yang jahat mana yang baik, kemudian Allah membalas amal
perbuatan mereka, sedang mereka tidak dianiaya. Firman allah swt:2
“ Maka Apakah kamu mengira, bahwa Sesungguhnya Kami menciptakan kamu
secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada
kami?” (Q.S Al-mu’minun : 115)
“Apakah manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (tanpa
pertanggung jawaban)?” (Q.S.Al-Qiyamah: 36)
2Al-Qur’an dan Terjemahan
3. “ dan hanya kepunyaan Allah-lah apa yang ada di langit dan apa yang ada di
bumi supaya Dia memberi Balasan kepada orang-orang yang berbuat jahat
terhadap apa yang telah mereka kerjakan dan memberi Balasan kepada orang-orang
yang berbuat baik dengan pahala yang lebih baik (syurga).” (Q.S.Al-Najm
4
: 31)
2. Teori Khalifah
Teori pajak yang kedua ini ialah bahwa harta itu adalah amanah Allah. Asas
teori ini berpegang pada keyakinan bahwa semua harta adalah kepunyaan
allahswt.dan manusia hanyalah sebagai pemegang amanah atas harta itu. Allah-lah
pemilik yang sebenarnya seluruh jaga raya ini.
“ kepunyaan-Nya-lah semua yang ada di langit, semua yang di bumi, semua yang
di antara keduanya dan semua yang di bawah tanah.” (Q.S.Thaha: 6)
Semua yang ada di alam ini baik di bagian atas maupun bagian bawahnya
adalah kepunyaan Allah semata, tidak ada seorang pun ikut melilikinya meski
sebesar atom.
“tidak ada yang ditunggu-tunggu orang kafir selain dari datangnya Para
Malaikat kepada mereka[824] atau datangnya perintah Tuhanmu[825].
Demikianlah yang telah diperbuat oleh orang-orang (kafir) sebelum mereka. dan
4. Allah tidak Menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang selalu Menganiaya
diri mereka sendiri,” (Q.S. An-Nahl :33)3
Maka tak heran setelah manusia memperoleh nikmat itu, sebagai hamba
Allah ia harus mengeluarkan sebagaian rezekinya itu untuk tujuan di jalan Allah,
meninggikan rahmat Allah dan menolong saudara-saudaranya sesama hamba
Allah, sebagai tanda syukur atas segala nikmat yang diberikan kepadanya.
5
3. Teori Pembelaan Antara Pribadi Dan Masyarakat
Diantara hak masyarakat terhadap negaranya yang membimbing dan
mengurus kepentingannya ialah setiap anggota masyarakat yang punya kewajiban
menyerahkan sebagian hartanya, yang akan digunakan untuk memelihara
kelangsungan hidupnya, memberantas segala bentuk kejahatan dan permusuhan
serta segala sesuatu untuk kebaikan masyarakat seluruhnya . firman Allah swt :
“ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh
dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”(Q.S.An-nisa
29)
3Ibid, An-Nahl ayat 33.
5. 4. Teori Persaudaraan
Persaudaraan yang dibawa oleh Islam ada dua macam atau dua
tingkatan,yaitu persaudaraan yang asasnya adalah sama-sama sebagai manusia
dan persaudaraan yang “hai semua manusia”. Dan persaudaraan yang asasnya
sama-sama dalam warna kulit yang berbeda-beda, dan berbeda-beda pula tingkat
dan derajatnya, namun dia berasal dari satu turunan yaitu dari satuayah. Oleh
karena itu Allah memanggil mereka”hai anak cucu Adam” sebagaimana
memanggilnya, Hai semua manusia.4
Diantara seluruh amanusia terdapat jalinan kasih saying dan persaudaraan
yang bersifat universal, Allah swt. menegaskan adanya jalinan kasih sayang
kemanusiaan dengan firman Allah swt:
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan
kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari
6
4 Gusfahmi, Pajak Menurut Syari’ah, Edisi 1 januari 2007, hlm. 207.
6. pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang
banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-
Nya kamu saling meminta satu sama lain dan (peliharalah) hubungan
silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.”( Q.S.
An-Nisa 1)5
7
BAB III
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pajak
1. Pengertian pajak menurut para tokoh
Prof. Dr. Rochmat soemitro, S.H.
Pajak merupakan peralihan kekayaan dari sector swasta ke sector public
berdasakan undang-undang yang dapat dipaksakan dengan tidak mendapatkan
imbalan yang secara langsung dapat ditunjukkan, yang digunakan untuk
membiayai pengeluaran umum dan yang digunakan sebagai alat pendorong,
penghambat atau pencegah, untuk mencapai tujuan yang ada di luar bidang
keuangan.6
Prof. Dr. P.J.A. Adriani
Pajak adalah iuran kepada Negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang
oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak
mendapatkan prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya
5Al-Qur’an dan terjemahan, An-Nisa ayat 1.
6 Gusfahmi, Pajak Menurut Syari’ah, Edisi 1 januari 2007, hlm. 27.
7. adalah untuk membiayai kepentingan umum berhubungan dengan tugas Negara
untuk menyelenggarkan pemerintahan.7
8
Abdul Qadim Zallum
Pajak adalah harta yang diwajibkan Allah Swt. kepada kaum muslimin
untuk membiayai berbagai kebutuhan dan pos-pos pengeluaran yang memang
diwajibkan atas mereka, pada kondisi Baitul Mal tidak ada uang/harta.8
2. Pengertian Pajak Menurut Syariah
Secara etimologi pajak dalam bahasa Arab disebut dengan istilah
Dharibah (beban), disebut beban karena merupakan kewajiban tambahan atas
harata setelah zakat, sehiingga dalam pelaksanaannya akan dirasakan sebagai
sebuah beban.
Secara terminolgi dharibah dalam penggunaannya memang mempunyai
banyak arti, namun para ulama memakai ungkapan dharibah untuk menyebut
harta yang dipungut sebagai kewajiban. Jadi , dharibah merupakan harta yang
dipungut secara wajib dari rakyat oleh Negara untuk selain jizyah dan kharaj.
B. Karakteristik Pajak Menurut Syariat
Ada beberapa ketentuan mengenai pajak (dharibah) menurut Syariat Islam,
yang sekaligus membedakannya dengan pajak dalam sistem kapitalis (non-Islam),
yaitu :9
1. Pajak bersifat tempore, tidak bersifat kontinu; hanya boleh dipungut
ketika di baitul mal tidak ada harta atau kurang. Ketika baitul mal
sudah terisi kembali, maka kewajiban pajak bisa dihapuskan.
7 Ibid.
8 Ibid, hlm. 32.
9 Gusfahmi, Pajak Menurut Syari’ah, Edisi 1 januari 2007, hlm. 34.
8. 2. Pajak hanya boleh dipungut untuk pembiayaan yang merupakan
kewajiban bagi kaum muslimin dan sebatas jumlah yang diperlukan
untuk pembiayaan wajib tersebut, tidak boleh lebih.
3. Pajak hanya diambil dari kaum muslim dan tidak dipungut dari non-muslim.
Sebab, dharibah dipungut untuk membiayai keperluan yang
menjadi kewajiban bagi kaum muslim, yang tidak menjadi kewajiban
non-muslim.
4. Pajak hanya dipungut dari kaum muslim yang kaya, tidak dipungut
dari selainnya. Orang kaya adalah orang yang mempunyai kelebihan
harta dari pembiayaan kebutuhan pokok dan kebutuhan lainnya bagi
dirinya dan keluarganya menurut kelayakan masyarakat sekitarnya.
9
C. Pendapat Ulama Tentang Pajak
Dalam kaitannya, mengenai pajak terdapat perbedaan pendapat di
kalangan para ulama;
1) Ulama yang membolehkan adanya pajak setelah zakat:
Imam Al-Qutubi mengatakan:
Para ulama sependapat bila datang suatu kebutuhan yang mendesak
kepada kaum muslim-setelah membayar zakat-maka wajib kepada mereka yang
kaya mengeluarkan hartanya untuk menanggulangi keperluan tersebut.
Mahmud Syaltut mengatakan:
Apabila pemerintah atau pemimpin rakyat tidak mendapatkan dana untuk
menunjang kemaslahatan umum, seperti pembangunan sarana pendidikan, balai
pengobatan, perbaikan jalan dan saluran air, serta mendirikan industri alat
pertahanan Negara dimana kaum hartawan masih diam membelenggu tangannya,
9. maka dibolehkan bagi pemerintah, untuk memungut pajak dari kaum hartawan,
untuk meringankan pelaksana rencana pembangunan itu.10
10
Hasan Al-Banna mengatakan:
Melihat tujuan keadilan social dan distribusi pendapatan yang merata,
maka system perpajakan progresif tampaknya seiraman dengan sasaran-sasaran
islam.11
2. Ulama yang berpendapat bahwa pajak itu haram :
Disamping sejumlah ulama yang menyatakan pajak itu boleh dipungut,
sebagian lagi ulama mempertanyakan ( menolak ) hak Negara untuk
meningkatkan sumber-sumbeer daya melalui pajak, selain zakat. Antara lain :
Dr. Hasan Turobi dari Sudan, dalam karyanya Principle of governance,
freedom, and responsibility in islam, menyatakan :
Pemerintahan yang ada di dunia muslim dalam sejarah yang begitu lama
“pada umumnya tidak sah”. Karena itu, para ulama khawatir jika diperbolehkan
menarik pajak akan disalah gunakan dan menjadi suatu alat penindasan.12
Dari ketiga pendapat ulama di atas dapat kita simpulkan, bahwa para
ulama membolehkan pajak karena adanya kondisi tertentu, dan juga syarat
tertentu, misalnya harus adil, merata, dan lain-lain. Jika hal tersebut dilanggar,
maka pajak seharusnya dihapus, dan pemerintah mencukupkan diri dengan
sumber-sumber pendapatan yang jelas ada nashnya serta kembali kepada system
anggaran berimbang.
D. Pajak-pajak di Indonesia yang Sesuai dengan Syariah
1. Pajak PPh menurut Syariah
Pajak penghasilan adalah pajak yang dibebankan pada penghasilan
perorangan, perusahaan atau badan hukum lainnya. Pajak Penghasilan dipungut
10 Gusfahmi, Pajak Menurut Syari’ah, Edisi 1 januari 2007, hlm. 181
11Ibid, hlm. 185
12 Hasan Turobi, Principle of Governance, Freedom and Responsibility in Islam, dalam
Gusfahmi Pajak Menurut Syariah, hlm.186.
10. karena objeknya adalah harta (al-mal), bagi yang memiliki kelebihan, atas kaum
Muslim, namun perlu perbaikan dalam hal-hal berikut:
Langkah pertama adalah membedakan atas wajib pajak Muslim dan non-
Muslim. Mekanisme yang dapat dilakukan adalah memberi kode tertentu
pada Nomor Pokok Wajib Pajak Muslim.
Kedua, memungut pajak bukan atas nama badan usaha, melainkan atas
perorangan (individu), karena dalam sitem ekonomi Islam tidak
mewajibkan pajak/zakat atas badan. Oleh karena itu, laba badan usaha
harus dibagi per-lembar saham pemilik.
Kemudian atas nama masing-masing pemilik dikenakan pajak (dharibah)
perorangan. Penggunaan dana pajak (dharibah) hanya untuk hal-hal yang
benar-benar diperlukan, yang merupakan kewajiban kaum Muslim. Ia
tidak dapat di pakai untuk kegiatan-kegiatan yang subhat, apalagi haram.
11
2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Menurut Syariah
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas setiap
pertambahan nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya
dari produsen ke konsumen.13
PPN dikenakan kepada masyarakat, karena konsumsi barang dan/atau jasa
tertentu. Dikenakannya pajak karena mengkonsumsi barang atau jasa tertentu
seperti ini, tidak ditemukan dalil yang memerintahkanya dari Al-Quran, Hadist,
Ijma’, ataupun Qiyas. Kalau larangan jika mengkonsumsi yang haram, jelas nash-nya.
Namun mengenakan pajak atas konsumsi barang dan jasa barang yang halal,
seperti air dalam kemasan, tidak ada contohnya. Kalaupun dikatakan mirip dengan
PPN itu adalah bea cukai (ushr), dengan tarif 10%, juga tidak tepat. Oleh karena,
ushr dikenakan bukan karena barang dagangan, melainkan sebagai balasan
(penyeimbang) bagi kaum kafir yang memasuki wilayah kaum Muslim. Oleh
13 http://awalrezkiawan.blogspot.com/2013/05/pajak-dan-jenis-jenisnya-pbb-ppn-pph
11. sebab itu, pajak atas konsumsi barang dan jasa tertentu, tidak diperbolehkan dalam
sistem ekonomi Islam.
PPN juga sulit membedakan antara orang kaya dan miskin. Jika yang
12
terkena adalah orang miskin, hal ini tentunya menjadi haram.
PPN akan sangat membebani perekonomian (in-efesiensi) dan
menyebabkan harga-harga barang dan jasa termasuk barang-barang kebutuhan
pokok jauh di atas harga sewajarnya.
3. Pajak Bumi dan Bangunan menurut Syariah
Pajak Bumi dan Bangunan adalah pajak kebendaan atas bumi dan/atau
bangunan yang dikenakan terhadap subyek pajak orang pribadi atau badan yang
secara nyata : Mempunyai hak dan/atau memperoleh manfaat atas bumi,
dan/atau Memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan.14
Kharaj dijelaskan bahwa atas tanah-tanah taklukan (kharajiyah), kaum
kafir wajib membayar kharaj. Jika di jual kepada kaum Muslim, ia tetap
dikenakan karena status tanah kharajiyah, meskipun nilainya berubah menjadi
zakat. Sedangkan terhadap negeri yang penduduknya masuk Islam seperti
Indonesia, atau tanah yang statusnya bukan tanah kharaj, maka kharaj tidak
berlaku, karena tanah tersebut merupakan tanah ’usyuriyah’ yang wajib
dikeluarkan zakatnya. Seluruh potensi pemungutan atas hasil tanah, telah
terakumulasi dalam zakat.
14 http://zqzakky.blogspot.com/2012/02/ Pajak Bumi dan Bangunan.
12. 13
Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa:
Atas kaum Muslim Indonesia tidak boleh dipungut Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB), termasuk juga terhadap non-Muslim. Karena tanah yang
mereka tinggali bukan termasuk tanah kharajiyah.15
Jika PBB memungut pajak terhadap tanah dan bangunan, maka hal ini
adalah kezaliman. Sebab atas hasil usaha mereka telah dipungut ’ushr
(zakat) bagi kaum Muslim dan jizyah (pajak kepala) bagi non-Muslim.16
Kharaj termasuk penerimaan negara resmi atas non-Muslim atas tanah
kharajiyah, namun karena Indonesia bukan termasuk tanah kharajiyah,
maka PBB tidak boleh dipungut.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dharibah (pajak) merupakan harta yang dipungut secara wajib dari rakyat
oleh Negara untuk selain jizyah dan kharaj. Para ulama membolehkan pajak
karena adanya kondisi tertentu, dan juga syarat tertentu, misalnya harus adil,
merata, dan lain-lain. Jika hal tersebut dilanggar, maka pajak seharusnya dihapus,
dan pemerintah mencukupkan diri dengan sumber-sumber pendapatan yang jelas
ada nashnya serta kembali kepada system anggaran berimbang.
Ada beberapa ketentuan mengenai pajak (dharibah) menurut Syariat Islam,
yang sekaligus membedakannya dengan pajak dalam sistem kapitalis (non-Islam),
yaitu :
15Deny Setiawan, Jurnal sosial ekonomi pembangunan Tahun I, No.1 November 2010.
16 Gusfahmi, Pajak Menurut Syari’ah, Edisi 1 januari 2007, hlm.241.
13. 1. Pajak bersifat tempore, tidak bersifat kontinu; hanya boleh dipungut
ketika di baitul mal tidak ada harta atau kurang. Ketika baitul mal
sudah terisi kembali, maka kewajiban pajak bisa dihapuskan.
2. Pajak hanya boleh dipungut untuk pembiayaan yang merupakan
kewajiban bagi kaum muslimin dan sebatas jumlah yang diperlukan
untuk pembiayaan wajib tersebut, tidak boleh lebih.
3. Pajak hanya diambil dari kaum muslim dan tidak dipungut dari non-muslim.
Sebab, dharibah dipungut untuk membiayai keperluan yang
menjadi kewajiban bagi kaum muslim, yang tidak menjadi kewajiban
non-muslim.
4. Pajak hanya dipungut dari kaum muslim yang kaya, tidak dipungut
dari selainnya. Orang kaya adalah orang yang mempunyai kelebihan
harta dari pembiayaan kebutuhan pokok dan kebutuhan lainnya bagi
dirinya dan keluarganya menurut kelayakan masyarakat sekitarnya.
14
DAFTAR PUSTAKA
Gusfahmi, Pajak Menurut Sayriah, edisi 1, Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada, 2007.
Qardhawi,Yusuf, Asas Teori Wajib Zakat dan Pajak, dalam Gusfahmi,
Pajak Menurut Sayriah, edisi 1, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2007.
http://zqzakky.blogspot.com/2012/02/ Pajak Bumi dan Bangunan.
http://awalrezkiawan.blogspot.com/2013/05/pajak-dan-jenis-jenisnya-pbb-ppn-
pph
Deny Setiawan, Jurnal sosial ekonomi pembangunan Tahun I, No.1 November
2010
Hasan Turobi, Principle of Governance, Freedom and Responsibility in Islam,
dalam Gusfahmi Pajak Menurut Syariah, edisi 1, Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada, 2007.