1. Mungkinkah Kiamat Atas Karakter
Bangsa dan Cinta Tanah Air
Datang Tak Lama Lagi ?
“Indonesia tanah airku Tanah tumpah darahku Disanalah aku berdiri
Jadi pandu ibuku…” syair keramat itulah yang diperdengarkan saat meraih
kemerdekaan. Lagu tersebut bahkan dibuat sebelum kemerdekaan pada
tahun 1928 dan dinyanyikan dihadapan para peserta Kongres Pemuda II,
yang merupakan sebuah angan-angan kemerdekaan.
Setelah para pejuang kemerdekaan itu gugur, kita sudah dapat menghirup
udara bebas tanpa harus menggenggam erat bambu runcing ditangan.
Sayangnya banyak diantara kita yang terlena, hingga tanpa disadari
bangsa kita terjajah lagi. Musuh-musuh bangsa banyak bersembunyi dan
bermain-main disekitar kita.
Para wakil rakyat bermain dengan uang rakyatnya. Para penguasa
bermain dengan kekuasaannya. Penegak hukum bermain dengan senjata
dan dihukum oleh permainan hukumnya. Mahasiswa bermain dengan
mahasiswa lain dijalan raya dan rakyat lebih memilih produk luar negeri
yang banyak terdapat dipasaran.
Itulah prestasi yang terus diraih bangsa Indonesia dan apakah seperti
itukah karakter bangsa Indonesia saat ini? Bangsa yang dikenal santun,
memiliki solidaritas tinggi, menghormati antar sesama berubah sebaliknya.
Pengaduan atas kesalahan seseorang, kelompok, bahkan juga
pemerintah dari pihak lain banyak mewarnai kehidupan.
Sanksi sosial tidak berlaku lagi dan sebagian masyarakat membiarkan,
bahkan apatis saat adanya bentuk penyimpangan itu terjadi. Tidak
dipungkiri, bahwa media penyiaran seperti televisi yang sering
2. mempertontonkan hal tersebut, membuat masyarakat telah terbiasa dan
tidak merasa heran karena sudah menjadi santapan sehari-hari.
Lembaga penyiaran sangat berpengaruh atas pola pikir masyarakat dan
sebaiknya memberi tayangan-tanyangan yang dapat menumbuhkan rasa
cinta tanah air dan membentuk karakter bangsa seperti perjuangan
pahlawan mengusir penjajah, jerih-payah mereka meraih kemerdekaan dll.
Namun kenyataannya, banyak remaja yang saat ini hanyut dalam
derasnya arus globalisasi. Mereka tenggelam dalam teknologi yang
akhirnya lupa akan tugas dan kewajiban sebagai anak maupun sebagai
pelajar. Dengan teknologi, cakrawala dapat terbuka lebar namun dunia
hitam tak akan luput dari penglihatan. Remaja yang tidak memiliki karakter
yang baik, akan dengan mudah terdorong menuju kegelapan itu.
Redupnya karakter bangsa, kemiskinan mental, dan kemunduran
moralitas saat ini disebabkan transfer ilmu yang kurang mendominasikan
pada pemahaman terhadap pancasila sebagai karakter dan jati diri
bangsa. Seperti kata Marvin Berkowitz (1998), kebanyakan orang mulai
tidak memerhatikan lagi bagaimana pendidikan itu dapat berdampak
terhadap perilaku seseorang. Itulah cacat terbesar pendidikan gagal untuk
menghadirkan generasi anak-anak bangsa yang berkarakter kuat.
Pendidikan seharusnya mampu menghadirkan generasi yang berkarakter
kuat, karena manusia sesungguhnya dapat dididik, dan manusia pada
dasarnya adalah animal seducandum, yaitu “binatang” yang harus dan
dapat dididik.
Itulah makanya filsuf Aristoteles mengingatkan, sebuah masyarakat yang
budayanya sudah tidak lagi memperhatikan pentingnya pendidikan atau
tidak lagi menempatkan pendidikan sebagai suatu good habits, akan
membuat masyarakat menjadi terbiasa dengan kebiasaan-kebiasaan
buruk.
3. Karakter adalah istilah yang diambil dari bahasa Yunani yang berarti
“menandai”, yaitu menandai tindakan atau tingkah laku seseorang. Jadi,
seseorang disebut berkarakter bila tingkah lakunya sesuai dengan kaidah
moral. Karena itu, seseorang perlu mendapatkan pendidikan karakter.
Perubahan kebijakan pengajaran Pancasila menjadi Pendidikan
Kewarganegaraan berdampak. Buktinya, penanaman nilai-nilai ternyata
tidak bisa diperoleh dari pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Sebab,
ternyata pelajaran tersebut hanya hafalan dan sekadar menambah
pengetahuan. Perubahan pendidikan Pancasila menjadi pendidikan
Kerwarganegaraan sangat mereduksi muatan-muatan utama Pancasila
yang sarat nilai.
Sementara itu, pendidikan Kewarganegaraan lebih mengenai hakikat
negara dan bentuk-bentuk kenegaraan, sistem hukum dan peradilan
nasional, hak asasi manusia, pemberantasan korupsi serta kedudukan
warga negara. Mengenai Pancasila hanya disinggung sedikit, Itu pun
sudah di semester akhir. Karena itu menjadi wajar jika nilai-nilai moral di
kalangan peserta didik kita luntur.
Diakui oleh para guru, bahwa sedikit sekali peluang penanaman nilai dan
pembentukan moral anak didik saat ini. Bahkan siswa beranggapan
bahwa guru yang suka memberi nasihat tentang nilai-nilai luhur dianggap
guru „tempo doeloe‟ dan dianggap bukan lagi jamannya.
Itulah betapa pentingnya pendidikan itu diberikan. Lebih dari itu,
pendidikan juga merupakan praktik untuk menjadikan peserta didik bagian
dari masyarakat, bangsa dan negara, sehingga lahir sikap cinta tanah air.
Saat ini, Indonesia seperti diambang kematian dengan miskin ilmu, miskin
karakter, miskin etika dan miskin warga yang mencintai tanah airnya
dengan tulus. Setiap individu tanpa henti terus mengeruk harta karun
dibumi pertiwinya tanpa peduli dengan alam dan sesama. Rasa cinta yang
4. hakekatnya adalah rasa bangga menjadi menjadi salah satu bagian dari
tanah kelahirannya seperti sudah hilang.
Namun jika dipikir ulang, apa yang patut dibanggakan dari Negara
Indonesia? Negara dengan lingkungan kotor, negara sarang teroris,
negara dengan kota yang berpolusi dan macet, negara dengan hutang
besar, negara yang korup dll.Banyak warga yang malu akan hal itu,
namun tidak berusaha mengubahnya. Tentu saja jika suatu negara dalam
tatanan dan kelengkapan falisitas yang baik, maka siapapun akan dengan
senang hati mencintainya.
Mulailah bangga menjadi orang Indonesia, melestarikan budaya,
mencintai produk local, hemat energi dan mengharumkan nama bangsa
untuk menjadikan Indonesia negara yang ideal dan pantas dicintai.
Disaat rasa cinta itu tumbuh maka rasa kebanggaan, rasa memiliki, rasa
menghormati, rasa menghargai dan loyalitas yang dimiliki individu pada
negara tempat ia tinggal tercermin dari perilaku membela tanah airnya,
menjaga dan melindungi tanah airnya, rela berkorban demi kepentingan
bangsa dan negaranya, mencintai adat dan budaya yang ada dinegaranya
dengan melestarikan alam dan lingkungan.
Seperti inilah keadaan Indonesia saat ini, mari merubahnya menjadi lebih
baik dengan tindakan sesuai dengan karakter bangsa sesungguhnya! Hal
besar itu dapat tewujud jika dimulai dengan kesadaran masing-masing
individu. Semoga Negara kita “INDONESIA” dapat lolos dari jeratan
Sakaratul maut.
5. Daftar Pustaka
http://mekahmadinah.faa.im/iman-hijrah-dan-jihad-mywapblog-com-
pers.xhtml
http://www.uin-
malang.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=1282
%3Amembangun-karakter-bangsa&catid=25%3Aartikel-
rektor&Itemid=145
http://mudjiarahardjo.uin-malang.ac.id/artikel/289-runtuhnya-
karakter-bangsa-dan-urgensi-pendidikan-pancasila-1.html
http://www.reformed-
crs.org/ind/articles/karakter_bangsa_dulu_dan_kini.html
Binsar A. Hutabarat, Penulis adalah Peneliti Reformed Center for
Religion Society
http://novi-greendfield.blogspot.com/2012/03/cinta-tanah-air.html
http://aisardi.blogdetik.com/cinta-tanah-air/
6. Biodata Peserta
Nama Peserta : Nafi‟ah Ema Suryani
Tempat dan Tanggal Lahir : Metro-Lampung, 02 April 1996
Kelas : XI IPA 2
Nama Sekolah : SMA Negeri 1 Way Jepara
Alamat Sekolah : Jln. Pramuka, Labuhan Ratu Satu,
Way Jepara, Lampung Timur,
Lampung
No Telp Sekolah : (0725) 640026
No Telp/HP Peserta : 085381363066
Alamat E-mail Sekolah : sman1wj_lampungtimur@yahoo.co.id
E-mail Peserta : ema.surya@gmail.com atau
nafiah_ema@yahoo.co.id