Hizbut Tahrir memiliki pengertian iman yang berbeda dari ulama pada umumnya. Mereka mendefinisikan iman sebagai keyakinan pasti berdasarkan bukti, bukan dengan hati, lisan, dan perbuatan. Hizbut Tahrir menolak penggunaan hadis ahad sebagai landasan akidah karena bersifat ragu-ragu, bukan pasti seperti al-Quran dan hadis mutawatir. Namun mereka tetap mengamalkan hadis ahad yang shahih
Salah paham bisa jadi muncul karena kurangnya info, atau mungkin juga karena salah mengambil sumber info... Slide ini berupa penjelasan mengenai isu2 yang beredar seputar Hizbut Tahrir.
Salah paham bisa jadi muncul karena kurangnya info, atau mungkin juga karena salah mengambil sumber info... Slide ini berupa penjelasan mengenai isu2 yang beredar seputar Hizbut Tahrir.
TAWAKKAL adalah sebuah sikap yang – seharusnya – dipilih oleh setiap muslim, di mana pun, kapan pun dan dalam situasi dan kondisi apa pun. Tetapi, ternyata untuk memilihnya tidak semudah yang kita katakan. Selalu saja ada kendala yang menjadikan diri kita tak mampu bersikap tawakkal. Bahkan, karena kesalahfahaman kita terhadap makna tawakkal, bukan tidak mungkin ‘kita’ akan terjebak pada sikap yang salah.
Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa. (TQS. Ali ‘Imrân [3]: 133)
File PPT dan detil penjelasannya bisa didownload di https://goo.gl/NTrt5L
TAWAKKAL adalah sebuah sikap yang – seharusnya – dipilih oleh setiap muslim, di mana pun, kapan pun dan dalam situasi dan kondisi apa pun. Tetapi, ternyata untuk memilihnya tidak semudah yang kita katakan. Selalu saja ada kendala yang menjadikan diri kita tak mampu bersikap tawakkal. Bahkan, karena kesalahfahaman kita terhadap makna tawakkal, bukan tidak mungkin ‘kita’ akan terjebak pada sikap yang salah.
Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa. (TQS. Ali ‘Imrân [3]: 133)
File PPT dan detil penjelasannya bisa didownload di https://goo.gl/NTrt5L
Murtad : Perbincangan Mengikut Pandangan Ulama Silam dan Ulama KontemporariAiisy Afifah
Murtad : Perbincangan Mengikut Pandangan Ulama Silam dan Ulama Kontemporari
Ini adalah tugasan kumpulan bagi subjek Syariah dan Kehidupan (HIS3043) UPSI.
P/S : Slide ini telah diperbaiki beberapa kali bagi mendapatkan hasil yang terbaik sesuai dengan kehendak pensyarah kami, Dr. Zanariah binti Noor :) semoga bermanfaat untuk semua.
Kemerdekaan Indonesia yang jatuh pada tanggal 17 Agustus 1945 dan diperingati setiap tahunnya, perlu untuk diketahui dan disadari akan hakikat kemerdekaannya. Bahwa sesungguhnya kemerdekaan yang dimiliki oleh bangsa ini tak lebih dari kemerdekaan yang semu.
Memang 76 tahun yang lalu Indonesia telah memproklamasikan kemerdekaannya. Namun pada kenyataannya, negara ini baru merdeka dari penjajahan secara fisik. Pada aspek lainnya, seperti ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan, kita belum bisa dikatakan merdeka.
Tiga tahun yang lalu, saat KKN saya mengajukan proposal agenda Training Menulis kepada siswa SMP. Alhamdulillah, acaranya berlangsung lancar. Hasil trainingnya? Wallahualam deh!
Agaknya ada yang membutuhkan, bisa menjadi referensi.
Materi Proses Keimanan dengan beberapa Video yang belum bisa di upload, buat teman-teman silahkan cari video menarik u/ menunjang materi ini di youtube. Seperti video ciptaan Allah, dari yg terkecil hingga terbesar yg dapat dijangkau manusia... video kematian, v bencana, v proses penciptaan manusia, dll
ppt profesionalisasi pendidikan Pai 9.pdfNur afiyah
Pembelajaran landasan pendidikan yang membahas tentang profesionalisasi pendidikan. Semoga dengan adanya materi ini dapat memudahkan kita untuk memahami dengan baik serta menambah pengetahuan kita tentang profesionalisasi pendidikan.
2. Hizb mengartikan Iman berbeda dengan pengertian para „ulama pada
umumnya.
Iman menurut Hizb:
“Pembenaran yang bersifat pasti yang sesuai dengan fakta berdasarkan
suatu bukti”
Iman menurut „ulama pada umumnya:
“Pembenaran dengan hati, pernyataan dengan lisan, dan perbuatan
dengan anggota tubuh.”
3. Pengertian Iman oleh Hizb adalah pengertian Iman sesungguhnya
secara bahasa dan realita, sedangkan pengertian Iman oleh „Ulama
pada umumnya adalah Iman yang kaitannya dengan perbuatan
seorang hamba.
Ungkapan al-qaul bi-l-lisaan dan al-‟amal bi-l-jawaarih semata-mata
menandakan kesempurnaan Iman, bukan iman itu sendiri. Hal ini
karena keimanan yang benar akan meniscayakan „amal.
6. -
Imam Al-Bukhoriy: “keyakinan adalah ilmu yang sampai di hati
setelah pengkajian dan pembuktian, maka ia meniscayakan kuatnya
pembenaran sampai pada taraf menafikan keraguan dan
meniscayakan ketentraman, ketenangan, dan kelegaan hati dengan
keimanan tersebut. Ibnu Mas‟ud menganggap keyakinan adalah
keimanan itu sendiri. Demikian pula dikatakan oleh Imam Asy-
Sya‟biy” [Ibn Rojab, Fathu-l-Baariy, jilid I hal. 13]
7. "Ahli Sunnah dari kalangan ahli hadits, para fuqaha, dan ahli kalam,
telah sepakat bahwa seseorang mukmin yang dihukumi sebagai ahli
kiblat (muslim) dan tidak kekal di dalam neraka, hanyalah siapa-siapa
yang meyakini dienu-l-Islaam di dalamnya hatinya secara pasti tanpa
keraguan sedikitpun, dan ia mengucapkan dua kalimat syahadat.”
[An-Nawawi, Syarah Shahih Muslim, jilid I hal. 149]
8. “Ketahuilah, bahwa madzhab „ulama yang benar adalah bahwa
seorang ahlul kiblat tidak dihukumi kafir hanya dikarenakan suatu
dosa tertentu, dan tidak pula dihukumi kafir para pengikut hawa
nasfsu dan bid‟ah.” [An-Nawawi, Syarah Shahih Muslim, jilid I hal. 150]
9. Hizbut Tahrir menolak penggunaan Hadits Ahad dalam masalah
Akidah, maka karenanya Hizb dianggap mengingkari Siksa Kubur
dan pertanyaan malaikat Munkar dan Nakir, Kemunculan Imam
Mahdi dan Dajjal, Turunnya Nabi Isa as, Syafa‟at Rasulullah saw,
dll., karena semuanya itu landasannya adalah hadits-hadits Ahad.
Karena itulah Hizbut Tahrir sama dengan Mu‟tazilah
10. Hizbut Tahrir tidak menggunakan Hadits Ahad sebagai landasan
akidah, karena ia bersifat zhanniy (dugaan) tidak qath‟iy (pasti).
Sementara memunculkan kayakinan tidak bisa kecuali hanya dengan
dalil yang bersifat qath‟iy, yaitu Al-Qur‟an dan Hadits Mutawatir.
Adapun terhadap Hadits Ahad yang shahih, jika terkait syari‟at wajib
diamalkan, dan jika terkait keyakinan cukup dibenarkan.
Hal ini tidak sebagaimana Mu‟tazilah yang menolak hadits Ahad
dalam hal akidah secara mutlak.
11. Apakah hadits ahad yang Shahih berfaedah „ilm (keyakinan) atau
zhann (dugaan) perbedaan ulama sejak dulu:
1. Hadits ahad berfaedah „ilm (keyakinan)
a. Secara mutlak imam ibn hazm azh-dzahiri
b. Jika ada qorinah imam al-amidi
c. Jika telah disepakati umat untuk diterima (shahih Bukhari
dan shahih Muslim) imam ibnu shalah
2. Hadits ahad berfaedah zhann (dugaan) tidak berfaedah „ilm
(keyakinan) imam an-nawawi dan jumhur ulama
12. An-Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim, 1/131:
“dan yang merupakan pendapat mayoritas kaum muslim dari
kalangan sahabat, tabi‟ien dan siapa-siapa setelah mereka dari
kalangan ulama hadits, ulama fiqh, dan ulama ushul, bahwa khabar
ahad yang terpercaya (sahih) merupakan hujjah di antara hujjah-
hujjah syara‟ yang wajib diamalkan, dan bahwa dia berfaedah zhann
(dugaan) tidak berfaedah „ilm (keyakinan).”
13. “Sebagian „ulama hadits berpendapat bahwa hadits ahad di dalam
Shahih Bukhari dan Shahih Muslim berfaeah „ilm (yakin), tidak hadits
ahad selainnya. Dan kami telah menjelaskan pendapat ini beserta
bantahan terhadapnya di banyak fashal. Semua pendapat-pendapat
ini selain pendapat jumhur adalah batil (salah) …
14. … Adapun orang yang berpendapat bahwa hadits ahad
meniscayakan „ilm maka dia telah berpaling dari kenyataan.
Bagaimana bisa hadits ahad menghasilkan „ilm sementara
kemungkinan adanya penyimpangan, kealpaan, pemalsuan dan yang
lainnya ada padanya. Wallahu „alam.” [An-Nawawi, Syarah Shahih
Muslim, jilid I hal. 132]
15. Bahwa khabar ahad tidak berfaedah ilmu = pendapat
jumhur „ulama bukan klaim Imam An-Nawawi
---
16. Membedakan antara At-Tashdiiq (Pembenaran Saja/Tidak Bersifat Pasti)
dan At-Tashdiiqu-l-Jaazim (Pembenaran yang Bersifat Pasti)
Misalnya anda membeli beras dari sebuah toko seberat 3 kilogram dan penjual
menimbang beras tersebut di hadapan mata kepala anda langsung. Jika di
perjalanan pulang anda ditanya berapa berat beras yang anda bawa? Tentunya
anda akan langsung menjawab 3 kilogram! Tapi jika ditanya lebih lanjut: beranikah
anda bersumpah bahwa beras tersebut benar-benar 3 kilogram, tidak lebih dan
tidak kurang walau hanya 1 miligram pun? Tentu anda tidak akan berani, karena
timbangan penjual beras tadi berpeluang salah, bisa karena takaran timbangannya
dikurangi, rusak, penjual yang lalai, atau yang lainnya. Pembenaran anda
terhadap 3 kilogram di sini baru pembenaran saja yang tidak bersifat pasti.
Kecuali jika kemudian anda membuktikan berat beras tersebut dengan timbangan-
timbangan lainnya hingga jumlah timbangan yang memustahilkan terjadi kesalahan
bahwa berat beras tersebut benar-benar 3 kilogram persis, tidak kuarang dan tidak
lebih. Maka pembenaran anda atas 3 kilogram yang terakhir inilah
pembenaran yang bersifat pasti dan anda akan berani bersumpah atasnya!
17. Hizb dianggap telah mengkafirkan umat islam serta para pemimpin
mereka, lantaran Hizb menyebut negeri-negeri kaum muslim yang
ada saat ini dengan sebutan Daaru-l-Kufr (negara kufur), karena
tidak menerapkan sistem islam, yakni Khilafah Islamiyyah. Serta
menyebut kematian kaum muslimin saat ini dengan mati dalam
keadaan jahiliyah, di mana kondisi jahiliyyah identik dengan
kesyirikan dan kekufuran.
18. Dalam pandangan Hizb, negeri-negeri kaum muslim saat ini adalah
daaru-l-kufr (negara kufur) karena tidak berhukum dengan hukum
Allah swt. Hal ini sesuai dengan pandangan jumhur „ulama, bahwa
negara yang tidak memberlakukan hukum Islam bukanlah daaru-l-
islaam (negara islam), melainkan daaru-l-kufr.
19. “Jumhur „ulama berkata: daaru-l-islaam adalah negara yang dihuni
oleh kaum muslim dan berlaku di dalamnya hukum-hukum Islam.
Setiap yang tidak berlaku di dalamnya hukum-hukum Islam, bukanlah
daaru-l-islaam meski ia berdekatan dengannya. Dan ini negeri Thaif,
sangat dekat dengan Mekah, tapi tidak secara otomatis menjadi
daaru-l-islaam dengan peristiwa Fathu Makkah.” (Ibn Qoyyim Al-
Jauziyyah, Ahkaamu Ahli-dz-Dzimmah, 2/728)
20. Akan tetapi, penyebutan terhadap suatu negeri dengan sebutan
daaru-l-kufr, tidak berarti menganggap semua penghuninya kafir.
Istilah daaru-l-kufr hanya menandakan bahwa negeri tersebut tidak
berhukum dengan hukum-hukum Islam. Demikian sebaliknya,
sebutan daaru-l-islaam tidak berarti menganggap semua
penghuninya muslim, karena daaru-l-islam pada faktanya juga dihuni
oleh non-muslim, baik berstatus sebagai kafir dzimmiy maupun kafir
musta-min.
Adapun penguasa yang tidak menerapkan hukum islam, Hizb
memandang: jika perbuatannya disertai keyakinan maka dia kafir,
jika tidak disertai keyakinan maka dia brdosa (zhaalim/faasiq).
21. “Allah swt telah memerintahkan penguasa untuk berhukum dengan
apa yang Allah swt turunkan atas Rasulullah saw, dan menjadikan
siapa-siapa yang berhukum dengan selain apa yang diturunkan Allah
swt sebagai kafir jika menyakininya, dan meyakini tidak adanya
kemaslahatan pada apa yang diturunkan atas Rasul-Nya, serta
menjadikannya bermaksiat jika berhukum dengannya (selain hukum
Allah swt) tanpa meyakininya.” [Syaikh Taqyuddin An-Nabhaaniy,
Muqaddimatu-d-Dustuur, hlm 6]
22. “Berkata „Ikrimah ra: siapa-siapa yang tidak berhukum dengan apa
yang diturunkan Allah swt karena keingkaran terhadapnya maka dia
benar-benar telah kafir, dan siapa-siapa masih mengakuinya tapi tidak
mau berhukum dengannya maka dia zhalim lagi fasiq. Ini juga
perkataan Ibn „Abbas ra.” [Tafsiir Al-Khaazin, 2/289]
23. “Yang dimaksud dengan kematian jahiliyah [dengan mim dibaca
kasroh] adalah keadaan kematiannya seperti kematian masyarakat
jahiliyyah di atas kesesatan dan tidak memiliki seorang pemimpin
yang ditaati, karena mereka belum mengenal hal tersebut. Bukan
dimaksudkan mati dalam keadaan kafir, melainkan mati dalam
keadaan bermaksiat.” [Ibn Hajar, Fathu-l-baariy, 13/7]
24. “… Aspek argumentatif dari hadits ini adalah bahwa Rasulullah saw
mewajibkan atas setiap muslim untuk mengadakan di lehernya bai‟at
untuk seorang khalifah, dan tidak mewajibkan agar setiap muslim
membai‟at khalifah.” [Taqyuddiin An-Nabhaaniy, Muqaddimatu-d-Dustuur,
100]
25. Hizb dianggap menafikan Qadar, sehingga tidak ada bedanya
dengan mu‟tazilah
Hizb menyalahkan pemahaman Ahlus Sunnah dalam bab Qadha
dan Qadar dan menyamakannya dengan Jabriyyah
26. Firoq Konsep al-iraadah & khalqu-l-af‟aal Konsep tawalludu-l-af‟aal
Qadariyah
Manusia punya kebebasan berkehendak dan
menciptakan perbuatannya sendiri
Manusia yang menciptakan
tawalludu-l-af‟aal
Jabariyah
Manusia terikat dengan kehendak Allah swt
dan perbuatannya ciptaan Allah
Allah yang menciptakan
tawalludu-l-af‟aal
Ahlu Sunnah
(Asy‟ariyyah)
Manusia memiliki kasb ikhtiyari tapi terikat
dengan kehendak Allah dan perbuatannya
ciptaan Allah
Allah yang menciptakan
tawalludu-l-af‟aal
Hizb
Perbuatan yang bersifat pilihan terjadi atas
kehendak manusia dengan memanfaatkan
khashiyyat benda
Tawalludu-l-af‟aal timbul dari
khashiyat benda yang
dikenai perbuatan manusia
27. Hizb mengimani Qadar yang berarti ketetapan Allah atas benda-benda dan „ilmu-Nya
yang tertulis di Lauhi-l-Mahfuuzh:
(Hadits Nabi): “Jika dituturkan (tentang) Qadar maka diamlah” yakni jika disebut ilmu
Allah dan ketetapannya atas benda-benda maka jangan larut dalam
membicarakannya, karena ketetapan atas benda-benda oleh Allah yaitu bahwa Dia
telah menulisnya di Lauhu-l-Mahfuuzh, ini berarti Dia mengetahuinya. Dan
kemahatahuan Allah terhadapnya adalah diantara sifat-sifat Allah yang wajib diimani.
[Taqyuddin An-Nabhaaniy, Asy-Syakhshiyyatu-l-Islaamiyyah, 1/78]
Tidak sebagaimana disangkakan bahwa Hizb sama dengan Mu‟tazilah, karena
mu‟tazilah mengingkari Qadar secara mutlak.
28. yang beranggapan bahwa Al-Asy‟ariyyah termasuk Jabariyyah dalam bab ini bukan
hanya Syaikh Taqyuddin. Berikut berkata Imam Al-Aiji (data original):
Kelompok ke-Enam, Al-Jabriyyah … Al-Jabr (paksaan) adalah menisbatkan perbuatan hamba kepada Allah
swt. Al-Jabriyyah ada yang pertengahan, yaitu menetapkan adanya usaha pada diri hamba, seperti
kelompok Asy‟ariyyah. Dan ada yang murni, yang tidak menetapkan itu tadi, seperti kelompok Jahmiyyah,
mereka adalah pengikut Jahm bin Shafwaan. … [al-Iji, Al-Mawaaqif, 3/712]
29. Juga Imam Al-Jurjaniy (data original):
Kata Al-Jabriyyah berasal dari kata Al-Jabr yaitu menisbatkan perbuatan hamba kepada Allah swt. Dan Al-
Jabriyyah ada dua: Pertengahan, yaitu menetapkan adanya usaha pada diri hamba dalam melakukan
perbuatan, seperti kelompok Asy‟ariyyah. Dan Murni (pure), yang tidak menetapkan itu tadi, seperti
kelompok Jahmiyyah. [Al-Jurjaniy, Al-Ta’riifaat, hlm 101]
30. Hizb dianggap membolehkan laki-laki dan wanita yang bukan
suami-isteri dan bukan mahramnya untuk saling berciuman.
31. Anggapan tersebut tidak benar dan bertentangan dengan apa yang
diadopsi oleh Hizb. Hizb mengatakan:
“Ciuman seorang laki-laki terhadap wanita asing yang diinginkannya,
atau sebaliknya, adalah ciuman yang diharamkan” [Taqyuddin An-
Nabhaniy, An-Nizhaamu-l-Ijtimaa’iy fi-l-islaam, 55]
32. Hizb dianggap membolehkan laki-laki dan wanita yang bukan
suami-isteri dan bukan mahramnya untuk berjabat tangan,
sehingga siapa pun boleh menjabat tangan siapa saja dari
kalangan wanita yang bukan mahramnya.
33. Hizb memang mengadopsi pendapat yang menganggap berjabat
tangan antara laki-laki dan wanita yang bukan mahram adalah
mubah (boleh), tapi dengan syarat: tidak disertai syahwat dan aman
dari fitnah.
34. Kebolehan ini berdasarkan hadits:
Dari Ummu „Athiyyah, bahwa Rasulullah saw mengambil bai‟at atas
kaum wanita untuk tidak melakukan niyaahah (meratapi mayat),
berkata seorang wanita: wahai Rasulullah, sesungguhnya ada seorang
wanita dulu menyertaiku ber-niyahah, tidakkah aku boleh
membalasnya, maka ia menarik tangannya, Rasulullah pun juga
menarik tangannya dan beliau tidak jadi membai‟atnya. [HR. Ahmad –
Sahih]
35. Memperkuat:
Dari Hindun binti „Utbah berkata: wahai Rasulullah saw, bai‟atlah aku.
Rasulullah saw melihat ke arah tangan Hindun, kemudian bersabda:
“aku tidak mau membai‟atmu sebelum kamu merubah kedua telapak
tanganmu (dengan pacar), kedua telapak tangan itu seperti kedua
telapak tangan binatang buas (seperti tangan laki-laki)”. [HR. Abu
Dawud – Hasan]
Wajhu-l-istidlaal: jika bai’at terhadap wanita cukup dengan isyarat atau
ucapan, maka tidak perlu Nabi saw memerintahkan Hindun berpacar.
36. “Adalah (Rasulullah saw) beliau menjabat tangan wanita pada saat bai‟at
ridhwan … ada yang mengatakan ini dikhususkan bagi Rasulullah saw
saja karena kema‟shumannya maka tidak boleh bagi selain beliau untuk
menjabat tangan wanita asing dikarenakan tidak ada jaminan aman dari
fitnah.” [Al-Haafizh Al-Manawi, At-Taisiir bi-syarhi-l-jaami’ish-shaghiir, 2/538]
Di situ Al-Haafizh Al-Manawi menuliskan apa adanya bahwa Nabi saw
benar-benar bejabat tangan dengan wanita saat bai‟at, hanya saja jika itu
merupakan kekhususan bagi Beliau maka harus ada qariinah (indikasi)
yang menunjukkan hal tersebut.
39. “Haram hukumnya menjabat tangan wanita berdasarkan sabda Nabi saw:
“sesungguhnya aku tidak menjabat tangan wanita”, akan tetapi mayoritas „ulama
selain syafi‟iyyah membolehkan berjabat tangan dan menyentuh tangan wanita
tua yang tidak menimbulkan syahwat, karena tidak ditakutkan akan timbul fitnah.
Berkata „ulama hanabilah: Imam Ahmad bin Hambal memakruhkan berjabat
tangan dengan wanita, dan sangat memakruhkannya meski terhadap mahram,
namun membolehkannya bagi orang tua, dan membolehkan pula menyentuh
tangan wanita tua yang buruk rupa. Ulama syafi‟iyyah mengharamkan menyentuh
dan melihat wanita secara mutlak, meskipun wanita yang sudah tua, berjabat
tangan boleh dengan menggunakan pelapis yang mencegah dari bersentuhan
secara langsung.” [Wahbah Zuhaili, Al-fiqhu-l-islaamiy wa adillatuhu, 4/206]
40. Hizb dianggap memberontak terhadap penguasa yang sah, padahal
hal tersebut tidak dibenarkan dalam Islam
41. Pemberontakan yang dilarang dalam Islam adalah pemberontakan
terhadap penguasa kaum muslim atau khalifah yang berhukum
dengan syari‟at Islam.
Adapun terhadap pengauasa kaum muslim yang mencampakkan
syari‟at Islam di tengah-tengah perjalanan kekuasaannya maka harus
diperangi. Dan terhadap penguasa negara sekular yang tidak
berhukum dengan syari‟at Islam sejak awal kekuasaannya maka harus
berlepas diri darinya, disertai perjuangan untuk mengembalikan
kehidupan islami.
42. Lafazh aimmatikum (imam-imam kalian) di situ menunjukkan para khalifah,
karena merekalah pemimpin kaum muslim (yang dimaksud “kalian” oleh
Nabi saw di hadits itu adalah kaum muslim). Sedangkan para pemimpin
selain negara Khilafah tidak bisa disebut atau diklaim sebagai pemimpin
kaum muslim.
Alasan “selama mereka masih mendirikan shalat” menunjukkan bahwa
sistem yang dimaksud Rasulullah saw adalah sistem Islam, karena
mengharuskan pemimpinnya muslim ditandai dengan “mendirikan shalat”.
43. “Allah mengingkari siapa-siapa (penguasa) yang tidak menerapkan hukum Allah
swt yang jelas, konprehensif meliputi segala kebaikan dan mencegah dari segala
keburukan, serta berpaling kepada selainnya yang berupa pendapat, hawa
nafsu, dan istilah-istilah yang ditetapkan oleh manusia tanpa bersandar kepada
syari'at Allah ... siapa-siapa dari mereka melakukan hal tersebut maka ia telah
kafir wajib diperangi hingga kembali menerapkah hukum Allah dan Rasul-Nya,
maka tidak boleh berhukum kepada selain hukum Allah, baik sedikit maupun
banyak” [Ibnu Katsir, Tafsiru-l-Qur-aani-l-’Azhiim, 3/131]
44. “... Sedangkan siapa-siapa dari mereka (penguasa) yang
memberhentikan penerapan syari'at Allah swt, tidak berhukum
dengannya dan berhukum dengan selainnya, maka mereka itu keluar
dari (tidak layak) mendapat ketaatan kaum muslim, maka tidak ada
kewajiban bagi kaum muslimin menaati mereka, karena mereka telah
menghilangkan tujuan dari pada imamah (menerapkan syari'at Allah),
dimana untuk itulah mereka diangkat serta diberikan ketaatan dan
kepatuhan, dan tidak boleh memberontak (terhadap mereka).” [Al-
Atsariy, ‘Aqiidatu-s-Salafi-sh-Shaalih Ahli-s-Sunnah wa-l-Jamaa’ah, 132]
45. Jika kaum muslim tidak lagi memiliki pemimpin (khalifah), maka
solusinya berlepas diri dari pemimpin-pemimpin yang menyeru pada
kesesatan, selain tentunya mendakwahkan islam semampunya.
46. Dari Hudzaifah bin Yaman berkata, orang-orang bertanya kepada Rasulullah saw tentang
kebaikan, sedangkan aku bertanya kepada beliau tentang keburukan karena khawatir akan
menimpaku, maka aku katakan: wahai Rasulullah saw, kami dahulu berada dalam masa
jahiliyyah dan keburukan, kemudian Allah swt datangkan kebaikan ini (Islam), lalu apakah
setelah kebaikan ini ada keburukan? beliau berkata: “Ya”. aku berkata: dan apakah setelah
keburukan tesebut ada kebaikan lagi? beliau berkata: “Ya, dan di masa itu ada asap (bertanda
polusi)”. aku bertanya: apa asapnya? beliau menjawab: “kaum yang memberi petunjuk dengan
selain petunjukku, kamu mengenali di antara mereka dan mengingkarinya”. aku bertanya:
apakah setelah kebaikan itu ada keburukan? beliau menjawab: “Ya, para pendakwah di depan
pintu-pintu neraka jahannam, siapa yang memenuhi seruan mereka maka mereka akan
melemparkannya kedalamnya (Jahannam)”. aku bertanya: gambarkanlah (tentang mereka)
kepada kami wahai Rasulullah saw. Beliau berkata: “mereka adalah dari kalangan kita, berkata-
kata dengan bahasa kita pula”. aku bertanya: lalu apa yang engkau perintahkan kepadaku jika
aku ada di masa itu? beliau bersabda: “Berpegang teguhlah terhadap jama'ah kaum muslimin
dan imam mereka (khalifah)”. aku berkata: bagaimana jika mereka tidak lagi memiliki jama'ah
dan imam? beliau berkata: “Maka jauhilah kelompok-kelompok (yang menyeru kepada
kesesatan) tersebut seluruhnya, sekalipun kamu harus menggigit akar pohon hingga kematian
menjumpaimu sedangkan kamu dalam kondisi seperti itu”. [HR. Al-Bukhori]
47. Hizb dianggap tidak mewajibkan jihad sebelum berdiri Khilafah
Hizb dianggap tidak akan bisa menegakkan khilafah tanpa
menggunakan jihad
48. Hizb berpendapat bahwa jihad baik yang bersifat offensive maupun
ketika musuh datang menyerang adalah wajib. Disebutkan di dalam
kitab Asy-Syakhshiyyatu-l-Islaamiyyah jilid II sebagai berikut:
“Jihad (hukumnya) fardhu kifayah jika bersifat offensive, dan fardhu
„ain atas mereka yang diserang musuh dan fardhu kifayah atas selain
mereka yang diserang musuh.” [Taqyuddin An-Nabhaaniy, Asy-
Syakhshiyyatu-l-Islamiyyah, 2/151]
49. Kewajiban berjihad berlaku terus hingga hari kiamat tiba. Dalam kitab
Muqaddimatu-d-Dustur, Syaikh Taqyuddin mengutip hadits berikut:
Rasulullah saw bersabda: “… (kewajiban) jihad berlaku sejak Allah
swt mengutusku sampai umatku yang terakhir memerangi Dajjal,
kezhaliman dan keadilan seseorang (peguasa) tidak bisa
menggugurkannya, ...” [HR. Abu Dawud dan Al-Baihaqi]
50. Akan tetapi dalam penerapannya, baik menurut ketentuan syara‟
maupun secara faktual, jihad yang bersifat offensive tidak bisa
dilakukan tanpa keberadaan khalifah. Jihad yang saat ini bisa
dilakukan baru jihad yang berisfat diffesive, yaitu ketika musuh
datang menyerang negeri-negeri kaum muslim.
Sedangkan perkara Hizb tidak mendirikan khilafah dengan jihad, itu
dikarenakan jihad bukanlah metode yang dicontohkan Nabi saw
untuk mendirikan suatu negara. Metode yang beliau contohkan
adalah thalabu-n-nushrah, bukan jihad.