This document discusses regulations under Indonesia's Job Creation Law (UU Cipta Kerja) related to employment. It begins by outlining the scope of the Job Creation Law and the regulations that have been passed to implement it, including those pertaining to foreign worker permits (PP 34/2021), fixed-term contracts, outsourcing, working hours, termination (PP 35/2021), wages (PP 36/2021), and unemployment benefits (PP 37/2021). It then examines some of these issues in further detail, comparing provisions around leave, holidays, and wages in the previous Labour Law versus the Job Creation Law. Key points covered include allowable reasons for fixed-term contracts, requirements for outsourcing companies, and wage
Outline
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu
Alih Daya
Lembur
Pengupahan
Pemutusan Hubungan Kerja
Penggunaan Tenaga Kerja Asing
PKWT – Perubahan UU Ketenagakerjaan dalam UU Cipta Kerja
PKWT dibuat berdasarkan (i) jangka waktu, atau (ii) selesainya suatu pekerjaan tertentu;
Jangka waktu atau selesainya pekerjaan tertentu diatur dalam perjanjian kerja;
Ketentuan lebih lanjut PKWT diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Alih Daya - Perubahan UU Ketenagakerjaan dalam UU Cipta Kerja
UU Cipta Kerja menghapus ketentuan mengenai:
penyerahan sebagian pekerjaan melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau perjanjian penyediaan jasa pekerja;
persyaratan pemborongan dan penyediaan jasa pekerja;
syarat-syarat pekerjaan yang dapat dilakukan pemborongan dan penyediaan jasa pekerja;
peralihan hubungan kerja dari perusahaan pemborongan/penyediaan jasa pekerja ke perusahaan pemberi pekerjaan dalam hal tidak dipenuhinya persyaratan penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan...
Sosialisasi pp uu cipta kerja kemenaker riInstansi
This document summarizes four government regulations (PPs) implementing the Job Creation Law regarding labor issues.
The four PPs cover:
1) Use of foreign workers
2) Fixed-term employment contracts, outsourcing, working hours and breaks, and termination of employment
3) Wages
4) Implementation of a job loss insurance program
The summary provides key points from PP 34/2021 on use of foreign workers, including procedures for permits and exemptions, obligations of employers, and administrative sanctions. It also outlines elements of PP 35/2021 related to fixed-term contracts, outsourcing, working hours and breaks.
PHK sesuai PP 35 tahun 2021 (pelaksana UU Cipta Kerja)AmirahPFardhan
Dokumen tersebut membahas perbandingan ketentuan pemutusan hubungan kerja antara UU Ketenagakerjaan dan PP Cipta Kerja. PP Cipta Kerja mengatur berbagai ketentuan baru terkait besaran pesangon, penghargaan masa kerja, dan penggantian hak dalam berbagai kondisi pemutusan hubungan kerja.
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1) Dokumen tersebut membahas tentang perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh mengenai syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak.
PP No. 35 Tahun 2021 Tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Wakt...Imam Prastio
Peraturan Pemerintah ini mengatur tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Istirahat, serta Pemutusan Hubungan Kerja. PKWT dapat dilakukan untuk pekerjaan tertentu yang bersifat sementara atau tidak tetap dengan jangka waktu maksimal 5 tahun. Peraturan ini juga mengatur tentang pelaksanaan dan perpanjangan PKWT, serta ketentuan lain terkait hubungan industrial dan ketenagaker
Permen 28 tahun_2014 mencabut No.16 tahun 2011 tentang PP/ PKBFardalaw Labor
Dokumen tersebut merupakan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan tentang Tata Cara Pembuatan dan Pengesahan Peraturan Perusahaan serta Pembuatan dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama. Peraturan ini mengatur tentang tata cara pembuatan PP oleh pengusaha dengan melibatkan wakil pekerja, serta pengesahan PP oleh instansi ketenagakerjaan. Juga mengatur tentang pembuatan dan pendaftaran PKB antara serikat pekerja dan pengusaha.
Dokumen tersebut membahas tentang Lembaga Kerjasama Bipartit (LKS Bipartit) yang merupakan forum komunikasi dan konsultasi antara pengusaha dan serikat pekerja/buruh untuk menciptakan hubungan industrial yang harmonis di perusahaan. LKS Bipartit dibentuk di setiap perusahaan yang mempekerjakan 50 orang pekerja atau lebih, dan bertugas untuk membahas masalah hubungan industrial serta mencari solusi demi meningkatkan produkt
Outline
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu
Alih Daya
Lembur
Pengupahan
Pemutusan Hubungan Kerja
Penggunaan Tenaga Kerja Asing
PKWT – Perubahan UU Ketenagakerjaan dalam UU Cipta Kerja
PKWT dibuat berdasarkan (i) jangka waktu, atau (ii) selesainya suatu pekerjaan tertentu;
Jangka waktu atau selesainya pekerjaan tertentu diatur dalam perjanjian kerja;
Ketentuan lebih lanjut PKWT diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Alih Daya - Perubahan UU Ketenagakerjaan dalam UU Cipta Kerja
UU Cipta Kerja menghapus ketentuan mengenai:
penyerahan sebagian pekerjaan melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau perjanjian penyediaan jasa pekerja;
persyaratan pemborongan dan penyediaan jasa pekerja;
syarat-syarat pekerjaan yang dapat dilakukan pemborongan dan penyediaan jasa pekerja;
peralihan hubungan kerja dari perusahaan pemborongan/penyediaan jasa pekerja ke perusahaan pemberi pekerjaan dalam hal tidak dipenuhinya persyaratan penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan...
Sosialisasi pp uu cipta kerja kemenaker riInstansi
This document summarizes four government regulations (PPs) implementing the Job Creation Law regarding labor issues.
The four PPs cover:
1) Use of foreign workers
2) Fixed-term employment contracts, outsourcing, working hours and breaks, and termination of employment
3) Wages
4) Implementation of a job loss insurance program
The summary provides key points from PP 34/2021 on use of foreign workers, including procedures for permits and exemptions, obligations of employers, and administrative sanctions. It also outlines elements of PP 35/2021 related to fixed-term contracts, outsourcing, working hours and breaks.
PHK sesuai PP 35 tahun 2021 (pelaksana UU Cipta Kerja)AmirahPFardhan
Dokumen tersebut membahas perbandingan ketentuan pemutusan hubungan kerja antara UU Ketenagakerjaan dan PP Cipta Kerja. PP Cipta Kerja mengatur berbagai ketentuan baru terkait besaran pesangon, penghargaan masa kerja, dan penggantian hak dalam berbagai kondisi pemutusan hubungan kerja.
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1) Dokumen tersebut membahas tentang perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh mengenai syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak.
PP No. 35 Tahun 2021 Tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Wakt...Imam Prastio
Peraturan Pemerintah ini mengatur tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Istirahat, serta Pemutusan Hubungan Kerja. PKWT dapat dilakukan untuk pekerjaan tertentu yang bersifat sementara atau tidak tetap dengan jangka waktu maksimal 5 tahun. Peraturan ini juga mengatur tentang pelaksanaan dan perpanjangan PKWT, serta ketentuan lain terkait hubungan industrial dan ketenagaker
Permen 28 tahun_2014 mencabut No.16 tahun 2011 tentang PP/ PKBFardalaw Labor
Dokumen tersebut merupakan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan tentang Tata Cara Pembuatan dan Pengesahan Peraturan Perusahaan serta Pembuatan dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama. Peraturan ini mengatur tentang tata cara pembuatan PP oleh pengusaha dengan melibatkan wakil pekerja, serta pengesahan PP oleh instansi ketenagakerjaan. Juga mengatur tentang pembuatan dan pendaftaran PKB antara serikat pekerja dan pengusaha.
Dokumen tersebut membahas tentang Lembaga Kerjasama Bipartit (LKS Bipartit) yang merupakan forum komunikasi dan konsultasi antara pengusaha dan serikat pekerja/buruh untuk menciptakan hubungan industrial yang harmonis di perusahaan. LKS Bipartit dibentuk di setiap perusahaan yang mempekerjakan 50 orang pekerja atau lebih, dan bertugas untuk membahas masalah hubungan industrial serta mencari solusi demi meningkatkan produkt
Kesepakatan bersama pengakhiran perjanjianLegal Akses
KESEPAKATAN BERSAMA PENGAKHIRAN PERJANJIAN ini dibuat dan ditandatangani pada hari ini, _________ tanggal __ __________ ____, bertempat di _________________ (“Kesepakatan Bersama”), oleh dan diantara:
Dokumen tersebut membahas peraturan perusahaan yang mencakup undang-undang dan peraturan terkait pembuatan, pengesahan, perubahan, dan pembaharuan peraturan perusahaan serta sanksi pelanggarannya.
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 115/PUU-VII/2009 menyatakan bahwa Pasal 120 ayat (1) dan (2) UU Ketenagakerjaan bertentangan dengan UUD 1945 karena tidak memberikan hak yang sama kepada serikat pekerja untuk berunding dalam pembentukan PKB. Pasal 120 ayat (3) dinyatakan konstitusional bersyarat dengan menghapus frasa tertentu dan memaknai ketentuan tersebut bahwa maksimal tiga serikat pekerja yang
Dokumen tersebut membahas tentang waktu kerja lembur menurut peraturan ketenagakerjaan. Ia menjelaskan bahwa waktu kerja lembur adalah waktu kerja di luar jam kerja normal, dan terdapat syarat-syarat yang harus dipenuhi perusahaan untuk memberlakukannya seperti persetujuan pekerja, pembatasan jam kerja, dan pemberian upah serta fasilitas tambahan. Dokumen tersebut juga menjelaskan mengenai
Ringkasan dokumen tersebut adalah rencana kerja Lembaga Kerja Sama Tripartit (LKS Tripartit) Kabupaten Banyuwangi untuk tahun 2012-2014 yang mencakup visi, misi, dan target pembentukan sarana hubungan industrial serta peningkatan kepesertaan Jamsostek di perusahaan-perusahaan di Kabupaten Banyuwangi.
ANALISIS FAKTOR MOTIVASI KERJA PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) DI KANTOR SUKU DINA...Uofa_Unsada
1) Dokumen tersebut membahas tentang pentingnya manajemen sumber daya manusia dan motivasi kerja pegawai negeri sipil dalam mencapai tujuan organisasi.
2) Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi motivasi kerja pegawai antara lain lingkungan kerja, kompensasi, pengembangan karir, dan hubungan dengan atasan.
3) Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mendorong motivasi ker
Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang dan Menengah DaerahDadang Solihin
Dokumen tersebut membahas tentang perencanaan pembangunan daerah, termasuk proses perencanaan, permasalahan pembangunan daerah, dan pelaku pembangunan. Secara singkat, perencanaan pembangunan daerah melibatkan berbagai pihak untuk merumuskan rencana pembangunan jangka panjang guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menangani permasalahan ekonomi, sosial, dan lingkungan di daerah.
Dokumen tersebut membahas strategi penyusunan perjanjian kerja bersama (PKB), mulai dari memahami peraturan perundangan ketenagakerjaan, melakukan perundingan, menyusun isi PKB, hingga menghadapi putusan-putusan Mahkamah Konstitusi. Strategi yang dibahas antara lain mengambil nilai dan kebijakan yang ada, mengisi kevakuman peraturan, serta menyatukan serikat pekerja untuk kelompok
Dokumen ini merupakan proposal perjalanan dinas yang mencakup nama pegawai, jabatan, tujuan perjalanan, waktu, sumber dana, tujuan dan hasil yang diharapkan, pekerjaan selama 3 hari, dan persetujuan atasan.
Hubungan Kerja, Syarat Syarat Dan Kondisiguest200b003b
Dokumen ini membahas tentang hubungan kerja, syarat-syarat dan kondisi kerja. Terdapat beberapa bentuk hubungan kerja seperti pekerjaan waktu tertentu, waktu tidak tertentu, pemborongan pekerjaan, dan magang. Dokumen ini juga menjelaskan hak dan kewajiban para pihak dalam setiap bentuk hubungan kerja.
This document provides an overview of labour laws in India. It begins with defining labour law and tracing the origins of labour laws in India under British rule. It then categorizes India's vast array of labour laws into 8 categories including laws related to industrial relations, wages, specific industries, social security, and employment/training. The document notes that labour is a concurrent subject under the Indian Constitution, allowing both central and state governments to enact labour legislation. It provides a brief outline of some of the key central labour acts governing areas such as wages, working conditions, social security, and dispute resolution.
This document provides an overview of labour laws in India. It begins with defining labour law and tracing the origins of labour laws in India under British rule. It then classifies Indian labour laws into 8 categories and lists some of the key central labour laws. The document notes that labour is a concurrent subject, allowing for laws by both central and state governments. It provides details on the constitutional status of labour and highlights some fundamental rights relating to equality of opportunity and employment under the Indian constitution. In summary, the document provides a comprehensive introduction and overview of the Indian labour law system.
Kesepakatan bersama pengakhiran perjanjianLegal Akses
KESEPAKATAN BERSAMA PENGAKHIRAN PERJANJIAN ini dibuat dan ditandatangani pada hari ini, _________ tanggal __ __________ ____, bertempat di _________________ (“Kesepakatan Bersama”), oleh dan diantara:
Dokumen tersebut membahas peraturan perusahaan yang mencakup undang-undang dan peraturan terkait pembuatan, pengesahan, perubahan, dan pembaharuan peraturan perusahaan serta sanksi pelanggarannya.
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 115/PUU-VII/2009 menyatakan bahwa Pasal 120 ayat (1) dan (2) UU Ketenagakerjaan bertentangan dengan UUD 1945 karena tidak memberikan hak yang sama kepada serikat pekerja untuk berunding dalam pembentukan PKB. Pasal 120 ayat (3) dinyatakan konstitusional bersyarat dengan menghapus frasa tertentu dan memaknai ketentuan tersebut bahwa maksimal tiga serikat pekerja yang
Dokumen tersebut membahas tentang waktu kerja lembur menurut peraturan ketenagakerjaan. Ia menjelaskan bahwa waktu kerja lembur adalah waktu kerja di luar jam kerja normal, dan terdapat syarat-syarat yang harus dipenuhi perusahaan untuk memberlakukannya seperti persetujuan pekerja, pembatasan jam kerja, dan pemberian upah serta fasilitas tambahan. Dokumen tersebut juga menjelaskan mengenai
Ringkasan dokumen tersebut adalah rencana kerja Lembaga Kerja Sama Tripartit (LKS Tripartit) Kabupaten Banyuwangi untuk tahun 2012-2014 yang mencakup visi, misi, dan target pembentukan sarana hubungan industrial serta peningkatan kepesertaan Jamsostek di perusahaan-perusahaan di Kabupaten Banyuwangi.
ANALISIS FAKTOR MOTIVASI KERJA PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) DI KANTOR SUKU DINA...Uofa_Unsada
1) Dokumen tersebut membahas tentang pentingnya manajemen sumber daya manusia dan motivasi kerja pegawai negeri sipil dalam mencapai tujuan organisasi.
2) Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi motivasi kerja pegawai antara lain lingkungan kerja, kompensasi, pengembangan karir, dan hubungan dengan atasan.
3) Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mendorong motivasi ker
Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang dan Menengah DaerahDadang Solihin
Dokumen tersebut membahas tentang perencanaan pembangunan daerah, termasuk proses perencanaan, permasalahan pembangunan daerah, dan pelaku pembangunan. Secara singkat, perencanaan pembangunan daerah melibatkan berbagai pihak untuk merumuskan rencana pembangunan jangka panjang guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menangani permasalahan ekonomi, sosial, dan lingkungan di daerah.
Dokumen tersebut membahas strategi penyusunan perjanjian kerja bersama (PKB), mulai dari memahami peraturan perundangan ketenagakerjaan, melakukan perundingan, menyusun isi PKB, hingga menghadapi putusan-putusan Mahkamah Konstitusi. Strategi yang dibahas antara lain mengambil nilai dan kebijakan yang ada, mengisi kevakuman peraturan, serta menyatukan serikat pekerja untuk kelompok
Dokumen ini merupakan proposal perjalanan dinas yang mencakup nama pegawai, jabatan, tujuan perjalanan, waktu, sumber dana, tujuan dan hasil yang diharapkan, pekerjaan selama 3 hari, dan persetujuan atasan.
Hubungan Kerja, Syarat Syarat Dan Kondisiguest200b003b
Dokumen ini membahas tentang hubungan kerja, syarat-syarat dan kondisi kerja. Terdapat beberapa bentuk hubungan kerja seperti pekerjaan waktu tertentu, waktu tidak tertentu, pemborongan pekerjaan, dan magang. Dokumen ini juga menjelaskan hak dan kewajiban para pihak dalam setiap bentuk hubungan kerja.
This document provides an overview of labour laws in India. It begins with defining labour law and tracing the origins of labour laws in India under British rule. It then categorizes India's vast array of labour laws into 8 categories including laws related to industrial relations, wages, specific industries, social security, and employment/training. The document notes that labour is a concurrent subject under the Indian Constitution, allowing both central and state governments to enact labour legislation. It provides a brief outline of some of the key central labour acts governing areas such as wages, working conditions, social security, and dispute resolution.
This document provides an overview of labour laws in India. It begins with defining labour law and tracing the origins of labour laws in India under British rule. It then classifies Indian labour laws into 8 categories and lists some of the key central labour laws. The document notes that labour is a concurrent subject, allowing for laws by both central and state governments. It provides details on the constitutional status of labour and highlights some fundamental rights relating to equality of opportunity and employment under the Indian constitution. In summary, the document provides a comprehensive introduction and overview of the Indian labour law system.
This document provides an overview of labour laws in India. It begins by defining labour law and tracing the origins of labour laws in India under British colonial rule. It then classifies Indian labour laws into 8 categories and lists some of the key central labour laws. The document notes that labour is a concurrent subject, allowing for laws by both central and state governments. It provides details on the constitutional status of labour and highlights some fundamental rights relating to equality of opportunity and employment under the Indian constitution. Overall, the document serves as an introduction to India's complex framework of labour laws.
The Employment Act, 2007 provides general terms and conditions of employment in Kenya and repealed previous employment laws. It prohibits discrimination in employment, requires contracts and pay statements, provides for benefits like leave, sick pay and maternity/paternity leave. Employers must comply with requirements around records, notifications, and dispute resolution procedures.
LABOUR LAW IN TANZANIA for Foreiner investor and Employers.pptxSteve Outstanding Sr.
This document summarizes key aspects of labour law in Tanzania, including the Employment and Labour Relations Act (ELRA) of 2004 and amendments made in 2015 and 2017. It discusses types of employment contracts, requirements for written statements of employment particulars, rights to annual leave, and amendments made by the Employment and Labour Relations (General) Regulations of 2017 and the Labour Institutions (General) Regulations of 2017 regarding issues like grievance procedures, outsourcing, and wage orders. The regulations aim to strengthen employee protections and rights under Tanzanian labour law.
This document summarizes the Labor Code of the Republic of Azerbaijan. It establishes the following:
1) The Labor Code governs employment rights and relations between employees and employers based on legal norms and minimum protections. It aims to ensure the right to employment, rest, and safe working conditions.
2) The Labor Code defines basic rights for employees such as choosing occupation, compensation and benefits, and joining unions, as well as basic obligations like performing job duties. It also defines rights for employers like establishing contracts and basic obligations around fulfilling contracts and considering complaints.
3) The Labor Code applies to all workplaces in Azerbaijan and sets forth principles of equal treatment and non-discrimination in employment regardless of factors like gender
The document discusses several key Indian labor laws that HR professionals should be familiar with. It covers laws related to industrial relations like the Trade Unions Act 1926, the Industrial Employment Act 1946, and the Industrial Disputes Act 1947. It also discusses laws around wages like the Payment of Wages Act 1936 and Minimum Wages Act 1948. Further, it outlines laws around working conditions and employment such as the Factories Act 1948, Shops and Commercial Establishments Act 1961, and Maternity Benefit Act 1961. Finally, it briefly discusses social security laws including the Workmen's Compensation Act 1923, Employee State Insurance Act 1948, Employees' Provident Funds Act 1952, and Payment of Gratuity Act 1972.
There are two main laws that govern employment in Zambia - the Employment Act and the Industrial Labour Relations Act. The Employment Act covers employment relationships and terms while the Labour Act covers employer-employee relations, remuneration, and industrial relations. Discrimination is prohibited based on attributes such as race, sex, religion, and political views. The Factories Act provides for workplace safety and health standards that employers must implement. Collective bargaining and union representation are regulated by the Industrial and Labour Relations Act, which requires workplaces with over 25 employees to recognize unions.
This document discusses several issues related to human resources, training, labor, and statutory insurance in Vietnam. It provides recommendations to revise key aspects of Vietnam's Labor Code, including allowing more flexibility in contract terms and overtime hours. It also recommends clarifying termination procedures and expanding the scope of activities that can result in dismissal. The document recommends reconsidering the definition of salary used for social insurance contributions to reduce costs. It suggests making social and health insurance contributions optional for non-Vietnamese employees if they have coverage elsewhere. Finally, it addresses the benefits of international education for Vietnamese students.
Acts and Laws (objectives and key provisions):
1. The Industrial Disputes Act, 1947
2. The Industrial Employment (Standing Orders) Act, 1946
3. The Maternity Benefit Act, 1961
4. The Payment of Bonus Act, 1965
5. The Payment of Gratuity Act, 1972
6. The Payment of Wages Act, 1936
7. The Trade Unions Act, 1926
8. The Employees Provident Fund and Miscellaneous
Provisions Act, 1952
9. The Employees Compensation Act, 1923
10. The Sexual Harassment of Women at Workplace
(Prevention, Prohibition and Redressal) Act, 2013
This document discusses Indian labor legislation and its constitutional basis. It covers the objectives of labor laws, which include maintaining industrial peace and protecting workers. Labor laws are categorized into those related to working conditions, wages, industrial relations, and social security. Key principles of labor legislation include social justice and national economy. The Indian Constitution establishes rights like equality, freedom of speech, and abolition of child labor that labor laws uphold. Directives like right to livelihood, equal pay for equal work, and living wages further guide labor policy.
Collective Bargaining, Labour Law, Kenya, CBA AgreementsQuincy Kiptoo
The document discusses recognition agreements and collective bargaining in Kenya. It defines recognition agreements as written agreements between a trade union and employer that recognize the trade union as representing unionizable employees. Collective agreements are also defined, which are written agreements on terms of employment between a trade union and employer/s. The document notes that recognition agreements form the basis for collective bargaining by recognizing a union. It outlines provisions typically found in recognition agreements and collective agreements, and notes that collective agreements must be registered to become enforceable. The relationship between recognition agreements and enabling collective bargaining is also discussed.
Labour Laws PPT a full guide to indian labor lawsNeerav Doshi
This document summarizes several key labor laws in India, including:
1. The Employees' Compensation Act 1923, The Trade Unions Act 1926, The Payment of Wages Act 1936, and The Weekly Holidays Act 1942 which regulate wages, unions, holidays, and compensation.
2. The Employees' State Insurance Act 1948, The Factories Act 1948, The Minimum Wages Act 1948 which provide social security, health standards, and minimum pay.
3. The Employees' Provident Funds & Miscellaneous Provisions Act 1952, The Maternity Benefit Act 1961, and The Payment of Bonus Act 1965 which mandate retirement funds, maternity leave, and bonus pay.
4
A study of contract labour regulation and abolition act, 1970Mainan Ray
The document discusses the Contract Labour (Regulation and Abolition) Act of 1970 in India. It was enacted to regulate contract labour and protect them from exploitation, as they often performed the same work as regular employees but without the same wages and benefits. The courts have struggled to consistently interpret whether the act provides contract workers the right to employment after their positions are abolished. While some rulings supported absorption, others only followed the text of the act which does not mention this right. The issue remains ongoing as contract workers continue facing precarious conditions.
The document provides an overview of India's labor laws and industrial relations system. It discusses key labor laws covering areas like industrial relations, wages, working conditions, and social security. It also summarizes amendments made to certain laws. The industrial disputes resolution process involves preventive and settlement machinery, including conciliation officers, boards of conciliation, labor courts, and tribunals. The Industrial Disputes Act of 1947 governs industrial relations and disputes, establishing procedures for strikes, lockouts, and dispute resolution.
This document summarizes a Supreme Court of India judgment regarding whether Anganwadi workers and helpers are entitled to payment of gratuity under the Payment of Gratuity Act, 1972.
The court held that Anganwadi centers are establishments covered under the Act and Anganwadi workers and helpers are employees under the Act. Therefore, Anganwadi workers and helpers who have completed five years of continuous service are eligible for payment of gratuity as per the provisions of the Act.
The court noted that while Anganwadi workers and helpers perform an important social service, they are paid very low wages and benefits. The judgment aims to provide them social security in the form of gratuity on retirement after
The document discusses the protection of labor rights in the 1987 Philippine Constitution and the Labor Code. It outlines the key labor rights established in these legal bases, including security of tenure, just and humane working conditions, and collective bargaining. It also discusses employment contracts, noting they establish employer-employee relationships and can be terminated for just, authorized causes or by mutual consent. The summary provides an overview of the key topics and legal foundations covered in the document relating to Philippine labor law.
This document provides an overview of the Trade Union Act of 1926 in India. It discusses key aspects of the act such as:
1. The objective of the act was to provide trade unions and their members protection from certain civil and criminal liabilities and to control expenditures of union funds for specified purposes.
2. It defines what constitutes a trade union and a trade dispute. It also outlines the process for registration of trade unions, requirements for trade union rules, and powers of the registrar.
3. The act established trade unions as corporate bodies with perpetual succession, the ability to own property, enter contracts, and sue or be sued. It has since undergone several amendments to expand protections for unions.
Similar to Materi webinar uu cipta kerja edited (20)
Introduction to AI for Nonprofits with Tapp NetworkTechSoup
Dive into the world of AI! Experts Jon Hill and Tareq Monaur will guide you through AI's role in enhancing nonprofit websites and basic marketing strategies, making it easy to understand and apply.
it describes the bony anatomy including the femoral head , acetabulum, labrum . also discusses the capsule , ligaments . muscle that act on the hip joint and the range of motion are outlined. factors affecting hip joint stability and weight transmission through the joint are summarized.
How to Manage Your Lost Opportunities in Odoo 17 CRMCeline George
Odoo 17 CRM allows us to track why we lose sales opportunities with "Lost Reasons." This helps analyze our sales process and identify areas for improvement. Here's how to configure lost reasons in Odoo 17 CRM
How to Add Chatter in the odoo 17 ERP ModuleCeline George
In Odoo, the chatter is like a chat tool that helps you work together on records. You can leave notes and track things, making it easier to talk with your team and partners. Inside chatter, all communication history, activity, and changes will be displayed.
Macroeconomics- Movie Location
This will be used as part of your Personal Professional Portfolio once graded.
Objective:
Prepare a presentation or a paper using research, basic comparative analysis, data organization and application of economic information. You will make an informed assessment of an economic climate outside of the United States to accomplish an entertainment industry objective.
Strategies for Effective Upskilling is a presentation by Chinwendu Peace in a Your Skill Boost Masterclass organisation by the Excellence Foundation for South Sudan on 08th and 09th June 2024 from 1 PM to 3 PM on each day.
Main Java[All of the Base Concepts}.docxadhitya5119
This is part 1 of my Java Learning Journey. This Contains Custom methods, classes, constructors, packages, multithreading , try- catch block, finally block and more.
How to Fix the Import Error in the Odoo 17Celine George
An import error occurs when a program fails to import a module or library, disrupting its execution. In languages like Python, this issue arises when the specified module cannot be found or accessed, hindering the program's functionality. Resolving import errors is crucial for maintaining smooth software operation and uninterrupted development processes.
বাংলাদেশের অর্থনৈতিক সমীক্ষা ২০২৪ [Bangladesh Economic Review 2024 Bangla.pdf] কম্পিউটার , ট্যাব ও স্মার্ট ফোন ভার্সন সহ সম্পূর্ণ বাংলা ই-বুক বা pdf বই " সুচিপত্র ...বুকমার্ক মেনু 🔖 ও হাইপার লিংক মেনু 📝👆 যুক্ত ..
আমাদের সবার জন্য খুব খুব গুরুত্বপূর্ণ একটি বই ..বিসিএস, ব্যাংক, ইউনিভার্সিটি ভর্তি ও যে কোন প্রতিযোগিতা মূলক পরীক্ষার জন্য এর খুব ইম্পরট্যান্ট একটি বিষয় ...তাছাড়া বাংলাদেশের সাম্প্রতিক যে কোন ডাটা বা তথ্য এই বইতে পাবেন ...
তাই একজন নাগরিক হিসাবে এই তথ্য গুলো আপনার জানা প্রয়োজন ...।
বিসিএস ও ব্যাংক এর লিখিত পরীক্ষা ...+এছাড়া মাধ্যমিক ও উচ্চমাধ্যমিকের স্টুডেন্টদের জন্য অনেক কাজে আসবে ...
हिंदी वर्णमाला पीपीटी, hindi alphabet PPT presentation, hindi varnamala PPT, Hindi Varnamala pdf, हिंदी स्वर, हिंदी व्यंजन, sikhiye hindi varnmala, dr. mulla adam ali, hindi language and literature, hindi alphabet with drawing, hindi alphabet pdf, hindi varnamala for childrens, hindi language, hindi varnamala practice for kids, https://www.drmullaadamali.com
2. Fasilitator:
Marisi P. Purba, S.E., M.H., Ak, CA, ASEAN CPA
(Praktisi, Penulis & Akademisi)
Implikasi Pemberlakuan
PP 35/2021, PP 36/2021 dan PP37/2021 terhadap
Penerapan PSAK 24 dan Dampak Perpajakannya
HARI PERTAMA
3. UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan
Kontrak Kerja dan Outsourcing
Pengaturan Cuti dan Pengupahan
Pemutusan Hubungan Kerja
Imbalan Pasca Kerja
Pemberlakuan Efektif UU Cipta Kerja
Sanksi Pidana Ketenagakerjaan terkait
4. “Omnibus”: For all; containing two or more independent matters.
(Black’s Law Dictionary, Sixth Edition, 1990)
“Omnibus Bill”: A legislative bill including in one act various separate and
distinct matters, and frequently one joining a number of
different subjects in one measure…...
(Black’s Law Dictionary, Sixth Edition, 1990)
UU CIPTA KERJA KLASTER KETENAGAKERJAAN
5. PETA UU CIPTA KERJA
Peningkatan Ekosistem
Investasi dan Kegiatan
Berusaha
Ketenagakerjaan
Kemudahan Perlindungan dan
Pemberdayaan Koperasi, Usaha
Mikro, Kecil dan Menengah
Kemudahan Berusaha Dukungan Riset dan Inovasi Pengadaan Tanah
Kawasan Ekonomi
Investasi Pemerintah Pusat
dan Kemudahan Proyek
Strategis Nasional
Pelaksanaan Administrasi
Pemerintah untuk Mendukung
Cipta Kerja
UU CIPTA KERJA KLASTER KETENAGAKERJAAN
6. Ruang Lingkup UU Cipta Kerja:
Menghapus
Mengubah
Menetapkan
1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan (UU
Ketenagakerjaan)
2. Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional
3. Undang-Undang Nomor 24 Tahun
2011 tentang Badan
Penyelenggaraan Jaminan Sosial
4. Undang-Undang Nomor 18 Tahun
2017 tentang Perlindungan Pekerja
Migran Indonesia
UU CIPTA KERJA KLASTER KETENAGAKERJAAN
10. 1. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2021 tentang
Penggunaan Tenaga Kerja Asing (PP 34/2021),
2. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja,
Hubungan Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan
Hubungan Kerja (PP 35/2021),
3. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang
Pengupahan (PP 36/2021),
4. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2021 tentang
Penyelenggaraan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (PP
37/2021)
UU CIPTA KERJA KLASTER KETENAGAKERJAAN
12. KONTRAK KERJA DAN OUTSOURCING
Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
(UU Ketenagakerjaan):
Pengusaha adalah:
a. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan
milik sendiri;
b. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan
perusahaan bukan miliknya;
c. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili
perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b yang berkedudukan di luar wilayah
Indonesia.
13. KONTRAK KERJA DAN OUTSOURCING
Pasal 1 angka 6 UU Ketenagakerjaan:
Perusahaan adalah:
a. setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang
perseorangan, milik persekutuan, atau milik badan hukum, baik milik swasta
maupun milik negara yang mempekerjakan pekerja/buruh dengan membayar
upah atau imbalan dalam bentuk lain;
b. usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan
mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam
bentuk lain.
14. SUBJEK UU
KETENAGAKERJAAN
Perseorangan
Firma, CV, Persekutuan Perdata
PT, Yayasan, Koperasi
BUMN, BUMD
Organisasi Massa
BUT yang merupakan perwakilan badan
hukum asing
Pasal 1 angka 5-6 UU Ketenagakerjaan (UU Cipta Kerja):
KONTRAK KERJA DAN OUTSOURCING
15. KONTRAK KERJA DAN OUTSOURCING
Pasal 52 ayat 1 UU Ketenagakerjaan:
Perjanjian kerja dibuat atas dasar:
a. Kesepakatan kedua belah pihak,
b. Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum,
c. Adanya pekerjaan yang diperjanjikan, dan
d. Pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) huruf a dan b dapat dibatalkan.
Perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) huruf c dan d batal demi hukum.
Pasal 52 ayat 2-3 UU Ketenagakerjaan:
16. Pasal 56 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan
(PKWT):
1) Perjanjian kerja dibuat untuk waktu tertentu atau untuk waktu tidak tertentu.
2) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan
atas:
a. jangka waktu; atau
b. selesainya suatu pekerjaan tertentu.
3) Jangka waktu atau selesainya suatu pekerjaan tertentu sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) ditentukan berdasarkan perjanjian kerja.
4) Ketentuan lebih lanjut mengenai perjanjian kerja waktu tertentu berdasarkan jangka
waktu atau selesainya suatu pekerjaan tertentu diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Kontrak Kerja dan Outsourcing
17. Kontrak Kerja dan Outsourcing
1) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dibuat secara tertulis serta harus menggunakan bahasa
Indonesia dan huruf latin.
2) Dalam hal perjanjian kerja dibuat dalam bahasa Indonesia dan bahasa asing, apabila
kemudian terdapat perbedaan penafsiran antara keduanya, maka yang berlaku perjanjian
kerja yang dibuat dalam bahasa Indonesia.
Pasal 57 UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu):
Pasal 58 UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan (Masa Percobaan):
1) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat mensyaratkan adanya masa percobaan.
2) Dalam hal diisyaratkan masa percobaan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1), masa
percobaan kerja yang diisyaratkan tersebut batal demi hukum dan masa kerja tetap dihitung.
18. Pasal 59 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja Klaster
Ketenagakerjaan (Syarat PKWT):
Pekerjaan Sekali Selesai
atau Sementara Sifatnya
Pekerjaan yang diperkirakan
Penyelesaiannya dalam Waktu
yang Tidak Terlalu Lama
Musiman
Bisnis masih dalam Penjajakan
(Produk baru, kegiatan baru, produk
percobaan)
Pekerjaan/kegiatan yang
bersifat tidak tetap
P
K
W
T
P
E
M
B
A
T
A
S
A
N
Hanya untuk pekerjaan yang bersifat tidak
tetap
Jenis, sifat, kegiatan pekerjaan, jangka waktu,
dan batas waktu perpanjangan PKWT akan
diatur PP
Kontrak Kerja dan Outsourcing
Jangka waktu keseluruhan PKWT tidak boleh
melebihi 5 tahun (Pasal 8 ayat 1-2 PP
25/2021).
19. Syarat-syarat perusahaan alih daya (pasal 66 ayat 1-6 Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2020 tentang Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan dan pasal 18-20 PP 35/2021):
1. Berbadan hukum dan memenuhi perizinan usaha,
2. PKWT dan PKWTT dibuat dalam perjanjian tertulis,
3. Perlindungan pekerja/buruh, upah dan kesejahteraan, syarat dan perselisihan menjadi
tanggung jawab perusahaan alih daya,
4. Hubungan kerja dilakukan dengan PKWT atau PKWTT,
5. PKWT harus mensyaratkan pengalihan perlindungan hak-hak bagi pekerja/buruh
apabila terjadi pergantian perusahaan alih daya dan sepanjang objek pekerjaannya
tetap ada.
Ketentuan mengenai Outsourcing:
Kontrak Kerja dan Outsourcing
20. Kontrak Kerja dan Outsourcing
Pasal 66 ayat 3-4 UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan:
21. No. Jenis Waktu Istirahat dan Cuti Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020
tentang Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan
1. Isitrahat antara jam kerja Minimal ½ Jam setelah bekerja 4 jam terus
menerus dan dilakukan pada jam istirahat (pasal
79 ayat 2 butir a).
Minimal ½ Jam setelah bekerja 4 jam terus
menerus dan dilakukan pada jam istirahat
(pasal 79 ayat 2 butir a).
2. Istirahat mingguan a. 1 hari dalam 6 hari kerja dalam 1 minggu
b. 2 hari dalam 5 hari kerja dalam 1 minggu
(pasal 79 ayat 2 butir b).
Paling sedikit 1 hari untuk 6 hari kerja dalam 1
minggu
3. Cuti tahunan Sekurang-kurangnya 12 hari kerja setelah bekerja
selama 12 bulan secara terus menerus (pasal 79
ayat 2 butir c).
Sekurang-kurangnya 12 hari kerja setelah
bekerja selama 12 bulan secara terus menerus
(pasal 79 ayat 2 butir c).
PENGATURAN CUTI DAN PENGUPAHAN
Perbandingan Waktu Istirahat dan Cuti:
22. Perbandingan Waktu Istirahat dan Cuti:
No. Jenis Waktu Istirahat dan Cuti Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020
tentang Cipta Kerja Klaster
Ketenagakerjaan
4. Istirahat panjang Sekurang-kurangnya 2 bulan dan
dilaksanakan pada tahun ke-7 dan ke-8
masing-masing 1 bulan bagi pekerja/buruh
yang telah bekerja selama 6 bulan terus
menerus (pasal 79 ayat 2 butir d).
Pada perusahaan tertentu, diatur
berdasarkan perjanjian kerja/peraturan
perusahaan/PKB (pasal 79 ayat 2 butir d).
5. Cuti haid Pekerja/buruh perempuan dalam masa haid
merasakan sakit tidak wajib bekerja (pasal
81)
Pekerja/buruh perempuan dalam masa
haid merasakan sakit tidak wajib bekerja
(pasal 81)
6. Cuti melahirkan 1,5 bulan sebelum dan setelah (pasal 82 ayat
1)
1,5 bulan sebelum dan setelah (pasal 82
ayat 1)
7. Cuti keguguran 1,5 bulan (pasal 82 ayat 2) 1,5 bulan (pasal 82 ayat 2)
PENGATURAN CUTI DAN PENGUPAHAN
23. Prinsip-Prinsip Umum Pengupahan:
1. Upah yang dinyatakan secara implisit dalam setiap hubungan kerja,
2. Asas non diskriminasi,
3. Prinsip “no work, no pay” (pasal 93 ayat 1 Undang-Undang Nomor 13 tentang
Ketenagakerjaan),
4. Perjanjian mengenai upah dapat dilakukan sepanjang lebih menguntungkan bagi
pekerja,
5. Larangan pembelanjaan upah tanpa persetujuan,
6. Pemotongan upah (penerapan denda, ganti rugi, uang muka upah, sewa rumah,
cicilan hutang, dan kelebihan pembayaran upah) tidak boleh melebihi 50% (Pasal 64
ayat 3 Peraturan Pememerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan).
PENGATURAN CUTI DAN PENGUPAHAN
24. Pasal 8 ayat 1-2 PP 36/2021:
UPAH
Upah pokok (upah tanpa tunjangan)
Tunjangan tetap
Tunjangan tidak tetap
Bonus
Uang Pengganti Fasilitas Kerja
Uang Servis
NON UPAH
Tunjangan Hari Raya
Insentif pada usaha tertentu
PENGATURAN CUTI DAN PENGUPAHAN
25. Pasal 7 ayat 2 PP 36/2021:
Dalam hal komponen upah terdiri atas upah pokok dan tunjangan tetap sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b, besarnya upah pokok paling sedikit 75% (tujuh pulih
lima persen) dari jumlah upah pokok dan tunjangan tetap.
Pasal 7 ayat 3 PP 36/2021:
Dalam hal komponen Upah terdiri atas Upah Pokok, tunjangan tetap dan tunjangan
tidak tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, besarnya upah pokok paling
sedikit 75% (tujuh puluh lima persen) dari jumlah upah pokok dan tunjangan tetap.
Pasal 7 ayat 2-3 PP 36/2021:
PENGATURAN CUTI DAN PENGUPAHAN
26. Pasal 92 UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan:
1) Pengusaha wajib menyusun struktur dan skala upah di perusahaan dengan memperhatikan
kemampuan perusahaan dan produktivitas.
2) Struktur dan skala upah digunakan sebagai pedoman pengusaha dalam menetapkan upah.
3) Ketentuan lebih lanjut mengenai struktur dan skala upah diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 92A UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan:
Pengusaha melakukan peninjauan upah secara berkala dengan memperhatikan kemampuan
perusahaan dan produktivitas.
PENGATURAN CUTI DAN PENGUPAHAN
27. Pasal 88B UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan:
1) Upah ditetapkan berdasarkan:
a. satuan waktu; dan/atau
b. satuan hasil.
2) Ketentuan lebih lanjut mengenai upah berdasarkan satuan waktu dan/atau satuan hasil
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 88C UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan:
1) Gubernur wajib menetapkan upah minimum provinsi………….
……………………
5) Upah minimum kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus lebih tinggi dari
upah minimum provinsi.
PENGATURAN CUTI DAN PENGUPAHAN
28. UPAH
(PASAL 16 PP 36/2021)
SATUAN WAKTU
SATUAN HASIL
PER JAM
PER HARIAN
PER BULANAN
5 hari kerja dalam seminggu =
𝑼𝒑𝒂𝒉 𝑺𝒆𝒃𝒖𝒍𝒂𝒏
𝟐𝟏
PENENTUAN UPAH:
PENGATURAN CUTI DAN PENGUPAHAN
6 hari kerja dalam seminggu =
𝑼𝒑𝒂𝒉 𝑺𝒆𝒃𝒖𝒍𝒂𝒏
𝟐𝟓
Upah Per Jam =
𝑼𝒑𝒂𝒉 𝑺𝒆𝒃𝒖𝒍𝒂𝒏
𝟏𝟐𝟔
29. Penentuan Upah per Jam dan Harian:
PENGATURAN CUTI DAN PENGUPAHAN
UMP DKI = Rp 4.276.349 per bulan
Sehingga,
UMP DKI per jam adalah = Rp 4.276.349/126 = Rp 33.939 per jam
UMP DKI per hari (6 hari kerja dalam seminggu) = Rp 4.276.349/25 = Rp 171.054 per hari
UMP DKI per hari (5 hari kerja dalam seminggu) = Rp 4.276.349/21 = Rp 203.636 per hari
30. Pengupahan selama Pekerja/Buruh Menjalani Proses Hukum:
Pasal 53 ayat 1-2 PP 35/2021:
1. Dalam hal pekerja/buruh ditahan pihak yang berwajib karena diduga melakukan tindak pidana,
maka pengusaha wajib memberikan bantuan kepada keluarga pekerja/buruh yang menjadi
tanggungannya dengan ketentuan sebagai berikut:
a. untuk 1 (satu) orang tanggungan: 25% (dua puluh lima perseratus) dari upah;
b. untuk 2 (dua) orang tanggungan: 35% (tiga puluh lima perseratus) dari upah;
c. untuk 3 (tiga) orang tanggungan: 45% (empat puluh lima perseratus) dari upah;
d. untuk 4 (empat) orang tanggungan atau lebih: 50% (lima puluh perseratus) dari upah.
2. Bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan untuk paling lama 6 (enam) bulan
terhitung sejak hari pertama Pekerja/Buruh ditahan oleh pihak yang berwajib.
PENGATURAN CUTI DAN PENGUPAHAN
31. Pasal 62 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan):
Apabila salah satu pihak mengakhiri hubungan kerja sebelum berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan dalam
perjanjian kerja waktu tertentu, atau berakhirnya hubungan kerja bukan karena ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 61 ayat (1), pihak yang mengakhiri hubungan kerja diwajibkan membayar ganti rugi kepada pihak
lainnya sebesar upah pekerja/buruh sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja.
Pasal 17 PP 36/2021:
Dalam hal salah satu pihak mengakhiri Hubungan Kerja sebelum berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan
dalam PKWT, Pengusaha wajib memberikan uang kompensasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1)
yang besarannya dihitung berdasarkan jangka waktu PKWT yang telah dilaksanakan oleh Pekerja/Buruh.
Imbalan Pasca Kerja untuk Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT):
PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA
32. Pasal 15 ayat 1-3 PP 35/2021:
1. Pengusaha wajib memberikan uang kompensasi kepada Pekerja/Buruh yang hubungan kerjanya
berdasarkan PKWT,
2. Pemberian uang kompensasi dilaksanakan pada saat berakhirnya PKWT.
3. Uang kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada Pekerja/Buruh yang
telah mempunyai masa kerja paling sedikit 1 (satu) bulan secara terus menerus.
4. Apabila PKWT diperpanjang, uang kompensasi diberikan saat selesainya jangka waktu PKWT,
uang kompensasi berikutnya diberikan setelah perpanjangan jangka waktu berakhir atau selesai.
5. Pemberian uang kompensasi tidak berlaku bagi tenaga kerja asing yang dipekerjakan oleh
pemberi kerja dalam hubungan kerja berdasarkan PKWT.
Imbalan Pasca Kerja untuk Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT):
PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA
33. Pasal 16 ayat 1 PP 35/2021:
Imbalan Pasca Kerja untuk Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT):
PKWT Besaran Kompensasi
Masa kerja = 12 bulan 1 x Upah per bulan
Masa kerja 1 bulan < x < 12 bulan (Masa kerja/12) x Upah per bulan
Masa kerja > 12 bulan (Masa kerja/12) x Upah per bulan
Pasal 16 ayat 6 PP 35/2021:
Besaran uang kompensasi untuk Pekerja/Buruh pada usaha mikro dan usaha kecil
diberikan berdasarkan kesepakatan antara Pengusaha dan Pekerja/Buruh.
PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA
34. Pemutusan Hubungan Kerja (Pasal 154A UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan dan pasal 36
PP 35/2021):
No. Alasan PHK
1. Penggabungan, peleburan, pengambilalihan dan pemisahan,
2. Efisiensi diikuti dengan penutupan perusahaan atau tidak diikuti dengan penutupan perusahaan yang
disebabkan perusahaan mengalami kerugian,
3. Tutup karena mengalami kerugian secara terus menerus selama 2 tahun
4. Tutup karena force majeure
5. Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
6. Pailit
7. Permohonan PHK oleh pekerja/buruh karena: (a) penganiayaan, penghinaan secara kasar atau ancaman
terhadap pekerja atau buruh, (b) perintah melakukan perbuatan yang melanggar hukum, (c) upah dibayar tidak
tepat waktu selama 3 bulan berturut-turut atau lebih, (d) tidak melakukan kewajiban yang dijanjikan kepada
pekerja/buruh, (e) memerintahkan pekerja/buruh melaksanakan pekerjaan di luar yang diperjanjikan, (f)
memberikan pekerjaan yang membahayakan jiwa, keselamatan, dan kesusilaan.
PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA
35. No. Alasan PHK
8. Putusan PHI yang menyatakan pengusaha tidak bersalah pada poin 7, dan pengusaha memutuskan untuk
melakukan PHK
9. Pekerja/buruh mengundurkan diri
10. Pekerja buruh mangkir selama 5 hari kerja atau lebih berturut-turut tanpa keterangan secara tertulis
11. Pekerja/buruh melakukan pelanggaran PKB/Peraturan Perusahaan dan telah diberikan SP1, SP2 dan SP3
12. Pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaan selama 6 bulan akibat ditahan pihak yang berwajib
13. Pekerja/buruh mengalami sakit berkepanjangan selama 12 bulan
14. Pekerja/buruh memasuki usia pensiun
15. Pekerja/buruh meninggal dunia
Pemutusan Hubungan Kerja (Pasal 154A UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan dan pasal 36
PP 35/2021):
PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA
36. Pasal 156 ayat 1 UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan dan pasal 40 ayat 1 PP
35/2021 (Besaran Imbalan Pasca Kerja):
Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja pengusaha wajib membayar uang pesangon
dan/atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya
diterima.
P PMK UPH
IMBALAN PASCA KERJA
37. UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan dan pasal 40 ayat 2
PP 35/2021 (Besaran Pesangon):
Uang pesangon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan
dengan ketentuan sebagai berikut:
a. masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun, 1 (satu) bulan upah;
b. masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih, tetapi kurang dari 2
(dua) tahun, 2 (dua) bulan upah;
c. masa kerja 2 (dua) tahun atau lebih, tetapi kurang dari 3
(tiga) tahun, 3 (tiga) bulan upah;
d. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 4
(empat) tahun, 4 (empat) bulan upah;
e. masa kerja 4 (empat) tahun atau lebih tetapi kurang dari 5
(lima) tahun, 5 (lima) bulan upah;
Pasal 156 ayat 2 UU Ketenagakerjaan:
Perhitungan uang pesangon sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) diberikan paling sedikit sebagai berikut:
a. masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun, 1 (satu) bulan upah;
b. masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih, tetapi kurang dari 2
(dua) tahun, 2 (dua) bulan upah;
c. masa kerja 2 (dua) tahun atau lebih, tetapi kurang dari 3
(tiga) tahun, 3 (tiga) bulan upah;
d. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 4
(empat) tahun, 4 (empat) bulan upah;
e. masa kerja 4 (empat) tahun atau lebih tetapi kurang dari 5
(lima) tahun, 5 (lima) bulan upah;
IMBALAN PASCA KERJA
38. UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan dan pasal 40
ayat 2 PP 35/2021 (Besaran Pesangon):
f. masa kerja 5 (lima) tahun atau lebih, tetapi kurang
dari 6 (enam) tahun, 6 (enam) bulan upah;
g. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang
dari 7 (tujuh) tahun, 7 (tujuh) bulan upah;
h. masa kerja 7 (tujuh) tahun atau lebih tetapi kurang
dari 8 (delapan) tahun, 8 (delapan) bulan upah;
i. masa kerja 8 (delapan) tahun atau lebih, 9
(sembilan) bulan upah.
Pasal 156 ayat 2 UU Ketenagakerjaan (Besaran
Pesangon):
f. masa kerja 5 (lima) tahun atau lebih, tetapi kurang
dari 6 (enam) tahun, 6 (enam) bulan upah;
g. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang
dari 7 (tujuh) tahun, 7 (tujuh) bulan upah;
h. masa kerja 7 (tujuh) tahun atau lebih tetapi kurang
dari 8 (delapan) tahun, 8 (delapan) bulan upah;
i. masa kerja 8 (delapan) tahun atau lebih, 9
(sembilan) bulan upah.
IMBALAN PASCA KERJA
39. UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan dan pasal 40
ayat 3 PP 35/2021 (Besaran Penghargaan Masa Kerja):
Uang penghargaan masa kerja sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diberikan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 6
(enam) tahun, 2 (dua) bulan upah;
b. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 9
(sembilan) tahun, 3 (tiga) bulan upah;
c. masa kerja 9 (sembilan) tahun atau lebih tetapi kurang dari
12 (dua belas) tahun, 4 (empat) bulan upah;
d. masa kerja 12 (dua belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari
15 (lima belas) tahun, 5 (lima) bulan upah;
Pasal 156 ayat 3 UU Ketenagakerjaan (Besaran
Penghargaan Masa Kerja):
Perhitungan uang penghargaan masa kerja sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan sebagai berikut:
a. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 6
(enam) tahun, 2 (dua) bulan upah;
b. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 9
(sembilan) tahun, 3 (tiga) bulan upah;
c. masa kerja 9 (sembilan) tahun atau lebih tetapi kurang dari
12 (dua belas) tahun, 4 (empat) bulan upah;
d. masa kerja 12 (dua belas) tahun atau lebih tetapi kurang
dari 15 (lima belas) tahun, 5 (lima) bulan upah;
IMBALAN PASCA KERJA
40. UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan dan pasal 40
ayat 3 PP 35/2021 (Besaran Penghargaan Masa Kerja):
e. masa kerja 15 (lima belas) tahun atau lebih tetapi
kurang dari 18 (delapan belas) tahun, 6 (enam)
bulan upah;
f. masa kerja 18 (delapan belas) tahun atau lebih tetapi
kurang dari 21 (dua puluh satu) tahun, 7 (tujuh)
bulan upah;
g. masa kerja 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih
tetapi kurang dari 24 (dua puluh empat) tahun, 8
(delapan) bulan upah;
h. masa kerja 24 (dua puluh empat) tahun atau lebih,
10 (sepuluh ) bulan upah.
Pasal 156 ayat 3 UU Ketenagakerjaan (Besaran
Penghargaan Masa Kerja):
e. masa kerja 15 (lima belas) tahun atau lebih tetapi
kurang dari 18 (delapan belas) tahun, 6 (enam)
bulan upah;
f. masa kerja 18 (delapan belas) tahun atau lebih tetapi
kurang dari 21 (dua puluh satu) tahun, 7 (tujuh)
bulan upah;
g. masa kerja 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih
tetapi kurang dari 24 (dua puluh empat) tahun, 8
(delapan) bulan upah;
h. masa kerja 24 (dua puluh empat) tahun atau lebih,
10 (sepuluh ) bulan upah.
IMBALAN PASCA KERJA
42. UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan dan pasal 40 ayat
4 PP 35/2021 (Uang Penggantian Hak):
Uang penggantian hak yang seharusnya diterima
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi:
a. cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur;
b. biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan
keluarganya ke tempat di mana pekerja/buruh diterima
bekerja;
c. hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja,
peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
Pasal 156 ayat 4 UU Ketenagakerjaan (Besaran Uang
Penggantian Hak):
Uang penggantian hak yang seharusnya diterima sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) meliputi :
a. cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur;
b. biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan
keluarganya ketempat dimana pekerja/buruh diterima
bekerja;
c. penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan
ditetapkan 15% (lima belas perseratus) dari uang pesangon
dan/atau uang penghargaan masa kerja bagi yang
memenuhi syarat;
d. hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja,
peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
IMBALAN PASCA KERJA
43. Komponen Imbalan Pasca Kerja:
Kasus UU Cipta Kerja + PP 35/2021 UU Ketenagakerjaan
1. Pengusaha melakukan PHK karena penggabungan, peleburan
atau pemisahan (pasal 41 PP 35/2021):
a. Pekerja/buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja 1P + 1PMK + UPH 1P + 1PMK + UPH
b. Pengusaha tidak bersedia menerima pekerja atau buruh 1P + 1PMK + UPH 2P + 1PMK + UPH
2. Pengusaha melakukan PHK karena pengambilalihan perusahaan
(pasal 42 ayat 1 PP 35/2021)
1P + 1PMK + UPH 2P + 1PMK + UPH
3. Pengusaha melakukan PHK dalam hal terjadi pengambilalihan
perusahaan yang mengakibatkan terjadinya perubahan syarat
kerja dan Pekerja/Buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan
kerja (pasal 42 ayat 2 PP 35/2021)
0,5P + 1PMK + UPH 1P + 1PMK + UPH
4. Pengusaha melakukan PHK karena efisiensi yang disebabkan
perusahaan mengalami kerugian (pasal 43 ayat 1 PP 35/2021)
0,5P + 1PMK +UPH 2P + 1PMK + UPH
*diatur sesuai PKB/Peraturan Perusahaan.
IMBALAN PASCA KERJA
44. Kasus UU Cipta Kerja + PP 35/2021 UU Ketenagakerjaan
5. Pengusaha melakukan PHK karena efisiensi untuk mencegah kerugian (pasal 43
ayat 2 PP 35/2021)
1P + 1PMK + UPH 2P + 1PMK + UPH
6. Pengusaha melakukan PHK karena perusahaan tutup yang disebabkan perusahaan
mengalami kerugian secara terus menerus selama 2 tahun atau mengalami
kerugian tidak secara terus menerus selama 2 tahun (pasal 44 ayat 1 PP 35/2021)
0,5P + 1PMK + UPH 1P + 1PMK + UPH
7. Pengusaha melakukan PHK karena perusahaan tutup yang disebabkan bukan
karena perusahaan mengalami kerugian (pasal 44 ayat 2 PP 35/2021)
1P + 1PMK + UPH Tidak diatur
8. Pengusaha melakukan PHK karena perusahaan tutup yang disebabkan keadaan
memaksa (force majeure) (pasal 45 ayat 1 PP 35/2021)
0,5P + 1PMK +UPH 1P + 1PMK + UPH
9. Pengusaha melakukan PHK karena keadaan memaksa dan tidak mengakibatkan
perusahaan tutup (pasal 45 ayat 2 PP 35/2021)
0,75P + PMK + UPH Tidak diatur
*diatur sesuai PKB/Peraturan Perusahaan.
Komponen Imbalan Pasca Kerja:
IMBALAN PASCA KERJA
45. Kasus UU Cipta Kerja + PP 35/2021 UU Ketenagakerjaan
10. Pengusaha melakukan PHK karena perusahaan dalam keadaan PKPU yang
disebabkan perusahaan mengalami kerugian (pasal 46 ayat 1 PP 35/2021)
0,5P + 1PMK + UPH Tidak diatur
11. Pengusaha melakukan PHK karena perusahaan dalam keadaan PKPU bukan karena
perusahaan mengalami kerugian (pasal 46 ayat 2 PP 35/2021)
1P + 1PMK + UPH Tidak diatur
12. PHK karena perusahaan pailit (pasal 47 PP 35/2021) 0,5P + 1PMK + UPH 1P + 1PMK + UPH
13. Pekerja/buruh mengajukan PHK karena: (a) penganiayaan, penghinaan secara kasar
atau ancaman terhadap pekerja atau buruh, (b) perintah melakukan perbuatan
yang melanggar hukum, (c) upah dibayar tidak tepat waktu selama 3 bulan
berturut-turut atau lebih, (d) tidak melakukan kewajiban yang dijanjikan kepada
pekerja/buruh, (e) memerintahkan pekerja/buruh melaksanakan pekerjaan di luar
yang diperjanjikan, (f) memberikan pekerjaan yang membahayakan jiwa,
keselamatan, dan kesusilaan (pasal 48 PP 35/2021).
1P + 1PMK + UPH Tidak diatur
Komponen Imbalan Pasca Kerja:
IMBALAN PASCA KERJA
46. Kasus UU Cipta Kerja + PP 35/2021 UU Ketenagakerjaan
14. Pengusaha melakukan PHK karena adanya putusan lembaga PPHI yang
menyatakan pengusaha tidak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam
pasal 36 huruf g (poin 13 di atas) (pasal 49 ayat 1 PP 35/2021)
UPH + Uang Pisah* Tidak diatur
15. Pekerja/buruh mengundurkan diri atas kemauan sendiri yang memenuhi syarat
sebagaimana diatur dalam pasal 36 huruf i (pasal 50 PP 35/2021)
UPH + Uang Pisah* UPH
16. Pengusaha melakukan PHK karena Pekerja/Buruh mangkir selama 5 hari kerja
berturut-turut tanpa keterangan secara tertulis yang dilengkapi dengan bukti yang
sah dan telah dipanggil oleh pengusaha 2 kali secara patut dan tertulis (pasal 51 PP
35/2021)
UPH + Uang Pisah* 1P + 1PMK + UPH
17. Pengusaha melakukan PHK karena Pekerja/Buruh melakukan pelanggaran
Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan atau PKB dan sebelumnya telah diberikan
SP1, SP2 dan SP3 secara berturut-turut (pasal 52 ayat 1 PP 35/2021).
0,5P + 1PMK + UPH 1P + 1PMK + UPH
*diatur sesuai PKB/Peraturan Perusahaan.
Komponen Imbalan Pasca Kerja:
IMBALAN PASCA KERJA
47. Kasus UU Cipta Kerja + PP 35/2021 UU Ketenagakerjaan
18. Pengusaha melakukan PHK karena Pekerja/Buruh melakukan pelanggaran bersifat
mendesak yang diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan atau PKB
(pasal 52 ayat 2 PP 35/2021) (dapat dilakukan tanpa pemberitahuan).
UPH + Uang Pisah* Tidak diatur
19. Pengusaha melakukan PHK karena Pekerja/Buruh tidak dapat melakukan pekerjaan
selama 6 bulan akibat ditahan pihak yang berwajib karena diduga melakukan
tindak pidana yang mengakibatkan kerugian perusahaan (pasal 54 ayat 1 PP
35/2021).
UPH + Uang Pisah* Tidak diatur
20. Dalam hal Pekerja/Buruh ditahan pihak berwajib karena melakukan tindak pidana
yang mengakibatkan kerugian perusahaan dan pengadilan memutuskan perkara
sebelum berakhirnya masa 6 bulan dan pekerja dinyatakan bersalah (pasal 54 ayat
4 PP 35/2021).
UPH + Uang Pisah* Tidak diatur
*diatur sesuai PKB/Peraturan Perusahaan.
Komponen Imbalan Pasca Kerja:
IMBALAN PASCA KERJA
48. Kasus UU Cipta Kerja + PP 35/2021 UU Ketenagakerjaan
21. Pengusaha melakukan PHK karena Pekerja/Buruh tidak dapat melakukan
pekerjaan selama 6 bulan akibat ditahan pihak yang berwajib karena diduga
melakukan tindak pidana yang tidak mengakibatkan kerugian perusahaan
(pasal 54 ayat 2 PP 35/2021)
UPH + Uang Pisah* Tidak diatur
22. Dalam hal pekerja/buruh ditahan pihak berwajib karena diduga melakukan
tidak pidana yang tidak mengakibatkan kerugian perusahaan dan
pengadilan memutuskan perkara sebelum berakhirnya masa 6 bulan dan
pekerja dinyatakan bersalah (pasal 54 ayat 5 PP 35/2021).
UPH + Uang Pisah* Tidak diatur
23. Pengusaha melakukan PHK karena Pekerja/Buruh mengalami sakit
berkepanjangan atau cacat akibat kecelakaan kerja dan tidak dapat
melakukan pekerjaannya setelah melampaui 12 bulan (pasal 55 ayat 1 PP
35/2021)
2P + 1PMK + UPH 2P + 2PMK + UPH
*diatur sesuai PKB/Peraturan Perusahaan.
Komponen Imbalan Pasca Kerja:
IMBALAN PASCA KERJA
49. Kasus UU Cipta Kerja + PP
35/2021
UU Ketenagakerjaan
24. Pekerja/Buruh mengajukan PHK karena Pekerja/Buruh sakit
berkepanjangan atau cacat akibat kecelakaan kerja dan tidak
dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas 12
bulan (pasal 55 ayat 2 PP 35/2021).
2P + 1PMK + UPH Tidak diatur
25. Pengusaha melakukan PHK karena Pekerja/Buruh memasuki
usia pensiun (pasal 56 PP 35/2021).
1,75P + 1PMK + UPH 2P + 1PMK + UPH
26. Pengusaha melakukan PHK karena Pekerja/Buruh meninggal
dunia (pasal 57 PP 35/2021).
2P + 1PMK + UPH 2P + 1PMK + UPH
Komponen Imbalan Pasca Kerja:
IMBALAN PASCA KERJA
50. Perbandingan Besaran UU Ketenagakerjaan Vs PP 35/2021:
Pada tahun pelaporan 31 Desember 2020 Tuan A bekerja pada PT X dengan upah sebesar Rp 18.232.594 per
bulan sebagai manajer pemasaran. Tuan A mulai bekerja pada umur 22 tahun dan memasuki usia pensiun pada
umur 55.
Besaran P+PMK+UPH berdasarkan UU Ketenagakerjaan:
(a)2 x pesangon = 2 x Rp 18.232.594 x 9 = Rp 328.186.688
(b)Penghargaan masa kerja = 10 x Rp 18.232.594 = Rp 182.325.940
(c) Uang pengantian hak = 15 % x ((a) + (b)) = Rp 76.576.894
(d) IPK pada masa yang akan datang = (a) + (b) + (c) = Rp 587.089.522
IMBALAN PASCA KERJA
Besaran P+PMK+UPH berdasarkan PP 35/2021:
(a) 1,75 x pesangon = 1,75 x Rp 18.232.594 x 9 = Rp 287.163.356
(b) Penghargaan masa kerja = 10 x Rp 18.232.594 = Rp 182.325.940
(c) Uang pengantian hak = Rp 0
(d) IPK pada masa yang akan datang = (a) + (b) + (c) = Rp 469.489.296
51. Pasal 58 ayat 1-3 PP 35/2021:
1. Pengusaha yang mengikutsertakan Pekerja/Buruh dalam program pensiun sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang dana pensiun, iuran yang dibayar oleh Pengusaha dapat
diperhitungkan sebagai bagian dari pemenuhan kewajiban Pengusaha atas uang pesangon dan uang
penghargaan masa kerja serta uang pisah akibat Pemutusan Hubungan Kerja sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 41 sampai dengan Pasal 52 dan Pasal 54 sampai dengan Pasal 57.
2. Jika perhitungan manfaat dari program pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) lebih kecil daripada
uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja serta uang pisah maka selisihnya dibayar oleh
Pengusaha.
3. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan
Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama.
IMBALAN PASCA KERJA
53. Kasus UU 40/2004 PP 37/2021
Pensiun JHT + Jaminan Pensiun
Pekerja meninggal dunia JHT + Jaminan Pensiun + Jaminan Kematian
Pekerja mengundurkan diri -
Cacat total tetap JHT + Jaminan Pensiun
Kecelakaan kerja atau penyakit akibat pekerjaan Jaminan Kecelakaan + Jaminan Pensiun
Berakhirnya PKWT Jaminan Kehilangan Pekerjaan*
PHK karena putusan pengadilan, efisiensi, perusahaan
pailit, PKPU, perusahaan tutup dan lain-lain Jaminan Kehilangan Pekerjaan*
Perbedaan Komponen Manfaat Sistem Jaminan Sosial:
*Manfaat Jaminan Kehilangan Pekerjaan terdiri dari: (a) uang tunai, (b) uang sertifikasi, (c) akses informasi pasar kerja, dan
(d) pelatihan kerja.
IMBALAN PASCA KERJA
54. Imbalan Pasca Kerja Usaha Mikro dan Usaha Kecil:
Pasal 59 PP 35/2021:
Pengusaha pada usaha mikro dan usaha kecil wajib membayar yang pesangon, uang
penghargaan masa kerja, uang penggantian hak, dan/atau uang pisah bagi Pekerja/Buruh
yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja dengan besaran ditentukan berdasarkan
kesepakatan antara Pengusaha pada usaha mikro dan usaha kecil dengan Pekerja/Buruh.
IMBALAN PASCA KERJA
55. SANKSI PIDANA KETENAGAKERJAAN TERKAIT
NO. TINDAKAN SANKSI PIDANA JENIS TINDAK PIDANA
1. Pengusaha tidak memberikan istirahat kerja, istirahat
mingguan, cuti tahunan dan istrahat panjang kepada
pekerja/buruh (pasal 79 ayat 1-3 UU
Ketenagakerjaan)
1. Pidana penjara paling singkat 1 bulan
dan paling lama 12 bulan, dan/atau
2. Denda paling sedikit Rp 10 jt dan paling
banyak Rp 100 jt.
(psl 187 UU Ketenagakerjaan).
Tindak pidana pelanggaran
2. Pengusaha mempekerjaan peker/buruh pada hari-hari
libur resmi tanpa membayar upah lembur (pasal 85
ayat 3 UU Ketenagakerjaan).
1. Pidana penjara paling singkat 1 bulan
dan paling lama 12 bulan, dan/atau
2. Denda paling sedikit Rp 10 jt dan paling
banyak Rp 100 jt.
(psl 187 UU Ketenagakerjaan).
Tindak pidana pelanggaran
3. Pengusaha tidak membayar lembur (pasal 78 ayat 2
UU Ketenagakerjaan)
1. Pidana penjara paling singkat 1 bulan
dan paling lama 12 bulan, dan/atau
2. Denda paling sedikit Rp 10 jt dan paling
banyak Rp 100 jt.
(psl 187 UU Ketenagakerjaan).
Tindak pidana pelanggaran
56. No. Tindakan Sanksi Pidana Jenis Tindak Pidana
4. Pengusaha tidak membuat surat pengangkatan bagi
pekerja/buruh dalam hal PKWTT dibuat secara lisan (pasal
63 ayat 1 UU Ketenagakerjaan)
Pidana denda paling sedikit Rp 5 jt dan paling
banyak Rp 50 jt (pasal 188 ayat 1 UU
Ketenagakerjaan).
Tindak pidana pelanggaran.
5. Pengusaha mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu
kerja tanpa ada persetujuan pekerja/buruh dan waktu kerja
lembur melebihi 3 jam dalam 1 hari dan 14 jam dalam 1
minggu (pasal 78 ayat 1 UU Ketenagakerjaan).
Pidana denda paling sedikit Rp 5 jt dan paling
banyak Rp 50 jt (pasal 188 ayat 1 UU
Ketenagakerjaan).
Tindak pidana pelanggaran.
6. Pengusaha tidak membuat peraturan perusahaan dalam
hal pengusaha mempekerjakan sekurang-kurangnya 10
orang (pasal 108 ayat 1 UU Ketenagakerjaan).
Pidana denda paling sedikit Rp 5 jt dan paling
banyak Rp 50 jt (pasal 188 ayat 1 UU
Ketenagakerjaan).
Tindak pidana pelanggaran.
7. Pengusaha tidak memberitahukan adanya rencana
penutupan perusahaan (lock-out) (pasal 148 ayat 1 UU
Ketenagakerjaan).
Pidana denda paling sedikit Rp 5 jt dan paling
banyak Rp 50 jt (pasal 188 ayat 1 UU
Ketenagakerjaan).
Tindak pidana pelanggaran.
SANKSI PIDANA KETENAGAKERJAAN TERKAIT
57. No. Tindakan Sanksi Pidana Jenis Tindak Pidana
8. Pengusaha tidak membayar upah dalam kondisi
pekerja/buruh sakit, pekerja menikah, pekerja tidak
melakukan pekerjaan karena sedang melakukan tugas
negara, pekerja melakukan waktu istirahat dan lain-lain
(pasal 93 ayat 2),
1. Pidana penjara paling singkat 1 tahun
dan paling lama 4 tahun, dan/atau
2. Denda paling sedikit Rp 100 jt dan paling
banyak Rp 400 jt.
(psl 186 UU Ketenagakerjaan).
Tindak pidana kejahatan
9. Pengusaha tidak mempekerjakan kembali
pekerja/buruh yang perkara pidananya sebelum masa
6 bulan dinyatakan tidak bersalah (pasal 160 ayat 4)
1. Pidana penjara paling singkat 1 tahun
dan paling lama 4 tahun, dan/atau
2. Denda paling sedikit Rp 100 jt dan paling
banyak Rp 400 jt.
(psl 185 UU Ketenagakerjaan).
Tindak pidana kejahatan
10. Pengusaha tidak membayar uang pesangon dan atau
uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian
hak adalam hal terjadi PHK (pasal 156 ayat 1).
1. Pidana penjara paling singkat 1 tahun
dan paling lama 4 tahun, dan/atau
2. Denda paling sedikit Rp 100 jt dan paling
banyak Rp 400 jt.
(psl 185 UU Ketenagakerjaan).
Tindak pidana kejahatan
SANKSI PIDANA KETENAGAKERJAAN TERKAIT
58. No. Tindakan Sanksi Pidana Jenis Tindak Pidana
11. a. Pengusaha tidak memberikan istirahat selama 1,5
bulan sebelum saatnya melahirkan dan 1,5 bulan
setelah melahirkan menurut perhitungan dokter
kandungan atau bidan atau tidak memberikan waktu
istirahat 1,5 bulan atau sesuai dengan surat
keterangan dokter kandungan, atau
b. bidan setelah pekerwa/buruh wanita mengalami
keguguran.
(pasal 82 ayat 1-2).
1. Pidana penjara paling singkat 1 tahun dan
paling lama 4 tahun, dan/atau
2. Denda paling sedikit Rp 100 jt dan paling
banyak Rp 400 jt.
(psl 185 UU Ketenagakerjaan).
Tindak pidana kejahatan
12. Pemberi kerja orang perorangan mempekerjakan TKA (pasal
42 ayat 2).
1. Pidana penjara paling singkat 1 tahun dan
paling lama 4 tahun, dan/atau
2. Denda paling sedikit Rp 100 jt dan paling
banyak Rp 400 jt.
(psl 185 UU Ketenagakerjaan).
Tindak pidana kejahatan
SANKSI PIDANA KETENAGAKERJAAN TERKAIT
59. No. Tindakan Sanksi Pidana Jenis Tindak Pidana
13. a. Pembayaran upah tidak sesuai dengan
kesepakatan (pasal 88A ayat 3),
b. Pembayaran upah di bawah upah minimum
(pasal 88E ayat 2).
1. Pidana penjara paling singkat 1 tahun
dan paling lama 4 tahun, dan/atau
2. Denda paling sedikit Rp 100 jt dan
paling banyak Rp 400 jt.
(psl 185 UU Ketenagakerjaan).
Tindak pidana kejahatan
14. Pengusaha tidak memberikan kesempatan yang
secukupnya kepada pekerja/buruh untuk
melaksanakan ibadah yang diwajibkan oleh
agamanya (pasal 80).
1. Pidana penjara paling singkat 1 tahun
dan paling lama 4 tahun, dan/atau
2. Denda paling sedikit Rp 100 jt dan
paling banyak Rp 400 jt.
(psl 185 UU Ketenagakerjaan).
Tindak pidana kejahatan
SANKSI PIDANA KETENAGAKERJAAN TERKAIT
60. Fasilitator:
Marisi P. Purba, S.E., M.H., Ak, CA, ASEAN CPA
(Praktisi, Penulis & Akademisi)
Implikasi Pemberlakuan
PP 35/2021, PP 36/2021 dan PP37/2021 terhadap
Penerapan PSAK 24 dan Dampak Perpajakannya
HARI KEDUA
62. PEMBERLAKUAN EFEKTIF UU CIPTA KERJA
Pasal 87 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan:
Peraturan Perundang-undangan mulai berlaku dan mempunyai kekuatan mengikat pada tanggal
diundangkan, kecuali ditentukan lain di dalam Peraturan Perundang-undangan yang bersangkutan.
Pasal 185 UU Cipta Kerja:
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:
a. Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini wajib ditetapkan paling lama 3 (tiga) bulan; dan
b. Semua peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang yang telah diubah oleh Undang-Undang ini
dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini dan wajib
disesuaikan paling lama 3 (tiga) bulan.
63. Pasal 66 PP 35/2021:
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan (2 Februari 2021).
Pasal 64 PP 35/2021:
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku:
a. uang kompensasi untuk PKWT yang jangka waktunya belum berakhir diberikan sesuai dengan
ketentuan daiam Peraturan Pemerintah ini; dan
b. besaran uang kompensasi sebagaimana dimaksud pada huruf a dihitung berdasarkan masa
kerja Pekerja/Buruh yang perhitungannya dimulai sejak tanggal diundangkan Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2O2O tentang Cipta Kerja.
Pasal 186 UU Cipta Kerja:
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan (2 November 2020).
PEMBERLAKUAN EFEKTIF UU CIPTA KERJA
64. 2 Nov 2020
UU Cipta Kerja
diberlakukan
2 Feb 2021
PP 35/2021 diberlakukan
2 Desember 2020
Kontrak yang mulai berlaku
3 Desember 2018 dan
berakhir 2 Desember 2020
Tahun buku berakhir
31 Des 2020
Uang kompensasi dihitung
1/12 x 1 bulan Upah
Kontrak yang mulai berlaku
3 Maret 2020 dan berakhir
2 Maret 2021
2 Maret 2021
Uang kompensasi dihitung
4/12 x 1 bulan Upah
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT):
PEMBERLAKUAN EFEKTIF UU CIPTA KERJA
65. 2 Nov 2020
UU Cipta Kerja
diberlakukan
2 Feb 2021
PP 35/2021 diberlakukan
20 Desember 2020
PKWTT berakhir
Tahun buku berakhir
31 Des 2020
PERJANJIAN KERJA WAKTU TIDAK TERTENTU (PKWTT):
1. Pembayaran Pesangon, PMK dan UPH dilakukan dengan mengacu pada PP 35/2021, sebab ketentuan terkait
Pesangon, Penghargaan Masa Kerja dan Uang Penggantian Hak yang ada pada UU Ketenagakerjaan sudah tidak
berlaku lagi,
2. Pembayaran Pesangon, PMK dan UPH dilakukan setelah PP 35/2021 efektif berlaku. Untuk sementara,
perusahaan dapat memberikan panjar.
PEMBERLAKUAN EFEKTIF UU CIPTA KERJA
67. APAKAH TERDAPAT KONFLIK ANTARA KAIDAH HETERONOM DENGAN KAIDAH OTONOM?
Indikasi dan implikasi:
1. Dalam kasus PKWTT, apakah manajemen bersikukuh menerapkan PP 35/2021 dan
mengabaikan ketentuan PKB?
2. Dalam kasus PKWT, apabila terdapat konflik antara kaidah heteronom dan kaidah
otonom, maka yang berlaku adalah kaidah heteronom,
3. Dalam kasus PKWT, perusahaan wajib membayar uang kompensasi apabila PKWT
berakhir sebulan setelah 2 November 2020.
PEMBERLAKUAN EFEKTIF UU CIPTA KERJA
68. PENERAPAN PSAK 24
PSAK 24
Imbalan kerja
jangka pendek
Imbalan kerja
jangka panjang
Cuti berimbalan jangka pendek
Bagi laba dan bonus
Imbalan purna karya
Imbalan jangka panjang lainnya
(Undiscounted)
(Discounted)
Imbalan non moneter
Upah, gaji, iuran JAMSOS
PSAK 24, “Imbalan Kerja” efektif per 1 Januari 2015.
69. PSAK 24.08,
“Imbalan kerja adalah seluruh bentuk imbalan yang diberikan suatu entitas dalam
pertukaran atas jasa yang diberikan oleh pekerja atau untuk pemutusan kontrak
kerja”.
“Imbalan kerja jangka pendek adalah imbalan kerja (selain dari pesangon) yang
diharapkan akan diselesaikan seluruhnya sebelum dua belas bulan setelah akhir
periode pelaporan tahunan saat pekerja memberikan jasa terkait”.
“Imbalan pascakerja adalah imbalan kerja (selain pesangon dan imbalan kerja
jangka pendek) yang terutang setelah pekerja menyelesaikan kontrak kerja”.
PENERAPAN PSAK 24
71. Perjanjian Kerja
Bersama
Penetapan RUPS Peraturan Perundang-
undangan
Lain-lain
Kewajiban
legal
Kewajiban
konstruktif
Perikatan, peraturan perundang-undangan, dan
putusan pengadilan
Kebiasaan, praktek informal dan praktek masa
lalu
PENERAPAN PSAK 24
73. IMBALAN
PASCA KERJA
IMBALAN
KERJA JANGKA
PANJANG
LAINNYA
IMBALAN
PURNA KARYA
IMBALAN
PASCA KERJA
LAIN
Pensiun, dan pembayaran
sekaligus purna karya
Asuransi jiwa pasca kerja
dan kesehatan pasca kerja
Ketidakhadiran jangka panjang
yang dibayar, penghargaan masa
kerja, imbalan cacat permanen,
remunerasi tangguhan
Selisih pengukuran kembali akibat
perubahan asumsi aktuaria diakui
sebagai pendapatan komprehensif
lainnya (Other Comprehensive
Income) pada ekuitas.
Selisih pengukuran kembali akibat
perubahan asumsi aktuaria diakui
sebagai bagian laba atau rugi
IMBALAN
KERJA
JANGKA
PANJANG
PENERAPAN PSAK 24
74. PSAK 24.67,
“Entitas menggunakan metode Projected Unit Credit untuk
menentukan nilai kini kewajiban imbalan pasti, biaya jasa kini terkait
dan biaya jasa lalu (jika dapat diterapkan).”
PSAK 24.75,
“Asumsi aktuaria tidak boleh bias dan harus selaras satu dengan
yang lain.”
Biaya jasa kini adalah kenaikan nilai kini
kewajiban imbalan pasti yang berasal
dari jasa pekerja periode berjalan
Biaya jasa lalu perubahan nilai
kini kewajiban imbalan pasti atas
jasa pekerja pada periode-periode
lalu
PENERAPAN PSAK 24
76. TINGKAT KENAIKAN UPAH:
IAS 19.BC 141,
“IASC believed that the assumptions were used not to determine whether an obligation
exists, but to measure an existing obligation on the basis that provides the most relevant
measure of the estimated outflow of resources. If no increase was assumed, this was an
implicit assumption that no change will occur and it would be misleading to assume no
change if an entity did expect a change……..”
PENERAPAN PSAK 24
77. Tingkat Mortalitas:
PSAK 24. 81,
“Entitas menentukan asumsi mortalitas dengan mengacu pada estimasi terbaik dari mortalitas
peserta program baik selama dan setelah kontrak kerja.”
PENERAPAN PSAK 24
79. TINGKAT DISKONTO:
PSAK 24.83,
“Tingkat yang digunakan untuk mendiskontokan kewajiban imbalan pascakerja (baik yang
didanai maupun tidak) ditentukan dengan mengacu pada bunga obligasi korporasi
berkualitas tinggi pada akhir periode pelaporan. Di negara dimana tidak terdapat pasar aktif
dan stabil bagi obligasi tersebut, maka digunakan tingkat bunga obligasi pemerintah. Mata
uang dan jangka waktu dari obligasi korporasi maupun obligasi pemerintah sesuai dengan
mata uang dan estimasi jangka waktu kewajiban imbalan pasca kerja.”
PENERAPAN PSAK 24
82. EFEK PAJAK:
IAS 19.BC 121,
“The amendments made in 2011 clarify that:
a) the estimate of the defined benefit obligation includes the present value
of taxes payable by the plan if they relate to service before the reporting
date or are imposed on benefits resulting from the service, and
b) other taxes should be included as a reduction to the return on plan
assets.”
PENERAPAN PSAK 24
83. PSAK 24.71,
“Metode Projected Unit Credit mensyaratkan entitas untuk mengatribusikan imbalan pada periode
kini (untuk menentukan biaya jasa kini) dan dan periode lalu (untuk menentukan nilai kini kewajiban
imbalan pasti).………...”
PSAK 24.127,
“Pengukuran kembali liabilitas (aset) imbalan pasti neto terdiri atas:
a) keuntungan dan kerugian aktuarial (lihat paragraf 128 dan 129);
b) imbal hasil atas aset program (lihat paragraf 130), tidak termasuk jumlah yang dimasukan dalam
bunga neto atas liabilitas (aset) imbalan pasti neto (lihat paragraf 125); dan
c) setiap perubahan dampak batas atas aset, tidak termasuk jumlah yang dimasukan dalam bunga
neto atas liabilitas (aset) imbalan pasti neto (lihat paragraf 126).”
PENERAPAN PSAK 24
84. PSAK 24.156,
“Untuk imbalan kerja jangka panjang lainnya, entitas mengakui total nilai neto dari jumlah berikut ini di dalam
laba rugi kecuali jika terdapat SAK lain yang mensyaratkan atau mengizinkan jumlah tersebut termasuk dalam
biaya perolehan aset:
a) biaya jasa (lihat paragraf 66–112);
b) biaya bunga neto atas liabilitas (aset) imbalan pasti neto (lihat paragraf 123–126); dan
c) pengukuran kembali dari liabilitas (aset) imbalan pasti neto (lihat paragraf 127–130).”
Tidak ada pengakuan OCI terkait
perubahan asumsi aktuaria
PENERAPAN PSAK 24
85. ELEMEN BEBAN
IMBALAN KERJA
JANGKA PANJANG
Biaya jasa kini
(current service cost)
Keuntungan atau kerugian
penyelesaian, perubahan
program, kurtailmen dll
Keuntungan atau kerugian
perubahan asumsi aktuaria
Biaya bunga (interest cost)
Kenaikan nilai kini
kewajiban imbalan
pasti
Perubahan nilai kini
kewajiban imbalan pasti
sebagai akibat
amendemen program
dan pembatalan,
kurtailmen.
PENERAPAN PSAK 24
87. Jika Efek UU Cipta Kerja Mengurangi Kewajiban:
PSAK 24.106,
“Biaya jasa lalu dapat bernilai positif (ketika imbalan dimulai atau diubah sehingga nilai kini
kewajiban imbalan pasti meningkat) atau negatif (ketika imbalan yang ada ditarik atau diubah
sehingga nilai kini kewajiban imbalan pasti menurun).”
PSAK 24.107,
“Jika entitas mengurangi imbalan terutang tertentu pada program imbalan pasti dan, pada saat
yang sama, meningkatkan imbalan terutang lain pada program untuk pekerja yang sama, maka
entitas memperlakukan perubahan tersebut sebagai suatu perubahan neto.”
PENERAPAN PSAK 24
88. PSAK 24.71,
“Metode Projected Unit Credit mensyaratkan entitas untuk mengatribusikan imbalan pada
periode kini (untuk menentukan biaya jasa kini) dan dan periode lalu (untuk menentukan
nilai kini kewajiban imbalan pasti).………...”
PSAK 24.129,
“Keuntungan dan kerugian aktuarial tidak mencakup perubahan nilai kini kewajiban
imbalan pasti karena pemberlakuan awal, amendemen, kurtailmen, atau penyelesaian
program imbalan pasti, atau perubahan imbalan terutang berdasarkan program imbalan
pasti. Perubahan tersebut mengakibatkan biaya jasa lalu atau keuntungan atau kerugian
atas penyelesaian.”
PENERAPAN PSAK 24
89. Kasus I:
Pada tahun pelaporan 31 Desember 2019 Tuan A bekerja pada PT X dengan upah sebesar Rp 14.000.000 per bulan sebagai
manajer pemasaran. Umur pada 31 Desember 2019 adalah 50 tahun dan mulai bekerja pada umur 22 tahun dan akan pensiun
pada umur 55. Imbalan pasca kerja ditetapkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
dengan elemen Pesangon, Penghargaan Masa Kerja dan Uang Penggantian Hak. Tingkat kenaikan upah diasumsikan 8% per
tahun dan tingkat diskonto adalah 10% per tahun, berapakah imbalan pasca kerja yang akan dibayar oleh perusahaan dan
berapakah kewajiban yang diakui untuk tahun-tahun yang lalu? Buatlah jurnal pencatatan pada tahun 2019!
Jawab:
Upah pada saat pensiun = Rp 14.000.000 x (1+0,08)(55-50)
= Rp 14.000.000 x (1,4693)
= Rp 20.570.200
(a) 2 x pesangon = 2 x Rp 20.570.200 x 9 = Rp 370.263.600
(b) Penghargaan masa kerja = 10 x Rp 20.570.200 = Rp 205.702.000
(c) Uang pengantian hak = 15 % x ((a) + (b)) = Rp 86.394.840
(d) IPK pada masa yang akan datang = (a) + (b) + (c) = Rp662.360.440
PENERAPAN PSAK 24
90. Kasus I: (lanjutan)
Berdasarkan metode Projected Unit Credit, maka satuan unit manfaat dan biaya jasa kini terlebih dahulu dihitung:
(e) Satuan unit manfaat adalah,
(d)/total masa kerja = Rp 662.360.440/(55thn-22thn)
= Rp 20.071.528
(f) Biaya jasa kini = SUM x PV x P
= Rp 20.071.528 x 0.6209 x 0.8402*
= Rp 10.470.918
(g) Saldo awal kewajiban = (f) x (49 – 22)
= Rp 282.714.786
(h) Biaya bunga = 10% x ((f)+(g)) = Rp 29.318.570
*angka peluang karyawan tetap bekerja pada perusahaan, diperoleh dari tabel aktuaria atau pengalaman tahun-tahun sebelumnya
Keterangan:
SUM : Satuan Unit Manfaat
PV : Present Value
P : Peluang
PENERAPAN PSAK 24
91. Kasus I: (lanjutan)
Dari perhitungan diatas diperoleh data sebagai berikut:
Nilai kini kewajiban imbalan pasca
kerja per 1 Januari 2019 Rp 282.714.786
Biaya jasa kini 10.470.918
Biaya bunga 29.318.570
Nilai kini kewajiban imbalan pasca
kerja per 31 Desember 2019 Rp 322.504.274
(Jurnal pencatatan-1)
(Dr)Laba ditahan 282.714.786
(Cr)Kewajiban imbalan pasca kerja 282.714.786
Mencatat beban imbalan pasca kerja yang harus diakui untuk tahun-tahun sebelumnya (g)
(Jurnal pencatatan-2)
(Dr)Beban imbalan pasca kerja 39.789.488
(Cr)Kewajiban imbalan pasca kerja 39.789.488
Mencatat beban imbalan pasca kerja yang harus diakui untuk tahun yang berjalan ((f.)+(h.)).
PENERAPAN PSAK 24
92. Kasus I: (lanjutan)
(Alternatif Jurnal pencatatan-2)
(Dr)Beban imbalan pasca kerja 10.470.918
(Dr)Beban bunga 29.318.570
(Cr)Kewajiban imbalan pasca kerja 39.789.488
Mencatat beban imbalan pasca kerja yang harus diakui untuk tahun yang berjalan ((f.)+(h.)).
PENERAPAN PSAK 24
93. Kasus II:
Pada kasus I di atas, per 31 Desember 2020, upah Tuan A mengalami kenaikan menjadi Rp 15.000.000 per bulan. Tingkat diskonto
adalah 5% per tahun dan tingkat kenaikan upah adalah 5% per tahun, sehingga perhitungan imbalan pasca kerja adalah sebagai
berikut:
Jawab:
Upah pada saat pensiun = Rp 15.000.000 x (1+0,05)(55-51)
= Rp 15.000.000 x (1,2155)
= Rp 18.232.594
(a) 2 x pesangon = 2 x Rp 18.232.594 x 9 = Rp 328.186.688
(b) Penghargaan masa kerja = 10 x Rp 18.232.594 = Rp 182.325.940
(c) Uang pengantian hak = 15 % x ((a) + (b)) = Rp 76.576.894
(d) IPK pada masa yang akan datang = (a) + (b) + (c) = Rp 587.089.522
PENERAPAN PSAK 24
94. Kasus II: (lanjutan)
Berdasarkan metode projected unit credit, maka satuan unit manfaat dan biaya jasa kini adalah sebagai berikut:
(e) Satuan unit manfaat adalah,
(d)/total masa kerja = Rp 587.089.522/(55thn-22thn)
= Rp 17.790.592
(f) Biaya jasa kini = SUM x PV x P
= Rp 17.790.592 x 0,8227 x 0.8402*
= Rp 12.297.473
(g) Saldo awal kewajiban = (f) x (50 – 22)
= Rp 344.329.238
(h) Biaya bunga = 5% x ((f)+(g)) = Rp 17.831.336
*angka peluang karyawan tetap bekerja pada perusahaan, diperoleh dari tabel aktuaria atau pengalaman tahun-tahun sebelumnya
Keterangan:
SUM : Satuan Unit Manfaat
PV : Present Value
P : Peluang
PENERAPAN PSAK 24
95. Kasus II: (lanjutan)
Pada akhir tahun 2020, Pemerintah RI menerapkan UU Cipta Kerja dan PP 35/2021. Berdasarkan undang-undang tersebut,
elemen imbalan pasca kerja yaitu komponen signifikan uang penggantian hak dihapus dan besaran pesangon yang diberikan
berubah dari 2P menjadi 1,75P. Sehingga perhitungan imbalan pasca kerja adalah sebagai berikut:
Jawab:
Upah pada saat pensiun = Rp 15.000.000 x (1+0,05)(55-51)
= Rp 15.000.000 x (1,2155)
= Rp 18.232.594
(a) 1,75 x pesangon = 1,75 x Rp 18.232.594 x 9 = Rp 287.163.356
(b) Penghargaan masa kerja = 10 x Rp 18.232.594 = Rp 182.325.940
(c) Uang pengantian hak = Rp 0
(d) IPK pada masa yang akan datang = (a) + (b) + (c) = Rp 469.489.296
PENERAPAN PSAK 24
96. Kasus II: (lanjutan)
Berdasarkan metode projected unit credit, maka satuan unit manfaat dan biaya jasa kini adalah sebagai berikut:
(e) Satuan unit manfaat adalah,
(d)/total masa kerja = Rp 469.489.296/(55thn-22thn)
= Rp 14.226.948
(f) Biaya jasa kini = SUM x PV x P
= Rp 14.226.948 x 0,8227 x 0,8402*
= Rp 9.834.130
(g) Saldo awal kewajiban = (f) x (50 – 22)
= Rp 275.355.630
(h) Biaya bunga = 5% x ((f)+(g)) = Rp 14.259.488
*angka peluang karyawan tetap bekerja pada perusahaan, diperoleh dari tabel aktuaria atau pengalaman tahun-tahun sebelumnya
Keterangan:
SUM : Satuan Unit Manfaat
PV : Present Value
P : Peluang
PENERAPAN PSAK 24
97. Kasus II: (lanjutan)
Perbandingan untuk tahun yang berakhir per 31 Desember 2020 adalah sebagai berikut:
Penjelasan Sebelum UU Cipta
Kerja
Biaya Jasa Lalu
(Laba atas Amendemen
Program)
Setelah UU Cipta
Kerja
Saldo awal kewajiban menggunakan
asumsi-asumsi baru (g)
344.329.238 (68.973.608) 275.355.630
Biaya jasa kini (f) 12.297.473 9.834.130
Biaya bunga (h) 17.831.336 14.259.488
Jumlah 374.458.047 299.449.248
Saldo awal kewajiban (asumsi lama)……… Rp 322.504.274
Saldo awal kewajiban (asumsi baru)……… Rp 344.329.238
Rugi aktuaria Rp 21.824.964
Saldo awal kewajiban sebelum UU Cipta Kerja.Rp 344.329.238
Saldo awal kewajiban setelah UU Cipta Kerja…Rp 275.355.630
Laba atas amendemen program Rp 68.973.608
PENERAPAN PSAK 24
98. Kasus II: (lanjutan)
(Jurnal pencatatan-1)
(Dr)Beban imbalan pasca kerja 24.093.618
(Cr)Kewajiban imbalan pasca kerja 24.093.618
Mencatat beban imbalan pasca kerja yang harus diakui untuk tahun yang berjalan ((f.)+(h.)).
(Jurnal pencatatan-2)
(Dr)Pendapatan komprehensif lainnya-rugi
akuaria 21.824.964
(Cr)Kewajiban imbalan pasca kerja 21.824.964
Mencatat rugi aktuaria yang berasal dari perubahan asumsi aktuaria.
(Jurnal pencatatan-3)
(Dr)Kewajiban imbalan pasca kerja 68.973.608
(Cr)Laba atas amendemen
program-UU Cipta Kerja 68.973.608
Mencatat laba atas amandemen program akibat pemberlakuan UU Cipta Kerja.
PENERAPAN PSAK 24
99. PSAK 8, “PERISTIWA
SETELAH PERIODE
PELAPORAN”
PSAK 8.03:
“…….Peristiwa setelah periode pelaporan adalah peristiwa yang terjadi
antara akhir periode pelaporan dan tanggal laporan keuangan diotorisasi
untuk terbit, baik peristiwa yang menguntungkan maupun yang tidak.
Peristiwa-peristiwa tersebut dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
a) peristiwa yang memberikan bukti atas adanya kondisi pada akhir periode
pelaporan (peristiwa penyesuai setelah periode pelaporan); dan
b) peristiwa yang mengindikasikan timbulnya kondisi setelah periode
pelaporan (peristiwa nonpenyesuai setelah periode pelaporan)”.
PENERAPAN PSAK 8
100. Pasal 87 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan:
Peraturan Perundang-undangan mulai berlaku dan mempunyai kekuatan mengikat pada tanggal
diundangkan, kecuali ditentukan lain di dalam Peraturan Perundang-undangan yang bersangkutan.
Pasal 185 UU Cipta Kerja:
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:
a. Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini wajib ditetapkan paling lama 3 (tiga) bulan; dan
b. Semua peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang yang telah diubah oleh Undang-Undang ini
dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini dan wajib
disesuaikan paling lama 3 (tiga) bulan.
PENERAPAN PSAK 8
101. Pasal 66 PP 35/2021:
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. (2 Februari 2021).
Pasal 64 PP 35/2021:
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku:
a. uang kompensasi untuk PKWT yang jangka waktunya belum berakhir diberikan sesuai dengan
ketentuan daiam Peraturan Pemerintah ini; dan
b. besaran uang kompensasi sebagaimana dimaksud pada huruf a dihitung berdasarkan masa
kerja Pekerja/Buruh yang perhitungannya dimulai sejak tanggal diundangkan Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2O2O tentang Cipta Kerja.
Pasal 186 UU Cipta Kerja:
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. (2 November 2020).
PENERAPAN PSAK 8
102. 2 Nov 2020
UU CIPTA KERJA
DIBERLAKUKAN
2 Feb 2021
PP 35/2021 DIBERLAKUKAN
25 Januari 2021
LAPORAN KEUANGAN
DIOTORISASI
PERIODE PELAPORAN
KEUANGAN BERAKHIR
31 Des 2020
TERBITNYA PP 35/2021 SEBAGAI PERISTIWA
SETELAH PERIODE PELAPORAN BERSIFAT
NONPENYESUAI
(NON ADJUSTING EVENT)
PENERAPAN PSAK 8
103. 2 Nov 2020
UU CIPTA KERJA
DIBERLAKUKAN
2 Feb 2021
PP 35/2021 DIBERLAKUKAN
30 Mar
2021
LAPORAN KEUANGAN
DIOTORISASI
PERIODE PELAPORAN
KEUANGAN BERAKHIR
31 Des 2020
TERBITYA PP 35/2021 SEBAGAI PERISTIWA SETELAH PERIODE
PELAPORAN BERSIFAT PENYESUAI
(ADJUSTING EVENT)
PENERAPAN PSAK 8
104. 1. Apakah pemberlakuan UU Cipta Kerja dan PP
35/2021 merupakan peristiwa penyesuai atau
nonpenyesuai?
2. Apakah pencatatan perubahan besaran
imbalan pasca kerja yang diakibatkan
pemberlakuan UU Cipta Kerja dan PP 35/2021
menunggu amandemen PKB?
PENERAPAN PSAK 8
106. Pasal 52 ayat 1 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan):
Perjanjian kerja dibuat atas dasar:
a. Kesepakatan kedua belah pihak,
b. Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum,
c. Adanya pekerjaan yang diperjanjikan, dan
d. Pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) huruf a dan b dapat dibatalkan.
Perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) huruf c dan d batal demi hukum.
Pasal 52 ayat 2-3 UU Ketenagakerjaan:
PENERAPAN PSAK 8
107. PSAK 57, “PROVISI,
LIABILITAS KONTIJENSI DAN
ASET KONTIJENSI”
PSAK 57.48:
“PERISTIWA MASA DEPAN YANG DAPAT MEMPENGARUHI
JUMLAH YANG DAPAT DIPERLUKAN UNTUK MENYESUAIKAN
KEWAJIBAN TERCERMIN DALAM PROVISI JIKA ADA BUKTI
OBJEKTIF BAHWA PERISTIWA ITU AKAN TERJADI”.
PSAK 57.49:
“DALAM MENENTUKAN JUMLAH PROVISI, ENTITAS PERLU
MEMPERTIMBANGKAN PERISTIWA MASA DEPAN YANG
DIPERKIRAKAN AKAN TERJADI……”.
PENERAPAN PSAK 8
108. PSAK 57, “PROVISI, LIABILITAS
KONTIJENSI DAN ASET
KONTIJENSI”
PSAK 57.50:
“Dalam mengukur kewajiban yang ada, dipertimbangkan dampak
peraturan perundang-undangan yang ada yang kemungkinan akan
diberlakukan, khususnya jika terdapat bukti objektif yang memadai
bahwa peraturan perundang-undangan itu pasti akan diberlakukan.
Dalam kenyataannya, sering kali sangat sulit bagi entitas untuk
menentukan apakah suatu peristiwa akan menghasilkan bukti
objektif yang memadai. Bukti tersebut harus secara jelas
menunjukkan hal-hal yang diatur dalam suatu peraturan dan
menimbulkan kepastian bahwa peraturan itu akan diundang-
undangkan dalam lembaran Negara pada waktunya………….”.
PENERAPAN PSAK 8
109. PSAK 57.48:
“Peristiwa masa depan yang dapat mempengaruhi jumlah
yang dapat diperlukan untuk menyesuaikan kewajiban
tercermin dalam provisi jika ada bukti objektif bahwa peristiwa
itu akan terjadi”.
PSAK 57, “PROVISI,
LIABILITAS KONTIJENSI DAN
ASET KONTIJENSI”
PENERAPAN PSAK 8
110. PSAK 24.8,
“Biaya jasa terdiri atas:
a) biaya jasa kini, yaitu kenaikan nilai kini kewajiban imbalan pasti yang berasal dari jasa pekerja dalam
periode berjalan,
b) biaya jasa lalu, yaitu perubahan nilai kini kewajiban imbalan pasti atas jasa pekerja pada periode
sebelumnya, sebagai akibat amendemen program (pemberlakuan awal atau pembatalan, atau perubahan,
program imbalan pasti) atau kurtailmen (penurunan signifikan yang dilakukan oleh entitas dalam hal
jumlah pekerja yang ditanggung oleh program); dan
c) Keuntungan atau kerugian atas penyelesaian.”
PSAK 24.99,
“Sebelum menentukan biaya jasa lalu, atau keuntungan dan kerugian atas penyelesaian, entitas mengukur
kembali liabilitas (aset) imbalan pasti neto menggunakan nilai wajar kini dari aset program dan asumsi aktuarial
kini (termasuk suku bunga pasar dan harga pasar kini yang lain) yang mencerminkan imbalan yang ditawarkan
dalam program sebelum amendemen, kurtailmen atau penyelesaian program.”
PENERAPAN PSAK 8
111. 1. Pencadangan imbalan pasca kerja berupa uang kompensasi untuk karyawan dengan
PKWT (pasal 17 PP 36/2021),
2. Perubahan besaran liabilitas imbalan pasca kerja yang berasal dari penurunan besaran
pesangon dan uang penggantian hak (pasal 40 ayat 1-3 PP 35/2021),
3. Pencadangan insentif pada usaha tertentu (pasal 8 ayat 1-2 PP 36/2021),
DAMPAK AKUNTANSI PENERAPAN PP 35/2021
112. 4. Penurunan liabilitas imbalan pasca kerja untuk entitas usaha mikro dan usaha kecil (pasal
59 PP 35/2021),
5. Penurunan liabilitas imbalan kerja jangka panjang lainnya terkait cuti istirahat panjang
(pasal 79 ayat 2 butir d UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan).
6. Potensi pencadangan tambahan apabila manfaat pensiun yang diterima lebih kecil dari
Pesangon, Penghargaan Masa Kerja dan Uang Penggantian Hak (pasal 58 ayat 1-3 PP
35/2021).
DAMPAK AKUNTANSI PENERAPAN PP 35/2021
113. DAMPAK PERPAJAKAN PENERAPAN PP 35/2021
PSAK 46, “Pajak Penghasilan” par.5:
“Aset pajak tangguhan adalah jumlah pajak penghasilan yang dapat dipulihkan pada periode masa
depan sebagai akibat adanya:
a) perbedaan temporer dapat dikurangkan;
b) akumulasi rugi pajak belum dikompensasi; dan
c) akumulasi kredit pajak belum dimanfaatkan, dalam hal peraturan perpajakan mengizinkan”
“Liabilitas pajak tangguhan adalah jumlah pajak penghasilan terutang pada periode masa depan
sebagai akibat adanya perbedaan temporer kena pajak”
115. Komersial Fiskal
Laba sebelum koreksi 1,000 1,000
Beda temporer:
Imbalan pasca kerja 100
Piutang ragu-ragu 120
Laba sebelum pajak 1,000 1,220
Beban pajak (tarif pajak 25%) (250) (305)
Dr. Beban pajak kini 305
Cr. Hutang pajak kini 305
Cr. Aset pajak tangguhan 55
Cr. Manfaat pajak tangguhan 55
Beban pajak yang dicatat
pada laporan keuangan
DAMPAK PERPAJAKAN PENERAPAN PP 35/2021
116. Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2009 tentang Tarif Pajak Penghasilan
Pasal 21 atas Penghasilan Berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan
Hari Tua, dan Jaminan Hari Tua yang Dibayarkan Sekaligus (PP 68/2009):
Tarif Lapisan Penghasilan
0% 0 - Rp 50.000.000
5% Rp 50.000.000 - Rp 100.000.000
15% Rp 100.000.000 – Rp 500.000.000
25% di atas Rp 500.000.000
DAMPAK PERPAJAKAN PENERAPAN PP 35/2021
117. Kasus III:
Tuan A bekerja pada PT X dengan upah sebesar Rp 20.000.000 per bulan sebagai manajer pemasaran. Tuan A
mulai bekerja pada umur 22 tahun dan pensiun pada umur 55.
1. Berapakah besarnya Pesangon, Penghargaan Masa Kerja dan Uang Penggantian Hak yang harus dibayar PT
X kepada Tuan A?
2. Berapakah PPh Pasal 21 yang dipotong?
Jawab:
1. Upah pada saat pensiun = Rp 20.00.000
(a) 1,75 x pesangon = 1,75 x Rp 20.000.000 x 9 = Rp 315.000.000
(b) Penghargaan masa kerja = 10 x Rp 20.000.000 = Rp 200.000.000
(c) Uang pengantian hak = 0
(d) IPK = (a) + (b) + (c) = Rp 515.000.000
DAMPAK PERPAJAKAN PENERAPAN PP 35/2021
118. Kasus III: (lanjutan)
Jawab:
2. Besaran pajak penghasilan pasal 21:
0% x Rp 50.000.000 = Rp 0
5% x Rp 50.000.000 = Rp 2.500.000
15% x Rp 400.000.000 = Rp 60.000.000
25% x Rp 15.000.000 = Rp. 3.750.000
Jumlah PPh pasal 21 = Rp 66.250.000
(Jurnal pencatatan-1)
(Dr)Beban imbalan pasca kerja 515.000.000
(Cr)Kas 448.750.000
(Cr)Hutang PPh pasal 21 66.250.000
DAMPAK PERPAJAKAN PENERAPAN PP 35/2021
119. Pasal 5 PP 68/2009:
“Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan berupa Uang Manfaat Pensiun,
Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua ditentukan sebagai berikut:
a. sebesar 0% (nol persen) atas penghasilan bruto sampai dengan Rp50.000.000,00
(lima puluh juta rupiah);
b. sebesar 5% (lima persen) atas penghasilan bruto di atas Rp50.000.000,00 (lima puluh
juta rupiah).”
DAMPAK PERPAJAKAN PENERAPAN PP 35/2021