1. BAB I
PENDAHULUAN
A. Pengertian Celempungan
Celempungan adalah grup musik yang merupakan bagian
perkembangan dari celempung. Celempung sendiri merupakan alat musik
yang terbuat dari hinis bambuyang memanfaatkan
gelombang resonansi yang ada dalam ruas batang bambu. Saat ini
celempung yang waditranya mempergunakan bambu masih
dipertahankan di Desa Narimbang Kecamatan Conggeang Kabupaten
Sumedang. Namun dalam celempungan, waditra celempungnya sudah
diganti oleh kayu yang dibentuk ruang segi delapan yang hinis bambunya
diganti dengan plat dari besi.
Alat pemukulnya terbuat dari bahan bambu atau kayu yang
ujungnya diberi kain atau benda tipis agar menghasilkan suara nyaring.
Cara memainkan alat musik ini ada dua cara, yaitu a) cara memukul;
kedua alur sembilu dipukul secara bergantian tergantung kepada ritme-
ritme serta suara yang diinginkan pemain musik,b) pengolahan suara;
Yaitu tangan kiri dijadikan untuk mengolah suara untuk mengatur besar
1
2. kecilnya udara yang keluar dari bungbung (badan) celempung. Jika
menghendaki suara tinggi lubang (baham) dibuka lebih besar, sedang
untuk suara rendah lubang ditutup rapat-rapat Suara celempung bisa
bermacam-macam tergantung kepada kepintaran si pemain musik.
Untuk saat ini alat musik ini sudah jarang dimainkan ,
dalam ensambel celempungan perannya sudah diganti dengan kendang
dan kulanter.
Selain waditra tersebut, dalam celempungan waditranya sudah
ditambah dengan kecapi dan biola. Jadi kata celempu-ngan adalah
kesenian celempung yang sudah ditambah dengan waditra lain. Katan
“ngan” menganalogikan adanya penambahan fungsi waditra dengan
maksud untuk membuat celempung lebih halus dan lebih bernada.
B. Sejarah Celempungan
Waditra celempung sendiri aslinya adalah alat yang tidak memliki
nada baku, karena bunyi celempung keluar ketika alatnya dipukul pada
pelat besinya, yang pada sebelum bunyi dihasilkan dengan cara
memeukul hinis bambu, yang mana nadanya keluar sesuai dengan
keinginan atau kepiawaian si penambuh waditra. Dalam
celempungan, waditra kacapi dan biola adalah penuntun nada, dimana
2
3. laras yang dipakai bisa jatuh padasalendro atau pelog, sedangkan dalam
celempung nada yang dihasilkan bisa fleksibel yang kondisinya tidak
dipatok oleh nada, bahkan celempung ini seringkali jatuh pada nada
dimana tidak di salendro ataupun di pelog, nada tersebut sementara ini
dinamakan nada timber, dia ada tapi belum terdeskripsikan dengan
jelas, tapi jika hal ini di teliti lebih lanjut dia akan bisa memiliki nada
yang mana alat yang dipakai bisa disesuaikan dengan keinginan si
penabuh, karena bunyi yang dihasilkan dalam celempung sangat
tergantung pada tipis tebalanya bambu yang dipakai.
sekian jenis kesenian bambu yang ada di Jawa Barat, salah satu
yang masih bertahan adalah seni celempungan. Kesenian ini memang
terasa asing di telinga masyarakat, terutama masyarakat masa kini.
Namun, kesenian ini mampu menunjukkan eksistensinya di tengah
masyarakat hingga kini.
3
4. BAB II
PEMBAHASAN
A. Bentuk Perkembangan Celempungan
Seni celempungan lebih terfokus paduan alat-alat musik
tradisional, seperti kendang, gong, kenong, suling, toleat, dan
sebagainya. Namun, celempungan yang diangkat kali ini adalah sebuah
alat musik yang terbuat dari bambu.
Menurut salah seorang pemain dan pencipta celempungan awi,
Kang Dadang atau Ki Utunz, celempungan ini terbuat dari bilah bambu
buluh atau awi gombong. “Pokoknya, awi yang bisa digunakan untuk
dibuat alat musik celempungan ini harus awi yang berbatang besar. Lain
dari itu, tidak bisa digunakan,” ungkap Ki Utunz yang ditemui di sela-
sela pementasan Bandung Blossom atau puncak HUT ke-198 Kota
Bandung di Jln. Merdeka Bandung, Sabtu (6/12).
Meski sudah lama memainkan dan membuat alat musik
celempungan, Ki Utun tidak tahu sejak kapan alat musik ini mulai
digunakan oleh masyarakat Sunda. Yang pasti, katanya, celempung
4
5. menggantikan suara gong. Hal ini berdasarkan suara yang dikeluarkan
dari alat musik ini, yakni “neng gung” (gong).
“Mungkin ketika itu gong yang sering digunakan dalam
celempungan rusak, sehingga diganti dengan alat yang terbuat dari
bambu,” katanya.
Bedanya, gong yang terbuat dari tembaga berbentuk bulat dan
ada bulat cembung di tengahnya. Sedangkan gong yang terbuat dari
bambu berbentuk panjang bulat dan ada beberapa senar bambu.
Panjangnya tidak lebih dari satu ruas bambu yang dibentuk dan diraut
sedemikian rupa dan diberi senar awi.
“Itulah kamonesan urang Sunda, bisa membuat goong (gong)
terbuat dari bambu. Namun hanya sebagian kecil urang Sunda yang bisa
membuat gong dari bambu,” paparnya.
B. Aspek / Pola Penyajian Pertunjukan
Cara penyajian kesenian celempungan hampir sama
dengan kiliningan dan degung. Waditra celempungan terbuat dari awi
gombong (bambu yang diameter tabungnya besar) yang disebut
celempung. Selain waditra celempung, dalam celempungan
diikutsertakan pula dua buah kecapi (kacapi indung dan kacapi
5
6. anak), rebab, tarawangsa atau kadang-kadang suling dan goong
buyung (gong duduk atau komodong). Lagu-lagunya pun seperti lagu-lagu
pada gamelan salendro/pelog dalam kiliningan atau degungBiasanya alat
musik celempungan dimainkan dengan alat musik bambu lainnya, seperti
karinding dan toleat, yang ternyata mampu menarik perhatian
masyarakat. Selain suara musiknya yang terbilang aneh, alat musiknya
pun sangat langka. Terlebih celempungan buatan Ki Utunz jumlahnya
lebih dari satu, sekitar delapan. Sehingga, bunyinya pun sangat menarik
dan mempunyai nada yang berbeda.
Sedangkan alat musik karinding yang biasa dimainkan para petani
di saung untuk mengusir hama burung manakala bulir padi sudah
menguning. Penampilan musik karinding diiringi alat musik celempungan
yang juga merupakan buluh bambu yang dipukul dengan alat pukul yang
terbuat dari karet, cukup mencuri perhatian, karena dianggap aneh dan
menarik.
Musik tradisional yang terbuat dari buluh-buluh bambu
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan kehidupan
masyarakat di Jabar (suku Sunda). Sebagai indungna seni, musik
6
7. angklung mewarnai riak kehidupan manusia, terutama di lingkungan
pedesaan.
Sejak bayi dalam kandungan hingga dilahirkan dan dibesarkan
dan berumah tangga, musik angklung selalu mengiringi lewat upacara
adat maupun kaulinan dan hiburan urang lembur.
Kekayaan alat musik tradisi dari bambu, seperti angklung, calung,
suling, toleat, celempung, karinding, awi sada, bangkong reang, dan
lainnya, yang jumlahnya mencapai 114 jenis, tidak hanya turut
memperkaya khazanah musik Tanah Air, tapi juga turut menjadi bagian
kekayaan musik etnik dunia.
C. Kandungan Nilai Musical
Adapun lagu-lagunya adalah seperti Galuh dan Maung Lugay,
juga Kidung Rahayu. Dilihat dari perkembangan nada yang dipakai bisa
di pastikan celempungan lahir sesudah musik celempung ada, hanya
tepat masanya sampai hari ini belum bisa ditentukan kapan celempung
lahir begitu juga celempungan, karena dalam sejarah seni pertunjukan
belum ada sumber lisan ataupun tulisan yang merujuk hal ini. Maka kami
rekomendasikan hal ini untuk bisa diteliti lebih lanjut oleh para ahli
seni yang juga konsen terhadap seni pertunjukan, karena walau
7
8. bagaimana pun celempung dan celempungan pada sekarang walaupun
pelaku dan penikmatnya masih terbatas, bahkan seniman celempung
sudah hampir punah, maka hal ini sudah selayaknya untuk bisa lebih
diperhatikan lagi.
Dan untuk pemerintah dukungan moril mapun materil terhadap
perkembangan seni ini, seyogyanya juga bisa lebih besar lagi, karena
hampir bisa di pastikan kalau seni ini adalah warisan tak ternilai dari
para karuhun Sunda dimasa lampau dengan budayanya yang bersifat
agraris, mereka sudah mampu untuk mengembangkan estetika bunyi
yang dihasilkan oleh ruas batang bambu yang merupakan salahsatu cirri
seni agraris. Dalam celempungan estetikanya semakin kentara karena
inovasi penggabungan waditra kacapi dan biola yang nada-nadanya
sudah terbentuk sempurna dalam dawai yang mengalun syahdu.
Namun sangat disayangkan, alat musik bambu tersebut baru kita
rasakan sebagai milik kita setelah ada pengakuan dari negara lain.
Selama ini seakan tidak ada daya upaya untuk turut serta melestarikan
dan mengembangkannya agar negara lain tahu kalau musik bambu
tersebut merupakan milik kita (Indonesia).
8
9. D. Popularitas Eksistensi Kesenian Celempungan
Dalam perkembangannya saat ini, keberadaan alat musik bambu
kurang menarik minat anak muda. Hal itu lebih banyak disebabkan
kurangnya kesempatan bagi seniman dalam berkreasi dan menampilkan
kemampuannya. Bahkan, saat ini tidak hanya alat-alat musik serta
kesenian dari bambu yang kurang diminati, tetapi juga para perajin
bambu.
Celempungan adalah musik tradisional Jawa Barat yang terdapat
di Kabupaten Tasikmalaya dan Kabupaten Purwakarta. Celempungan
dapat disaksikan dalam acara-acara hajatan seperti pernikahan,
khitanan atau pesta kenegaraan serta upacara-upacara lainnya yang
dianggap penting.
Istilah celempung merupakan tiruan dari suara percikan air yang
dimainkan oleh para gadis desa ketika mereka mandi di sungai.
Mereka biasanya memukul-mukulkan tangannya ke permukaan air sungai
sehingga menimbulkan bunyi clem pung, clem pung bersahut-sahutan.
Mereka melakukan ini ketika mandi sambil bersenda-gurau bahkan
9
10. sambil diselingi nyanyian. Orang desa menyebut perbuatan memukul-
mukul permukaan air ini sebagaiicikibung.
Tabung awi gombong atau kayu jenis tertentu yang berdiameter
20 cm dan panjang 40 cm tersebut ujung bagian atasnya
(beungeut atau mukanya) dibentangi dua buah dawai (senar) yang
terbuat dari rotan atau sejenisnya. Kedua dawai tersebut dihubungkan
dengan sumbi yaitu sepotong kayu yang berukuran 1 x 3 x 5 cm yang
ditempatkan pada nawa (lubang pada muka celempung). Bagian pinggir
salah satu dinding tabung celempung tersebut diberi lubang untuk
pengatur dan pengolah suara. Mengatur dan mengolah suara ini
dilakukan oleh tangan kiri karena tangan kanan memegang pemukul.
Sebagai penegang atau pengencang dawai, di ujung tabung
tersebut diletakkan tumpangsari atau inang yang merupakan pengatur
nada. Celempung ini berfungsi sebagai kendang pada kesenian
celempungan seperti halnya fungsi kendang pada kiliningan atau degung
kawih.
Cirikhas kesenian Sumedang yaitu Celempungan adalah grup
musik yang merupakan bagian perkembangan dari celempung. Celempung
10
11. sendiri merupakan alat musik yang terbuat dari hinis bambu yang
memanfaatkan gelombang resonansi yang ada dalam ruas batang bambu.
Saat ini celempung yang waditranya mempergunakan bambu masih
dipertahankan di Desa Narimbang Kecamatan Conggeang Kabupaten
Sumedang. Namun dalam celempungan, waditra celempung-nya sudah
diganti oleh kayu yang dibentuk ruang segi delapan yang hinis bambunya
diganti dengan plat dari besi.
istilah celempung merupakan tiruan dari suara percikan air yang
dimainkan oleh para gadis desa ketika mereka mandi di sungai.
Mereka biasanya memukul-mukulkan tangannya ke permukaan air sungai
sehingga menimbulkan bunyi clem pung, clem pung bersahut-sahutan.
Mereka melakukan ini ketika mandi sambil bersenda-gurau bahkan
sambil diselingi nyanyian. Orang desa menyebut perbuatan memukul-
mukul permukaan air ini sebagai icikibung.
E. Analisis Musicalitas
Selain waditra tersebut, dalam celempungan waditranya sudah
ditambah dengan kecapi dan biola. Jadi kata celempu-ngan adalah
kesenian celempung yang sudah ditambah dengan waditra lain. Kata
11
12. “ngan” menganalogikan adanya penambahan fungsi waditradengan
maksud untuk membuat celempung lebih halus dan lebih bernada.
Waditra celempung sendiri aslinya adalah alat yang tidak memliki nada
baku, karena bunyi celempung keluar ketika alatnya dipukul pada pelat
besinya, yang pada sebelum bunyi dihasilkan dengan cara memukul hinis
bambu, yang mana nadanya keluar sesuai dengan keinginan atau
kepiawaian si penambuh waditra. Dalam celempungan, waditra kacapi
dan biola adalah penuntun nada, dimana laras yang dipakai bisa jatuh
pada salendro atau pelog, sedangkan dalam celempung nada yang
dihasilkan bisa fleksibel yang kondisinya tidak dipatok oleh nada,
bahkan celempung ini seringkali jatuh pada nada dimana tidak di
salendro ataupun di pelog, nada tersebut sementara ini dinamakan nada
timber, dia ada tapi belum terdeskripsikan dengan jelas, tapi jika hal
ini di teliti lebih lanjut dia akan bisa memiliki nada yang mana alat yang
dipakai bisa disesuaikan dengan keinginan si penabuh, karena bunyi yang
dihasilkan dalam celempung sangat tergantung pada tipis tebalanya
bambu yang dipakai.
12
13. BAB III
PENUTUP
Adapun lagu-lagunya adalah seperti Galuh dan Maung Lugay,
juga Kidung Rahayu. Dilihat dari perkembangan nada yang dipakai bisa
di pastikan celempungan lahir sesudah musik celempung ada, hanya
tepat masanya sampai hari ini belum bisa ditentukan kapan celempung
lahir begitu juga celempungan, karena dalam sejarah seni pertunjukan
belum ada sumber lisan ataupun tulisan yang merujuk hal ini.
Maka kami rekomendasikan hal ini untuk bisa diteliti lebih lanjut
oleh para ahli seni yang juga konsen terhadap seni pertunjukan, karena
walau bagaimana pun celempung dancelempungan pada sekarang
walaupun pelaku dan penikmatnya masih terbatas, bahkan seniman
celempung sudah hampir punah, maka hal ini sudah selayaknya untuk
bisa lebih diperhatikan lagi. Dan untuk pemerintah dukungan moril
mapun materil terhadap perkembangan seni ini, seyogyanya juga bisa
13
14. lebih besar lagi, karena hampir bisa di pastikan kalau seni ini adalah
warisan tak ternilai dari para karuhun Sunda dimasa lampau dengan
budayanya yang bersifat agraris, mereka sudah mampu untuk
mengembangkan estetika bunyi yang dihasilkan oleh ruas batang bambu
yang merupakan salahsatu cirri seni agraris.
Dalam celempungan estetikanya semakin kentara karena inovasi
penggabungan waditra kacapi dan biola yang nada-nadanya sudah
terbentuk sempurna dalam dawai yang mengalun syahdu.
14