1. Percobaan ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh bentuk kimia dan bahan tambahan terhadap kecepatan disolusi beberapa zat aktif obat, yaitu teofilin anhidrat, teofilin monohidrat, kloramfenikol, dan kloramfenikol metanol.
2. Metode yang digunakan adalah metode dayung dengan mengukur absorbansi larutan obat setiap 5 menit selama 30 menit untuk menentukan laju disolusinya.
Materi pertemuan ke-2 Mata Kuliah TFS Steril. Menjelaskan tentang macam-macam sediaan steril. Semoga materi ini bermanfaat.
S1 Farmasi Universitas Malahayati Bandar Lampung
Laporan praktikum kimia ini membahas proses pembuatan manisan jambu melalui osmosis. Proses osmosis terjadi ketika buah jambu direndam dalam larutan gula, dimana molekul air berpindah dari buah ke larutan gula yang lebih pekat. Hasilnya, buah jambu akan menyerap rasa manis dari larutan gula dan menjadi manisan.
Laporan praktikum ini membahas tentang formulasi dan pembuatan larutan obat batuk asma yang mengandung salbutamol sulfat dan ambroksol HCl. Dokumen ini menjelaskan teori umum tentang larutan, komposisi larutan, dan faktor yang mempengaruhi kelarutan. Praktikum ini bertujuan untuk memahami cara formulasi dan pembuatan larutan obat batuk asma.
1. Percobaan ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh bentuk kimia dan bahan tambahan terhadap kecepatan disolusi beberapa zat aktif obat, yaitu teofilin anhidrat, teofilin monohidrat, kloramfenikol, dan kloramfenikol metanol.
2. Metode yang digunakan adalah metode dayung dengan mengukur absorbansi larutan obat setiap 5 menit selama 30 menit untuk menentukan laju disolusinya.
Materi pertemuan ke-2 Mata Kuliah TFS Steril. Menjelaskan tentang macam-macam sediaan steril. Semoga materi ini bermanfaat.
S1 Farmasi Universitas Malahayati Bandar Lampung
Laporan praktikum kimia ini membahas proses pembuatan manisan jambu melalui osmosis. Proses osmosis terjadi ketika buah jambu direndam dalam larutan gula, dimana molekul air berpindah dari buah ke larutan gula yang lebih pekat. Hasilnya, buah jambu akan menyerap rasa manis dari larutan gula dan menjadi manisan.
Laporan praktikum ini membahas tentang formulasi dan pembuatan larutan obat batuk asma yang mengandung salbutamol sulfat dan ambroksol HCl. Dokumen ini menjelaskan teori umum tentang larutan, komposisi larutan, dan faktor yang mempengaruhi kelarutan. Praktikum ini bertujuan untuk memahami cara formulasi dan pembuatan larutan obat batuk asma.
Dokumen tersebut membahas percobaan untuk menentukan koefisien partisi beberapa zat kimia seperti asam salisilat, codein HCl, dan asetosal dalam sistem pelarut air dan minyak kelapa. Prosedur percobaan meliputi penimbangan sampel, pelarutan dalam air suling, pemisahan menggunakan corong pisah, dan titrasi larutan hasil dengan NaOH untuk menghitung nilai koefisien partisinya.
Laporan praktikum membuat larutan NaCl dan mengencerkan larutan air teh. Tujuannya adalah untuk membuat larutan dengan kemolaran tertentu dan mengubah konsentrasi larutan air teh dari pekat menjadi rendah. Hasilnya, larutan NaCl dapat dibuat dengan melarutkan NaCl padat menjadi cair dan larutan air teh dapat diubah konsentrasinya dengan pengenceran.
Laporan praktikum membuat larutan NaCl dan mengencerkan larutan air teh. Tujuannya adalah untuk membuat larutan dengan kemolaran tertentu dan mengubah konsentrasi larutan air teh dari pekat menjadi rendah. Hasilnya, larutan NaCl dapat dibuat dengan melarutkan NaCl padat menjadi cair dan larutan air teh dapat diubah konsentrasinya menjadi rendah dengan pengenceran.
Dokumen tersebut membahas tentang pemilihan pemberian obat secara oral dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Jenis-jenis sediaan oral yang dibahas meliputi tablet, kapsul, kaplet, cairan, dan pil. Faktor fisiologi seperti usia, pH lambung, dan flora usus mempengaruhi penyerapan obat secara oral. Bentuk dan formulasi sediaan seperti larutan, suspensi, atau emulsi juga berpengaruh pada
Teks tersebut membahas tentang maserasi, yaitu cara penyarian sederhana dengan merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Metode ini digunakan untuk zat aktif yang mudah larut dan tidak mengandung bahan seperti benzoin. Cairan penyari yang umum digunakan adalah air, etanol, dan campuran air-etanol.
Mula Kerja, Puncak Efek dan Lama Kerja Obat Analgetik pada Pemberian Per Oral...Novi Fachrunnisa
Dokumen tersebut merangkum hasil penelitian tentang perbandingan mula kerja, puncak efek, dan lama kerja obat analgetik antalgin dan xylomidon pada pemberian peroral dan intraperitoneal pada tikus. Parameter yang diukur meliputi respon nyeri tikus terhadap rangsangan tekanan, serta waktu tercapainya efek analgetik maksimal."
Review Materi Transpor materi dan energiemahalas123
Dokumen tersebut membahas tentang transportasi materi dan energi pada organisme melalui proses difusi, osmosis, plasmolisis, deplamolisis, krenasi dan hemolisis. Proses-proses tersebut dijelaskan beserta alat, bahan, dan prosedur percobaan menggunakan berbagai bahan seperti mentimun, kentang, daun rhoe discolor, dan sel darah merah.
Dokumen tersebut membahas tentang ekstraksi cair-cair daun pandan untuk menentukan nilai koefisien distribusi. Metode ekstraksi cair-cair digunakan untuk memisahkan komponen dari ekstrak daun pandan menggunakan kloroform sebagai pelarut organik. Nilai koefisien distribusi kemudian dihitung untuk sistem organik/air.
Proses yang dialami obat (ADME) mencakup absorbsi, distribusi, metabolisme, dan eliminasi obat dalam tubuh. Proses ini menentukan besarnya efek dan lamanya kerja obat, yang dipengaruhi oleh cara pemberian obat, sifat kimia obat, dan karakteristik organ tubuh.
BAB I memberikan latar belakang bahwa viskositas dan rheologi mempengaruhi sifat fisika senyawa obat. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengertian dan faktor yang mempengaruhi viskositas, serta menentukan viskositas suatu cairan menggunakan viskometer ostwald.
Dokumen tersebut membahas percobaan untuk menentukan koefisien partisi beberapa zat kimia seperti asam salisilat, codein HCl, dan asetosal dalam sistem pelarut air dan minyak kelapa. Prosedur percobaan meliputi penimbangan sampel, pelarutan dalam air suling, pemisahan menggunakan corong pisah, dan titrasi larutan hasil dengan NaOH untuk menghitung nilai koefisien partisinya.
Laporan praktikum membuat larutan NaCl dan mengencerkan larutan air teh. Tujuannya adalah untuk membuat larutan dengan kemolaran tertentu dan mengubah konsentrasi larutan air teh dari pekat menjadi rendah. Hasilnya, larutan NaCl dapat dibuat dengan melarutkan NaCl padat menjadi cair dan larutan air teh dapat diubah konsentrasinya dengan pengenceran.
Laporan praktikum membuat larutan NaCl dan mengencerkan larutan air teh. Tujuannya adalah untuk membuat larutan dengan kemolaran tertentu dan mengubah konsentrasi larutan air teh dari pekat menjadi rendah. Hasilnya, larutan NaCl dapat dibuat dengan melarutkan NaCl padat menjadi cair dan larutan air teh dapat diubah konsentrasinya menjadi rendah dengan pengenceran.
Dokumen tersebut membahas tentang pemilihan pemberian obat secara oral dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Jenis-jenis sediaan oral yang dibahas meliputi tablet, kapsul, kaplet, cairan, dan pil. Faktor fisiologi seperti usia, pH lambung, dan flora usus mempengaruhi penyerapan obat secara oral. Bentuk dan formulasi sediaan seperti larutan, suspensi, atau emulsi juga berpengaruh pada
Teks tersebut membahas tentang maserasi, yaitu cara penyarian sederhana dengan merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Metode ini digunakan untuk zat aktif yang mudah larut dan tidak mengandung bahan seperti benzoin. Cairan penyari yang umum digunakan adalah air, etanol, dan campuran air-etanol.
Mula Kerja, Puncak Efek dan Lama Kerja Obat Analgetik pada Pemberian Per Oral...Novi Fachrunnisa
Dokumen tersebut merangkum hasil penelitian tentang perbandingan mula kerja, puncak efek, dan lama kerja obat analgetik antalgin dan xylomidon pada pemberian peroral dan intraperitoneal pada tikus. Parameter yang diukur meliputi respon nyeri tikus terhadap rangsangan tekanan, serta waktu tercapainya efek analgetik maksimal."
Review Materi Transpor materi dan energiemahalas123
Dokumen tersebut membahas tentang transportasi materi dan energi pada organisme melalui proses difusi, osmosis, plasmolisis, deplamolisis, krenasi dan hemolisis. Proses-proses tersebut dijelaskan beserta alat, bahan, dan prosedur percobaan menggunakan berbagai bahan seperti mentimun, kentang, daun rhoe discolor, dan sel darah merah.
Dokumen tersebut membahas tentang ekstraksi cair-cair daun pandan untuk menentukan nilai koefisien distribusi. Metode ekstraksi cair-cair digunakan untuk memisahkan komponen dari ekstrak daun pandan menggunakan kloroform sebagai pelarut organik. Nilai koefisien distribusi kemudian dihitung untuk sistem organik/air.
Proses yang dialami obat (ADME) mencakup absorbsi, distribusi, metabolisme, dan eliminasi obat dalam tubuh. Proses ini menentukan besarnya efek dan lamanya kerja obat, yang dipengaruhi oleh cara pemberian obat, sifat kimia obat, dan karakteristik organ tubuh.
BAB I memberikan latar belakang bahwa viskositas dan rheologi mempengaruhi sifat fisika senyawa obat. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengertian dan faktor yang mempengaruhi viskositas, serta menentukan viskositas suatu cairan menggunakan viskometer ostwald.
Similar to Laporan_Praktikum_Farmasi_Fisika_Disolus.docx (20)
Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 11 Fase F Kurikulum MerdekaFathan Emran
Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 11 SMA/MA Fase F Kurikulum Merdeka - abdiera.com, Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 11 SMA/MA Fase F Kurikulum Merdeka, Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 11 SMA/MA Fase F Kurikulum Merdeka, Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 11 SMA/MA Fase F Kurikulum Merdeka, Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 11 SMA/MA Fase F Kurikulum Merdeka, Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 11 SMA/MA Fase F Kurikulum Merdeka
Materi ini membahas tentang defenisi dan Usia Anak di Indonesia serta hubungannya dengan risiko terpapar kekerasan. Dalam modul ini, akan diuraikan berbagai bentuk kekerasan yang dapat dialami anak-anak, seperti kekerasan fisik, emosional, seksual, dan penelantaran.
1. DISOLUSI
AYU MELINDA ANDI MIFTAHUL JANNAH
15020140081
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Obat adalah suatu zat yang dimaksud untuk manusia untuk
mengurangi rasa sakit, menghambat, atau mencegah penyakit yang
menyerangnya. Obat yang diberikan pada pasien tersebut harus melalui
banyak proses di dalam tubuh. Dan bahan obat yang diberikan tersebut,
dengan cara apapun juga harus memiliki daya larut dalam air untuk
kemanjuran terapeutiknya.
Disolusi obat adalah suatu proses pelarutan senyawa aktif dari bentuk
sediaan padat ke dalam media pelarut. Pelarutan suatu zat aktif sangat
penting artinya karena ketersediaan suatu obat sangat tergantung dari
kemampuan zat tersebut melarut ke dalam media pelarut sebelum diserap
ke dalam tubuh.
Suatu bahan obat yang diberikan dengan cara apapun dia harus
memiliki daya larut dalam air untuk kemanjuran terapeutiknya. Senyawa-
senyawa yang relatif tidak dapat dilarutkan mungkin memperlihatkan
absorpsi yang tidak sempurna, atau tidak menentu sehingga menghasilkan
respon terapeutik yang minimum. Daya larut yang ditingkatkan dari
senyawa-senyawa ini mungkin dicapai dengan menyiapkan lebih banyak
turunan yang larut, seperti garam dan ester dengan teknik seperti
mikronisasi obat atau kompleksasi.
Dalam bidang farmasi, laju disolusi sangat diperlukan karena
menyangkut tentang tentang waktu yang dibutuhkan untuk penglepasan obat
dalam bentuk sediaan dan diabsorbsi dalam tubuh. Jadi, semakin cepat
disolusinya maka makin cepat pula obat atau sediaan memberikan efek
kepada tubuh.
1.2 Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan ini yaitu:
1. Menentukan kecepatan disolusi suatu zat
2. Menggunakan alat penentu kecepatan disolusi suatu zat
2. DISOLUSI
AYU MELINDA ANDI MIFTAHUL JANNAH
15020140081
3. Menerangkan faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan disolusi suatu
zat.
3. DISOLUSI
AYU MELINDA ANDI MIFTAHUL JANNAH
15020140081
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori Umum
Disolusi obat adalah suatu proses pelarutan senyawa aktif dari bentuk
sediaan padat ke dalam media pelarut. Pelarut suatu zat aktif sangat penting
artinya bagi ketersediaan suatu obat sangat tergantung dari kemampuan zat
tersebut melarut ke dalam media pelarut sebelum diserap ke dalam tubuh.
Sediaan obat yang harus diuji disolusinya adalah bentuk padat atau semi
padat, seperti kapsul, tablet atau salep (Ansel, 1985).
Agar suatu obat diabsorbsi, mula-mula obat tersebut harus larutan
dalam cairan pada tempat absorbsi. Sebagai contoh, suatu obat yang
diberikan secara oral dalam bentuk tablet atau kapsul tidak dapat diabsorbsi
sampai partikel-partikel obat larut dalam cairan pada suatu tempat dalam
saluran lambung-usus. Dalam hal dimana kelarutan suatu obat tergantung
dari apakah medium asam atau medium basa, obat tersebut akan dilarutkan
berturut-turut dalam lambung dan dalam usus halus. Proses melarutnya
suatu obat disebut disolusi (Ansel, 1985).
Bila suatu tablet atau sediaan obat lainnya dimasukkan dalam saluran
cerna, obat tersebut mulai masuk ke dalam larutan dari bentuk padatnya.
Kalau tablet tersebut tidak dilapisi polimer, matriks padat juga mengalami
disintegrasi menjadi granul-granul, dan granul-granul ini mengalami
pemecahan menjadi partikel-partikel halus. Disintegrasi, deagregasi dan
disolusi bisa berlangsung secara serentak dengan melepasnya suatu obat dari
bentuk dimana obat tersebut diberikan (Martin, 1993).
Kecepatan disolusi adalah suatu ukuran yang menyatakan banyaknya
suatu zat terlarut dalam pelarut tertentu setiap satuan waktu. Persamaan
kecepatan menurut Noyes dan Whitney sebagai berikut (Ansel, 1993):
dM.dt-1
: Kecepatan disolusi
D : Koefisien difusi
Cs : Kelarutan zat padat
C : Konsentrasi zat dalam larutan pada waktu
h : Tebal lapisan difusi
4. DISOLUSI
AYU MELINDA ANDI MIFTAHUL JANNAH
15020140081
Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan disolusi yaitu (Martin,
1993):
1. Suhu
Meningginya suhu umumnya memperbesar kelarutan (Cs) suatu zat
yang bersifat endotermik serta memperbesar harga koefisien difusi zat.
Menurut Einstein,koefisien difusi dapat dinyatakan melalui persamaan
berikut (Martin, 1993):
D : koefisien difusi
r : jari-jari molekul
k : konstanta Boltzman
ή : viskositas pelarut
T : suhu
2. Viskositas
Turunnya viskositas pelarut akan memperbesar kecepatan disolusi
suatu zat sesuai dengan persamaan Einstein. Meningginya suhu juga
menurunkan viskositas dan memperbesar kecepatan disolusi.
3. pH pelarut
pH pelarut sangat berpengaruh terhadap kelarutan zat-zat yang
bersifat asam atau basa lemah.
Untuk asam lemah:
Jika (H+) kecil atau pH besar maka kelarutan zat akan meningkat.
Dengan demikian, kecepatan disolusi zat juga meningkat.
Untuk basa lemah:
Jika (H+) besar atau pH kecil maka kelarutan zat akan meningkat.
Dengan demikian, kecepatan disolusi juga meningkat.
4. Pengadukan
Kecepatan pengadukan akan mempengaruhi tebal lapisan difusi (h).
jika pengadukan berlangsung cepat, maka tebal lapisan difusi akan cepat
berkurang.
5. DISOLUSI
AYU MELINDA ANDI MIFTAHUL JANNAH
15020140081
5. Ukuran Partikel
Jika partikel zat berukuran kecil maka luas permukaan efektif
menjadi besar sehingga kecepatan disolusi meningkat.
6. Polimorfisme
Kelarutan suatu zat dipengaruhi pula oleh adanya polimorfisme.
Struktur internal zat yang berlainan dapat memberikan tingkat kelarutan
yang berbeda juga. Kristal meta stabil umumnya lebih mudah larut
daripada bentuk stabilnya, sehingga kecepatan disolusinya besar.
7. Sifat Permukaan Zat
Pada umumnya zat-zat yang digunakan sebagai bahan obat bersifat
hidrofob. Dengan adanya surfaktan di dalam pelarut, tegangan
permukaan antar partikel zat dengan pelarut akan menurun sehingga zat
mudah terbasahi dan kecepatan disolusinya bertambah.
Ada 2 metode penentuan kecepatan disolusi yaitu (Martin, 1993):
1. Metode Suspensi
Serbuk zat padat ditambahkan ke dalam pelarut tanpa pengontrolan
terhadap luas permukaan partikelnya. Sampel diambil pada waktu-waktu
tertentu dan jumlah zat yang larut ditentukan dengan cara yang sesuai.
2. Metode Permukaan Konstan
Zat ditempatkan dalam suatu wadah yang diketahui luasnya
sehingga variable perbedaan luas permukaan efektif dapat diabaikan.
Umumnya zat diubah menjadi tablet terlebih dahulu, kemudian
ditentukan seperti pada metode suspensi.
Prinsip kerja alat disolusi dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu (Dirjen
POM, 1995) :
1. Alat terdiri dari sebuah wadah tertutup yang terbuat dari kaca atau bahan
transparan yang inert, suatu batang logam yang digerakkan oleh motor
dan keranjang yang berbentuk silinder dan dipanaskan dengan tangas air
pada suhu 370
C.
2. Alat yang digunakan adalah dayung yang terdiri dari daun dan batang
sebagai pengaduk. Batang berada pada posisi sedemikian sehingga
6. DISOLUSI
AYU MELINDA ANDI MIFTAHUL JANNAH
15020140081
sumbunya tidak lebih dari 2 mm pada setiap titik dari sumbu vertikel
wadah dan berputar dengan halus tanpa goyangan yang berarti.
2.2 Uraian Bahan
1. Air suling ( Ditjen POM, 1979 )
Nama Resmi : AQUA DESTILLATA
Nama lain : Air suling
RM/BM : H2O / 18,02
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak
mempunyai rasa.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai pelarut.
2. Parasetamol ( Ditjen POM, 1979 )
Nama Resmi : ASETAMINOPHENUM
Nama lain : Parasetamol, asetaminofen
RM/BM : C8H9NO2 / 151,16
Pemerian : Hablur atau serbuk hablur putih; tidak berbau; rasa
pahit
Rumus struktur : OH
NHCOCH3
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya
Kegunaan : Sebagai sampel.
2.3 Prosedur Kerja
a. Pengaruh suhu terhadap kecepatan disolusi zat
Isilah bejana dengan 900 ml
Pasang thermostat pada suhu 300
C
Jika suhu air di dalam bejana sudah mencapai suhu 300
C, masukkan 2
g asam salisilat dan hidupkan motor penggerak pada kecepatan 50 rpm
7. DISOLUSI
AYU MELINDA ANDI MIFTAHUL JANNAH
15020140081
Ambil sebanyak 20 ml air dari bejana setiap selang waktu 1, 5, 10, 15,
20, 25 dan 30 menit setelah pengadukan. Setiap selesai pengambilan
sampel, segera digantikan dengan 20 ml air.
Tentukan kadar paracetamol terlarut dari setiap sampel dengan cara
titrasi asam-basa menggunakan NaOH 0,05 N dan indocator
fenolftalein. Lakukan koreksi perhitungan kadar yang diperoleh setiap
waktu terhadap pengenceran yang dilakukan karena penggantian
larutan dengan air suling
Lakukan percobaan yang sama untuk suhu 400
C dan suhu 50 0
C
Tabelkan hasil yang diperoleh
Buat kurva antara konsentrasi paracetamol yang diperoleh dengan
waktu untuk setiap satuan waktu (dalam satu grafik)
b. Pengaruh kecepatan pengadukan terhadap kecepatan disolusi zat
Isilah bejana dengan 900 ml
Pasang thermostat pada suhu 300
C
Jika suhu air di dalam bejana sudah mencapai suhu 300
C, masukkan 2
gram paracetamol dan hidupkan motor penggerak pada kecepatan 50
rpm
Ambil sebanyak 20 ml air dari bejana setiap selang waktu 1, 5, 10, 15,
20, 25, dan 30 menit setelah pengadukan. Setiap selesai pengambilan
sampel, segera gantikan dengan 5 ml air.
Tentukan kadar paracetamol terlarut dari setiap sampel dengan cara
titrasi asam-basa menggunakan NaOH 0,05 N dan indicator
fenolftalein. Lakukan koreksi perhitungan kadar yang diperoleh setiap
waktu terhadap pengenceran yang dilakukan karena penggantian
larutan dengan air suling
Lakukan percobaan yang sama untuk kecepatan 100 dan 150 rpm
Tabelkan hasil yang diperoleh
Buat kurva antara konsentrasi paracetamol yang diperoleh dengan
waktu untuk setiap satuan waktu (dalam satu grafik)
8. DISOLUSI
AYU MELINDA ANDI MIFTAHUL JANNAH
15020140081
c. Penentuan parameter disolusi tablet parasetamol (prosedur lengkap lihat
farmakope indonesia IV)
9. DISOLUSI
AYU MELINDA ANDI MIFTAHUL JANNAH
15020140081
BAB 3 METODE KERJA
3.1 Alat
Adapun alat yang digunakan yaitu alat uji disolusi, timbangan, gelas
ukur, spoit 5 ml, buret 50 ml, gelas kimia 50 ml, gelas ukur 25 ml, botol 500
ml, botol 100 ml, Vial, Spektrofotometer, kuvet, botol semprot.
3.2 Bahan
Adapun bahan yang digunakan yaitu air steril, aluminium foil,
aquadest, etiket, kuvet disposible, serbuk paracetamol, larutan NaOH 0,1
3.3Cara Kerja
a. Pembuatan kurva baku
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Ditimbang serbuk paracetamol 10 mg
3. Dilarutkan dalam 250 ml air steril
4. Dipipet 5 ml lalu dimasukkan ke kuvet dan diukur menggunakan
spektrofotometri pada ppm 2, 4, 6, 8, dan 10
5. Dicatat absorbannya dan dibuat dalam tablet
b. Pengukuran absorban paracetamol
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Disiapkan alat uji disolusi dan dimasukkan 900 ml air steril pada
medium dan diuji dengan metode dayung
3. Dimasukkan tablet paracetamol ke dalam medium
4. Dilakukan pengadukan dengan kecepatan 50 rpm, tiap 5 menit dipipet
5 ml absorban menggunakan spoit 5 ml. Bersamaan dengan diambil 5
ml dimasukkan lagi 5 ml air steril ke dalam medium hingga menit ke
30
5. Dipindahkan absorban ke dalam masing-masing vial dan ditutup
dengan aluminium foil
6. Diukur nilai absorban paracetamol menggunakan spektrofotometri
7. Dicatat hasilnya dan dibuat dalam tabel
10. DISOLUSI
AYU MELINDA ANDI MIFTAHUL JANNAH
15020140081
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
a. Pembuatan Kurva baku
Konsentrasi (ppm) absorban
12 0,2
17 0,28
24 0,41
36 0,57
48 0,76
a = 0,021
b = 0,015
r = 0,998
b. Data serapan Tablet parasetamol 500 mg
Waktu (menit) Suhu 250
C Suhu 370
C
0 0,016 0,025
5 0,097 0,413
10 0,191 0,250
15 0,268 0,371
20 0,358 0,498
25 0,430 0,958
30 0,494 1,078
c. Konsentrasi tablet parasetamol yang terdisolusi
Waktu (menit)
Konsentrasi (ppm)
Suhu 250
C Suhu 370
C
0 0,333 0,266
5 5,066 26,133
10 11,333 15,266
15 16,446 23,333
20 22,466 31,8
13. DISOLUSI
AYU MELINDA ANDI MIFTAHUL JANNAH
15020140081
0 0,747
492,881 x
30 menit
=14786,43
%ED =
𝑙𝑢𝑎𝑠𝑏𝑖𝑑𝑎𝑛𝑔𝐴
𝑙𝑢𝑎𝑠𝑏𝑖𝑑𝑎𝑛𝐴+𝐵
𝑥 100%
=
450,919
14786,43
𝑥 100%
= 3,0495 %
5 12,149
10 36,96
15 64,69
20 90,09
25 113,004
30 134,026
1. Luas bidang A0
5 =
0,299+4,5606
2
𝑥(5 − 0) = 12,14
2. Luas bidang A 5
10 =
4,5606+ 10,2259
2
𝑥(10 − 5) = 36,96
3. Luas bidang A10
15 =
10,2259 +15,654
2
𝑥 (15 − 10) = 64,69
4. Luas bidang A15
20 =
15,654+20,3848
2
𝑥(20 − 15) = 90,09
5. Luas bidang A20
25 =
20,3848+24,8171
2
𝑥(25 − 20) = 113,004
6. Luas bidang A25
30 =
24,8171+28,7934
2
𝑥(30 − 25) = 134,0
4.2 Pembahasan
Disolusi obat adalah suatu proses hancurnya obat (tablet) dan
terlepasnya zat-zat aktif dari tablet ketika dimasukkan ke dalam saluran
pencernaan dan terjadi kontak dengan cairan tubuh.
Pada percobaan kali ini dilakukan uji laju disolusi terhadap tablet
gliseril guaiakolat. Tujuan dilakukannya uji laju disolusi yaitu untuk
mengetahui seberapa cepat kelarutan suatu tablet ketika kontak dengan
cairan tubuh, sehingga dapat diketahui seberapa cepat keefektifan obat yang
diberikan tersebut.
Aplikasi dalam bidang farmasi yaitu penentuan bentuk-bentuk sediaan
yang akan dibuat sesuai dengan sifat zat aktif sehingga dicapai kecepatan
pelarutan dalam cairan tubu sehingga dicapai kecepatan pelarutan dalam
cairan tubuh sehingga cepat diabsorbsi dan cepat memberikan efek
farmakologinya
14. DISOLUSI
AYU MELINDA ANDI MIFTAHUL JANNAH
15020140081
Secara umum mekanisme disolusi suatu sediaan dalam bentuk tablet
yaitu tablet yang ditelan akan masuk ke dalam lambung dan di dalam
lambung akan dipecah, mengalami disintegrasi menjadi granul-granul yang
kecil yang terdiri dari zat-zat aktif dan zat-zat tambahan yang lain. Granul
selanjutnya dipecah menjadi serbuk dan zat-zat aktifnya akan larut dalam
cairan lambung atau usus, tergantung di mana tablet tersebut harus bekerja.
Percobaan ini dilakukan untuk menetukan laju disolusi suatu obat
(paracetamol). Aadapun mekanisme dari amoxicilin pada pemberian secara
oral (psoses absorbsi di dalam tubuh) yaitu amoxicilin dimasukkan ke dalam
saluran cerna dalam bentuk padatan, amaka sebagian zat tersbut akan
mengalami disintegrasi menjadi granul-granul dan granul-granul ini akan
dipecah menjadi partikel-partikel halus (disebut degranulasi). Kemudian
disolusi dalam cairan tubuh, kemudian diabsorbsi ke dalam darah atau
cairan tubuh lainnya dan diikat ole reseptor setela itu baru memberikan efek
terhadap tubuh.
Pada percobaan ini akan ditentukan tetapan disolusi dari tablet
paracetamol 500 mg dalam media air suling, dimana besarnya tetapan
tersebut menunjukkan cepat lambatnya disolusi atau kelarutan dari tablet
paracetamol tersebut. Di sini digunakan air suling sebagai media disolusi
karena air merupakan cairan penyususn utama dalam tubuh manusia, jadi
diumpamakan obat berdisolusi di dalam tubuh. Selain itu juga karena
paracetamol kelarutannya dalam air sangat baik.
waktu larutandiambil, harus diusahakan pada bagian yang sama dari
cairan, yaitu tepat di samping keranjang sampel, sebab pada bagian tersebut
zat aktif langsung keluar dari keranjang dan dapat dipipet dengan tepat.
Pemipetan yang dilakukan pada tempat yang berbeda dapat mengakibatkan
perbedaan kadar zat aktif yang sangat besar. Dilakukan tiga kali agar hasil
yang diperoleh dapat dibandingkan.
Pemipetan dilakukan pada waktu yang berbeda-beda untuk melihat
kapan paracetamol akan terdisolusi dengan optimal pada media pelarut. Dari
hasil yang diperoleh, dapat dijelaskan bahwa mula-mula paracetamol akan
15. DISOLUSI
AYU MELINDA ANDI MIFTAHUL JANNAH
15020140081
terdisolusi dengan lambat dan lama kelamaan akan bertambah cepat. Setelah
terdisolusi sempurna zat aktif akan diabsorbsi, dimetabolisme, dan
kemudian akan memberikan efek terapi jika obat berada dalam tubuh.
Hasil yang diperoleh pada percobaan untuk data kurva baku pada ppm
12 absorbannya 0,2;ppm 17 absorbannya 0,28; ppm 24 absorbannya
0,41;ppm 36 absorbannya 0,57 dan untuk ppm 48 absorbannya 0,76.
Konstanta laju disolusi paracetamol yaitu 7,9 x 10-3
mg/menit. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa semakin banyak waktu yang dibutuhkan oleh
suatu obat untuk berdisolusi maka semakin tinggi pula konsentrasi (Kadar)
zat tersebut dalam cairan (media pelarut).
Adapun Faktor-faktor kesalahan yang mungkin mempengaruhi hasil
yang diperoleh dalam percobaan kali ini antara lain :
o Suhu larutan disolusi yang tidak konstan.
o Ketidaktepatan jumlah dari medium disolusi, setelah dipipet beberapa
ml.
o Terjadi kesalahan pengukuran pada waktu pengambilan sampel
menggunakan pipet volume.
o Terdapat kontaminasi pada larutan sampel.
o Suhu yang dipakai tidak tepat.
16. DISOLUSI
AYU MELINDA ANDI MIFTAHUL JANNAH
15020140081
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari percobaan yang telah dilakukan diperoleh hasil laju disolusi obat
paracetamol sebesar 7,9 x 10 3
mg/menit.
5.2 Saran
Sebaiknya praktikan lebih aktif lagi dalam melakukan praktikum dan
hati-hati dalam menggunakan alat laboratorium agar tidak terjadi kesalahan
yang tidak diinginkan.
17. DISOLUSI
AYU MELINDA ANDI MIFTAHUL JANNAH
15020140081
DAFTAR PUSTAKA
Ansel. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. UI Press: Jakarta
Ansel. 1985. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. UI Press: Jakarta
Ditjen POM, (1995), “ Farmakope Indonesia”, Edisi III, Departemen Kesehatan
RI, Jakarta, 90, 96, 412, 675.
Martin, Alfred, 1993. Farmasi Fisik. Universitas Indonesia Press: Jakarta