Laporan praktikum mikrobiologi menjelaskan tentang uji angka paling mungkin (MPN) bakteri coliform. Dokumen ini membahas tentang sterilisasi alat dan bahan, pembuatan media, serta teknik inokulasi mikroorganisme dengan tujuan mempelajari metode-metode tersebut.
1. Uji Molish dan Uji Karbohidrat pada Buah
Setelah dilakukan uji Molish, bahan yang mengandung karbohidrat karena menghasilkan cincin berwarna ungu setelah ditambahkan pereaksi Molish adalah: Glukosa, Fruktosa, Laktosa, Maltosa, Sukrosa, Jambu Biji Matang, Nanas (Mentah, Ranum, dan Matang), Tomat (Mentah, Ranum, dan Matang), Pisang (Mentah, Ranum, dan Matang), dan Belimbing (Mentah, Ranum, dan Matang).
2. Uji Benedict dan Uji Karbohidrat pada Buah
Uji Benedict yang menghasilkan endapan merah bata setelah dipanaskan sehingga termasuk Gula Pereduksi adalah: Glukosa, Fruktosa, Laktosa, Maltosa, dan Sukrosa. Sedangkan pada Buah yang termasuk Gula Pereduksi Tinggi karena menghasilkan Endapan Merah Bata adalah Tomat Matang, Manggis Mentah dan Belimbing (Mentah, Ranum, dan Matang). Gula Pereduksi Sedang karena menghasilkan Endapan Jingga ada pada buah Cabai Matang, Tomat (Matang dan Ranum), Pisang (Matang dan Ranum), Manggis Matang, Nanas (Ranum dan Matang), dan Jambu Biji (Mentah, Ranum, dan Matang). Terakhir Gula Pereduksi Lemah (tidak mereduksi) karena menghasilkan Endapan Kuning yaitu buah Cabai Ranum, dan Pisang Matang.
3. Uji Seliwanoff dan Uji Karbohidrat pada Buah
Adanya Fruktosa ditemukan pada campuran bahan yang menghasilkan perubahan warna menjadi jingga setelah dipanaskan adalah: Fruktosa, Sukrosa, Nanas (Mentah, Ranum, Matang), Jambu biji Mentah, Pisang (Mentah, Ranum, Matang), dan Manggis Ranum.
4. Uji Iodine dan Uji Karbohidrat pada Buah
Polisakarida terkandung pada bahan yang menghasilkan campuran berwarna biru kehitaman setelah dicampur dengan pereaksi Iodine adalah: Amilum, dan Pisang (Mentah, Ranum, Matang).
1. Uji Molish dan Uji Karbohidrat pada Buah
Setelah dilakukan uji Molish, bahan yang mengandung karbohidrat karena menghasilkan cincin berwarna ungu setelah ditambahkan pereaksi Molish adalah: Glukosa, Fruktosa, Laktosa, Maltosa, Sukrosa, Jambu Biji Matang, Nanas (Mentah, Ranum, dan Matang), Tomat (Mentah, Ranum, dan Matang), Pisang (Mentah, Ranum, dan Matang), dan Belimbing (Mentah, Ranum, dan Matang).
2. Uji Benedict dan Uji Karbohidrat pada Buah
Uji Benedict yang menghasilkan endapan merah bata setelah dipanaskan sehingga termasuk Gula Pereduksi adalah: Glukosa, Fruktosa, Laktosa, Maltosa, dan Sukrosa. Sedangkan pada Buah yang termasuk Gula Pereduksi Tinggi karena menghasilkan Endapan Merah Bata adalah Tomat Matang, Manggis Mentah dan Belimbing (Mentah, Ranum, dan Matang). Gula Pereduksi Sedang karena menghasilkan Endapan Jingga ada pada buah Cabai Matang, Tomat (Matang dan Ranum), Pisang (Matang dan Ranum), Manggis Matang, Nanas (Ranum dan Matang), dan Jambu Biji (Mentah, Ranum, dan Matang). Terakhir Gula Pereduksi Lemah (tidak mereduksi) karena menghasilkan Endapan Kuning yaitu buah Cabai Ranum, dan Pisang Matang.
3. Uji Seliwanoff dan Uji Karbohidrat pada Buah
Adanya Fruktosa ditemukan pada campuran bahan yang menghasilkan perubahan warna menjadi jingga setelah dipanaskan adalah: Fruktosa, Sukrosa, Nanas (Mentah, Ranum, Matang), Jambu biji Mentah, Pisang (Mentah, Ranum, Matang), dan Manggis Ranum.
4. Uji Iodine dan Uji Karbohidrat pada Buah
Polisakarida terkandung pada bahan yang menghasilkan campuran berwarna biru kehitaman setelah dicampur dengan pereaksi Iodine adalah: Amilum, dan Pisang (Mentah, Ranum, Matang).
Laporan sterilisasi, pembuatan media, dan teknik inokulasi
1. LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI
UJI ANGKA PALING MUNGKIN (MPN)
BAKTERI COLIFORM
ANGGOTA
DIAN KHAIRUNNISA (171501157)
IRNANDA LESTARI (171501137)
MUHAMMAD MULIANDI BANDASO (171501014)
SRI WAHYUNI (171501175)
KELOMPOK/HARI : 1 / SELASA
TGl PERCOBAAN : 20 FEBRUARI 2018
ASISTEN : ALDO JOSUA SIMANJORANG
LABORATORIUM MIKROBIOLOGI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018
2. BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Peralatan dan bahan yang dipergunakan dalam bidang mikrobiologi harus
dalam keadaan steril. Steril artinya tidak didapatkan mikroba yang tidak
diharapkan kehadirannya, baik yang mengganggu atau merusak media atau
mengganggu kehidupan dan proses yang sedang dikerjakan (Waluyo, 2010).
Untuk menelaah bakteri di laboratorium kita harus dapat menumbuhkan
mereka dalam biakan murni. Untuk melakukan hal ini haruslah dimengerti jenis-
jenis nutrien yang disyaratkan oleh bakteri dan juga macam lingkungan fisik yang
menyediakan kondisi optium bagi pertumbuhannya (Waluyo, 2010).
Agar suatu mikroorganisme tumbuh, dibutuhkan berbagai unsur kimia
sebagai nutrisi. Elemen tersebut diperlukan baik untuk sintetis maupun fungsi
normal komponen seluler. Salah satu hal yang harus dilakukan adalah
memberikan unsur kimia penting yang tepat. Unsur utama yang diperlukan untuk
pertumbuhan sel meliputi karbon, nitrogen, oksigen, belerang dan fosfor (Pelczar,
1993).
Unsur-unsur tersebut digunakan oleh sel-sel untuk membentuk blok-blok
pembangun dasar molekular (misalnya protein karbohidrat, asam nukelat, lipid).
Sel juga memerlukan suatu sumber energi, untuk membantunya menghasilkan
tenaga yang diperluka bagi reaksi-reaksi selular (Susan Erlod, 2007).
Bakteri yang ditumbuhkan di laboratorium dalam sebuah larutan yang
terdiri atas air, nutrien, dan sumber-sumber energi disebut sebagai suatu biakan
atau kultur bakteri. Bakteri juga bisa ditumbuhkan dalam suatu kaldu (broth) atau
medium kultur cari atau pada medium yang dipadatkan dengan penambahan agar.
Inokulasi bakteri ke atas permukaan agar disebut plating (disebar di atas plate).
Bakteri yang disebar pada plate kemudian akan berkembang dan tumbuh menjadi
kumpulan ribuan sel yang disebut sebagai koloni bakteri (Susan Erlod, 2007).
Penyelidikan spesies mikroba selalu didsarkan atas sifat biakan murni
spesies tersebut. Biakan murni (pure culture) dibiakkan pada media yang
mendukung pertumbuhannya dan dilakukan dalam keadaan steril (Waluyo, 2010).
3. 1.2 Prinsip Percobaan
1.2.1 Sterilisasi Alat
Semua alat dan media akan disterilkan berdasarkan metode sterilisasi yang
sesuai berdasarkan kestabilannya terhadap panas yaitu dengan metode panas
kering yang berlangsung di oven pada suhu 170°C selama 1 jam dan metode
panas basah yang berlangsung di autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit.
1.2.2 Pembuatan Media
Sterilisasi dan pembuatan media mikrobiologi diambil dari prosedur
literatur ataupun pada label kemasan media yang dipakai. Proses sterilisasi uap
menggunakan autuklaf untuk media mikrobiologi dan larutan pengencer
umumnya berlangsung selama 15 menit pada suhu 121°C.
1.2.3 Teknik Inokulasi
Mikroorganisme diambil menggunakan ose steril kemudian diinokulasi
pada media dan selanjutnya diinkubasi pada suhu 35 ± 2°C selama 1 x 24 jam.
1.3 Tujuan Percobaan
- Untuk mengetahui metode-metode sterilisasi dan cara mensterilisasikan
alat dan bahan media.
- Untuk mengetahui cara pembuatan media pertumbuhan mikroorganisme
- Untuk mengetahui dan memahami cara menginokulasi mikroorganisme
dengan metode gores, tebar, maupun tuang dengan teknik kerja aseptis.
1.4 Manfaat Percobaan
- Agar praktikan dapat mengetahui metode-metode sterilisasi dan cara
mensterilkan alat dan bahan media.
- Agar praktikan dapat mengetahui cara pembuatan media pertumbuhan
mikroorganisme.
- Agar praktikan dapat mengetahui dan memahami cara menginokulasi
mikroorganisme dengan metode gores, tebar, maupun tuang dengan teknik
kerja aseptis
4. BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sterilisasi
Peralatan atau bahan yang pergunakan dalam bidang mikrobiologi harus
dalam keadaan steril. Steril artinya tidak didapatkan mikroba yang tidak
diharapkan kehadirannya, baik yang mengganggu atau merusak media atau
mengganggu kehidupan dan proses yang sedang dikerjakan. Setiap proses baik
fisika, kimia, dan mekanik yang membunuh semua bentuk hidup terutama
mikroorganisme disebut dengan sterilisasi (Waluyo, 2010)
Sterilisasi merupakan suatu proses dengan metode tertentu yang dapat
memberikan hasil akhir, yaitu suatu bentuk keadaan yang tidak dapat ditunjukkan
lagi adanya mikroorganisme hidup. Metode sterilisasi cukup banyak, namun
alternatif yang dipilih sangat bergantung pada keadaan serta kebutuhan setempat.
Apapun pilihan metodenya, hendaknya tetap menjaga kualitas hasil
sterilisasi(Raudah, 2017).
Metode sterilisasi yang paling umum digunakan adalah metode panas, baik
itu panas kering maupun panas basah, namun kadang-kadang metode lain, seperti
penyaringan cairan yang mempertahankan mikroorganisme yang dapat
dibudidayakan di media laboratorium biasa, sangat diharapkan (Burrows, 1959).
Untuk peralatan gelas seperti labu, cawan Petri, tabung reaksi dan pipet harus
dalam keadaan bersih. Labu dan tabung disumbat dengan kapas tidak menyerap
yang dapat mencegah masuknya kembali bakteri setelah disterilisasi, dan juga
kapas dimasukkan ujung mulut pipet. Cawan Petri dan pipet dapat ditempatkan di
dalam kaleng dengan penutup atau dibungkus dengan kertas untuk menjaga
sterilitasnya (Burrows, 1959).
Sterilisasi dengan panas merupa metode yang relatif efisien, dapat dipercaya,
dan relatif tidak mahal. Mikroorganisme dapat tumbuh pada berbagai temperatur,
tetapi pertumbuhannya dapat dihambat atau dihentikan bila suhu tumbuhnya
diubah. Bila suhu tumbuhnya maksimum dinaikkan, maka akan terjadi perubahan
molekul organiknya sehingga mikrobe tersebut akan mati (Waluyo, 2010).
5. Prinsip kerja pembunuhan kuman dengan panas kering adalah menyebabkan
denaturasi protein dan efek toksik akibat kenaikan kadar elektrolit. Cara kerja dari
panas tersebut adalah bahwa panas membunuh mikroba karena mendenaturasi
protein, terutama enzim-enzim dan membran sel. Panas kering membunuh bakteri
karena oksidasi komponen-komponen sel. Cara yang dapat dilakukan adalah
dengan pembakaran dan oksidasi (Waluyo, 2010).
Teknik pembakaran Iangsung merupakan teknik sterilisasi panas kering yang
tercepat dan 100% efektif. Caranya adalah dengan membakar peralatan sampai
pijar. Proses ini di Iaboratorium untuk mensterilkan alat penanam bakteri (ose,
tugal), mulut tabung reaksi sewaktu membuat kultur, dan lain-Iain. Prosedur ini
sangat efektif membunuh bentuk spora maupun toksin yang dihasilkan oleh
bakteri. Peralatan Iaboratorium yang dapat disterilkan dengan cara pembakaran
Iangsung hanya alat-alat yang terbuat dari logam dan kaca. Teknik ini tidak dapat
digunakan untuk mensterilkan bahan-bahan yang terbuat dari karet, plastik, kertas,
dan media mikrobiologis (Lud Waluyo, 2010).
Sterilisasi panas kering dapat dilakukan di oven dengan udara panas. Bahan
yang disterilisasi di dalam oven ditempatkan rapi tanpa berkurumun dan suhu
dinaikkan sampai 170°C - 180°C. Suhu tersebut dipertahankan dalam jangka
waktu tidak kurang dari 2 jam (Burrows, 1959).
Sterilisasi panas basah menggunakan autoklaf merupakan metode sterilisasi
palin efisien, dimana alat-alat yang disterilisasi tersebut terkena uap air dengan
suhu di atas 100 °C yang dihasilkan saat uap berada di bawah tekanan. Uap
dihasilkan langsung di peralatan atau dipasok melalui sambungan ke saluran uap
bertekanan tinggi (Burrows, 1959).
Teknik sterilisasi pendidihan dengan air akan dapat membunuh
mikroorganisme dengan cara mengkoaguiasikan dan mendenaturasi protein sel
mikrobe. Proses koagulasi dan denaturasi protein memeriukan energi yang lebih
sedikit daripada proses oksidasi. Oleh karena itu, teknik ini memeriukan suhu
yang lebih rendah (Waluyo, 2010).
Sebelum direbus, alat-alat harus bersih dari segala kotoran, seperti feses dan
darah. Alat-alat yang akan disterilkan harus direndam dalam air. Hampir semua
bentuk vegetatif sel bakteri akan hancur dalam waktu beberapa detik setelah
6. perebusan. Tetapi hal ini tidak berlaku untuk spora jamur. kista Protozoa, dan
beberapa virus seperti virus hepatitis (Waluyo, 2010).
Sebenarnya, mikroorganisme biasanya mati dalam beberapa menit pada suhu
80°C. Namun, endospora bakteri memperlihatkan ketahanan yang luar biasa
terhadap panas, dan mungkin masih dapat bertahan pada suhu air mendidih
sampai 20 jam. Endospora yang sangat resisten biasanya diisolasi dari makanan
tempat spora berlindung. Spora jamur lebih mudah dibinasakan daripada
endopspora bakteri. Oleh karena itu, kita tidak dapat mempercayai air mendidih
untuk mensterilkan secara penuh (Waluyo, 2010).
Dari semua metode sterilisasi, sterilisasi panas basah yang berupa uap jenuh
di bawah tekanan aadalah sterilisasi yang paling banyak digunakan dan paling
bisa diandalkan. Sterilisasi dengan panas basah tidak beracun, tidak mahal, dan
cepat membunuh mikroba. Prinsip dasar dari sterilisasi panas basah, seperti yang
dilakukan di dalam autoklaf, adalah untuk mengekspos setiap alat dan bahan
kontak dengan uap langsung pada suhu dan tekanan yang ditentukan (Rutala dan
David, 2008)
Ada empat parameter sterilisasi panas basah: uap, tekanan, suhu dan waktu
kontak. Uap idela untuk sterilisasi adalah uap jenuh kering dan air entrained
(fraksi kekeringan ≥97%). Tekanan berfungsi sebagai sarana untuk mendapatkan
suhu yang tinggi yang diperlukan untuk membnuh mikroorganisme dengan cepat.
Suhu spesifik harus diperoleh untuk memastikan aktivitas mikroba. Dua
temperatur yang umum digunakan sterilisasi panas basah adalah 121°C dan
132°C. Temperatur ini (dan suhu tinggi lainnya) harus dipertahankan untuk waktu
minimal untuk membunuh mikrooganisme. Pada suhu konstan, waktu sterilisasi
bervariasi tergantung pada jenis item (logam atau karet, plastik), apakah item
tersebut dibungkus atau tidak, dan jenis alat sterilisasinya (Rutala dan David,
2008).
Selain itu, pada sterilisasi bahan ataupun material, lamanya waktu yang
diperlukan juga bergantung pada volume material dari yang disterillisasi.
Misalnya untuk material volume yang kecil, yang diletakkan di dalam tabung
kultur, hanya memerlukan waktu ±15 menit, sedangkan untuk volume yang lebih
7. besar, seperti di dalam labu, diperlukan pemaparan yang lebih lama (Burrows,
1959).
Prinsip kerja autoklaf, ketika molekul air menjadi panas, maka daya
penetrasinya menjadi bertambah. Dalam autoklaf, yang mensterilkannya adalah
panas basah, bukan pada tekanannya. Oleh karena itu, setelah air di dalam tangki
mendidih dan mulai terbentuk uap air, maka uap air ini akan mengalir ke ruang
pensteril guna mendesak keluar semua udara di dalamnya. Bila masih ada udara
yang tersisa, maka udara ini akan menambah tekanan di dalam ruang pensteril
yang akan mengganggu naiknya suhu dalam ruang tersebut (Waluyo, 2010).
Alat-alat dan bahan yang akan disterilkan lebih baik ditempatkan dalam
beberapa botol yang agak kecil daripada dikumpulkan dalam satu botol yang
besar. Setelah pintu otokiaf ditutup rapat, barulah kran pada pipa uap dibuka, dan
temperatur akan terus. menerus naik sampai 121°C. Biasanya otoklaf sudah diatur
sedemikian rupa, sehingga pada suhu tersebut, tekanan yang ada 1 atmosfer per 1
cm3. Penghitungan waktu 15 atau 20 menit dimulai semenjak termometer pada
otokIaf menunjuk 121°C. Otoklaf tidak boleh dibuka langsung segera setelah
proses sterilisasi selesai, agar isi botol yang ada dalam otoklaf tidak meluap ke
mana-mana. Sebaiknya kita menunggu sampai manometer menunjukkan angka 0,
barulah otoklaf dibuka. Pendinginan dilakukan sedikit demi sedikit. Bila medium
mengandung vitamin, gelatin atau bangsa gula, maka setelah sterilisasi secepatnya
medium tersebut segera didinginkan setelah dikeluarkan dari otoklaf. Hal ini
untuk menghindarkan terurainya zat-zat tersebut. Medium yang steril dapat
disimpan dalam almari es(Waluyo, 2010).
Beberapa zat tertentu mempunyai ciri-ciri yang membuat tidak praktis untuk
disterilkan dengan otoklaf. Bahan-bahan yang tidak bercampur dengan air,
misalnya minyak dan lemak tidak tembus oleh uap air sehingga mikroorganisme
yang terkandung di dalamnya akan tetap bertahan hidup. Selanjutnya bahan
menjadi berubah atau rusak bila terkena suhu yang tinggi. Oleh karena itu, bahan-
bahan tersebut perlu disterilkan dengan cara-cara sterilisasi yang lain (Waluyo,
2010).
Otoklaf merupakan alat sterilisasi yang cukup menyakinkan walaupun
demikian tidak dapat dipakai untuk mensterilkan alat-alat yang terbuat dari
8. plastik, karena bahan ini akan meleleh. Demikian juga bila pengoperasiannya
tidak tepat dapat menyebabkan ketidaktepatan dalam sterilisasi (Waluyo, 2010).
2.2 Pembuatan Media
Medium adalah suatu bahan yang terdiri atas campuran nutrisi atau zat-zat
hara (nutrien) yang digunakan untuk menumbuhkan mikroorganisme di atas atau
di dalamnya (Waluyo, 2010). Media atau medium berfungsi untuk mengisolasi,
menumbuhkan mikroorganisme, memperbanyak jumah,menguji sifat fisiologis
dan menghitung jumlah mikroba. Dalam proses pembuatan medium harus
disterilisasi dan menerapkan metode aseptis untuk menghindari kontaminasi pada
medium(Yusdiani, dkk., 2016).
Beberapa bakteri yang dibudidayakan di laboratorium dapat tumbuh dengan
baik pada media apapun, ada juga bakteri yang memerlukan media khusus untuk
memenuhi kebutuhan nutrisinya, dan ada juga bakteri yang masih belum bisa
berkembang dan hidup di media budidaya. Sehingga untuk menumbuhkan suatu
budidaya bakteri, harus diketahyui kriteria apa yang harus dipernuhi oleh medium
budi daya(Turtora, et al., 1986).
Media yang baik memiliki beberapa syarat berikut ini:
1) Mengandung semua unsur hara yang diperlukan untuk pertumbuhan dan
pengembangbiakan mikroba
2) Mempunyai tekanan osmotik, tegangan permukaan pH yang sesaui dengan
kebutuhan mikroba
3) Steril, sebelum ditanami mikroa tidak ditumbuhi oleh mikroba lain yang tidak
diharapkan.
(Yusdiani, dkk., 2016)
Ada 2 medium yang dapat dibedakan berdasarkan komponen dasar yang
membentuknya, yaitu medium yang tersusun dari bahan kimia tertentu dan
medium kompleks (Yusdiani, dkk., 2016).
Ketika media disiapkan untuk pertumbuhan mikroba, maka diberikan sumber
energi, serta sumber karbon, nitrogen, sulfur, fosfor, dan faktor pertumbuhan yang
diperlukan, yang tidak dapat disintesis organisme. Media tersebut merupakan
media yang tersusun dari bahan kimia tertentu (Turtora, et al., 1986).
9. Sebagian besar bakteri dan jamur heterotrofik ditanami di media kompleks.
Media kompleks terdiri dari nutrisi seperti ekstrak dari ragi, daging sapi, atau
tanaman, atau dari sumber lainnya. Pada media kompleks, dibutuhkan energi,
karbon, nitrogen, dan sulfur sebagai persyaratan mikroorganisme tumbuh
dipenuhi sebagian besar oleh protein. Protein adalah molekul besar yang relatif
tidak larut sehingga hanya sedikit mikroorganisme yang dapat dimanfaatkan
secara langsung. Tapi pencernaan sebagian oleh asam atau enzim mengurangi
protein menjadi asam amino yang lebih pendek, yang disebut pepton – fragmen
kecil yang dapat larut ini dicerna oleh bakteri (Turtora, et al., 1986).
Vitamin dan faktor pertumbuhan organik lainnya disediakan oleh ekstrak
daging atau ekstrak ragi. Vitamin dan mineral yang larut dari daging atau ragi
dilarutkan dalam air ektraksi, yang kemudain diuapkan sehingga faktor ini
terkonsentrasi. Ekstrak ragi sangat kaya akan vitamin B. Jika jenis media ini
dalam bentuk cair, maka disebut kaldu nutrisi atau nutrient broth. Bila agar
ditambahkan, maka disebut agar nutrisi atau nutrient agar (Turtora, et al., 1986).
Dengan ada tidaknya bahan tambahan berupa zat pemadat (seperti agar dan
gelatin) dikenal tiga bentuk media, yaitu media padat, semi padat atau semi cair,
dan media cair.
1) Media padat. Media yang ditambah tepung agar sebanyak 12-15%. Media ini
dapat dibedakan menjadi tiga jenis menurut bentuk dan wadahnya, yaitu media
tegak, media miring, dan media lempeng. Metiga tegak menggunakan tabung
reaksi yang ditegakkan sebagai wadahnya. Media miring menggunakan tabung
reaksi yang dimiringkan. Media lempeng menggunakan cawan petri sebagai
wadahnya. Media padat umumnya dipergunakan untuk bakteri, ragi, jamur, dan
terkadang juga mikroalga (Yusdiani, dkk., 2016)
2) Media semi padat atau semi cair. Media yang mengandung agar kurang lebih
0,3 – 0,4 %, sehingga media menjadi lebih kenyal, tidak padat, dan tidak begitu
cair. Umumnya digunakan untuk pertumbuhan mikoba yang banyka
memerlukan kandungan air dan hidup anaerob atau fakultatif (Yusdiani, dkk.,
2016)
3) Media cair. Secara umum medium cari adalah medium yang berbentuk cair
karena tidak ada penambahan zat pemadat. Medium cari dapat digunakan
10. untuk berbagai tujuan seperti pembiakan mikroba dalam jumlah besar,
penelaahan fermentasi, dan berbagai macam uji (Waluyo, 2010).
Dalam prakteknya, pembuatan media sangat disederhanakan dengan
tersedianya campuran yang disiapkan secar komersial yang mengandung bahan-
bahan yang dieprlukan untuk pertumbuhan bakteri atau jamur dalam proporsi
yang tepat (Smith, 1961).
2.3 Teknik Inokulasi
Sebelum mulai membiakan mikroba, pertama-tama kita harus
mempertimbangkan bagaimana cara menghindari kontaminan. Teknik yang
digunakan dalam pencegahan kontaminasi selama membuat dan mensterilkan
medium kultur disebut teknik aseptik. Penguasaan teknik ini diperlukan dalam
keberhasilan laboratorium mikrobiologi dan hal tersebut merupakan salah satu
metode permulaan yang dipelajari oleh ahli mikrobiologi pemula (Kusnadi, dkk.,
2003).
Kontaminan asal udara sering terdapat dalam medium, karena udara selalu
mengandung partikel debu tempat komunitas mikroba. Transfer aseptik suatu
biakan dari satu tabung medium ke tabung lainnya biasa dilakukan dengan
menggunakan jarum inokulasi atau ose yang disterilkan dengan cara membakar di
atas api. Biakan juga dapat dipindahkan dari permukaan lempeng agar, sebagai
tempat perkembangan koloni dimana sel mengalami pertumbuhan dan
pembelahan. Metode utama yang digunakan untuk memperoleh kultur murni dari
komunitas mikroba yang mengandung beberapa mikroba yang berbeda dilakukan
dengan memilih koloni-koloni yang terpisah dan menggoreskan pada lempeng
agar dengan metode gores, sehingga diperoleh koloni mikroba yang murni
(Kusnadi, dkk., 2003).
Inokulasi adalah transfer mikroba ke media pertumbuhan yang telah
disterilisasi sebelumnya. Jarum inokulasi bulat atau berbentuk jarum, yang terbuat
dari kawat baja stainless, merupakan alat yang digunakan untuk inokulasi bakteri
pada media dan juga beberapa prosedur mikrobiologi lainnya. Seteleh media
diinokulasi, ditempatkan dalam inkubator, biasanya selama 24 – 48 jam. Selama
11. waktu tersebut, bakteri secara aktif tumbuh dan berreproduksi (Tortora, et.al.,
1986).
Jika kultur yang cukup encer diinokulasi ke media padat, mikroorganisme
yang tumbuh dari masing-masing sel dalam bentuk sampel asli membentuk
rumpum, atau massa yang dapat terlihat oleh mata. Rumpun bakteri yang tumbuh
tersebut disebut koloni. Koloni memiliki karakteristik seperti tekstur, ukuran,
bentuk, warna dan kepatuhan pada medium. Karakteristik seperti itu cukup
konstan untuk setiap spesies dan berguna untuk membedakan satu mikroba
dengan mikroba lainnya (Tortora, et.al., 1986).
Isolasi mikroba adalah memisahkan mikroba satu dengan mikroba lain yang
berasal dari campuran berbagai mikroba (Waluyo, 2010). Ahli mikrobiologi
menggunakan beberapa prosedur untuk mengisolasi dan menumbuhkan koloni
dari mikroorganisme, yaitu:
1) Metode cawan tuang
Penggunaan media padat membuat isolasi bakteri dalam kultur murni . dalam
metode ini, pengenceran bakteri yang tersuspensi dengan cairan dicampur dengan
nutrient agar yang belum memadat.Kemudian agar-agar dituangkan ke dalam
piring Petri, didinginkan sampai mengeras, dan diinkubasi. Dalam tuang piring
tersebut, bakteri individu tumbuh menjadi koloni di bawah dan di permukaan
agar.
2) Metode cawan sebar
Dengan metode alternatif untuk mengisolasi koloni bakteri, suspensi bakteri
diencerkan dengan cairan dan kemudian disebarkan pada media agar-agar nutrisi.
Metode ini jugadisebut metode spread plate. Batang kaca bengkok yang telah
disterilkan merupakan alat yang digunakan untuk menyebarkan bakteri pada
media.
3) Metode cawan gores
Metode isolasi yang paling umum digunakan adalah metode cawan gores.
Jarum inokulasi steril dicelupkan ke dalam kultur campuran dan digores dengan
pola tertentu di atas permukaan media nutrisi. Karena pola itu dilacak, bakteri
digosok dari jarum ke medium, di jalur sel yang semakin sedikit (Tortora, et.al.,
1986).
12. BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Alat
- Batang pengaduk
- Batang L
- Beaker glass Pyrex 250 ml
- Cawan petri
- Erlenmeyer Pyrex 250 ml
- Gelas ukur
- Inkubator
- Jarum Ose
- LAC
- Lampu bunsen
- Lemari pendingin
- Kain kasa steril
- Kapas
- Kertas perkamen kajang
- Kompor gas
- Oven
- Pipet mikro
- Pipet tetes
- Tali (benang bola)
- Timbangan digital
3.2 Bahan
- Aquadest
- Etanol 70%
- Biakan bakteri
- Nutrient Agar (NA)
- Nutrient Broth (NB)
- Brillian Green Lactose Broth (BGLB)
13. 3.3 Flowsheet
3.3.1 Sterilisasi Alat
Dibungkus alat-alat gelas dengan kertas
perkamen
Diatur pengatur suhu oven menjadi 180°C dan
disterilkan selama 2-3 jam. Atau jika
menggunakan autoklaf disterilkan pada suhu
121°C selama 15 menit.
Dikeluarkan alat-alat yang telah disterilisasi dari
oven/autoklaf
3.3.2 Pembuatan Media
a. Pembuatan Media NA
Ditimbang 7 gram nutrient agar
Dilarutkan ke dalam 250 ml aquadest di dalam
erlenmeyer
Dipanaskan di atas kompor sambil diaduk
sampai larutan media menjadi bening
Didinginkan
Disterilkan di dalam autoklaf pada suhu 121̊C
selama 15 menit
Media yang telah disterilkan, didinginkan
hingga suhu kamar kemudian dapat digunakan
sesuai kebutuhan
Media yang telah disterilkan bila tidak
digunakan disimpan di dalam lemari pendingin
Serbuk Nutrient Agar
Alat-alat gelas
Alat-alat steril
14. b. Pembuatan Media NB
Ditimbang 3,25 gram nutrient broth
Dilarutkan ke dalam 250 ml aquadest di dalam
erlenmeyer
Dipanaskan di atas kompor sambil diaduk
sampai larutan media menjadi bening
Didinginkan
Disterilkan di dalam autoklaf pada suhu 121°C
selama 15 menit
Media yang telah disterilkan, didinginkan
hingga suhu kamar kemudian dapat digunakan
sesuai kebutuhan
Media yang telah disterilkan bila tidak
digunakan disimpan di dalam lemari pendingin
c. Pembuatan Media Brillian Green Lactose Broth (BGLB)
Ditimbang 10 gram nutrient agar
Dilarutkan ke dalam 250 ml aquadest di dalam
erlenmeyer
Dipanaskan di atas kompor sambil diaduk
sampai larutan media menjadi bening
Didinginkan
Media Nutrient Agar
Serbuk Nutrient Broth
Media Nutrient Broth
Serbuk BGLB
15. Disterilkan di dalam autoklaf pada suhu 121°C
selama 15 menit
Media yang telah disterilkan, didinginkan
hingga suhu kamar kemudian dapat digunakan
sesuai kebutuhan
Media yang telah disterilkan bila tidak
digunakan disimpan di dalam lemari pendingin
3.3.3 Teknik Inokulasi
a. Metode gores
Dibagi cawan petri menjadi 4 kuadran
Dipanaskan jarum ose menggunakan api bunsen
Diambil bakteri dari media lama menggunakan
jarum ose
Digores jarum ose ke media pada kuadran 1
secara sinambung sampai kuadran 4
Diinkubasi bakteri di dalam inkubator pada
suhu 35 ± 2°C
Diamati pertumbuhan bakteri pada media
b. Metode sebar
Dimasukkan media NA ke dalam cawan petri
steril dan dibiarkan media memadat
Media BGLB
Cawan Petri
Biakan bakteri
Cawan Petri
16. Diteteskan 0,1 ml biakan bakteri di permukaan
agar yang telah memadat secara aseptis
Dibakar batang L atau spreader yang
sebelumnya telah dicelupkan di dalam alkohol,
dibiarkan dingin
Disebarkan bakteri dengan menggunakan
batang L secara merata
Diinkubasi bakteri di dalam inkubator pada
suhu 35 ± 2°C
Diamati pertumbuhan bakteri pada media
c. Metode tabur
Diteteskan 0,1 ml biakan bakteri ke dalam
cawan petri yang steril secara aseptis
Dituangkan 9 ml media NA yang belum
Dihomogenkan biakan bakteri dan media NA
dengan digoyangkan membentuk angka 8
Dibiarkan media NA memadat
diinkubasi
Diinkubasi bakteri di dalam inkubator pada
suhu 35 ± 2°C
Diamati pertumbuhan bakteri pada media
Biakan bakteri
Cawan Petri
Biakan bakteri
17. BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Sterilisasi Alat dan Bahan
No. Nama Alat Metode Sterilisasi Suhu dan Waktu
1 Cawan Petri Sterilisasi panas kering Suhu 170°C, 1 jam
2 Erlenmeyer Sterilisasi panas kering Suhu 170°C, 1 jam
5 Pipet tetes Sterilisasi panas basah Suhu 121°C, 15 menit
6 Media NA Sterilisasi panas basah Suhu 121°C, 15 menit
7 Media NB Sterilisasi panas basah Suhu 121°C, 15 menit
8 Batang L Sterilisasi dengan alkohol
9 Objek glass Sterilisasi dengan alkohol
10 Jarum Ose Sterilisasi dengan bunsen
4.1.2 Pembuatan Media
No. Nama Bahan
formula Metode
Sterilisasi
Suhu dan
Waktu
1
Brillian Green
Lactose Agar
10 g serbuk
BGLB +
Aquadest
Sterilisasi
basah
Suhu 121°C,
15 menit
2
Potato Dextrose
Agar
9,75 g serbuk
PDA + Aquadest
Sterilisasi
panas basah
Suhu 121°C,
15 menit
3 Plate Count Agar
4,375 g serbuk
PCA + Aquadest
Sterilisasi
panas basah
Suhu 121°C,
15 menit
4 Nutrien Agar
7 g serbuk NA +
Aquadest
Sterilisasi
panas basah
Suhu 121°C,
15 menit
5
Brilian Green
Agar
13 g serbuk BGA
+ Aquadest
Sterilisasi
panas basah
Suhu 121°C,
15 menit
6 MacKonkey Broth
8,75 g serbuk
MCB + Aquadest
Sterilisasi
panas basah
Suhu 121°C,
15 menit
18. 7 Lysine Iron Agar
8 g serbuk LIA +
Aquadest
Sterilisasi
panas basah
Suhu 121°C,
15 menit
4.1.3 Teknik Inokulasi
No. Metode
Inokulasi
Jenis Media
yang
Digunakan
Jenis Biakan yang
Digunakan
Adanya Koloni
(Ya/Tidak)
Spesifikasi
1 Metode
gores
Nutrient Agar Bakteri
Staphylococcus
aureus
Ya, terdapat pada
bagian yang
digoreskan
2 Metode
tuang
Nutrient Agar Bakteri
Staphylococcus
aureus
Ya, tersebar merata
pada media NA
3 Metode
sebar
Nutrient Agar Bakteri
Staphylococcus
aureus
Ya, tersebar merata
pada permukaan
media NA
4.2 Pembahasan
Pada praktikum ini, kami melakukan sterilisasi secara fisik yang
menggunakan panas dari autoklaf dan oven. Alat yang kami sterilisasi ialah cawan
petri, pipet ukur, dan media tumbuh NA dan NB di dalam erlenmeyer. Sebelum
disterilkan, alat dan bahan tersebut dibungkus terlebih dahulu dengan kertas
perkamen dan bagian mulut dari erlenmeyer ditutup dengan kapas yang dibungkus
kain kasa. Hal ini dilakukan untuk menghindari dan mencegah masuknya kembali
bakteri setelah disterilisasi, dan menjaga sterilitasnya (Burrows, 1959).
Setelah dibungkus, alat dan bahan kemudian dimasukkan ke dalam autoklaf
dan oven. Cawan petri, erlenmeyer, dan beaker glass disterilisasi di dalam oven,
karena alat-alat tersebut tahan terhadap suhu yang tinggi. Sedangkan pipet tetes,
gelas ukur, dan media tumbuh disterilisasi di dalam autoklaf. Sterilisasi pada oven
dilakukan pada suhu 170°C selama 1 jam, sedangkan pada autoklaf dilakukan ada
suhu 121°C selama 15 menit. Penghitungan waktu sterilisasi dimulai semenjak
termometer pada otokIaf atau oven menunjuk 121°C dan 170°C.
19. Pada percobaan selanjutnya, kami membuat media Nutrient Agar (NA),
media Nutrient Broth (NB) dan media Brillian Green Lactose Broth (BGLB).
Media NA dan media NB memiliki kandungan yang sama, yakni ekstrak daging
(beef extract), pepton, dan agar. Namun berbeda pada konsistensinya, media NA
berbentuk padat, sedangkan Media NB berbentuk cairan.
Pada pembuatan media, kami menggunakan 7 gram serbuk NA sintetis, 3,25
g gram serbuk NB sintetis, dan 10 gram serbuk BGLB sintetis, yang masing-
masingnya dilarutkan ke dalam 250 ml air di dalam erlenmeyer. Kemudian ketiga
larutan medium tersebut dihomogenkan dengan cara diaduk dan dipanaskan diatas
kompor gas. Pemanasan dihentikan sampai terbentuknya buih dan larutan media
berubah warna dari keruh menjadi bening. Kemudian mulut erlenmeyer disumbat
dengan kapas yang dibungkus oleh kain kasa agar larutan media tidak meluap
ataupun menguap. Setelah itu larutan media disterilisasi menggunakan autoklaf
pada suhu 121°C selama 15 menit.
Seteleh media steril, media didinginkan sebelum digunakan. Setelah itu
media dapat dituang ke dalam cawan petri atau ke dalam tabung reaski sesuai
kebutuhannya. Media yang dituang hendaknya tidak terlalu panas, agar tidak
terbentuk uap air pada tutup cawan petri sehingga dapat mengganggu proses
pengamatan.
Pada percobaan terakhir, kami melakukan pembiakan bakteri dari media
lama ke media baru. Metode yang kami gunakan adalah hanya menggunakan 3
metode inokulasi yaitu metode gores, metode sebar, dan metode tuang.
Pada percobaan ini, kami menggunakan bakteri Staphylococcus aureus dan
media NA sebagai media pertumbuhannya. Setelah media NA siap dan tidak
terlalu panas, media dituangkan dan dibiarkan memadat. Namun pada metode
tuang, sebelum media NA dituang, 0,1 ml bakteri terlebih dahulu diteteskan
menggunakan pipet mikro ke dalam cawan petri yang steril. Hal itu dilakukan
agar bakteri yang ditumbuhkan dapat tumbuh tersebar pada media NA. Kemudian
cawan tersebut dituangkan media NA dan dihomogenkan dengan gerakan
memutar cawan membentuk angka 8.
Pada metode goresan, kami menggunakan teknik goresan kuadran. Bakteri
diambil menggunakan jarum ose bulat yang telah disterilkan, kemudian
20. digoreskan pada permukaan NA secara zig-zag sinambung. Pada metode sebar,
pada media yang telah padat dimasukkan 0,1 ml suspensi bakteri. Bakteri disebar
ke seluruh permukaan media menggunakan batang L yang telah disterilikan
menggunakan bunsen api.
Hasil pengamatan setelah biakan bakteri diinkubasi, media yang
menggunakan cara sebar ditumbuhi koloni bakteri yang tersebar di permukaan
media NA. Pada metode gores, koloni bakteri tumbuh disekitar goresan dan
koloni yang tumbuh semakin sedikit dari goresan pada kuadran pertama sampai
kuadran keempat. Pada metode tuang, koloni bakteri tumbuh pada media NA
secara keseluruhan baik di dalam media maupun dipermukaannya.
21. BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
- Sterilisasi kering dilakukan di oven pada suhu 170°C selama 1 jam. Alat-
alat yang disterilisasikan adalah alat-alat bukan alat ukur dan tahan
pemanasan tinggi, seperti cawan petri, beker gelas, tabung reaksi.
- Sterilisasi panas basah menggunakan autoklaf pada suhu 121°C selama 15
menit. Alat alat yang disterilisasi menggunakan autoklaf adalah pipet tetes,
erlenmeyer, gelas ukur, dan media.
- Pembuatan media NA menggunakan 7 g serbuk media NA + 250 ml
aquadest. Pembuatan media NB menggunakan 3,25 g serbuk media NB +
250 ml aquadest. Pembuatan media BGLB menggunakan 10 g serbuk
BGLB + 250 ml aquadest.
- Inokulasi bakteri menggunakan metode sebar dan gores memerlukan
media yang telah padat, kemudian bakteri dapat digores atau disebar di
permukaan media. Sedangkan inokulasi metode tuang, dilakukan dengan
memasukkan terlebih dahulu bakteri kemudian ditambahkan media lalu
dihomogenkan.
5.2 Saran
- Sebaiknya membuka alat yang telah disterilkan dilakukan di dalam LAC
agar dapat memperkecil kemungkinan terkontaminasinya kembali alat atau
media.
- Sebaiknya pada percobaan berikutnya dibuat medai yang lain seperti PCA,
PDA, dan lain-lain.
- Sebaiknya pada percobaan selanjutnya digunakan inokulum lain seperti
Escherichia coli, Micrococcus sp., dan lain-lain.
- Sebaiknya gunakan masker dan sarung tangan pada saat inokulasi bakteri.
22. DAFTAR PUSTAKA
Burrows, William. 1959. Textbook of MICROBIOLOGY. Philadelphia: W. B.
Saunders Company
Elrod, Susan L. Dan Stansfield. 2007. Genetika Edisi Keempat. Jakarta: Erlangga
Kusnadi, dkk.. 2003. Mikrobiologi. Bandung: FPMIPA Universitas Pendidikan
Indonesia
Raudah, dkk.. 2017. Efektivitas Sterilisasi Metode Panas Kering Pada Alat Medis
Ruang Perawatan Luka Rumah Sakit Dr. H Soemarno Sosroatmodjo
Kuda Kapuas. Banjar Baru: Jurnal Kesehatan Lingkungan. Vol. 14.
No.1: 425-430
Rutala, William A., and David J. Weber. 2008. Guideline for Disenfection and
Sterilization in Healthcare Facilitie.
(https://www.cdc.gov/infectioncontrol/guidelines/disenfection)
Tortora, Gerard J., Berdell R. Funke, and Christine L. Case. 1986. Microbiology
An Introduction. California: The Benjamin/Cummings Publishing
Company, Inc.
Waluyo, Lud. 2010. Teknik dan Metode Dasar Dalam Mikrobiologi.Malang :
UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang.
Yusdiani, Devita, dkk.. 2016. Bakteriologi Bidang Keahlian Kesehatan untuk
SMK/MAK. Jakarta: ECG
23. Medan, 05 Maret 2018
Asisten Lab Praktikan
Aldo Josua Simanjorang Kelompok 1
24. LAMPIRAN
Gambar alat sterilisasi. a. Autoklaf, b. oven.
Gambar pembuatan media. a. Menghomogenkan dan pemanasan media.
b. Sterilisasi media
a b
a b