SlideShare a Scribd company logo
1 of 112
Download to read offline
DOKUMEN
TIM KERJA PENGARUSUTAMAAN REDD+
KE DALAM SISTEM PERENCANAAN
PEMBANGUNAN

LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN
PENGARUSUTAMAAN REDD+
SATUAN TUGAS PERSIAPAN KELEMBAGAAN REDD+ INDONESIA

LAPORAN SINTESIS
Hasil Capacity Building Pedoman Pengarusutamaan
REDD+ ke Dalam Sistem Perencanaan Pembangunan
dan Pedoman Greening MP3EI dalam Kerangka REDD+
LAPORAN SINTESIS

Tim Kerja Pengarusutamaan REDD+
ke Dalam Sistem Perencanaan Pembangunan

DESEMBER 2013
A. Latar Belakang
Reducing Emission from Deforestation and Forest Degradation+ (REDD+) merupakan
mekanisme untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) dengan cara memberikan
kompensasi kepada pihak-pihak yang melakukan pencegahan deforestasi dan degradasi hutan
serta melakukan perlindungan hutan. Pada COP 13 UNFCCC tahun 2007 di Bali, Pemerintah
Indonesia menyepakati Bali Action Plan yang berisi antara lain kesepakatan mitigasi perubahan
iklim melalui REDD+. Sebagai persiapan pelaksanaan REDD+, telah dilakukan berbagai upaya
di tingkat kebijakan, penyusunan kerangka penerapan dan pembiayaan, hingga pelaksanaan
demonstration activities (DA) di sejumlah daerah.
Sebagai upaya mitigasi perubahan iklim maka REDD+ merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari Peraturan Presiden No. 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi
Gas Rumah Kaca (RAN-GRK) yang memuat upaya pengurangan emisi GRK dari berbagai sektor.
Dalam Rencana Aksi Nasional tersebutsektor kehutanan dan lahan gambut diharapkandapat
berkontribusi sebesar minimal 22 persen dari 26% total penurunan emisi yang ditargetkan
pada tahun 2020. Hal ini menunjukkan pentingnya kegiatan REDD+ dalam mencapai target
penurunan emisi nasional.
Sebagai landasan dan arah pelaksanaan REDD+ di Indonesia secara rinci, telah disusun rancangan
Strategi Nasional REDD+. Rancangan Strategi Nasional REDD+ ini memiliki lima pilar yang saling
berkaitan, yaitu: (1) kelembagaan dan proses, (2) kerangka hukum dan peraturan, (3) pelaksanaan
program strategis, (4) perubahan paradigma dan budaya kerja, serta (5) pelibatan para pihak.
Secara keseluruhan, Strategi Nasional REDD+ diharapkan menjadi acuan untuk memastikan
bahwa pelaksanaan REDD+ dapat mengatasi emisi yang disebabkanoleh deforestasi dan
degradasi hutan. Selain itu, Strategi Nasional REDD+ diharapkan dapat menjamin tercapainya
penurunan emisi gas rumah kaca nasional dari sektor kehutanan sesuai target yang telah
ditentukan.
Pelaksanaan REDD+ tidak hanya terkait sektor kehutanan saja, tetapi juga berkaitan dengan
sektor pembangunan lainnya. Kebutuhan lahan untuk pertanian, perkebunan, pertambangan,
energi, dan permukiman diidentifikasi sebagai pemicu terjadinya deforestasi. Oleh karena itu,
intervensi kebijakan dan koordinasi perencanaan lintas sektor sangat perlu dilakukan untuk
mencapai tujuan dan sasaran pelaksanaan REDD+. Tantangan pelaksanaan REDD+ adalah
menurunkan emisi yang berasal dari deforestasi dan degradasi hutan tanpa mengganggu funsi
dan peran kawasan hutan dan kehutanan terhadap pendapatan dan pertumbuhan ekonomi
nasional.
Dalam perencanaan dan pelaksanaan program dan kegiatan REDD+, perlu adanya kajian
keterkaitannya dan implikasinya terhadapsektor pembangunan lain dan pembangunan antar
wilayah (regional). Oleh sebab itu, kegiatan REDD+ harus dapat diarusutamakan ke dalam
perencanaan pembangunan nasional agar terbentuk sinergi, integrasi dan keterpaduan program

LAPORAN SINTESIS HASIL CAPACITY BUILDING

1
dan kegiatan REDD+ dalam mencapai sasaran pembangunan nasional.
Terkait pembangunan bidang ekonomi, telah ditetapkan Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun
2011 tentang Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 20112025 (MP3EI). Substansi dari MP3EI adalah pengembangan koridor ekonomi Indonesia dengan
menggunakan tiga strategi utama yaitu: (1) pengembangan potensi ekonomi, (2) penguatan
konektivitas antar wilayah dan (3) penguatan kemampuan sumber daya manusia serta ilmu
pengetahuan dan teknologi nasional. Prinsip dasar MP3EI adalah pembangunan berkelanjutan.
Untuk itu, diperlukan harmonisasi antara pelaksanaan MP3EI dengan penurunan GRK khususnya
penurunan emisi karbon yang berasal dari deforestasi dan degradasi hutan dan lahan gambut
(REDD+).
Terkait dengan hal-hal tersebut, Tim Kerja Pengarusutamaan REDD+ ke dalam Sistem Perencanaan
Pembangunan pada Satgas Persiapan Kelembagaan REDD+ telah menyusun dua pedoman
yaitu: 1) Pedoman Pengarusutamaan REDD+ ke dalam Sistem Perencanaan Pembangunan dan
2) Pedoman Greening MP3EI dalam Kerangka REDD+. Kedua pedoman ini menjadi dasar dalam
proses penyusunan rencana pembangunan yang berkelanjutan serta pembangunan rendah
karbon. Untuk mengadopsi kedua pedoman tersebut, diperlukan proses penguatan kapasitas
para perencana pembangunan di berbagai sektor pembangunan terkait hutan dan lahan
gambut, baik di Kementerian/Lembaga maupun di daerah.

B. Tujuan
Tujuan
j n
T u
Tujuan penguatan kapasitas perencana
Tujuan penguatan kapasitas perencana adalah :
nguat
atan p
eren
n
1 Agar rencana pembangunan daerah berorienta pada p nuruna e is karb
1.. Agar rencana pembangunan daerah berorientasi pada penurunan emisi karbon dari
g r en a a em angunan aerah berorientasi ad penurunan emisi karbon dari
n
a
rientasi
uru an
rbon ari
deforestasi, degradasi hutan, dengan tetap memperhatikan keanekaragaman hayati,,
def estasi
deforestasi, degradasi hutan, dengan tetap memperhatikan keanekaragaman h y
fo
gra asi utan, e ga e p empe hat kan eanekaragama hayati,
peni gkata stok arbo dan pela sanaa prinsi sustainabl forest anagemen
peningkatan stok karbon dan pelaksanaan prinsip sustainable forest management
peningkatan stok karbon dan pelaksanaan prinsip sustainable forest management..
atan
bon a pela
pri sip st inable forest
abl
e
ent
Agar e ca a e bangun n aera berkontribusi ada encapaia tujuan embangun n
2 Ag r rencana pembangunan daerah be kontribus pada pencapaian tujuan pembangunan
2.. Agar rencana pembangunan daerah berkontribusi pada pencapaian tujuan pembangunan
ea
ntr bus
trib
n
berkelanjutan mencakup spek konomi lingkungan an os al
berkelanjuta me cakup aspek ekonomi, lingkungan dan sosial.
berkelanjutan mencakup aspek ekonomi, lingkungan dan sosial..
anjutan
ua
kup pek
omi ingkung

2

NOT ON
NOT ONSEP PR NSI KRITERIA AN INDIK TOR SAFEGUARDS RED INDONESI
NOTA KONSEP PRINSI KRITERI DAN INDIKATOR SAFEGUARDS REDD+ INDONESIA PRISAI
NOTA KONSEP PRINSIP KRITERIA DAN INDIKATOR SAFEGUARDS REDD+ INDONESIA – PRISAI
OTA NS PRINSIP RITERI
RI S
RI R
INDIKATOR FEGUA
NDIKA O
KA
E AR REDD+ INDONESIA PRISA
EDD+ N N IA PRISAI
E
AI
C. Ruang Lingkup
Capacity Building Pengarusutamaan REDD+ ke dalam Sistem Perencanaan Pembangunan dan
Greening MP3EI dalam Kerangka REDD+ bertujuan untuk meningkatkan kemampuan perencana
dan pengguna Pedoman Pengarusutamaan REDD+ ke dalam Sistem Perencanaan Pembangunan
dan Pedoman Greening MP3EI dalam Kerangka REDD+, baik individu, organisasi maupun sistem
yang terkait agar dapat mewujudkan pembangunan berkelanjutan sebagai prinsip dasar
perencanaan pembangunan, melalui pembangunan rendah karbon dalam percepatan dan
perluasan pembangunan ekonomi Indonesia dengan mengintegrasikan implementasi REDD+
ke dalam proses perencanaan pembangunan dan pelaksanaan MP3EI.
Dalam laporan ini Capacity Building Pengarusutamaan REDD+ ke dalam Sistem Perencanaan
Pembangunan dan Greening MP3EI dalam Kerangka REDD+ meliputi penguatan pemahaman
dan peningkatan kemampuan perencana di sektor berbasis lahan, serta para pihak terkait, di 11
provinsi prioritas implementasi REDD+, khususnya untuk menginternalisasikan prinsip-prinsip
pembangunan berkelanjutan dan menurunkan emisi karbon.

D. Peserta
Peserta Capacity Building yaitu individu yang mewakili instansi atau organisasi yang terlibat secara
langsung dalam penyusunan perencanaan pembangunan, termasuk menyusun dokumen
MP3EI tingkat provinsi dan kabupaten, antara lain:
1. Perwakilan dari Kelompok Kerja RAD-GRK
2. Perwakilan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda)
3. Perwakilan Dinas (bidang yang menangani perencanaan/perizinan) yang menangani bidang
kehutanan
4. Perwakilan Dinas (bidang yang menangani perencanaan/perizinan) yang menangani bidang
pertanian/perkebunan
5. Perwakilan Dinas yang menangani Perencanaan Tata Ruang (Dinas PU)
6. Perwakilan Dinas/Kantor Lingkungan Hidup Daerah (bidang yang menangani perencanaan/
perizinan)
7. Akademisi Bidang Perencanaan, Kehutanan dan Lingkungan Hidup
8. LSM yang bekerja di bidang perubahan iklim, kehutanan, atau bidang lain terkait
9. Bidang yang menangani perencanaan/perizinan pada UPT Kementerian Kehutanan di
Daerah (BPKH, BTN, BKSDA, BPDAS, BP2HP)
10. Perwakilan Dinas (bidang yang menangani perencanaan/perizinan) yang menangani bidang
perindustrian
11. Perwakilan Dinas (bidang yang menangani perencanaan/perijinan) yang menangani bidang
pertambangan dan energi
12. Perwakilan KADIN Provinsi

LAPORAN SINTESIS HASIL CAPACITY BUILDING

3
13. Perwakilan Badan Penanaman Modal Provinsi
14. Perwakilan Kabupaten yang memiliki kawasan hutan cukup luas
15. Perwakilan Kelompok Kerja MP3EI

E. Proses Capacity Building
Hingga saat ini Capacity Building (CB) telah dilakukan di 11 provinsi sebagaimana disajikan pada
Tabel 1. Proses CB didahului dengan brainstorming dan FGD untuk menguatkan pemahaman
peserta mengenai isu Perubahan Iklim dan REDD+ dalam konteks sistem perencanaan
pembangunan, serta pentingnya REDD+ dalam perbaikan tata kelola kehutanan (forestry
governance). Proses dilanjutkan dengan diskusi mendalam, baik secara kelompok atau pleno,
untuk membahas mengenai: (1) proses pengarusutamaan REDD+ ke dalam RPJMD/RKPD
tinkat Provinsi; (2) Greening MP3EI. Diskusi mendalam dilakukan dengan mengikuti alur pikir
yang dituangkan dalam Pedoman Pengarusutamaan REDD+ ke dalam Sistem Perencanaan
Pembangunan dan Greening MP3EI dalam Kerangka REDD+ dengan mengacu pada dokumendokumen perencanaan yang telah ada (RPJMD/RKPD), RAD GRK dan/atau SRAP REDD+.

4

LAPORAN SINTESIS HASIL CAPACITY BUILDING
Tabel 1. Implementasi Capacity Building , Status SRAP REDD+ dan RAD GRK
No

Provinsi

Lokasi

Tanggal

SRAP REDD+

RAD GRK

1

Kalimantan Barat

Kantor Bappeda
Provinsi Kalbar

14-5 Februari 2013

Dalam proses
penyusunan

Sudah Disahkan melalui
peraturan Gubernur (No.
27/2012)

2

Sumatera
Selatan

Hotel Arista,
Palembang

19-20 Februari 2013

Dalam Proses
Penyelesaian

Sudah Disahkan melalui
peraturan Gubernur (No.
34/2012)

3

Jambi

Hotel Sang Ratu,
Jambi

20-21 Februari 2013

Dalam proses
Penyelesaian

Sudah Disahkan melalui
peraturan Gubernur (No.
36/2012)

4

Aceh

Hotel Kuala
Radja, Banda
Aceh

27-28 Februari 2013

Dalam proses
penyusunan

Sudah Disahkan melalui
peraturan Gubernur (No.
85/2012)

5

Sumatera Barat

Hotel Axana,
Padang

27-28 Maret 2013

Sudah selesai disusun

Sudah Disahkan melalui
peraturan Gubernur (No.
80/2012)

6

Sulawesi Tengah

Kantor Bappeda,
Palu

22-23 Mei 2013

STRADA REDD+ sudah
Disahkan melalui
peraturan Gubernur
(No. 36/2012)

Sudah Disahkan melalui
peraturan Gubernur (No.
30/2012)

7

Riau

Kantor Bappeda,
Pekanbaru

7-8 Mei 2013

Dalam proses
penyusunan

Sudah Disahkan melalui
peraturan Gubernur (No.
77/2012)

8

Papua

Kantor Bapeda
Provinsi Papua

15-16 Mei 2013

Dalam proses
penyusunan

Sudah Disahkan melalui
peraturan Gubernur (No.
9/2013)

9

Kaltim

Hotel Aston
Samarinda

27-28 Mei 2013

Sudah selesai disusun

Sudah Disahkan melalui
peraturan Gubernur (No.
54/2012)

10

Papua Barat

Hotel Aston,
Manokwari

20-21 Juni 2013

Sudah selesai Disusun

Dalam proses
penyusunan

11

Kalimantan
Tengah

Kantor Bappeda
Provinsi Kalteng

27-28 Juni 2013

STRADA REDD+ sudah
Disahkan melalui
peraturan Gubernur
(No. 10/2012)

Sudah Disahkan melalui
peraturan Gubernur (No.
36/2012)

LAPORAN SINTESIS HASIL CAPACITY BUILDING

5
F. Hasil Capacity Building
F1. Pengarusutamaan REDD+, Greening MP3EI dan Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) diimplementasikan oleh pemerintah
dan pemerintah daerah melalui proses perencanaan dan penganggaran yang berjenjang
dengan menganut kombinasi antara pendekatan top down dan bottom up planning. Sinergi
rencana pembangunan tersebut dilaksanakan melalui Musrenbang, mulai dari tingkat
desa, hingga musrenbang nasional. Dari keseluruhan alur perencanaan nasional, dokumen
RPJMN merupakan dokumen induk yang menjadi acuan utama dalam penyusunan
RPJMD yang menjadi acuan dalam penyusunan RKP dan RKPD. RPJMN disusun dengan
mempertimbangkan kinerja pembangunan pada saat awal perencanaan, agenda kinerja
Presiden terpilih, serta aspirasi pemangku kepentingan dan daerah pada saat musrenbang
jangka menengah nasional berlangsung. Dengan mekanisme tersebut, diharapkan terjadi
sinergi perencanaan pembangunan nasional dan daerah. Untuk menjembatani penanganan
isu lintas sektor dan lintas wilayah, RPJMN dan RPJMD secara eksplisit harus memuat program
lintas kementerian/SKPD dan lintas kewilayahan.

Dalam implementasi rencana pembangunan dimungkinkan adanya penetapan kebijakan
untuk merespon isu strategis tertentu yang dituangkan melalui Peraturan Presiden. Rencana
Aksi Nasional GRK (termasuk turunannya, yaitu REDD+) dan MP3EI merupakan dua dokumen
kebijakan nasional yang dalam implementasinya membutuhkan proses adopsi ke dalam Sistem
Perencanaan Nasional yang sedang berjalan. Hal ini menyebabkan perlunya penyesuaian dan
pengintegrasian kebijakan tersebut ke dalam implementasi pembangunan nasional/daerah.
Dalam konteks laporan ini, proses ini dikenal dengan pengarus-utamaan REDD+ ke dalam
SPPN dan Greening MP3EI. Pengarus-utamaan REDD+ ke dalam SPPN diharapkan mampu
menguatkan peran pemerintah dan pemerintah daerah dalam penurunan emisi karbon yang
berasal dari deforestasi dan degradasi hutan, sedangkan greening MP3EI diharapkan mampu
memberikan kontribusi pada pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan dalam upaya
percepatan dan pembangunan ekonomi. Fokus pengarus-utamaan REDD+ ke dalam Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional dan greening MP3EI Bidang REDD+ dalam laporan ini
dibatasi pada 11 Provinsi prioritas implementasi REDD+.

Evaluasi terhadap dokumen/draft/presentasi dokumen SRAP REDD+ yang telah disiapkan
oleh kelompok kerja di 11 Provinsi prioritas menunjukkan ragam format dan substansi yang
dituangkan ke dalam dokumen. Dalam perspektif sistem perencanaan, proses pengarusutamaan dinilai akan mengalami kendala akibat berbagai faktor berikut:

6

LAPORAN SINTESIS HASIL CAPACITY BUILDING
1.

Terdapat kesenjangan kerangka pemikiran dalam penyusunan dokumen RAN REDD+
dengan RAD GRK dan SRAP REDD+. RAN REDD+ telah memberikan gambaran mengenai
kesenjangan antara kegiatan dan target pembangunan dengan syarat pencapaian,
baik di tingkat nasional maupun daerah.Secara umum, kesenjangan tersebut bermuara
pada lemahnya kondisi pemungkin yang merupakan ranah kewenangan pusat,
padahal kondisi pemungkin tersebut sangat diperlukan untuk menjalankan rencana
yang tertuang dalam SRAP REDD+.

2.

Terdapat kesenjangan antara substansi SRAP REDD+ dengan kewenangan Provinsi
dalam menjalankan urusan pemerintah sesuai PP 38 Tahun 2007. Substansi SRAP
REDD+ yang disusun untuk menyelesaikan akar masalah pembangunan di sektor
berbasis lahan, cenderung akan mengalami “penyesuaian” ketika masuk dalam struktur
birokrasi perencanaan yang bekerja berdasarkan kerangka hukum yang berlaku dan
tupoksi masing-masing sektor, baik di tingkat Provinsi maupun kabupaten.

3.

Terdapat perbedaan format antara strategi dan rencana aksi dalam dokumen SRAP
REDD+ dengan dokumen perencanaan daerah.

4.

Terdapat kesenjangan antara substansi SRAP REDD+ dengan kapasitas para aktor
pembangunan di daerah, baik dalam lingkup pemerintah, swasta maupun masyarakat
dalam pelaksanaan REDD+.

Sebagai langkah transisi untuk menata penyediaan kondisi pemungkin bagi perbaikan tata
kelola hutan dan lahan, maka pemfokusan upaya pengarus-utamaan REDD+ pada peran
pemerintah sebaiknya dilakukan sesuai dengan pembagian urusan dan kewenangan
pemerintahan yang berlaku (lihat Gambar 1). Dalam konteks ini, tema pengarusutamaan
diprioritaskan pada nomenklatur yang sudah dikenal dalam SPPN:
1.

Penyelesaian tata ruang wilayah Provinsi dan kabupaten/kota.

2.

Penyelesaian pengukuhan kawasan hutan, termasuk penyelesaian konflik tenurial dan
penataan ruang kelola masyarakat adat/lokal.

3.

Pembenahan sistem perijinan bidang kehutanan, pertambangan, perkebunan/
pertanian, dan pembangunan infratruktur.

4.

Pembangunan KPH dan implementasi adi-praktis pengelolaan hutan di tingkat tapak.

5.

Pengendalian kebakaran hutan dan lahan.

6.

Penegakan hukum atas segala bentuk tindakan haram bidang kehutanan.

7.

Implementasi adi-praktis pengelolaan lahan di luar kawasan hutan.

LAPORAN SINTESIS HASIL CAPACITY BUILDING

7
DOMAIN KEBIJAKAN (RPJMN/D: RKP/D: RENSTRA/RENJA K/L/D)

PENENTU KEBIJAKAN
(POLICY MAKERS)

KEBIJAKAN
&
REGULASI

TATA RUANG
YANG MANTAP

SISTEM
PERIJINAN
KAWASAN
BUDIDAYA NON
KEHUTANAN

KAWASAN
HUTAN TETAP

KONDISI PEMUNGKIN
(ENABLING
CONDITION)
PENGELOLAAN HUTAN

FASILITAS &
BIMBINGAN
TEKNIS

TERKENDALINYA
KEBAKARAN
HUTAN &
AKTIVITAS
HARAM

KAWASAN TERTENTU

KPHK/KPHL/

KPHP
IJIN USAHA
PEMANFAATAN HASIL
HUTAN & PENGGUNAAN
KAWASAN HUTAN

PENGELOLAAN
HUTAN TINGKAT
TAPAK

HUTAN ADAT

HUTAN RAKYAT

KINERJA
PENGELOLAAN
LAHAN KBNK
TINGKAT TAPAK

KINERJA
PENGELOLAAN
HUTAN TINGKAT
TAPAK

KINERJA
REDD+ TINGKAT
WILAYAH

DOMAIN PENGELOLAAN (RENCANA PENGELOLAAN HUTAN DAN LAHAN)

Gambar 1. Struktur Hipotetik implementasi REDD+ di Indonesia

F2. Hasil Pengarusutamaan REDD+
Pemerintah Provinsi umumnya menyambut sangat baik proses pengarusutamaan REDD+
ke dalam Sistem Perencanaan Pembangunan. Tidak ada keluhan yang berkaitan dengan
kesulitan proses pengarusutamaan REDD+ dalam dokumen perencanaan pembangunan.

8

LAPORAN SINTESIS HASIL CAPACITY BUILDING
Hasil diskusi dengan pemerintah daerah dan pemangku kepentingan menunjukkan bahwa
mereka mengalami kesulitan untuk mengidentifikasi dan memasukkan akar masalah REDD+
sebagaimana tercantum dalam Stranas REDD+, RAN REDD+, dan SRAP REDD+ ke dalam
program dan kegiatan RAD GRK serta program dan kegiatan tahunan SKPD.

Secara umum isu Perubahan Iklim, khususnya REDD+, masih dipandang dengan berbagai
ragam perspektif sektoral bahkan di beberapa provinsi terfokus pada makna sebagai sistem
insentif semata. Berbagai masalah pembangunan daerah yang bersifat lintas sektor dalam
konteks REDD+ dipahami peserta sebagai persoalan yang terkait erat dengan pemantapan
kawasan hutan dan penataan ruang. Dalam konteks proses pengarusutamaan REDD+, para
pihak masih mengalami kesulitan untuk mengidentifikasi akar permasalahan, mengingat
hal tersebut umumnya berkenaan dengan kebijakan nasional/provinsi dan konsistensi
implementasinya di tingkat kabupaten/kota atau tapak. Lemahnya kepastian kawasan hutan,
belum selesainya penataan ruang dan realitas penguasaan kehutanan oleh dunia usaha dan
masyarakat di berbagai tempat merupakan pokok masalah yang didiskusikan.

Para pihak yang tergabung dalam Tim Penyusun SRAP REDD+ telah mengidentifikasi akar
permasalahan pembangunan di sektor berbasis lahan, khususnya di Provinsi Jambi dan
Sumatera Selatan. Tim Penyusun SRAP REDD+ memaknai pengarusutamaan sebagai akar
masalah yang tidak dapat diakomodasikan dalam sistem perencanaan pembangunan
nasional namun penting untuk dilaksanakan, sehingga perlu dicari mekanisme kelembagaan
lain untuk mewujudkannya, sedangkan WG9 memaknai pengarusutamaan sebagai proses
untuk mengakomodasikan seluruh akar masalah pembangunan di sektor berbasis lahan ke
dalam sistem perencanaan pembangunan nasional. Dasar pemikiran WG9 adalah Article 3.4
dari Convention UNFCCC.

Secara umum proses pengarusutamaan dipahami oleh peserta, namun lemahnya pendekatan
holistik dalam sistem perencanaan pembangunan dan carut marut permasalahan kehutanan
yang terlanjur terjadi selama ini cenderung mendorong peserta pada pendekatan perencanaan
yang berbasis tupoksi, berorientasi target dan cenderung mengabaikan “enabling condition”
yang menjadi syarat cukup bagi tercapainya target pembangunan tersebut.

Beberapa hasil penting dari proses capacity building mainstreaming REDD+ dalam sistem
perencanaan pembangunan adalah sebagai berikut:
1.

Proses pengarusutamaan sesuai dengan pedoman yang dibuat telah membuka
perspektif baru dalam penyusunan RPJMD dan RKPD mengenai koordinasi perencanaan
pembangunan secara lintas sektor dan lintas wilayah, serta pentingnya identifikasi akar

LAPORAN SINTESIS HASIL CAPACITY BUILDING

9
masalah dan pendekatan holistik berbasis rencana tata ruang dan kemantapan kawasan
hutan tetap.
2.

3.

Pendekatan sektoral dalam sistem perencanaan dan lemahnya sinergi perencanaan
tingkat nasional, provinsi dengan kabupaten akan menyulitkan proses identifikasi akar
masalah yang secara umum bermuara pada masalah kebijakan dan tata kelembagaan.
Namun demikian provinsi yang telah memiliki dokumen/draft SRAP REDD+ secara
umum juga memiliki pemahaman yang lebih baik dalam melihat akar permasalahan
pembangunan dalam konteks REDD+ dan penurunan emisi karbon.

4.

Dalam perspektif perencanaan pembangunan, selama pendekatan sektoral dalam sistem
perencanaan masih digunakan dan sinergi perencanaan tingkat nasional, provinsi dengan
kabupaten masih lemah, maka usulan pembentukan Lembaga REDD+ Daerah berpotensi
semakin menyulitkan proses penyelesaian akar masalah yang telah diidentifikasi dalam
SRAP REDD+.

5.

Dalam penyusunan SRAP, Satgas REDD+ perlu melakukan pendampingan dengan
melibatkan WG terkait, karena sebenarnya substansi SRAP memiliki muatan keseluruhan
output WG. Pendampingan penyusunan SRAP juga disertai kegiatan monitoring kemajuan
dan perkembangannya, sehingga permasalahan penyusunan SRAP dapat teridentifikasi.

6.

Khusus untuk Provinsi Sumatera Selatan, pemahaman terhadap pendekatan dan proses
pengarusutamaan yang dipaparkan oleh Pokja 9 sudah sangat komprehensif. Pendekatan
dan langkah-langkah yang digunakan oleh Pemerintah Provinsi hampir seluruhnya sesuai
dengan langkah-langkah yang dipersyaratkan dalam Pedoman Pengarusutamaan REDD+.
Sebagai contoh, telah dilakukannya persandingan antara RAD GRK dengan SRAP REDD+
untuk mencari kesesuaian program dan kegiatan dan kemungkinan adanya gap program
dan kegiatan antara keduanya. Selain itu, Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan juga
telah berkomitmen (dinyatakan melalui SK Gubernur) untuk mengintegrasikan seluruh
kegiatan RAD GRK dan program dan kegiatan SRAP REDD+ ke dalam RPJMD 2014-2019.

7.

10

Penguatan kapasitas untuk pengarusutamaan REDD+ membutuhkan penguatan
pemahaman atas substansi REDD+ pada sektor penataaan ruang dan sektor berbasis lahan,
serta penguatan pemahaman terhadap proses perencanaan yang didukung oleh “spatial
baseline information” yang kuat mengenai kawasan hutan yang akan dipertahankan
sebagai hutan tetap. Perbedaan pemahaman mengenai pengarusutamaan REDD+
dalam sistem perencanaan pembangunan perlu diantisipasi sejak dini untuk memastikan
keberhasilan REDD+ di tingkat provinsi.

Khusus untuk Provinsi Papua dan Papua Barat, capacity building pengarusutamaan REDD+
dan MP3EI direspon sebagai peluang untuk menyusun “grand design” pembangunan
wilayah secara berkelanjutan berbasis pembangunan ekonomi rendah karbon. Kedua
Provinsi perlu didukung pemerintah pusat untuk menyusun rencana induk pembangunan
wilayah tersebut guna mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya alam, khususnya

LAPORAN SINTESIS HASIL CAPACITY BUILDING
kehutanan bagi upaya untuk mewujudkan pengelolaan hutan lestari berbasis modal
sosial yang ada dan mendukung pencapaian tujuan REDD+ pada masa yang datang.

F3. Hasil Greening MP3EI
Dua isu greening paling utama, yakni lingkungan dan keadilan sosial, dapat dimengerti dan
diterima meskipun masih memerlukan pemikiran lebih jauh untuk mengimplementasikannya
dalam rencana pembangunan daerah. Secara umum, ego sektoral masih sangat mewarnai
dialog antar sektor, sehingga melemahkan koordinasi antar sektor. Hal ini masih perlu
mendapatkan perhatian yang sangat serius dalam mengimplementasikan MP3EI yang
lebih hijau. Selain itu, pemahaman peserta mengenai pendekatan yang berbasis insentif
dan disinsentif masih sangat kurang sehingga perlu peningkatan segera. Pada Provinsi
Jambi sudah ada kesadaran bahwa pembangunan sumberdaya manusia setempat melalui
pendidikan merupakan kunci pembangunan jangka panjang.
Beberapa hasil penting dari proses capacity building Greening MP3EI adalah sebagai berikut:
1. Pengetahuan tentang MP3EI tidak merata untuk semua peserta. Disamping itu juga
belum ada dokumen MP3EI yang spesifik untuk tingkat provinsi. Greening MP3EI masih
banyak menghadapi tantangan, khususnya perubahan paradigm pembangunan yang
belum berbasiskan pada paradigma pembangunan berkelanjutan, namun masih
berorientasi kepada pembangunan sektoral-ekonomi.
2. Terbatasnya sosialisasi kebijakan dan rencana aksi MP3EI dari kementrian terkait dan
belum adanya MP3EI untuk provinsi, mengakibatkan minimnya pemahaman stakeholders
pada tingkat provinsi dan tingkat kabupaten. Berdasarkan kondisi ini, proses capacity
building greening MP3EI bidang REDD+, lebih difokuskan pada diskusi konsep dan isuisu pembangunan berkelanjutan. Perlunya visi dan misi pemimpin dalam menjabarkan
pembangunan berkelanjutan ke dalam kebijakan, strategi, program, dan kegiatan serta
struktur organisasi pendukungnya.
3. secara umum perencanaan pembangunan masih berorientasi pada target output,
sangat terbatas di dalam penetapan tujuan (dampak) dari aspek ekonomi, lingkungan
dan sosial, dan ukuran (indikator) yang jelas; dan masih terbatas dalam menggunakan
informasi statistik wilayah sebagai bahan perencanaan dan evaluasi kinerja pencapaian
tujuan pembangunan daerah.
4. Secara umum mekanisme greening bidang REDD+ sebagaimana pada pedoman dapat
dipahami peserta, namun koordinasi antar sektor masih perlu mendapat perhatian yang
sangat serius dalam mengimplementasikan MP3EI yang hijau, mengingat investasi skala
besar di daerah umumnya masih didominasi oleh capital intensive yang berasal dari
perusahaan skala besar atau perusahaan asing.
5. Proses greening akan mengalami hambatan (lambat) pada proses legal terkait
penggunaan kawasan hutan untuk sektor di luar kehutanan, masalah ketersediaan data,
dan proses pengambilan keputusan greening dan kendala ketidakpastian tata ruang.
6. Pedoman Greening MP3EI bidang REDD+ statusnya di dalam proses perencanaan
pembangunan daerah masih belum memiliki legalitas, sehingga menjadi suatu

LAPORAN SINTESIS HASIL CAPACITY BUILDING

11
tantangan pada tataran implementasinya. Ada dua hal tantangan itu yaitu status legal
pedoman greening MP3EI, dan para pihak yang akan melaksanakan greening MP3EI
bidang REDD+.
7. Di Provinsi Kalimantan Barat, Sumatera Selatan, dan Aceh diskusi yang lebih mendalam
dalam proses greening adalah mengenai kriteria dan indikator. Ada kesepahaman bahwa
diperlukan perubahan kebijakan dan strategi pembangunan agar beberapa kriteria
dan indikator greening dapat dipenuhi. Kriteria indikator dimaksud adalah a) indikator
nisbah anggaran pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan terhadap
nilai sumberdaya alam yang tereksploitasi dari daerah yang bersangkutan ;b) konflik
di masyarakat; c) perimbangan pembagian hasil dari sumberdaya alam, baik langsung
maupun tidak langsung, antara pusat dan daerah; d) partisipasi/ akses masyarakat local/
adat di dalam kegiatan ekonomi/ pembangunan
8. Di Provinsi Kalimantan Barat MP3EI diharapkan dapat meningkatkan ketersediaan dan
layanan energy/ listrik, dan tuntasnya transportasi (Trans Kalimantan) khususnya di
jalur Kalbar ke Kalteng/ Kaltim. Disamping itu juga digugah agar kebijakan yang lebih
tinggi (PP) tentang pembangunan perbatasan Kalbar dan Malaysia, diprioritaskan untuk
direalisasikan, kemudian baru implementasi MP3EI dengan status Perpres.
9. Diskusi pembangunan pada MP3EI dan REDD+ sangat mendapat perhatian pada isu
kepentingan sektor pada ruang (diperlukan kepastian tata ruang/ RTRW), isu kerusakan
sumberdaya alam dan dampak lingkungan, serta isu keadilan sosial, terutama hak-hak
masyarakat terhadap sumberdaya dan memperoleh manfaat pembangunan tersebut.
10. Pada provinsi yang infrastrukturnya belum berkembang, ada persoalan yang harus
dipahami secara baik dan bijak, bahwa kebutuhan pembangunan infrastruktur sebagai
prasyarat pengembangan wilayah, yang tidak jarang melewati kawasan hutan khususnya
hutan lindung dan konservasi, perlu mendapatkan perhatian dan alokasi ruang namun
tetap tanpa mengorbankan kelestarian dan ekosistem.

G. Evaluasi Proses Capacity Building
Evaluasi proses capacity building dilakukan melalui evaluasi terhadap a) peserta yang hadir
dan keaktifan berkontribusi di dalam diskusi, b) materi capacity building, c) mekanisme atau
pelaksanaan capacity building, d) isu yang muncul pada saat diskusi kelompok maupun panel.
1. Peserta dan Proses Diskusi
Peserta capacity building berasal dari badan perencana, SKPD kehutanan/perkebunan,
pertanian, pertambangan, perdagangan industri, lingkungan hidup, penanaman modal
daerah pada tingkat provinsi dan sebagian dari kabupaten/kota, dan UPT Kementerian
Kehutanan di daerah. Di samping unsur pemerintah, juga dihadiri oleh peserta dari perguruan
tinggi, lembaga swadaya masyarakat di provinsi maupun kabupaten. Dari sisi target

12

LAPORAN SINTESIS HASIL CAPACITY BUILDING
keterwakilan peserta, maka capacity building sudah terpenuhi; hal ini berkait kerjasama yang
baik antara WG9 dengan Bappeda sebagai penyelenggara.
Sebagian besar peserta capacity building bukan pengambil keputusan yang dapat secara
langsung menyatakan komitmen mereka untuk mempergunakan dua pedoman tersebut
dalam proses perencanaan pembangunan daerah. Namun mereka akan berupaya agar dua
pedoman tersebut dapat menjadi dasar dalam penyusunan program dan kegiatan SKPD.
Topik pengarusutamaan REDD+ ke dalam perencanaan pembangunan daerah relatif lebih
banyak mendapat perhatian peserta; peserta lebih banyak mendiskusikan isu-isu terkait topik
REDD+ ini. Hal ini terkait dengan realitas di daerah, pengetahuan tentang isu REDD+ relatif
sudah lebih banyak diperoleh sebagian besar peserta, dan proses sosialisasi ataupun FGD
tentang REDD+ di daerah banyak dilakukan oleh berbagai pihak baik dari Satgas REDD+
maupun dari LSM. Di samping itu peserta yang menjadi anggota pokja (komisi daerah istilah
di Kalteng) RAD GRK atau REDD+ langsung berkepentingan terhadap substansi REDD+
untuk penyusunan dokumen SRAP REDD+ ataupun untuk mendapatkan kejelasan rencana
implementasi dan mekanisme pendanaannya/insentif. Sedangkan, untuk topik MP3EI
peserta relatif lebih banyak memberikan perhatian kepada penyampaian materi oleh nara
sumber dari WG 9 Satgas REDD+. Sehingga proses capacity building juga sekaligus menjadi
sosialisasi MP3EI, pembangunan daerah dalam konteks pembangunan berkelanjutan, dan
metode greening.
2. Materi Capacity Building
Proses capacity building dengan metode brainstorming dan FGD pada topik pengarusutamaan
REDD+ ke dalam Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Greening MP3EI bidang
REDD+. Materi capacity building karena pertimbangan alokasi waktu dan prasyarat
peserta sejak awal dirancang bukan untuk tujuan memberikan kemampuan skill di dalam
menggunakan ke 2 jenis pedoman ini. Secara umum substansi materi capacity building
adalah kebijakan dan isu-isu perubahan iklim (REDD+) dan kebijakan serta isu-isu MP3EI;
pedoman pengarusutamaan REDD+ ke dalam perencanaan pembangunan daerah (RPJMD
dan RKPD) serta pedoman greening bidang REDD+.
Materi capacity building sudah memenuhi tujuan yang diharapkan dari pelaksanaan
capacity building pada dua pedoman dimaksud. Capacity Building pada beberapa provinsi
belum banyak mengupas teknis pengarusutamaan REDD+ dan greening MP3EI, karena
lebih berfokus pada diskusi isu REDD+ dan MP3EI terkait masalah kepastian hukum, otonomi
daerah, penataan dan pemanfaatan ruang yang belum mengakomodir hak-hak masyarakat
adat/ lokal, kordinasi antar sektor, termasuk soal penggunaan kawasan hutan untuk areal
penggunaan lain (APL) seperti pertanian, perkebunan, pertambangan, infrastruktur dan lain
sebagainya.

LAPORAN SINTESIS HASIL CAPACITY BUILDING

13
3. Mekanisme Pelaksanaan Capacity Building
Mekanisme capacity building dirancang sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, yaitu
menggunakan pendekatan brainstorming dan FGD, untuk membangun partisipasi peserta
dalam mengungkapkan dan memberikan bahasan terhadap topik dan isu yang dibahas.
Dalam pelaksanaan capacity building dua pedoman ini, setelah mengambil pengalaman di
Provinsi Kalbar, dipandang perlu pihak daerah khususnya Pokja RAD GRK atau SRAP REDD+,
melakukan desiminasi dan sosialisasi program dan kegiatan yang ada pada kedua dokumen
tersebut (RAD-GRK dan SRAP REDD+) kepada seluruh peserta dan proses integrasi program
dan kegiatan REDD+ ke dalam dokumen perencanaan pembangunan daerah (RPJMD dan
RKPD).
Mekanisme capacity building dipandang cukup untuk mencapai tujuan yaitu membangunan
pemahaman REDD+, keperluan integrasi ke dalam perencanaan pembangunan daerah,
pemahaman kepentingan greening dan/atau pembangunan berkelanjutan. Untuk tujuan
capacity building lebih lanjut, yaitu tujuan praktek, maka diperlukan pengembangan
pelaksanaan, terkait persyaratan peserta yang betul-betul sebagai pelaksana di dalam
perencanaan pembangunan di setiap SKPD, alokasi waktu yang lebih lama, metode latihan
kasus dengan data yang cukup untuk sebuah kasus bahasan.
4. Isu-Isu Pokok Diskusi Pengarusutamaan REDD+ Dan Greening MP3EI
Isu pokok di dalam diskusi secara lebih rinci telah disajikan pada Bab Hasil Capacity Building
(pengarusutamaan REDD+ dan greening MP3EI bidang REDD+). Secara umum, adalah :
 Ketidakpastian RTRW provinsi dan kabupaten/ kota dan pemantapan kawasan hutan
tetap, yang dapat menghambat penetapan lokasi, program dan besar kegiatan SRAP/
STRADA REDD+ di lapangan.
 Akomodasi kepentingan dan hak-hak masyarakat dalam penataan dan pemanfaatan
ruang, REDD+ maupun pembangunan secara umum, termasuk MP3EI.
 Kesesuaian berbagai program dan kegiatan sektoral, RAD GRK, REDD+, MP3EI,
memerlukan koordinasi secara lebih baik, dan didukung oleh data dasar yang akurat
terkait inventarisasi nilai sumberdaya hutan, masyarakat dan ruang.
 Memastikan kapasitas daerah dalam perencanaan dan operasionalisasi rencana di
lapangan, dikaitkan dengan kepentingan sektor lain atau para pihak di daerah, maka
diperlukan pendampingan dalam implementasi, monitoring dan evaluasi sampai pada
tingkat lapangan.
 Implementasi REDD+ saat ini masih dalam tahap penyiapan kondisi pemungkin. Kendala
yang dihadapi dalam menyiapkan kondisi pemungkin antara lain ketersediaan data dan
informasi termasuk peta yang akurat, kebutuhan ruang untuk kegiatan bukan hutan dan

14

LAPORAN SINTESIS HASIL CAPACITY BUILDING
kehutanan, kebutuhan minimal untuk melakukan konservasi kawasan hutan dan lahan
gambut, kebijakan pemberian akses terhadap kawasan hutan bagi masayarakat adat,
serta kebijakan “one map”.

H. Rekomendasi
1.

2.

3.

4.

5.
6.

Penguatan kapasitas untuk pengarusutamaan REDD+ membutuhkan penguatan
pemahaman atas substansi REDD+ pada sektor penataaan ruang dan sektor berbasis lahan,
serta penguatan pemahaman terhadap proses perencanaan yang didukung oleh “spatial
baseline information” yang kuat mengenai kawasan hutan yang akan dipertahankan sebagai
hutan tetap.
Disarankan kepada pemerintah daerah provinsi untuk mensosialisasikan pengetahuan pada
capacity building ini ke pemda kabupaten. Cara lain adalah mewajibkan staf perencana
pada SKPD kabupaten untuk mengikuti secara aktif dalam proses capacity building yang
diadakan oleh pemerintah pusat dan pemerintah provinsi. Pertimbangannya adalah bahwa
SKPD kabupaten merupakan penanggungjawab pelaksanaan REDD+ yang kewenangannya
sudah diberikan kepada mereka.
Perlu dipertimbangkan status/legalitas pedoman pengarusutamaan REDD+ dan pedoman
greening MP3EI, di dalam proses perencanaan pembangunan nasional, provinsi dan
kabupaten/kota. Tanpa adanya kejelasan status/legalitas, maka kedua pedoman tersebut
kemungkinan besar hanya menjadi pengetahuan.
Desentralisasi anggaran, termasuk anggaran pendidikan yang berorientasi pada peningkatan
sumberdaya manusia, perlu di-reform agar penggunaannya lebih efektif dan sesuai dengan
kebutuhan Daerah.
Perlu ada pelatihan khusus mengenai pendekatan insentif dan disinsentif sebagai instrumen
pembangunan dan pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan.
Pengarusutamaan REDD+ ke dalam Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan
Greening MP3EI bidang REDD+, serta program dan kegiatan implementasi REDD+
secara keseluruhan perlu dilandaskan pada konsep pembangunan berkelanjutan untuk
memastikan bahwa REDD+ selaras dan harmonis dengan pembangunan wilayah.
16

LAPORAN SINTESIS HASIL CAPACITY BUILDING
MODUL
GREENING MP3EI DALAM KERANGKA REDD+

LATAR BELAKANG
DESKRIPSI SINGKAT
TUJUAN
MATERI POKOK
PENUTUP

LAPORAN SINTESIS HASIL CAPACITY BUILDING

17
1. Latar Belakang
Undang-Undang No 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional
(RPJPN), menyatakan bahwa pembangunan nasional adalah rangkaian upaya pembangunan
yang berkesinambungan yang meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat, bangsa dan
negara untuk melaksanakan UUD 1945. Rangkaian upaya pembangunan tersebut berlangsung
tanpa henti, dengan menaikkan tingkat kesejahteraan masyarakat dari generasi demi generasi.
Pelaksanaan upaya tersebut dalam konteks memenuhi kebutuhan masa sekarang tanpa
mengurangi kemampuan generasi yang akan datang untuk memenuhi kebutuhannya.
Pernyataan ini adalah RPJPN secara substansi harusnya pembangunan berkelanjutan. Pemerintah
telah membuat kebijakan pembangunan, khususnya terkait 1) Penurunan Gas Rumah Kaca (GRK),
dan penurunan emisis karbon dari degradasi dan deforestasi hutan (REDD+). 2) Master Plan
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia.
Kebijakan dan strategi RAN-GRK Indonesia dirumuskan berdasarkan kesiapan yang sudah
dilakukan oleh Pemerintah Indonesia dalam meratifikasi kesepakatan UNFCCC. Hal ini kemudian,
dituangkan dalam Peraturan Presiden No. 61 Tahun 2010 tentang RAN-GRK. Mengacu pada prinsipprinsip UNFCCC tersebut, maka pengurangan emisi dari business as usual (BAU) tahun 2020 akan
dilaksanakan sejalan dengan upaya mencapai target pertumbuhan ekonomi sebesar rata-rata
6-7%, sebagaimana tertuang di dalam RAN-GRK. Jadi, strategi nasional akan mengkombinasikan
antara target nasional tingkat pertumbuhan ekonomi sebesar 6-7% dan komitmen Indonesia
kepada dunia untuk emisi sebesar 26-41%.
Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD) adalah skema pemberian
insentif buat usaha-usaha pengurangan emisi yang berasal dari deforestasi dan kerusakan
hutan. Pada keputusan Conference of Parties (COP) 13 dan COP 14, peranan hutan dalam mitigasi
perubahan iklim tidak hanya dari sisi negatifnya (mencegah deforestasi dan kerusakan hutan),
tetapi juga dilihat sisi positifnya. Sasaran atau target REDD+ adalah emisi GRK dari hutan dan
gambut turun sebesar 14% dari bagian komitmen nasional sebesar 26% dengan upaya nasional
dan 41% dengan dukungan internasional, pada tahun 2020.
MP3EI adalah dokumen rencana pembangunan ekonomi yang menjadi bagian tidak terpisahkan
dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025. Undang-Undang No
17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional, menyatakan bahwa
pembangunan nasional adalah rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan
yang meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat, bangsa dan Negara untuk melaksanakan
UUD 1945. Melalui MP3EI, pembangunan ekonomi Indonesia diperkirakan akan mengalami
percepatan dan peningkatan dan akan menempatkan Indonesia sebagai Negara maju pada
tahun 2025 dengan pendapatan perkapita antara USD 14.250 – USD 15.500 dengan nilai total
perekonomian (PDB) berkisar antara USD 4,0 – 4,5 triliun. Untuk mencapai kondisi perekonomian
tersebut diperlukan pertumbuhan ekonomi riil sebesar 6,4 – 7,5 persen pada periode 2011 –
2014, dan sekitar 8,0 – 9,0 persen pada periode 2015 – 2025. Pertumbuhan tersebut diharapkan

18

LAPORAN SINTESIS HASIL CAPACITY BUILDING
akan dibarengi oleh penurunan inflasi dari sebesar 6,5 persen pada periode 2011 - 2014 menjadi
3,0 persen pada 2025.
Perubahan paradigma dari pembangunan “business as usual” saat ini yang mengedepankan
pembangunan ekonomi saja menjadi pembangunan berkelanjutan menjadi semakin penting
dengan permasalahan lingkungan global dan lokal yang berkembang saat ini. Master Plan
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), Rencana Aksi Nasional
Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN-GRK) dan Implementasi REDD+ di Indonesia dapat
berpotensi kurang memberikan kontribusi terhadap pencapaian pembangunan nasional dan
kesejahteraan rakyat jika tidak diletakkan dalam kerangka pembangunan berkelanjutan yang
dilandaskan pada pilar rasionalitas lingkungan, sosial dan ekonomi nasional.
MP3EI tampaknya lebih focus pada gambaran pertumbuhan ekonomi, belum menggambarkan
perwujudan pembangunan berkelanjutan. Berdasarkan substansi RPPLH dan KLHS, dan
mempertimbangkan MP3EI sebagai perencanaan pembangunan ekonomi, operasionalisasi
pembangunan berkelanjutan MP3EI seharusnya meliputi 4 muatan prinsip pembangunan
berkelanjutan, yaitu (1) keberlanjutan cadangan sumber daya alam yang dieksploitasi, (2)
keberlanjutan daya dukung dan daya tampung lingkungan untuk mendukung pembangunan
ekonomi di masa datang, (3) perkiraan dampak dan resiko lingkungan hidup, dan (4) keselamatan,
mutu hidup dan kesejahteraan masyarakat terutama masyarakat di wilayah pembangunan.
Pembangunan berkelanjutan mengandung pengertian sebagai pembangunan yang
“memperhatikan” dan “mempertimbangkan” dimensi lingkungan hidup dalam pelaksanaannya.
Pembangunan berkelanjutan, para ahli sepakat mengadopsi pengertian yang telah disepakati
oleh komisi Brundtland yang menyatakan bahwa “pembangunan berkelanjutan adalah
pembangunan yang memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa mengurangi kemampuan
generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka.
Agar kebijakan MP3EI dan Redd+ itu tidak saling meniadakan dan memenuhi prinsip
pembangunan berkelanjutan diperlukan upaya “greening” MP3EI bidang REDD+.

2. Deskripsi Singkat
Modul greening MP3EI mencakup pembahasan atau diskusi tentang kebijakan pembangunan
Indonesia khususnya tentang Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi
Indonesia (MP3EI), Rencana Aksi Nasional Penurunan Gas Rumah Kaca (RAN-GRK) juga Reducing
Emission from Degradation and Deforestation Plus (REDD+).
Diskusi berupa posisi MP3EI didalam konteks pemenuhan prinsip pembangunan berkelanjutan.
Untuk itu juga diuraikan tentang konsep pembangunan berkelanjutan di dalam pembangunan.
MP3EI sebagai bagian dari perencanaan pembangunan, maka pembahasan perencanaan
pembangunan berupa Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) beserta

LAPORAN SINTESIS HASIL CAPACITY BUILDING

19
landasannya juga dikupas.
Operasionalisasi konsep pembangunan berkelanjutan, maka pembahasan hal ini dikemas di
dalam pembangunan berkeadilan dan ramah lingkungan. Disini diuraikan secara lebih operasional
tentang prinsip pembangunan berkelanjutan beserta ukuran (kriteria dan indikator) yang dipakai
dalam mengukur rencana pembangunan apakah sudah memenuhi prinsip keberlanjutan.
Secara teknis pelaksanaan greening dibahas di dalam topic Mekanisme Greening MP3EI dalam
Perencanaan Pembangunan.

3. Tujuan
1. Sebagai upaya membangun paradigma pembangunan berkelanjutan dalam penyelenggaraan
MP3EI sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari sistem perencanaan pembangunan
nasional.
2. Sebagai upaya membangun kapasitas berupa pengetahuan para pemangku kepentingan,
dalam perencanaan pembangunan di tingkat nasional dan daerah, tentang paradigma
pembangunan berkelanjutan dan pengetahuan mekanisme proses operasionalisasinya
ke dalam perencanaan pembangunan. Pengetahuan ini sebagai modal dasar integrasi
pembangunan berkelanjutan dalam perencanaan pembangunan nasional dan daerah
khususnya dalam penyelenggaraan MP3EI.

4. Materi Pokok
1.1
1.2
1.3
1.4

Tinjauan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI)
Prinsip Pembangunan Berkelanjutan dalam Perencanaan Pembangunan
Pembangunan Berkeadilan dan Ramah Lingkungan
Mekanisme Greening MP3EI dalam Perencanaan Pembangunan

5. Penutup
Pembahasan melalui berbagai modul greening ini sebagai upaya melengkapi “Pedoman
Greening MP3EI Bidang REDD+”. Pemahaman “Pedoman Greening MP3EI” dan “modul-modul
greening” dibangun melalui melalui diskusi secara interaktif dan terfokus diantara para pemangku
kepentingan di tingkat nasional dan daerah.
Hasil ideal yang diharapkan adalah memberikan hasil proses perencanaan pembangunan
khususnya respon terhadap MP3EI berupa kebijakan (Perpres) MP3EI itu sendiri, ataupun rencana
aksi MP3EI yang akan diintegrasikan ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM)
Nasional dan Daerah, serta Rencana Strategis Kementerian/Lembaga Non Kementerian dan
Satuan Kerja Pemerintah Daerah, yang telah teruji pemenuhan keberlanjutannya. Jika rancangan
rencana pembangunan belum mampu memenuhi keberlanjutan maka diperlukan revisi dan
penyesuaian, termasuk rancangan rencana aksi MP3EI maupun Rencana REDD+ itu.

20

LAPORAN SINTESIS HASIL CAPACITY BUILDING
Disadari bahwa kegiatan diskusi yang diselenggarakan ini memiliki keterbatasan, khususnya
waktu pelaksanaan, yang juga berimplikasi pada substansi yang dibahas. Oleh karena itu ukuran
keberhasilan diskusi ini adalah adanya pemahaman yang relatif merata di antara para pemangku
kepentingan tentang konsep pembangunan berkelanjutan di dalam perencanaan pembangunan
khususnya di bidang MP3EI dan REDD+. Ukuran sedikit lebih diharapkan adalah berkembangnya
kesadaran dan sikap kritis terhadap kepentingan pembangunan berkelanjutan.

LAPORAN SINTESIS HASIL CAPACITY BUILDING

21
22

LAPORAN SINTESIS HASIL CAPACITY BUILDING
MODUL 1:
TINJAUAN MASTERPLAN PERCEPATAN DAN
PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA
MP3EI DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Guna meningkatkan daya saing perekonomian nasional yang lebih solid, untuk melengkapi
dokumen perencanaan pembangunan, khususnya Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional 2005-2025 (RPJPN) diperlukan adanya masterplan percepatan dan
perluasan pembangunan ekonomi Indonesia yang memiliki arah yang jelas, strategi yang
tepat, fokus dan terukur. Berdasarkan pertimbangan tersebut, pemerintah menetapkan
Peraturan Presiden Nomor 32 tahun 2011 tentang Masterplan Percepatan dan Perluasan
Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025. Substansi dari Masterplan Percepatan dan
Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025 adalah pengembangan Koridor
Ekonomi Indonesia menggunakan tiga strategi utama yaitu pengembangan potensi
ekonomi, penguatan konektivitas nasional dan penguatan kemampuan sumber daya
manusia dan iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi) nasional.
Upaya pemerintah merealisasikan komitmen nasional untuk berperan dalam pengurangan
emisi gas rumah kaca (GRK) telah dituangkan dalam Rencana Aksi Nasional Pengurangan
Gas Rumah Kaca (RAN-GRK) yang ditetapkan sebagai kebijakan pemerintah melalui
Peraturan Presiden No 61 tahun 2011. Untuk mendukung upaya reduksi emisi GRK
dalam MP3EI, diperlukan upaya integrasi MP3EI dalam perencanaan pembangunan
dengan mempertimbangkan RAN GRK. Disisi lain, terkait perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup nasional, telah ditetapkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Undang-Undang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup ini sebagai wujud pada amanat Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa pembangunan nasional diselenggarakan
berdasarkan prinsip pembangunan berkelanjutan dan berwawaskan lingkungan, serta
adanya permasalahan lingkungan hidup yang membutuhkan upaya perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup. MP3EI sebagai perencanaan pembangunan bidang ekonomi,
yang menjadi bagian dari perencanaan pembangunan nasional, juga diamanatkan untuk
berlandaskan pada prinsip pembangunan berkelanjutan dan berwawaskan lingkungan.
Sebagai upaya membangun paradigma pembangunan berkelanjutan dalam
penyelenggaraan MP3EI sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari sistem perencanaan

LAPORAN SINTESIS HASIL CAPACITY BUILDING

23
pembangunan nasional, dibutuhkan capacity building paradigma pembangunan
berkelanjutan sebagai modal dasar kapasitas integrasi pembangunan berkelanjutan dalam
perencanaan pembangunan nasional, khususnya dalam penyelenggaraan MP3EI.

1.2 Deskripsi Singkat
Modul Tinjauan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia
(MP3EI) ini meliputi beberapa materi, yaitu (1) landasan hukum pembangunan berkelanjutan
dan MP3EI serta landasan teori pembangunan berkelanjutan, (2) muatan MP3EI, dan (3)
muatan prinsip pembangunan berkelanjutan dalam MP3EI.
Materi landasan hukum MP3EI dan pembangunan berkelanjutan serta landasan teori
pembangunan berkelanjutan menjelaskan kebijakan yang telah ditetapkan sebagai
landasan hukum MP3EI dan pengarusutamaan pembangunan berkelanjutan dalam
sistem perencanaan pembangunan. Materi landasan teori pembangunan berkelanjutan
menjelaskan teori-teori pembangunan berkelanjutan yang menjadi prinsip dasar MP3EI.
Materi prinsip Muatan MP3EI menjelaskan latar belakang, prinsip dasar dan prasyarat, strategi
utama, program dan kegiatan, dan inisiatif strategis. Materi muatan prinsip pembangunan
berkelanjutan MP3EI menguraikan keterkaitan tema pembangunan dan kegiatan ekonomi
utama MP3EI dengan prinsip pembangunan berkelanjutan.

1.3 Tujuan
Modul tinjauan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia
(MP3EI) ini adalah materi yang menjadi bagian dari capacity building greening MP3EI bidang
REDD+ dengan tujuan untuk membangun paradigma pembangunan berkelanjutan
sebagai modal dasar integrasi MP3EI dalam perencanaan pembangunan.

2. Landasan Hukum dan Teori
2.1 Landasan Hukum Pembangunan Berkelanjutan dan MP3EI
Ada beberapa landasan hukum yang menjadi dasar kewajiban untuk menerapkan
pembangunan berkelanjutan di Indonesia. Berikut beberapa peraturan tersebut dan
penjabarannya:
a. Undang-Undang Dasar 1945
Pembangunan berkelanjutan dan wawasan lingkungan hidup telah diamanatkan oleh
UUD 1945, yaitu pasal 28 H ayat (1) dan pasal 33 ayat (4). Pasal 28 H ayat (1) UUD 1945
secara jelas menyatakan bahwa: setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin,
bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak
memperoleh pelayanan kesehatan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hak
untuk memperoleh pelayanan lingkungan hidup serta pelayanan kesehatan yang baik

24

LAPORAN SINTESIS HASIL CAPACITY BUILDING
merupakan hak asasi manusia. Hadirnya ketentuan pasal 28 H ayat (1) UUD 1945 tersebut
telah menegaskan bahwa norma lingkungan hidup telah mengalami konstitusionalisasi
menjadi materi muatan konstitusi sebagai hukum tertinggi. Artinya, segala kebijakan
dan tindakan pemerintahan dalam pembangunan haruslah tunduk kepada ketentuan
mengenai hak asasi manusia atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Tidak boleh
ada lagi kebijakan yang tertuang dalam bentuk undang-undang ataupun peraturan di
bawahnya yang bertentangan dengan ketentuan konstitusional yang pro-lingkungan ini.
Selanjutnya, dalam ketentuan pasal 33 ayat (4) dinyatakan bahwa: perekonomian nasional
diselenggarakan berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan,
efisiensi, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan
menjaga keseimbangan dan kemajuan ekonomi nasional. Perekonomian nasional
berdasar atas demokrasi ekonomi yang dimaksud haruslah mengandung prinsip
bekerlanjutan dan berwawasan lingkungan. Oleh sebab itu, berbagai undang-undang
di bidang lingkungan hidup haruslah dikelola untuk kepentingan pembangunan
berdasarkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dan wawasan lingkungan
hidup.
Dengan diterimanya kedua prinsip tersebut menjadi dasar dalam rumusan hukum
tertinggi di Indonesia, menunjukkan bahwa semua kebijakan-kebijakan ekonomi yang
kita kembangkan haruslah mengacu dan atau tidak boleh bertentangan dengan prinsip
yang diatur dalam UUD 1945. UUD sebagai hukum tertinggi merupakan kesepakatan
kewarganegaraan dan konsensus kebangsaan tertinggi yang harus dijadikan pegangan
bersama dalam segenap aktivitas penyelenggaraan negara.

b. Tap MPR No. IV/MPR/1999 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) dan UndangUndang No. 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional
2005-2025 (RPJMN).
GBHN tahun 1999-2004 menyebutkan bahwa konsep pembangunan berkelanjutan telah
diletakkan sebagai kebijakan. Pembangunan berkelanjutan menjadi sebuah harapan
yang harus diwujudkan. Hal ini kemudian yang mendasari dibentuknya institusi atau
lembaga yang membidangi lingkungan hidup. Kelembagaan ini mempunyai peranan
penting dalam memberi landasan lingkungan bagi pelaksanaan pembangunan di
Indonesia.
Rencana Pembangunan Jangka Panjang nasional adalah dokumen pengganti hilangnya
GBHN. Dalam RPJPN, perubahan iklim dan pemanasan global dianggap sebagai tantangan
bagi keberlanjutan pembangunan dalam jangka panjang. Dalam bidang sumber daya
alam dan lingkungan hidup, RPJPN menyebutkan bahwa jasa-jasa lingkungan adalah
penopang hidup manusia. Jasa-jasa lingkungan itu adalah keanekaragaman hayati,

LAPORAN SINTESIS HASIL CAPACITY BUILDING

25
penyerapan karbon, pengaturan air secara alamiah, keindahan alam dan udara bersih.
Oleh sebab itu, aspek lingkungan selain aspek ekonomi dan sosial adalah aspek penting
untuk keberlangsungan pembangunan di Indonesia dan umat manusia. Dalam RPJMN,
pelaksanaan pembangunan dilakukan dalam konteks memenuhi kebutuhan masa
sekarang tanpa mengurangi kemampuan generasi yang akan datang untuk memenuhi
kebutuhannya. Pernyataan ini adalah substansi dari pembangunan berkelanjutan,
yang berarti bahwa Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional adalah rencana
pembangunan dengan konsep pembangunan berkelanjutan.
c. Undang-Undang tentang lingkungan hidup (UU no. 14/1982 tentang Ketentuanketentuan Pokok Pengelolaan lingkungan Hidup; UU no. 23/2007 tentang Pengelolaan
Lingkungan hidup; dan UU no.32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup).
Undang-Undang No. 14 tahun 1982 mengamanatkan keharusan untuk mengkaitkan
pelaksanaan pembangunan dengan pengelolaan lingkungan hidup melalui apa yang
dinamakan “pembangunan berwawasan lingkungan”. Pasal 4 huruf d undang-undang
ini disebutkan juga bahwa salah satu tujuan pengelolaan lingkungan hidup adalah
“terlaksananya pembangunan berwawasan lingkungan untuk kepentingan generasi
sekarang dan mendatang”. Pembangunan berwawasan lingkungan dirumuskan dalam
pasal 1 angka 13 yang menyatakan bahwa “pembangunan berwawasan lingkungan
adalah upaya sadar dan terencana menggunakan dan mengelola sumber daya secara
bijaksana dalam pembangunan yang berkesinambungan untuk meningkatkan mutu
hidup.
Dalam perkembangan selanjutnya UU No. 4 Tahun 1982 dicabut dan digantikan dengan
UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Undang-undang ini
menggunakan istilah baru lagi yatu “Pembangunan Berkelanjutan Yang Berwawasan
Lingkungan Hidup. “Konsideran UU no. 23 Tahun 1997 antara lain menjelaskan tentang
mengapa kita harus melaksanakan ‘Pembangunan Berkelanjutan Yang Berwawasan
Lingkungan Hidup” seperti pada pertimbangan huruf b, bahwa dalam rangka
mendayagunakan sumberdaya alam untuk memajukan kesejahteraan umum seperti
diamanatkan dalam UUD 1945 dan untuk mencapai kebahagiaan hidup berdasarkan
Pancasila, perlu dilaksanakan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan
hidup berdasarkan kebijaksanaan nasional yang terpadu dan menyeluruh dengan
memperhitungkan kebutuhan generasi masa kini dan generasi masa depan. Pasal 1 butir
3 menyebutkan dalam ketentuan tersebut bahwa pembangunan berkelanjutan yang
berwawasan lingkungan hidup adalah upaya sadar dan terencana, yang memadukan
lingkungan hidup, termasuk sumber daya ke dalam proses pembangunan untuk
menjamin kemampuan, kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini dan masa
depan.

26

LAPORAN SINTESIS HASIL CAPACITY BUILDING
UU No. 23 tahun 1997 selanjutnya diperkuat dengan dikeluarkannya Undang-Undang
no. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pada UU
ini masih menggunakan istilah pembangunan berkelanjutan, hanya saja menekankan
juga aspek perlindungan. Pasal 1 butir 2 menjelaskan arti perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup sebagai upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk
melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian,
pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum. Sementara, rencana perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup yang selanjutnya disingkat RPPLH adalah perencanaan
tertulis yang memuat potensi, masalah lingkungan hidup, serta upaya perlindungan dan
pengelolaannya dalam kurun waktu tertentu.
d. Undang-Undang No. 25 tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas).
Undang-Undang ini menjabarkan tentang arah kebijakan-kebijakan pembangunan
bidang sumber daya alam dan lingkungan hidup. Arah kebijakan tersebut sebagai
berikut:
Mengelola sumber daya alam dan memelihara daya dukungnya agar bermanfaat
bagi peningkatan kesejahteraan rakyat dari generasi.
Meningkatkan pemanfaatan potensi sumber daya alam dan lingkungan hidup
dengan melakukan konservasi, rehabilitasi dan penghematan penggunaan dengan
menerapkan teknologi ramah lingkungan.
Mendelegasikan secara bertahap wewenang pemerintah pusat kepada pemerintah
daerah dalam pelaksanaan pengelolaan sumber daya alam secara selektif dan
pemeliharaan lingkungan hidup sehingga kualitas ekosistem tetap terjaga yang
diatur dengan undang-undang.
Mendayagunakan sumber daya alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat
dengan memperhatikan kelestarian fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup,
pembangunan yang berkelanjutan, kepentingan ekonomi dan budaya masyarakat
lokal, serta penataan ruang yang pengusahaanya diatur dengan undang-undang.
Menerapkan indikator-indikator yang memungkinkan pelestarian kemampuan,
keterbatasan sumber daya alam yang dapat diperbaharui untuk mencegah kerusakan
yang tidak dapat balik.
e. Undang-Undang no. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan.
Pengaturan tentang pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan tampak dengan
jelas dalam UU no. 41 Tahun 1999. Pasal 3 dari undang-undang ini misalnya menentukan:
“Penyelenggaraan kehutanan bertujuan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat
yang berkeadilan dan berkelanjutan:
Menjamin keberadaan hutan dengan luasnya yang cukup dan sebaran yang
proporsional.
Mengoptimalkan aneka fungsi hutan yang meliputi fungsi komunikasi, fungsi

LAPORAN SINTESIS HASIL CAPACITY BUILDING

27
lindung, dan fungsi produksi. Untuk mencapai manfaat lingkungan, sosial, budaya
dan ekonomi yang seimbang dan lestari.
Meningkatkan daya dukung daerah aliran sungai.
Meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan kapasitas dan keberdayaan
masyarakat secara partisipatif, berkeadilan dan berwawasan lingkungan sehingga
mampu menciptakan ketahanan sosial dan ekonomi serta ketahanan terhadap
akibat perubahan eksternal, dan
Menjamin distribusi manfaat yang berkeadilan dan berkelanjutan.
Berdasarkan hal tersebut, undang-undang ini menganut prinsip pengelolaan hutan yang
berkelanjutan atau “sustainable forest management” .
f. Undang-undang tentang pengelolaan sumber daya alam (UU No. 5 tahun 1960 tentang
Ketentuan Pokok Agraria; UU no. 11 tahun 1967 tentang Ketentuan Pokok Pertambangan;
Undang-Undang No. 11 tahun 1974 tentang Pengairan).
Semua undang-undang ini menekankan tentang pengelolaan sumber daya alam yang
berkelanjutan atau memenuhi prinsip-prinsip keberlanjutan. Misalnya di pertambangkan
menerapkan konsep Good Mining Practices. Prinsip keberlanjutan mengandung
makna setiap orang memikul kewajibannya dan tanggung jawab terhadap generasi
mendatang, dan terhadap sesamanya dalam satu generasi, untuk terlaksananya
kewajiban dan tanggung jawab tersebut, maka kemampuan lingkungan hidup, harus
dilestarikan. Terlestarikannya kemampuan lingkungan hidup menjadi tumpuannya
dalam meningkatkan pembangunan.
g. Perpres No 32 Tahun 2011 Tentang Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan
Ekonomi Indonesia
Pemerintah menetapkan Peraturan Presiden Nomor 32 tahun 2011 tentang Masterplan
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025. Substansi dari
Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025
adalah pengembangan Koridor Ekonomi Indonesia menggunakan tiga strategi utama
yaitu pengembangan potensi ekonomi, penguatan konektivitas nasional dan penguatan
kemampuan sumber daya manusia dan iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi)
nasional. MP3EI dimaksudkan untuk meningkatkan daya saing perekonomian nasional
yang lebih solid, khususnya Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-

28
28

LA
LA ORA INTES
LAPORAN SINTESIS HASIL CAPACITY BU LDI G
LAPORAN SINTESIS HASIL CAPACITY BUILDING
NT SI ASIL CAPACITY BUILDING
N ESI AS CA CI BUILDI
SI
U D
2025 (RPJPN). Pembangunan ekonomi melalui MP3EI diharapkan akan menempatkan
Indonesia sebagai Negara maju pada tahun 2025.

2.2 Teori Pembangunan Berkelanjutan
2.2.1 Definisi
Sebagai sebuah konsep, pembangunan berkelanjutan mengandung pengertian
sebagai pembangunan yang “memperhatikan” dan “mempertimbangkan” dimensi
lingkungan hidup dalam pelaksanaannya sudah menjadi topik pembicaraan dalam
konferensi Stockholm (UN Conference on the Human Environment) tahun 1972 yang
menganjurkan agar pembangunan dilaksanakan dengan memperhatikan faktor
lingkungan.1 Selanjutnya berkembang pula berbagai definisi dari apa yang dimaksud
dengan pembangunan berkelanjutan. Berikut beberapa definisi dari pembangunan
berkelanjutan:
a. Menurut Brundtland Report dari PBB (1987), pembangunan berkelanjutan adalah
bagaimana dalam pembangunan memperbaiki kehancuran lingkungan tanpa
mengorbankan kebutuhan pembangunan ekonomi dan keadilan sosial.
b. Laporan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Dunia (2005), pembangunan
berkelanjutan adalah pembangunan yang berlandaskan tiga tiang utama
(ekonomi, sosial, dan lingkungan) yang saling bergantung dan memperkuat.
c. Deklarasi Universal Keberagaman Budaya (UNESCO, 2001) lebih jauh menggali
konsep pembangunan berkelanjutan dengan menyebutkan bahwa “keragaman
budaya penting bagi manusia sebagaimana pentingnya keragaman hayati
bagi alam”. Dengan demikian “pembangunan tidak hanya dipahami sebagai
pembangunan ekonomi, namun juga sebagai alat untuk mencapai kepuasan
intelektual, emosional, moral, dan spiritual”. Dalam pandangan ini, keragaman
“pertumbuhan ekonomi” itu sendiri bermasalah, karena sumberdaya bumi itu
sendiri terbatas.
d. World Commission on Environment and Development/WCED (1988),
pembangunan berkelanjutan adalah konsep yang sudah hadir sejak lama sebagai
anti tesis atas konsep pembangunan modern yang eksploitatif. Prinsip utama
pembangunan berkelanjutan adalah sebuah pembangunan yang mencukupi
kebutuhan sekarang tanpa mengkompromikan kemampuan generasi mendatang
untuk mencukupi kebutuhan mereka sendiri.
Elemen-elemen pokok pembangunan berkelanjutan menurut WCED (1988) adalah
sebagai berikut:
a. Tercukupinya kebutuhan dasar.
b. Pemanfaatan sumber daya yang hemat dan efisien karena ada batas sumber daya
lingkungan menyerap pengaruh-pengaruh kegiatan manusia.
c. Teknologi ramah lingkungan.
1

Lihat Abdurrahman, 2003 “Pembangunan Berkelanjutan Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Indonesia”. Makalah
Seminar Pembangunan Hukum Nasional VIII. Denpasar, 14-18 Juli 2003. Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI.

LAPORAN SINTESIS HASIL CAPACITY BUILDING

29
d. Demokratisasi dalam pengambilan keputusan atas sumber daya.
e. Pembatasan jumlah penduduk.
Berdasarkan dari definisi-definisi di atas, maka pada dasarnya pembangunan
berkelanjutan itu memiliki 3 (tiga) kaki, yaitu keberlanjutan ekonomi, keberlanjutan
sosial, dan keberlanjutan lingkungan. Pemikiran-pemikiran tentang syaratsyarat tercapainya proses pembangunan berkelanjutan dari berbagai sumber
dideskripsikan pada Tabel 1.1 berikut.
Tabel 1.1. Pemikiran-pemikiran tentang syarat-syarat tercapainya proses pembangunan
berkelanjutan
Sumber Pikiran
Dimensi
Brundtland (1987)

ICPQL (1996)

Becker et al (1997)

Pemenuhan kebutuhan dasar
bagi semua

Keadilan sosial, kesetaraan
gender, rasa aman, menghargai
diversitas budaya

Penekanan pada proses
pertumbuhan sosial yang
dinamis, keadilan sosial dan
pemerataan

Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi untuk
pemenuhan kebutuhan dasar

Ekonomi kesejahteraan

Ekonomi kesejahteraan

Lingkungan

Lingkungan untuk generasi
sekarang dan yang akan dating

Keseimbangan lingkungan yang
sehat

Lingkungan adalah dimensi
sentral dalam proses sosial

Sosial

Sumber: Gondokusumo (2005)

Tiga aspek di atas, sering juga dikenal 3 (tiga) pro kriteria pembangunan berkelanjutan,
yaitu:
a. Pro-keadilan sosial, artinya keadilan dan kesetaraan akses terhadap sumber daya
alam dan pelayanan publik, menghargai diversitas budaya dan kesetaraan gender.
b. Pro-ekonomi kesejahteraan, artinya pertumbuhan ekonomi ditujukan untuk
kesejahteraan semua anggota masyarakat, dapat dicapai melalui teknologi
inovatif yang berdampak minimum terhadap lingkungan.
c. Pro-lingkungan berkelanjutan, artinya etika lingkungan non-antroposentris
menjadi pedoman hidup masyarakat, sehingga mereka selalu mengupayakan
kelestarian dan keseimbangan lingkungan, konservasi sumberdaya alam vital, dan
mengutamakan peningkatan kualitas hidup non-material.

2.2.2 Prinsip Pembangunan Berkelanjutan
Memang diakui bahwa konsep keberlanjutan merupakan konsep yang sederhana

30

LAPORAN SINTESIS HASIL CAPACITY BUILDING
namun kompleks, sehingga pengertian keberlanjutan pun sangat multi-dimensi dan
multi-interpretasi. Beberapa cara pandang tersebut antara lain:
a. Menurut Heal dalam Fauzi (2004) Konsep keberlanjutan ini paling tidak
mengandung dua dimensi: Pertama adalah dimensi waktu karena keberlanjutan
tidak lain menyangkut apa yang akan terjadi dimasa yang akan datang. Kedua
adalah dimensi interaksi antara sistem ekonomi dan sistem sumber daya alam dan
lingkungan.
b. Menurut Pezzey dalam Fauzi (2004) melihat aspek keberlanjutan dari sisi yang
berbeda. Keberlanjutan dari sisi statik diartikan sebagai pemanfaatan sumber daya
alam terbarukan dengan laju teknologi yang konstan, sementara keberlanjutan
dari sisi dinamik diartikan sebagai pemanfaatan sumber daya alam yang tidak
terbarukan dengan tingkat teknologi yang terus berubah.
Berkembangnya multidimensi dan multi-interpretasi ini, maka para ahli sepakat untuk
sementara mengadopsi pengertian yang telah disepakati oleh komisi Brundtland
yang menyatakan bahwa “pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang
memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi
mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka.”2
Mengacu pada konsep keberlanjutan tersebut, maka dapat dirinci menjadi 3
(tiga) aspek pemahaman, yaitu: (a) Keberlanjutan ekonomi yang diartikan sebagai
pembangunan yang mampu menghasilkan barang dan jasa secara kontinu
untuk memelihara keberlanjutan pemerintahan dan menghindari terjadinya
ketidakseimbangan sektoral yang dapat merusak produksi pertanian dan industri;
(b) Keberlanjutan lingkungan, dimana sistem keberlanjutan secara lingkungan harus
mampu memelihara sumber daya yang stabil, menghindari eksploitasi sumber daya
alam dan fungsi penyerapan lingkungan. Konsep ini juga menyangkut pemeliharaan
keanekaraman hayati, stabilitas ruang udara, dan fungsi ekosistem lainnya yang tidak
termasuk kategori sumber-sumber ekonomi; (c) Keberlanjutan sosial, keberlanjutan
secara sosial diartikan sebagai sistem yang mampu mencapai kesetaraan, penyediaan
layanan sosial termasuk kesehatan, pendidikan, gender, dan akuntabilitas politik.
Dari berbagai konsep yang ada, dapat dirumuskan prinsip dasar dari setiap elemen
pembangunan berkelanjutan. Dalam hal ini ada empat komponen yang perlu
diperhatikan yaitu pemerataan, partisipasi, keanekaragaman, integrasi dan perspektif
jangka panjang (Jaya, 2004):
a. Pembangunan yang menjamin pemerataan dan keadilan sosial
Pembangunan yang berorientasi pemerataan dan keadilan sosial harus dilandasi
hal-hal seperti: meratanya distribusi sumber lahan dan faktor produksi, meratanya
peran dan kesempatan perempuan, meratanya ekonomi yang dicapai dengan
keseimbangan distribusi kesejahteraan.
2

Lihat Muhajir, 2010 “REDD di Indonesia Kemana Akan Melangkah?” HuMa: Jakarta

LAPORAN SINTESIS HASIL CAPACITY BUILDING

31
b. Pembangunan yang menghargai keanekaragaman hayati
Pemeliharaan keanekaragaman hayati adalah prasyarat untuk memastikan bahwa
sumber daya alam selalu tersedia secara berkelanjutan untuk masa kini dan masa
datang. Keanekaragaman hayati juga merupakan dasar bagi keseimbangan
ekosistem. Pemeliharaan keanekaragaman budaya akan mendorong perlakuan
yang merata terhadap setiap orang dan membuat pengetahuan terhadap tradisi
berbagai masyarakat dapat lebih dimengerti.
c. Pembangunan yang menggunakan pendekatan integratif.
Pembangunan berkelanjutan mengutamakan keterkaitan antara manusia dengan
alam. Manusia mempengaruhi alam dengan cara yang bermanfaat atau merusak.
Hanya dengan memanfaatkan pengertian tentang kompleksnya keterkaitan
antara sistem alam dan sistem sosial. Dengan menggunakan pengertian ini maka
pelaksanaan pembangunan yang lebih integratif merupakan konsep pelaksanaan
pembangunan yang dapat dimungkinkan.
d. Pembangunan yang meminta perspektif jangka panjang.
Masyarakat cenderung menilai masa kini lebih dari masa depan, implikasi
pembangunan berkelanjutan merupakan tantangan yang melandasi penilaian
ini. Pembangunan berkelanjutan mensyaratkan pelaksanaan penilaian yang
berbeda dengan asumsi normal dalam prosedur discounting. Persepsi jangka
panjang adalah perspektif pembangunan yang berkelanjutan.

2.2.3 Indikator Pembangunan Berkelanjutan
Djajadiningrat (2005) menyatakan bahwa pembangunan berkelanjutan memerlukan
perspektif jangka panjang. Secara ideal keberlanjutan pembangunan membutuhkan
pencapaian keberlanjutan dalam hal:
a. Keberlanjutan ekologis
Keberlanjutan ekologis merupakan prasyarat pembangunan demi keberlanjutan
kehidupan karena akan menjamin keberlanjutan eksistensi bumi. Dikaitkan

32

LAPORAN SINTESIS HASIL CAPACITY BUILDING
dengan kearifan budaya, masing-masing suku di Indonesia memiliki konsep yang
secara tradisional dapat menjamin keberlangsungan ekologis yang dapat diambil
filosofinya terkait harmonisasi dengan alam.
b. Keberlanjutan ekonomi
Keberlanjutan ekonomi yang terdiri atas keberlanjutan ekonomi makro dan
keberlanjutan ekonomi sektoral merupakan salah satu aspek keberlanjutan
ekonomi dalam perspektif pembangunan. Dalam keberlanjutan ekonomi
makro tiga elemen yang diperlukan adalah efisiensi ekonomi, kesejahteraan
ekonomi yang berkesinambungan dan peningkatan pemerataan dan distribusi
kemakmuran. Sementara itu keberlanjutan ekonomi sektoral yang merupakan
keberlanjutan ekonomi makro akan diwujudkan dalam bentuk kebijaksanaan
sektoral yang spesifik. Kegiatan ekonomi sektoral ini dalam bentuknya yang
spesifik akan mendasarkan pada perhatian terhadap sumber daya alam yang
bernilai ekonomis sebagai kapital.
c. Keberlanjutan sosial dan budaya
Secara menyeluruh keberlanjutan sosial dinyatakan dalam keadilan sosial. Halhal yang merupakan perhatian utama adalah stabilitas penduduk, pemenuhan
kebutuhan dasar manusia, pertahanan keanekaragaman budaya dan partisipasi
masyarakat lokal dalam pengambilan keputusan.
d. Keberlanjutan politik
Di bidang keberlanjutan politik terdapat pokok pikiran seperti perhatian terhadap
HAM, kebebasan individu, hak-hak sosial, politik dan ekonomi, demokratisasi serta
kepastian ekologis.
e. Keberlanjutan pertahanan dan keamanan
Keberlanjutan di bidang pertahanan dan keamanan adalah keberlanjutan
kemampuan dalam menghadapi dan mengatasi tantangan, ancaman dan
gangguan. Persoalan berikutnya adalah harmonisasi antar struktur (suprastruktur
dan infrastruktur) dalam menghadapi atau melaksanakan idealisasi pembangunan
yang berkelanjutan.

3. Muatan MP3EI
3.1 Latar Belakang MP3EI
Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025 (MP3EI)
yang ditetapkan melalui Peraturan Presiden Nomor 32 tahun 2011 adalah sebagai arahan
strategis dalam percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia untuk periode
15 (lima belas) tahun terhitung sejak tahun 2011 sampai dengan tahun 2025 dalam rangka
pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025 dan melengkapi
dokumen perencanaan. MP3EI dimaksudkan sebagai dokumen pelengkap dari dokumen
perencanaan guna meningkatkan daya saing perekonomian nasional yang lebih solid.

LAPORAN SINTESIS HASIL CAPACITY BUILDING

33
MP3EI memiliki fungsi sebagai berikut, (1) Sebagai acuan bagi menteri dan pimpinan
lembaga pemerintah non kementrian untuk menetapkan kebijakan sektoral dalam rangka
pelaksanaan percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia di bidang
tugas masing-masing, yang dituangkan dalam dokumen rencana strategis masingmasing kementrian/lembaga pemerintah non kementrian sebagai bagian dari dokumen
perencanaan pembangunan dan (2) Sebagai acuan penyusunan kebijakan percepatan dan
perluasan pembangunan ekonomi Indonesia pada tingkat provinsi dan kabupaten/kota
terkait.
Melalui MP3EI, pembangunan ekonomi Indonesia diperkirakan akan mengalami
percepatan dan peningkatan dan akan menempatkan Indonesia sebagai Negara maju
pada tahun 2025 dengan pendapatan perkapita antara USD 14.250 – USD 15.500 dengan
nilai total perekonomian (PDB) berkisar antara USD 4,0 – 4,5 triliun. Untuk mencapai kondisi
perekonomian tersebut diperlukan pertumbuhan ekonomi riil sebesar 6,4 – 7,5 persen pada
periode 2011 – 2014, dan sekitar 8,0 – 9,0 persen pada periode 2015 – 2025. Pertumbuhan
tersebut diharapkan akan dibarengi oleh penurunan inflasi dari sebesar 6,5 persen pada
periode 2011 - 2014 menjadi 3,0 persen pada 2025.

2045
2025
POB: “USD 15,0 -17,5 triliun
POB: “USD 4,0 - 4,5 triliun Pendapatan/kapita
2010
diperkirakan” USD
Pendapatan/kapita
POB: USD 700 Miliar diperkirakan” USD
44.500 - 49.000
Pendapatan/ kapita 14.250 - 15.500 (negara
USD 3.000
berpendapatan tinggi
Sumber : Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. 2011. MP3EI 2011-2025

Gambar 3.1. Aspirasi Pencapaian PDB Indonesia

Untuk mewujudkan aspirasi pencapaian ekonomi Indonesia, diperlukan suatu transformasi
ekonomi yang membutuhkan perubahan pola pikir yang didasarkan pada semangat “not
business as usual”. Perubahan pola pikir paling mendasar adalah bahwa pembangunan
ekonomi membutuhkan kolaborasi pemerintah, badan usaha pemerintah dan pihak
swasta, dengan dilandasi pemahaman adanya keterbatasan kemampuan pemerintah

34

LAPORAN SINTESIS HASIL CAPACITY BUILDING
dalam pembiayaan pembangunan melalui APBN da APBD. Selain itu, semakin maju
perekonomian suatu negara, maka semakin kecil pula proporsi anggaran pemerintah dalam
pembangunan ekonomi, yang pada akhirnya dinamika ekonomi suatu negara tergantung
pada dunia usaha yang meliputi BUMN, BUMD dan swasta domestik maupun asing. MP3EI
merefleksikan pentingnya peran dunia usaha dengan menekankan pentingnya evaluasi
regulasi yang dapat mendorong peran tersebut, dan secara khusus peran dunia usaha
terhadap pengembangan indrfastruktur dengan pengembangan konsep Public-Private
Partnership (PPP).
Percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia menetapkan sejumlah
program utama dan kegiatan ekonomi utama yang menjadi fokus pengembangan strategi
dan kebijakan. MP3EI memiliki 8 program utama, yaitu pertanian, pertambangan, energi,
industri, kelautan, pariwisata dan telematika, serta pengembangan kawasan strategis.
Kedelapan program tersebut mencakup 22 kegiatan ekonomi utama.
Dokumen MP3EI adalah bagian yang tidak terpisahkan dari Sistem Perencanaan Pembagunan
Nasional, khususnya menjadi dokumen yang terintegrasi dan komplementer terhadap
dokumen Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005 – 2025 khususnya untuk
percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi. Selain itu, MP3EI juga dirumuskan
dengan memperhatikan Rencana Aksi Nasional Gas Rumah Kaca (RAN-GRK).

LAPORAN SINTESIS HASIL CAPACITY BUILDING

35
Dinamika Perubahan

Sistem Perencanaan
dan Penganggaran
UU 25/2004-UU 17/2003

•
•

•

Lingkungan global (krisis 2008,
BRICS, dll)
Komitmen internasional (G20,
APEC, FTA, ASEAN, Climate
Change)
Perkembangan sosial-economi
domestik

Tuntutan untuk
mempercepat transformasi
ekonomi nasional

RPJPN 2005-2025

1

RPJMN
2010-2014

RKP/RAPBN

Masterplan Percepatan &
l
Perluasan Pembangunan
Ekonomi Indonesia

Rencana Aksi/Proyek

RAN-GRK

REDD
RTRWN

Investasi
Swasta dan PPP

Sumber : Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. 2011. MP3EI 2011-2025

Gambar 3.2. Posisi MP3EI dalam Rencana Pembangunan Pemerintah dan Isu Strategis

RAN GRK yang merupakan komitmen nasional terhadap perubahan iklim telah menjadi isu
strategis dalam MP3EI. Sejak Conferences of the Parties (COP) ke 13 United Nation Framework
Convention on Climate Cange (UNFCCC) di Bali tahun 2007 dan setelah penandatanganan
letter of intent (LoI) antara Indonesia dengan Norwegia untuk melakukan kerjasama REDD+
dalam rangka mengatasi emisi gas rumah kaca yang dihasilkan oleh degradasi hutan dan
deforestasi serta degradasi lahan gambut di Indonesia, telah memberikan kesempatan
kepada Indonesia untuk melangkah melaksanakan pembangunan karbon rendah (low
carbon development) melalui implementasi REDD+ dalam kerangka RAN GRK.

3.2 Prinsip Dasar
Strategi utama, program dan kegiatan, serta inisiatif strategi yang ada di dalam MP3EI
memiliki prinsip dasar dan prasyarat untuk dapat mewujudkan tujuan MP3EI. Keberhasilan
pelaksanaan MP3EI sangat ditentukan oleh prinsip-prinsip dasar serta prasyarat sebagai
berikut:
 Perubahan harus terjadi untuk seluruh komponen bangsa

Perubahan pola pikir dimulai dari pemerintah dengan birokrasinya

36

LAPORAN SINTESIS HASIL CAPACITY BUILDING

Perubahan membutuhkan semangat kerja keras dan keinginan untuk membangun
kerjasama dalam kompetisi yang sehat

Produktivitas, inovasi dan kreatifitas didorong oleh ilmu pengetahuan dan teknologi
(Iptek) menjadi salah satu pilar perubahan

Penigkatan jiwa kewirausahaan menjadi faktor utama pendorong perubahan

Dunia usaha berperan penting dalam pembangunan ekonomi

Kampanye untuk melaksanakan pembangunan dengan mempertimbangkan prinsipprinsip pembangunan yang berkelanjutan

Kampanye untuk perubahan pola pikir untuk memperbaiki kesejahteraan dilakukan
secara luas oleh seluruh komponen bangsa
Adapun prasyarat yang dibutuhkan untuk mendukung keberhasilan MP3EI yaitu meliputi:

Peran pemerintah dan dunia usaha

Reformasi Kebijakan Keuangan Negara

Reformasi birokrasi

Penciptaan konektivitas antar wilayah di Indonesia

Kebijakan ketahanan pangan, air dan energi serta

Jaminan sosial dan Penanggulangan kemiskinan.
Undang-Undang No 17Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional,
menyatakan bahwa pembangunan nasional adalah rangkaian upaya pembangunan yang
berkesinambungan yang meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat, bangsa dan negara
untuk melaksanakan UUD 1945. Rangkaian upaya pembangunan tersebut memuat kegiatan
pembangunan yang berlangsung tanpa henti, dengan menaikkan tingkat kesejahteraan
masyarakat dari generasi demi generasi. Pelaksanaan upaya tersebut dilakukan dalam
konteks memenuhi kebutuhan masa sekarang tanpa mengurangi kemampuan generasi
yang akan datang untuk memenuhi kebutuhannya. Pernyataan ini adalah substansi dari
pembangunan berkelanjutan, yang berarti bahwa Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional adalah rencana pembangunan dengan konsep pembangunan berkelanjutan.

3.3 Strategi Utama
Untuk mencapai keberhasilan MP3EI, selain berlandaskan pada prinsip dasar dan adanya
prasyarat keberhasilan, juga ditentukan oleh strategi MP3EI, yaitu (1) Pengembangan
potensi ekonomi melalui koridor ekonomi, (2) Penguatan konektivitas nasional dan (3)
Penguatan kemampuan sumber daya manusia (SDM) dan ilmu pengetahuan dan teknologi
(Iptek) nasional.
a. Pengembangan potensi ekonomi melalui koridor ekonomi
Percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi diselenggarakan berdasarkan
pendekatan pengembangan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi, baik yang telah ada
maupun yang baru. Pendekatan ini pada intinya merupakan integrasi dari pendekatan

LAPORAN SINTESIS HASIL CAPACITY BUILDING

37
sektoral dan regional. Pengembangan pusat-pusat pertumbuhan perekonomian
dilakukan dengan mengembangkan kluster industri dan Kawasan Industri Khusus
(KEK). Pengembangan pusat-pusat pertumbuhan tersebut disertai dengan penguatan
konektivitas antar pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dan antara pusat pertumbuhan
ekonomi dengan lokasi kegiatan serta infrastrukur pendukungnya. Secara keseluruhan,
pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dan konektivitas tersebut menciptakan Koridor
Ekonomi Indonesia.
b. Penguatan konektivitas nasional
Penguatan konektivitas nasional adalah strategi utama MP3EI yang kedua. Keberhasilan
percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia sangat tergantung pada
kekuatan konektivitas ekonomi nasional (intra dan inter wilayah) maupun konektivitas
ekonomi internasional Indonesia dengan pasar dunia. Konektivitas nasional merupakan
pengintegrasian 4 (empat) elemen kebijakan nasional yang terdiri dari Sistem Logistik
Nasional (Sislognas), Sistem Transportasi Nasional (Sistranas), Pengembanga Wilayah
(RPJMN/RTRWN), Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK/ICT). Hasil dari pengintegrasian
keempat komponen konektivitas nasional tersebut selanjutnya menjadi rumusan visi
konektivitas nasional, yaitu “Terintegrasi secara lokal, terhubung secara global”
c. Penguatan kemampuan SDM dan Iptek nasional
Strategi utama ketiga adalah penguatan kemampuan SDM dan Iptek nasional. Peran
sumber daya manusia menjadi kunci keberhasilan pembangunan ekonomi, oleh
karena itu, penguatan kemampuan SDM dan Iptek nasional menjadi salah satu strategi
utama MP3EI. Pada era perekonomian yang bebasis pengetahuan, mesin pertumbuhan
ekonomi sangat bergantung pada kapitalisasi hasil penemuan menjadi produk inovasi.
Untuk mendorong peran kemampuan SDM dan iptek nasional, sistem pendidikan
dan pelatihan haruslah menciptakan sumber daya manusia yang mampu beradaptasi
dengan cepat terhadap pertumbuhan sains dan teknologi.

3.2 Program dan Kegiatan
Indonesia menjadi salah satu penghasil dan eksportir beberapa komoditas penting sumber
daya alam di dunia. Sampai dengan tahun 2010, komoditas kelapa sawit, Indonesia adalah
penghasil dan eksportir terbesar di dunia, kemudian untuk komoditi kakao dan timah sebagai
produsen terbesar kedua di dunia. Untuk komoditi nikel, Indonesia memiliki cadangan
terbesar keempat di dunia, sedangkan bauksit memiliki cadangan terbesar ketujuh di
dunia, selain itu memiliki komoditas unggulan lainnya, seperti besi baja, tembaga, karet dan
perikanan. Indonesia juga memiliki cadangan energy yang amat besar, misalnya batubara,
panas bumi, gas alam, dan air. Selain kekayaan sumber daya alamnya, ketersediaan sumber
daya manusia, kondisi geografis serta posisi Indonesia dalam dinamika regional dan global
membentuk karakteristik potensi dan tantangan pembangunan ekonomi Indonesia.

38

LAPORAN SINTESIS HASIL CAPACITY BUILDING
Setelah mempertimbangkan potensi dan tantangan pembangunan ekonomi Indonesia,
melalui sejumlah kesepakatan yang dibangun bersama-sama dengan seluruh pemangku
kepentingan, percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi menetapkan sejumlah
program utama dan kegiatan ekonomi utama yang menjadi fokus pengembangan strategi
dan kebijakan. Program utama terdiri atas 8 program, yaitu, (1) Pertanian, (2) Pertambangan,
(3) Energi, (4) Industri, (5) Kelautan, (6) Pariwisata, (7) Telematika, dan (8) Pengembangan
kawasan strategis.
Kedelapan program utama tersebut terdiri dari 22 kegiatan ekonomi utama, yaitu sebagai
berikut:

Pertanian; Pertanian Pangan, Kelapa Sawit, Karet, Kakao, Perkayuan, Peternakan

Pertambangan; Bouksit, Tembaga, Nikel

Energi; Batubara, Minyak dan Gas

Industry; Peralatan Transportasi, Tekstil, Makanan Minuman, Besi Baja, Alutsista,

Kelautan; Perkapalan, Perikanan

Pariwisata; Pariwisata

Telematika; Telematika

Pengembangan kawasan strategis; Jabodetabek Area, KSN Selat Sun

LAPORAN SINTESIS HASIL CAPACITY BUILDING

39
Peralatan Telematika
Transportasi

Perkapalan
Tekstil

KSN
Selat
Sunda

Makanan
Minuman
Besi
Baja

Jabodetabek
Area

Pertanian
Pangan

Alutsista

22
Kegiatan
Ekonomi
Utama

Pariwisata

Perikanan

Kelapa
Sawit

Karet

Kakao

Bauksit
Tembaga

Peternakan
Nikel

Batubara

Minyak
dan Gas

Perkayuan

Gambar 3.3. Kegiatan Ekonomi Utama MP3EI

Kegiatan ekonomi utama ini selanjutnya menjadi muatan pokok penyusunan inisiatif
strategis. Berdasarkan potensi dan tantangan pembangunan ekonomi di masing-masing
Koridor Ekonomi, inisiatif strategis masing-masing Koridor Ekonomi memiliki komponen
dan muatan yang berbeda-beda.

40

LAPORAN SINTESIS HASIL CAPACITY BUILDING
3.3 Insiatif Strategis
Koridor Ekonomi dibentuk berdasarkan identifikasi potensi wilayah ekonomi di masing
masing koridor ekonomi, dan selain itu, di setiap Koridor Ekonomi juga memiliki kegiatan
ekonomi utama serta kegiatan ekonomi lainnya. Masing-masing Koridor Ekonomi memiliki
kegiatan ekonomi utama dan kegiatan ekonomi lainnya yang berbeda-beda. Namun secara
keseluruhan, kegiatan ekonomi utama maupun kegiatan ekonomi lainnya, tercakup dalam
22 kegiatan ekonomi MP3EI. Kegiatan ekonomi utama selanjutnya membentuk suatu
inisiatif strategis MP3EI di suatu Koridor Ekonomi. Secara lengkap, muatan inisiatif strategi
MP3EI Koridor Ekonomi terdiri dari kegiatan ekonomi utama, lokus kegiatan, pelaku kegiatan,
infrastruktur pendukung dan besaran nilai investasi kegiatan ekonomi. Keseluruhan muatan
membentuk suatu sistem percepatan dan perluasan pembangunan eknomi di suatu
Koridor Ekonomi.

Land-based Products
& Energy

Mining & Energy

3

4

1
Industry & Service

Agriculture, Farming
& Fisheries

6

5

2
Tourism & Food
Security

Natural & Human
Resources

Gambar 3.4. Koridor Ekonomi MP3EI

LAPORAN SINTESIS HASIL CAPACITY BUILDING

41
4. Prinsip Pembangunan Berkelanjutan dalam MP3EI
MP3EI adalah dokumen rencana pembangunan ekonomi yang menjadi bagian tidak terpisahkan
dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025. Undang-Undang No
17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional, menyatakan bahwa
pembangunan nasional adalah rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang
meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat, bangsa dan Negara untuk melaksanakan UUD 1945.
Rangkaian upaya pembangunan tersebut memuat kegiatan pembangunan yang berlangsung
tanpa henti, dengan menaikkan tingkat kesejahteraan masyarakat dari generasi demi generasi.
Pelaksanaan upaya tersebut dilakukan dalam konteks memenuhi kebutuhan masa sekarang
tanpa mengurangi kemampuan generasi yang akan datang untuk memenuhi kebutuhannya.
Pernyataan ini adalah substansi dari pembangunan berkelanjutan, yang berarti bahwa Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional adalah rencana pembangunan dengan konsep
pembangunan berkelanjutan. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional juga didasarkan
pada pertimbangan bahwa pembangunan ekonomi nasional sebagaimana diamanatkan oleh
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 diselenggarakan berdasarkan
prinsip pembangunan berkelanjutan dan berwawaskan lingkungan.
Pembangunan berkelanjutan telah menjadi prinsip dasar MP3EI sebagai perwujudan amanat
RPJPN. Sebagai prinsip dasar, maka pembangunan berkelanjutan perlu diintegrasikan dalam
muatan-muatan MP3EI, yang saat ini belum tampak di MP3EI. Instrumen integrasi pembangunan
berkelanjutan telah dituangkan dalam Undang-Undang No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH). Instrumen integrasi pembangunan berkelanjutan
dalam PPLH meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan
dan penegakan hukum. Dalam aspek perencanaan pembangunan, khususnya PPLH, telah
ditetapkan instrumen Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH).
RPPLH dilaksanakan pada tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota. RPPLH menjadi landasan
perencanaan pembangunan dan pemanfaatan sumber daya alam. Selanjutnya untuk kebijakan,
rencana dan program pembangunan suatu wilayah telah ditetapkan Kajian Lingkungan Hidup
Strategis (KLHS) sebagai instrumen pengendalian. RPPLH dan KLHS adalah instrumen PPLH
pada tataran perencanaan pembangunan. Berdasarkan kebijakan KLHS, maka MP3EI adalah
sebuah kebijakan yang menjadi obyek KLHS, namun demikian, digunakannya pembangunan
berkelanjutan sebagai prinsip dasar MP3EI, tetap harus terwujud dalam muatan-muatan MP3EI.

4.1 Tema Pembangunan Koridor Ekonomi
MP3EI memiliki 6 Koridor Ekonomi Indonesia, yaitu (1) Koridor Ekonomi Sumatera, (2)
Koridor Ekonomi Jawa, (3) Koridor Ekonomi Kalimantan, (4) Koridor Ekonomi Sulawesi, (5)
Koridor Ekonomi Bali Nusa Tenggara dan (6) Koridor Ekonomi Papua- Kepulauan Maluku.
Masing-masing Koridor Ekonomi memiliki tema pembangunan yang berbeda, sesuai
dengan potensi ekonomi wilayah bersangkutan. Tema pembangunan masing-masing
Koridor Ekonomi Indonesia adalah sebagai berikut:

42

LAPORAN SINTESIS HASIL CAPACITY BUILDING

Koridor Ekonomi Sumatera

Memiliki tema pembangunan sebagai “Sentra Produksi dan Pengolahan Hasil Bumi dan
Lumbung Energi Nasonal”

Koridor Ekonomi Jawa

Memiliki tema pembangunan sebagai “Pendorong Industri dan Jasa Nasional”

Koridor Ekonomi Kalimantan

Memiliki tema pembangunan sebagai “Pusat Produksi dan Pengolahan Hasil Tambang
dan Lumbung Energi Nasional”

Koridor Ekonomi Sulawesi

Memiliki tema pembangunan sebagai “Pusat Produksi dan Pengolahan Hasil Pertanian,
Perkebunan, Perikanan, Migas dan Pertambangan Nasional

Koridor Ekonomi Bali-Nusa Tenggara

Memiliki tema pembangunan sebagai “Pintu Gerbang Pariwisata dan Pendukung
Pangan Nasional”

Koridor Ekonomi Papua-Kepulauan Maluku

Memiliki tema pembangunan sebagai “Pusat Pengembangan Pangan, Perikanan, Energi,
dan Pertambangan Nasional”

4.2 Pusat Ekonomi dan Kegiatan Ekonomi Utama
Masing-masing Koridor Ekonomi memiliki pusat ekonomi dan kegiatan ekonomi utama
yang berbeda, sesuai dengan potensi ekonomi wilayah bersangkutan. Kegiatan ekonomi
utama masing-masing Koridor Ekonomi Indonesia adalah sebagai berikut:

Koridor Ekonomi Sumatera memiliki 11 Pusat Ekonomi, yang merupakan ibukota
provinsi serta kota lain yang memiliki peran ekonomi penting, yaitu Banda Aceh,
Medan, Pekanbaru, Jambi, Palembang, Tanjungpinang, Pangkal Pinang, Padang, Bandar
Lampung, Bengkulu, dan Serang. Pusat ekonomi tersebut sebagai pusat dari 6 kegiatan
ekonomi utama, yaitu kelapa sawit, karet, batubara, perkapalan, besi baja dan kawasan
strategi nasional (KSN) Selat Sunda.
 Koridor Ekonomi Jawa terdapat 4 pusat ekonomi, yaitu Jakarta, Bandung, Semarang,
Di
Yogyakarta dan Surabaya. Kegiatan ekonomi utamanya meliputi makanan-minuman,
tekstil, peralatan transportasi, perkapalan, telematika, alutsista, dan Jabodetabek Area.

Koridor Ekonomi Kalimantan memiliki 4 pusat ekonomi, yaitu Pontianak, Palangkaraya,
Banjarmasin dan Samarinda. Kegiatan ekonomi utama yang ada di Koridor Ekonomi ini
meliputi besi baja, bouksit, kelapa sawit, batu bara, migas, dan perkayuan, dengan empat
Pusat Ekonomi, yaitu Pontianak, Palangkaraya, Banjarmasin dan Samarinda.

Koridor Ekonomi Sulawesi memiliki 6 pusat ekonomi, yaitu Makassar, Kendari, Mamuju,
Palu, Gorontalo, dan Manado. Kegiatan ekonomi utama di Koridor Ekonomi ini meliputi
pertanian pangan (padi, jagung, kedelai dan ubi kayu), kakao, perikana, nikel, serta
minyak dan gas bumi (migas).

Koridor Ekonomi Bali-Nusa Tenggara memiliki 4 pusat ekonomi yang terdapat di Koridor

LAPORAN SINTESIS HASIL CAPACITY BUILDING

43
Ekonomi Bali-Nusa Tenggara adalah Denpasar, Lombok, Kupang dan Mataram, dengan
tiga kegiatan ekonomi utama yang meliputi pariwisata, perikanan dan peternakan.
 Koridor Ekonomi Papua-Kepulauan Maluku terdapat tujuh pusat ekonomi, yaitu Sofifi,
Di
Ambon, Sorong, Manokwari, Timika, Jayapura, dan Merauke. Kegiatan ekonomi utama
di Koridor Ekonomi ini yaitu pertanian pangan – MIFEE, tembaga, nikel, minyak dan gas
bumi, serta perikanan.

4.3 Kebutuhan Muatan Prinsip Pembangunan Berkelanjutan dalam MP3EI
Tema ekonomi beserta kegiatan ekonomi utama didasarkan pada potensi wilayah
ekonomi di masing-masing Koridor Ekonomi. Dalam paradigma pembangunan
berkelanjutan, pembangunan ekonomi di setiap Koridor Ekonomi perlu memperhatikan
aspek keberlanjutan ekonomi, lingkungan dan sosial yang menjadi pilar pembangunan
berkelanjutan di Koridor Ekonomi bersangkutan. Operasionalisasi perwujudan prinsip
pembangunan berkelanjutan dalam MP3EI didasarkan pada substansi RPPLH dan KLHS
sebagai instrumen pengarusutamaan pembangunan berkelanjutan dalam kebijakan,
rencana dan program pembangunan. RPPLH didasarkan pada daya dukung dan daya
tampung lingkungan hidup, serta memperhatikan (1) proses dan fungsi lingkungan hidup,
(2) produktivitas lingkungan hidup, dan (3) keselamatan, mutu hidup dan kesejahteraan
masyarakat. Selain itu sebagai kebijakan perencanaan pembangunan, MP3EI perlu disertai
KLHS yang memuat kajian tentang (1) kapasitas daya dukung dan daya tampung, (2)
perkiraan dampak dan resiko lingkungan hidup, (3) kinerja layanan/jasa ekosistem, (4)
efisiensi pemanfaatan sumber daya alam, (5) tingkat kerentanan dan kapasitas adaptasi
terhadap perubahan iklim, dan (6) tingkat ketahanan dan potensi keanekaragaman hayati.
Selain memberikan gambaran pertumbuhan ekonomi yang dihasilkan dari percepatan dan
perluasan pembangunan ekonomi yang direncanakan, MP3EI juga perlu menggambarkan
perwujudan pembangunan berkelanjutan. Berdasarkan substansi RPPLH dan KLHS, dan
mempertimbangkan MP3EI sebagai perencanaan pembangunan ekonomi, operasionalisasi
pembangunan berkelanjutan dalam muatan-muatan MP3EI seharusnya meliputi 4 muatan
prinsip pembangunan berkelanjutan, yaitu (1) keberlanjutan cadangan sumber daya
alam yang dieksploitasi, (2) Keberlanjutan daya dukung dan daya tampung lingkungan
untuk mendukung pembangunan ekonomi di masa datang, (3) perkiraan dampak dan
resiko lingkungan hidup, dan (4) keselamatan, mutu hidup dan kesejahteraan masyarakat
terutama masyarakat di wilayah pembangunan. Suatu perencanaan pembangunan
ekonomi dianggap telah mengintegrasikan pembangunan berkelanjutan apabila memiliki
4 muatan pembangunan berkelanjutan tersebut secara nyata.
Tema pembangunan ekonomi, kegiatan ekonomi utama, serta inisiatif strategis di masingmasing Koridor Ekonomi serta proyeksi capaian percepatan dan perluasan pembagunan
ekonomi MP3EI memberikan gambaran bahwa 4 muatan pembangunan berkelanjutan
belum terwujud dalam dokumen MP3EI tersebut.

44

LAPORAN SINTESIS HASIL CAPACITY BUILDING
LAPORAN SINTESIS HASIL CAPACITY BUILDING

45
46

LAPORAN SINTESIS HASIL CAPACITY BUILDING
MODUL 2 :
PRINSIP PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN
1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Undang-Undang No 17Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional,
menyatakan bahwa pembangunan nasional adalah rangkaian upaya pembangunan yang
berkesinambungan yang meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat, bangsa dan negara
untuk melaksanakan UUD 1945. Rangkaian upaya pembangunan tersebut memuat kegiatan
pembangunan yang berlangsung tanpa henti, dengan menaikkan tingkat kesejahteraan
masyarakat dari generasi demi generasi. Pelaksanaan upaya tersebut dilakukan dalam
konteks memenuhi kebutuhan masa sekarang tanpa mengurangi kemampuan generasi
yang akan datang untuk memenuhi kebutuhannya. Pernyataan ini adalah substansi dari
pembangunan berkelanjutan, yang berarti bahwa Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional adalah rencana pembangunan dengan konsep pembangunan berkelanjutan.
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional juga didasarkan pada pertimbangan
bahwa pembangunan ekonomi nasional sebagaimana diamanatkan oleh UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 diselenggarakan berdasarkan prinsip
pembangunan berkelanjutan dan berwawaskan lingkungan.
Perubahan paradigma dari pembangunan business as usual saat ini yang mengedepankan
pembangunan ekonomi saja menjadi pembangunan berkelanjutan menjadi semakin
penting dengan permasalahan lingkungan global dan lokal yang berkembang saat ini.
Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), Rencana
Aksi Nasional Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN-GRK) dan Implementasi REDD+
di Indonesia dapat berpotensi kurang memberikan kontribusi terhadap pencapaian
pembangunan nasional dan kesejahteraan rakyat jika tidak diletakkan dalam kerangka
pembangunan berkelanjutan yang dilandaskan pada pilar rasionalitas lingkungan, sosial
dan ekonomi nasional. Oleh karena itu, kapasitas pemangku kepentingan pembangunan
nasional dalam memahami paradigma pembangunan berkelanjutan menjadi modal dasar
tercapainya kesejahteraan rakyat Indonesia melalui pembangunan nasional, termasuk
implementasi REDD+ ataupun MP3EI.
Untuk mendukung integrasi REDD+ dalam pembangunan nasional, khususnya aspek
pengarusutamaan REDD+ dalam perencanaan pembangunan serta greening MP3EI bidang
REDD+, dibutuhkan capacity building paradigma pembangunan berkelanjutan sebagai

LAPORAN SINTESIS HASIL CAPACITY BUILDING

47
modal dasar kapasitas integrasi REDD+ dalam perencanaan pembangunan nasional.

1.2 Deskripsi Singkat
Modul Prinsip Pembangunan Berkelanjutan dalam Perencanaan Pembangunan ini meliputi
beberapa materi, yaitu (1) landasan hukum dan landasan teori pembangunan berkelanjutan,
(2) pengarusutamaan pembangunan berkelanjutan, dan (3) pembangunan rendah karbon
sebagai tujuan integrasi REDD+ dalam pembangunan nasional.
Materi landasan hukum pembangunan berkelanjutan menjelaskan kebijakan yang telah
ditetapkan sebagai landasan hukum pengarusutamaan pembangunan berkelanjutan dalam
sistem perencanaan pembangunan. Materi landasan teori pembangunan berkelanjutan
menjelaskan teori-teori pembangunan berkelanjutan yang menjadi dasar penetapan
kebijakan pengarusutamaan pembangunan berkelanjutan.
Dalam materi pengarusutamaan pembangunan berkelanjutan dijelaskan operasionalisasi
pembangunan berkelanjutan dalam kebijakan-kebijakan, khususnya kebijakan perencanaan
pembangunan, yaitu dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025
(RPJMN) dan kebijakan lingkungan hidup, yaitu dalam Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup (PPLH).
Materi berikutnya yaitu pembangunan rendah karbon yang menjelaskan peran RANGRK dan REDD+ dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan melalui integrasi
pembangunan rendah karbon dalam perencanaan pembangunan.

1.3 Tujuan
Modul Prinsip Pembangunan Berkelanjutan dalam Perencanaan Pembangunan ini adalah
materi yang menjadi bagian capacity building pengarusutamaan REDD+ dalam perencanaan
pembangunan dan greening MP3EI bidang REDD+ dengan tujuan untuk membangun
paradigma pembangunan berkelanjutan sebagai modal dasar integrasi REDD+ dan
kegiatan MP3EI dalam perencanaan pembangunan.

2. Landasan Hukum dan Teori
2.1 Landasan Hukum
Ada beberapa landasan hukum yang menjadi dasar kewajiban untuk menerapkan
pembangunan berkelanjutan di Indonesia. Berikut beberapa peraturan tersebut dan
penjabarannya:
a. Undang-undang Dasar 1945
Pembangunan berkelanjutan dan wawasan lingkungan hidup telah diamanatkan oleh
UUD 1945, yaitu pasal 28 H ayat (1) dan pasal 33 ayat (4). Pasal 28 H ayat (1) UUD 1945

48

LAPORAN SINTESIS HASIL CAPACITY BUILDING
Laporan Sintesis Hasil CB
Laporan Sintesis Hasil CB
Laporan Sintesis Hasil CB
Laporan Sintesis Hasil CB
Laporan Sintesis Hasil CB
Laporan Sintesis Hasil CB
Laporan Sintesis Hasil CB
Laporan Sintesis Hasil CB
Laporan Sintesis Hasil CB
Laporan Sintesis Hasil CB
Laporan Sintesis Hasil CB
Laporan Sintesis Hasil CB
Laporan Sintesis Hasil CB
Laporan Sintesis Hasil CB
Laporan Sintesis Hasil CB
Laporan Sintesis Hasil CB
Laporan Sintesis Hasil CB
Laporan Sintesis Hasil CB
Laporan Sintesis Hasil CB
Laporan Sintesis Hasil CB
Laporan Sintesis Hasil CB
Laporan Sintesis Hasil CB
Laporan Sintesis Hasil CB
Laporan Sintesis Hasil CB
Laporan Sintesis Hasil CB
Laporan Sintesis Hasil CB
Laporan Sintesis Hasil CB
Laporan Sintesis Hasil CB
Laporan Sintesis Hasil CB
Laporan Sintesis Hasil CB
Laporan Sintesis Hasil CB
Laporan Sintesis Hasil CB
Laporan Sintesis Hasil CB
Laporan Sintesis Hasil CB
Laporan Sintesis Hasil CB
Laporan Sintesis Hasil CB
Laporan Sintesis Hasil CB
Laporan Sintesis Hasil CB
Laporan Sintesis Hasil CB
Laporan Sintesis Hasil CB
Laporan Sintesis Hasil CB
Laporan Sintesis Hasil CB
Laporan Sintesis Hasil CB
Laporan Sintesis Hasil CB
Laporan Sintesis Hasil CB
Laporan Sintesis Hasil CB
Laporan Sintesis Hasil CB
Laporan Sintesis Hasil CB
Laporan Sintesis Hasil CB
Laporan Sintesis Hasil CB
Laporan Sintesis Hasil CB
Laporan Sintesis Hasil CB
Laporan Sintesis Hasil CB
Laporan Sintesis Hasil CB
Laporan Sintesis Hasil CB
Laporan Sintesis Hasil CB
Laporan Sintesis Hasil CB
Laporan Sintesis Hasil CB
Laporan Sintesis Hasil CB
Laporan Sintesis Hasil CB
Laporan Sintesis Hasil CB

More Related Content

What's hot

Presentasi RTBL dalam rangka penanganan kumuh permukiman
Presentasi RTBL dalam rangka penanganan kumuh permukimanPresentasi RTBL dalam rangka penanganan kumuh permukiman
Presentasi RTBL dalam rangka penanganan kumuh permukimanBagus ardian
 
Grand Design dan Riset Aksi untuk Pencegahan Kebakaran
Grand Design dan Riset Aksi untuk Pencegahan KebakaranGrand Design dan Riset Aksi untuk Pencegahan Kebakaran
Grand Design dan Riset Aksi untuk Pencegahan KebakaranCIFOR-ICRAF
 
kajian lingkungan hidup strategis
kajian lingkungan hidup strategiskajian lingkungan hidup strategis
kajian lingkungan hidup strategisMaulana Ferdinand
 
01. bahan paparan fgd
01. bahan paparan fgd01. bahan paparan fgd
01. bahan paparan fgdjuniar ilham
 
Permen lh 09 2011 Pedoman Umum Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)
Permen lh 09 2011 Pedoman Umum Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)Permen lh 09 2011 Pedoman Umum Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)
Permen lh 09 2011 Pedoman Umum Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)Dewi Hadiwinoto
 
Pelatihan penyusunan klhs
Pelatihan penyusunan klhsPelatihan penyusunan klhs
Pelatihan penyusunan klhsradmilamandiri
 
KLHS RPJMD Kota Pekanbaru 2017-2022 [Ekpspose pendahuluan]
KLHS RPJMD Kota Pekanbaru 2017-2022 [Ekpspose pendahuluan]KLHS RPJMD Kota Pekanbaru 2017-2022 [Ekpspose pendahuluan]
KLHS RPJMD Kota Pekanbaru 2017-2022 [Ekpspose pendahuluan]Amdal Indonesia Online
 
KLHS RPJM/P Bappenas Yogya
KLHS RPJM/P Bappenas YogyaKLHS RPJM/P Bappenas Yogya
KLHS RPJM/P Bappenas Yogyaalizias_boys
 

What's hot (13)

RUTRK GARUT
RUTRK GARUTRUTRK GARUT
RUTRK GARUT
 
Coordination meeting hibah pengetahuan hijau lpem
Coordination meeting hibah pengetahuan hijau lpemCoordination meeting hibah pengetahuan hijau lpem
Coordination meeting hibah pengetahuan hijau lpem
 
Strategi Nasional redd+
Strategi Nasional redd+Strategi Nasional redd+
Strategi Nasional redd+
 
Msf 4 printed version
Msf 4 printed versionMsf 4 printed version
Msf 4 printed version
 
Ppt rakortek jambi 10 mei 2016
Ppt rakortek jambi 10 mei 2016Ppt rakortek jambi 10 mei 2016
Ppt rakortek jambi 10 mei 2016
 
Presentasi RTBL dalam rangka penanganan kumuh permukiman
Presentasi RTBL dalam rangka penanganan kumuh permukimanPresentasi RTBL dalam rangka penanganan kumuh permukiman
Presentasi RTBL dalam rangka penanganan kumuh permukiman
 
Grand Design dan Riset Aksi untuk Pencegahan Kebakaran
Grand Design dan Riset Aksi untuk Pencegahan KebakaranGrand Design dan Riset Aksi untuk Pencegahan Kebakaran
Grand Design dan Riset Aksi untuk Pencegahan Kebakaran
 
kajian lingkungan hidup strategis
kajian lingkungan hidup strategiskajian lingkungan hidup strategis
kajian lingkungan hidup strategis
 
01. bahan paparan fgd
01. bahan paparan fgd01. bahan paparan fgd
01. bahan paparan fgd
 
Permen lh 09 2011 Pedoman Umum Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)
Permen lh 09 2011 Pedoman Umum Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)Permen lh 09 2011 Pedoman Umum Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)
Permen lh 09 2011 Pedoman Umum Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)
 
Pelatihan penyusunan klhs
Pelatihan penyusunan klhsPelatihan penyusunan klhs
Pelatihan penyusunan klhs
 
KLHS RPJMD Kota Pekanbaru 2017-2022 [Ekpspose pendahuluan]
KLHS RPJMD Kota Pekanbaru 2017-2022 [Ekpspose pendahuluan]KLHS RPJMD Kota Pekanbaru 2017-2022 [Ekpspose pendahuluan]
KLHS RPJMD Kota Pekanbaru 2017-2022 [Ekpspose pendahuluan]
 
KLHS RPJM/P Bappenas Yogya
KLHS RPJM/P Bappenas YogyaKLHS RPJM/P Bappenas Yogya
KLHS RPJM/P Bappenas Yogya
 

Similar to Laporan Sintesis Hasil CB

Pedoman Greening MP3EI dalam Kerangka REDD+
Pedoman Greening MP3EI dalam Kerangka REDD+Pedoman Greening MP3EI dalam Kerangka REDD+
Pedoman Greening MP3EI dalam Kerangka REDD+septianm
 
Strategi Nasional REDD+
Strategi Nasional REDD+Strategi Nasional REDD+
Strategi Nasional REDD+septianm
 
Presentasi REDD+ JABARSYAH Provinsi Kaltara .pptx
Presentasi REDD+ JABARSYAH Provinsi Kaltara .pptxPresentasi REDD+ JABARSYAH Provinsi Kaltara .pptx
Presentasi REDD+ JABARSYAH Provinsi Kaltara .pptxRizalSitorus2
 
Faq bp redd+
Faq bp redd+Faq bp redd+
Faq bp redd+septianm
 
Mewujudkan REDD+ Strategi nasional dan pilihan kebijakan
Mewujudkan REDD+ Strategi nasional dan pilihan kebijakanMewujudkan REDD+ Strategi nasional dan pilihan kebijakan
Mewujudkan REDD+ Strategi nasional dan pilihan kebijakanCIFOR-ICRAF
 
Mewujudkan REDD+ Strategi nasional dan pilihan kebijakan
Mewujudkan REDD+Strategi nasional dan pilihan kebijakanMewujudkan REDD+Strategi nasional dan pilihan kebijakan
Mewujudkan REDD+ Strategi nasional dan pilihan kebijakanCIFOR-ICRAF
 
Impact Evaluation Study in East Kalimantan: Green Growth Compact
Impact Evaluation Study in East Kalimantan: Green Growth CompactImpact Evaluation Study in East Kalimantan: Green Growth Compact
Impact Evaluation Study in East Kalimantan: Green Growth CompactCIFOR-ICRAF
 
Materi seminar nasional ekonomi hijau kepala dinas kehutana kalimantan tengah
Materi seminar nasional ekonomi hijau  kepala dinas kehutana kalimantan tengahMateri seminar nasional ekonomi hijau  kepala dinas kehutana kalimantan tengah
Materi seminar nasional ekonomi hijau kepala dinas kehutana kalimantan tengahdenytb
 
Paparan Launching CBT dan RCBT (1).pdf
Paparan Launching CBT dan RCBT (1).pdfPaparan Launching CBT dan RCBT (1).pdf
Paparan Launching CBT dan RCBT (1).pdfIcha925318
 
Kebijakan_Perubahan_Iklim_di_Indonesia_dan_Peran_Pemerintah_Daerah_dalam_Penc...
Kebijakan_Perubahan_Iklim_di_Indonesia_dan_Peran_Pemerintah_Daerah_dalam_Penc...Kebijakan_Perubahan_Iklim_di_Indonesia_dan_Peran_Pemerintah_Daerah_dalam_Penc...
Kebijakan_Perubahan_Iklim_di_Indonesia_dan_Peran_Pemerintah_Daerah_dalam_Penc...SubhanRiski
 
Hukum Lingkungan
Hukum LingkunganHukum Lingkungan
Hukum Lingkunganblack511229
 
Bappenas: Sustainable Development Goal (SDGs)
Bappenas: Sustainable Development Goal (SDGs)Bappenas: Sustainable Development Goal (SDGs)
Bappenas: Sustainable Development Goal (SDGs)F W
 
Pengelolaan dana REDD+: Indonesian Environment Fund
Pengelolaan dana REDD+: Indonesian Environment FundPengelolaan dana REDD+: Indonesian Environment Fund
Pengelolaan dana REDD+: Indonesian Environment FundCIFOR-ICRAF
 
PASER HIJAU PROPER FINISH.pdf
PASER HIJAU PROPER FINISH.pdfPASER HIJAU PROPER FINISH.pdf
PASER HIJAU PROPER FINISH.pdfFajar Baskoro
 
Materi seminar nasional ekonomi hijau redd+ sebagai upaya indonesia menuju ...
Materi seminar nasional ekonomi hijau   redd+ sebagai upaya indonesia menuju ...Materi seminar nasional ekonomi hijau   redd+ sebagai upaya indonesia menuju ...
Materi seminar nasional ekonomi hijau redd+ sebagai upaya indonesia menuju ...denytb
 
Kerangka Global dan Nasional API-PRB.pptx
Kerangka Global dan Nasional API-PRB.pptxKerangka Global dan Nasional API-PRB.pptx
Kerangka Global dan Nasional API-PRB.pptxevelinesilitonga2
 
850458dd313e8e72bca6ea31c0995d1b_Materi Provinsi Perencanaan dan Implementasi...
850458dd313e8e72bca6ea31c0995d1b_Materi Provinsi Perencanaan dan Implementasi...850458dd313e8e72bca6ea31c0995d1b_Materi Provinsi Perencanaan dan Implementasi...
850458dd313e8e72bca6ea31c0995d1b_Materi Provinsi Perencanaan dan Implementasi...KhoirulAnam59486
 
Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TDB)/Sustainable Dev...
Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TDB)/Sustainable Dev...Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TDB)/Sustainable Dev...
Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TDB)/Sustainable Dev...renperunib
 
Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TDB)/Sustainable Dev...
Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TDB)/Sustainable Dev...Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TDB)/Sustainable Dev...
Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TDB)/Sustainable Dev...Khadijah Akd
 
Penjelasan Teknis Penajaman Dokumen SIAP (SLUM IMPROVEMENT ACTION PLAN)
Penjelasan Teknis Penajaman Dokumen SIAP (SLUM IMPROVEMENT ACTION PLAN)Penjelasan Teknis Penajaman Dokumen SIAP (SLUM IMPROVEMENT ACTION PLAN)
Penjelasan Teknis Penajaman Dokumen SIAP (SLUM IMPROVEMENT ACTION PLAN)Bagus ardian
 

Similar to Laporan Sintesis Hasil CB (20)

Pedoman Greening MP3EI dalam Kerangka REDD+
Pedoman Greening MP3EI dalam Kerangka REDD+Pedoman Greening MP3EI dalam Kerangka REDD+
Pedoman Greening MP3EI dalam Kerangka REDD+
 
Strategi Nasional REDD+
Strategi Nasional REDD+Strategi Nasional REDD+
Strategi Nasional REDD+
 
Presentasi REDD+ JABARSYAH Provinsi Kaltara .pptx
Presentasi REDD+ JABARSYAH Provinsi Kaltara .pptxPresentasi REDD+ JABARSYAH Provinsi Kaltara .pptx
Presentasi REDD+ JABARSYAH Provinsi Kaltara .pptx
 
Faq bp redd+
Faq bp redd+Faq bp redd+
Faq bp redd+
 
Mewujudkan REDD+ Strategi nasional dan pilihan kebijakan
Mewujudkan REDD+ Strategi nasional dan pilihan kebijakanMewujudkan REDD+ Strategi nasional dan pilihan kebijakan
Mewujudkan REDD+ Strategi nasional dan pilihan kebijakan
 
Mewujudkan REDD+ Strategi nasional dan pilihan kebijakan
Mewujudkan REDD+Strategi nasional dan pilihan kebijakanMewujudkan REDD+Strategi nasional dan pilihan kebijakan
Mewujudkan REDD+ Strategi nasional dan pilihan kebijakan
 
Impact Evaluation Study in East Kalimantan: Green Growth Compact
Impact Evaluation Study in East Kalimantan: Green Growth CompactImpact Evaluation Study in East Kalimantan: Green Growth Compact
Impact Evaluation Study in East Kalimantan: Green Growth Compact
 
Materi seminar nasional ekonomi hijau kepala dinas kehutana kalimantan tengah
Materi seminar nasional ekonomi hijau  kepala dinas kehutana kalimantan tengahMateri seminar nasional ekonomi hijau  kepala dinas kehutana kalimantan tengah
Materi seminar nasional ekonomi hijau kepala dinas kehutana kalimantan tengah
 
Paparan Launching CBT dan RCBT (1).pdf
Paparan Launching CBT dan RCBT (1).pdfPaparan Launching CBT dan RCBT (1).pdf
Paparan Launching CBT dan RCBT (1).pdf
 
Kebijakan_Perubahan_Iklim_di_Indonesia_dan_Peran_Pemerintah_Daerah_dalam_Penc...
Kebijakan_Perubahan_Iklim_di_Indonesia_dan_Peran_Pemerintah_Daerah_dalam_Penc...Kebijakan_Perubahan_Iklim_di_Indonesia_dan_Peran_Pemerintah_Daerah_dalam_Penc...
Kebijakan_Perubahan_Iklim_di_Indonesia_dan_Peran_Pemerintah_Daerah_dalam_Penc...
 
Hukum Lingkungan
Hukum LingkunganHukum Lingkungan
Hukum Lingkungan
 
Bappenas: Sustainable Development Goal (SDGs)
Bappenas: Sustainable Development Goal (SDGs)Bappenas: Sustainable Development Goal (SDGs)
Bappenas: Sustainable Development Goal (SDGs)
 
Pengelolaan dana REDD+: Indonesian Environment Fund
Pengelolaan dana REDD+: Indonesian Environment FundPengelolaan dana REDD+: Indonesian Environment Fund
Pengelolaan dana REDD+: Indonesian Environment Fund
 
PASER HIJAU PROPER FINISH.pdf
PASER HIJAU PROPER FINISH.pdfPASER HIJAU PROPER FINISH.pdf
PASER HIJAU PROPER FINISH.pdf
 
Materi seminar nasional ekonomi hijau redd+ sebagai upaya indonesia menuju ...
Materi seminar nasional ekonomi hijau   redd+ sebagai upaya indonesia menuju ...Materi seminar nasional ekonomi hijau   redd+ sebagai upaya indonesia menuju ...
Materi seminar nasional ekonomi hijau redd+ sebagai upaya indonesia menuju ...
 
Kerangka Global dan Nasional API-PRB.pptx
Kerangka Global dan Nasional API-PRB.pptxKerangka Global dan Nasional API-PRB.pptx
Kerangka Global dan Nasional API-PRB.pptx
 
850458dd313e8e72bca6ea31c0995d1b_Materi Provinsi Perencanaan dan Implementasi...
850458dd313e8e72bca6ea31c0995d1b_Materi Provinsi Perencanaan dan Implementasi...850458dd313e8e72bca6ea31c0995d1b_Materi Provinsi Perencanaan dan Implementasi...
850458dd313e8e72bca6ea31c0995d1b_Materi Provinsi Perencanaan dan Implementasi...
 
Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TDB)/Sustainable Dev...
Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TDB)/Sustainable Dev...Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TDB)/Sustainable Dev...
Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TDB)/Sustainable Dev...
 
Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TDB)/Sustainable Dev...
Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TDB)/Sustainable Dev...Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TDB)/Sustainable Dev...
Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TDB)/Sustainable Dev...
 
Penjelasan Teknis Penajaman Dokumen SIAP (SLUM IMPROVEMENT ACTION PLAN)
Penjelasan Teknis Penajaman Dokumen SIAP (SLUM IMPROVEMENT ACTION PLAN)Penjelasan Teknis Penajaman Dokumen SIAP (SLUM IMPROVEMENT ACTION PLAN)
Penjelasan Teknis Penajaman Dokumen SIAP (SLUM IMPROVEMENT ACTION PLAN)
 

More from septianm

God meets you where you are
God meets you where you areGod meets you where you are
God meets you where you areseptianm
 
Presentasi walhi riau moratorium
Presentasi walhi riau moratoriumPresentasi walhi riau moratorium
Presentasi walhi riau moratoriumseptianm
 
Peluang Perhutanan Sosial dan Hutan Adat dalam Mendukung Moratorium
Peluang Perhutanan Sosial dan Hutan Adat dalam Mendukung Moratorium Peluang Perhutanan Sosial dan Hutan Adat dalam Mendukung Moratorium
Peluang Perhutanan Sosial dan Hutan Adat dalam Mendukung Moratorium septianm
 
Maratorium pansus
Maratorium pansusMaratorium pansus
Maratorium pansusseptianm
 
MORATORIUM: SUDAHKAH MELINDUNGI HUTAN DAN GAMBUT TERSISA DI RIAU “URGENSI PE...
MORATORIUM:  SUDAHKAH MELINDUNGI HUTAN DAN GAMBUT TERSISA DI RIAU “URGENSI PE...MORATORIUM:  SUDAHKAH MELINDUNGI HUTAN DAN GAMBUT TERSISA DI RIAU “URGENSI PE...
MORATORIUM: SUDAHKAH MELINDUNGI HUTAN DAN GAMBUT TERSISA DI RIAU “URGENSI PE...septianm
 
Bahan gubri 5 5-2015
Bahan gubri 5 5-2015Bahan gubri 5 5-2015
Bahan gubri 5 5-2015septianm
 
Presentasi Gita Syahrani, SH, LL.M - PB Roadshow Medan
Presentasi Gita Syahrani, SH, LL.M - PB Roadshow MedanPresentasi Gita Syahrani, SH, LL.M - PB Roadshow Medan
Presentasi Gita Syahrani, SH, LL.M - PB Roadshow Medanseptianm
 
Chalid Muhammad : Arah Kebijakan Lingkungan Hidup Pemerintahan Jokowi-JK
Chalid Muhammad : Arah Kebijakan Lingkungan Hidup Pemerintahan Jokowi-JKChalid Muhammad : Arah Kebijakan Lingkungan Hidup Pemerintahan Jokowi-JK
Chalid Muhammad : Arah Kebijakan Lingkungan Hidup Pemerintahan Jokowi-JKseptianm
 
Siaran Pers Perspektif Baru Roadshow Medan
Siaran Pers Perspektif Baru Roadshow MedanSiaran Pers Perspektif Baru Roadshow Medan
Siaran Pers Perspektif Baru Roadshow Medanseptianm
 
Siaran Pers TELAPAK : Cara Perhutani Menyembunyikan Kinerjanya Yang Buruk
Siaran Pers TELAPAK : Cara Perhutani Menyembunyikan Kinerjanya Yang BurukSiaran Pers TELAPAK : Cara Perhutani Menyembunyikan Kinerjanya Yang Buruk
Siaran Pers TELAPAK : Cara Perhutani Menyembunyikan Kinerjanya Yang Burukseptianm
 
Telapak siaran pers
Telapak    siaran pers Telapak    siaran pers
Telapak siaran pers septianm
 
MEMASUKI MUSIM SEMI PENGELOLAAN HUTAN DAN LAHAN GAMBUT INDONESIA: KESEMPATAN...
MEMASUKI MUSIM SEMI PENGELOLAAN HUTAN DAN LAHAN GAMBUT INDONESIA:  KESEMPATAN...MEMASUKI MUSIM SEMI PENGELOLAAN HUTAN DAN LAHAN GAMBUT INDONESIA:  KESEMPATAN...
MEMASUKI MUSIM SEMI PENGELOLAAN HUTAN DAN LAHAN GAMBUT INDONESIA: KESEMPATAN...septianm
 
PERAN HUTAN INDONESIA DALAM UPAYA MITIGASI PERUBAHAN IKLIM NASIONAL DAN GLOBAL
PERAN HUTAN INDONESIA DALAM UPAYA MITIGASI PERUBAHAN IKLIM NASIONAL DAN GLOBALPERAN HUTAN INDONESIA DALAM UPAYA MITIGASI PERUBAHAN IKLIM NASIONAL DAN GLOBAL
PERAN HUTAN INDONESIA DALAM UPAYA MITIGASI PERUBAHAN IKLIM NASIONAL DAN GLOBALseptianm
 
Mengenal Pilihan hukum daerah untuk pengakuan Masyarakat Adat
Mengenal Pilihan hukum daerah untuk pengakuan Masyarakat AdatMengenal Pilihan hukum daerah untuk pengakuan Masyarakat Adat
Mengenal Pilihan hukum daerah untuk pengakuan Masyarakat Adatseptianm
 
Permitting Crime :How palm oil expansion drives illegal logging in Indonesia
Permitting Crime :How palm oil expansion drives illegal logging in IndonesiaPermitting Crime :How palm oil expansion drives illegal logging in Indonesia
Permitting Crime :How palm oil expansion drives illegal logging in Indonesiaseptianm
 
SOP PENYELENGGARAAN PEMETAAN PARTISIPATIF DAN PENGENDALIAN KUALITAS PETA PART...
SOP PENYELENGGARAAN PEMETAAN PARTISIPATIF DAN PENGENDALIAN KUALITAS PETA PART...SOP PENYELENGGARAAN PEMETAAN PARTISIPATIF DAN PENGENDALIAN KUALITAS PETA PART...
SOP PENYELENGGARAAN PEMETAAN PARTISIPATIF DAN PENGENDALIAN KUALITAS PETA PART...septianm
 
Siaran pers prakarsa nasional ppmha melalui redd+ - final
Siaran pers   prakarsa nasional ppmha melalui redd+ - finalSiaran pers   prakarsa nasional ppmha melalui redd+ - final
Siaran pers prakarsa nasional ppmha melalui redd+ - finalseptianm
 
Sambutan kuntoro mangkusubroto (ukp4) program nasional ppmha
Sambutan kuntoro mangkusubroto (ukp4)   program nasional ppmhaSambutan kuntoro mangkusubroto (ukp4)   program nasional ppmha
Sambutan kuntoro mangkusubroto (ukp4) program nasional ppmhaseptianm
 
Konsep deklarasi 1 september 2014
Konsep deklarasi 1 september 2014Konsep deklarasi 1 september 2014
Konsep deklarasi 1 september 2014septianm
 
Deklarasi 1 september 2014
Deklarasi 1 september 2014Deklarasi 1 september 2014
Deklarasi 1 september 2014septianm
 

More from septianm (20)

God meets you where you are
God meets you where you areGod meets you where you are
God meets you where you are
 
Presentasi walhi riau moratorium
Presentasi walhi riau moratoriumPresentasi walhi riau moratorium
Presentasi walhi riau moratorium
 
Peluang Perhutanan Sosial dan Hutan Adat dalam Mendukung Moratorium
Peluang Perhutanan Sosial dan Hutan Adat dalam Mendukung Moratorium Peluang Perhutanan Sosial dan Hutan Adat dalam Mendukung Moratorium
Peluang Perhutanan Sosial dan Hutan Adat dalam Mendukung Moratorium
 
Maratorium pansus
Maratorium pansusMaratorium pansus
Maratorium pansus
 
MORATORIUM: SUDAHKAH MELINDUNGI HUTAN DAN GAMBUT TERSISA DI RIAU “URGENSI PE...
MORATORIUM:  SUDAHKAH MELINDUNGI HUTAN DAN GAMBUT TERSISA DI RIAU “URGENSI PE...MORATORIUM:  SUDAHKAH MELINDUNGI HUTAN DAN GAMBUT TERSISA DI RIAU “URGENSI PE...
MORATORIUM: SUDAHKAH MELINDUNGI HUTAN DAN GAMBUT TERSISA DI RIAU “URGENSI PE...
 
Bahan gubri 5 5-2015
Bahan gubri 5 5-2015Bahan gubri 5 5-2015
Bahan gubri 5 5-2015
 
Presentasi Gita Syahrani, SH, LL.M - PB Roadshow Medan
Presentasi Gita Syahrani, SH, LL.M - PB Roadshow MedanPresentasi Gita Syahrani, SH, LL.M - PB Roadshow Medan
Presentasi Gita Syahrani, SH, LL.M - PB Roadshow Medan
 
Chalid Muhammad : Arah Kebijakan Lingkungan Hidup Pemerintahan Jokowi-JK
Chalid Muhammad : Arah Kebijakan Lingkungan Hidup Pemerintahan Jokowi-JKChalid Muhammad : Arah Kebijakan Lingkungan Hidup Pemerintahan Jokowi-JK
Chalid Muhammad : Arah Kebijakan Lingkungan Hidup Pemerintahan Jokowi-JK
 
Siaran Pers Perspektif Baru Roadshow Medan
Siaran Pers Perspektif Baru Roadshow MedanSiaran Pers Perspektif Baru Roadshow Medan
Siaran Pers Perspektif Baru Roadshow Medan
 
Siaran Pers TELAPAK : Cara Perhutani Menyembunyikan Kinerjanya Yang Buruk
Siaran Pers TELAPAK : Cara Perhutani Menyembunyikan Kinerjanya Yang BurukSiaran Pers TELAPAK : Cara Perhutani Menyembunyikan Kinerjanya Yang Buruk
Siaran Pers TELAPAK : Cara Perhutani Menyembunyikan Kinerjanya Yang Buruk
 
Telapak siaran pers
Telapak    siaran pers Telapak    siaran pers
Telapak siaran pers
 
MEMASUKI MUSIM SEMI PENGELOLAAN HUTAN DAN LAHAN GAMBUT INDONESIA: KESEMPATAN...
MEMASUKI MUSIM SEMI PENGELOLAAN HUTAN DAN LAHAN GAMBUT INDONESIA:  KESEMPATAN...MEMASUKI MUSIM SEMI PENGELOLAAN HUTAN DAN LAHAN GAMBUT INDONESIA:  KESEMPATAN...
MEMASUKI MUSIM SEMI PENGELOLAAN HUTAN DAN LAHAN GAMBUT INDONESIA: KESEMPATAN...
 
PERAN HUTAN INDONESIA DALAM UPAYA MITIGASI PERUBAHAN IKLIM NASIONAL DAN GLOBAL
PERAN HUTAN INDONESIA DALAM UPAYA MITIGASI PERUBAHAN IKLIM NASIONAL DAN GLOBALPERAN HUTAN INDONESIA DALAM UPAYA MITIGASI PERUBAHAN IKLIM NASIONAL DAN GLOBAL
PERAN HUTAN INDONESIA DALAM UPAYA MITIGASI PERUBAHAN IKLIM NASIONAL DAN GLOBAL
 
Mengenal Pilihan hukum daerah untuk pengakuan Masyarakat Adat
Mengenal Pilihan hukum daerah untuk pengakuan Masyarakat AdatMengenal Pilihan hukum daerah untuk pengakuan Masyarakat Adat
Mengenal Pilihan hukum daerah untuk pengakuan Masyarakat Adat
 
Permitting Crime :How palm oil expansion drives illegal logging in Indonesia
Permitting Crime :How palm oil expansion drives illegal logging in IndonesiaPermitting Crime :How palm oil expansion drives illegal logging in Indonesia
Permitting Crime :How palm oil expansion drives illegal logging in Indonesia
 
SOP PENYELENGGARAAN PEMETAAN PARTISIPATIF DAN PENGENDALIAN KUALITAS PETA PART...
SOP PENYELENGGARAAN PEMETAAN PARTISIPATIF DAN PENGENDALIAN KUALITAS PETA PART...SOP PENYELENGGARAAN PEMETAAN PARTISIPATIF DAN PENGENDALIAN KUALITAS PETA PART...
SOP PENYELENGGARAAN PEMETAAN PARTISIPATIF DAN PENGENDALIAN KUALITAS PETA PART...
 
Siaran pers prakarsa nasional ppmha melalui redd+ - final
Siaran pers   prakarsa nasional ppmha melalui redd+ - finalSiaran pers   prakarsa nasional ppmha melalui redd+ - final
Siaran pers prakarsa nasional ppmha melalui redd+ - final
 
Sambutan kuntoro mangkusubroto (ukp4) program nasional ppmha
Sambutan kuntoro mangkusubroto (ukp4)   program nasional ppmhaSambutan kuntoro mangkusubroto (ukp4)   program nasional ppmha
Sambutan kuntoro mangkusubroto (ukp4) program nasional ppmha
 
Konsep deklarasi 1 september 2014
Konsep deklarasi 1 september 2014Konsep deklarasi 1 september 2014
Konsep deklarasi 1 september 2014
 
Deklarasi 1 september 2014
Deklarasi 1 september 2014Deklarasi 1 september 2014
Deklarasi 1 september 2014
 

Laporan Sintesis Hasil CB

  • 1. DOKUMEN TIM KERJA PENGARUSUTAMAAN REDD+ KE DALAM SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN PENGARUSUTAMAAN REDD+ SATUAN TUGAS PERSIAPAN KELEMBAGAAN REDD+ INDONESIA LAPORAN SINTESIS Hasil Capacity Building Pedoman Pengarusutamaan REDD+ ke Dalam Sistem Perencanaan Pembangunan dan Pedoman Greening MP3EI dalam Kerangka REDD+
  • 2. LAPORAN SINTESIS Tim Kerja Pengarusutamaan REDD+ ke Dalam Sistem Perencanaan Pembangunan DESEMBER 2013
  • 3.
  • 4. A. Latar Belakang Reducing Emission from Deforestation and Forest Degradation+ (REDD+) merupakan mekanisme untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) dengan cara memberikan kompensasi kepada pihak-pihak yang melakukan pencegahan deforestasi dan degradasi hutan serta melakukan perlindungan hutan. Pada COP 13 UNFCCC tahun 2007 di Bali, Pemerintah Indonesia menyepakati Bali Action Plan yang berisi antara lain kesepakatan mitigasi perubahan iklim melalui REDD+. Sebagai persiapan pelaksanaan REDD+, telah dilakukan berbagai upaya di tingkat kebijakan, penyusunan kerangka penerapan dan pembiayaan, hingga pelaksanaan demonstration activities (DA) di sejumlah daerah. Sebagai upaya mitigasi perubahan iklim maka REDD+ merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Presiden No. 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN-GRK) yang memuat upaya pengurangan emisi GRK dari berbagai sektor. Dalam Rencana Aksi Nasional tersebutsektor kehutanan dan lahan gambut diharapkandapat berkontribusi sebesar minimal 22 persen dari 26% total penurunan emisi yang ditargetkan pada tahun 2020. Hal ini menunjukkan pentingnya kegiatan REDD+ dalam mencapai target penurunan emisi nasional. Sebagai landasan dan arah pelaksanaan REDD+ di Indonesia secara rinci, telah disusun rancangan Strategi Nasional REDD+. Rancangan Strategi Nasional REDD+ ini memiliki lima pilar yang saling berkaitan, yaitu: (1) kelembagaan dan proses, (2) kerangka hukum dan peraturan, (3) pelaksanaan program strategis, (4) perubahan paradigma dan budaya kerja, serta (5) pelibatan para pihak. Secara keseluruhan, Strategi Nasional REDD+ diharapkan menjadi acuan untuk memastikan bahwa pelaksanaan REDD+ dapat mengatasi emisi yang disebabkanoleh deforestasi dan degradasi hutan. Selain itu, Strategi Nasional REDD+ diharapkan dapat menjamin tercapainya penurunan emisi gas rumah kaca nasional dari sektor kehutanan sesuai target yang telah ditentukan. Pelaksanaan REDD+ tidak hanya terkait sektor kehutanan saja, tetapi juga berkaitan dengan sektor pembangunan lainnya. Kebutuhan lahan untuk pertanian, perkebunan, pertambangan, energi, dan permukiman diidentifikasi sebagai pemicu terjadinya deforestasi. Oleh karena itu, intervensi kebijakan dan koordinasi perencanaan lintas sektor sangat perlu dilakukan untuk mencapai tujuan dan sasaran pelaksanaan REDD+. Tantangan pelaksanaan REDD+ adalah menurunkan emisi yang berasal dari deforestasi dan degradasi hutan tanpa mengganggu funsi dan peran kawasan hutan dan kehutanan terhadap pendapatan dan pertumbuhan ekonomi nasional. Dalam perencanaan dan pelaksanaan program dan kegiatan REDD+, perlu adanya kajian keterkaitannya dan implikasinya terhadapsektor pembangunan lain dan pembangunan antar wilayah (regional). Oleh sebab itu, kegiatan REDD+ harus dapat diarusutamakan ke dalam perencanaan pembangunan nasional agar terbentuk sinergi, integrasi dan keterpaduan program LAPORAN SINTESIS HASIL CAPACITY BUILDING 1
  • 5. dan kegiatan REDD+ dalam mencapai sasaran pembangunan nasional. Terkait pembangunan bidang ekonomi, telah ditetapkan Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2011 tentang Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 20112025 (MP3EI). Substansi dari MP3EI adalah pengembangan koridor ekonomi Indonesia dengan menggunakan tiga strategi utama yaitu: (1) pengembangan potensi ekonomi, (2) penguatan konektivitas antar wilayah dan (3) penguatan kemampuan sumber daya manusia serta ilmu pengetahuan dan teknologi nasional. Prinsip dasar MP3EI adalah pembangunan berkelanjutan. Untuk itu, diperlukan harmonisasi antara pelaksanaan MP3EI dengan penurunan GRK khususnya penurunan emisi karbon yang berasal dari deforestasi dan degradasi hutan dan lahan gambut (REDD+). Terkait dengan hal-hal tersebut, Tim Kerja Pengarusutamaan REDD+ ke dalam Sistem Perencanaan Pembangunan pada Satgas Persiapan Kelembagaan REDD+ telah menyusun dua pedoman yaitu: 1) Pedoman Pengarusutamaan REDD+ ke dalam Sistem Perencanaan Pembangunan dan 2) Pedoman Greening MP3EI dalam Kerangka REDD+. Kedua pedoman ini menjadi dasar dalam proses penyusunan rencana pembangunan yang berkelanjutan serta pembangunan rendah karbon. Untuk mengadopsi kedua pedoman tersebut, diperlukan proses penguatan kapasitas para perencana pembangunan di berbagai sektor pembangunan terkait hutan dan lahan gambut, baik di Kementerian/Lembaga maupun di daerah. B. Tujuan Tujuan j n T u Tujuan penguatan kapasitas perencana Tujuan penguatan kapasitas perencana adalah : nguat atan p eren n 1 Agar rencana pembangunan daerah berorienta pada p nuruna e is karb 1.. Agar rencana pembangunan daerah berorientasi pada penurunan emisi karbon dari g r en a a em angunan aerah berorientasi ad penurunan emisi karbon dari n a rientasi uru an rbon ari deforestasi, degradasi hutan, dengan tetap memperhatikan keanekaragaman hayati,, def estasi deforestasi, degradasi hutan, dengan tetap memperhatikan keanekaragaman h y fo gra asi utan, e ga e p empe hat kan eanekaragama hayati, peni gkata stok arbo dan pela sanaa prinsi sustainabl forest anagemen peningkatan stok karbon dan pelaksanaan prinsip sustainable forest management peningkatan stok karbon dan pelaksanaan prinsip sustainable forest management.. atan bon a pela pri sip st inable forest abl e ent Agar e ca a e bangun n aera berkontribusi ada encapaia tujuan embangun n 2 Ag r rencana pembangunan daerah be kontribus pada pencapaian tujuan pembangunan 2.. Agar rencana pembangunan daerah berkontribusi pada pencapaian tujuan pembangunan ea ntr bus trib n berkelanjutan mencakup spek konomi lingkungan an os al berkelanjuta me cakup aspek ekonomi, lingkungan dan sosial. berkelanjutan mencakup aspek ekonomi, lingkungan dan sosial.. anjutan ua kup pek omi ingkung 2 NOT ON NOT ONSEP PR NSI KRITERIA AN INDIK TOR SAFEGUARDS RED INDONESI NOTA KONSEP PRINSI KRITERI DAN INDIKATOR SAFEGUARDS REDD+ INDONESIA PRISAI NOTA KONSEP PRINSIP KRITERIA DAN INDIKATOR SAFEGUARDS REDD+ INDONESIA – PRISAI OTA NS PRINSIP RITERI RI S RI R INDIKATOR FEGUA NDIKA O KA E AR REDD+ INDONESIA PRISA EDD+ N N IA PRISAI E AI
  • 6. C. Ruang Lingkup Capacity Building Pengarusutamaan REDD+ ke dalam Sistem Perencanaan Pembangunan dan Greening MP3EI dalam Kerangka REDD+ bertujuan untuk meningkatkan kemampuan perencana dan pengguna Pedoman Pengarusutamaan REDD+ ke dalam Sistem Perencanaan Pembangunan dan Pedoman Greening MP3EI dalam Kerangka REDD+, baik individu, organisasi maupun sistem yang terkait agar dapat mewujudkan pembangunan berkelanjutan sebagai prinsip dasar perencanaan pembangunan, melalui pembangunan rendah karbon dalam percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia dengan mengintegrasikan implementasi REDD+ ke dalam proses perencanaan pembangunan dan pelaksanaan MP3EI. Dalam laporan ini Capacity Building Pengarusutamaan REDD+ ke dalam Sistem Perencanaan Pembangunan dan Greening MP3EI dalam Kerangka REDD+ meliputi penguatan pemahaman dan peningkatan kemampuan perencana di sektor berbasis lahan, serta para pihak terkait, di 11 provinsi prioritas implementasi REDD+, khususnya untuk menginternalisasikan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dan menurunkan emisi karbon. D. Peserta Peserta Capacity Building yaitu individu yang mewakili instansi atau organisasi yang terlibat secara langsung dalam penyusunan perencanaan pembangunan, termasuk menyusun dokumen MP3EI tingkat provinsi dan kabupaten, antara lain: 1. Perwakilan dari Kelompok Kerja RAD-GRK 2. Perwakilan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) 3. Perwakilan Dinas (bidang yang menangani perencanaan/perizinan) yang menangani bidang kehutanan 4. Perwakilan Dinas (bidang yang menangani perencanaan/perizinan) yang menangani bidang pertanian/perkebunan 5. Perwakilan Dinas yang menangani Perencanaan Tata Ruang (Dinas PU) 6. Perwakilan Dinas/Kantor Lingkungan Hidup Daerah (bidang yang menangani perencanaan/ perizinan) 7. Akademisi Bidang Perencanaan, Kehutanan dan Lingkungan Hidup 8. LSM yang bekerja di bidang perubahan iklim, kehutanan, atau bidang lain terkait 9. Bidang yang menangani perencanaan/perizinan pada UPT Kementerian Kehutanan di Daerah (BPKH, BTN, BKSDA, BPDAS, BP2HP) 10. Perwakilan Dinas (bidang yang menangani perencanaan/perizinan) yang menangani bidang perindustrian 11. Perwakilan Dinas (bidang yang menangani perencanaan/perijinan) yang menangani bidang pertambangan dan energi 12. Perwakilan KADIN Provinsi LAPORAN SINTESIS HASIL CAPACITY BUILDING 3
  • 7. 13. Perwakilan Badan Penanaman Modal Provinsi 14. Perwakilan Kabupaten yang memiliki kawasan hutan cukup luas 15. Perwakilan Kelompok Kerja MP3EI E. Proses Capacity Building Hingga saat ini Capacity Building (CB) telah dilakukan di 11 provinsi sebagaimana disajikan pada Tabel 1. Proses CB didahului dengan brainstorming dan FGD untuk menguatkan pemahaman peserta mengenai isu Perubahan Iklim dan REDD+ dalam konteks sistem perencanaan pembangunan, serta pentingnya REDD+ dalam perbaikan tata kelola kehutanan (forestry governance). Proses dilanjutkan dengan diskusi mendalam, baik secara kelompok atau pleno, untuk membahas mengenai: (1) proses pengarusutamaan REDD+ ke dalam RPJMD/RKPD tinkat Provinsi; (2) Greening MP3EI. Diskusi mendalam dilakukan dengan mengikuti alur pikir yang dituangkan dalam Pedoman Pengarusutamaan REDD+ ke dalam Sistem Perencanaan Pembangunan dan Greening MP3EI dalam Kerangka REDD+ dengan mengacu pada dokumendokumen perencanaan yang telah ada (RPJMD/RKPD), RAD GRK dan/atau SRAP REDD+. 4 LAPORAN SINTESIS HASIL CAPACITY BUILDING
  • 8. Tabel 1. Implementasi Capacity Building , Status SRAP REDD+ dan RAD GRK No Provinsi Lokasi Tanggal SRAP REDD+ RAD GRK 1 Kalimantan Barat Kantor Bappeda Provinsi Kalbar 14-5 Februari 2013 Dalam proses penyusunan Sudah Disahkan melalui peraturan Gubernur (No. 27/2012) 2 Sumatera Selatan Hotel Arista, Palembang 19-20 Februari 2013 Dalam Proses Penyelesaian Sudah Disahkan melalui peraturan Gubernur (No. 34/2012) 3 Jambi Hotel Sang Ratu, Jambi 20-21 Februari 2013 Dalam proses Penyelesaian Sudah Disahkan melalui peraturan Gubernur (No. 36/2012) 4 Aceh Hotel Kuala Radja, Banda Aceh 27-28 Februari 2013 Dalam proses penyusunan Sudah Disahkan melalui peraturan Gubernur (No. 85/2012) 5 Sumatera Barat Hotel Axana, Padang 27-28 Maret 2013 Sudah selesai disusun Sudah Disahkan melalui peraturan Gubernur (No. 80/2012) 6 Sulawesi Tengah Kantor Bappeda, Palu 22-23 Mei 2013 STRADA REDD+ sudah Disahkan melalui peraturan Gubernur (No. 36/2012) Sudah Disahkan melalui peraturan Gubernur (No. 30/2012) 7 Riau Kantor Bappeda, Pekanbaru 7-8 Mei 2013 Dalam proses penyusunan Sudah Disahkan melalui peraturan Gubernur (No. 77/2012) 8 Papua Kantor Bapeda Provinsi Papua 15-16 Mei 2013 Dalam proses penyusunan Sudah Disahkan melalui peraturan Gubernur (No. 9/2013) 9 Kaltim Hotel Aston Samarinda 27-28 Mei 2013 Sudah selesai disusun Sudah Disahkan melalui peraturan Gubernur (No. 54/2012) 10 Papua Barat Hotel Aston, Manokwari 20-21 Juni 2013 Sudah selesai Disusun Dalam proses penyusunan 11 Kalimantan Tengah Kantor Bappeda Provinsi Kalteng 27-28 Juni 2013 STRADA REDD+ sudah Disahkan melalui peraturan Gubernur (No. 10/2012) Sudah Disahkan melalui peraturan Gubernur (No. 36/2012) LAPORAN SINTESIS HASIL CAPACITY BUILDING 5
  • 9. F. Hasil Capacity Building F1. Pengarusutamaan REDD+, Greening MP3EI dan Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) diimplementasikan oleh pemerintah dan pemerintah daerah melalui proses perencanaan dan penganggaran yang berjenjang dengan menganut kombinasi antara pendekatan top down dan bottom up planning. Sinergi rencana pembangunan tersebut dilaksanakan melalui Musrenbang, mulai dari tingkat desa, hingga musrenbang nasional. Dari keseluruhan alur perencanaan nasional, dokumen RPJMN merupakan dokumen induk yang menjadi acuan utama dalam penyusunan RPJMD yang menjadi acuan dalam penyusunan RKP dan RKPD. RPJMN disusun dengan mempertimbangkan kinerja pembangunan pada saat awal perencanaan, agenda kinerja Presiden terpilih, serta aspirasi pemangku kepentingan dan daerah pada saat musrenbang jangka menengah nasional berlangsung. Dengan mekanisme tersebut, diharapkan terjadi sinergi perencanaan pembangunan nasional dan daerah. Untuk menjembatani penanganan isu lintas sektor dan lintas wilayah, RPJMN dan RPJMD secara eksplisit harus memuat program lintas kementerian/SKPD dan lintas kewilayahan. Dalam implementasi rencana pembangunan dimungkinkan adanya penetapan kebijakan untuk merespon isu strategis tertentu yang dituangkan melalui Peraturan Presiden. Rencana Aksi Nasional GRK (termasuk turunannya, yaitu REDD+) dan MP3EI merupakan dua dokumen kebijakan nasional yang dalam implementasinya membutuhkan proses adopsi ke dalam Sistem Perencanaan Nasional yang sedang berjalan. Hal ini menyebabkan perlunya penyesuaian dan pengintegrasian kebijakan tersebut ke dalam implementasi pembangunan nasional/daerah. Dalam konteks laporan ini, proses ini dikenal dengan pengarus-utamaan REDD+ ke dalam SPPN dan Greening MP3EI. Pengarus-utamaan REDD+ ke dalam SPPN diharapkan mampu menguatkan peran pemerintah dan pemerintah daerah dalam penurunan emisi karbon yang berasal dari deforestasi dan degradasi hutan, sedangkan greening MP3EI diharapkan mampu memberikan kontribusi pada pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan dalam upaya percepatan dan pembangunan ekonomi. Fokus pengarus-utamaan REDD+ ke dalam Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan greening MP3EI Bidang REDD+ dalam laporan ini dibatasi pada 11 Provinsi prioritas implementasi REDD+. Evaluasi terhadap dokumen/draft/presentasi dokumen SRAP REDD+ yang telah disiapkan oleh kelompok kerja di 11 Provinsi prioritas menunjukkan ragam format dan substansi yang dituangkan ke dalam dokumen. Dalam perspektif sistem perencanaan, proses pengarusutamaan dinilai akan mengalami kendala akibat berbagai faktor berikut: 6 LAPORAN SINTESIS HASIL CAPACITY BUILDING
  • 10. 1. Terdapat kesenjangan kerangka pemikiran dalam penyusunan dokumen RAN REDD+ dengan RAD GRK dan SRAP REDD+. RAN REDD+ telah memberikan gambaran mengenai kesenjangan antara kegiatan dan target pembangunan dengan syarat pencapaian, baik di tingkat nasional maupun daerah.Secara umum, kesenjangan tersebut bermuara pada lemahnya kondisi pemungkin yang merupakan ranah kewenangan pusat, padahal kondisi pemungkin tersebut sangat diperlukan untuk menjalankan rencana yang tertuang dalam SRAP REDD+. 2. Terdapat kesenjangan antara substansi SRAP REDD+ dengan kewenangan Provinsi dalam menjalankan urusan pemerintah sesuai PP 38 Tahun 2007. Substansi SRAP REDD+ yang disusun untuk menyelesaikan akar masalah pembangunan di sektor berbasis lahan, cenderung akan mengalami “penyesuaian” ketika masuk dalam struktur birokrasi perencanaan yang bekerja berdasarkan kerangka hukum yang berlaku dan tupoksi masing-masing sektor, baik di tingkat Provinsi maupun kabupaten. 3. Terdapat perbedaan format antara strategi dan rencana aksi dalam dokumen SRAP REDD+ dengan dokumen perencanaan daerah. 4. Terdapat kesenjangan antara substansi SRAP REDD+ dengan kapasitas para aktor pembangunan di daerah, baik dalam lingkup pemerintah, swasta maupun masyarakat dalam pelaksanaan REDD+. Sebagai langkah transisi untuk menata penyediaan kondisi pemungkin bagi perbaikan tata kelola hutan dan lahan, maka pemfokusan upaya pengarus-utamaan REDD+ pada peran pemerintah sebaiknya dilakukan sesuai dengan pembagian urusan dan kewenangan pemerintahan yang berlaku (lihat Gambar 1). Dalam konteks ini, tema pengarusutamaan diprioritaskan pada nomenklatur yang sudah dikenal dalam SPPN: 1. Penyelesaian tata ruang wilayah Provinsi dan kabupaten/kota. 2. Penyelesaian pengukuhan kawasan hutan, termasuk penyelesaian konflik tenurial dan penataan ruang kelola masyarakat adat/lokal. 3. Pembenahan sistem perijinan bidang kehutanan, pertambangan, perkebunan/ pertanian, dan pembangunan infratruktur. 4. Pembangunan KPH dan implementasi adi-praktis pengelolaan hutan di tingkat tapak. 5. Pengendalian kebakaran hutan dan lahan. 6. Penegakan hukum atas segala bentuk tindakan haram bidang kehutanan. 7. Implementasi adi-praktis pengelolaan lahan di luar kawasan hutan. LAPORAN SINTESIS HASIL CAPACITY BUILDING 7
  • 11. DOMAIN KEBIJAKAN (RPJMN/D: RKP/D: RENSTRA/RENJA K/L/D) PENENTU KEBIJAKAN (POLICY MAKERS) KEBIJAKAN & REGULASI TATA RUANG YANG MANTAP SISTEM PERIJINAN KAWASAN BUDIDAYA NON KEHUTANAN KAWASAN HUTAN TETAP KONDISI PEMUNGKIN (ENABLING CONDITION) PENGELOLAAN HUTAN FASILITAS & BIMBINGAN TEKNIS TERKENDALINYA KEBAKARAN HUTAN & AKTIVITAS HARAM KAWASAN TERTENTU KPHK/KPHL/ KPHP IJIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN & PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN PENGELOLAAN HUTAN TINGKAT TAPAK HUTAN ADAT HUTAN RAKYAT KINERJA PENGELOLAAN LAHAN KBNK TINGKAT TAPAK KINERJA PENGELOLAAN HUTAN TINGKAT TAPAK KINERJA REDD+ TINGKAT WILAYAH DOMAIN PENGELOLAAN (RENCANA PENGELOLAAN HUTAN DAN LAHAN) Gambar 1. Struktur Hipotetik implementasi REDD+ di Indonesia F2. Hasil Pengarusutamaan REDD+ Pemerintah Provinsi umumnya menyambut sangat baik proses pengarusutamaan REDD+ ke dalam Sistem Perencanaan Pembangunan. Tidak ada keluhan yang berkaitan dengan kesulitan proses pengarusutamaan REDD+ dalam dokumen perencanaan pembangunan. 8 LAPORAN SINTESIS HASIL CAPACITY BUILDING
  • 12. Hasil diskusi dengan pemerintah daerah dan pemangku kepentingan menunjukkan bahwa mereka mengalami kesulitan untuk mengidentifikasi dan memasukkan akar masalah REDD+ sebagaimana tercantum dalam Stranas REDD+, RAN REDD+, dan SRAP REDD+ ke dalam program dan kegiatan RAD GRK serta program dan kegiatan tahunan SKPD. Secara umum isu Perubahan Iklim, khususnya REDD+, masih dipandang dengan berbagai ragam perspektif sektoral bahkan di beberapa provinsi terfokus pada makna sebagai sistem insentif semata. Berbagai masalah pembangunan daerah yang bersifat lintas sektor dalam konteks REDD+ dipahami peserta sebagai persoalan yang terkait erat dengan pemantapan kawasan hutan dan penataan ruang. Dalam konteks proses pengarusutamaan REDD+, para pihak masih mengalami kesulitan untuk mengidentifikasi akar permasalahan, mengingat hal tersebut umumnya berkenaan dengan kebijakan nasional/provinsi dan konsistensi implementasinya di tingkat kabupaten/kota atau tapak. Lemahnya kepastian kawasan hutan, belum selesainya penataan ruang dan realitas penguasaan kehutanan oleh dunia usaha dan masyarakat di berbagai tempat merupakan pokok masalah yang didiskusikan. Para pihak yang tergabung dalam Tim Penyusun SRAP REDD+ telah mengidentifikasi akar permasalahan pembangunan di sektor berbasis lahan, khususnya di Provinsi Jambi dan Sumatera Selatan. Tim Penyusun SRAP REDD+ memaknai pengarusutamaan sebagai akar masalah yang tidak dapat diakomodasikan dalam sistem perencanaan pembangunan nasional namun penting untuk dilaksanakan, sehingga perlu dicari mekanisme kelembagaan lain untuk mewujudkannya, sedangkan WG9 memaknai pengarusutamaan sebagai proses untuk mengakomodasikan seluruh akar masalah pembangunan di sektor berbasis lahan ke dalam sistem perencanaan pembangunan nasional. Dasar pemikiran WG9 adalah Article 3.4 dari Convention UNFCCC. Secara umum proses pengarusutamaan dipahami oleh peserta, namun lemahnya pendekatan holistik dalam sistem perencanaan pembangunan dan carut marut permasalahan kehutanan yang terlanjur terjadi selama ini cenderung mendorong peserta pada pendekatan perencanaan yang berbasis tupoksi, berorientasi target dan cenderung mengabaikan “enabling condition” yang menjadi syarat cukup bagi tercapainya target pembangunan tersebut. Beberapa hasil penting dari proses capacity building mainstreaming REDD+ dalam sistem perencanaan pembangunan adalah sebagai berikut: 1. Proses pengarusutamaan sesuai dengan pedoman yang dibuat telah membuka perspektif baru dalam penyusunan RPJMD dan RKPD mengenai koordinasi perencanaan pembangunan secara lintas sektor dan lintas wilayah, serta pentingnya identifikasi akar LAPORAN SINTESIS HASIL CAPACITY BUILDING 9
  • 13. masalah dan pendekatan holistik berbasis rencana tata ruang dan kemantapan kawasan hutan tetap. 2. 3. Pendekatan sektoral dalam sistem perencanaan dan lemahnya sinergi perencanaan tingkat nasional, provinsi dengan kabupaten akan menyulitkan proses identifikasi akar masalah yang secara umum bermuara pada masalah kebijakan dan tata kelembagaan. Namun demikian provinsi yang telah memiliki dokumen/draft SRAP REDD+ secara umum juga memiliki pemahaman yang lebih baik dalam melihat akar permasalahan pembangunan dalam konteks REDD+ dan penurunan emisi karbon. 4. Dalam perspektif perencanaan pembangunan, selama pendekatan sektoral dalam sistem perencanaan masih digunakan dan sinergi perencanaan tingkat nasional, provinsi dengan kabupaten masih lemah, maka usulan pembentukan Lembaga REDD+ Daerah berpotensi semakin menyulitkan proses penyelesaian akar masalah yang telah diidentifikasi dalam SRAP REDD+. 5. Dalam penyusunan SRAP, Satgas REDD+ perlu melakukan pendampingan dengan melibatkan WG terkait, karena sebenarnya substansi SRAP memiliki muatan keseluruhan output WG. Pendampingan penyusunan SRAP juga disertai kegiatan monitoring kemajuan dan perkembangannya, sehingga permasalahan penyusunan SRAP dapat teridentifikasi. 6. Khusus untuk Provinsi Sumatera Selatan, pemahaman terhadap pendekatan dan proses pengarusutamaan yang dipaparkan oleh Pokja 9 sudah sangat komprehensif. Pendekatan dan langkah-langkah yang digunakan oleh Pemerintah Provinsi hampir seluruhnya sesuai dengan langkah-langkah yang dipersyaratkan dalam Pedoman Pengarusutamaan REDD+. Sebagai contoh, telah dilakukannya persandingan antara RAD GRK dengan SRAP REDD+ untuk mencari kesesuaian program dan kegiatan dan kemungkinan adanya gap program dan kegiatan antara keduanya. Selain itu, Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan juga telah berkomitmen (dinyatakan melalui SK Gubernur) untuk mengintegrasikan seluruh kegiatan RAD GRK dan program dan kegiatan SRAP REDD+ ke dalam RPJMD 2014-2019. 7. 10 Penguatan kapasitas untuk pengarusutamaan REDD+ membutuhkan penguatan pemahaman atas substansi REDD+ pada sektor penataaan ruang dan sektor berbasis lahan, serta penguatan pemahaman terhadap proses perencanaan yang didukung oleh “spatial baseline information” yang kuat mengenai kawasan hutan yang akan dipertahankan sebagai hutan tetap. Perbedaan pemahaman mengenai pengarusutamaan REDD+ dalam sistem perencanaan pembangunan perlu diantisipasi sejak dini untuk memastikan keberhasilan REDD+ di tingkat provinsi. Khusus untuk Provinsi Papua dan Papua Barat, capacity building pengarusutamaan REDD+ dan MP3EI direspon sebagai peluang untuk menyusun “grand design” pembangunan wilayah secara berkelanjutan berbasis pembangunan ekonomi rendah karbon. Kedua Provinsi perlu didukung pemerintah pusat untuk menyusun rencana induk pembangunan wilayah tersebut guna mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya alam, khususnya LAPORAN SINTESIS HASIL CAPACITY BUILDING
  • 14. kehutanan bagi upaya untuk mewujudkan pengelolaan hutan lestari berbasis modal sosial yang ada dan mendukung pencapaian tujuan REDD+ pada masa yang datang. F3. Hasil Greening MP3EI Dua isu greening paling utama, yakni lingkungan dan keadilan sosial, dapat dimengerti dan diterima meskipun masih memerlukan pemikiran lebih jauh untuk mengimplementasikannya dalam rencana pembangunan daerah. Secara umum, ego sektoral masih sangat mewarnai dialog antar sektor, sehingga melemahkan koordinasi antar sektor. Hal ini masih perlu mendapatkan perhatian yang sangat serius dalam mengimplementasikan MP3EI yang lebih hijau. Selain itu, pemahaman peserta mengenai pendekatan yang berbasis insentif dan disinsentif masih sangat kurang sehingga perlu peningkatan segera. Pada Provinsi Jambi sudah ada kesadaran bahwa pembangunan sumberdaya manusia setempat melalui pendidikan merupakan kunci pembangunan jangka panjang. Beberapa hasil penting dari proses capacity building Greening MP3EI adalah sebagai berikut: 1. Pengetahuan tentang MP3EI tidak merata untuk semua peserta. Disamping itu juga belum ada dokumen MP3EI yang spesifik untuk tingkat provinsi. Greening MP3EI masih banyak menghadapi tantangan, khususnya perubahan paradigm pembangunan yang belum berbasiskan pada paradigma pembangunan berkelanjutan, namun masih berorientasi kepada pembangunan sektoral-ekonomi. 2. Terbatasnya sosialisasi kebijakan dan rencana aksi MP3EI dari kementrian terkait dan belum adanya MP3EI untuk provinsi, mengakibatkan minimnya pemahaman stakeholders pada tingkat provinsi dan tingkat kabupaten. Berdasarkan kondisi ini, proses capacity building greening MP3EI bidang REDD+, lebih difokuskan pada diskusi konsep dan isuisu pembangunan berkelanjutan. Perlunya visi dan misi pemimpin dalam menjabarkan pembangunan berkelanjutan ke dalam kebijakan, strategi, program, dan kegiatan serta struktur organisasi pendukungnya. 3. secara umum perencanaan pembangunan masih berorientasi pada target output, sangat terbatas di dalam penetapan tujuan (dampak) dari aspek ekonomi, lingkungan dan sosial, dan ukuran (indikator) yang jelas; dan masih terbatas dalam menggunakan informasi statistik wilayah sebagai bahan perencanaan dan evaluasi kinerja pencapaian tujuan pembangunan daerah. 4. Secara umum mekanisme greening bidang REDD+ sebagaimana pada pedoman dapat dipahami peserta, namun koordinasi antar sektor masih perlu mendapat perhatian yang sangat serius dalam mengimplementasikan MP3EI yang hijau, mengingat investasi skala besar di daerah umumnya masih didominasi oleh capital intensive yang berasal dari perusahaan skala besar atau perusahaan asing. 5. Proses greening akan mengalami hambatan (lambat) pada proses legal terkait penggunaan kawasan hutan untuk sektor di luar kehutanan, masalah ketersediaan data, dan proses pengambilan keputusan greening dan kendala ketidakpastian tata ruang. 6. Pedoman Greening MP3EI bidang REDD+ statusnya di dalam proses perencanaan pembangunan daerah masih belum memiliki legalitas, sehingga menjadi suatu LAPORAN SINTESIS HASIL CAPACITY BUILDING 11
  • 15. tantangan pada tataran implementasinya. Ada dua hal tantangan itu yaitu status legal pedoman greening MP3EI, dan para pihak yang akan melaksanakan greening MP3EI bidang REDD+. 7. Di Provinsi Kalimantan Barat, Sumatera Selatan, dan Aceh diskusi yang lebih mendalam dalam proses greening adalah mengenai kriteria dan indikator. Ada kesepahaman bahwa diperlukan perubahan kebijakan dan strategi pembangunan agar beberapa kriteria dan indikator greening dapat dipenuhi. Kriteria indikator dimaksud adalah a) indikator nisbah anggaran pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan terhadap nilai sumberdaya alam yang tereksploitasi dari daerah yang bersangkutan ;b) konflik di masyarakat; c) perimbangan pembagian hasil dari sumberdaya alam, baik langsung maupun tidak langsung, antara pusat dan daerah; d) partisipasi/ akses masyarakat local/ adat di dalam kegiatan ekonomi/ pembangunan 8. Di Provinsi Kalimantan Barat MP3EI diharapkan dapat meningkatkan ketersediaan dan layanan energy/ listrik, dan tuntasnya transportasi (Trans Kalimantan) khususnya di jalur Kalbar ke Kalteng/ Kaltim. Disamping itu juga digugah agar kebijakan yang lebih tinggi (PP) tentang pembangunan perbatasan Kalbar dan Malaysia, diprioritaskan untuk direalisasikan, kemudian baru implementasi MP3EI dengan status Perpres. 9. Diskusi pembangunan pada MP3EI dan REDD+ sangat mendapat perhatian pada isu kepentingan sektor pada ruang (diperlukan kepastian tata ruang/ RTRW), isu kerusakan sumberdaya alam dan dampak lingkungan, serta isu keadilan sosial, terutama hak-hak masyarakat terhadap sumberdaya dan memperoleh manfaat pembangunan tersebut. 10. Pada provinsi yang infrastrukturnya belum berkembang, ada persoalan yang harus dipahami secara baik dan bijak, bahwa kebutuhan pembangunan infrastruktur sebagai prasyarat pengembangan wilayah, yang tidak jarang melewati kawasan hutan khususnya hutan lindung dan konservasi, perlu mendapatkan perhatian dan alokasi ruang namun tetap tanpa mengorbankan kelestarian dan ekosistem. G. Evaluasi Proses Capacity Building Evaluasi proses capacity building dilakukan melalui evaluasi terhadap a) peserta yang hadir dan keaktifan berkontribusi di dalam diskusi, b) materi capacity building, c) mekanisme atau pelaksanaan capacity building, d) isu yang muncul pada saat diskusi kelompok maupun panel. 1. Peserta dan Proses Diskusi Peserta capacity building berasal dari badan perencana, SKPD kehutanan/perkebunan, pertanian, pertambangan, perdagangan industri, lingkungan hidup, penanaman modal daerah pada tingkat provinsi dan sebagian dari kabupaten/kota, dan UPT Kementerian Kehutanan di daerah. Di samping unsur pemerintah, juga dihadiri oleh peserta dari perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat di provinsi maupun kabupaten. Dari sisi target 12 LAPORAN SINTESIS HASIL CAPACITY BUILDING
  • 16. keterwakilan peserta, maka capacity building sudah terpenuhi; hal ini berkait kerjasama yang baik antara WG9 dengan Bappeda sebagai penyelenggara. Sebagian besar peserta capacity building bukan pengambil keputusan yang dapat secara langsung menyatakan komitmen mereka untuk mempergunakan dua pedoman tersebut dalam proses perencanaan pembangunan daerah. Namun mereka akan berupaya agar dua pedoman tersebut dapat menjadi dasar dalam penyusunan program dan kegiatan SKPD. Topik pengarusutamaan REDD+ ke dalam perencanaan pembangunan daerah relatif lebih banyak mendapat perhatian peserta; peserta lebih banyak mendiskusikan isu-isu terkait topik REDD+ ini. Hal ini terkait dengan realitas di daerah, pengetahuan tentang isu REDD+ relatif sudah lebih banyak diperoleh sebagian besar peserta, dan proses sosialisasi ataupun FGD tentang REDD+ di daerah banyak dilakukan oleh berbagai pihak baik dari Satgas REDD+ maupun dari LSM. Di samping itu peserta yang menjadi anggota pokja (komisi daerah istilah di Kalteng) RAD GRK atau REDD+ langsung berkepentingan terhadap substansi REDD+ untuk penyusunan dokumen SRAP REDD+ ataupun untuk mendapatkan kejelasan rencana implementasi dan mekanisme pendanaannya/insentif. Sedangkan, untuk topik MP3EI peserta relatif lebih banyak memberikan perhatian kepada penyampaian materi oleh nara sumber dari WG 9 Satgas REDD+. Sehingga proses capacity building juga sekaligus menjadi sosialisasi MP3EI, pembangunan daerah dalam konteks pembangunan berkelanjutan, dan metode greening. 2. Materi Capacity Building Proses capacity building dengan metode brainstorming dan FGD pada topik pengarusutamaan REDD+ ke dalam Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Greening MP3EI bidang REDD+. Materi capacity building karena pertimbangan alokasi waktu dan prasyarat peserta sejak awal dirancang bukan untuk tujuan memberikan kemampuan skill di dalam menggunakan ke 2 jenis pedoman ini. Secara umum substansi materi capacity building adalah kebijakan dan isu-isu perubahan iklim (REDD+) dan kebijakan serta isu-isu MP3EI; pedoman pengarusutamaan REDD+ ke dalam perencanaan pembangunan daerah (RPJMD dan RKPD) serta pedoman greening bidang REDD+. Materi capacity building sudah memenuhi tujuan yang diharapkan dari pelaksanaan capacity building pada dua pedoman dimaksud. Capacity Building pada beberapa provinsi belum banyak mengupas teknis pengarusutamaan REDD+ dan greening MP3EI, karena lebih berfokus pada diskusi isu REDD+ dan MP3EI terkait masalah kepastian hukum, otonomi daerah, penataan dan pemanfaatan ruang yang belum mengakomodir hak-hak masyarakat adat/ lokal, kordinasi antar sektor, termasuk soal penggunaan kawasan hutan untuk areal penggunaan lain (APL) seperti pertanian, perkebunan, pertambangan, infrastruktur dan lain sebagainya. LAPORAN SINTESIS HASIL CAPACITY BUILDING 13
  • 17. 3. Mekanisme Pelaksanaan Capacity Building Mekanisme capacity building dirancang sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, yaitu menggunakan pendekatan brainstorming dan FGD, untuk membangun partisipasi peserta dalam mengungkapkan dan memberikan bahasan terhadap topik dan isu yang dibahas. Dalam pelaksanaan capacity building dua pedoman ini, setelah mengambil pengalaman di Provinsi Kalbar, dipandang perlu pihak daerah khususnya Pokja RAD GRK atau SRAP REDD+, melakukan desiminasi dan sosialisasi program dan kegiatan yang ada pada kedua dokumen tersebut (RAD-GRK dan SRAP REDD+) kepada seluruh peserta dan proses integrasi program dan kegiatan REDD+ ke dalam dokumen perencanaan pembangunan daerah (RPJMD dan RKPD). Mekanisme capacity building dipandang cukup untuk mencapai tujuan yaitu membangunan pemahaman REDD+, keperluan integrasi ke dalam perencanaan pembangunan daerah, pemahaman kepentingan greening dan/atau pembangunan berkelanjutan. Untuk tujuan capacity building lebih lanjut, yaitu tujuan praktek, maka diperlukan pengembangan pelaksanaan, terkait persyaratan peserta yang betul-betul sebagai pelaksana di dalam perencanaan pembangunan di setiap SKPD, alokasi waktu yang lebih lama, metode latihan kasus dengan data yang cukup untuk sebuah kasus bahasan. 4. Isu-Isu Pokok Diskusi Pengarusutamaan REDD+ Dan Greening MP3EI Isu pokok di dalam diskusi secara lebih rinci telah disajikan pada Bab Hasil Capacity Building (pengarusutamaan REDD+ dan greening MP3EI bidang REDD+). Secara umum, adalah :  Ketidakpastian RTRW provinsi dan kabupaten/ kota dan pemantapan kawasan hutan tetap, yang dapat menghambat penetapan lokasi, program dan besar kegiatan SRAP/ STRADA REDD+ di lapangan.  Akomodasi kepentingan dan hak-hak masyarakat dalam penataan dan pemanfaatan ruang, REDD+ maupun pembangunan secara umum, termasuk MP3EI.  Kesesuaian berbagai program dan kegiatan sektoral, RAD GRK, REDD+, MP3EI, memerlukan koordinasi secara lebih baik, dan didukung oleh data dasar yang akurat terkait inventarisasi nilai sumberdaya hutan, masyarakat dan ruang.  Memastikan kapasitas daerah dalam perencanaan dan operasionalisasi rencana di lapangan, dikaitkan dengan kepentingan sektor lain atau para pihak di daerah, maka diperlukan pendampingan dalam implementasi, monitoring dan evaluasi sampai pada tingkat lapangan.  Implementasi REDD+ saat ini masih dalam tahap penyiapan kondisi pemungkin. Kendala yang dihadapi dalam menyiapkan kondisi pemungkin antara lain ketersediaan data dan informasi termasuk peta yang akurat, kebutuhan ruang untuk kegiatan bukan hutan dan 14 LAPORAN SINTESIS HASIL CAPACITY BUILDING
  • 18. kehutanan, kebutuhan minimal untuk melakukan konservasi kawasan hutan dan lahan gambut, kebijakan pemberian akses terhadap kawasan hutan bagi masayarakat adat, serta kebijakan “one map”. H. Rekomendasi 1. 2. 3. 4. 5. 6. Penguatan kapasitas untuk pengarusutamaan REDD+ membutuhkan penguatan pemahaman atas substansi REDD+ pada sektor penataaan ruang dan sektor berbasis lahan, serta penguatan pemahaman terhadap proses perencanaan yang didukung oleh “spatial baseline information” yang kuat mengenai kawasan hutan yang akan dipertahankan sebagai hutan tetap. Disarankan kepada pemerintah daerah provinsi untuk mensosialisasikan pengetahuan pada capacity building ini ke pemda kabupaten. Cara lain adalah mewajibkan staf perencana pada SKPD kabupaten untuk mengikuti secara aktif dalam proses capacity building yang diadakan oleh pemerintah pusat dan pemerintah provinsi. Pertimbangannya adalah bahwa SKPD kabupaten merupakan penanggungjawab pelaksanaan REDD+ yang kewenangannya sudah diberikan kepada mereka. Perlu dipertimbangkan status/legalitas pedoman pengarusutamaan REDD+ dan pedoman greening MP3EI, di dalam proses perencanaan pembangunan nasional, provinsi dan kabupaten/kota. Tanpa adanya kejelasan status/legalitas, maka kedua pedoman tersebut kemungkinan besar hanya menjadi pengetahuan. Desentralisasi anggaran, termasuk anggaran pendidikan yang berorientasi pada peningkatan sumberdaya manusia, perlu di-reform agar penggunaannya lebih efektif dan sesuai dengan kebutuhan Daerah. Perlu ada pelatihan khusus mengenai pendekatan insentif dan disinsentif sebagai instrumen pembangunan dan pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan. Pengarusutamaan REDD+ ke dalam Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Greening MP3EI bidang REDD+, serta program dan kegiatan implementasi REDD+ secara keseluruhan perlu dilandaskan pada konsep pembangunan berkelanjutan untuk memastikan bahwa REDD+ selaras dan harmonis dengan pembangunan wilayah.
  • 19. 16 LAPORAN SINTESIS HASIL CAPACITY BUILDING
  • 20. MODUL GREENING MP3EI DALAM KERANGKA REDD+ LATAR BELAKANG DESKRIPSI SINGKAT TUJUAN MATERI POKOK PENUTUP LAPORAN SINTESIS HASIL CAPACITY BUILDING 17
  • 21. 1. Latar Belakang Undang-Undang No 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN), menyatakan bahwa pembangunan nasional adalah rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat, bangsa dan negara untuk melaksanakan UUD 1945. Rangkaian upaya pembangunan tersebut berlangsung tanpa henti, dengan menaikkan tingkat kesejahteraan masyarakat dari generasi demi generasi. Pelaksanaan upaya tersebut dalam konteks memenuhi kebutuhan masa sekarang tanpa mengurangi kemampuan generasi yang akan datang untuk memenuhi kebutuhannya. Pernyataan ini adalah RPJPN secara substansi harusnya pembangunan berkelanjutan. Pemerintah telah membuat kebijakan pembangunan, khususnya terkait 1) Penurunan Gas Rumah Kaca (GRK), dan penurunan emisis karbon dari degradasi dan deforestasi hutan (REDD+). 2) Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia. Kebijakan dan strategi RAN-GRK Indonesia dirumuskan berdasarkan kesiapan yang sudah dilakukan oleh Pemerintah Indonesia dalam meratifikasi kesepakatan UNFCCC. Hal ini kemudian, dituangkan dalam Peraturan Presiden No. 61 Tahun 2010 tentang RAN-GRK. Mengacu pada prinsipprinsip UNFCCC tersebut, maka pengurangan emisi dari business as usual (BAU) tahun 2020 akan dilaksanakan sejalan dengan upaya mencapai target pertumbuhan ekonomi sebesar rata-rata 6-7%, sebagaimana tertuang di dalam RAN-GRK. Jadi, strategi nasional akan mengkombinasikan antara target nasional tingkat pertumbuhan ekonomi sebesar 6-7% dan komitmen Indonesia kepada dunia untuk emisi sebesar 26-41%. Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD) adalah skema pemberian insentif buat usaha-usaha pengurangan emisi yang berasal dari deforestasi dan kerusakan hutan. Pada keputusan Conference of Parties (COP) 13 dan COP 14, peranan hutan dalam mitigasi perubahan iklim tidak hanya dari sisi negatifnya (mencegah deforestasi dan kerusakan hutan), tetapi juga dilihat sisi positifnya. Sasaran atau target REDD+ adalah emisi GRK dari hutan dan gambut turun sebesar 14% dari bagian komitmen nasional sebesar 26% dengan upaya nasional dan 41% dengan dukungan internasional, pada tahun 2020. MP3EI adalah dokumen rencana pembangunan ekonomi yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025. Undang-Undang No 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional, menyatakan bahwa pembangunan nasional adalah rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat, bangsa dan Negara untuk melaksanakan UUD 1945. Melalui MP3EI, pembangunan ekonomi Indonesia diperkirakan akan mengalami percepatan dan peningkatan dan akan menempatkan Indonesia sebagai Negara maju pada tahun 2025 dengan pendapatan perkapita antara USD 14.250 – USD 15.500 dengan nilai total perekonomian (PDB) berkisar antara USD 4,0 – 4,5 triliun. Untuk mencapai kondisi perekonomian tersebut diperlukan pertumbuhan ekonomi riil sebesar 6,4 – 7,5 persen pada periode 2011 – 2014, dan sekitar 8,0 – 9,0 persen pada periode 2015 – 2025. Pertumbuhan tersebut diharapkan 18 LAPORAN SINTESIS HASIL CAPACITY BUILDING
  • 22. akan dibarengi oleh penurunan inflasi dari sebesar 6,5 persen pada periode 2011 - 2014 menjadi 3,0 persen pada 2025. Perubahan paradigma dari pembangunan “business as usual” saat ini yang mengedepankan pembangunan ekonomi saja menjadi pembangunan berkelanjutan menjadi semakin penting dengan permasalahan lingkungan global dan lokal yang berkembang saat ini. Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), Rencana Aksi Nasional Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN-GRK) dan Implementasi REDD+ di Indonesia dapat berpotensi kurang memberikan kontribusi terhadap pencapaian pembangunan nasional dan kesejahteraan rakyat jika tidak diletakkan dalam kerangka pembangunan berkelanjutan yang dilandaskan pada pilar rasionalitas lingkungan, sosial dan ekonomi nasional. MP3EI tampaknya lebih focus pada gambaran pertumbuhan ekonomi, belum menggambarkan perwujudan pembangunan berkelanjutan. Berdasarkan substansi RPPLH dan KLHS, dan mempertimbangkan MP3EI sebagai perencanaan pembangunan ekonomi, operasionalisasi pembangunan berkelanjutan MP3EI seharusnya meliputi 4 muatan prinsip pembangunan berkelanjutan, yaitu (1) keberlanjutan cadangan sumber daya alam yang dieksploitasi, (2) keberlanjutan daya dukung dan daya tampung lingkungan untuk mendukung pembangunan ekonomi di masa datang, (3) perkiraan dampak dan resiko lingkungan hidup, dan (4) keselamatan, mutu hidup dan kesejahteraan masyarakat terutama masyarakat di wilayah pembangunan. Pembangunan berkelanjutan mengandung pengertian sebagai pembangunan yang “memperhatikan” dan “mempertimbangkan” dimensi lingkungan hidup dalam pelaksanaannya. Pembangunan berkelanjutan, para ahli sepakat mengadopsi pengertian yang telah disepakati oleh komisi Brundtland yang menyatakan bahwa “pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka. Agar kebijakan MP3EI dan Redd+ itu tidak saling meniadakan dan memenuhi prinsip pembangunan berkelanjutan diperlukan upaya “greening” MP3EI bidang REDD+. 2. Deskripsi Singkat Modul greening MP3EI mencakup pembahasan atau diskusi tentang kebijakan pembangunan Indonesia khususnya tentang Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), Rencana Aksi Nasional Penurunan Gas Rumah Kaca (RAN-GRK) juga Reducing Emission from Degradation and Deforestation Plus (REDD+). Diskusi berupa posisi MP3EI didalam konteks pemenuhan prinsip pembangunan berkelanjutan. Untuk itu juga diuraikan tentang konsep pembangunan berkelanjutan di dalam pembangunan. MP3EI sebagai bagian dari perencanaan pembangunan, maka pembahasan perencanaan pembangunan berupa Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) beserta LAPORAN SINTESIS HASIL CAPACITY BUILDING 19
  • 23. landasannya juga dikupas. Operasionalisasi konsep pembangunan berkelanjutan, maka pembahasan hal ini dikemas di dalam pembangunan berkeadilan dan ramah lingkungan. Disini diuraikan secara lebih operasional tentang prinsip pembangunan berkelanjutan beserta ukuran (kriteria dan indikator) yang dipakai dalam mengukur rencana pembangunan apakah sudah memenuhi prinsip keberlanjutan. Secara teknis pelaksanaan greening dibahas di dalam topic Mekanisme Greening MP3EI dalam Perencanaan Pembangunan. 3. Tujuan 1. Sebagai upaya membangun paradigma pembangunan berkelanjutan dalam penyelenggaraan MP3EI sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari sistem perencanaan pembangunan nasional. 2. Sebagai upaya membangun kapasitas berupa pengetahuan para pemangku kepentingan, dalam perencanaan pembangunan di tingkat nasional dan daerah, tentang paradigma pembangunan berkelanjutan dan pengetahuan mekanisme proses operasionalisasinya ke dalam perencanaan pembangunan. Pengetahuan ini sebagai modal dasar integrasi pembangunan berkelanjutan dalam perencanaan pembangunan nasional dan daerah khususnya dalam penyelenggaraan MP3EI. 4. Materi Pokok 1.1 1.2 1.3 1.4 Tinjauan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) Prinsip Pembangunan Berkelanjutan dalam Perencanaan Pembangunan Pembangunan Berkeadilan dan Ramah Lingkungan Mekanisme Greening MP3EI dalam Perencanaan Pembangunan 5. Penutup Pembahasan melalui berbagai modul greening ini sebagai upaya melengkapi “Pedoman Greening MP3EI Bidang REDD+”. Pemahaman “Pedoman Greening MP3EI” dan “modul-modul greening” dibangun melalui melalui diskusi secara interaktif dan terfokus diantara para pemangku kepentingan di tingkat nasional dan daerah. Hasil ideal yang diharapkan adalah memberikan hasil proses perencanaan pembangunan khususnya respon terhadap MP3EI berupa kebijakan (Perpres) MP3EI itu sendiri, ataupun rencana aksi MP3EI yang akan diintegrasikan ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional dan Daerah, serta Rencana Strategis Kementerian/Lembaga Non Kementerian dan Satuan Kerja Pemerintah Daerah, yang telah teruji pemenuhan keberlanjutannya. Jika rancangan rencana pembangunan belum mampu memenuhi keberlanjutan maka diperlukan revisi dan penyesuaian, termasuk rancangan rencana aksi MP3EI maupun Rencana REDD+ itu. 20 LAPORAN SINTESIS HASIL CAPACITY BUILDING
  • 24. Disadari bahwa kegiatan diskusi yang diselenggarakan ini memiliki keterbatasan, khususnya waktu pelaksanaan, yang juga berimplikasi pada substansi yang dibahas. Oleh karena itu ukuran keberhasilan diskusi ini adalah adanya pemahaman yang relatif merata di antara para pemangku kepentingan tentang konsep pembangunan berkelanjutan di dalam perencanaan pembangunan khususnya di bidang MP3EI dan REDD+. Ukuran sedikit lebih diharapkan adalah berkembangnya kesadaran dan sikap kritis terhadap kepentingan pembangunan berkelanjutan. LAPORAN SINTESIS HASIL CAPACITY BUILDING 21
  • 25. 22 LAPORAN SINTESIS HASIL CAPACITY BUILDING
  • 26. MODUL 1: TINJAUAN MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA MP3EI DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN 1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Guna meningkatkan daya saing perekonomian nasional yang lebih solid, untuk melengkapi dokumen perencanaan pembangunan, khususnya Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025 (RPJPN) diperlukan adanya masterplan percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia yang memiliki arah yang jelas, strategi yang tepat, fokus dan terukur. Berdasarkan pertimbangan tersebut, pemerintah menetapkan Peraturan Presiden Nomor 32 tahun 2011 tentang Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025. Substansi dari Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025 adalah pengembangan Koridor Ekonomi Indonesia menggunakan tiga strategi utama yaitu pengembangan potensi ekonomi, penguatan konektivitas nasional dan penguatan kemampuan sumber daya manusia dan iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi) nasional. Upaya pemerintah merealisasikan komitmen nasional untuk berperan dalam pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) telah dituangkan dalam Rencana Aksi Nasional Pengurangan Gas Rumah Kaca (RAN-GRK) yang ditetapkan sebagai kebijakan pemerintah melalui Peraturan Presiden No 61 tahun 2011. Untuk mendukung upaya reduksi emisi GRK dalam MP3EI, diperlukan upaya integrasi MP3EI dalam perencanaan pembangunan dengan mempertimbangkan RAN GRK. Disisi lain, terkait perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup nasional, telah ditetapkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup ini sebagai wujud pada amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa pembangunan nasional diselenggarakan berdasarkan prinsip pembangunan berkelanjutan dan berwawaskan lingkungan, serta adanya permasalahan lingkungan hidup yang membutuhkan upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. MP3EI sebagai perencanaan pembangunan bidang ekonomi, yang menjadi bagian dari perencanaan pembangunan nasional, juga diamanatkan untuk berlandaskan pada prinsip pembangunan berkelanjutan dan berwawaskan lingkungan. Sebagai upaya membangun paradigma pembangunan berkelanjutan dalam penyelenggaraan MP3EI sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari sistem perencanaan LAPORAN SINTESIS HASIL CAPACITY BUILDING 23
  • 27. pembangunan nasional, dibutuhkan capacity building paradigma pembangunan berkelanjutan sebagai modal dasar kapasitas integrasi pembangunan berkelanjutan dalam perencanaan pembangunan nasional, khususnya dalam penyelenggaraan MP3EI. 1.2 Deskripsi Singkat Modul Tinjauan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) ini meliputi beberapa materi, yaitu (1) landasan hukum pembangunan berkelanjutan dan MP3EI serta landasan teori pembangunan berkelanjutan, (2) muatan MP3EI, dan (3) muatan prinsip pembangunan berkelanjutan dalam MP3EI. Materi landasan hukum MP3EI dan pembangunan berkelanjutan serta landasan teori pembangunan berkelanjutan menjelaskan kebijakan yang telah ditetapkan sebagai landasan hukum MP3EI dan pengarusutamaan pembangunan berkelanjutan dalam sistem perencanaan pembangunan. Materi landasan teori pembangunan berkelanjutan menjelaskan teori-teori pembangunan berkelanjutan yang menjadi prinsip dasar MP3EI. Materi prinsip Muatan MP3EI menjelaskan latar belakang, prinsip dasar dan prasyarat, strategi utama, program dan kegiatan, dan inisiatif strategis. Materi muatan prinsip pembangunan berkelanjutan MP3EI menguraikan keterkaitan tema pembangunan dan kegiatan ekonomi utama MP3EI dengan prinsip pembangunan berkelanjutan. 1.3 Tujuan Modul tinjauan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) ini adalah materi yang menjadi bagian dari capacity building greening MP3EI bidang REDD+ dengan tujuan untuk membangun paradigma pembangunan berkelanjutan sebagai modal dasar integrasi MP3EI dalam perencanaan pembangunan. 2. Landasan Hukum dan Teori 2.1 Landasan Hukum Pembangunan Berkelanjutan dan MP3EI Ada beberapa landasan hukum yang menjadi dasar kewajiban untuk menerapkan pembangunan berkelanjutan di Indonesia. Berikut beberapa peraturan tersebut dan penjabarannya: a. Undang-Undang Dasar 1945 Pembangunan berkelanjutan dan wawasan lingkungan hidup telah diamanatkan oleh UUD 1945, yaitu pasal 28 H ayat (1) dan pasal 33 ayat (4). Pasal 28 H ayat (1) UUD 1945 secara jelas menyatakan bahwa: setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hak untuk memperoleh pelayanan lingkungan hidup serta pelayanan kesehatan yang baik 24 LAPORAN SINTESIS HASIL CAPACITY BUILDING
  • 28. merupakan hak asasi manusia. Hadirnya ketentuan pasal 28 H ayat (1) UUD 1945 tersebut telah menegaskan bahwa norma lingkungan hidup telah mengalami konstitusionalisasi menjadi materi muatan konstitusi sebagai hukum tertinggi. Artinya, segala kebijakan dan tindakan pemerintahan dalam pembangunan haruslah tunduk kepada ketentuan mengenai hak asasi manusia atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Tidak boleh ada lagi kebijakan yang tertuang dalam bentuk undang-undang ataupun peraturan di bawahnya yang bertentangan dengan ketentuan konstitusional yang pro-lingkungan ini. Selanjutnya, dalam ketentuan pasal 33 ayat (4) dinyatakan bahwa: perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan dan kemajuan ekonomi nasional. Perekonomian nasional berdasar atas demokrasi ekonomi yang dimaksud haruslah mengandung prinsip bekerlanjutan dan berwawasan lingkungan. Oleh sebab itu, berbagai undang-undang di bidang lingkungan hidup haruslah dikelola untuk kepentingan pembangunan berdasarkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dan wawasan lingkungan hidup. Dengan diterimanya kedua prinsip tersebut menjadi dasar dalam rumusan hukum tertinggi di Indonesia, menunjukkan bahwa semua kebijakan-kebijakan ekonomi yang kita kembangkan haruslah mengacu dan atau tidak boleh bertentangan dengan prinsip yang diatur dalam UUD 1945. UUD sebagai hukum tertinggi merupakan kesepakatan kewarganegaraan dan konsensus kebangsaan tertinggi yang harus dijadikan pegangan bersama dalam segenap aktivitas penyelenggaraan negara. b. Tap MPR No. IV/MPR/1999 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) dan UndangUndang No. 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025 (RPJMN). GBHN tahun 1999-2004 menyebutkan bahwa konsep pembangunan berkelanjutan telah diletakkan sebagai kebijakan. Pembangunan berkelanjutan menjadi sebuah harapan yang harus diwujudkan. Hal ini kemudian yang mendasari dibentuknya institusi atau lembaga yang membidangi lingkungan hidup. Kelembagaan ini mempunyai peranan penting dalam memberi landasan lingkungan bagi pelaksanaan pembangunan di Indonesia. Rencana Pembangunan Jangka Panjang nasional adalah dokumen pengganti hilangnya GBHN. Dalam RPJPN, perubahan iklim dan pemanasan global dianggap sebagai tantangan bagi keberlanjutan pembangunan dalam jangka panjang. Dalam bidang sumber daya alam dan lingkungan hidup, RPJPN menyebutkan bahwa jasa-jasa lingkungan adalah penopang hidup manusia. Jasa-jasa lingkungan itu adalah keanekaragaman hayati, LAPORAN SINTESIS HASIL CAPACITY BUILDING 25
  • 29. penyerapan karbon, pengaturan air secara alamiah, keindahan alam dan udara bersih. Oleh sebab itu, aspek lingkungan selain aspek ekonomi dan sosial adalah aspek penting untuk keberlangsungan pembangunan di Indonesia dan umat manusia. Dalam RPJMN, pelaksanaan pembangunan dilakukan dalam konteks memenuhi kebutuhan masa sekarang tanpa mengurangi kemampuan generasi yang akan datang untuk memenuhi kebutuhannya. Pernyataan ini adalah substansi dari pembangunan berkelanjutan, yang berarti bahwa Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional adalah rencana pembangunan dengan konsep pembangunan berkelanjutan. c. Undang-Undang tentang lingkungan hidup (UU no. 14/1982 tentang Ketentuanketentuan Pokok Pengelolaan lingkungan Hidup; UU no. 23/2007 tentang Pengelolaan Lingkungan hidup; dan UU no.32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup). Undang-Undang No. 14 tahun 1982 mengamanatkan keharusan untuk mengkaitkan pelaksanaan pembangunan dengan pengelolaan lingkungan hidup melalui apa yang dinamakan “pembangunan berwawasan lingkungan”. Pasal 4 huruf d undang-undang ini disebutkan juga bahwa salah satu tujuan pengelolaan lingkungan hidup adalah “terlaksananya pembangunan berwawasan lingkungan untuk kepentingan generasi sekarang dan mendatang”. Pembangunan berwawasan lingkungan dirumuskan dalam pasal 1 angka 13 yang menyatakan bahwa “pembangunan berwawasan lingkungan adalah upaya sadar dan terencana menggunakan dan mengelola sumber daya secara bijaksana dalam pembangunan yang berkesinambungan untuk meningkatkan mutu hidup. Dalam perkembangan selanjutnya UU No. 4 Tahun 1982 dicabut dan digantikan dengan UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Undang-undang ini menggunakan istilah baru lagi yatu “Pembangunan Berkelanjutan Yang Berwawasan Lingkungan Hidup. “Konsideran UU no. 23 Tahun 1997 antara lain menjelaskan tentang mengapa kita harus melaksanakan ‘Pembangunan Berkelanjutan Yang Berwawasan Lingkungan Hidup” seperti pada pertimbangan huruf b, bahwa dalam rangka mendayagunakan sumberdaya alam untuk memajukan kesejahteraan umum seperti diamanatkan dalam UUD 1945 dan untuk mencapai kebahagiaan hidup berdasarkan Pancasila, perlu dilaksanakan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup berdasarkan kebijaksanaan nasional yang terpadu dan menyeluruh dengan memperhitungkan kebutuhan generasi masa kini dan generasi masa depan. Pasal 1 butir 3 menyebutkan dalam ketentuan tersebut bahwa pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup adalah upaya sadar dan terencana, yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumber daya ke dalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini dan masa depan. 26 LAPORAN SINTESIS HASIL CAPACITY BUILDING
  • 30. UU No. 23 tahun 1997 selanjutnya diperkuat dengan dikeluarkannya Undang-Undang no. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pada UU ini masih menggunakan istilah pembangunan berkelanjutan, hanya saja menekankan juga aspek perlindungan. Pasal 1 butir 2 menjelaskan arti perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum. Sementara, rencana perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang selanjutnya disingkat RPPLH adalah perencanaan tertulis yang memuat potensi, masalah lingkungan hidup, serta upaya perlindungan dan pengelolaannya dalam kurun waktu tertentu. d. Undang-Undang No. 25 tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas). Undang-Undang ini menjabarkan tentang arah kebijakan-kebijakan pembangunan bidang sumber daya alam dan lingkungan hidup. Arah kebijakan tersebut sebagai berikut: Mengelola sumber daya alam dan memelihara daya dukungnya agar bermanfaat bagi peningkatan kesejahteraan rakyat dari generasi. Meningkatkan pemanfaatan potensi sumber daya alam dan lingkungan hidup dengan melakukan konservasi, rehabilitasi dan penghematan penggunaan dengan menerapkan teknologi ramah lingkungan. Mendelegasikan secara bertahap wewenang pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam pelaksanaan pengelolaan sumber daya alam secara selektif dan pemeliharaan lingkungan hidup sehingga kualitas ekosistem tetap terjaga yang diatur dengan undang-undang. Mendayagunakan sumber daya alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dengan memperhatikan kelestarian fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup, pembangunan yang berkelanjutan, kepentingan ekonomi dan budaya masyarakat lokal, serta penataan ruang yang pengusahaanya diatur dengan undang-undang. Menerapkan indikator-indikator yang memungkinkan pelestarian kemampuan, keterbatasan sumber daya alam yang dapat diperbaharui untuk mencegah kerusakan yang tidak dapat balik. e. Undang-Undang no. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan. Pengaturan tentang pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan tampak dengan jelas dalam UU no. 41 Tahun 1999. Pasal 3 dari undang-undang ini misalnya menentukan: “Penyelenggaraan kehutanan bertujuan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat yang berkeadilan dan berkelanjutan: Menjamin keberadaan hutan dengan luasnya yang cukup dan sebaran yang proporsional. Mengoptimalkan aneka fungsi hutan yang meliputi fungsi komunikasi, fungsi LAPORAN SINTESIS HASIL CAPACITY BUILDING 27
  • 31. lindung, dan fungsi produksi. Untuk mencapai manfaat lingkungan, sosial, budaya dan ekonomi yang seimbang dan lestari. Meningkatkan daya dukung daerah aliran sungai. Meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan kapasitas dan keberdayaan masyarakat secara partisipatif, berkeadilan dan berwawasan lingkungan sehingga mampu menciptakan ketahanan sosial dan ekonomi serta ketahanan terhadap akibat perubahan eksternal, dan Menjamin distribusi manfaat yang berkeadilan dan berkelanjutan. Berdasarkan hal tersebut, undang-undang ini menganut prinsip pengelolaan hutan yang berkelanjutan atau “sustainable forest management” . f. Undang-undang tentang pengelolaan sumber daya alam (UU No. 5 tahun 1960 tentang Ketentuan Pokok Agraria; UU no. 11 tahun 1967 tentang Ketentuan Pokok Pertambangan; Undang-Undang No. 11 tahun 1974 tentang Pengairan). Semua undang-undang ini menekankan tentang pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan atau memenuhi prinsip-prinsip keberlanjutan. Misalnya di pertambangkan menerapkan konsep Good Mining Practices. Prinsip keberlanjutan mengandung makna setiap orang memikul kewajibannya dan tanggung jawab terhadap generasi mendatang, dan terhadap sesamanya dalam satu generasi, untuk terlaksananya kewajiban dan tanggung jawab tersebut, maka kemampuan lingkungan hidup, harus dilestarikan. Terlestarikannya kemampuan lingkungan hidup menjadi tumpuannya dalam meningkatkan pembangunan. g. Perpres No 32 Tahun 2011 Tentang Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia Pemerintah menetapkan Peraturan Presiden Nomor 32 tahun 2011 tentang Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025. Substansi dari Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025 adalah pengembangan Koridor Ekonomi Indonesia menggunakan tiga strategi utama yaitu pengembangan potensi ekonomi, penguatan konektivitas nasional dan penguatan kemampuan sumber daya manusia dan iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi) nasional. MP3EI dimaksudkan untuk meningkatkan daya saing perekonomian nasional yang lebih solid, khususnya Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005- 28 28 LA LA ORA INTES LAPORAN SINTESIS HASIL CAPACITY BU LDI G LAPORAN SINTESIS HASIL CAPACITY BUILDING NT SI ASIL CAPACITY BUILDING N ESI AS CA CI BUILDI SI U D
  • 32. 2025 (RPJPN). Pembangunan ekonomi melalui MP3EI diharapkan akan menempatkan Indonesia sebagai Negara maju pada tahun 2025. 2.2 Teori Pembangunan Berkelanjutan 2.2.1 Definisi Sebagai sebuah konsep, pembangunan berkelanjutan mengandung pengertian sebagai pembangunan yang “memperhatikan” dan “mempertimbangkan” dimensi lingkungan hidup dalam pelaksanaannya sudah menjadi topik pembicaraan dalam konferensi Stockholm (UN Conference on the Human Environment) tahun 1972 yang menganjurkan agar pembangunan dilaksanakan dengan memperhatikan faktor lingkungan.1 Selanjutnya berkembang pula berbagai definisi dari apa yang dimaksud dengan pembangunan berkelanjutan. Berikut beberapa definisi dari pembangunan berkelanjutan: a. Menurut Brundtland Report dari PBB (1987), pembangunan berkelanjutan adalah bagaimana dalam pembangunan memperbaiki kehancuran lingkungan tanpa mengorbankan kebutuhan pembangunan ekonomi dan keadilan sosial. b. Laporan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Dunia (2005), pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang berlandaskan tiga tiang utama (ekonomi, sosial, dan lingkungan) yang saling bergantung dan memperkuat. c. Deklarasi Universal Keberagaman Budaya (UNESCO, 2001) lebih jauh menggali konsep pembangunan berkelanjutan dengan menyebutkan bahwa “keragaman budaya penting bagi manusia sebagaimana pentingnya keragaman hayati bagi alam”. Dengan demikian “pembangunan tidak hanya dipahami sebagai pembangunan ekonomi, namun juga sebagai alat untuk mencapai kepuasan intelektual, emosional, moral, dan spiritual”. Dalam pandangan ini, keragaman “pertumbuhan ekonomi” itu sendiri bermasalah, karena sumberdaya bumi itu sendiri terbatas. d. World Commission on Environment and Development/WCED (1988), pembangunan berkelanjutan adalah konsep yang sudah hadir sejak lama sebagai anti tesis atas konsep pembangunan modern yang eksploitatif. Prinsip utama pembangunan berkelanjutan adalah sebuah pembangunan yang mencukupi kebutuhan sekarang tanpa mengkompromikan kemampuan generasi mendatang untuk mencukupi kebutuhan mereka sendiri. Elemen-elemen pokok pembangunan berkelanjutan menurut WCED (1988) adalah sebagai berikut: a. Tercukupinya kebutuhan dasar. b. Pemanfaatan sumber daya yang hemat dan efisien karena ada batas sumber daya lingkungan menyerap pengaruh-pengaruh kegiatan manusia. c. Teknologi ramah lingkungan. 1 Lihat Abdurrahman, 2003 “Pembangunan Berkelanjutan Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Indonesia”. Makalah Seminar Pembangunan Hukum Nasional VIII. Denpasar, 14-18 Juli 2003. Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI. LAPORAN SINTESIS HASIL CAPACITY BUILDING 29
  • 33. d. Demokratisasi dalam pengambilan keputusan atas sumber daya. e. Pembatasan jumlah penduduk. Berdasarkan dari definisi-definisi di atas, maka pada dasarnya pembangunan berkelanjutan itu memiliki 3 (tiga) kaki, yaitu keberlanjutan ekonomi, keberlanjutan sosial, dan keberlanjutan lingkungan. Pemikiran-pemikiran tentang syaratsyarat tercapainya proses pembangunan berkelanjutan dari berbagai sumber dideskripsikan pada Tabel 1.1 berikut. Tabel 1.1. Pemikiran-pemikiran tentang syarat-syarat tercapainya proses pembangunan berkelanjutan Sumber Pikiran Dimensi Brundtland (1987) ICPQL (1996) Becker et al (1997) Pemenuhan kebutuhan dasar bagi semua Keadilan sosial, kesetaraan gender, rasa aman, menghargai diversitas budaya Penekanan pada proses pertumbuhan sosial yang dinamis, keadilan sosial dan pemerataan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi untuk pemenuhan kebutuhan dasar Ekonomi kesejahteraan Ekonomi kesejahteraan Lingkungan Lingkungan untuk generasi sekarang dan yang akan dating Keseimbangan lingkungan yang sehat Lingkungan adalah dimensi sentral dalam proses sosial Sosial Sumber: Gondokusumo (2005) Tiga aspek di atas, sering juga dikenal 3 (tiga) pro kriteria pembangunan berkelanjutan, yaitu: a. Pro-keadilan sosial, artinya keadilan dan kesetaraan akses terhadap sumber daya alam dan pelayanan publik, menghargai diversitas budaya dan kesetaraan gender. b. Pro-ekonomi kesejahteraan, artinya pertumbuhan ekonomi ditujukan untuk kesejahteraan semua anggota masyarakat, dapat dicapai melalui teknologi inovatif yang berdampak minimum terhadap lingkungan. c. Pro-lingkungan berkelanjutan, artinya etika lingkungan non-antroposentris menjadi pedoman hidup masyarakat, sehingga mereka selalu mengupayakan kelestarian dan keseimbangan lingkungan, konservasi sumberdaya alam vital, dan mengutamakan peningkatan kualitas hidup non-material. 2.2.2 Prinsip Pembangunan Berkelanjutan Memang diakui bahwa konsep keberlanjutan merupakan konsep yang sederhana 30 LAPORAN SINTESIS HASIL CAPACITY BUILDING
  • 34. namun kompleks, sehingga pengertian keberlanjutan pun sangat multi-dimensi dan multi-interpretasi. Beberapa cara pandang tersebut antara lain: a. Menurut Heal dalam Fauzi (2004) Konsep keberlanjutan ini paling tidak mengandung dua dimensi: Pertama adalah dimensi waktu karena keberlanjutan tidak lain menyangkut apa yang akan terjadi dimasa yang akan datang. Kedua adalah dimensi interaksi antara sistem ekonomi dan sistem sumber daya alam dan lingkungan. b. Menurut Pezzey dalam Fauzi (2004) melihat aspek keberlanjutan dari sisi yang berbeda. Keberlanjutan dari sisi statik diartikan sebagai pemanfaatan sumber daya alam terbarukan dengan laju teknologi yang konstan, sementara keberlanjutan dari sisi dinamik diartikan sebagai pemanfaatan sumber daya alam yang tidak terbarukan dengan tingkat teknologi yang terus berubah. Berkembangnya multidimensi dan multi-interpretasi ini, maka para ahli sepakat untuk sementara mengadopsi pengertian yang telah disepakati oleh komisi Brundtland yang menyatakan bahwa “pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka.”2 Mengacu pada konsep keberlanjutan tersebut, maka dapat dirinci menjadi 3 (tiga) aspek pemahaman, yaitu: (a) Keberlanjutan ekonomi yang diartikan sebagai pembangunan yang mampu menghasilkan barang dan jasa secara kontinu untuk memelihara keberlanjutan pemerintahan dan menghindari terjadinya ketidakseimbangan sektoral yang dapat merusak produksi pertanian dan industri; (b) Keberlanjutan lingkungan, dimana sistem keberlanjutan secara lingkungan harus mampu memelihara sumber daya yang stabil, menghindari eksploitasi sumber daya alam dan fungsi penyerapan lingkungan. Konsep ini juga menyangkut pemeliharaan keanekaraman hayati, stabilitas ruang udara, dan fungsi ekosistem lainnya yang tidak termasuk kategori sumber-sumber ekonomi; (c) Keberlanjutan sosial, keberlanjutan secara sosial diartikan sebagai sistem yang mampu mencapai kesetaraan, penyediaan layanan sosial termasuk kesehatan, pendidikan, gender, dan akuntabilitas politik. Dari berbagai konsep yang ada, dapat dirumuskan prinsip dasar dari setiap elemen pembangunan berkelanjutan. Dalam hal ini ada empat komponen yang perlu diperhatikan yaitu pemerataan, partisipasi, keanekaragaman, integrasi dan perspektif jangka panjang (Jaya, 2004): a. Pembangunan yang menjamin pemerataan dan keadilan sosial Pembangunan yang berorientasi pemerataan dan keadilan sosial harus dilandasi hal-hal seperti: meratanya distribusi sumber lahan dan faktor produksi, meratanya peran dan kesempatan perempuan, meratanya ekonomi yang dicapai dengan keseimbangan distribusi kesejahteraan. 2 Lihat Muhajir, 2010 “REDD di Indonesia Kemana Akan Melangkah?” HuMa: Jakarta LAPORAN SINTESIS HASIL CAPACITY BUILDING 31
  • 35. b. Pembangunan yang menghargai keanekaragaman hayati Pemeliharaan keanekaragaman hayati adalah prasyarat untuk memastikan bahwa sumber daya alam selalu tersedia secara berkelanjutan untuk masa kini dan masa datang. Keanekaragaman hayati juga merupakan dasar bagi keseimbangan ekosistem. Pemeliharaan keanekaragaman budaya akan mendorong perlakuan yang merata terhadap setiap orang dan membuat pengetahuan terhadap tradisi berbagai masyarakat dapat lebih dimengerti. c. Pembangunan yang menggunakan pendekatan integratif. Pembangunan berkelanjutan mengutamakan keterkaitan antara manusia dengan alam. Manusia mempengaruhi alam dengan cara yang bermanfaat atau merusak. Hanya dengan memanfaatkan pengertian tentang kompleksnya keterkaitan antara sistem alam dan sistem sosial. Dengan menggunakan pengertian ini maka pelaksanaan pembangunan yang lebih integratif merupakan konsep pelaksanaan pembangunan yang dapat dimungkinkan. d. Pembangunan yang meminta perspektif jangka panjang. Masyarakat cenderung menilai masa kini lebih dari masa depan, implikasi pembangunan berkelanjutan merupakan tantangan yang melandasi penilaian ini. Pembangunan berkelanjutan mensyaratkan pelaksanaan penilaian yang berbeda dengan asumsi normal dalam prosedur discounting. Persepsi jangka panjang adalah perspektif pembangunan yang berkelanjutan. 2.2.3 Indikator Pembangunan Berkelanjutan Djajadiningrat (2005) menyatakan bahwa pembangunan berkelanjutan memerlukan perspektif jangka panjang. Secara ideal keberlanjutan pembangunan membutuhkan pencapaian keberlanjutan dalam hal: a. Keberlanjutan ekologis Keberlanjutan ekologis merupakan prasyarat pembangunan demi keberlanjutan kehidupan karena akan menjamin keberlanjutan eksistensi bumi. Dikaitkan 32 LAPORAN SINTESIS HASIL CAPACITY BUILDING
  • 36. dengan kearifan budaya, masing-masing suku di Indonesia memiliki konsep yang secara tradisional dapat menjamin keberlangsungan ekologis yang dapat diambil filosofinya terkait harmonisasi dengan alam. b. Keberlanjutan ekonomi Keberlanjutan ekonomi yang terdiri atas keberlanjutan ekonomi makro dan keberlanjutan ekonomi sektoral merupakan salah satu aspek keberlanjutan ekonomi dalam perspektif pembangunan. Dalam keberlanjutan ekonomi makro tiga elemen yang diperlukan adalah efisiensi ekonomi, kesejahteraan ekonomi yang berkesinambungan dan peningkatan pemerataan dan distribusi kemakmuran. Sementara itu keberlanjutan ekonomi sektoral yang merupakan keberlanjutan ekonomi makro akan diwujudkan dalam bentuk kebijaksanaan sektoral yang spesifik. Kegiatan ekonomi sektoral ini dalam bentuknya yang spesifik akan mendasarkan pada perhatian terhadap sumber daya alam yang bernilai ekonomis sebagai kapital. c. Keberlanjutan sosial dan budaya Secara menyeluruh keberlanjutan sosial dinyatakan dalam keadilan sosial. Halhal yang merupakan perhatian utama adalah stabilitas penduduk, pemenuhan kebutuhan dasar manusia, pertahanan keanekaragaman budaya dan partisipasi masyarakat lokal dalam pengambilan keputusan. d. Keberlanjutan politik Di bidang keberlanjutan politik terdapat pokok pikiran seperti perhatian terhadap HAM, kebebasan individu, hak-hak sosial, politik dan ekonomi, demokratisasi serta kepastian ekologis. e. Keberlanjutan pertahanan dan keamanan Keberlanjutan di bidang pertahanan dan keamanan adalah keberlanjutan kemampuan dalam menghadapi dan mengatasi tantangan, ancaman dan gangguan. Persoalan berikutnya adalah harmonisasi antar struktur (suprastruktur dan infrastruktur) dalam menghadapi atau melaksanakan idealisasi pembangunan yang berkelanjutan. 3. Muatan MP3EI 3.1 Latar Belakang MP3EI Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025 (MP3EI) yang ditetapkan melalui Peraturan Presiden Nomor 32 tahun 2011 adalah sebagai arahan strategis dalam percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia untuk periode 15 (lima belas) tahun terhitung sejak tahun 2011 sampai dengan tahun 2025 dalam rangka pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025 dan melengkapi dokumen perencanaan. MP3EI dimaksudkan sebagai dokumen pelengkap dari dokumen perencanaan guna meningkatkan daya saing perekonomian nasional yang lebih solid. LAPORAN SINTESIS HASIL CAPACITY BUILDING 33
  • 37. MP3EI memiliki fungsi sebagai berikut, (1) Sebagai acuan bagi menteri dan pimpinan lembaga pemerintah non kementrian untuk menetapkan kebijakan sektoral dalam rangka pelaksanaan percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia di bidang tugas masing-masing, yang dituangkan dalam dokumen rencana strategis masingmasing kementrian/lembaga pemerintah non kementrian sebagai bagian dari dokumen perencanaan pembangunan dan (2) Sebagai acuan penyusunan kebijakan percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia pada tingkat provinsi dan kabupaten/kota terkait. Melalui MP3EI, pembangunan ekonomi Indonesia diperkirakan akan mengalami percepatan dan peningkatan dan akan menempatkan Indonesia sebagai Negara maju pada tahun 2025 dengan pendapatan perkapita antara USD 14.250 – USD 15.500 dengan nilai total perekonomian (PDB) berkisar antara USD 4,0 – 4,5 triliun. Untuk mencapai kondisi perekonomian tersebut diperlukan pertumbuhan ekonomi riil sebesar 6,4 – 7,5 persen pada periode 2011 – 2014, dan sekitar 8,0 – 9,0 persen pada periode 2015 – 2025. Pertumbuhan tersebut diharapkan akan dibarengi oleh penurunan inflasi dari sebesar 6,5 persen pada periode 2011 - 2014 menjadi 3,0 persen pada 2025. 2045 2025 POB: “USD 15,0 -17,5 triliun POB: “USD 4,0 - 4,5 triliun Pendapatan/kapita 2010 diperkirakan” USD Pendapatan/kapita POB: USD 700 Miliar diperkirakan” USD 44.500 - 49.000 Pendapatan/ kapita 14.250 - 15.500 (negara USD 3.000 berpendapatan tinggi Sumber : Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. 2011. MP3EI 2011-2025 Gambar 3.1. Aspirasi Pencapaian PDB Indonesia Untuk mewujudkan aspirasi pencapaian ekonomi Indonesia, diperlukan suatu transformasi ekonomi yang membutuhkan perubahan pola pikir yang didasarkan pada semangat “not business as usual”. Perubahan pola pikir paling mendasar adalah bahwa pembangunan ekonomi membutuhkan kolaborasi pemerintah, badan usaha pemerintah dan pihak swasta, dengan dilandasi pemahaman adanya keterbatasan kemampuan pemerintah 34 LAPORAN SINTESIS HASIL CAPACITY BUILDING
  • 38. dalam pembiayaan pembangunan melalui APBN da APBD. Selain itu, semakin maju perekonomian suatu negara, maka semakin kecil pula proporsi anggaran pemerintah dalam pembangunan ekonomi, yang pada akhirnya dinamika ekonomi suatu negara tergantung pada dunia usaha yang meliputi BUMN, BUMD dan swasta domestik maupun asing. MP3EI merefleksikan pentingnya peran dunia usaha dengan menekankan pentingnya evaluasi regulasi yang dapat mendorong peran tersebut, dan secara khusus peran dunia usaha terhadap pengembangan indrfastruktur dengan pengembangan konsep Public-Private Partnership (PPP). Percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia menetapkan sejumlah program utama dan kegiatan ekonomi utama yang menjadi fokus pengembangan strategi dan kebijakan. MP3EI memiliki 8 program utama, yaitu pertanian, pertambangan, energi, industri, kelautan, pariwisata dan telematika, serta pengembangan kawasan strategis. Kedelapan program tersebut mencakup 22 kegiatan ekonomi utama. Dokumen MP3EI adalah bagian yang tidak terpisahkan dari Sistem Perencanaan Pembagunan Nasional, khususnya menjadi dokumen yang terintegrasi dan komplementer terhadap dokumen Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005 – 2025 khususnya untuk percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi. Selain itu, MP3EI juga dirumuskan dengan memperhatikan Rencana Aksi Nasional Gas Rumah Kaca (RAN-GRK). LAPORAN SINTESIS HASIL CAPACITY BUILDING 35
  • 39. Dinamika Perubahan Sistem Perencanaan dan Penganggaran UU 25/2004-UU 17/2003 • • • Lingkungan global (krisis 2008, BRICS, dll) Komitmen internasional (G20, APEC, FTA, ASEAN, Climate Change) Perkembangan sosial-economi domestik Tuntutan untuk mempercepat transformasi ekonomi nasional RPJPN 2005-2025 1 RPJMN 2010-2014 RKP/RAPBN Masterplan Percepatan & l Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia Rencana Aksi/Proyek RAN-GRK REDD RTRWN Investasi Swasta dan PPP Sumber : Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. 2011. MP3EI 2011-2025 Gambar 3.2. Posisi MP3EI dalam Rencana Pembangunan Pemerintah dan Isu Strategis RAN GRK yang merupakan komitmen nasional terhadap perubahan iklim telah menjadi isu strategis dalam MP3EI. Sejak Conferences of the Parties (COP) ke 13 United Nation Framework Convention on Climate Cange (UNFCCC) di Bali tahun 2007 dan setelah penandatanganan letter of intent (LoI) antara Indonesia dengan Norwegia untuk melakukan kerjasama REDD+ dalam rangka mengatasi emisi gas rumah kaca yang dihasilkan oleh degradasi hutan dan deforestasi serta degradasi lahan gambut di Indonesia, telah memberikan kesempatan kepada Indonesia untuk melangkah melaksanakan pembangunan karbon rendah (low carbon development) melalui implementasi REDD+ dalam kerangka RAN GRK. 3.2 Prinsip Dasar Strategi utama, program dan kegiatan, serta inisiatif strategi yang ada di dalam MP3EI memiliki prinsip dasar dan prasyarat untuk dapat mewujudkan tujuan MP3EI. Keberhasilan pelaksanaan MP3EI sangat ditentukan oleh prinsip-prinsip dasar serta prasyarat sebagai berikut:  Perubahan harus terjadi untuk seluruh komponen bangsa  Perubahan pola pikir dimulai dari pemerintah dengan birokrasinya 36 LAPORAN SINTESIS HASIL CAPACITY BUILDING
  • 40.  Perubahan membutuhkan semangat kerja keras dan keinginan untuk membangun kerjasama dalam kompetisi yang sehat  Produktivitas, inovasi dan kreatifitas didorong oleh ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) menjadi salah satu pilar perubahan  Penigkatan jiwa kewirausahaan menjadi faktor utama pendorong perubahan  Dunia usaha berperan penting dalam pembangunan ekonomi  Kampanye untuk melaksanakan pembangunan dengan mempertimbangkan prinsipprinsip pembangunan yang berkelanjutan  Kampanye untuk perubahan pola pikir untuk memperbaiki kesejahteraan dilakukan secara luas oleh seluruh komponen bangsa Adapun prasyarat yang dibutuhkan untuk mendukung keberhasilan MP3EI yaitu meliputi:  Peran pemerintah dan dunia usaha  Reformasi Kebijakan Keuangan Negara  Reformasi birokrasi  Penciptaan konektivitas antar wilayah di Indonesia  Kebijakan ketahanan pangan, air dan energi serta  Jaminan sosial dan Penanggulangan kemiskinan. Undang-Undang No 17Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional, menyatakan bahwa pembangunan nasional adalah rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat, bangsa dan negara untuk melaksanakan UUD 1945. Rangkaian upaya pembangunan tersebut memuat kegiatan pembangunan yang berlangsung tanpa henti, dengan menaikkan tingkat kesejahteraan masyarakat dari generasi demi generasi. Pelaksanaan upaya tersebut dilakukan dalam konteks memenuhi kebutuhan masa sekarang tanpa mengurangi kemampuan generasi yang akan datang untuk memenuhi kebutuhannya. Pernyataan ini adalah substansi dari pembangunan berkelanjutan, yang berarti bahwa Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional adalah rencana pembangunan dengan konsep pembangunan berkelanjutan. 3.3 Strategi Utama Untuk mencapai keberhasilan MP3EI, selain berlandaskan pada prinsip dasar dan adanya prasyarat keberhasilan, juga ditentukan oleh strategi MP3EI, yaitu (1) Pengembangan potensi ekonomi melalui koridor ekonomi, (2) Penguatan konektivitas nasional dan (3) Penguatan kemampuan sumber daya manusia (SDM) dan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) nasional. a. Pengembangan potensi ekonomi melalui koridor ekonomi Percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi diselenggarakan berdasarkan pendekatan pengembangan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi, baik yang telah ada maupun yang baru. Pendekatan ini pada intinya merupakan integrasi dari pendekatan LAPORAN SINTESIS HASIL CAPACITY BUILDING 37
  • 41. sektoral dan regional. Pengembangan pusat-pusat pertumbuhan perekonomian dilakukan dengan mengembangkan kluster industri dan Kawasan Industri Khusus (KEK). Pengembangan pusat-pusat pertumbuhan tersebut disertai dengan penguatan konektivitas antar pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dan antara pusat pertumbuhan ekonomi dengan lokasi kegiatan serta infrastrukur pendukungnya. Secara keseluruhan, pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dan konektivitas tersebut menciptakan Koridor Ekonomi Indonesia. b. Penguatan konektivitas nasional Penguatan konektivitas nasional adalah strategi utama MP3EI yang kedua. Keberhasilan percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia sangat tergantung pada kekuatan konektivitas ekonomi nasional (intra dan inter wilayah) maupun konektivitas ekonomi internasional Indonesia dengan pasar dunia. Konektivitas nasional merupakan pengintegrasian 4 (empat) elemen kebijakan nasional yang terdiri dari Sistem Logistik Nasional (Sislognas), Sistem Transportasi Nasional (Sistranas), Pengembanga Wilayah (RPJMN/RTRWN), Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK/ICT). Hasil dari pengintegrasian keempat komponen konektivitas nasional tersebut selanjutnya menjadi rumusan visi konektivitas nasional, yaitu “Terintegrasi secara lokal, terhubung secara global” c. Penguatan kemampuan SDM dan Iptek nasional Strategi utama ketiga adalah penguatan kemampuan SDM dan Iptek nasional. Peran sumber daya manusia menjadi kunci keberhasilan pembangunan ekonomi, oleh karena itu, penguatan kemampuan SDM dan Iptek nasional menjadi salah satu strategi utama MP3EI. Pada era perekonomian yang bebasis pengetahuan, mesin pertumbuhan ekonomi sangat bergantung pada kapitalisasi hasil penemuan menjadi produk inovasi. Untuk mendorong peran kemampuan SDM dan iptek nasional, sistem pendidikan dan pelatihan haruslah menciptakan sumber daya manusia yang mampu beradaptasi dengan cepat terhadap pertumbuhan sains dan teknologi. 3.2 Program dan Kegiatan Indonesia menjadi salah satu penghasil dan eksportir beberapa komoditas penting sumber daya alam di dunia. Sampai dengan tahun 2010, komoditas kelapa sawit, Indonesia adalah penghasil dan eksportir terbesar di dunia, kemudian untuk komoditi kakao dan timah sebagai produsen terbesar kedua di dunia. Untuk komoditi nikel, Indonesia memiliki cadangan terbesar keempat di dunia, sedangkan bauksit memiliki cadangan terbesar ketujuh di dunia, selain itu memiliki komoditas unggulan lainnya, seperti besi baja, tembaga, karet dan perikanan. Indonesia juga memiliki cadangan energy yang amat besar, misalnya batubara, panas bumi, gas alam, dan air. Selain kekayaan sumber daya alamnya, ketersediaan sumber daya manusia, kondisi geografis serta posisi Indonesia dalam dinamika regional dan global membentuk karakteristik potensi dan tantangan pembangunan ekonomi Indonesia. 38 LAPORAN SINTESIS HASIL CAPACITY BUILDING
  • 42. Setelah mempertimbangkan potensi dan tantangan pembangunan ekonomi Indonesia, melalui sejumlah kesepakatan yang dibangun bersama-sama dengan seluruh pemangku kepentingan, percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi menetapkan sejumlah program utama dan kegiatan ekonomi utama yang menjadi fokus pengembangan strategi dan kebijakan. Program utama terdiri atas 8 program, yaitu, (1) Pertanian, (2) Pertambangan, (3) Energi, (4) Industri, (5) Kelautan, (6) Pariwisata, (7) Telematika, dan (8) Pengembangan kawasan strategis. Kedelapan program utama tersebut terdiri dari 22 kegiatan ekonomi utama, yaitu sebagai berikut:  Pertanian; Pertanian Pangan, Kelapa Sawit, Karet, Kakao, Perkayuan, Peternakan  Pertambangan; Bouksit, Tembaga, Nikel  Energi; Batubara, Minyak dan Gas  Industry; Peralatan Transportasi, Tekstil, Makanan Minuman, Besi Baja, Alutsista,  Kelautan; Perkapalan, Perikanan  Pariwisata; Pariwisata  Telematika; Telematika  Pengembangan kawasan strategis; Jabodetabek Area, KSN Selat Sun LAPORAN SINTESIS HASIL CAPACITY BUILDING 39
  • 43. Peralatan Telematika Transportasi Perkapalan Tekstil KSN Selat Sunda Makanan Minuman Besi Baja Jabodetabek Area Pertanian Pangan Alutsista 22 Kegiatan Ekonomi Utama Pariwisata Perikanan Kelapa Sawit Karet Kakao Bauksit Tembaga Peternakan Nikel Batubara Minyak dan Gas Perkayuan Gambar 3.3. Kegiatan Ekonomi Utama MP3EI Kegiatan ekonomi utama ini selanjutnya menjadi muatan pokok penyusunan inisiatif strategis. Berdasarkan potensi dan tantangan pembangunan ekonomi di masing-masing Koridor Ekonomi, inisiatif strategis masing-masing Koridor Ekonomi memiliki komponen dan muatan yang berbeda-beda. 40 LAPORAN SINTESIS HASIL CAPACITY BUILDING
  • 44. 3.3 Insiatif Strategis Koridor Ekonomi dibentuk berdasarkan identifikasi potensi wilayah ekonomi di masing masing koridor ekonomi, dan selain itu, di setiap Koridor Ekonomi juga memiliki kegiatan ekonomi utama serta kegiatan ekonomi lainnya. Masing-masing Koridor Ekonomi memiliki kegiatan ekonomi utama dan kegiatan ekonomi lainnya yang berbeda-beda. Namun secara keseluruhan, kegiatan ekonomi utama maupun kegiatan ekonomi lainnya, tercakup dalam 22 kegiatan ekonomi MP3EI. Kegiatan ekonomi utama selanjutnya membentuk suatu inisiatif strategis MP3EI di suatu Koridor Ekonomi. Secara lengkap, muatan inisiatif strategi MP3EI Koridor Ekonomi terdiri dari kegiatan ekonomi utama, lokus kegiatan, pelaku kegiatan, infrastruktur pendukung dan besaran nilai investasi kegiatan ekonomi. Keseluruhan muatan membentuk suatu sistem percepatan dan perluasan pembangunan eknomi di suatu Koridor Ekonomi. Land-based Products & Energy Mining & Energy 3 4 1 Industry & Service Agriculture, Farming & Fisheries 6 5 2 Tourism & Food Security Natural & Human Resources Gambar 3.4. Koridor Ekonomi MP3EI LAPORAN SINTESIS HASIL CAPACITY BUILDING 41
  • 45. 4. Prinsip Pembangunan Berkelanjutan dalam MP3EI MP3EI adalah dokumen rencana pembangunan ekonomi yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025. Undang-Undang No 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional, menyatakan bahwa pembangunan nasional adalah rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat, bangsa dan Negara untuk melaksanakan UUD 1945. Rangkaian upaya pembangunan tersebut memuat kegiatan pembangunan yang berlangsung tanpa henti, dengan menaikkan tingkat kesejahteraan masyarakat dari generasi demi generasi. Pelaksanaan upaya tersebut dilakukan dalam konteks memenuhi kebutuhan masa sekarang tanpa mengurangi kemampuan generasi yang akan datang untuk memenuhi kebutuhannya. Pernyataan ini adalah substansi dari pembangunan berkelanjutan, yang berarti bahwa Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional adalah rencana pembangunan dengan konsep pembangunan berkelanjutan. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional juga didasarkan pada pertimbangan bahwa pembangunan ekonomi nasional sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 diselenggarakan berdasarkan prinsip pembangunan berkelanjutan dan berwawaskan lingkungan. Pembangunan berkelanjutan telah menjadi prinsip dasar MP3EI sebagai perwujudan amanat RPJPN. Sebagai prinsip dasar, maka pembangunan berkelanjutan perlu diintegrasikan dalam muatan-muatan MP3EI, yang saat ini belum tampak di MP3EI. Instrumen integrasi pembangunan berkelanjutan telah dituangkan dalam Undang-Undang No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH). Instrumen integrasi pembangunan berkelanjutan dalam PPLH meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan dan penegakan hukum. Dalam aspek perencanaan pembangunan, khususnya PPLH, telah ditetapkan instrumen Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH). RPPLH dilaksanakan pada tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota. RPPLH menjadi landasan perencanaan pembangunan dan pemanfaatan sumber daya alam. Selanjutnya untuk kebijakan, rencana dan program pembangunan suatu wilayah telah ditetapkan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) sebagai instrumen pengendalian. RPPLH dan KLHS adalah instrumen PPLH pada tataran perencanaan pembangunan. Berdasarkan kebijakan KLHS, maka MP3EI adalah sebuah kebijakan yang menjadi obyek KLHS, namun demikian, digunakannya pembangunan berkelanjutan sebagai prinsip dasar MP3EI, tetap harus terwujud dalam muatan-muatan MP3EI. 4.1 Tema Pembangunan Koridor Ekonomi MP3EI memiliki 6 Koridor Ekonomi Indonesia, yaitu (1) Koridor Ekonomi Sumatera, (2) Koridor Ekonomi Jawa, (3) Koridor Ekonomi Kalimantan, (4) Koridor Ekonomi Sulawesi, (5) Koridor Ekonomi Bali Nusa Tenggara dan (6) Koridor Ekonomi Papua- Kepulauan Maluku. Masing-masing Koridor Ekonomi memiliki tema pembangunan yang berbeda, sesuai dengan potensi ekonomi wilayah bersangkutan. Tema pembangunan masing-masing Koridor Ekonomi Indonesia adalah sebagai berikut: 42 LAPORAN SINTESIS HASIL CAPACITY BUILDING
  • 46.  Koridor Ekonomi Sumatera  Memiliki tema pembangunan sebagai “Sentra Produksi dan Pengolahan Hasil Bumi dan Lumbung Energi Nasonal”  Koridor Ekonomi Jawa  Memiliki tema pembangunan sebagai “Pendorong Industri dan Jasa Nasional”  Koridor Ekonomi Kalimantan  Memiliki tema pembangunan sebagai “Pusat Produksi dan Pengolahan Hasil Tambang dan Lumbung Energi Nasional”  Koridor Ekonomi Sulawesi  Memiliki tema pembangunan sebagai “Pusat Produksi dan Pengolahan Hasil Pertanian, Perkebunan, Perikanan, Migas dan Pertambangan Nasional  Koridor Ekonomi Bali-Nusa Tenggara  Memiliki tema pembangunan sebagai “Pintu Gerbang Pariwisata dan Pendukung Pangan Nasional”  Koridor Ekonomi Papua-Kepulauan Maluku  Memiliki tema pembangunan sebagai “Pusat Pengembangan Pangan, Perikanan, Energi, dan Pertambangan Nasional” 4.2 Pusat Ekonomi dan Kegiatan Ekonomi Utama Masing-masing Koridor Ekonomi memiliki pusat ekonomi dan kegiatan ekonomi utama yang berbeda, sesuai dengan potensi ekonomi wilayah bersangkutan. Kegiatan ekonomi utama masing-masing Koridor Ekonomi Indonesia adalah sebagai berikut:  Koridor Ekonomi Sumatera memiliki 11 Pusat Ekonomi, yang merupakan ibukota provinsi serta kota lain yang memiliki peran ekonomi penting, yaitu Banda Aceh, Medan, Pekanbaru, Jambi, Palembang, Tanjungpinang, Pangkal Pinang, Padang, Bandar Lampung, Bengkulu, dan Serang. Pusat ekonomi tersebut sebagai pusat dari 6 kegiatan ekonomi utama, yaitu kelapa sawit, karet, batubara, perkapalan, besi baja dan kawasan strategi nasional (KSN) Selat Sunda.  Koridor Ekonomi Jawa terdapat 4 pusat ekonomi, yaitu Jakarta, Bandung, Semarang, Di Yogyakarta dan Surabaya. Kegiatan ekonomi utamanya meliputi makanan-minuman, tekstil, peralatan transportasi, perkapalan, telematika, alutsista, dan Jabodetabek Area.  Koridor Ekonomi Kalimantan memiliki 4 pusat ekonomi, yaitu Pontianak, Palangkaraya, Banjarmasin dan Samarinda. Kegiatan ekonomi utama yang ada di Koridor Ekonomi ini meliputi besi baja, bouksit, kelapa sawit, batu bara, migas, dan perkayuan, dengan empat Pusat Ekonomi, yaitu Pontianak, Palangkaraya, Banjarmasin dan Samarinda.  Koridor Ekonomi Sulawesi memiliki 6 pusat ekonomi, yaitu Makassar, Kendari, Mamuju, Palu, Gorontalo, dan Manado. Kegiatan ekonomi utama di Koridor Ekonomi ini meliputi pertanian pangan (padi, jagung, kedelai dan ubi kayu), kakao, perikana, nikel, serta minyak dan gas bumi (migas).  Koridor Ekonomi Bali-Nusa Tenggara memiliki 4 pusat ekonomi yang terdapat di Koridor LAPORAN SINTESIS HASIL CAPACITY BUILDING 43
  • 47. Ekonomi Bali-Nusa Tenggara adalah Denpasar, Lombok, Kupang dan Mataram, dengan tiga kegiatan ekonomi utama yang meliputi pariwisata, perikanan dan peternakan.  Koridor Ekonomi Papua-Kepulauan Maluku terdapat tujuh pusat ekonomi, yaitu Sofifi, Di Ambon, Sorong, Manokwari, Timika, Jayapura, dan Merauke. Kegiatan ekonomi utama di Koridor Ekonomi ini yaitu pertanian pangan – MIFEE, tembaga, nikel, minyak dan gas bumi, serta perikanan. 4.3 Kebutuhan Muatan Prinsip Pembangunan Berkelanjutan dalam MP3EI Tema ekonomi beserta kegiatan ekonomi utama didasarkan pada potensi wilayah ekonomi di masing-masing Koridor Ekonomi. Dalam paradigma pembangunan berkelanjutan, pembangunan ekonomi di setiap Koridor Ekonomi perlu memperhatikan aspek keberlanjutan ekonomi, lingkungan dan sosial yang menjadi pilar pembangunan berkelanjutan di Koridor Ekonomi bersangkutan. Operasionalisasi perwujudan prinsip pembangunan berkelanjutan dalam MP3EI didasarkan pada substansi RPPLH dan KLHS sebagai instrumen pengarusutamaan pembangunan berkelanjutan dalam kebijakan, rencana dan program pembangunan. RPPLH didasarkan pada daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup, serta memperhatikan (1) proses dan fungsi lingkungan hidup, (2) produktivitas lingkungan hidup, dan (3) keselamatan, mutu hidup dan kesejahteraan masyarakat. Selain itu sebagai kebijakan perencanaan pembangunan, MP3EI perlu disertai KLHS yang memuat kajian tentang (1) kapasitas daya dukung dan daya tampung, (2) perkiraan dampak dan resiko lingkungan hidup, (3) kinerja layanan/jasa ekosistem, (4) efisiensi pemanfaatan sumber daya alam, (5) tingkat kerentanan dan kapasitas adaptasi terhadap perubahan iklim, dan (6) tingkat ketahanan dan potensi keanekaragaman hayati. Selain memberikan gambaran pertumbuhan ekonomi yang dihasilkan dari percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi yang direncanakan, MP3EI juga perlu menggambarkan perwujudan pembangunan berkelanjutan. Berdasarkan substansi RPPLH dan KLHS, dan mempertimbangkan MP3EI sebagai perencanaan pembangunan ekonomi, operasionalisasi pembangunan berkelanjutan dalam muatan-muatan MP3EI seharusnya meliputi 4 muatan prinsip pembangunan berkelanjutan, yaitu (1) keberlanjutan cadangan sumber daya alam yang dieksploitasi, (2) Keberlanjutan daya dukung dan daya tampung lingkungan untuk mendukung pembangunan ekonomi di masa datang, (3) perkiraan dampak dan resiko lingkungan hidup, dan (4) keselamatan, mutu hidup dan kesejahteraan masyarakat terutama masyarakat di wilayah pembangunan. Suatu perencanaan pembangunan ekonomi dianggap telah mengintegrasikan pembangunan berkelanjutan apabila memiliki 4 muatan pembangunan berkelanjutan tersebut secara nyata. Tema pembangunan ekonomi, kegiatan ekonomi utama, serta inisiatif strategis di masingmasing Koridor Ekonomi serta proyeksi capaian percepatan dan perluasan pembagunan ekonomi MP3EI memberikan gambaran bahwa 4 muatan pembangunan berkelanjutan belum terwujud dalam dokumen MP3EI tersebut. 44 LAPORAN SINTESIS HASIL CAPACITY BUILDING
  • 48. LAPORAN SINTESIS HASIL CAPACITY BUILDING 45
  • 49. 46 LAPORAN SINTESIS HASIL CAPACITY BUILDING
  • 50. MODUL 2 : PRINSIP PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN 1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Undang-Undang No 17Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional, menyatakan bahwa pembangunan nasional adalah rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat, bangsa dan negara untuk melaksanakan UUD 1945. Rangkaian upaya pembangunan tersebut memuat kegiatan pembangunan yang berlangsung tanpa henti, dengan menaikkan tingkat kesejahteraan masyarakat dari generasi demi generasi. Pelaksanaan upaya tersebut dilakukan dalam konteks memenuhi kebutuhan masa sekarang tanpa mengurangi kemampuan generasi yang akan datang untuk memenuhi kebutuhannya. Pernyataan ini adalah substansi dari pembangunan berkelanjutan, yang berarti bahwa Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional adalah rencana pembangunan dengan konsep pembangunan berkelanjutan. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional juga didasarkan pada pertimbangan bahwa pembangunan ekonomi nasional sebagaimana diamanatkan oleh UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 diselenggarakan berdasarkan prinsip pembangunan berkelanjutan dan berwawaskan lingkungan. Perubahan paradigma dari pembangunan business as usual saat ini yang mengedepankan pembangunan ekonomi saja menjadi pembangunan berkelanjutan menjadi semakin penting dengan permasalahan lingkungan global dan lokal yang berkembang saat ini. Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), Rencana Aksi Nasional Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN-GRK) dan Implementasi REDD+ di Indonesia dapat berpotensi kurang memberikan kontribusi terhadap pencapaian pembangunan nasional dan kesejahteraan rakyat jika tidak diletakkan dalam kerangka pembangunan berkelanjutan yang dilandaskan pada pilar rasionalitas lingkungan, sosial dan ekonomi nasional. Oleh karena itu, kapasitas pemangku kepentingan pembangunan nasional dalam memahami paradigma pembangunan berkelanjutan menjadi modal dasar tercapainya kesejahteraan rakyat Indonesia melalui pembangunan nasional, termasuk implementasi REDD+ ataupun MP3EI. Untuk mendukung integrasi REDD+ dalam pembangunan nasional, khususnya aspek pengarusutamaan REDD+ dalam perencanaan pembangunan serta greening MP3EI bidang REDD+, dibutuhkan capacity building paradigma pembangunan berkelanjutan sebagai LAPORAN SINTESIS HASIL CAPACITY BUILDING 47
  • 51. modal dasar kapasitas integrasi REDD+ dalam perencanaan pembangunan nasional. 1.2 Deskripsi Singkat Modul Prinsip Pembangunan Berkelanjutan dalam Perencanaan Pembangunan ini meliputi beberapa materi, yaitu (1) landasan hukum dan landasan teori pembangunan berkelanjutan, (2) pengarusutamaan pembangunan berkelanjutan, dan (3) pembangunan rendah karbon sebagai tujuan integrasi REDD+ dalam pembangunan nasional. Materi landasan hukum pembangunan berkelanjutan menjelaskan kebijakan yang telah ditetapkan sebagai landasan hukum pengarusutamaan pembangunan berkelanjutan dalam sistem perencanaan pembangunan. Materi landasan teori pembangunan berkelanjutan menjelaskan teori-teori pembangunan berkelanjutan yang menjadi dasar penetapan kebijakan pengarusutamaan pembangunan berkelanjutan. Dalam materi pengarusutamaan pembangunan berkelanjutan dijelaskan operasionalisasi pembangunan berkelanjutan dalam kebijakan-kebijakan, khususnya kebijakan perencanaan pembangunan, yaitu dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025 (RPJMN) dan kebijakan lingkungan hidup, yaitu dalam Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH). Materi berikutnya yaitu pembangunan rendah karbon yang menjelaskan peran RANGRK dan REDD+ dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan melalui integrasi pembangunan rendah karbon dalam perencanaan pembangunan. 1.3 Tujuan Modul Prinsip Pembangunan Berkelanjutan dalam Perencanaan Pembangunan ini adalah materi yang menjadi bagian capacity building pengarusutamaan REDD+ dalam perencanaan pembangunan dan greening MP3EI bidang REDD+ dengan tujuan untuk membangun paradigma pembangunan berkelanjutan sebagai modal dasar integrasi REDD+ dan kegiatan MP3EI dalam perencanaan pembangunan. 2. Landasan Hukum dan Teori 2.1 Landasan Hukum Ada beberapa landasan hukum yang menjadi dasar kewajiban untuk menerapkan pembangunan berkelanjutan di Indonesia. Berikut beberapa peraturan tersebut dan penjabarannya: a. Undang-undang Dasar 1945 Pembangunan berkelanjutan dan wawasan lingkungan hidup telah diamanatkan oleh UUD 1945, yaitu pasal 28 H ayat (1) dan pasal 33 ayat (4). Pasal 28 H ayat (1) UUD 1945 48 LAPORAN SINTESIS HASIL CAPACITY BUILDING