Menurut Al-Ghazali, tujuan utama pendidikan Islam adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah dan membentuk manusia yang sempurna secara rohani dan akhlak. Ia menekankan pada pendidikan agama dan akhlak sebagai metode utama dengan melibatkan guru sebagai pemandu.
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
Konsep Pendidikan Islam Menurut Imam Al-Ghazali
1. Konsep Pendidikan Islam Menurut Imam Al-Ghazali
Nadiaul Auliati (202127020)
Filsafat Pendidikan Islam
Manajemen Pendidikan Islam
Institut Agama Islam Negeri Lhokseumawe
ndiaulauliati@gmail.com
Abstract
Al-Ghazali is an influential figure in the Muslim intellectual world. Al-Ghazali has
provided various concepts for education. Al-Ghazali is in progressHis life has experienced
diverse dynamics of thought. The knowledge includes the science of fiqh, kalam,
philosophy and Sufism. Al-Ghazali's educational thought covers thoughts about goals,
methods, curriculum, educators. According to al-Ghazali The purpose of education is to
achieve the pleasure of Allah SWT. Educators may not accept wages for teaching the
Qur'an. According to Al-Ghazali, Islamic education is education that seeks to form a
complete human being, both in this world and in the hereafter. According to Al Ghazali,
humans can also achieve perfection if they want to seek knowledge and then practice
fadhilah through the knowledge they learn. According to Al Ghazali, the main goal of
Islamic education is to have taqarrub to Allah the Khaliq, and the most perfect human being
in his view is a human who always draws closer to Allah.
Keyword: Concept, Islamic education, Imam al-Ghazali
Abstrak
Al- Ghazali adalah tokoh yang berpengaruh dalam dunia intelektual muslim. Al- Ghazali
telah memberikan berbagai konsep bagi pendidikan. Al-Ghazali dalam perkembangan
hidupnya telah mengalami dinamika pemikiran yang beragam. Pengetahuannya mencakup
ilmu fiqh, kalam, filsafat dan tasawuf. Pemikiran pendidikan al- Ghazali melingkupi
pemikiran tentang tujuan, metode, kurikulum, pendidik. Menurut al- Ghazali tujuan
pendidikan adalah mencapai ridla Allah SwT. Pendidik tidak boleh menerima upah jika
mengajarkan al-qur'an. Menurut Al-Ghazali, pendidikan Islam yaitu pendidikan yang
berupaya dalam pembentukan insan paripurna, baik di dunia maupun di akhirat. Menurut
2. Al Ghazali pula manusia dapat mencapai kesempurnaan apabila mau berusaha mencari
ilmu dan selanjutnya mengamalkan fadhilah melalui ilmu pengetahuan yang dipelajarinya.
Menurut Al Ghazali tujuan utama pendidikan Islam itu adalah ber-taqarrub kepada Allah
Sang Khaliq, dan manusia yang paling sempurna dalam pandangannya adalah manusia
yang selalu mendekatkan diri kepada Allah
Kata Kunci: Konsep, Pendidikan Islam, Imam al-Ghazali
PENDAHULUAN
Pendidikan Islam merupakan salah satu ilmu yang perlu dititik beratkan. Berbagai
jenis kitab fiqh, tauhid, tafsir , hadits, ilmu-ilmu „ulum, sirah nabawi, akhlak, balaghah
dan bahasa Arab telah ditulis oleh para ulama. Antara tokoh-tokoh ilmu
Pendidikan Islam seperti Ibnu Maskawaih, al-Qabisi, Ibnu Sina, Ibnu Khaldun, Ibnu
Shahnun, Al-Ghazali dan masih banyak lagi. Dalam makalah ini hanya kami bahas
secara singkat model pemikiran pendidikan Islam menurut pemikiran Al-Ghozali saja.
Menurut Al-Ghazali, pendidikan Islam yaitu pendidikan yang berupaya dalam
pembentukan insan paripurna, baik di dunia maupun di akhirat. Menurut Al-Ghazali
pula manusia dapat mencapai kesempurnaan apabila mau berusaha mencari ilmu dan
selanjutnya mengamalkan fadhilah melalui ilmu pengetahuan yang dipelajarinya Al-
Ghazali merupakan tokoh filosof Islam yang terkenal bukan hanya dalam kalangan umat
Islam tetapi juga terkenal di kalangan orang non Islam .
Kehebatan al-Ghazali telah memberi kesan mendalam di jiwa umat Islam dari
segi pemikiran, budi pekerti, dan pendidikan Keilmuannya sangat meluas dalam
berbagai bidang ilmu terutama dalam bidang falsafah, akidah , fiqh, ilmu kalam,
tasawuf, pendidikan, politik dan sebagainya .Serta dengan berbagai karya tulis ilmiah yang
dikarangnya. Pendidikan Islam bukan sekedar proses penanaman nilai-nilai moral untuk
membentengi diri dari akses negatif globalisasi. Tetapi yang paling urgen adalah
bagaimana nilai-nilai moral yang telah ditanamkan pendidikan Islam tersebut mampu
berperan sebagai kekuatan pembebasan dari himpitan kemiskinan, kebodohan, dan
keterbelakangan sosial budaya dan ekonomi.
Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan Islam memiliki peran yang
sangat penting dalam proses pembentukan individu yang tidak hanya cerdas, tapi
juga berkepribadian yang baik serta memiliki pemahaman beragama yang tidak
hanya dipahami tapi juga diterapkan dalam kehidupan. Berbicara tentang pendidikan Islam,
3. pastilah berbicara tentang konsep pendidikannya. Konsep-konsep pendidikan Islam yang
ada dewasa ini tidak lepas dari bayang-bayang konsep pendidikan Islam di era klasik, yang
terlahir dari pemikiran-pemikir para tokoh filosof pendidikan Islam. Cukup banyak
tokoh-tokoh pendidikan Islam di era klasik yang menyumbangkan pemikiran-
pemikirannya terhadap dunia pendidikan, salah satunya konsep pendidikan Islam itu
sendiri
METODE
Metode yang diklasifikasikan al-Ghazali menjadi dua bagian: Pertama, metode
khusus pendidikan Agama, metode khusus pendidikan agama ini memiliki orientasi
terhadap pengetahuan aqidah karena pendidikan agama pada realitasnya lebih sukar
dibandingkan dengan pendidikan lainnya, karena pendidikan agama menyangkut
problematika intuitif dan lebih menitikberatkan kepada pembentukan personality peserta
didik.
Kedua, metode khusus pendidikan Akhlak, Al-Ghazali mengungkapkan:
”Sebagaimana dokter, jikalau memberikan pasiennya dengan satu macam obat saja,
niscaya akan membunuh kebanyakan orang sakit, begitu pun guru, jikalau
menunjukkan jalan kepada murid dengan satu macam saja dari latihan, niscaya
membinasakan hati mereka.
PEMBAHASAN
1. Biografi Al-Ghazali
Nama lengkapnya Abu Hamid Ibn Muhammad Ibnu Ahmad Al Ghazali, lebih
dikenal dengan Al Ghazali. Dia lahir di kota kecil yang terletak di dekat Thus, Provinsi
Khurasan, Republik Islam Irak pada tahun 450 H (1058 M).Nama Al -Ghazali ini berasal
dari ghazzal, yang berarti tukang menunun benang, karena pekerjaan ayahnya adalah
menenun benang wol.
Sedangkan Ghazali juga diambil dari kata ghazalah, yaitu nama kampung
kelahiran Al Ghazali dan inilah yang banyak dipakai, sehingga namanya pun
dinisbatkan oleh orang-orang kepada pekerjaan ayahnya atau kepada tempat lahirnya.
Orang tuanya gemar mempelajari ilmu tasawuf, karena mereka hanya mau makan dari hasil
usaha tangannya sendiri dari menenun wol. Dan ia juga terkenal pencinta ilmu dan selalu
berdoa agar anaknya kelak menjadi seorang ulama. Amat disayangkan ajarannya tidak
4. memberikan kesempatan padanya untuk menyaksikan keberhasilan anaknya sesuai
doanya. Pada mulanya Al Ghazali mengenal tasawuf adalah ketika sebelum ayahnya
meninggal, namun dalam hal ini ada dua versi:
a. Ayahnya sempat menitipkan Al-Ghazali kepada saudaranya yang bernama Ahmad.
Ia adalah seorang sufi, dengan bertujuan untuk dididik dan dibimbingnya dengan
baik
b. Sejak kecil, Al Ghazali dikenal sebagai anak yang senang menuntut ilmu, sejak
masa kanak-kanak, ia telah belajar dengan sejumlah guru di kota kelahirannya.
Diantara guru-gurunya pada waktu itu adalah Ahmad Ibnu Muhammad Al
Radzikani. Kemudian pada masa mudanya ia belajar di Nisyapur juga di Khurasan, yang
pada saat itu merupakan salah satu pusat ilmu pengetahuan yang penting di dunia Islam. Ia
kemudian menjadi murid Imam Al Haramain Al Juwaini yang merupakan guru besar
di Madrasah An-Nizhfirniyah Nisyapur. Al Ghazali belajar teologi, hukum Islam,
filsafat, logika, sufisme dan ilmu-ilmu alam.
Berdasarkan kecerdasan dan kemauannya yang luar biasa, Al Juwaini kemudian
memberinya gelar Bahrum Mughriq (laut yang menenggelamkan). Al Ghazali
kemudian meninggalkan Naisabur setelah Imam Al Juwaini meninggal dunia pada
tahun 478 H (1085 M). Kemudian ia berkunjung kepada Nizhdm al-Mar di kota
Mu’askar. Ia mendapat penghormatan dan penghargaan yang besar, sehingga ia tinggal di
kota itu selama 6 tahun. Pada tahun 1090 M ia diangkat menjadi guru di sebuah
Nizhfimiyah, Baghdad.
Pekerjaan itu dilakukan dengan sangat berhasil. Selama di Baghdad, selain
mengajar, ia juga memberikan bantahan-bantahan terhadap pikiran-pikiran golongan
bathiniyyah, Islamiyah golongan filsafat dan lain-lain. Setelah mengajar diberbagai
tempat, seperti di Baghdad, Syam dan Naisabur, akhlaknya ia kembali ke kota
kelahirannya di Thus pada tahun 1105 M.
Empat tahun lamanya Al Ghazali memangku jabatan tersebut, bergelimang ilmu
pengetahuan dan kemewahan duniawi. Di masa inilah dia banyak menulis buku-buku
ilmiah dan filsafat. Tetapi keadaan yang demikian tidak selamanya menentramkan
hatinya. Di dalam hatinya mulai timbul keraguan, pertanyaan-pertanyaan baru mulai
muncul, 'inikah ilmu pengetahuan yang sebenarnya? Inilah kehidupan yang dikasihi
5. Allah?, `Nikah cara hidup yang diridai Tuhan?, dengan mereguk madu dunia sampai ke
dasar gelasnya.
Bermacam-macam, pertanyaan timbul dari hati sanubarinya. Keraguan terhadap
daya serap indra dan olahan akal benar-benar menyelimuti dirinya. Akhirnya dia
menyingkir dari kursi kebesaran i1miahnya di Baghdad menuju Mekkah, kemudian ke
Damaskus dan tinggal disana untuk beribadah. Ia mulai tenteram dengan jalannya di
Damaskus, yakni jalan sufi. Ia tidak lagi mengandalkan akal semata-mata, tetapi juga
kekuatan nur yang dilimpahkan Tuhan kepada para hamba-Nya yang bersungguh-
sungguh menuntut kebenaran. Dari Damaskus ia kembali ke Baghdad dan kembali
ke kampungnya di Thus. di sini ia menghabiskan hari-harinya dengan mengajar dan
beribadah sampai ia dipanggil Tuhan ke hadirat-Nya pada tanggal 14 Jumadil Akhir tahun
505 H (1111 M) dalam usia 55 tahun dengan meninggalkan beberapa anak perempuan. dan
ada juga yang mengatakan bahwa beliau meninggal usia 54 tahun.
2. Pemikiran Al-Ghazali Tentang Pendidikan
a. Tujuan Pendidikan
Tujuan adalah suatu yang diharapkan tercapai setelah sesuatu usaha atau kegiatan
selesai. Maka pendidikan, karena merupakan suatu usaha atau kegiatan yang berproses
melalui tahap-tahap dan tingkatan-tingkatan. Hubungannya dengan pernyataan di atas,
berimplikasi pada tujuan itu sendiri yang menyebabkan tujuannya pun bertahap dan
bertingkat. Dalam pendidikan Islam bahwa tujuan pendidikan dipandang sebagai sesuatu
yang signifikan, sebab itu berurusan dengan kebutuhan hidup dan kehidupan manusia. Hal
ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh al-Ghazali. Beliau telah menggariskan tujuan
pendidikan berdasarkan pandangannya tentang hidup dan nilai-nilai hidup atau sesuai
dengan falsafah hidupnya. Karena pendidikan Islam merupakan proses peralihan nilai
(transfer of value) dan pengetahuan (transfer of knowledge) oleh manusia yang
diselaraskan dengan fungsi dan kebutuhan manusia.
Secara garis besar tujuan pendidikan menurut al-Ghazali dapat dibagi kepada dua,
yaitu:
• Tujuan Pendidikan Jangka Pendek
Tujuan pendidikan jangka pendek yang dimaksud adalah mempersiapkan peserta
didik agar kelak di masa depannya mereka mampu melaksanakan tugas-tugas mulia di
6. dunia dan dengan itu mereka mampu mengenyam kebahagiaan dalam kehidupannya di
dunia. Dalam tujuan ini juga disinggung-singgung tentang pangkat, kemegahan,
penghormatan dan popularitas.
• Tujuan Pendidikan Jangka Panjang
Tujuan dalam pendidikan Islam adalah idealistis (cita-cita) yang mengandung nilai-
nilai Islami yang hendak dicapai dalam proses kependidikan yang berdasarkan ajaran Islam
secara bertahap (H.M. Arifin, 2000:224). Maka tujuan jangka panjang pendidikan Islam
sebagai idealitas yang harus diwujudkan, menurut al-Ghazali adalah membentuk setiap
individu peserta didik untuk menjadi insan kamil dan berakhlak mulia agar setiap individu
tersebut mampu mengenal kapasitas dirinya sebagai makhluk, sehingga ia dapat
mendekatkan diri kepada Allah.
2. pendidik (guru)
Pendidikan adalah proses interaksi yang menuntut adanya komunikasi aktif (subjek-
subjek) antara guru dan muridnya. Mengenai hal guru ini, al-Ghazali mempergunakan
istilah pendidikan dengan berbagai kata seperti: al-Mu›alimin (guru), al-
Mudarris(pengajar) dan al-Walid (orang tua) (Zainuddin, 1991: 50). Maka yang dimaksud
disini adalah orang yang memiliki tugas dan tanggung jawab untuk mengarahkan dan
membimbing seseorang (individu).
Mengenai subjek pendidikan, al-Ghazali membagi kepada dua katagori, yaitu:
pertama, subjek pendidikan kepada anak sebagai orang yang bergantung. Dan kedua,
subjek pendidikan kepada guru sebagai tempat bergantungnya murid. Menurut al-Ghazali
guru (pendidik) adalah orang yang berusaha membimbing, meningkatkan,
menyempurnakan, dan mensucikan hati sehingga menjadi dekat dengan khaliqnya. Tugas
ini didasarkan pada pandangan bahwa manusia merupakan makhluk yang mulia.
Kesempurnaan manusia terletak pada kesuciaan hatinya (Ibnu Rusn, 1991: 61)
Guru (pendidik) dalam perspektif Islam melaksanakan proses pendidikan hendaknya
diarahkan pada aspek tazkiyah an-Nafs (Samsul Nizar, 2002: 88). Selanjutnya guru dapat
dibedakan menjadi guru alami dan guru profesional. Pertama, guru alami, yaitu guru yang
tidak disiapkan secara khusus untuk mengajar, seperti orang tua. Kedua, guru profesional,
yaitu guru yang sengaja disiapkan secara khusus untuk mengajar.
7. Al-Ghazali menjelaskan tugas dan tanggung jawab guru profesional, adalah sebagai
berikut:
a. Guru ialah orang tua di hadapan murid
b. Guru sebagai pewaris ilmu Nabi
c. Guru sebagai petunjuk jalan dan pembimbing keagamaan murid
d. Guru sebagai figur bagi murid
e. Guru sebagai motivator bagi murid
f. Guru sebagai orang yang memahami tingkat perkembangan intelektual murid
g. Guru harus memahami bakat dan kejiawaan muridnya sesuai dengan tingkat
perbedaan usianya.
3. peserta Didik (murid)
Al-Ghazali terhadap peserta didik (murid) mempergunakan istilah, seperti al Shoby
(kanak-kanak), al-Mu’alimin (pelajar), dan Thalabul al-›Ilmu (penuntut ilmu pengetahuan)
(Zainuddin, 1991: 64). Dengan demikian, yang dimaksud dengan peserta didik (murid)
adalah manusia yang sedang mengalami pertumbuhan dan perkembangan jasmani maupun
rohani. Untuk membentuk manusia yang sempurna (insan kamil), maka pola dasar
pendidikan akan berjalan di atas pola dasar fitrah diberikan Allah pada setiap manusia.
Sebab dengan pembinaan potensi psikologis (fitrah) manusia dapat diarahkan untuk
menjadi manusia yang memiliki kepribadian.
Sebagaimana halnya konsep guru al-Ghazali berpendapat bahwa dalam rangka
mencapai tujuan yang dicanangkan dalam proses belajar mengajar murid pun harus
memenuhi tugas dan tanggung jawabnya, antara lain sebagai berikut:
a. Mendahulukan kesucian jiwa.
b. Bersedia merantau untuk mencari ilmu pengetahuan.
c. Jangan menyombongkan ilmunya dan menentang guru.
d. Mengetahui kududukkan ilmu pengetahuan.
Dan dalam hal belajar, peserta didik hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai
berikut:
a. Belajar dengan niat ibadah dalam rangka taqarrub ila Allah, sehingga dalam
kehidupan sehari-hari peserta didik senantiasa mensucikan jiwanya dengan akhlaq
al-Karimah (Q.S al-An›am: 162; adz-Dzaariyat: 56).
8. b. Mengurangi kecenderungan pada duniawi dibandingkan masalah ukhrawi (Q.S.
adhDhuhaa: 4).
a. Bersikap tawadlu› (rendah diri) dengan cara menanggalkan kepentingan
pendidikan.
b. Menjaga pikiran dan pertentangan yang timbul dari berbagai aliran.
c. Mempelajari ilmu-ilmu yang terpuji, baik untuk ukhrawi maupun duniawi.
d. Belajar dengan bertahap atau berjenjang dengan memulai pelajaran yang mudah
kongret) menuju pelajaran yang sukar (abstrak) atau dari ilmu fardlu ‹ain menuju
ilmu fardlu kifayah (Q.S. Fath: 9).
e. Belajar ilmu sampai tuntas untuk kemudian beralih pada ilmu yang lainnya,
sehingga anak didik memiliki spesifikasi ilmu pengetahuan secara mendalam.
f. Mengenal nilai-nilai ilmiah atas ilmu pengetahuan yang dipelajari.
g. Memprioritaskan ilmu diniyah sebelum memasuki ilmu duniawi.
h. Mengenal nilai-nilai pragmatis bagi suatu ilmu pengetahuan (Abuddin Nata,
2003:8990-).
4. kurikulum
Kurikulum yang disusun oleh al-Ghazali sesuai dengan pendapatnya mengenai
tujuan pendidikan, yakni: mendekatkan diri kepada Allah, dari segi kekhususannya al-
Ghazali membagi ilmu pengetahuan menjadi ilmu syar›iyah dan ilmu ghair syar›iyah.
Lebih lanjut beliau menjelaskan sebagai berikut:
Ilmu syari›iyah dibagi menjadi empat macam:
a. Ilmu Ushul (ilmu pokok) diantarannya kitabullah, sunnah rasul, ijma› dan atsar
sahabat.
a. Ilmu Furu (ilmu cabang) diantaranya ilmu fiqh, ilmu hal ihwal hati, dan akhlak.
b. Ilmu Muqaddimah (ilmu pengantar) yaitu ilmu yang dibutuhkan untuk
mempelajari
c. ilmu-ilmu ushul, seperti ilmu lughah (bahasa) dan ilmu nahwu (gramatikal).
d. Ilmu-ilmu Pelengkap, seperti yang berkaitan dengan al-Quran, misalnya ilmu
e. makharijul huruf wa alfazh dan qira›at al-Quran.
f. Ilmu ghair syari›yah dibagi menjadi:
g. Ilmu-ilmu terpuji (mahmudah), yaitu ilmu yang dibutuhkan dalam hidup dan
9. h. kehidupan serta pergaulan umat manusia yang meliputi: pertanian, peternakan,
i. pembangunan, tata pemerintahan, pertukangan besi, dan lain sebagainya.
j. Ilmu yang diperbolehkan (mubahat), yaitu ilmu kebudayaan seperti: sejarah, puisi-
puisi yang tidak mengandung unsur yang berarti dan tidak merugikan.
k. Ilmu-ilmu tercela (mazmumah), yaitu ilmu pengetahuan yang merugikan pemilik
l. ataupun orang lain, seperti: ilmu hitam/sihir (Sulaiman, 1991:3134-).
5. Metode
Busyairi Madjidi (1997: 96) mengatakan bahwa al-Ghazali sebagai seorang ulama besar
yang banyak pengalaman dalam pendidikan dan pengajaran telah meletakan pula petunjuk-
petunjuk bagi pelajar untuk mencapai keberhasilan dalam menuntut ilmu. Berkaitan dengan
itu, ada beberapa metode yang dikemukakan oleh al-Ghazali, diantarannya adalah sebagai
berikut:
a. Metode keteladanan. Dengan alasan bahwa pada prinsipnya pendidikan adalah
sebagai kerja yang memerlukan hubungan yang erat antara dua individu, yaitu guru
dan murid. Dengan demikian faktor keteladanan yang utama menjadi bagian dari
metode yang amat penting (Abuddin Nata, 2003: 95).
b. Metode hafalan, seperti yang diungkapkan Sulaiman (1993: 66) “Pendidikan
agama itu dimulai dengan menghafal, serta memahami kemudian mengakui dan
membenarkan”.
c. Metode pendidikan fitrah dan membenahi insting, yaitu mengarahkan,
membimbing dengan serius dan sungguh-sungguh kecenderungan fitrah manusia
dan merubah sifat-sifat dasar manusia melalui latihan dan pengajaran menurut
fitrah dan insting yang baik (Sulaiman, 1993: 66-67).
d. Metode ganjaran dan hukuman. Al-Ghazali berpendapat bahwa jika anak
melakukan perbuatan yang baik dan berakhlak terpuji, hendaknya ia dimuliakan
dan dipuji. Jika mungkin, ia diberi hadiah yang baik, dipuji di hadapan orang-orang
penting dan berkedudukan, sebagai motivasi baginya. Akan tetapi sekira ia
melakukan sesuatu perbuatan tercela, maka dalam pengungkapan perbuatan
tersebut tidak boleh secara terang-terangan.
KESIMPULAN
Menurut Al-Ghazali, pendidikan yang baik merupakan jalan untuk mendekatkan
diri kepada Allah dan mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat. Al-Ghazali
10. menggabungkan antara kebahagiaan di dunia dan kebahagiaan di akhirat. Tentang
kurikulum pendidikan Islam, Al-Ghazali mengatakan bahwa Al-Quran beserta
kandungannya berisikan pokok-pokok ilmu pengetahuan. Isinya sangat bermanfaat bagi
kehidupan, membersihkan jiwa, memperindah akhlak, dan mendekatkan diri kepada
Allah.
Tujuan pendidikan Islam dalam pandangan Al-Ghazali hanyalah untuk
mendekatkan diri kepada Allah. Adapun tujuan utama dari penggunaan metode dalam
pendidikan harus diselaraskan dengan tingkat usia, kecerdasan, bakat dan pembawaan
anak dan tujuannya tidak lepas dari nilai manfaat. Tentang pendidik, Al-Ghazali
menekankan bahwa seorang pendidik harus memiliki norma-norma yang baik, khususnya
norma akhlak. Karena pendidik merupakan contoh bagi anak didiknya.
Dalam kaitannya dengan peserta didik, Al-Ghazali menjelaskan bahwa mereka
merupakan hamba Allah yang telah dibekali potensi atau fitrah untuk beriman kepada-
Nya. Fitrah itu sengaja disiapkan oleh Allah sesuai dengan kejadian manusia, cocok
dengan tabiat dasarnya yang memang cenderung kepada agama Islam.
Al- Ghazali adalah tokoh yang berpengaruh dalam dunia intelektual muslim. Al-
Ghazali telah memberikan berbagai konsep bagi pendidikan. Al-Ghazali dalam
perkembangan hidupnya telah mengalami dinamika pemikiran yang beragam.
Pengetahuannya mencakup ilmu fiqh, kalam, filsafat dan tasawuf. Pemikiran pendidikan
al- Ghazali melingkupi pemikiran tentang tujuan, metode, kurikulum, pendidik. Menurut
al- Ghazali tujuan pendidikan adalah mencapai ridha Allah Swt. Pendidik tidak boleh
menerima upah jika mengajarkan al- Qur’an.
REFERENSI
https://journal.universitaspahlawan.ac.id/index.php/jrpp/article/view/2865
Zainuddin, dkk.1991 Seluk-Beluk Pendidikan dari Al-Ghazali, Bumi Aksara, Jakarta.
Samsul Nizar (2002) Filsafat Pendidikan Islam(Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis),
Ciputat Pers, Jakarta
Abuddin Nata. 2001 Paradigma Pendidikan Islam. Grasindo, Jakarta.
11. Sulaiman 1987 Pandangan Ibnu Khaldun tentang Ilmu dan Pendidikan, (Terj. Hery Noer
Aly), Diponegoro, Bandung
Busyairi Madjidi 1997 Konsep Kependidikan para Filosof Muslim, al-Amin Press,
Yogyakarta.