4. Alhamdulillah, atas izin Allah kita
dipertemukan di tempat mulia ini, di hari
yang mulia, bersama dengan orang-
orang yang insyaallah dimuliakan-Nya.
Shalawat dan salam semoga senantiasa
Allah curahkan kepada junjungan alam
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Pertama dan paling utama, bertakwalah
kepada Allah di mana pun dan kapan
Anda berada. Taati perintah-Nya dan
jauhi larangan-Nya. Sungguh takwa
menentukan derajat kita di sisi Allah
subhanahu wa ta’ala.
Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Sesaat lagi negeri ini merayakan Hari
Kemerdekaan ke-78. Tentu ini patut
disyukuri. Alhamdulillah, tak ada lagi
penjajah yang bercokol di negeri ini.
Hanya saja kita mesti merenungi,
sudahkah kemerdekaan ini
mendatangkan kemakmuran dan
keadilan bagi seluruh penduduk negeri?
Sudahkah keadilan dirasakan oleh semua
kalangan? Sudahkah negeri ini berdaulat
tanpa tekanan dari pihak asing dan tidak
5. bergantung pada mereka? Renungan ini
penting, sebagai refleksi menuju kondisi
yang lebih baik. Kecuali kita tak mau
berubah dan pasrah, sebuah sikap yang
tak mencerminkan sikap islami.
Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Mari kita coba buka fakta. Negeri yang
kaya raya ini masih terjerat utang. Bukan
sedikit. Banyak. Data April lalu, utang
mencapai Rp 7.849,89 triliun. Kalau
utang itu dibagi seluruh rakyat Indonesia,
maka setiap orang menanggung utang
negara sebesar Rp 28 juta.
Prihatinnya lagi, dengan utang sebanyak
itu nikmat kemerdekaan dan ekonomi
hanya dinikmati segelintir orang. Laporan
Global Wealth Report 2018 yang dirilis
Credit Suisse menunjukkan: 1% orang
terkaya di Indonesia menguasai 46,6%
total kekayaan penduduk dewasa di
Tanah Air. Dan 10% orang terkaya
menguasai 75,3% total kekayaan
penduduk. Artinya, pembangunan
selama masa kemerdekaan ini hanya
dinikmati oleh sebagian kecil penduduk
di negeri ini.
6. World Bank melaporkan bahwa 40%
warga Indonesia terkategori miskin.
Perhitungannya, garis kemiskinan
ekstrem ditetapkan sebesar 2,15 dolar AS
perkapita perhari. Ini setara dengan Rp
967.950 perkapita perbulan. Artinya,
warga yang berpenghasilan di bawah itu
patut disebut sebagai miskin. Ini berarti
ada 108 juta warga miskin Indonesia.
Akibat kemiskinan, ada 1,9 juta lulusan
SMA yang tidak bisa melanjutkan kuliah.
17 juta warga Indonesia terpapar gizi
buruk. Ini adalah angka tertinggi di Asia
Tenggara. Ada 81 juta warga milenial
tidak memiliki rumah. Ada 14 juta warga
menempati hunian tidak layak huni.
Jutaan rakyat Indonesia juga terbelit
utang pinjol hingga puluhan triliun
rupiah.
Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Dalam situasi perih seperti ini, justru
pembangunan yang tidak langsung
berhubungan dengan peningkatan taraf
hidup rakyat yang dilakukan.
7. Pembangunan ibukota baru, kereta
cepat, dan proyek infrastruktur lainnya.
Sementara itu sumberdaya alam yang
harusnya bisa menyejahterakan rakyat
justru banyak dikuasai korporasi lokal,
asing, dan aseng. Tambang emas, migas,
dan mineral malah diberikan kepada
asing.
Harapan rakyat untuk mendapatkan
keadilan, jauh panggang dari api. Orang
kuat bisa selamat, meski merampok duit
rakyat. Sebaliknya, rakyat kecil tersayat,
pilu, menghadapi sanksi hukum yang
menjerat.
Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Mungkin ada di antara kita yang
menyatakan bahwa jika seorang Muslim
terus-menerus mencari kekurangan
dalam perjalanan kemerdekaan negara
ini, maka itu adalah tanda kufur nikmat.
Sebab, Allah subhanahu wa ta’ala
memerintahkan setiap hamba
mensyukuri nikmat-Nya dan melarang
kufur nikmat. Allah subhanahu wa ta’ala
berfirman:
8. َ
نَّ
ذَ
اَ
ت ْ
ّذ
اَ
و
ُ
كُّ
َب
ر
ْ
م
ْ
مُ
تْ
رَ
كَ
ش ْ
نِٕ
ىَ
ل
َ
دْ
يّ
زَ
َ
ال
ْ
مُ
كَّ
ن
ْ
نِٕ
ىَ
َل
و
َ
ع َّ
ّن
ا ْ
مُ
تْ
رَ
فَ
ك
ْ
ّي
باَ
ذ
ْد
يّ
دَ
شَ
ل
(Ingatlah) saat Tuhan kalian
memaklumkan, “Sungguh jika kalian
bersyukur, niscaya Aku akan menambah
(nikmat) untuk kalian. Namun, jika kalian
mengingkari (nikmat-Ku), pasti azab-Ku
sangat berat.” (TQS Ibrahim [14]: 7).
Pertanyaannya, benarkah kita sudah
bersyukur? Berkaitan dengan ayat ini,
Imam Jarir Ath-Thabari menjelaskan
makna bersyukur: “Jika kalian bersyukur
kepada Tuhan kalian, dengan ketaatan
kalian kepada-Nya dalam hal yang Dia
perintahkan kepada kalian dan yang Dia
larang kepada kalian, niscaya
ditambahkan untuk kalian apa yang ada
9. pada tangan-Nya dan nikmat-Nya atas
kalian.”
Menurut Imam al-Ghazali, makna syukur
yang hakiki adalah juga dengan ketaatan:
“…Makna syukur adalah menggunakan
nikmat dalam menyempurnakan hikmah
untuk apa nikmat itu (diciptakan), yaitu
ketaatan kepada Allah,” (Al-Ghazali,
Ihyaa’ Uluum ad-Diin, [Beirut, Darul Fikr:
2015 M], Juz IV).
Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Dari penjelasan dua ulama besar itu,
pertanyaannya, benarkah kita sudah
mensyukuri nikmat kemerdekaan dalam
bentuk ketaatan pada perintah dan
larangan Allah? Apakah bangsa ini telah
menggunakan seluruh nikmat
kemerdekaan ini di jalan Allah, dengan
menerapkan hukum-hukum-Nya untuk
menata negara dan masyarakat?
Jawabnya, jelas belum. Padahal jika saja
itu dilakukan, pastilah Allah akan
menambah terus nikmat kemerdekaan
dengan limpahan berkah yang
menciptakan keadilan, kemakmuran dan
keamanan yang sentosa.
10. Akibat bangsa ini tidak mensyukuri
kemerdekan dengan ketaatan kepada
Allah, dengan cara melaksanakan semua
aturan-Nya, maka yang terjadi adalah
sebaliknya, Allah menimpakan berbagai
bencana karena mereka kufur nikmat,
yakni tidak menggunakan semua nikmat
itu di jalan-Nya. Allah subhanahu wa
ta’ala berfirman:
ُ
ٰ
لِلا َ
بَ
رَ
ضَ
و
ً
اَ
ََ
م
ا ْ
تَ
ناَ
ك ً
ةَ
يْ
رَ
ق
ً
ةَ
نّ
م
َّ
ي ً
ةَّ
نِٕ
َ ى
مْ
طُّ
م
َ
هْ
يّ
تْ
تْأ
ا
اً
دَ
غَ
ر َا
هُ
قْ
زّ
ر
ْ
نّ
م
َ
كَ
َ ٍ
انَ
َك
م ّ
لُ
ك
ْ
تَ
رَ
ف
ّ
ٰ
لِلا ّ
مُ
عْ
نَ
اّ
ب
ُ
ٰ
لِلا َا
هَ
اقَ
ذَ
اَ
َ
ّ
ْع
وُ
جْ
ال َ
اسَ
بّ
ل
11. ّ
ب ّ
ْف
وَ
خْ
َال
و
َا
م
ُ
عَ
نْ
ِصَ
ي ْا
وُ
ناَ
ك
َ
نْ
و
Allah telah membuat suatu perumpamaan
(dengan) sebuah negeri yang dulunya
aman lagi tenteram. Rezekinya datang
kepada mereka melimpah-ruah dari
segenap tempat. Namun, (penduduk)-nya
mengingkari nikmat-nikmat Allah. Karena
itu Allah menimpakan kepada mereka
bencana kelaparan dan ketakutan karena
dosa-dosa yang selalu mereka perbuat
(TQS an-Nahl [16]: 112).
Semua bencana hari ini terjadi akibat
umat justru menjauhkan hukum-hukum
Allah dari kehidupan. Hukum-hukum
buatan manusia yang terbukti rusak dan
merusak malah ditegakkan.
Alhasil, jika bangsa ini ingin benar-benar
merdeka, mereka harus mau diatur oleh
hukum-hukum Allah dalam semua aspek
kehidupan mereka. Hanya dengan itulah
mereka mampu mewujudkan cita-cita
kemerdekaannya, yakni kehidupan yang
sejahtera, adil, makmur dan