Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa. (TQS. Ali ‘Imrân [3]: 133)
Materi Kajian Mingguan pertemuan 21 "Menjadi Orang yang Lebih Beruntung" bisa didownload di channel telegram https://t.me/MateriKajianMingguan
Semoga menjadi amal sholeh yg terus mengalir pahalanya untuk kita semua. Aamiin YRA
Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa. (TQS. Ali ‘Imrân [3]: 133)
Materi Kajian Mingguan pertemuan 21 "Menjadi Orang yang Lebih Beruntung" bisa didownload di channel telegram https://t.me/MateriKajianMingguan
Semoga menjadi amal sholeh yg terus mengalir pahalanya untuk kita semua. Aamiin YRA
Hiduplah sesukamu, namun sesungguhnya akhir kehidupanmu adalah kematian; cintailah siapa saja sekehendakmu, tetapi sesungguhnya engkau akan berpisah dengannya; lakukanlah apa saja semaumu, namun sesungguhnya engkau akan diberi balasan.
Presentasi yang menjelaskan kenapa kita harus meniatkan segalanya karena Allah dan kenapa ngaji secara rutin dan istiqomah itu penting. File PPT bisa didownload di http://bit.ly/NiatDanNgaji
Bantu share ya...
“Satu dinar yang engkau keluarkan di jalan Allah, lalu satu dinar yang engkau keluarkan untuk memerdekakan seorang budak, lalu satu dinar yang engkau yang engkau keluarkan untuk satu orang miskin, dibandingkan dengan satu dinar yang engkau nafkahkan untuk keluargamu maka pahalanya lebih besar (dari amalan kebaikan yang disebutkan tadi, pen).” (HR Muslim No. 995)
Setiap mukmin wajib Menundukkan seluruh hawa nafsunya terhadap apa yang dibawa oleh Rasulullah SAW. Al-Quran dan As-Sunah merupakan aturan yang dibawa oleh Rasulullah saw. dan berasal dari Allah swt. Setiap manusia terkhusu kepada kaum mukmin harus menjadikan ayuran-aturan tersebut sebagai pengatur kehidupan demi mendapatkan keselamatan di dunia dan di akhirat.
Sudah menjadi kewajiban bagi setiap muslim untuk taat & beribadah kepada Allah SWT dengan sepenuh tenaga, selama jiwa masih dikandung raga. Namun sayangnya masih banyak kaum muslim yang belum memahami hakikat sebenarnya dari beramal dengan cara yan benar, sehingga amalan menjadi sia-sia dan tak mendapat tujuan yang diinginkan karena tak sesuai dengan tuntunan. InsyaAllah materi ini akan memberikan bimbingan untuk beramal dengan jalan yang telah di syariatkan oleh Allah SWT. Allahu'alam bishawab.
Hiduplah sesukamu, namun sesungguhnya akhir kehidupanmu adalah kematian; cintailah siapa saja sekehendakmu, tetapi sesungguhnya engkau akan berpisah dengannya; lakukanlah apa saja semaumu, namun sesungguhnya engkau akan diberi balasan.
Presentasi yang menjelaskan kenapa kita harus meniatkan segalanya karena Allah dan kenapa ngaji secara rutin dan istiqomah itu penting. File PPT bisa didownload di http://bit.ly/NiatDanNgaji
Bantu share ya...
“Satu dinar yang engkau keluarkan di jalan Allah, lalu satu dinar yang engkau keluarkan untuk memerdekakan seorang budak, lalu satu dinar yang engkau yang engkau keluarkan untuk satu orang miskin, dibandingkan dengan satu dinar yang engkau nafkahkan untuk keluargamu maka pahalanya lebih besar (dari amalan kebaikan yang disebutkan tadi, pen).” (HR Muslim No. 995)
Setiap mukmin wajib Menundukkan seluruh hawa nafsunya terhadap apa yang dibawa oleh Rasulullah SAW. Al-Quran dan As-Sunah merupakan aturan yang dibawa oleh Rasulullah saw. dan berasal dari Allah swt. Setiap manusia terkhusu kepada kaum mukmin harus menjadikan ayuran-aturan tersebut sebagai pengatur kehidupan demi mendapatkan keselamatan di dunia dan di akhirat.
Sudah menjadi kewajiban bagi setiap muslim untuk taat & beribadah kepada Allah SWT dengan sepenuh tenaga, selama jiwa masih dikandung raga. Namun sayangnya masih banyak kaum muslim yang belum memahami hakikat sebenarnya dari beramal dengan cara yan benar, sehingga amalan menjadi sia-sia dan tak mendapat tujuan yang diinginkan karena tak sesuai dengan tuntunan. InsyaAllah materi ini akan memberikan bimbingan untuk beramal dengan jalan yang telah di syariatkan oleh Allah SWT. Allahu'alam bishawab.
“Memohon datangnya manfaat (kebaikan) atau terhindarnya bahaya (keburukan) kepada Allah SWT dengan menyebut nama seorang Nabi atau Wali untuk memuliakan (ikram) keduanya.” (Al-Hafizh Al-‘Abdari, Al-Syarh Al-Qiyam, Hal.378)
Menerangkan Nama-nama surat Al-Fatihah, pendapat mengenai tempat diturunkannya Al-Fatihah.
Silahkan Jika Berkenan untuk Mendengarkan Pemaparan Lebih Dalam Lagi
(Pengajian Umum atau Seminar) Bisa Hubungi Penyusun Di :
0813 1116 3749 (WhatsApp)
Muhamad Yusuf (Mohon Juga Untuk Kritik & Saran)
Materi Sholawat dan Sholawat Wahidiyah oleh Bapak Kyai Moh. Nafihuzzuha, M.Sy., Ketua DPP PSW dalam Acara Perkemahan Kubro Wahidiyah 2014 di Pantai Kenjeran Baru Surabaya, 28 Desember 2014 s/d 1 Januari 2015.
Bacaan Sholat Tahajud yang Benar Sesuai Sunnah Nabi (PDF)Hendri Syahrial
Bacaan Sholat Tahajud
Dalam Sholat Tahajud tidak ada bacaan khusus yang diwajibkan (setelah membaca al-Fatihah). Anda boleh membaca surat apa saja dalam al-Quran setelah Anda membaca al-Fatihah. Namun, jika kita ingin mencontoh teladan kita, yaitu Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka beginilah gambaran Sholat Malam Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Anda dapat membayangkan panjangnya bacaan Sholat Tahajud Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Anda dapat membayangkan lamanya beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri ketika Sholat Tahajud dikarenakan panjangnya ayat dan surat yang beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam baca.
Nabi shallallahu’alaihi wa sallam membaca surat al-Quran yang panjang ketika Sholat Tahajud
Syaikh al-Albani dalam buku “Shifatu Sholaatin Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, minat Takbiir ilat Tasliim Ka-annaka Taroohaa”, atau yang biasa kita kenal dengan buku “Sifat Sholat Nabi”, beliau Syaikh al-Albani menulis bahwa terkadang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengeraskan bacaannya dan terkadang melirihkan. Terkadang beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca surah al-Quran yang pendek dan terkadang membaca surah yang panjang, dan bahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah membaca surah yang sangat panjang sehingga Abdullah bin Mas’ud mengatakan:
“Saya pernah Sholat Malam bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau berdiri sangat lama, sampai-sampai saya bermaksud melakukan sesuatu yang tidak baik.” Ada yang bertanya, “Apa maksudmu melakukan yang tidak baik itu?” Abdullah bin Mas’ud menjawab, “Saya bermaksud duduk dan meninggalkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendirian.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Bacaan Sholat Tahajud yang Benar Sesuai Sunnah Nabi (PDF)
Keutamaan bulan rajab
1. ا ُهللا َقَلَخ َم ْوَي ِهِتَئْيَهَك َارَدَتْسا ِدَق َانَمَّالز َّنِإ
َشَع َانْاث ُةَنَّسال ، ِ
ض ْرَألْا َو ِتا َموَّسل
َر
َقْال وُذ ٌاتَيِلا َوَتُم ٌةَث َ
َلَث ٌمُرُح ٌةَعَب ْرَأ اَهْنِم اًرْهَش
َج َر َو ، ُمَّرَحُمْال َو ِةَّج ِحْال وُذ َو ِةَدْع
ُب
ِيذَّال َرَضُم
َْنيَب
َانَبْعَش َو ىَداَمُج
.
“Sesungguhnya zaman itu berputar seperti biasanya sejak
Allah menciptakan langit dan bumi, setahun ada dua belas
bulan, di antaranya ada empat bulan haram, tiga berurutan
yaitu Dzulqa’dah, Dzulhijjah dan Muharram. Sedangkan
Rajab pertengahan antara Jumada (Tsaniyah) dan
Sya’ban.” (HR. Bukhari-Muslim)
2. Para ulama berselisih mengapa empat bulan itu dinamakan
bulan haram, ada yang mengatakan, “Karena tingginya
kemuliaan bulan itu dan haramnya melakukan dosa di
bulan-bulan itu”,
Ibnu Abi Thalhah meriwayatkan –dari Ibnu Abbas-, ia
berkata, “Allah mengkhususkan empat bulan dan
menjadikannya haram (terpelihara) serta meninggikan
kemuliaannya, menjadikan berbuat dosa di bulan-bulan itu
lebih besar (dosanya) dan menjadikan amal saleh (di bulan-
bulan itu) lebih besar pahalanya.”
Di antara ulama ada juga yang mengatakan, bahwa
dinamakan sebagai bulan haram, karena haramnya
melakukan peperangan di bulan-bulan itu.
3. Ibnu Rajab Al Hanbaliy pernah mengatakan –
secara makna-, “Dinamakan bulan Rajab itu
dengan “Rajab” karena bulan itu “Yurjab”,
yakni dimuliakan, dikatakan “Rajaba fulaanun
maulaah” yakni ‘azh-zhamah’ (si fulan
memuliakan tuannya). Ada juga yang
mengatakan bahwa hal itu karena para
malaikat memuliakan dengan bertasbih dan
bertahmid di bulan itu, namun hadits tentang
hal ini palsu.”
4. Kaum Jahiliah dahulu memuliakan bulan Rajab, terlebih kabilah Mudhar, oleh karena
itu dalam hadits di atas disebutkan “Wa Rajab mudhara…dst”
Ibnul Atsir dalam An Nihayah berkata, “Diidhafatkan (disambung) kata-kata Rajab
dengan Mudhar, karena mereka (kabilah Mudhar) memuliakannya berbeda dengan
lainnya, dari situ seakan-akan mereka mengistimewakannya.”
Di antara bentuk penghormatan mereka terhadap bulan itu adalah dengan
mengharamkan perang di bulan itu, sampai-sampai mereka menamakan perang yang
terjadi di bulan itu dengan nama “Harbul fajaar” (perang pelanggaran).
Mereka juga melakukan penyembelihan di bulan itu dengan nama “Al ‘Atiirah”, berupa
kambing yang mereka sembelih untuk berhala mereka lalu darah tersebut dituangakan
ke kepalanya. Kemudian Islam datang membatalkan perbuatan itu sebagaimana dalam
hadits shahih riwayat Bukhari dan Muslim,
اةارْيِتاع ا
َلاو اعاراف ا
َل
“Tidak ada lagi fara’ (penyembelihan kepada berhala) dan ‘Atiirah.”
5. Sebagaian kaum salaf berkata, “Bulan Rajab adalah bulan
menanam, Sya’ban adalah bulan menyiram tanaman dan
bulan Ramadhan adalah bulan memetik hasilnya.”
Dalam sebuah do’a yang disandarkan kepada Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam padahal bukan dari Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam (dha’if) disebutkan,
ْعاشاو اباجار يِف اانال ْك ِ
اراب َّمُهَّللاا
اَااَاَار اانِْْغلاباو اَااَب
“Ya Allah, berikanlah keberkahan kepada kami pada bulan
Rajab dan Sya’ban serta sampaikanlah kami hingga bulan
Ramadhan.”
6. Ibnu Hajar pernah mengatakan, “Tidak ada hadits shahih yang bisa dijadikan hujjah
tentang keutamaan bulan Rajab, maupun berpuasa di bulan itu dan hari-harinya,
demikian juga tidak ada (keutamaan) melakukan qiyamul lail khusus di bulan
itu…(Tabyiinul ‘ajab fiimaa warada fii fadhli Rajab hal. 9)
Ia juga mengatakan di kitab yang sama hal. 8, “Adapun hadits-hadits tegas yang datang
tentang keutamaan Rajab ataupun keutamaan berpuasa di bulan itu dan hari-harinya
dapat disimpulkan menjadi dua bagian; bisa dha’if, bisa juga maudhu’ (palsu)…”
Demikian juga tentang Umrah di bulan Rajab, sama sekali tidak ada asal-usulnya
tentang keistimewaan umrah di bulan ini, bahkan yang ada keterangannya adalah
berumrah di bulan Ramadhan sebagaimana dalam hadits yang shahih,
ةَّجاح ُلِدْعات اَااَاَار يِف ٌةارْمُع
“Berumrah di bulan Ramadhan itu seperti hajji.”
8. Dari Anas dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa Beliau
bersabda, “Tidak ada seorang pun yang berpuasa pada hari
Kamis (Kamis pertama bulan Rajab), kemudian melakukan shalat
antara setelah Isya dengan permulaan malam yakni pada malam
Jum’at sebanyak 12 rak’at, di mana pada setiap rakaat dibacanya
Al Fatihah sekali, Innaa anzalnaahu fii lailatil qadr 3x,
Qulhuwallahu ahad 12x, setiap antara dua rak’at dipisah dengan
salam, setelah selesai shalat bershalawat kepadaku 70x, ketika
sujudnya mengucapkan “Suubuhun qudduusun Rabbul
malaaikati war ruuh” 70x, lalu mengangkat kepalanya dan
membaca sebanyak 70x “Rabbighfir warham, wa tajaawaz
‘ammaa ta’lam, innaka antal ‘aziizul a’zham”, kemudian sujud
kedua dan mengucapkan seperti di sujud pertama. Setelah itu, ia
meminta kepada Allah Ta’ala hajatnya, maka akan
ditunaikan…Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melanjutkan
(sabdanya): “Demi Allah, yang diriku di tangan-Nya, tidaklah
seorang hamba laki-laki maupun wanita melakukan shalat ini
sekali saja kecuali Allah akan mengampuni semua dosanya
meskipun sebanyak buih di lautan, sebanyak jumlah pasir, seberat
gunung, sebanyak daun di pohon dan akan diberikan syafa’at
untuk 700 orang keluarganya yang seharusnya masuk neraka.”
9. Ibnun Nuhaas mengatakan, “Perbuatan itu adalah bid’ah, hadits yang
menyebutkan tentang hal itu palsu dengan kesepakatan ahli hadits.”
(Tanbiihul Ghaafiliin hal. 496)
Di antara ulama lain yang menjelaskan kepalsuan hadits di atas adalah
Ibnul Jauziy dalam Al Maudhuu’aat, Al Haafizh Abul Khaththab dan Abu
Syaamah (lihat kitab Al Baa’its ‘alaa inkaaril bida’ wal hawaadits)
Demikian juga Ibnul Haaj dalam Al Madkhal (1/211), juga Ibnu Rajab dan
para ulama lainnya.
Oleh karena itu Imam Nawawi berkata, “Perbuatan itu adalah bid’ah yang
buruk, perlu diingkari dengan keras, isinya mengandung banyak
kemungkaran, sudah tentu harus ditinggalkan dan dijauhi serta
mengingkari pelakunya.” (Fatawa Al Imam An Nawawiy hal. 57)
Pencantuman hadits tersebut di kitab Ihyaa’ Uluumiddin, karena Imam Al
Ghazaali -rahimanillah wa iyyah- memang mengakui bahwa dirinya tidak
ahli dalam masalah hadits, ia sendiri berkata:
ِثْيِداحْال ِمْلِع ْيِف ِةاعااََِبلْا ىاجْزَُ ااناا
“Perbendaharaan saya dalam ilmu hadits sangat kurang.”
10. Demikian juga tidak ada dasarnya shalat
“Alfiyyah” yang dilakukan pada hari pertama
bulan Rajab dan pada pertengahan bulan Sya’ban.
Termasuk juga shalat “Ummu Daawud” yang
dilakukan pada pertengahan Rajab, ini semua
adalah diada-adakan, dan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
ٌدار اُوهاف اانُرَْاا ِهْيالاع ا
سْيال الاماع الِامع ْناَ
“Barang siapa yang mengerajakan amalan yang
tidak kami perintahkan, maka amalan itu tertolak.”
(HR. Muslim)
11. Israa’ dan Mi’raaj
Termasuk mukjizat besar Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam
adalah diperjalankan Beliau dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha
kemudian dinaikkan ke langit, namun di zaman sekarang terjadi keganjilan
yaitu diadakannya peringatan khusus berkenaan dengan Israa’-Mi’raaj pada
tanggal 27 bulan Rajab, padahal riwayat tentang kejadian Israa’-Mi’raaj itu
terjadi pada tanggal 27 bulan Rajab tidak shahih, Ibnu Hajar mengatakan –
dari Ibnu Dihyah-, “Sebagian tukang cerita menyebutkan bahwa kejadian
Israa’ itu pada bulan Rajab”, lalu ia mengomentari dengan mengatakan, “Itu
adalah dusta.” (Tabyiinul ‘Ajab hal.6)
Ibnu Rajab berkata, “Diriwayatkan pernyataan itu dengan isnad yang tidak
shahih dari Al Qaasim bin Muhammad bahwa Isra’nya Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam pada tanggal 27 Rajab, namun hal itu diingkari oleh
Ibrahim Al Harbiy dan lainnya.” (Zaadul Ma’aad karya Ibnul Qayyim
1/275)
Kalau pun diketahui kapan terjadinya, namun tetap tidak dibenarkan
memperingatinya, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, para
sahabat dan para tabi’in tidak memperingatinya.
Adakah peristiwa besar di bulan Rajab?
Ibnu Rajab berkata, “Ada riwayat bahwa di bulan Rajab ada peristiwa-
peristiwa besar, namun sama sekali tidak shahih, ada (juga) riwayat bahwa
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lahir di malam pertamanya, Beliau diutus
pada malam ke-27-nya atau 25-nya, namun semua itu tidak ada yang
shahih…” (Lathaa’iful Ma’aarif hal. 233)
12. Ketua majlis ulama Saudi Arabia Syaikh Abdul ‘Aziz bin Abdillah bin Baaz berkata:
ف ورد ما ُّلوك ،غيره في وال رجب في ال ،تعيينها الصحيحة األحاديث في ِتيأ لم والمعراج اإلسراء فيها حصل التي الليلة وهذه
ي
ث ولو ،لها الناس إنساء في البالغة الحكمة وهلل بالحديث العلم أهل عند وسلم عليه هللا صلى النبي عن ثابت غير فهو تعيينها
بت
وس عليه هللا صلى النبي َّألن بها؛ يحتفلوا أن لهم ْيجز ولم ،العبادات من بشيء وهاُّصيخ أن للمسلمين ْيجز لم تعيينها
وأصحابه لم
علي هللا صلى سولَّالر َّنهيلب ًامشروع ًاأمر بها االحتفال كان ولو ،بشيء وهاُّصيخ ولم بها يحتفلوا لم عنهم هللا رضي
،ةّمُلأل وسلم ه
ِّينب عن نقلوا فقد ،إلينا عنهم هللا رضي الصحابة ُهلَقَنَلو ،واشتهر َرفُعل ذلك من شيء وقع ولو ،بالفعل وإما ،بالقول إما
هللا صلى هم
ب االحتفال كان ولو ،خير ِّلك إلى السابقون هم بل ،الدين من شيء في طوا ُِّفري ولم ،ةّمُاأل تحتاجه شيء َّلك وسلم عليه
الليلة هذه
إليه أسبق لكانوا ًامشروع
…
“Malam yang terjadi di sana Isra’ dan Mi’raj sama sekali tidak disebutkan dalam hadits-
hadits yang shahih kapan harinya, apakah bulan Rajab ataukah bulan lainnya, semua
riwayat yang menjelaskan tentang kapannya tidak sah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam menurut ahli hadits. Allah memiiki hikmah yang dalam mengapa orang-orang
melupakan (kapan hari)nya, kalaupun ada riwayat yang sah tentang kapan harinya,
namun tetap tidak boleh bagi kaum muslimin mengkhususkannya dengan salah satu
ibadah, juga tidak boleh memperingatinya, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan
para sahabatnya radhiyallahu ‘anhum tidak memperingatinya, juga tidak
mengkhususkannya dengan satupun (ibadah), sekiranya memperingati hal itu masyru’
(disyari’atkan), tentu Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskannya kepada
umat, baik dengan ucapan maupun dengan perbuatan, dan jika memang demikian tentu
hal tersebut akan dikenal dan masyhur, juga akan diriwayatkan oleh para sahabat
radhiyallahu ‘anhum kepada kita, bukankah mereka telah menukilkan dari Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam semua yang dibutuhkan umat, dan tidak meremehkan
sedikit pun hal yang berkaitan dengan agama, bahkan mereka terdepan dalam kebaikan,
sehingga jika memperingati malam ini (malam Israa’ Mi’raaj) masyru’ (disyari’atkan),
tentu mereka sudah mendahuluinya…dst.”