Dokumen tersebut membahas tentang peran diversifikasi pangan dalam mendukung ketahanan pangan nasional dan swasembada beras Indonesia. Diversifikasi pangan bertujuan mengurangi konsumsi beras dan menggantikannya dengan karbohidrat lainnya sehingga dapat menurunkan permintaan dan penyediaan beras serta menurunkan tekanan untuk memenuhi kebutuhan beras, sekaligus mendukung upaya meningkatkan ketahanan pangan nasional."
Revitalisasi dan Industrialisasi pada Sektor Pertanian di Indonesia
Mendukung Ketahanan Pangan Melalui Diversifikasi
1. PERAN DIVERSIFIKASI PANGAN DALAM MENUNJANG SWASEMBADA
BERAS UNTUK MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN NASIONAL
BAB I : PENDAHULUAN
Jumlah penduduk Indonesia tahun 2011 mencapai 241 juta jiwa. saat ini, laju pertumbuhan
penduduk Indonesia mencapai 1,5 persen pertahun atau bertambah sekitar 3,5 juta jiwa. Jika
diakumulasikan, maka hingga akhir tahun 2012 mendatang, jumlah penduduk Indonesia di
perkirakan akan mencapai 245 juta jiwa.1 Pada tahun 2022 penduduk Indonesia akan
mencapai sekitar 273 juta jiwa, mengkonsumsi 37,6 juta ton beras), atau membutuhkan
sebanyak 68 juta ton gkg pada tingkat produksi di lapangan, sebagaimana pada tabel 1dengan
memakai data terkoreksi memperlihatkan bahwa neraca produksi kebutuhan beras sudah
negatif sejak 2010.
Tabel 1 : Produksi beras “as produced” dan data terkoreksi pada tingkat siap konsumsi
(as consumed), serta perkiraan permintaan beras tahun 2015-2025
Sumber : Sumarno, “ANTISIPASI DEFISIT PANGAN BERAS SEPULUH TAHUN YANG AKAN DATANG”
prosiding “Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi X” Jakarta – 19 – 21 November 2012
1
BKKBN Pusat pada http://www.riauterkini.com/sosial.php?arr=44150 pada 2012-12-25
1
2. Untuk memperoleh produksi 68 juta ton gkg pada tahun 2022 akan berhadapan dengan lebih
banyak masalah, yang utama adalah luas lahan sawah menyusut karena konversi lahan;
ketersediaan air berkurang; Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) lebih tinggi
intensitasnya; tenaga kerja di lapangan semakin mahal dan sulit diperoleh; dan harga sarana
produksi semakin mahal. Walaupun prognosa kebutuhan produksi beras masih termasuk
dalam kisaran kapasitas produksi maksimal dari sumberdaya lahan yang ada, namun
diperlukan tindakan antisipasi oleh adanya kemungkinan terjadi perubahan pola iklim yang
ekstrim (climate change) sehingga mengganggu kemampuan produksi pangan nasional.2
Climate change mempunyai dampak yang nyata pada sektor pertanian, yaitu antara lain
terjadinya pergeseran awal musim, penurunan luas panen karena kenaikan muka air laut,
dan kekeringan dan banjir yang diskontinyu. 3 Lebih jauh lagi fenomena perubahan iklim
global mempengaruhi Kemampuan produksi dan pembentukan stok pangan; fluktuasi
penawaran dan permintaan pangan di pasar internasional; folatilitas harga pangan
internasional; 4
Hal lainnya yang mempengaruhi ketahanan pangan nasional5 berupa permasalahan yang ada
pada kerangka pasar global yaitu kenaikan dan fluktuasi harga minyak bumi yang tinggi
akan meningkatkan kompetisi pemanfaatan komoditas antara pangan dan energi; Kebijakan
perdagangan tiap negara cenderung mendahulukan ketahanan pangan domestiknya, sehingga
pasar pangan internasional semakin tidak menentu dan semakin tidak dapat diramalkan;
Jumlah penduduk dunia terus meningkat dan konsumsi beras/kapita terus naik, terutama dari
negara-negara miskin Asia dan Afrika, meningkatkan total kebutuhan pangan, juga beras;
Penduduk miskin dan rawan pangan sangat besar, sekitar 1/6 penduduk dunia (+ 1 milyar).
Dalam negeri sendiri, tantangan Ketahanan Pangan berupa Produksi pangan tidak
dihasilkan secara merata, bersifat musiman dan bervariasi sesuai kemampuan antar daerah;
Konversi lahan pertanian masih tinggi dan tidak terkendali; Kompetisi pemanfaatan dan
degradasi sumber daya air semakin meningkat; Infrastruktur pertanian/pedesaan masih
kurang memadai; Prasarana dan sarana transportasi belum memadai, sehingga biaya
distribusi pangan relatif tinggi; Laju pertumbuhan penduduk yang masih tinggi (periode
2
Sumarno “ANTISIPASI DEFISIT PANGAN BERAS SEPULUH TAHUN YANG AKAN DATANG” prosiding
“Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi X” Jakarta – 19 – 21 November 2012
3
Hasil rapat Pra Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) X Pada tanggal 17 Juli 2012 dan 20 Juli 2012 yang
diselenggarakan oleh Badan POM
4
Bahan kuliah Dr. Ir. Endang Sugiharti, MSi pada program KSKN angkatan 32 UI, Jakarta tahun 2012
5
Ibid
2
3. 2000-2010 = 1,49%/th); Konsumsi beras per kapita masih tinggi (139,15 kg/kapita/th);
Beberapa daerah rawan bencana: (kerawanan pangan transien) ; Masih terdapat daerah dan
masyarakat miskin: (kerawanan pangan kronis)6
Ketahanan Pangan Nasional juga terkait erat dengan status gizi masyarakat, hal ini terlihat
pada dua indikator pada tujuan pertama Millenium Development Goals ( MDGSs yang
dikeluarkan PBB pada tahun 2008. Tujuan pertama dari MDGs adalah bahwa pada tahun
2015 nanti setiap negara diharapkan mampu untuk menurunkan kemiskinan dan kelaparan
separuh dari kondisi awal pada tahun 1990. Dua dari lima indikator sebagai penjabaran tujuan
pertama MDGs adalah menurunnya prevalensi gizi kurang pada anak balita (indikator
keempat) dan menurunnya jumlah penduduk defisit energi atau kelaparan (indikator kelima).
Kedua indikator tersebut mencerminkan tingginya keterkaitan antara kondisisi ketahanan
pangan dengan status gizi masyarakat.7
Ketahanan Pangan Nasional adalah prioritas nasional, sehingga ada beberapa hal penting
yang mesti dilakukan untuk mempertahankan ketahanan pangan dari ancaman climate
change serta Permasalahan global lainnya dan permasalahan lokal terhadap Ketahanan
Pangan Nasional serta keterkaitannya dengan status gizi masyarakat yang mempengaruhi
produksi dan konsumsi pangan masyarakat, memerlukan sejumlah kebijakan yang mesti
diambil pemerintah untuk mengatasinya antara lain Intensifikasi (peningkatan produksi per
hektar), Ekstensifikasi (perluasan areal tanah), Diversifikasi Pangan (mengurangi konsumsi
beras dengan karbohidrat lainnya), Mengurangi bertambahnya jumlah penduduk
(1,4%/tahun), Penggunaan teknologi Biotek yang merupakan inovasi yang mempunyai
“kemampuan untuk mengatur perubahan sebagai suatu peluang bukan suatu ancaman”.8
Diversifikasi pangan menjadi salah satu pilar utama dalam mewujudkan ketahanan pangan.
Diversifikasi konsumsi pangan tidak hanya sebagai upaya mengurangi ketergantungan pada
beras tetapi juga upaya peningkatan perbaikan gizi untuk mendapatkan manusia yang
berkualitas dan mampu berdaya saing dalam percaturan globalisasi.
BAB II : PERAN DIVERSIFIKASI PANGAN DALAM MENUNJANG SWASEMBADA
BERAS UNTUK MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN NASIONAL
6
Ibid
7
Dewan Ketahanan Pangan, “Buku Indonesia Tahan Pangan 2015” 2009
8
Hasil rapat Pra Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) X Pada tanggal 17 Juli 2012 dan 20 Juli 2012 yang
diselenggarakan oleh Badan POM
3
4. Di antara negara ASEAN, Indeks Ketahanan Pangan global Indonesia pun menempati posisi
kelima dari tujuh negara yang dievaluasi karena terus-menerus menggantungkan pemenuhan
kebutuhan pangan pokok dari impor seperti yang ditunjukan tabel berikut ini :
Tabel 2 : Food Security Index Negara Asia Tenggara
Negara Kategori Indeks
Malaysia good 63,9
Thailand good 57,9
Vietnam moderate 50,4
Filipina moderate 47,1
Indonesia moderat 46,8
Myanmar moderat 37,2
Kamboja moderat 30,0
Sumber: Economist Intelligence Unit
Indonesia hanya memperoleh level moderat dengan peringkat ke-64 dari 105 negara dalam
Indeks Ketahanan Pangan yang dirilis Economist Intelligence Unit. Di ASEAN, Indonesia
hanya tercatat di urutan kelima dari tujuh negara kawasan yang termasuk dalam Indeks
Ketahanan Pangan. Di peringkat pertama Asia Tenggara terdapat Malaysia, disusul Thailand,
Vietnam, dan Filipina Pemeringkatan dilakukan menggunakan 25 indikator yang terbagi ke
dalam tiga kategori besar, yakni jangkauan dan akses finansial, ketersediaan, kualitas dan
keamanan pangan. Berdasarkan data EIU, ketahanan pangan suatu negara terukur ketika
penduduk memiliki akses fisik, sosial, dan ekonomi untuk memenuhi makanan bernutrisi
yang dibutuhkan bagi kesehatan dan berkegiatan. Indonesia cukup menonjol pada kategori
persediaan pangan. Pada indikator volatilitas persediaan pangan, Indonesia memasuki
peringkat kedua di Asia dengan skor 98,4, di bawah China yang mendapat skor 100. Salah
satu tantangan terbesar Indonesia yakni pembenahan infrastruktur dasar pertanian untuk
mendukung akses logistik dan kegiatan pertanian. Pembangunan jalan perdesaan masih
dibutuhkan. Petani seringkali harus menghabiskan biaya banyak untuk distribusi. sistem
irigasi dan jembatan juga merupakan tantangan. Selanjutnya Penyuluhan terkait pertanian
yang tidak terorganisir juga menjadi kendala karena perubahan struktur pemerintah daerah
yang desentralisasi saat ini justru menghambat proses edukasi petani. Tatangan lainnya
adalah regulasi yang rumit terhadap perizinan produk bahan baku pangan terbaru.9
9
http://www.bisnis.com/articles/indeks-ketahanan-pangan-daya-dukung-infrastruktur-jadi-penghambat-di-indonesia 31 12
2012
4
5. Posisi ketahanan pangan Indonesia berada di bawah Filipina, pesaing dalam kelompok negara
pengimpor beras terbesar di dunia. Impor itu sudah terjadi di hampir semua komoditas
pertanian seperti beras, jagung, kedelai, gandum, dan gula. Bahkan gandum, 100% diimpor di
antaranya dari Turki, Australia, dan AS. Namun dalam acara di Kementerian Keuangan,
Jakarta, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan reformasi agraria harus
disukseskan agar Indonesia bisa memproduksi pangan lagi. Menurut Presiden, pemerintah
memiliki anggaran untuk meningkatkan swasembada pangan, di antaranya target surplus 10
juta ton beras pada 2014.10
Pembangunan Ketahanan Pangan Nasional dinyatakan dalam Undang-Undang Nomor 18
Tahun 2012 tentang pangan yang dikeluarkan pada tanggal 17 November 2012 yang
menyatakan bahwa Ketahanan Pangan adalah kondisi terpenuhinya Pangan bagi negara
sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya Pangan yang cukup, baik
jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak
bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat,
aktif, dan produktif secara berkelanjutan.
Dalam undang-undang tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa kondisi terpenuhinya
Pangan ini tidak dimaksudkan sebagai kemandirian pangan ( swasembada pangan) karena
kondisi terpenuhinya pangan bisa diadakan melalui produksi dalam negeri, cadangan pangan
nasional dan impor. Sedangkan kemandirian pangan adalah kemampuan negara dan bangsa
dalam memproduksi Pangan yang beraneka ragam dari dalam negeri. Hal ini ditegaskan
dalam undang-undang tersebut bahwa Ketersediaan Pangan adalah kondisi tersedianya
Pangan dari hasil produksi dalam negeri dan Cadangan Pangan Nasional serta impor apabila
kedua sumber utama tidak dapat memenuhi kebutuhan. Jadi jelas, dari Undang-undang
tentang pangan, ketahanan pangan adalah produksi dalam negeri ditambah impor. Kebutuhan
adalah konsumsi ditambah cadangan. Apabila produksi dalam negeri telah mencapai
swasemba impor masih bisa dilakukan karena ada cadangan (surplus) yang mesti dipenuhi,
misalnya untuk beras sebesar 10 juta ton ditahun 2014. Impor tidak langsung berhubungan
dengan swasembada beras tapi berhubungan langsung dengan ketahanan pangan atau impor
mesti dilihat dari kacamata ketahanan pangan dulu setelahnya baru dari kacamata
kemandirian pangan (swasembada pangan).
10
http://www.mediaindonesia.com/read/2012/07/07/336333/265/114/Ketahanan-Pangan-Rawan 2012-12-14
5
6. Sedangkan Penganekaragaman Pangan (diversifikasi pangan) adalah upaya peningkatan
ketersediaan dan konsumsi Pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan berbasis pada
potensi sumber daya lokal. Dapat juga ditarik kesimpulan, diversifikasi pangan adalah
upaya peningkatan ketersediaan (supply) dan konsumsi (demand) pangan yang beragam, ada
diversifikasi kertersediaan pangan dan ada diversifikasi konsumsi pangan.
Diversifikasi Pangan memang bertujuan mengurangi konsumsi beras dan
menggantikannya dengan karbohidrat lainnya sebagai pangan pokok, hal ini akan
menurunkan permintaan terhadap beras dan juga berarti penurunan penyediaaan beras,
selanjutnya akan menurunkan level swasembada beras. Dengan turunnya level swasembada
beras, tekanaan terhadap keharusan memenuhi penyediaan beras sebagai bagian dari
kecukupan pangan juga berkurang dan hal ini mendukung Ketahanan Pangan. Kecukupan
pangan diisi dengan pangan karbohidrat lainnya dari pangan yang berbasis pada potensi
sumber daya lokal sehingga persyaratan Ketahanan Pangan yaitu pangan itu harus cukup
baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak
bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat,
aktif, dan produktif secara berkelanjutan, dapat terpenuhi.
Sejak tahun 2008 Indonesia sudah mencapai swasembada beras. Produksi beras saat ini
sudah mencukupi untuk kebutuhan konsumsi nasional. Tahun 2012 produksi beras nasional
diperkirakan mencapai 38,564 juta ton, lebih banyak dari kebutuhan konsumsi beras nasional
sebesar 33,035 juta ton. Artinya Indonesia sudah mencapai swasembada beras, masih ada
surplus sekitar 3-4 juta ton. Tapi pemerintah tetap membuka keran impor. Impor beras itu
untuk tambahan cadangan ketahanan pangan. atau memperkuat stok surplus.11
Angka kebutuhan konsumsi nasional semestinya ditambah target stok (surplus) setiap
tahunnya sehingga adanya impor yang terus dilakukan menunjukan ketahanan pangan dapat
dengan mudah terganggu apabila situasi permintaan dan penawaran beras internasional
terganggu. Stok surplus ini sangat berguna dan tidak bisa dihindarkan dalam perencanaan
pangan karena bisa dipakai menstabilkan harga beras jika ada spekulan bermain di pasar.
Sedangkan impor beras menunjukan adanya potensi dominasi asing yang bisa mengganggu
ketahanan pangan. Artinya ketahanan pangan sebagaimana yang didefinisikan Undang-
Undang no 18 tahun 2012 maupun undang-undang sebelumnya pada tahun 1996 memang
11
Wakil Menteri Pertanian, Rusman Heriawan, “Pemerintah Tetap Impor Beras Meski Swasembada” pada
http://www.tempo.co/read/news/2012/09/26/090432062/Pemerintah-Tetap-Impor-Beras-Meski-Swasembada diunduh pada
2012-12-24
6
7. tidak diartikan sebagai kemandirian pangan dan tentunya akan menurunkan kebijakan yang
berbeda jika ketahanan pangan sama dengan kemandirian pangan yang mungkin mengarah
pada kebijakan proteksi produksi dan subsidi petani untuk pupuk, land reform dan lain
sebagainya. Dengan definisi yang ada, ketahanan pangan rentan karena walaupun
swasembada tercapai (tanpa memasukan stok beras sebagai kebutuhan) impor akan tetap
dilakukan sehingga masih diperlukan kebijakan diversifikasi pangan agar permintaan beras
menurun setiap tahunnya.12
Diversifikasi Pangan juga diperlukan karena suatu penelitian menunjukan bahwa persediaan
pangan yang cukup secara nasional ternyata tidak menjamin adanya ketahanan pangan
tingkat regional maupun rumah tangga/individu.13
BAB III : PERMASALAHAN
Permasalahan terkait Diversifikasi Pangan yang menarik muncul dari pejabat terkait yang
mengatakan bahwa Diversifikasi pangan berjalan di tempat14, apabila diversifikasi pangan
itu diukur dengan skor PPH maka Skor PPH pada 2011 baru mencapai 77,3 dari skor ideal
100. Skor tersebut muncul karena konsumsi karbohidrat dari sumber pangan umbi-umbian
relatif kecil dan cenderung menurun, padahal konsumsi terigu meningkat terus. 15 Adanya
kecenderungan penurunan proporsi konsumsi pangan berbasis sumberdaya lokal ; Cukup
tingginya kesenjangan mutu gizi konsumsi masyarakat desa dan kota;
Selanjutnya AKG Angka Kecukupan Gizi) perlu di updating sesuai perkembangan pola
hidup dan aktivitas masyarakat, terjadi ketidak seimbangan gizi pada masyarakat, adanya
masalah Keamanan pangan dan kasus-kasus keracunan pangan.16
12
Bandingkan dengan kondisi 1995/1996 yang menyatakan : Sasaran pembangunan pangan pada Repelita VI
(1995/1996) adalah makin mantapnya ketahanan pangan yang dicirikan oleh terpeliharanya kemantapan
swasembada pangan secara dinamis. Sasaran tersebut terkait erat dengan sasaran diversifikasi pangan serta
peningkatan kualitas konsumsi pangan dalam rangka mewujudkan pola pangan yang bermutu gizi seimbang.
diunduh dari www.bappenas.go.id/get-file-server/node/6578/ - 2012-12-25
13
Saliem, HP.,M.Ariani, Y.Marisa, T.B. Purwantini dan EM Lokollo.2001. Analisis Ketahanan Pangan Tingkat Rumah
Tangga dan Regional. Laporan Hasil Penelitian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial dan Ekonomi Pertanian, Badan
Litbang Departemen Pertanian, Bogor.
14
Kepala LIPI dalam laporannya selaku Ketua Panitia Pengarah WNPG X ,Jakarta 20 November 2012
15
http://www.sehatnews.com/2012/06/12/pola-konsumsi-pangan-masyarakat-indonesia-belum-bergizi-seimbang/25 12 2012
16
Kepala LIPI dalam laporannya selaku Ketua Panitia Pengarah WNPG X ,Jakarta 20 November 2012
7
8. Pola konsumsi pangan masyarakat Indonesia pada saat ini umumnya masih timpang, belum
beragam dan bergizi seimbang karena masyarakat terlalu banyak mengonsumsi beras 17, hal
ini terlihat pada permintaan beras untuk dikonsumsi terus meningkat sejalan dengan
pertumbuhan penduduk; Permintaan terhadap beras itu juga semakin meningkat karena
masyarakat pemakan non-beras cenderung beralih ke beras sebagai dampak perubahan
kondisi sosial, ekonomi dan budaya; Dari sisi dampak perubahan iklim global menyebabkan
risiko produksi dan harga beras meningkat.
Sedangkan dari sisi teknologi dan ekonomi, permasalahan diversifikasi pangan adalah
Lambatnya perkembangan, penyebaran dan penyerapan teknologi pengolahan pangan lokal
untuk meningkatkan nilai gizi, nilai ekonomi, nilai sosial, citra dan daya terima ; Belum
berkembangnya agro industri pangan yang berbasis sumberdaya lokal ; belum optimalnya
pemberian insentif bagi dunia usaha dan masyarakat pengembang aneka produk olahan
pangan lokal ; Kurangnya fasilitas pemberdayaan ekonomi untuk meningkatkan aksesibilitas
pangan Beragam, Bergizi, Berimbang, Aman dan Halal (3B-AH) 18
Dari sisi penerimaan masyarakat, diversifikasi pangan terhambat dari kebiasaan masyarakat
lokal. Pemerintah sendiri mengakui proses diversifikasi pangan masih sangat sulit diterapkan
karena masih terhambat pola pikir masyarakat. 19 Seperti di Kupang, NTT, masalah
diversifikasi pangan justru terletak pada pangan lokal itu sendiri, seorang pengamat
mengatakan “Mengonsumsi pangan lokal seperti jagung bose, pisang rebus, ubi-ubian, dinilai
merendahkan martabat pengonsumsi, bahkan ketika kedapatan mengonsumsi pangan tersebut
dianggap sudah kelaparan,”20
Dari segi kelembagaan yang menangani pertanian, ketahanan pangan, diversifikasi pangan,
terfragmentasi diantara beberapa lembaga yang menimbulkan ego sektoral sehingga
kontinuitas program dan kegiatan terkait tidak berjalan lancar dan tidak fokus.
BAB IV : ANALISIS DAN PEMBAHASAN
17
Kepala Badan Ketahanan Pangan pada http://www.tempo.co/read/news/2012/09/14/090429500/Pemerintah-Akui-
Diversifikasi-Pangan-Sulit 2012-12-26
18
Dr. Ir. Endang Sugiharti, MS.i, Bahan Kuliah Ketahanan Pangan, Program KSKN- UI, Jakarta 2012
19
Gayatri K. Rana, BKP, pada http://www.tempo.co/read/news/2012/09/14/090429500/Pemerintah-Akui-Diversifikasi-
Pangan-Sulit 2012-12-26
20
Leta Rafael Levis pada http://www.iposnews.com/2012/06/09/nasi/ diunduh 18 12 2012
8
9. IV.A. INDIKATOR DIVERSIFIKASI KONSUMSI PANGAN
Sejarah diversifikasi pangan di Indonesia dimulai pada saat diresmikannya Fakultas
Pertanian Universitas Indonesia pada 27 April 1952. Pada saat peletakan batu pertama
Presiden Soekarno dalam pidato sambutannya menyerukan penganekaragaman bahan
makanan pokok pengganti beras. Saat itu, penduduk Indonesia yang berjumlah 75 juta jiwa
membutuhkan sekitar 6,5 juta ton beras. Karena produksi dalam negeri hanya sekitar 5,5 juta
ton, maka sisanya harus didatangkan dari luar negeri. Kenyataannya gerakan itu hanya
menyentuh sebagian besar elite, tidak menjamah semua lapisan masyarakat yang justru
menempati urutan kuantitas terbesar dari penduduk Indonesia. Ironisnya lagi, yang
dianjurkan hanya golongan masyarakat nonpegawai negeri sipil dan Angkatan Bersenjata
Republik Indonesia (ABRI). Kedua golongan itu justru memperoleh jatah pembagian beras
setiap bulan. Sebaliknya, rakyat harus mengantre untuk bisa memperoleh jatah beras murah
yang jumlahnya sangat terbatas.21 Selanjutnya pada tahun 1960 Pemerintah mencanangkan
Program Perbaikan Mutu Makanan Rakyat. Sembilan tahun kemudian, 1969, Pemerintah
mempopulerkan slogan “Pangan Bukan Hanya Beras” tujuannya dengan memanfaatkan
bahan pangan lokal untuk pengganti beras disebut Beras Tekad yang terbuat dari Singkong
Selanjutnya terbitlah INPRES Nomor 14 Tahun 1974 tentang Perbaikan Mutu Makanan
Rakyat dan disempurnakan dengan Inpres Nomor 20 Tahun 1979 tentang
Menganekaragamkan Jenis Pangan dan Meningkatkan Mutu Gizi Makanan Rakyat.
Pada periode 1993 - 1998 Program Diversifikasi Pangan dan Gizi dilaksanakan oleh
Departemen Pertanian. Lalu di tahun 1989 Pemerintah mendirikan Kantor Menteri Negara
Urusan Pangan dengan Program “Aku Cinta Makanan Indonesia”. Kemudian keluarkan UU
No.7 tahun 1996 Tentang Pangan, diikuti oleh PP Nomor 68 tahun 2002 Tentang Ketahanan
Pangan; Perpres No. 22 Tahun 2009 tentang “Percepatan Penganekaragaman Konsumsi
Pangan Berbasis Sumberdaya Lokal” ; Permentan No. 43 Tahun 2009 tentang Gerakan
Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP); Peraturan Menteri Pertanian
No.65/Permentan/ OT.140/12/2010 tentang SPM Bidang Ketahanan Pangan Propinsi dan
Kabupaten/Kota dan yang terbaru adalah UU No 8 Tahun 2012 tentang Pangan.
Undang-Undang terbaru ini menyebutkan bahwa Penganekaragaman Pangan merupakan
upaya meningkatkan Ketersediaan Pangan yang beragam dan yang berbasis potensi sumber
21
Her Suganda, Wartawan di Jawa Barat pada http://mediatani.wordpress.com/2008/03/10/masalah-diversifikasi-pangan/
diunduh 18 12 2012
9
10. daya lokal untuk memenuhi pola konsumsi Pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan
aman; mengembangkan usaha Pangan; dan/atau meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Penganekaragaman Pangan Dilakukan dengan penetapan kaidah Penganekaragaman Pangan;
serta pengoptimalan Pangan Lokal;
Undang-Undang terbaru ini juga menyatakan Penganekaragaman Konsumsi Pangan
merupakan kewajiban Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk memenuhi kebutuhan Gizi
masyarakat dan mendukung hidup sehat, aktif, dan produktif. Penganekaragaman konsumsi
Pangan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dan mem budayakan pola
konsumsi Pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan aman serta sesuai dengan potensi dan
kearifan lokal.
Perlunya peningkatan kesadaran masyarakat dan membudayakan pola konsumsi pangan
yang beragam berangkat dari kenyatan bahwa pola pangan pokok utama Indonesia
mengarah ke pola tunggal yaitu beras. Suatu analis22 menunjukan :
1. Semua propinsi di Indonesia pada tahun 1979 mempunyai pola pangan pokok utama
beras dan pada tahun 2005 posisi tersebut masih tetap, kalaupun berubah hanya terjadi
pada pangan kedua, antara jagung dan umbi-umbian;
2. Di KTI, pola pangan tunggal berupa beras pada tahun 1979 hanya terjadi di satu
propinsi yaitu Kalimantan Selatan, namun pada tahun 1996 sudah menjadi 8 propinsi
yaitu Kalsel, Kalbar, Kalteng, Kaltim, NTB, Sulsel, Sulut dan Sulteng;
3. Pada tahun 1993, sebagian besar propinsi mempunyai pola pangan pokok yang sudah
mengarah ke pola tunggal yaitu beras. Kecenderungan ini terjadi pada masyarakat
kaya dan miskin,
4. Pada tahun 2002, pangan pokok kedua masyarakat sudah tidak dari umbi-umbian atau
jagung tetapi dari mie. Perubahan ini semakin signifikan pada tahun 2005, semua
masyarakat di kota atau desa dan kaya atau miskin hanya mempunyai satu pola
pangan pokok yaitu beras dan mie.
Terjadi pergeseran pola pangan pada periode 2002 -2005 disebabkan keberhasilan kampanye
produsen mie instan untuk membuat mie sebagai makanan Indonesia dan pergeseran ini
menyebabkan penurunan konsumsi beras namun penurunan konsumsi beras ini tidak
diimbangi oleh peningkatan konsumsi pangan lokal seperti umbi-umbian, sagu dan jagung,
22
Hasil analisis dengan menggunakan series data Susenas yang dilakukan oleh Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan
Pertanian serta Badan Ketahanan Pangan, Departemen Pertanian
10