Letak Geografis Kerajaan Buleleng
Sumber Sejarah Kerajaan Buleleng
Sumber Sejarah Kerajaan Buleleng
Kehidupan Politik Kerajaan Buleleng : Raja-raja Kerajaan Buleleng (Dinasti Warmadewa), Raja-raja Kerajaan Buleleng (Wangsa Panji Sakti), Raja-raja Kerajaan Buleleng (Wangsa Karangasem), Raja-raja Kerajaan Buleleng (Wangsa Panji Sakti)
Kehidupan Ekonomi Kerajaan Buleleng
Kehidupan Budaya Kerajaan Buleleng : Prasasti
Cap Materai kecil dari tanah liat yang disimpan dalam stupa kecil
Arca misalnya arca durga
Dua kitab undang-undang yang dipakai pada masa pemerintahan Jayasakti yaitu Uttara Widdhi Balawan dan Rajawacana/Rajaniti
Pada zaman Jayasakti agama Budha dan Syiwa berlambang dengan baik bahkan raja sendiri disebut sebagai penjelmaan dewa Wisnu (airan Waisnawa)
Prasasti di Bali paling banyak menggunakan bahasa Jawa kuno sehingga hubungan dengan Jawa diperkirakan terjalin dengan baik.
Pada prasasti-prasasti sebelum pemerintahan Raja Anak Wungsu, telah disebut beberapa jenis seni yang ada pada waktu itu. Namun baru pada zaman Raja Anak Wungsu dapat membedakan jenis seni ke dalam dua kelompok besar, yaitu seni keraton dan seni rakyat yang biasanya berkeliling menghibur rakyat. Berikut jenis-jenis seni yang berkembang pada masa itu :
a) Patapukan (atapuk / topeng)
b) Pamukul (amukul / penabuh gamelan)
c) Abanwal (permainan badut)
d) Abonjing (bujing musik Angklung)
e) Bhangin (peniup suling)
f) Perbwayang (permainan wayang)
Kehidupan Keagamaan Kerajaan Buleleng :
Agama Hindu Syiwa mendominasi kehidupan masyarakat Buleleng. Tetapi tradisi megalitik masih mengakar kuat dalam masyarakat Buleleng. Kondisi ini dibuktukan dengan ditemukannya beberapa bangunan pemujaan seperti punden berundak di sekitar pura-pura di Hindu. Pada masa pemerintahan Janasadhu Warmadewa agama Budha mulai berkembang. Perkembangan ini ditandai dengan penemuan unsure-unsur Budha seperti arca Budha di Gua Gajah dan stupa di pura Pegulingan.
Agama Hindu dan Budha mulai mendapat peranan penting pada masa Raja Udayana. Pada masa ini pendeta Syiwa dan brahmana Budha diangkat sebagai salah satu penasehat raja. Masyarakat Buleleng menganut agama Hindu Waesnawa.
Sejarah Kerajaan Singasari ; Latar belakang kerajaan, kondisi politik dan pemerintahan, penyebab keruntuhan serta tradisi kerajaan yang masih ada hingga sekarang.
Sejarah Kerajaan Singasari ; Latar belakang kerajaan, kondisi politik dan pemerintahan, penyebab keruntuhan serta tradisi kerajaan yang masih ada hingga sekarang.
Kerajaan Singosari ( Singhasari / Singasari )dan Kerajaan MajapahitGrace N. Roselina
Sejarah Indonesia Kelas X SMK Pedagang, Penguasa, dan Pujangga Pada Masa Klasik (Hindu dan Budha) Kerajaan Singhasari (Singosari / Singosari) dan Kerajaan Majapahit.
ppt profesionalisasi pendidikan Pai 9.pdfNur afiyah
Pembelajaran landasan pendidikan yang membahas tentang profesionalisasi pendidikan. Semoga dengan adanya materi ini dapat memudahkan kita untuk memahami dengan baik serta menambah pengetahuan kita tentang profesionalisasi pendidikan.
Fundamental gerakan pramuka merupakan dasar dasar apa saja yang harus dimiliki oleh seorang pramuka
Fundamental Gerakan Pramuka meliputi :
1. Definisi dari istilah Pramuka, Pendidikan Kepramukaan, Kepramukaan dan Gerakan Pramuka
2. Tujuan Gerakan Pramuka ( Karakter, Keterampilan, Kebangsaan)
3. Kurikulum Pendidikan Kepramukaan ( SKU, SKK, SPG )
4. PDK dan MK (PDK= Prinsip Dasar Kepramukaan , MK= Metode Kepramukaan )
5. Sistem Among dan Kiasan Dasar
6. Pengembangan Karakter SESOSIF
7. Ketrampilan Kepramukaan dan Teknik Kepramukaan
8. Indikator Ketercapaian Tujuan ( Happy, Healthy, Helpful, Handycraft )
9. Tujuan Akhir (Hidup Bahagia, Mati Bahagia )
Tentang Fundamental Gerakan Pramuka tersebut dapat dijabarkan sbb :
1. Definisi
a. Pramuka adalah setiap warga negara Indonesia yang secara sukarela aktif dalam pendidikan Kepramukaan serta berusaha mengamalkan Satya Pramuka dan Darma Pramuka.
b. Pendidikan Kepramukaan adalah proses pembentukan kepribadian, kecakapan hidup, dan akhlak mulia pramuka melalui penghayatan dan pengamalan nilai-nilai kepramukaan.
c. Kepramukaan adalah proses pendidikan nonformal di luar lingkungan sekolah dan diluar linkungan keluarga dalam bentuk kegiatan menarik, menyenangkan, sehat, teratur, terarah, praktis yang dilakukan di alam terbuka denga Prinsip Dasar Kepramukaan dan Metode Kepramukaan, yang sasaran akhirnya pembentukan watak, akhlak, dan budi pekerti luhur (SK Kwarnas No. 231 Tahun 2017)
d. Gerakan Pramuka adalah organisasi yang dibentuk oleh pramuka untuk menyelenggarakan pendidikan Kepramukaan
b. 8 MK (Metode Kepramukaan), meliputi:
1. Pengamalan Kode Kehormatan Pramuka;
2. Belajar sambil melakukan;
3. Kegiatan berkelompok, bekerjasama, dan berkompetisi;
4. Kegiatan yang menarik dan menantang;
5. Kegiatan di alam terbuka;
6. Kehadiran orang dewasa yang memberikan bimbingan, dorongan, dan dukungan;
7. Penghargaan berupa tanda kecakapan; dan
8. Satuan terpisah antara putra dan putri.
5. Sistem Among dan Kiasan Dasar
Dalam melaksanakan pendidikan kepramukaan digunakan Sistem Among.
Sistem Among merupakan proses pendidikan kepramukaan yang membentuk peserta didik agar berjiwa merdeka, disiplin, dan mandiri dalam hubungan timbal balik antarmanusia.
Sistem Among memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan diri dengan bimbingan orang dewasa melalui prinsip kepemimpinan sebagai berikut:
Ing ngarso sung tulodo maksudnya di depan menjadi teladan;
Ing madyo mangun karso maksudnya di tengah membangun kemauan; dan
Tutwuri handayani maksudnya di belakang memberi dorongan ke arah kemandirian yang lebih baik.
. Pengembangan Karakter SESOSIF
Di dalam SKU, SKK, dan SPG mengandung inti SESOSIF, yaitu : Spiritual, Emosional, Sosial, Intelektual, dan Fisik.
Yang kesemuanya itu ditumbuhkembangkan dalam diri seorang pramuka. Keterpaduan kelima area pengembangan diri itu akan mengantarkan sang Pramuka menjadi generasi bangsa yang unggul.
7. Ketrampilan Kepramukaan dan Teknik Kepramukaan
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondelferrydmn1999
Indonesia, negara kepulauan yang kaya akan keragaman budaya, suku, dan tradisi, memiliki Jakarta sebagai pusat kebudayaan yang dinamis dan unik. Salah satu kesenian tradisional yang ikonik dan identik dengan Jakarta adalah ondel-ondel, boneka raksasa yang biasanya tampil berpasangan, terdiri dari laki-laki dan perempuan. Ondel-ondel awalnya dianggap sebagai simbol budaya sakral dan memainkan peran penting dalam ritual budaya masyarakat Betawi untuk menolak bala atau nasib buruk. Namun, seiring dengan bergulirnya waktu dan perubahan zaman, makna sakral ondel-ondel perlahan memudar dan berubah menjadi sesuatu yang kurang bernilai. Kini, ondel-ondel lebih sering digunakan sebagai hiasan atau sebagai sarana untuk mencari penghasilan. Buku foto Lensa Kampung Ondel-Ondel berfokus pada Keluarga Mulyadi, yang menghadapi tantangan untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel warisan leluhur di tengah keterbatasan ekonomi yang ada. Melalui foto cerita, foto feature dan foto jurnalistik buku ini menggambarkan usaha Keluarga Mulyadi untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel sambil menghadapi dilema dalam mempertahankan makna budaya di tengah perubahan makna dan keterbatasan ekonomi keluarganya. Buku foto ini dapat menggambarkan tentang bagaimana keluarga tersebut berjuang untuk menjaga warisan budaya mereka di tengah arus modernisasi.
2. Kerajaan Buleleng Bali
Nama Kelompok4 :
1. Afani Nur Fauzziyah (02)
2. AlfinJanuarKristanti (03)
3. AryoHapsoroSahari (08)
4. Luthfi Nur Fadhilah (19)
5. Rinda OktiaWati (27)
6. Wida Samsi Yudani (31)
3. Letak Geografis Kerajaan Buleleng
Kerajaan buleleng merupakan kerajaan Hindu Budha tertua di Bali.
Kerajaan ini berkembang pada abad IX-XI Masehi. Kerajaan ini diperintah
oleh Dinasti Warmadewa. Kerajaan ini dapat dipelajari melalui Prasati
Belanjong, Penampahan, dan Melatgede. Kerajaan ini berpusat di Buleleng,
Bali bagian utara.
Kerajaan Buleleng terletak di pesisir pantai, yang menyebabkan
buleleng sering disinggahi kapal-kapal. Kerajaan ini didirikan sekitar
pertengahan abad ke-17 dan jatuh ke tangan Belanda pada tahun 1849.
Kerajaan ini dibangun oleh I Gusti Anglurah Panji Sakti dari Wangsa
Kepakisan dengan cara menyatukan seluruh wilayah-wilayah Bali Utara yang
sebelumnya dikenal dengan nama “Den Bukit”.
4. Letak geografis :
Kota Singaraja merupakan bagian dari wilayah administrasi
Kabupaten Buleleng. Batas-batas Kota Singaraja adalah :
– Sebelah Utara : Laut Bali
– Sebelah Selatan : Desa Gitit
– Sebelah Timur : Desa Kerobokan
– Sebelah Barat : Desa Pemaron
5. Secara geografis Kota Singaraja terletak di 8°3’40”-8°23’00”LS dan
114°25’55”-115°27’28” BT.
6. Sumber Sejarah Kerajaan Buleleng
1. Prasasti
Sebuah prasasti ditemukan di desa Sembiran yang berangka tahun
1065, berisi : “mengkana ya hana banyaga sakeng sabrangjong, bahitra,
rumunduk i manasa. ….. Artinya, andai kata ada saudagar dari seberang
yang datang dengan jukung bahitra datang berlabuh di manasa …..”
2. Parasasti Karang Rejo
7. 3. Manuscript Parasasti Buleleng
sedang dalam proses pasang
aksara Bali, yang kemudian
dikenal dengan Babad Buleleng
8. 4. Babad Buleleng
(Babad = kisah rekaan pujangga keraton sering dianggap sebagai
peristiwa sejarah)
5. Berita Cina :
Disebelah timur Kerajaan Kaling ada daerah Po-li atau Dwa-Pa-Tan yang
dapat disamakan dengan Bali,dengan adat istiadat yang sama dengan orang-
orang Kaling. Seperti:
Jenazah orang yang meninggal dihiasi emas dan dimasukkan sebatang
emas kedalam mulutnya serta diberi bau-bauan yang harum lalu
dibakar (Ngaben)
Penduduk biasa menulisi daun lontar
9. 6. Prasati Blanjong
Semacam tugu di Desa Blanjong dekat Sanur
yang berangka tahun 836 S atau 914 M.
Parasasti ini menyebut raja yang memerintah
Raja Kesari Warmadewa. Permukaan prasasti ditulis
sebagian dengan huruf Nagari (huruf India) dan
sebagian dengan huruf Bali, dari bangsa asing kitab
sejarah dinasti Tang.
10. Kehidupan Politik Kerajaan
Buleleng
Raja pertama yang berkuasa di Bali adalah Raja yang bernama
Khesari Warmadewa, istananya terletak di Sanghadwala.
Raja selanjutnya yang berkuasa adalah Ugrasena pada tahun 915M.
Ugrasena digantikan oleh Tabanendra Warmadewa (955-967 M). Tabanendra
kemudian digantikan oleh Jayasingha Warmadewa, ia membangun dua
buah pemandian di Desa Manukraya. Jayasingha kemudian digantikan
oleh Jayasadhu Warmadewa yang memerintah dari tahun 975-983 M.
11. Jayasadhu digantikan oleh adiknya Sri Maharaja Sri Wijaya Mahadewi,
seorang Raja perempuan. Ia kemudian digantikan oleh Dharmodayana yang
terkenal dengan nama Udayana yang naik takhta pada tahun 989 M.
Dharmodayana memerintah bersama Permaisurinya bernama
Gunapriyadharmapadmi, anak dari Raja Makutawangsawardhana dari Jawa
Timur.
Gunapriyadharmapadmi meninggal pada tahun 1001 M dan
dicandikan di Burwan. Udayana memerintah sampai tahun 1011 M.
Pada tahun itu, ia meninggal dan dicandikan di Banu Weka.
Pernikahannya dengan Gunapriya menghasilkan tiga orang putra yaitu,
Airlangga yang menikah dengan Putri Dharmawangsa (Raja Jawa
Timur), Marakata, dan Anak Wungsu.
12. Airlangga tidak memerintah di Bali, ia menjadi Raja di Jawa Timur.
Anak Udayana yang memerintah di Bali, yaitu Marakata yang memerintah
dari tahun 1011-1022, ia bergelar Dharmawangsawardhana Marakata
Pangkajasthana Uttuganggadewa.
Masa pemerintahan Marakata bersamaan dengan masa pemerintahan
Airlangga di Jawa Timur. Marakata adalah Raja yang sangat memperhatikan
kehidupan rakyatnya, sehingga ia dicintai dan dihormati oleh rakyatnya.
Marakata digantikan oleh adiknya Anak Wungsu, yang memerintah dari
tahun 1049-1077. Pada masa pemerintahannya, keadaan negeri sangat aman
dan tenteram.
13. Anak Wungsu tidak memiliki anak dari Permaisurinya. Ia meninggal
pada tahun 1077 M dan didharmakan di Gunung Kawi dekat Tampak
Siring. Beberapa Raja yang memerintah Kerajaan Bali setelah Anak Wungsu,
diantaranya Sri Maharaja Sri Walaprahu, Sri Maharaja Sri Sakalendukirana, Sri
Suradhipa, Sri Jayasakti, Ragajaya, dan yang lain sampai pada Paduka Bhatara
Sri Asta Asura Ratna sebagai Raja terakhir bali. Sebab pada tahun 1430 M,
bali ditaklukkan oleh Gajah Mada dari Kerajaan Majapahit.
Sejak bali ditaklukkan oleh Majapahit, Kerajaan di Bali diperintah
oleh Raja-raja yang berasal dari Keturunan Jawa (Jawa Timur).
14. 1. Raja Sri Ugra Sena
2. Raja Sri Kesari Warmadewa
3. Raja Candrabhayasinga Warmadewa
4. Raja Dharma Udayana Warmadewa
5. Raja Marakata
1. Gusti Anglurah Panji Sakti (1660-1697/1699)
2. Gusti Panji Gede Danudarastra (1697-1732)
3. Gusti Alit Panji (1732-1757/1765)
6. Raja Anak Wungsu
7. Seri Maharaja Seri Walaprabu
8. Seri Maharaja Seri Sukalendukirana
9. Seri Suradhipa
Raja-raja Kerajaan Buleleng (Dinasti Warmadewa) :
Raja-raja Kerajaan Buleleng (Wangsa Panji Sakti) :
4. Gusti Ngurah Panji (1757/1765)
5. Gusti Ngurah Jelantik ( 1757/1765-1780)
6. Gusti Made Singaraja (1793)
15. 1. Gusti Made Rahi (1849-1853)
2. Gusti Gede Karang (1806-1818)
3. Gusti Gede Ngurah Pahang (1818-1822)
4. Gusti Made Oka Sori (1822-1825)
5. Gusti Ngurah Made Karangasem (1825-1849)
1. Anak Agung Rai
Raja-raja Kerajaan Buleleng (Wangsa Karangasem) :
Raja-raja Kerajaan Buleleng (Wangsa Panji Sakti) :
6. Gusti Ketut Jelantik ( 1854-1872)
7. Anak Agung Putu Jelantik (1929-1944)
8. Anak Agung Nyoman Panji Tisna (1944-1947)
9. Anak Agung Ngurah Ketut Jelantik (1947-1950)
16. Kehidupan Ekonomi Kerajaan Buleleng
Kehidupan ekonomi bersektor pada pertanian, ada dalam Prasasti
Bulian. Komoditas yang terkenal di Buleleng adalah kuda.
1. Bertumpu pada sektor pertanian
2. Perdagangan antar pulau sudah cukup maju
3. Komoditas yang terkenal adalah kuda
4. Kerajaan Buleleng berada di tepi pantai sehingga menjadi pusat
perdagangan laut
17. Pada masa perkembangan Kerajaan Dinasti Warmadewa, Buleleng
diperkirakan menjadi salah satu daerah kekuasaan Dinasti Warmadewa.
Sesuai dengan letaknya yang ada di tepi pantai, Buleleng berkembang
menjadi pusat perdagangan laut. Hasil pertanian dari pedalaman diangkut
lewat darat menuju Buleleng.
Dari Buleleng barang dagangan yang berupa hasil pertanian seperti
kapas, beras, asam, kemiri, dan bawang diangkut atau diperdagangkan ke
pulau lain (daerah seberang). Perdagangan dengan daerah seberang
mengalami perkembangan pesat pada masa Dinasti Warmadewa yang
diperintah oleh Anak Wungsu.
18. Kehidupan Budaya Kerajaan Buleleng
1. Prasasti
2. Cap Materai kecil dari tanah liat yang disimpan dalam stupa kecil
3. Arca misalnya arca durga
4. Dua kitab undang-undang yang dipakai pada masa pemerintahan Jayasakti yaitu Uttara
Widdhi Balawan dan Rajawacana/Rajaniti
5. Pada zaman Jayasakti agama Budha dan Syiwa berlambang dengan baik bahkan raja
sendiri disebut sebagai penjelmaan dewa Wisnu (airan Waisnawa)
6. Prasasti di Bali paling banyak menggunakan bahasa Jawa kuno sehingga hubungan
dengan Jawa diperkirakan terjalin dengan baik.
HASIL BUDAYA
19. Pada prasasti-prasasti sebelum pemerintahan Raja Anak Wungsu, telah
disebut beberapa jenis seni yang ada pada waktu itu. Namun baru pada
zaman Raja Anak Wungsu dapat membedakan jenis seni ke dalam dua
kelompok besar, yaitu seni keraton dan seni rakyat yang biasanya berkeliling
menghibur rakyat. Berikut jenis-jenis seni yang berkembang pada masa itu :
a) Patapukan (atapuk / topeng)
b) Pamukul (amukul / penabuh gamelan)
c) Abanwal (permainan badut)
d) Abonjing (bujing musik Angklung)
e) Bhangin (peniup suling)
f) Perbwayang (permainan wayang)
20. Agama Hindu Syiwa mendominasi kehidupan masyarakat Buleleng.
Tetapi tradisi megalitik masih mengakar kuat dalam masyarakat Buleleng.
Kondisi ini dibuktukan dengan ditemukannya beberapa bangunan
pemujaan seperti punden berundak di sekitar pura-pura di Hindu. Pada
masa pemerintahan Janasadhu Warmadewa agama Budha mulai
berkembang. Perkembangan ini ditandai dengan penemuan unsure-unsur
Budha seperti arca Budha di Gua Gajah dan stupa di pura Pegulingan.
Kehidupan Keagamaan Kerajaan
Buleleng
21. Agama Hindu dan Budha mulai mendapat peranan penting pada masa
Raja Udayana. Pada masa ini pendeta Syiwa dan brahmana Budha diangkat
sebagai salah satu penasehat raja. Masyarakat Buleleng menganut agama
Hindu Waesnawa.