5. Menurut World Health Organization (2013),
hipertensi didefinisikan untuk menggambarkan
kondisi terjadinya kenaikan tekanan darah
sistolik besar dari atau sama dengan 140 mmHg
dan tekanan darah diastolik besar dari atau
sama dengan 90 mmHg dalam jangka waktu
tertentu.
Dimana semakin tinggi tekanan pada pembuluh
darah akan mengakibatkan jantung bekerja lebih
keras lagi untuk memompa darah dan bila
dibiarkan hal ini dapat berakibat buruk sehingga
memicu munculnya penyakit lain seperti
serangan jantung, gagal ginjal, stroke, kebutaan,
dan gangguan kognitif hingga pecahnya
pembuluh darah.
Salah satu pedoman yang digunakan di Indonesia
dalam menangani hipertensi adalah Joint National
Committee (JNC) 8 yang dikeluarkan pada tahun 2014.
Terdapat dua point baru yang diterbitkan dalam JNC 8
yaitu, pada pasien usia 60 tahun keatas terjadi
perubahan target tekanan darah sistolik menjadi <150
mmHg dan pada pasien dewasa dengan penyakit
gagal ginjal kronik atau diabetes menjadi <140/90
mmHg (Paul et al., 2014).
Hipertensi adalah penyakit umum yang secara
sederhana didefinisikan sebagai tekanan darah arteri
yang terus meningkat. Meningkatkan kesadaran dan
diagnosis hipertensi, dan meningkatkan kontrol
tekanan darah dengan pengobatan yang tepat
dianggap sebagai inisiatif kesehatan masyarakat
yang penting untuk mengurangi morbiditas dan
mortalitas kardiovaskular (Dipiro et al., 2017).
Menurut World Health Organization (2013),
7. Penyebab pasti hipertensi
primer/hipertensi essensial
sampai saat ini belum diketahui,
pada pasien hiertensi esensial
tidak ditemukan penyakit gagal
ginjal, renivaskuler maupun
penyakit lainnya.
Hipertensi sekunder/hipertensi
non essensial adalah hipertensi
yang disebabkan oleh penyakit
lain atau obat-obatan
tertentuyang dapat meningkatkan
tekanan darah.
Contoh : penggunaan pil KB,
penyakit ginjal
Hipertensi
Primer
Hipertensi
Sekunder
Etiologi Hipertensi
Berdasarkan penyebabnya, hipertensi terbagi dua:
11. Hipertensi adalah kondisi peningkatan tekanan darah sistemik yang
persisten. Tekanan darah merupakan hasil kali curah jantung dan
resistensi pembuluh darah perifer total. Berbagai faktor terlibat dalam
peningkatan tekanan darah adalah sebagai berikut ini:
1. Curah jantung dan volume darah
2. Sirkulasi kaliber pembuluh darah
3. Elastisitas dan reaktivitas
4. Mediator humoral stimulasi saraf
12. Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui
terbentuknya angiostensin II dari angiostensin I
oleh Angiostensin Converting Enzyme (ACE). ACE
memegang peran fisiologis penting dalam
mengatur tekanan darah. Darah mengandung
angiostensinogen yang diproduksi di hati.
Selanjutnya oleh hormon, renin (diproduksi oleh
ginjal) akan diubah menjadi angiostensin I oleh
ACE yang terdapat di paru-paru, angiostensin I
diubah manjadi angiostensin II. Angiostensin II
inilah yang memiliki peranan kunci dalam
menaikkan tekanan darah melalui dua aksi
utama.
Lukitaningtyas, D., & Cahyono, E. A. (2023). Hipertensi; Artikel Review. Jurnal Pengembangan Ilmu Dan Praktik
Kesehatan, 2(2), 100–117. Retrieved from http://e-journal.lppmdianhusada.ac.id/index.php/PIPK
13. Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi
hormone antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH
diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan
bekerja pada ginjal untuk mengatur osmolalitas
dan volume urin. Meningkatnya ADH, sangat
sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh
(antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan
tinggi osmolaritasnya. Untuk mengencerkannya,
volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan
dengan cara menarik cairan dari bagian
intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat
yang pada akhirnya akan meningkatkan
tekanan darah.
Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi
aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron
merupakan hormon steroid yang memiliki peranan
penting pada ginjal. Untuk mengatur volume
cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi
ekskresi NaCl (garam) dengan cara
mereabsorpsinya dari tubulus ginjal.
Lukitaningtyas, D., & Cahyono, E. A. (2023). Hipertensi; Artikel Review. Jurnal Pengembangan Ilmu Dan Praktik
Kesehatan, 2(2), 100–117. Retrieved from http://e-journal.lppmdianhusada.ac.id/index.php/PIPK
15. Definisi Hipertensi Diagnosis hipertensi ditegakkan bila TDS ≥140 mmHg
dan/atau TDD ≥90 mmHg pada pengukuran di klinik atau fasilitas layanan
kesehatan. Berdasarkan pengukuran TDS dan TDD di klinik, pasien
digolongkan menjadi sesuai dengan tabel 1 berikut.
16.
17. TDS=tekanan darah sistolik; TDD=tekanan
darah diastolik. Dikutip dari 2018 ESC/ESH
Hypertension Guidelines.
Meskipun hasil pengukuran tekanan darah
di klinik merupakan standar baku utama
dalam menegakkan diagnosis hipertensi,
pengukuran tekanan darah pasien secara
mandiri mulai digalakkan. Pemeriksaan ini
berupa HBPM dan ABPM
18. PENAPISAN DAN DETEKSI HIPERTENSI
Penapisan dan deteksi hipertensi direkomendasikan untuk semua pasien
berusia >18 tahun.
- Pada pasien berusia >50 tahun, frekuensi penapisan hipertensi ditingkatkan
sehubungan dengan peningkatan angka prevalensi tekanan darah sistolik.
- Perbedaan TDS >15 mmHg antara kedua lengan sugestif suatu penyakit
vaskular dan berhubungan erat dengan tingginya risiko penyakit
serebrokardiovaskular.
21. Diagnosis hipertensi ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang.
Anamnesis
Anamnesis yang dilakukan meliputi tingkat hipertensi dan lama menderitanya, pengobatan
antihipertensi sebelumnya, riwayat dan gejala- gejala penyakit yang berkaitan seperti penyakit
jantung koroner, penyakit serebrovaskuler dan lainnya. Apakah terdapat riwayat penyakit dalam
keluarga, gejala-gejala yang berkaitan dengan penyakit hipertensi, gejala kerusakan organ,
perubahan aktifitas atau kebiasaan sebagai faktor risiko hipertensi (seperti merokok, konsumsi
makanan, riwayat dan faktor pribadi, keluarga, lingkungan, pekerjaan, dan lain-lain) (Adrian,
2019).
Pemeriksaan Fisik
Menurut (Unger et al., 2020) pemeriksaan fisik yang menyeluruh dapat membantu memastikan
diagnosis hipertensi dan harus mencakup :
a. Sirkulasi dan jantung: Denyut nadi / ritme / karakter, denyut / tekanan vena jugularis, denyut
apeks, bunyi jantung ekstra, ronki basal, edema perifer, bising (karotis, abdominal,
femoralis), keterlambatan radio-femoralis.
b. Organ / sistem lain: Ginjal membesar, lingkar leher> 40 cm (obstructive sleep apnea),
pembesaran tiroid, peningkatan indeks massa tubuh (BMI) / lingkar pinggang, timbunan
lemak dan striae berwarna (penyakit / sindrom Cushing).
22. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Agestin (2020) pemeriksaan penunjang pada pasien dengan hipertensi antara lain :
a. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan pada penderita hipertensi meliputi pemeriksaan
hemoglobin dan hematokrit untuk melihat vaskositas serta indikator faktor risiko seperti
hiperkoagulabilitas dan anemia.
b. Elektrokardiografi
Pemeriksaan elektrokardiografi digunakan untuk mengetahui dan mendeteksi risiko komplikasi
kardiovaskuler pada penderita hipertensi seperti infark miokard akut atau gagal jantung.
c. Rontgen thoraks
Rontgen thoraks digunakan untuk menilai adanyakalsifikasi obstruktifkatupjantung, deposit kalsium pada
aorta, dan pembesaran jantung.
23. d. USG ginjal
USG ginjal digunakan untuk melihat adanya kelainan pada ginjal, misalnya batu ginjal atau kista
ginjal. USG ginjal juga digunakan untuk mengetahui aliran darah ke ginjal melalui pembuluh
darah dan arteri ginjal.
e. CT scan kepala
CT scan kepala dapat digunakan untuk mengetahui kondisi pembuluh darahke otak karena pada
penderita hipertensi terdapat kemungkinan terjadi penyumbatan pembuluh darah sehingga otak
tidak bisa menerima pasokan darah dan udara. Apabila pembuluh darah pecah atau tidak mampu
memberikan suplai darah dan oksigen ke otak dapat terjadi stroke. Penyakit stroke ini bisa
menyebabkan kelumpuhan atau tidak berfungsinya anggota tubuh dengan baik sehingga CT
Scan perlu dilakukan pada penderita hipertensi.
35. Iskemia didefinisikan sebagai suplai darah (sirkulasi) yang tidak mencukupi ke
area lokal karena penyumbatan pembuluh darah yang mensuplai area
tersebut. Iskemik berarti suatu organ (misalnya jantung) tidak mendapatkan
cukup darah dan oksigen. Penyakit jantung iskemik, disebut juga penyakit
jantung koroner (PJK) atau penyakit arteri koroner, adalah istilah yang
diberikan untuk gangguan jantung yang disebabkan oleh penyempitan arteri
jantung (koroner) yang mensuplai darah ke otot jantung. Meskipun
penyempitan dapat disebabkan oleh bekuan darah atau penyempitan
pembuluh darah, paling sering hal ini disebabkan oleh penumpukan plak, yang
disebut aterosklerosis. Ketika aliran darah ke otot jantung tersumbat
seluruhnya, sel-sel otot jantung mati, yang disebut serangan jantung atau
infark miokard (MI). Kebanyakan orang dengan PJK dini (penyempitan
kurang dari 50 persen) tidak mengalami gejala atau keterbatasan aliran
darah. Namun, seiring berkembangnya aterosklerosis, terutama jika tidak
diobati, gejala dapat muncul. Hal ini paling mungkin terjadi saat berolahraga
atau stres emosional, ketika kebutuhan oksigen yang dibawa oleh darah
meningkat.
36. Penyakit jantung koroner atau penyakit jantung iskemik adalah kelainan pada jantung akibat berkurangnya
oksigen atau tidak adanya aliran darah ke miokardium yang disebabkan oleh penyempitan atau
penyumbatan arteri koroner (Dipiro, 2015). Penyempitan arteri koroner disebabkan karena adanya proses
aterosklerosis, yaitu pengerasan dinding pembuluh darah karena penimbunan lemak yang berlebihan
sehingga mengakibatkan terhambatnya aliran darah (Dipiro, 2015).
Iskemik merupakan salah satu manifestasi klinis dari PJK. Sebagian besar gejala merupakan iskemik
asimtomatik (silent ischemia). Pola nyeri yang berulang muncul setelah bekerja. Frekuensi, tingkat keparahan,
atau durasi yang meningkat dan gejala pada saat istirahat memiliki pola yang tidak stabil yang memerlukan
untuk dilakukan evaluasi medis. Gejala seperti ditekan atau terbakar di sekitar sternum, yang menjalar ke
rahang sebelah kiri, bahu, dan lengan. Dada terasa sesak dan dapat terjadi sesak napas. Sensasi biasanya
terjadi sekitar 30 detik sampai 30 menit. Gejala menjadi ringan dengan beristirahat dalam 45 detik sampai 5
menit setelah mengkonsumsi nitrogliserin. Gejala berulang iskemia juga mungkin tidak menimbulkan rasa
sakit, atau “tidak terasa”, dikarenakan toleransi dan ambang batas nyeri pasien lebih tinggi daripada pasien
yang lebih sering memiliki rasa sakit (Dipiro et al., 2015).
38. Etiologi IHD (Iskemik Heart Disease)
Penyakit jantung koroner adalah suatu kelainan yang disebabkan oleh
penyempitan atau penyumbatan arteri yang mengalirkan darah ke otot
jantung.
Penyakit jantung koroner adalah ketidak seimbangan antara demand
dan supplay atau kebutuhan dan penyediaan oksigen otot jantung
dimana terjadi kebutuhan yang meningkat atau penyediaan yang
menurun, atau bahkan gabungan diantara keduanya itu
39. Faktor Penyebab IHD
Beberapa faktor yang dapat
meningkatkan kebutuhan dari otot-
otot jantung.
1. Denyut jantung yang meningkat
2. kekuatan berkontraksi yang
meningkat
3. tegangan ventrikel yang
meningkat
Faktor yang mengganggu penyediaan
oksigen antara lain
Tekanan darah koroner meningkat,
yang salah satunya disebabkan oleh
artherosklerosis yang mempersempit
saluran sehingga meningkatkan
tekanan, kemudian gangguan pada otot
regulasi jantung dan lain sebagainya.
40. — Penyakit jantung coroner dibagi menjadi 2
Tidak dapat dimodifikasi :
1. Usia, orang yang terkena penyakit
jantung koroner rata – rata usianya
diatas 65 atau 85 tahun.
2. Jenis kelamin dan genetika
3. Riwayat Coronary Heart Disease
(CHD) dalam keluarga
Menurut Piscilla LeMone, dkk (2019)
41. 1. Hipertensi, dapat merusak sel endothel arteri yang kemungkinan disebabkan
karena adanya tekanan dan perubahan karakteristik aliran darah. Kerusakan ini
dapat merangsang timbulnya plak aterosklerosis.
2. Diabetes, dikaitkan dengan kadar lemak darah yang tinggi. Selain itu diabetes
juga dapat mempengaruhi endothelium pembuluh darah yang berperan pada
atherosclerosis.
3. Menopuse, pada wanita yang sudah menopause kadar HDL akan menurun dan
akan terjadi peningkatan LDL.
4. Diet dan obesitas
Dapat dimodifikasi
42. 5. Lemak darah abnormal. Hyperlipidemia adalah kadar lemak
dan lipoprotein yang tinggi yang abnormal. Fungsi lipoprotein
adalah membawa lemak dalam darah dan lipoprotein densitas
rendah (LDL) yaitu pembawa kolesterol. Jika LDL dalam
darah meningkat maka terjadilah atherosclerosis karena LDL
menyimpan kolesterol pada pembuluh darah arteri.
6. Merokok, merupakan faktor independen untuk CHD
menjadi penyebab kematian terbesar dibandingkan dengan
kanker paru ataupu penyakit paru
7. Kurang aktivitas fisik, data penelitian mengindikasikan bahwa
orang yang mempertahankan aktivitas teratur akan cenderung
lebih sedikit mengalami CHD.
44. Penumpukan plak pada dinding arteri mengakibatkan
bagian dalam arteri terus menerus menyempit sehingga
dapat menghalangi sebagian atau seluruh aliran darah,
proses terjadinya hal ini disebut dengan aterosklerosis atau
atherosclerosis(CDC,2019).
Adapun lesi-lesi bagian arteri yang menyumbat aliran
darah ke jaringan dan organ-organ utama, yang di
manifestasikan sebagai Penyaki koroner arteri, infark
miokard, penyakit vaskuler Perifer, aneuresina dan
kecelakaan serebravalvaskular (stroke), dengan salah
satupatologiPJK adalahiskemia.
46. Gejala-gejala penyakit jantung koroner yang umum terjadi, yaitu: Nyeri dada
(angina pectoris), Sesak nafas, Shock (pening, lemah, berkeringat, muntah-muntah,
pucat, pingsan), Berdebar-debar (palpitasi) atau denyut jantung tidak teratur (Majid,
2007).
Gejala umum penyakit jantung koroner pada setiap orang berbeda, walaupun
penyebabnya pada dasarnya sama yaitu penyempitan pembuluh darah koroner,
kadang seorang penderita jantung koroner tidak merasakan gejala apapun
sebelumnya namun pada waktu menjalani pemeriksaan ternyata ditemukan
penyumbatan di hampir seluruh pembuluh koronernya (Nurhidayat, 2010).
Gejala Klinis Iskemik Heart Disease (IHD)
47. Menurut Nurhidayat (2011), terdapat beberapa
tanda dan gejala yang terjadi pada
penyakit jantung koroner diantaranya:
1. Nyeri pada dada, sesak napas, dada
berdebar-debar, pingsan
2. Angina pectoris, seperti tertekan, diremas,
berat disertai keringat dingin, cemas dan
sesak napas
3. Angina pectoris stabil, nyeri yang timbul
saat sesudah melakukan kegiatan
4. Angina varian, terjadi spontan umumnya
pada saat beraktivitas secara ringan
bahkan bisa timbul saat istirahat
5. Infark miokard, nyeri yang hebat seperti di
remas, ditekan, berat disertai mual dan
muntah, sesak napas, keringat dingin.
Menurut Kemenkes RI (2017), gejala klinis nyeri
dada khas angina yaitu:
1. Nyeri berada pada dada bagian kiri,
nyeri bisa timbul saat penderita sedang
melakukan aktivitas
2. Nyeri pada bagian dada sifatnya seperti
ada rasa tertindih beban yang berat, rasa
terbakar atau tertusuk dan terdapat nyeri
pada bagian epigastrium yang selang
beberapa menit.
Lanjutan…
49. Penegakan Diagnosis IHD
Untuk mendiagnosis penyakit jantung iskemik, penyedia layanan kesehatan menanyakan
gejala dan melakukan pemeriksaan fisik. Biasanya juga memiliki evaluasi, seperti :
1. Kateterisasi jantung untuk memeriksa arteri yang tersumbat
2. Ekokardiogram untuk melihat bagaimana katup dan ruang jantung memompa darah
3. Elektrokardiogram (EKG) untuk mengevaluasi aktivitas listrik jantung
4. Studi elektrofisiologi untuk melakukan evaluasi yang lebih mendalam terhadap aktivitas
listrik jantung
5. Studi pencitraan, seperti rontgen dada, CT scan atau MRI, untuk melihat struktur jantung
6. Tes stres untuk memeriksa bagaimana jantung bekerja saat berolahraga
7. Monitor yang dapat dikenakan, seperti Holter atau monitor portabel lainnya, yang
mengirimkan laporan penyedia tentang aktivitas jantung saat melakukan aktivitas harian
51. Penatalaksanaan IHD (Iskemik Heart Disease)
Tujuan Pengobatan:
• Tujuan jangka pendek adalah untuk mengurangi
atau mencegah gejala angina yang membatasi
kemampuan olahraga dan merusak kualitas hidup.
• Tujuan jangka panjang adalah untuk mencegah
Kejadian PJK seperti MI, aritmia, dan HF dan untuk
memperpanjang hidup pasien.
52. Terapi farmakologi
1.Pemblokir β-Adrenergik
β-Blocker memperbaiki gejala pada sekitar 80%
pasien dengan aktivitas kronis angina stabil, dan
ukuran kemanjuran obyektif menunjukkan
peningkatan durasi latihan dan penundaan waktu
perubahan segmen ST dan gejala awal atau
gejala pembatas. terjadi. β-Blockade
memungkinkan pasien angina yang sebelumnya
dibatasi oleh gejala untuk melakukan Tindakan
lebih banyak berolahraga dan meningkatkan
kinerja kardiovaskular melalui efek pelatihan.
53. Kandidat ideal untuk β-blocker adalah pasien yang aktivitas fisiknya merupakan
penyebab utama serangan; mereka yang menderita hipertensi, aritmia
supraventrikular, atau angina pasca-MI; dan mereka yang memiliki kecemasan
terkait dengan episode angina.β-Blocker dapat digunakan dengan aman pada
angina dan gagal jantung.
β-Blokade efektif pada angina saat aktivitas kronis sebagai monoterapi dan
dalam kombinasi dengan nitrat dan/atau penghambat saluran kalsium (CCBs). β-
Blocker berada di baris pertama angina kronis memerlukan terapi pemeliharaan
harian karena lebih efektif dalam mengurangi episode iskemia diam dan puncak
aktivitas iskemik di pagi haridan meningkatkan angka kematian setelah MI
gelombang Q dibandingkan nitrat atau CCB.
54. Lanjutan....
Dosis awal β-blocker harus berada pada batas bawah kisaran dosis
biasanya dan dititrasi untuk merespons. Tujuan pengobatan termasuk
menurunkan HR istirahat menjadi 50 hingga 60 denyut/menit dan
membatasi HR latihan maksimal hingga sekitar 100 denyut/menit atau
kurang. HR dengan olahraga ringan sebaiknya tidak lebih dari sekitar
20 denyut/menit lebih tinggi HR istirahat (atau kenaikan 10% dari HR
istirahat).
55. Lanjutan …
Efek samping dari blokade β meliputi hipotensi, gagal
jantung dekompensasi, bradikardia, blok jantung,
bronkospasme, perubahan metabolisme glukosa,
kelelahan, malaise, dan depresi. Penarikan obat secara
tiba-tiba telah dikaitkan dengan peningkatan keparahan
dan jumlah penyakit episode angina dan MI.
Pengurangan terapi selama beberapa hari akan
meminimalkan risiko reaksi penarikan jika terapi
dihentikan.
56. 2. Nitrat
Nitrat mengurangi MVo2 akibat venodilatasi dan pelebaran arteri-
arteriolar, menyebabkan penurunan tekanan dinding akibat
berkurangnya volume dan tekanan ventrikel. Tindakan langsung pada
sirkulasi koroner meliputi pelebaran intramural besar dan kecil arteri
koroner, pelebaran kolateral, pelebaran stenosis arteri koroner,
penghapusan nada normal pada pembuluh darah yang menyempit, dan
meredakan kejang.
57. Lanjutan …
Karakteristik farmakokinetik yang umum pada nitrat
mencakup first-pass hepatik yang besar
metabolisme, waktu paruh pendek (kecuali isosorbid
mononitrat [ISMN]), besar volume distribusi, tingkat izin
yang tinggi, dan variasi antarindividu yang besar
dalam konsentrasi plasma. Waktu paruh nitrogliserin
adalah 1 hingga 5 menit dari rute tersebut, maka
potensi keuntungan dari pelepasan berkelanjutan dan
transdermal produk. Isosorbide dinitrate (ISDN)
dimetabolisme menjadi ISMN. ISMN memiliki waktu
paruh kira-kira 5 jam dan dapat diberikan sekali atau
dua kali sehari, tergantung pada produk yang dipilih.
58. Nitrat dapat dikombinasikan dengan obat lain dengan
mekanisme komplementertindakan untuk profilaksis kronis.
Terapi kombinasi umumnya digunakan pada pasien dengan
gejala yang lebih sering atau gejala yang tidak merespons
terhadap β-blocker saja (nitrat ditambah β-blocker atau
CCB), pada pasien yang tidak toleran terhadap β-blocker
atau CCB, dan pada pasien dengan vasospasme yang
menyebabkan penurunan suplai (nitrat ditambah CCB).
Terapi nitrat dapat digunakan untuk menghentikan serangan
angina akut, untuk mencegah serangan akibat usaha atau stres,
atau untuk profilaksis jangka panjang, biasanya dikombinasikan
dengan β-blocker atau CCB. Produk nitrogliserin sublingual,
bukal, atau semprot lebih disukai untuk meringankan serangan
angina karena penyerapan yang cepat (Tabel 11−1). Gejala dapat
dicegah dengan produk profilaksis oral atau transdermal
(biasanya dikombinasikan dengan β-blocker atau CCB), namun
pengembangan toleransi mungkin menjadi masalah.
Lanjutan …
59. Berbeda dengan β-blocker, CCB dapat meningkatkan aliran darah
koroner melalui area tertentu obstruksi koroner tetap dengan
menghambat vasomotion arteri koroner dan vasospasme.
Kandidat yang baik untuk CCB adalah pasien dengan kontraindikasi
atau intoleransi terhadap obat tersebut β-blocker, penyakit sistem
konduksi (kecuali verapamil dan diltiazem), angina Prinzmetal,
penyakit arteri perifer, disfungsi ventrikel parah, dan hipertensi
bersamaan. Amlodipine mungkin merupakan CCB pilihan pada kasus
berat disfungsi ventrikel, dan yang lainnya harus digunakan dengan
hati-hati jika EFnya kurang dari 40%.
3.CCB
60.
61. Daftar Pustaka
Abdul Majid. 2007. Penyakit jantung koroner: patofisiologi, pencegahan, dan pengobatan terkini. e-USU
repository Universitas Sumatera Utara. h.1-543.
Dipiro, J.T., Wells, B.G., Schwinghammer, T.L., Dipiro, C.V., 2015, Pharmacotherapy Handbook Ninth Edition-
Section 4 Chapter 19, The McGraw-Hill Companies, Inc, United States.
Dipiro, J.T., Talbert, G.C., Yee, G.R., Matzke, B.G., and Wells, L.M.P. 2017. Pharmacotherapy: A Pathophysiology
Approach Tenth Edition. 10e ed. Mc- Graw Hill Medical.
Kemenkes RI. (2017). Petunjuk Teknis Penatalaksanaan Penyakit Kardiovaskular Untuk Dokter. 1–60.
Lukitaningtyas, D., & Cahyono, E. A. (2023). Hipertensi; Artikel Review. Jurnal Pengembangan Ilmu Dan
Praktik Kesehatan, 2(2), 100–117. Retrieved from http://e-journal.lppmdianhusada.ac.id/index.php/PIPK
Majid, A. 2017. Asuhan Keperawatan pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Kardiovaskular. Yogyakarta:
Pustaka Baru Press.
62. Daftar Pustaka
Nurhidayat, S. (2011). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler. Ponorogo :
Umpo Press2.
Paul, A.J., Oparil, S., Barry, L.C. 2014. Based ased Guideline for the Management of High Blood Pressure in
AdultsReport From the Panel Members Appointed to the Eighth Joint National Committee (JNC 8). JAMA.
311(5): 507-520.
World Health Organization. 2013. A Global Brief on Hypertension World: Silent Killer, Global Health
Crisis. Geneva: World Health Organization. https://www.who.int/publications/i/item/a-global-brief-
on-hypertension- silent-killer-global-public-health-crisis-world-health-day-2013. (Diakses: 25 Februari
2024)