2. 1. Cara Sensus Cara sensus ini meliputi
deteksi dan penghitungan pada pokok
contoh (PC) dan pokok sensus (PS) yang
dibuat secara permanen yang berpola
segi enam dan digunakan untuk
memantau hama utama kelapa sawit,
seperti :
a. Hama daun, contoh ulat api dan ulat
kantong
b. Hama tikus
c. Hama Tirathaba
3. 2. Tim Sensus
Tim sensus harus mampu mengidentifikasi jenis hama
dalam berbagai stadia berikut gejala serangannya, contoh :
a. Jenis ulat pemakan daun kelapa sawit (UPDKS seperti
: ulat api dan ulat kantong), Tirathaba, predator,
parasit dan pathogennya (seperti Eocanthecona
furcellata, Sycanus leucomesus, Trichogrammatoide
thoseae, Spina spinator)
b. Stadia dalam siklus hidup hama UPDKS, seperti : telur,
larva, kepompong dan kupu – kupu
c. Gejala kerusakan oleh hama UPDKS, Tirathaba dan
tikus
d. Gejala hama yang sehat dan terserang penyakit atau
parasit
e. Gejala bekas serangan baru dan lama dari hama
maupun penyakit.
4. 3. Prosedur Penghitungan
Dalam melakukan penghitungan hama UPDKS, tim
sensus harus memisahkan tingkat stadia hama, sebagai
berikut:
Hal tersebut di atas berguna untuk pemilihan waktu
pengendalian. Sebagai contoh, penyemprotan insektisida
hanya dilakukan saat sebagian besar pada stadia ulat dan
bukan stadia kepompong
5. 4. Frekuensi Sensus Sensus hama dan penyakit harus
dilakukan secara rutin dengan frekuensi sensus sebagai
berikut :
7. 1. Jenis dan Sikus Hama UPDKS Data siklus hidup untuk
setiap jenis hama UPDKS berguna untuk
memperkirakan munculnya serangan hama pada
generasi berikutnya dan memperkirakan waktu serta
cara pengendaliannya. Adapun jenis, ukuran dan siklus
hidup berbagai jenis UPDKS adalah sebagai berikut :
8. 2. Tingkat Populasi Kritis (TPK)
a. Untuk pengambilan keputusan pengendalian hama
b. TPK adalah tingkat populasi rata‐rata larva sehat/pelepah, jika
populasi diatas TPK, harus dilakukan tindakan pengendaliannya
c. TPK dari UPDKS dan kategori serangannya adalah sebagai berikut :
9. 3. Eksaminasi
a. Untuk mendapatkan hasil pengendalian yang optimal,
perlu diterapkan sistim pengendalian hama terpadu
(PHT)
b. Teknik pengendalian UPDKS dapat berupa :
Pengutipan larva (hand picking)
Penyemprotan daun dengan pestisida
Penginjeksian batang dengan pestisida
Penginfusan akar dengan pestisida
Pengutipan kepompong - Konservasi & ekploitasi musuh
alami sebagai sumber biopestisida.
Penanaman tumbuhan berguna seperti : Turnera
subulata dan Antigonon sp. yang merupakan host
predator UPDKS
11. 1. Pengendalian Hama Tikus
A.Tanaman Belum Menghasilkan (umur 0 – 12 bulan)
a. Penanaman Umumnya pada areal tanaman baru banyak
dijumpai serangan hama tikus. Kampanye pengumpanan
harus segera dilakukan setelah penanaman bibit
b. Tanah Gambut, Rendahan dan Rawa‐rawa - Pada
umumnya pada tanah gambut, rendahan, dan rawa‐rawa
serta areal banjir rutin berpotensi tingkat serangan tikus
tinggi - Kampanye pengumpanan dilakukan setiap tiga
bulan tanpa harus melakukan sensus
c. Areal Datar Pada umumnya pada areal datar tingkat
serangan tikus rendah. Setelah penanaman, lakukan
kampanye pengumpanan satu rotasi.
12. B. Tanaman Belum Menghasilkan (umur 13 – 24 bulan)
a. Pengendalian hama tikus dilakukan pada semua jenis
areal
b. Pada tanaman berumur ≥ 12 bulan lakukan “deteksi dan
aplikasi” (lihat butir 11.2.2.1 untuk areal datar)
c. Untuk tanaman sisipan berumur < 1 tahun, letakkan 3
butir racun tikus.
C. Tanaman Menghasilkan (> 24 Bulan)
a. Burung hantu Tyto alba merupakan predator hama tikus
yang potensial
b. Pemberian racun tikus digunakan, apabila populasi
burung hantu < 1 pasang burung hantu/ha
c. Sistem pengendalian hama tikus pada TM dapat berupa
Response Baiting dan Routine Baiting
13. Hama Rayap Coptotermes curvignathus
Beberapa pestisida yang digunakan untuk pengendalian
hama rayap dapat dilihat pada Tabel
14. Hama Apogonia dan Adoretus
Pengendalian
a. Kimia
- Pestisida kontak disemprotkan pada waktu menjelang malam hari
(pukul 17.00 – 19.00 WIB)
- Pestisida kontak yang dapat digunakan adalah Sipermetrin,
Deltametrin dan Lambda sihalotrin dengan cara sebagai berikut : (a)
dengan Knapsack Sprayer : konsentrasi pestisida 0,3 % setara
dengan 1.050 cc pestisida dalam 350 liter air per ha, dan (b)
dengan Mistblower : konsentrasi pestisida 0,6 % setara dengan
1.050 cc pestisida dalam 175 liter air per ha.
b. Fisik Dengan menggunakan light trap, berupa lampu petromak
yang dipasang dari pukul 18.00 – 23.00 WIB.
16. Persiapan Panen
1. Ancak Besar Panen
a. Jumlah ancak besar panen disusun menjadi 6 (enam)
ancak besar, yaitu A, B, C, D, E, F, sehingga rotasi panen
per bulan bervariasi antara 3,5 – 4,5 kali.
b. Ancak besar panen disusun agar :
- Pemanenan pada satu ancak besar sudah dapat
diselesaikan dalam satu hari
- Perpindahan ancak dari satu blok ke blok lainnya mudah
- Pengawasan panen mudah
- Pengangkutan TBS lebih mudah
- Produktivitas pemanen lebih tinggi.
17. 2. Pemasangan Jaring di TPH
a. Jaring ini diperlukan untuk mengurangi kandungan pasir
dan sampah pada brondolan dengan cara memasang
net yang ke‐empat ujungnya diikat pada empat patok
yang dipancang dengan jarak 135 cm x 105 m, dengan
tinggi patok 40 cm dari permukaan tanah, sehingga net
tersebut tidak menyentuh permukaan tanah
b. Jika tidak ada jaringan dapat digunakan bekas kantong
pupuk yang telah dicuci bersih dan diberi lubang yang
ukuran lubangnya tidak dapat dilalui brondolan.
18. 3. Peralatan Panen Jenis dan spesifikasi alat panen pada
perkebunan kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel
19. 4. Kebutuhan Tenaga Panen
Perhitungan jumlah tenaga panen ini harus didasarkan
pada kebutuhan tenaga di panen puncak.
Jumlah Pemanen = total luas TM (ha)
6 x (1,5 s/d 2) ha
Rata‐rata satu pemanen bekerja di areal seluas 9 – 12 ha
TM atau untuk areal 5.000 ha diperlukan 417 – 556
pemanen.
20. 5. Kriteria Matang Panen
a. Standar kematangan minimum yang ditetapkan adalah
paling sedikit 5 (lima) brondolan segar per janjang yang
jatuh secara alami ditemukan di piringan dan atau di
bawah tandan buah sebelum dipanen. Brondolan
tersebut bukan brondolan parthenocarpy atau
berondolan muda yang jatuh karena serangan tikus atau
penyakit
b. Dengan standar kematangan minimum maka diperoleh
5 – 7 % berondolan dari total bobot TBS di TPH dan
setelah buah diangkut ke PKS akan menjadi 10 – 12 %
berondolan dari total bobot TBS di loading ramp PKS.
21. 6. Pengawasan Panen
a. Pemeriksaan terhadap panen meliputi :
1) Kualitas buah
- Kematangan buah (matang, kelewat matang atau busuk,
dan mentah)
- Kualitas brondolan (ada atau tidak yang busuk) -
Panjang tangkai buah (≤ 2 cm atau ≥ 2 cm)
- Pemakaian jaring (ada atau tidak jaring)
- Penyusunan buah di TPH (didalam atau diluar)
2) Kualitas ancak
- Pokok yang dipanen (tuntas atau tidak tuntas)
- Pengutipan brondolan (semua dikutip atau tidak)
- Pemotongan pelepah (ada atau tidak yang sengkleh)
- Penyusunan pelepah (model L atau tidak)
23. 1. Rotasi dan Pengangkutan TBS ke TPH
a. Rotasi panen dipertahankan antara 6 – 8 hari agar persentase
brondolan terhadap janjang maksimum 5 – 7 %
b. TBS harus diletakkan oleh pemanen di TPH yang telah ditentukan
(bernomor)
c. Arah majunya dari satu ancak besar ke ancak besar berikutnya
diupayakan menurut atau melawan putaran jarum jam
d. Sesudah memotong TBS pada setengah ancak, pemanen harus
langsung mengeluarkannya ke TPH. Pengangkutan buah sudah
dapat dimulai selambat‐lambatnya pukul 08.30. Oleh karena itu,
kerani panen harus secepatnya memeriksa dan menerima buah.
Tidak dibenarkan kendaraan pengangkut TBS yang menunggu
kerani panen, tetapi kerani panen yang harus menunggu kendaraan
e. Taksasi tonase buah yang dibuat kemarin sorenya, sebaiknya
mendekati dengan realisasi tonase buah dipotong. Hal ini perlu
untuk penentuan jumlah kendaraan yang akan disediakan.
24. 2. Perawatan Collection Road
a. Faktor utama kelancaran transport ialah kondisi collection road
yang baik. Oleh karena itu perawatan collection road mutlak
dilakukan
b. Umumnya road greader yang disediakan perusahaan banyak
waktunya digunakan untuk menarik kendaraan karena kerusakan
jalan. Sebaiknya pemanfaatan road greader yang demikian harus
dihindari atau ditiadakan. Fungsi road greader sebaiknya hanya
untuk membentuk dan merawat jalan
c. Perawatan jalan dengan batu terutama dengan batu padas
sebaiknya diminimalkan, karena batu padas yang menonjol di
tengah jalan sering merusakkan gardan kendaraan. Selain itu road
grader kurang efektif dan sering mengalami kerusakan jika
digunakan untuk merawat jalan yang telah diberi batu padas.
25. 3. Jenis Kendaraan Untuk Pengangkutan TBS
Jenis kendaraan yang digunakan untuk pengangkutan TBS di
perkebunan berdasarkan jarak antar blok dengan PKS, untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada Tabel
26. 4. Ketentuan Penggunaan Kendaraan Pengangkut TBS
a. Umumnya distribusi penggunaan kendaraan jenis truck
di kebun kelapa sawit adalah sebagai berikut :
- angkutan buah (TBS) = 75 – 80%
- angkutan pupuk, karyawan, bibit dan lain‐lain = 20 –
25%
b. Pada perkebunan kelapa sawit jumlah kendaraan per
afdeling terutama ditentukan oleh jumlah produksi TBS
per hari
c. Untuk memperoleh efisiensi pengoperasian kendaraan
yang maksimal sebaiknya dilakukan hal‐hal berikut di
bawah ini:
- Setiap sore hari taksasi tonase produksi dan
angkutan lain‐lain untuk keesokan harinya harus
sudah ada
- Sebaiknya taksasi produksi berkisar 2 % dari realisasi
produksi
27. - Sebaiknya taksasi produksi berkisar 2 % dari realisasi
produksi
- Angkutan pupuk dan angkutan lain‐lain sudah harus
selesai paling lambat pukul 08.30, agar buah sudah
dapat mulai diangkut pada pukul 08.30
- Supir dan kernet tidak dibenarkan untuk pulang
makan dan minum tetapi harus membawa bekal
makanan dan minumnya
- Jadwal harus benar‐benar dilaksanakan. Untuk hal
ini perlu tersedia cadangan 1‐2 unit kendaraan untuk
menggantikan kendaraan yang sedang direparasi.
Supir harus mencatat dan melaporkan jenis
kerusakan yang harus diperbaiki
- Tidak diperkenankan buah restan tinggal di TPH -
TBS yang diangkut harus setara dengan kapasitas
angkut kendaraannya.