SlideShare a Scribd company logo
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN.................................1
1.1. Latar Belakang.........................................1
1.2. Rumusan Masalah dan Tujuan Kajian .....2
1.3. Lingkup Pekerjaan...................................2
1.4. Pendekatan Kajian...................................3
BAB 2 KAJIAN PUSTAKA ..............................4
2.1. Definisi Perumahan dan Kluster
Perumahan..............................................4
2.2. Pelaku Pembangunan Perumahan dan
kluster perumahan..................................4
2.3. Pembangunan Perumahan dan Bisnis
Real Estate Berkelanjutan .......................5
BAB 3 DESKRIPSI OBJEK KAJIAN: Karakteristik
Perkembangan Perumahan .......................11
3.1. Keterkaitan Karakter Wilayah dengan
Pola Perkembangan Perumahan di
Kabupaten Bantul..................................11
3.2. Pola Perkembangan Perumahan di
Wilayah Amatan....................................14
3.3. Tren Prmbangunan Perumahan di
Kabupaten Bantul..................................16
BAB 4 Kapasitas Pengelolaan Pembangunan
dan Pengembangan Perumahan Bantul .....21
4.1. Tata Aturan dan implementasi Perijinan
Pemda Kab. Bantul................................21
4.2. Arahan Pengembangan Keterpaduan PSU
Perumahan/Permukiman......................22
4.2.1. Arahan Pengembangan PSU
Perumahan Wilayah Barat. ...................23
4.2.2. Arahan Pengembangan PSU
Perumahan Wilayah Tengah dan Wilayah
Timur.....................................................26
BAB 5 Isu-isu implementasi Arah Kebijakan
Pembangunan dan Pengembangan
Perumahan...............................................29
5.1. Wilayah Barat (Hasil FGD) .....................29
5.2. Wilayah Timur dan Tengah (Hasil FGD) 30
BAB 6 Proyeksi Persoalan dan Tantangan
Pembangunan dan Pengembangan
Perumahan............................................... 33
6.1. Analisis Permasalahan (Pohon Masalah)
Pembangunan Perumahan wilayah Barat
...............................................................33
6.2. Analisis Permasalahan (Pohon Masalah)
Pembangunan Perumahan wilayah Timur
dan Tengah............................................36
BAB 7 Rekomendasi: Arahan Penyusunan
Pedoman dan Kaidah Pelaksanaan ............ 38
7.1. Penyusunan Pedoman dan Strategi
Penyediaan Sarana dan Prasarana........38
7.2. Arahan Penyusunan Pedoman
Pembangunan Perumahan wilayah Barat
...............................................................39
7.2.1. Persyaratan Lokasi Perumahan
.............................................40
7.2.2. Persyaratan Sarana
Lingkungan Perumahan.......41
7.2.3. Model Desain Integrasi
Perumahan Skala Besar.......44
7.3. Arahan Penyusunan Pedoman
Pembangunan Perumahan wilayah Timur
dan Tengah............................................49
7.3.1. Persyaratan Lokasi Perumahan
.............................................50
7.3.2. Persyaratan Sarana Lingkungan
Perumahan..........................51
7.3.3. Model Desain Integrasi
Perumahan Skala Infil..........54
Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pertumbuhan permukiman di
Kabupaten Bantul tidak terlepas dari
pertumbuhan Kawasan Perkotaan Yogyakarta
(KPY) yang cukup tinggi. Konsentrasi
penduduk dan kegiatan perkotaan yang pada
kurang lebih 3 dekade lalu hanya memusat di
Kota Yogkarta telah melebar ke bagian Utara
(Sleman0 dan kemudian berkembang pesat
juga ke arah selatan (Bantul). Posisi
kecamatan Kasihan, Banguntapan, dan Sewon
yang langsung berbatasan dengan Kota
Yogyakarta telah mengalami peningkatan
perkembangan pembangunan perumahan
yang signifikan Minat pembeli perumahan
dibagian wilayah Kabupatn Bantul ini tidak
hanya berasal dari dalam wilayah Kabupaten
Bantul, namun lebih banyak yang bersal dari
luar wilayah Kabupaten (lihat Buku 1).
Pola perkembangan perumahan yang
terjadi menunjukkan adanya potensi maupun
permasalahan yang harus diantisipasi
pemerintah. Berbagai potensi tersebut adalah
sebagai berikut:
a. Masih tersedia kapasitas lahan yang layak
untuk pengembangan perumahan
b. Ada kemauan pengembang untuk
c. Adanya potensi pengembangan di bagian
Sedangkan masalah yang dihadapi terkait
dengan pola yang telah diobservasi adalah:
a. Ada ketidaksesuaian pilihan lokasi oleh
pengembang saat ini
b. Ada kecenderungan pengembang memilih
sawah/tegalan
c. Ada kesulitan Kabupaten Bantul
merealiasi LP2B
d. Potensial diarahkan untuk membentuk
agregasi/kluster lebih besar, tetapi
menimbulkan segregasi sosial
Jika tidak diantisipasi, diproyeksikanakan
bahwa beberapa masalah di bawah ini akan
dialami wilayah pada masa mendatang, yaitu:
a. Rusaknya kondisi ekologi wilayah
b. Terancamnya lahan-lahan untuk program
kedaulatan pangan
c. Segregasi sosial
d. Konflik penggunaan PSU
e. Rendahnya kualitas fisik visual
permukiman
Perkembangan arah dan pola penggunaan
lahan pada serta tatanan fisik perumahan
harus menjadi fokus pengendalian
pembangunan perumahan. Jika 2 hal tersebut
tidak dilakukan, pembangunan perumahan
dapat terjadi pada area yang tidak
diperuntukkan/dipersiapkan sebagai
permukiman dan berpotensi mengancam
guna lahan lain misalnya kawasan lindung,
Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 2
dan lahan sawah. Selain permasalahan guna
lahan, kurangnya aturan/pedoman penataan
dapat menghasilkan lingkungan perumahan
yang kurang ideal secarafisik, visual, dan
sosial.
Masing-masing potensi dan masalah
tersebut telah diidentifikasi keterkaitannya
untuk dikelola. Pengintegrasian dilakukan
dalam rangka menjawab permasalahan yang
ada dengan mengoptimalkan potensi yang
dimiliki. Berdasar hasil integrasi potensi
dengan masalah, dapat dikembangkan
prinsip-prinsip pengelolaan perkembangan
perumahan di Bantul sebagai berikut (Buku 1):
1. Pilihan lokasi tidak boleh melanggar RDTR
2. Harus ada upaya penintegrasian antara
perumahan lama dan perumahan baru
dalam rangka:
a. Penataan perumahan dilakukan untuk
mencapai tercukupinya standar PSU
sesuai skala unit perumahan
(kluster perumahan lingkungan
perumahan  kawasan perumahan
 kawasan permuiman)
b. Penataan perumahan dilakukan untuk
membangun sistem jaringan yang
baik, terutama terkait dengan jaringan
pergerakan/ struktur ruang , jaringan
air bersih, drainase dan jaraingan
limbah)
c. Menghindari segrgasi sosial menuju
pembangunan yang inklusif
1.2. Rumusan Masalah dan Tujuan Kajian
Adapun masalah yang harus dipecahkan
melalui kaijan pada buku 2 ini adalah blum
adanya arahan dan pedoman yang cukup
jelas dalam rangka menjadalankan prinsip-
prinsip yang telah diuraikian pada sub bab
sebelumnya. Untuk itu, tujuan dari kajian
adalah sebagai berikut:
1. Menjabarkan arahan perkembangan
perumahan yang optimal di Bantul
2. Menjabarkan strategi pengendalian
pembangunan perumahan yang
efektif menjadi arahan pedoman
pembangunan secara spesifik
1.3. Lingkup Pekerjaan
Ruang lingkup pekerjaan, meliputi:
1. Pemahaman kondisi dan Analisis:
a. Pemahaman hasil kajian pada buku 1
b. Pengumpulan dan analisis
peraturan perumahan di
Kabupaten Bantul
c. Analisis Pola Perkembangan
Pembangunan Perumahan di
bagain Timur, Tengah dan Barat
Kabupaten Bantul
d. Daya dukung dan daya tampung
lahan di bagain Timur, Tengah dan
Barat Kabupaten Bantul
2. Rekomendasi
a. Arahan pola perkembangan
perumahan di bagain Timur,
Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 3
Tengah dan Barat Kabupaten
Bantul
b. Pedoman pengendalian yang
sesuai untuk pembangunan
perumahan di bagain Timur,
Tengah dan Barat Kabupaten
Bantul
1.4. Pendekatan Kajian
1. Kajian Pustaka
Kajian pusataka digunakan untuk
mengkaji teori yang digunakan yaitu
faktor-faktor yang mempengaruhi
peningkatan tren pembangunan
perumahan di Kabupaten Bantul,
kemudia diketahui variabel dan
indikator penelitian untuk melihat
prospek kedepannya.
2. Analisis Data - Data Sekunder
Data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah data sekunder. Data
sekunder adalah sumber daya yang
diperoleh peneiliti secara tidak
langsung melalui pihak lain.
Pengambilan data sekunder pada
penelitian ini akan disesuaikan
dengan variabel dan indikator yang
digunakan dalam analisis. Adapun
data dan dokumen yang akan
digunakan dalam penelitian ini serta
instansi untuk memperoleh data
dapat dilihat pada table di samping.
3. Diskusi Kelompok Terfokus
Diskusi kelompok terfokus adalah
wawancara dari sekelompok kecil
orang yang dipimpin seorang
narasumber atau moderator yang
mendorong peserta untuk berbicara
terbuka dan spontan tentang hal yang
dianggap penting dan berkaitan
dengan topik saat itu. Tujuan dari
Diskusi Kelompok Terfokus itu sendiri
adalah untuk memperoleh masukan
atau informasi mengenai
permasalahan yang bersifat lokal dan
spesifik. Penyelesaian masalah ini
ditentukan oleh pihak lain setelah
informasi berhasil dikumpulkan dan
dianalisis.
4. Simulasi Rekomendasi
Proses penyusunan rekomendasi
didasarkan pada fakta dan temuan di
lapangan. Berbagai fakta tersebut
kemudian dianalisis untuk
memperoleh potensi, masalah serta
hal-hal yang menjadi isu
pembangunan perumahan di wilayah
Kabupaten Bantul. Berbagai potensi,
masalah serta isu yang ditemukan
kemudian disintesa menjadi
rekomendasi awal dengan
memperhatikan konsep-konsep
pengembangan perumahan yang
berhasil di wilayah lain.
Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 4
BAB 2
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Definisi Perumahan dan Kluster
Perumahan
Berdasarkan Undang-Undang No. 1
Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman, pengertian perumahan adalah
kumpulan rumah sebagai bagian dari
permukiman, baik perkotaan maupun
perdesaan, yang dilengkapi dengan prasarana,
sarana, dan utilitas umum (PSU). Perumahan
adalah hasil pembangunan dalam rangka
pemenuhan rumah yang layak huni bagi
seluruh masyarakat. Sedangkan rumah itu
sendiri diartikan sebagai bangunan gedung
yang berfungsi sebagai tempat tinggal yang
layak huni, sarana pembinaan keluarga,
cerminan harkat dan martabat penghuninya,
serta aset bagi pemiliknya. Perumahan adalah
bagian dari lingkungan perumahan. Kumpulan
dari lingkungan perumahan di sebut sebagai
kawasan perumahan.
Bersama-sama dengan kawasan lain
seperti kawasan perdagangan, kawasan
perkantoran, kawasan pendidikan, kawan
layanan kesehatan lainnya yang menjadi
tempat aktivitas pemenuhan kebutuhan
masyarakat, kawasan perumahan membentuk
kawasan permukiman yang dalam undang-
undang diartikan sebagai bagian dari
lingkungan hidup di luar kawasan lindung,
baik yang berupa kawasan perkotaan maupun
perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan
tempat tinggal atau lingkungan hunian dan
tempat kegiatan yang mendukung
perikehidupan dan penghidupan.
Satu unit perumahan dapat terdiri
dari kurang lebih 250 rumah. Kumpulan
rumah lebih kecil dari jumlah tersebut dapat
kta sebut sebagai kluster perumahan.
Liangkungan perumahan (sebagaiman lahan
siap bangun yang dipereiapkan disebut LISIBA;
lingkungan siap bangun) kurang lebih terdiri
dari 1000 unit rumah. Sedangkan pada
sejumlah 3000-an unit rumah disebut sebagai
kawsan perumahan; lahan siap bangunya
disbut sebagai KASIBA (kawasan seiap
bangun). Kawasan permukiman secara umum
dapat dikenali sebagai kawasan permukiman
perkotaan, pedesaan, atau desa kota (sub
urban).
2.2. Pelaku Pembangunan Perumahan
dan kluster perumahan
Pada pasal 21 Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2011 tentang Perumahan Dan Kawasan
Permukiman disebutkan bahwa jenis rumah
terbagi menjadi tiga yaitu: (1) rumah
komersial; (2) rumah umum; (3) rumah
swadaya. Rumah komersil merupakan rumah
yang diselenggarakan dengan tujuan
mendapatkan keuntungan sesuai dengan
Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 5
kebutuhan masyarakat. Rumah umum adaah
rumah yang dimiliki oleh negara seperti
rumah dinas dan rumah susuun sewa.
Sedangkan rumah swadaya adalah rumah-
rumah yang dibangun sendiri oleh masyarakat
dalam rangka memenuhi kebutuhan mereka
sendiri, tidak dalam rangka di jual atau
disewakan.
Undang-undang dan peraturan
dibawahnya mengamanatkan adanya
kerjasama antara para pelaku pembangunan
perumahan dalam hal ini pemerintah,
pengembang swasta, masyarakat, dan
pendukung pembanguna seperti bank.
Kerjasama ditujukan untuk mengintegrasikan
agar pertumbuhan guna lahan perumahan
dapat terarah dan duntuk menciptakan
kesatuan lingkungan dan kawasan yang
berkualitas.
Sebagai contoh pada perumahan
komersial, Bank Indonesia sebagai pihak bank
yang terlibat telah mengeluarkan aturan
dengan melakukan pengetatan LTV (Loan To
Value) dan KPR (Kredit Pemilikan Rumah)
Inden sebagai upaya meredam aksi spekulasi
pihak swasta dalam pasar properti. Hal ini
terkait dengan pelaksanaan fungsi
intermediasi oleh bank, yang dalam hal ini
terkait dengan pihak pengembang dan
konsumen perumahan, agar harga perumahan
masih dapat terkontrol dan pihak konsumen
masih memiliki alternative pembiayaan untuk
mengakses perumahan tersebut. Keberadaan
LTV dan KPR ini sebagai upaya untuk
pengendalian harga perumahan agar pihak
pengembang tidak sepenuhnya menentukan
harga pasar tanpa melihat kapasitas
masyarakat yang menjadi tujuan
pembangunan tersebu. Terkait dengan rumah
swadaya, Pemerintah kabupaten/kota
mempunyai tugas pembinaan dengan
memberikan pendampingan bagi orang
perseorangan yang melakukan pembangunan
kategori rumah ini.
2.3. Pembangunan Perumahan dan Bisnis
Real Estate Berkelanjutan
Segala aktivitas pembangunan, dari yang
paling kecil hingga yang luas, memberi
dampak baik bagi pemukim itu sendiri
maupun bagi masyarakat eksisting sekitarnya.
Begitu dirancang dan dibangun, kompleks-
kompleks baru perumahan mengubah tatanan
fisik kawasan kemudian menjadi faktor dari
identitas atau tidak beridentitasnya kawasan.
Dampak positif pembangunan perumahan
bagi wilayah harus ditingkatkan, dampak
negatif haasrus diminimalkan. Pendekatan
pengelolaan pembangunan perlu didasarkan
pada konsep Pembangunan perumahan dan
bisnis real estate berkelanjutan.
Pembangunan perumahan
berkelanjutan yang dimaksud dalam kajian ini
adalah pembangunan perumahan masa kini
yang dapat memenuhi kebutuhan perumahan
yang sehat, terjangkau, dan sekaligus
membentuk perumahan yang nyaman dan
indah tanpa mengurangi peluang bagi
Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 6
generasi mendatang untuk mengunakan
sumber daya lahan bagi berbagai
kepentingan; generasi mendatang masih
dapat memanfaatkan lahan untuk memenuhi
kedaulatan pangan, sandang, air dan juga
perumahan itu sendiri. Pembangunan
perumahan berkelanjutan harus berorientasi
pada bidang ekonomi, sosial, serta lingkungan
dari tahap perencanaan hingga fase
implementasi yang secara bersamaan
mewujudkan perumahan yang terjangkau,
aksesibel, dan ramah lingkungan. (Choguill
CL:1994).
Kirmanto (2005) mengarahkan bahwa
pembangunan perumahan berkelanjutan
diupayakan untuk meningkatkan kualitas
hidup dengan mempertimbangkan empat hal
utama, yaitu: (1) pembangunan yang secara
sosial dan kultural bisa diterima dan
dipertanggung-jawabkan (socially and
culturally suitable and accountable); (2)
pembangunan yang secara proses politis dan
tata kelaola pemerintahan dapat diterima
(politically acceptable); (3) pembangunan
yang layak secara ekonomis (economically
feasible), dan (4) pembangunan yang bisa
dipertanggung-jawabkan dari segi lingkungan
(environmentally sound and sustainable).
Terutama untuk pembukaan lahan
yang cukup luas, keberlanjutan pembangunan
perumahan sangat tergantung dari praktik
pembangunan properti (real estat). Untuk itu
perlu dikembangkan konsep real estat
berkelanjutan dalam sebagai bagian dari
praktek pembangunan perumahan di wilayah
Bantul. Bisnis real estat berkelanjutan
merupakan penghubung antara keluarga yang
akan memakai rumah dengan pengelolaaan
perkembangan pemanfaatan lahan untuk
perumahan oleh pemerintah.
Real estat berkelanjutan adalah
pengembangan perumahan yang tidak lepas
dari tujuan pengembangan komunitas
berkelanjutan. Komunitas berkelanjutan
(sustainable communities) yaitu tempat
dimana orang ingin tinggal dan bekerja untuk
saat ini serta masa mendatang. Mereka
memenuhi kebutuhan yang sangat beragam
bersama dengan penduduk yang ada saat ini
maupun di masa depan, peduli terhadap
lingkungan dan turut berkontribusi untuk
mewujudkan kualitas hidup yang lebih baik.
Sustainable community terkait
dengan kebutuhan akan kota yang
berkelanjutan dalam lingkup lokal yang
diadvokasi oleh PBB melalui program “Local
Agenda 21”. Neighborhood/lingkungan
ketetanggaan dianggap sebagai sekumpulan
bangunan yang paling berkembang di
perkotaan (bangunan baru), oleh karena itu
keberlanjutan kota tergantung pada
keberlanjutan lingkungan (Yigitcanlar,dkk:
2015).
Dalam rangka membentuk
lingkungan ketetanggan yang berkelanjutan,
diperlukan adanya Neighborhood
sustainability Assesment (NSA) sebagai alat
utnuk mendefinisikan kriteria yang digunakan
Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 7
untuk:
(a) Mengukur dan mengevaluasi
neighborhood yang telah ada;
(b) Menilai posisi neighborhood dalam
menuju keberlanjutan, dan;
(c) menentukan tingkat keberhasilan
neighborhood dalam mencapai tujuan
keberlanjutan.
Di dalam praktiknya, pengembangan
lingkungan ketetanggaan berkelanjutan oleh
pihak pengembang real estat harus
berorientasi pada prinsip –prinsip desain
universal.
Desain universal merupakan desain
dari sebuahlingkungan sehingga dapat
diakses, dipahami dan digunakan oleh semua
orang tanpa memandang usia mereka.
Dengan mempertimbangkan kebutuhan
masyarakat yang beragam dan kemampuan
yang dimiliki, lingkungan merupakan kunci
utama dalam perwujudan kebutuhan
tersebut. Dalam hal ini, desain universal dan
desain keberlanjutan memiliki hubungan yang
erat ketika digabungkan sejak tahap
perencanaan awal. Hal ini dapat menurangi
kebutuhan biaya dan sumber daya yang tidak
dapat diperbarui (Irelan Government 2009).
Lebih lanjut dalam dokumen ini
direkomendasikan bahwa pemerintah harus
mendorong perencanaan yang berkualitas
didalam proses manajemen yang dilakukan.
Kebijakan dan pedoman perencanaan
pembangunan yang jelas akan menciptakan
kepastian untuk mengembangkan potensi
yang dimiliki serta menjadi dasar dalam
pengembangan komprehensif dengan
pendekatan kolaboratif.
Kebijakan dan rencana
pengedalian/pedoman yang telah disusun
perlu diimplementasikan oleh pihak yang
telah ahli, dalam hal ini pemerintah perlu
memberikan pelatihan bagi para staffnya.
Bahwasannya penyusunan rencana
pembangunan dan wikayah lokal perlu
mengatasi empat masalah utama, yaitu:
(1) Hirarkhi permukiman (Settlement
Hierarchy): Rencana yang disusun harus
menguraikan mana daerah yang untuk
masing-masing hirarki dan fungsinya di
masa mendatang. Skala dan bentuk
pengembangan harus sesuai dengan
zoning yang disusun.
(2) Bentukan /lay out lingkungan
permukiman (Urban Form): Bentuk kota
dan kawasan sekitarnya perlu dianalisis
berikut pola jalan yang terbentuk,
terutama dalam hal efektivitas pejalan
kaki, pengendara sepeda, serta
bagaimana kendaraan dapat bersirkulasi
dan dapat diakses oleh semua pihak.
Strategi pembuatan baru atau infill dapat
diidentifikasi mana yang paling sesuai.
Analisis bentuk kota dapat membantu
identifikasi kemampuan integrasi dalam
strategi pembangunan baru.
(3) Penguatan komunitas (Strengthening
Community) dan antisipasi kebutuhan
Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 8
masa datang (Anticipating Future Needs):
karena setiap unit kawasan permukiman
eksisting telah memiliki fungsi dan
karakter yang berbeda, pengembangan
perumahan baru diarahkan mendorong
kebutuhan untuk memperkuat fungsi
yang ada, misalnya kebutuhan kapasitas
ritel atau fasilitas niaga dan sosial lainnya
Dalam hal ini, perlu dipertimbangkan
bagaimana menyusun aturan yang sesuai
untuk mengintegrasikan kebutuhan
masyarakat eksisting dengan yang baru.
Perencanaan pembangunan perumahan
baru juga perlu berhati-hati dalam
mempertimbangkan kebutuhan
masyarakatnya; perlu direncanakan
untuk kebutuhan di masa mendatang.
Perencanaan pembangunan perlu
menyesuaikan dengan ketersediaan
infrastruktur sosial yang penting bagi
masyarakat, seperti fasilitas kesehatan
dan pendidikan.
(4) Landscape character: Perencanaan
pengembangan wilayah saat ini perlu
merujuk pada penilaian karakter
lansekap, hal tersebut perlu dirujuk ke
dalam penyusunan rencana daerah.
Dalam prakteksinya untuk memandu
pengembang menuju pembangunan
perumahan dan bisnis real estate
berkelanjutan diperlukan daftar pertanyaan
tentang:
a. Konteks: Bagaimana pembangunan
merespon perkembangan sekitarnya?
b. Koneksi: Bagaimana kawasan
perumahan baru dapat terkoneksi
dengan baik?
c. Inklusivitas: Bagaimana orang bisa
menggunakan dan mengakses
perumahan
d. Variasi: Bagaimana pembangunan
perumahan mendorong terciptanya
kegiatan yang beragam (mix)
e. Efisiensi: Bagaimana pembangunan
perumahan menggunakan
sumberdaya secara tepat, termasuk
sumberdaya lahan.
f. Kekhasan: Bagaimana perencanaan
yang diajukan dapat menimbulkan
makna ruang.
g. Layout: Bagaimana pembangunan
perumahan dapat menciptakan ruang
dan jalan yang ramah bagi manusia.
h. Ranah Publik: Bagaimana
menciptakan ruang terbuka publik
yang aman, nyaman, dan menarik.
i. Penyesuaian: Bagimana
pembangunan perumahan dapat
mengikuti perubahan yang terjadi.
j. Privasi: Bagaimana pembangunan
perumahan dapat menciptakan
kenyamanan yang layak.
k. Detail Desain: Bagaimana detail
desain bangunan dan lansekap yang
direncanakan?
Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 9
2.4. Faktor Perijinan untuk Mengarahkan
Pembangunan Perumahan dan Bisnis
Real Estate Berkelanjutan
Pertumbuhan perumahan di
Kabupaten Bantul dapat dikendalikan dengan
penegakan sistem perizinan serta pemberian
insentif dan disinsentif. Penegakan sistem
perizinan sebagai sarana preventif untuk
penyelenggaraan pembangunan yang sesuai
dengan arahan tata ruang, sementara insentif
dan disinsentif sebagai langkah lanjutan untuk
penyelenggaraan rencana tata ruang wilayah.
Perijinan merupakan instrumen penting
dalam pengendalian pembangunan
perumahan di suatu wilayah.
Di Indonesia, perijinan diturunkan
dari UU Penataan Ruang no 26 tahun 2007
yang diteruskan dengan Peraturan
Pemerintah no 15 tahun 2010. Perijinan
pembangunan perumahan sebagaimana
pemanfaatn ruang yang lain dapat meliputi
Ijin Prinsip (IP), Ijin lokasi (IL), Ijin
Pemanfaatan Peruntuhan Tanah (IPPT), dan
Ijin Mendiirkan Bangunan (IMB).
Izin pemabangunan perumahan
ditujukan untuk meminimalisir pemanfaatan
ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata
ruang serta prinsip keberlanjutan, termasuk
didalamnya adalah ditujukan untuk
perlindungan lahan pertanian yang telah
ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan
berkelanjutan.
Di Kabupaten Bantul peratuaran
terkait dengan perumahan adalah:
1. Perda RTRW Kabupaten Bantul no 4
tahun 2011
2. Perda Bantul No. 5 Th 2013 tentang
Penyelenggaraan Perumahan
3. Perbup Bantul No. 36 Th. 2011 Pedoman
Pembangunan Perumahan Di Kab Bantul
4. Perda Bantul No. 6 Th. 2014 tengan
Penyerahan Dan Pengelolaan Prasarana,
Sarana Dan Utilitas Perumahan
Untuk Rencana Detil Tata Ruang (RDTR), dibuat
per kecamatan, namun hingga saat ini sebagian
besar masih berupa hasil kajian dan menunggu
proses penyusunan menjadi peraturan daerah.
Pada nantinya, RDTR per kecamatan ini akan
dilengkapi dengan peraturan zonasi (PZ)
dengan matrik ITBX-nya serta teks rinci
mengenai peraturan membangun dan tata
bangunannya.
Perda Bantul No. 5 Th 2013 mengatur
penyelenggaraan perumahan oleh
pengembang dengan jumlah paling sedikit 5
(lima) kaveling yang meliputi prasarana dan
sarana lingkungan perumahan, kepadatan,
ketentuan bangunan, pengelolaan lingkungan,
dan penyelenggaraan perumahan (pasal 4).
Perda no 5/2013 juga mengatur pengadaan
prasarana, sarana , dan utilitsa (PSU).
Pada bab ke empat Peraturan ini,
sarana, dan utilitas umum wajib dilakukan
sesuai dengan rencana, rancangan, dan
perizinan. Pada pasal berikutnya juga
dinyatakan bahwa pembangunan prasarana,
sarana, dan utilitas umum perumahan harus
memenuhi persyaratan ketentuan teknis
Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 10
pembangunan prasarana, sarana, dan utilitas
umum.” Meskipun telah ditemukan
pengaturan spesifikasi teknis pembangunan
PSU pada peraturan bupati ini, namun tidak
ditemukan mekanisme, monitoring dan
evaluasi dalam pelakasanaannya. Hal ini akan
mengurangi jaminan ketersediaan PSU yang
benar dapat dinikmati oleh masyarakat.
Pada pasal 5 ayat 2 perda di atas,
diamanatkan bahwa dalam menentukan
besaran standar untuk perencanaan
lingkungan perumahan yang meliputi
perencanaan sarana hunian, prasarana dan
sarana lingkungan, menggunakan pendekatan
besaran kepadatan penduduk. Di samping itu,
disebutkan pula bahwa lokasi pembangunan
perumahan harus disesuaikan dengan
rencana tata ruang yang berlaku dengan
mempertimbangkan berbagai kriteria
lingkungan serta harus memiliki akses yang
baik.
Penyerah terimaan PSU dari
pengembang kepada pemerintah di Bantul
termuat dalam dua perda yaitu Perda Bantul
No. 6 Th. 2014 dan Perda Bantul No. 5 Th
2013. Sebagaimana dijelaskan pada bab 3
peraturan daerah no 6 menyatakan tentang
teknis penyerahan PSU. Selain itu,
diterangkan pula pada pasal 10 bab 3 tentang
sanksi yang akan didapat pengembang bila
terjadi penahanan atau tidak adanya
penyerahan aset PSU ke pemerintah. dan
Pada pasal 29 Bab 9 peraturan daerah no 5
tahun 2013 juga mengatur tentang
prasarana, sarana, dan utilitas umum yang
telah selesai dibangun oleh setiap orang harus
diserahkan kepada Pemerintah Daerah sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Selanjutnya pada fase pengelolaan,
substansi pengaturan hanya ditemukan dalam
Peraturan Daerah Bantul No. 6 Tahun 2014,
terutama pada pasal 19 bab 7 yang
menyatakan bahwa pemerintah bertanggung
jawab pada setiap aset PSU yang telah diserah
terimakan. Namun, belum ada mekanisme
untuk pengelolaan pada masyarakat.
Tentunya akan sangat berat jika pemerintah
mengelola seluruh aset PSU tanpa ada
bantuan dari masyarakat.
Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 11
BAB 3
DESKRIPSI OBJEK KAJIAN:
Karakteristik Perkembangan Perumahan
3.1. Keterkaitan Karakter Wilayah dengan
Pola Perkembangan Perumahan di
Kabupaten Bantul
Jumlah penduduk Kabupaten Bantul
berdasarkan data terakhir adalah sebanyak
955.015 jiwa dengan rata-rata laju
pertumbuhan selama 5 tahun terakhir sebesar
2%. Kepadatan penduduk di Kabupaten Bantul
secara rerata mencapai 1884 jiwa/km2
cenderung terpusat pada kawasan di sekitar
perkotaan Yogyakarta yang meliputi
Kecamatan Kasihan, Kecamatan Banguntapan,
dan Kecamatan Sewon.
Berdasarkan proyeksi penduduk,
terlihat bahwa kecamatan-kecamatan yang
berlokasi di Kawasan Perkotaan Yogyakarta
mengalami peningkatan penduduk tertinggi
dibandingkan dengan kecamatan-kecamatan
lainnya selama 20 tahun kedepan.
Gambar 3.10. Proyeksi Penduduk Kabupaten Bantul
Sumber: Hasil Olahan Survey, 2016
Hal ini juga diikuti dengan
peningkatan kepadatan penduduk di ketiga
kecamatan tersebut, sehingga dapat
disimpulkan bahwa minat masyarakat untuk
menempati ketiga kecamatan tersebut cukup
tinggi. Hal ini dapat menarik minat investor
untuk menyediakan fasilitas perumahan
seiring dengan meningkatkan kebutuhan
masyarakat yang ada akan tempat tinggal.
0
200.000
400.000
600.000
800.000
1.000.000
1.200.000
1.400.000
1.600.000
2000 2010 2012 2017 2022 2027 2033
Banguntapan
Kasihan
Sewon
Piyungan
Bantul
Imogiri
Jetis
Pleret
Sedayu
Pandak
Pajangan
Bambanglipuro
Dlingo
Pundong
Kretek
Sanden
Srandakan
Proyeksi Penduduk
Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 12
Gambar 3.11. Grafik PDRB ADHK dan IPM Kab. Bantul
Sumber: Laporan Studio Analisis Wilayah PWK UGM 2015
Perkembangan perekonomian
Kabupaten Bantul sebagain salah satu faktor
pengaruh perkembangan perumahan di
wilayah ini dapat dikenali melalui struktur
dan pertumbuhan PDRBnya, serta tingkat
kesejahteraan yang diakibatkanya. PDRB
Kabupaten Bantul atas dasar harga konstan
pada tahun 2013 mecapai 4.645.476 juta
rupiah. Selain pendapatan perkapita Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) yang meliputi
komponen angka harapan hidup, angka melek
huruf, rata-rata lama sekolah dan daya beli
dapat dijadikan sebagai tolok ukur dari
kualitas hidup masyarakat. Indikator ini juga
selalu meningkat sejak 8 tahun terakhir.
Hingga pada tahun 2012 IPM Kabupaten
Bantul mencapai angka 75,58. Peningkatan
perekonomian dan kesejahteran yang cukup
signifikain di atas adalah salah satu faktor
pendoroang semakin tingginya permintaan
lahan untuk perumahan di wilayah Kabupaten
Bantul.
Perkembangan di atas berpengaruh terhadap
arah spasil perkembangan wilayha.
Perkembangan Kabupaten Bantul baik secara
spasial maupun kependudukan berdasarkan
analisis secara eksisting diawali dari Utara di
bagian tengah, kemudian, diikuti bagian
Timur, kemudiaan akhir-akhir ini mulai
intensif ke arah Barat. Pola perkembangan ini
sangat dipngaruhi oleh perkembangan tingkat
aksesibilitas terhadap kota dan atau fasilitas
perkotaan, yang berikutnya terkoreksi oleh
peningkatan harga tanah. Pada awalnya
perkembangan mengikuti tingginya kaesibiltas
ke kota dan fasilitas, kemudian karena ada
peningkatan harga tanah yang signifikadan di
area aksesibiliast tinggi, baik pengembangn
maupun pembeli rumah akan realisitis
Pola perkembangan keruangan sebagaimana
digambarkan di atas menunjukan perbedaan
karakter yang terbagi menjadi dua bagian
wilayah. Pada bagian sebelah Barat terjadi
perkembangan yang cukup tinggi dikarenakan
tingginya tingkat aksesibilitas masyarakat
untuk menuju ke Kota Yogyakarta.
Perkembangan ini juga diikuti dengan
pertumbuhan lahan terbangun yang ada,
sehingga timbul peningkatan investasi
pembangunan pada area barat Kabupaten
Bantul. Sedangkan pada area tengah dan
timur, terjadi perkembangan namun tidak
signifikan.
Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 13
Gambar 3.12. Peta Tingkat Konektivitas Kabupaten Bantul
Sumber: Hasil Olahan Survey, 2016
Gambar 3.12. Peta Tingkat Konektivitas Kabupaten Bantul
Sumber: Hasil Olahan Survey, 2016
Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 14
3.2. Pola Perkembangan Perumahan di
Wilayah Amatan
Berdasarkan observasi lapangan,
pembangunan rumah maupun perumahan di
wilayah amatan dilakukan oleh perorangan
(swadaya), pengembang swasta, serta
Perumnas sebagai pengembang milik negara.
Secara fisik, proses pembentukan perumahan
di Provinsi DIY terbagi melalui 2 cara yaitu
diorganisasikan dan tidak diorganisasikan.
1. Diorganisasikan: Pembentukan perumahan
melalui proses pemecahan dan pembangunan
kumpulan rumah-rumah dalam waktu relatif
bersamaan yang sering disebut masyarakat
sebagai pembukaan perumahan baru menjadi
“kompleks perumahan”. Walaupun menurut
UU No 1 Tahun 2011 belum tentu dapat
didefinisikan sebagai perumahan, akan tetapi
disebut sebagai kumpulan rumah.
2. Tidak diorganisasikan: Pembentukan
perumahan tidak diorganisasikan, melainkan
tumbuh bertahap (incremental) oleh
pembangunan individual dalam waktu yg
tidak bersamaan menjadi kumpulan rumah-
rumah yang selama ini kita sebut “kampung”
melalui proses yang bisa kita sebut sebagai
pembangunan secara “infill”.
Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 15
Gambar 7.2 karakter perkmebangan Perumahan Swadaya dan
Komersial Sumber: analisis penulis, 2016
Proses dan hasil tatanan pembangunan
perumahan juga dapat dikenali berdasarkan
pelakunya. Karakter perumahan yang
dihasilkan dari proses pembangunan rumah-
rumah komersial oleh pengembang misalnya
adalah adalah:
1. Terbentuk secara sengaja,
3. terorganisasi/terencana oleh pihak yang
tidak selalu menjadi calon penghuni.
4. Terjadi dan selesai (dapat dikenali
sebagai kelompok/kluster rumah atau
unit perumahan) dalam rentang waktu
yang relatif pendek.
5. Dimulai dari proses pemecahan lahan
lebih dari 2 bidang (sering hingga
puluhan atau ratusan kavling).
Sedangkan pembangunan rumah-rumah
swadaya secara incremental oleh masyarakat
memiliki ciri-ciri:
1. Terbentuk tanpa ada pengorganisasian,
tetapi dilakukan oleh para calon
penghuni/penghuni sendiri.
2. Terjadi dalam rentang waktu yang lama
a. Tidak jelas kapan mulainya (sudah
ada sejak dulu)
Diorganisasikan utk
melengkapi/menyempurnakan
lingkungan ketetanggan komunitas
eksisting
Diorganisasikan dengan panduan
yang lebih jelas per unit
perumahan baru
Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 16
b. Batas-batas kluster dalam
perkampungan lebih ditata secara
sosial, yaitu “pengelompokan rukun
tetangga atau rukun warga”
Pembangunan perumahan yang
terorganisasikan dilakukan oleh pihak
pengembangan menjadi unit perumahan,
sementara pembangunan incremental
cenderung dilakukan swadaya oleh
masyarakat dengan melalui proses infill oleh
pengembangan komersial.
Beberapa pengembang swasta
mampu membangun kumpulan rumah-rumah
komersial dalam jumlah dan area cukup besar
dengan dilengkapi PSU sehingga dapat disebut
sebagai “perumahan komersial”. Namun
demikian, ditemukan juga pengembang
swasta yang membangun kumpulan rumah-
rumah tidak terlalu besar dan tidak dilengkapi
dengan dua komponen PSU (hanya prasarana
dan sarana) sehingga belum dapat disebut
sebagai perumahan menurut undang-undang.
Pada proses yang terakhir ini, para
pengembang swasata melakukan
pembangunan infill, dimana karakteristik fisik
lingkungan yang terbentuk dari proses infill
adalah campuran dari proses terorganisasikan
dan incremental.
Dengan proses yang berbeda, kedua
proses ini juga menghasilkan tatanan fisik
yang berbeda. Perbedaan proses ini juga
mengundang strategi intervensi yang berbeda
dari pemerintah. Secara garis besar proses
pembentukan rumah dan perumahan dapat
digambarkan sebagai berikut:
Dengan memperhatikan karakteristik
perkembangan di atas. Rekomendasi dapat di
arahkan untuk 2 hal yaitu pembangunan
perumahan baru dalam skala besar yang
dalam penelitian ini sesuai untuk diterapkan
di wilayah Kabupaten Bantul bagian barat
serta pembangunan perumahan secara infill
yang sesuai untuk wilayah.
3.3. Tren Prmbangunan Perumahan di
Kabupaten Bantul
Untuk melihat trend pembangunan dan
pengembangan perumahan di Kabupaten
Bantul digunakan data ijin perumahan yang
dikeluarkan oleh Pemda Kabupaten Bantul.
Dari data ijin perumahan yang ada di
Kabupaten Bantul sampai dengan tahun 2015
diperoleh data sebagai berikut ini.
Wilayah <2010 2011 2012 2013 2014 2015 Jumlah
 Wilayah timur 58 10 8 18 8 10 112
 Wilayah tengah 29 3 0 4 1 2 39
 Wilayah barat 83 10 7 7 9 8 124
Total 170 23 15 29 18 20 275
Tabel 3. 1. Jumlah Perumahan di Kabupaten Bantul per Wilayah sampai Tahun 2015
Sumber : Analis, 2016
Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 17
Tabel tersebut di atas menunjukkan bahwa
dari jumlah total perumahan sampai tahun
2015 di Kabupaten Bantul sebanyak 275
perumahan, jumlah pembangunan
perumahan terbanyak sejumlah 124 buah
perumahan di wilayah barat yang meliputi
Kecamatan Kasihan, Kecamatan Pajangan, dan
Kecamatan Sedayu, kemudian diikuti wilayah
timur sebanyak 112 buah perumahan di
wilayah Kecamatan Piyungan, Kecamatan
Pleret, Kecamatan Jetis, dan Kecamatan
Banguntapan. Sedangkan jumlah
pembangunan perumahan paling sedikit di
wilayah tengah yang meliputi Kecamatan
Sewon dan Kecamatan Bantul sebanyak 39
unit perumahan sampai dengan tahun 2015.
Grafik perkembangan perumahan per wilayah
seperti pada gambar berikut di bawah ini.
Grafik tersebut menunjukkan bahwa
perkembangan perumahan di Kabupaten
Bantul mengalami penurunan pada : periode
2011-2012 untuk semua wilayah (barat,
tengah, dan timur); periode 2013-2014 untuk
wilayah timur dan wilayah tengah; dan
periode 2014-2015 untuk wilayah barat.
Perkembangan pembangunan perumahan
mengalami kenaikan pada : periode 2012-
2013 untuk seluruh wilayah (barat, tengah,
dan timur); periode 203-2014 untuk wilayah
barat; dan periode 2014-205 untuk wilayah
timur dan wilayah tengah. Peningkatan
pembangunan perumahan cukup tinggi terjadi
pada periode 2012-2013 di wilayah timur
mengalami peningkatan sebanyak 10 lokasi
perumahan, sedangkan penurunan
pembangunan perumahan cukup rendah juga
terjadi di wilayah timur periode 2013-2014.
Gambar 3. 1. Perkembangan Perumahan per Wilayah sampai 2015
Analisis lebih jauh juga dilakukan untuk
mengetahui tingkat pertumbuhan (r)
pembangunan perumahan di Kabupaten
Bantul. Perhitungan pertumbuhan perumahan
Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 18
secara detail pada tiap wilayah seperti pada
tabel berikut di bawah ini.
Wilayah 2010-
2011
2011-
2012
2012-
2013
2013-
2014
2014-
2015
Rata-rata
 Wilayah timur 0,17 0,80 2,25 0,44 1,25 0,98
 Wilayah tengah 0,10 0,00 0,00 0,25 2,00 0,47
 Wilayah barat 0,12 0,70 1,00 1,29 0,89 0,80
Total 0,14 0,65 1,93 0,62 1,11 0,89
Tabel 3. 2. Tingkat Pertumbuhan Perumahan di Kabupaten Bantul per wilayah
Sumber : Analis, 2016
Tabel tersebut menunjukkan bahwa rata-rat
tingkat pertumbuhan perumahan di
Kabupaten Bantul sampai tahun 2015 sebesar
0,89, dengan tingkat pertumbuhan
perumahan tertinggi pada periode 2012-2013
sebesar 1,93 dan terendah pada periode
2010-2011. Rata-rata tingkat pertumbuhan
perumahan tertinggi terjadi pada wilayah
timur sebesar 0,98 dengan tingkat
pertumbuhan tertinggi pada periode 2012-
2013 sebesar 2,25 dan terendah sebesar 0,17
pada periode 2010-2011. Rata-rata tingkat
pertumbuhan berikutnya adalah wilayah barat
dengan rata-rata sebesar 0,80 dengan tingkat
pertumbuhan tertinggi pada periode 2013-
2014 sebesar 1,29 dan terendah pada periode
2010-2011 sebesar 0,12. Rata-rata tingkat
pertumbuhan perumahan terendah di
Kabupaten Bantul terdapat di wilayah tengah
sebesar 0,47 dengan tingkat pertumbuhan
tertinggi periode 2014-2015 dan terendah
pada perode 2011-2012 dan 2012-2013.
Adapun grafik tingkat pertumbuhan
pembangunan perumahan di Kabupaten
Bantul seperti pada gambar berikut ini.
Gambar 3. 2. Grafik Tingkat Pertumbuhan Perumahan di Kabupaten Bantul
Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 19
Grafik tersebut menunjukkan bahwa tingkat
pertumbuhan perumahan untuk ketiga
wilayah mempunyai karakteristik yang
berbeda. Wilayah timur (Piyungan, Pleret,
Jetis, dan Banguntapan) mempunyai
karakteristik tingkat pertumbuhan yang cukup
fluktuatif dengan tingkat pertumbuhan yang
tidak menentu. Tingkat pertumbuhan
meningkat tajam pada periode 2012-2013 dan
2014-2015 tetapi mengalami penurunan
drastis periode 2013-2014. Wilayah tengah
mempunyai karakteristik tingkat
pertumbuhan yang rendah/stagnan, tetapi
tiba-tiba meningkat tajam pada periode 2014-
2015. Sedangkan karakteristik tingkat
pertumbuhan perumahan di wilayah barat
mempunyai tingkat pertumbuhan yang relatif
baik, yaitu mengalami peningkatan yang yang
merata dari 2010-2014 dan mengalami
penurunan sedikit pada periode 2014-2015.
Grafik tersebut menjelaskan bahwa tingkat
pertumbuhan pembangunan perumahan di
Kabupaten Bantul yang cukup baik terjadi di
wilayah barat. Adapun Peta Pertumbuhan
Perumahan di Kabupaten Bantul sampai
dengan tahun 2015 seperti pada gambar
berikut ini.
KajianKebijakanPengendalianPembangunanPerumahanKabupatenBantul|20
Gambar3.3.PetaPertumbuhanPerumahanKabupatenBantulsampaiTahun2015
Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 21
BAB 4
Kapasitas Pengelolaan
Pembangunan dan
Pengembangan
Perumahan Bantul
4.1. Tata Aturan dan implementasi
Perijinan Pemda Kab. Bantul
Arah kebijakan umum pembangunan dan
pengembangan perumahan di Kabupaten
Bantul termuat dalam Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) Kabupaten Bantul 2010-2030
yang tertuang dalam Perda Kabupaten Bantul
Nomor 04 Tahun 2011. Kabijakan
pembangunan perumahan Kabupaten Bantul
secara implisit termuat dalam kawasan
peruntukan permukiman, dimana
permukiman dibedakan menjadi permukiman
perkotaan dan permukiman pedesaan.
Adapun rencana pengembangan kawasan
permukiman di Kabupaten Bantul adalah
sebagai berikut :
 Rencana kawasan permukiman perkotaan
seluas kurang lebih 5.434 Hektar atau
10,72% dari luas wilayah Kabupaten
Bantul yang difokuskan di wilayah
Kecamatan Sewon, Kecamatan
Banguntapan, Kecamatan Kasihan,
Kecamatan Pajangan, Kecamatan Bantul,
Kecamatan Pleret dan Kecamatan
Piyungan.
 Rencana Kawasan Siap Bangun dan
Lingkungan Siap Bangun (Kasiba/Lisiba)
Bantul Kota Mandiri di Desa Guwosari,
Desa Sendangsari dan Desa Triwidadi
Kecamatan Pajangan dan di Desa
Bangunjiwo Kecamatan Kasihan
direncanakan seluas kurang lebih 1.300
Hektar.
 Rencana untuk kawasan permukiman
perdesaan seluas kurang lebih 5.738
Hektar atau 11,32% dari luas wilayah
Kabupaten Bantul di seluruh kecamatan di
wilayah Kabupaten, kecuali Kecamatan
Banguntapan.
Kawasan permukiman adalah kawasan
yang diarahkan dan diperuntukkan bagi
pengembangan permukiman atau tempat
tinggal/hunian beserta prasarana dan sarana
lingkungan yang terstruktur. Dari kebijakan
tersebut terlihat bahwa kebijakan
permukiman di wilayah barat, wilayah tengah
dan wilayah timur cukup beragam dari arahan
sebagai kawasan permukiman perkotaan,
kawasan permukiman pedesaan, dan kawasan
siap bangun dan lingkungan siap bangun
(Kasiba/Lisiba). Arahan secara lebih rinci dari
setiap wilayah sebagai berikut ini.
Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 22
No Wilayah Arahan Kebijakan Permukiman/Perumahan
1 Wilayah barat (Kec. Sedayu,
Kec. Pajangan, Kec. Kasihan)
 Sebagai kawasan permukiman perkotaan di sebagian
wilayah Kec. Kasihan dan Kec. Pajangan
 Sebagai kawasan permukiman pedesaan di sebagian
wilayah Kec. Sedayu
 Sebagai Kasiba/Lisiba untuk sebagian wilayah Kec.
Kasihan dan sebagian eilayah kec. Pajangan
2 Wilayah tengah (Kec. Sewon
dan Kec. Bantul)
 Sebagai kawasan permukiman perkotaan di sebagian
wilayah Kec. Sewon dan Kec. Bantul
3 Wilayah timur (Kec.
Banguntapan, Kec. Pleret, Kec.
Jetis, Kec. Piyungan)
 Sebagai kawasan permukiman perkotaan di sebagian
wilayah Kec. Banguntapan, Kec. Piyungan, dan Kec.
Pleret
 Sebagai kawasan permukiman pedesaan di sebagian
wilayah Kec. Jetis
Tabel 3. 3. Arah Kebijakan Pembangunan dan Pengembangan Perumahan di Kabupaten Bantul
Sumber : RTRT Kab. Bantul dan Analis, 2016
4.2. Arahan Pengembangan Keterpaduan
PSU Perumahan/Permukiman
Arahan penyelenggaraan perumahan
merupakan satu kesatuan sistem yang
dilaksanakan secara terkoordinasi, terpadu
dan berkelanjutan. Prinsip penyelenggaraan
perumahan merupakan perwujudan kegiatan
pembangunan perumahan di kawasan zona
permukiman seperti yang tetuang dalam
RTRW/RDTR Kabupaten Bantul dengan
mengutamakan keterpaduan Prasarana
Sarana dan Utilitas (PSU) kawasan sebagai
pengendalian dan pengembangan
perumahan. Permasalahan PSU di lapangan
yang sering terjadi pada kawasan perumahan
antara lain :
 genangan air atau banjir disebabkan
penanganan sistem drainase yang tidak
terpadu dalam satu daerah tangkapan
air, bangunan yang tidak memadai dan
tidak terpelihara,
 kemacetan lalulintas disebabkan
penanganan jaringan jalan tidak terpadu
dengan kawasan sekitarnya,
 kekurangan air minum disebabkan oleh
penanganannya belum terpadu, sehingga
distribusi air minum tidak merata,
 rumah sudah terbangun tetapi
prasarananya belum terselesaikan,
 pelaksanaan pembangunan atau
pengembang lebih mementingkan persil
(cluster) sendiri sehingga PSU tidak
terpadu antar sistem.
Untuk menghadapi permasalahan di atas
diperlukan upaya keterpaduan PSU dalam
penyelenggaraan pembangunan kawasan
perumahan di Kabupaten Bantul. Prasarana
lingkungan perumahan meliputi : jalan,
drainase, air limbah, persampahan, dan
Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 23
penerangan jalan. Sarana lingkungan
perumahan meliputi : fasilitas pendidikan,
fasilitas kesehatan, fasilitas perbelanjaan dan
niaga; dan fasilitas umum dan sosial. Utilitas
umum perumahan meliputi : air bersih dan
pemadam kebakaran. Penyediaan PSU untuk
pengembangan perumahan disesuaikan
dengan kondisi wilayah Kabupaten Bantul
agar keterpaduan dengan PSU eksisting dapat
terjaga keberlanjutannya. Adapun arahan
pengembangan PSU yang perlu diperhatikan
adalah sebagai berikut ini.
4.2.1. Arahan Pengembangan PSU
Perumahan Wilayah Barat.
Wilayah barat yang meliputi Kecamatan
Kasihan, Sedayu, dan Pajangan mempunyai
potensi untuk pengembangan perumahan
skala besar. Kondisi fisik wilayah barat adalah
:
 Ketersediaan lahan untuk zona
permukiman seluas 1.832 h
 Kondisi DDLB (daya dukung lahan
untuk permukiman) bervariasi antara
1,06 – 4,49 (DDLB rendah : 3 desa,
DDLB sedang : 2 desa, DDLB baik : 3
desa, dan DDLB sangat baik : 2 desa)
 Sebagian wilayah mempunyai
karakteristik fisik berupa perbukitan
(ladang/tegalan),
 Di beberapa wilayah mempunyai
kondisi air bersih yang terbatas
(rawan kekeringan),
 Aksesibilitas wilayah yang masih
terbatas
 Di beberapa wilayah merupakan lahan
pertanian subur (Sedayu dan Kasihan)
Arahan yang harus diperhatikan terkait
dengan pengembangan PSU perumahan di
wilayah ini adalah seperti tabel berikut di
bawah ini.
Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 24
JENIS PSU KOMPONEN PSU ARAHAN PENGEMBANGAN WILAYAH BARAT
PRASARANA
LINGKUNGAN
Prasarana Jaringan
Jalan
 Jaringan jalan di kawasan perumahan menurut fungsinya
adalah jalan lokal dan jalan lingkungan dalam sistem
jaringan jalan sekunder.
 Jaringan jalan akses perumahan menuju ke jalan eksisting
minimal jalan lokal sekunder/jalan kabupaten
 Jalan akses perumahan dengan lebar minimal sama
dengan lebar jalan yang terlebar dalam perumahan.
 Jaringan jalan harus terpadu dengan kawasan sekitarnya.
 Jaringan jalan dilengkapi dengan fasilitas penunjang seperti
trotoar, jalur hijau, dan lampu penerangan di jalan dan
rekening menjadi tanggungan penghuni perumahan.
 Penyediaan lahan parkir umum dan penggunaannya yang
juga sekaligus berfungsi sebagai pangkalan sementara
kendaraan angkutan publik.
Prasarana Jaringan
Drainase
 Prasarana drainase kawasan yang mampu menjamin
kawasan tersebut tidak tergenang air pada waktu musim
hujan.
 Saluran drainase kawasan perumahan harus terintegrasi
dengan sistem drainase di luar kawasan atau sistem
drainase perkotaan.
 Saluran drainase kawasan dilengkapi sumur resapan dan
kolam retensi serta outlet ke sungai/badan air sesuai
dengan volume limpasan air hujan.
 Lokasi pengembangan perumahan yang dilalui jaringan
irigasi, wajib dilestarikan fungsinya untuk mendukung
kecukupan pangan di Kabupaten Bantul terutama di
wilayah Sedayu dan Kasihan yang masih dijumpai banyak
sawah subur.
Prasarana
Pengolahan Air
limbah
 Kawasan perumahan yang dilewati jaringan limbah rumah
tangga (assenering) dari Instalasi Pengolahan Air Limbah
(IPAL) terpusat wajib menyambung ke jaringan tersebut
(di sebagian wilayah Kecamatan Kasihan),
 Kawasan perumahan yang tidak dilewati jaringan limbah
rumah tangga (assenering) dan memiliki jumlah kapling ≤
40 (empat puluh) unit rumah wajib membangun IPAL
komunal.
Prasarana Layanan
Persampahan
 Wajib menyediakan tempat sampah di masing-masing unit
rumah dengan sistem terpilah.
 Wajib menyediakan komposter untuk pengolahan sampah
organik.
 Wajib menyediakan tempat pengolahan sampah berupa
TPS/TPS 3R
 Wajib mempersiapkan sistem/pengelola layanan
pembuangan sampah.
Prasarana Jaringan
air minum
 Kawasan perumahan yang di sekitarnya terdapat
jaringan air bersih dari PDAM diharuskan menggunakan
jaringan PDAM.
 Untuk wilayah barat ini jaringan PDAM yang ada masuk
dalam unit pelayanan PDAM Kabupaten Bantul di Zona VI
(Sedayu, Kasihan, Sewon) dan Zona VII (Pajangan, Bantul,
Jetis).
SARANA Sarana tempat  Tempat pendidikan sesuai dengan kriteria kebutuhan
Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 25
JENIS PSU KOMPONEN PSU ARAHAN PENGEMBANGAN WILAYAH BARAT
LINGKUNGAN pendidikan sarana untuk penduduk 1.250 – 3.000 jiwa yang berupa TK,
SD, SLTP, SMU.
 Tempat pendidikan harus terpadu dengan wilayah sekitar.
Sarana layanan
kesehatan
 Fasilitas layanan kesehatan sesuai dengan kriteria
kebutuhan sarana untuk penduduk 1.250 – 3.000 jiwa yang
berupa klinik, puskesmas, RS C, B, dan A.
 Layanan kesehatan harus terpadu dengan wilayah sekitar.
Sarana layanan
perdagangan
 Fasilitas perdagangan sesuai dengan kriteria kebutuhan
sarana untuk penduduk 1.250 – 3.000 jiwa yang berupa
warung, restoran, pujasera, pasar tradisional, minimarket,
pertokoan.
 Layanan perdagangan harus terpadu dengan wilayah
sekitar.
Fasos dan
fasum
 Fasos dan fasum sesuai dengan kriteria kebutuhan sarana
untuk penduduk 1.250 – 3.000 jiwa yang berupa rumah
ibadah, balai pertemuan, dan kantor.
 Fasos dan fasum harus terpadu dengan wilayah sekitar.
Sarana tempat olah
raga
 Fasilitas olah raga sesuai dengan kriteria kebutuhan sarana
untuk penduduk 1.250 – 3.000 jiwa yang berupa gedung
dan lapangan olahraga
 Tempat olah raga harus terpadu dengan wilayah sekitar.
Sarana pemakaman  Fasilitas pemakaman sesuai dengan kriteria kebutuhan
sarana untuk penduduk 1.250 – 3.000 jiwa yang berupa
makam.
 Pemakaman harus terpadu dengan wilayah sekitar.
Ruang
Terbuka Hijau
 RTH sesuai dengan kriteria kebutuhan sarana untuk
penduduk 1.250 – 3.000 jiwa yang berupa taman.
 RTH harus terpadu dengan wilayah sekitar.
UTILITAS
UMUM
Jaringan listrik  Jaringan listrik sesuai dengan kriteria kebutuhan sarana
untuk penduduk 1.250 – 3.000 jiwa yang berupa Gardu dan
jaringan (PLN), genset
 Jaringan listrik harus terpadu dengan wilayah sekitar.
Pemadam
kebakaran
 Pemadam kebakaran sesuai dengan kriteria kebutuhan
sarana untuk penduduk 1.250 – 3.000 jiwa yang berupa
perlengkapan pemadam kebakaran dan hidran umum.
 Pemadam kebakaran harus terpadu dengan wilayah
sekitar.
Tabel 3. 8. Arahan Pengembangan PSU di Wilayah
Barat
Sumber : Analis, 2016
Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 26
4.2.2. Arahan Pengembangan PSU
Perumahan Wilayah Tengah dan Wilayah
Timur
Wilayah Tengah meliputi Kecamatan
Sewon dan Bantul sedangkan Wilayah Timur
meliputi Kecamatan Banguntapan, Pleret, dan
Piyungan. Wilayah ini mempunyai potensi
untuk pengembangan perumahan infill (infill
development). Adapun kondisi fisik wilayah ini
adalah :
• Ketersediaan lahan untuk zona
permukiman seluas 896 ha untuk wilayah
tengah dan seluas 994 ha untuk wilayah
timur.
• Kondisi DDLB (daya dukung lahan untuk
permukiman) wilayah tengah bervariasi
1,21 – 1,97 (DDLB rendah : 3 desa, DDLB
sedang : 6 desa), sedangkan wilayah timur
DDLB bervariasi 0,76 – 4,75 (DDLB jelek : 1
desa, DDLB rendah : 2 desa, DDLB sedang :
3 desa, DDLB baik : 5 desa, dan DDLB
sangat baik : 3 desa)
• Wilayah tengah mempunyai karakteristik
fisik berupa dataran, sedangkan wilayah
timur sebagian wilayah berupa perbukitan
(ladang/tegalan),
• Aksesibilitas wilayah sudah cukup baik
terutama untuk wilayah tengah,
• Sebagian wilayah berupa sawah subur
(Sewon, Pleret, dan Piyungan)
• Di beberapa wilayah rawan
banjir/genangan terutama wilayah tengah.
Arahan yang harus diperhatikan terkait
dengan pengembangan PSU perumahan di
wilayah ini adalah seperti tabel berikut di
bawah ini.
Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 27
JENIS PSU KOMPONEN PSU ARAHAN PENGEMBANGAN WILAYAH TENGAH DAN TIMUR
PRASARANA
LINGKUNGAN
Prasarana Jaringan
Jalan
 Jaringan jalan di kawasan perumahan fungsinya sebagai
jalan lokal dan jalan lingkungan dalam sistem jaringan jalan
sekunder terpadu dengan jaringan jalan kawasan
sekitarnya.
 Jaringan jalan akses perumahan menuju ke jalan eksisting
minimal jalan lokal sekunder/jalan kabupaten
 Jalan akses perumahan dengan lebar minimal sama
dengan lebar jalan lingkungan yang terlebar di dalam
perumahan.
 Jalan lokal dan lingkungan harus memenuhi unsur luas
bangunan dengan lebar perkerasan minimal 3,5 meter.
 Wajib disiapkan lampu penerangan di jalan dan
rekening menjadi tanggungan penghuni perumahan.
Prasarana Jaringan
Drainase
 Prasarana drainase kawasan harus mampu menjamin
kawasan tersebut tidak tergenang air pada waktu musim
hujan.
 Saluran drainase di kawasan perumahan harus terintegrasi
dengan sistem drainase di luar kawasan atau sistem
drainase perkotaan.
 Saluran drainase kawasan dilengkapi sumur resapan dan
outlet ke sungai/badan air sesuai dengan volume limpasan
air hujan.
 Lokasi pengembangan perumahan yang dilalui jaringan
irigasi, wajib dilestarikan fungsinya untuk mendukung
kecukupan pangan di Kabupaten Bantul terutama di
wilayah Sewon, Pleret, dan Piyungan yang masih banyak
sawah irigasi yang subur.
Prasarana
Pengolahan Air
limbah
 Kawasan perumahan yang dilewati jaringan limbah rumah
tangga (assenering) dari Instalasi Pengolahan Air Limbah
(IPAL) terpusat wajib menyambung ke jaringan tersebut
(di sebagian wilayah Kecamatan Sewon dan Banguntapan),
 Kawasan perumahan yang tidak dilewati jaringan limbah
rumah tangga (assenering) dan memiliki jumlah kapling ≤
40 (empat puluh) unit rumah wajib membangun IPAL
komunal.
Prasarana Layanan
Persampahan
 Wajib menyediakan tempat sampah di masing-masing unit
rumah dengan sistem terpilah an menyediakan komposter
untuk pengolahan sampah organik.
 Wajib menyediakan tempat pengolahan sampah berupa
TPS/TPS 3R
 Wajib mempersiapkan sistem/pengelola layanan
pembuangan sampah.
Prasarana Jaringan
air minum
 Kawasan perumahan yang di sekitarnya terdapat
jaringan air bersih dari PDAM harus menggunakan
jaringan PDAM.
 Untuk wilayah tengah ini jaringan PDAM yang ada masuk
dalam unit pelayanan PDAM Kabupaten Bantul di Zona VI
(Sedayu, Kasihan, Sewon) dan Zona VII (Pajangan, Bantul,
Jetis), sedangkan untuk wilayah timur masuk dalam zona I
(Piyungan, Banguntapan, Pleret).
SARANA
LINGKUNGAN
Sarana tempat
pendidikan
 Tempat pendidikan sesuai dengan kriteria kebutuhan
sarana untuk penduduk < 1.250 jiwa yang berupa SD, SLTP.
Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 28
JENIS PSU KOMPONEN PSU ARAHAN PENGEMBANGAN WILAYAH TENGAH DAN TIMUR
 Tempat pendidikan harus terpadu dengan wilayah sekitar.
Sarana layanan
kesehatan
 Fasilitas layanan kesehatan sesuai dengan kriteria
kebutuhan sarana untuk penduduk < 1.250 jiwa yang
berupa klinik, posyandu, puskesmas pembantu, dan
puskesmas.
 Layanan kesehatan harus terpadu dengan wilayah sekitar.
Sarana layanan
perdagangan
 Fasilitas perdagangan sesuai dengan kriteria kebutuhan
sarana untuk penduduk < 1.250 jiwa yang berupa warung,
pujasera, pasar.
 Layanan perdagangan harus terpadu dengan wilayah
sekitar.
Fasos dan
fasum
 Fasos dan fasum sesuai dengan kriteria kebutuhan sarana
untuk penduduk < 1.250 jiwa yang berupa rumah ibadah
dan balai pertemuan.
 Fasos dan fasum harus terpadu dengan wilayah sekitar.
Sarana tempat olah
raga
 Fasilitas olah raga sesuai dengan kriteria kebutuhan sarana
untuk penduduk < 1.250 jiwa yang berupa lapangan
olahraga.
 Tempat olah raga harus terpadu dengan wilayah sekitar.
Sarana pemakaman  Pemakaman harus terpadu dengan wilayah sekitar dengan
memanfaatkan makam eksisting (persetujuan wilayah
sekitar).
Ruang
Terbuka Hijau
 RTH sesuai dengan kriteria kebutuhan sarana untuk
penduduk < 1.250 jiwa yang berupa taman.
 RTH harus terpadu dengan wilayah sekitar.
UTILITAS
UMUM
Jaringan listrik  Jaringan listrik sesuai dengan kriteria kebutuhan sarana
untuk penduduk < 1.250 jiwa yang berupa gardu dan
jaringan (PLN), genset
 Jaringan listrik harus terpadu dengan wilayah sekitar.
Pemadam
kebakaran
 Pemadam kebakaran sesuai dengan kriteria kebutuhan
sarana untuk penduduk < 1.250 jiwa yang berupa
perlengkapan pemadam kebakaran
 Pemadam kebakaran harus terpadu dengan wilayah
sekitar.
Tabel 3. 9. Arahan Pengembangan PSU di Wilayah Tengah dan Timur
Sumber : Analis, 2016
Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 29
BAB 5
Isu-isu implementasi
arah kebijakan
Pembangunan dan
Pengembangan
perumahan
5.1. Wilayah Barat (Hasil FGD)
Arahan pengembangan perumahan di
wilayah Kabupaten Bantul bagian barat
senyatanya masih menimbulkan pro dan
kontra antar berbagai pihak yang
berkepentingan di dalamnya. Berdasarkan
hasil Forum Group Discussion (FGD)
didapatkan bahwa wacana arahan
pengembangan perumahan berbentuk kluster
cukup besar di wilayah Kabupaten Bantul
bagian barat masih menimbulkan banyak
kekhawatiran bagi berbagai pihak.
Kekhawatiran tersebut timbul karena dipicu
adanya fungsi koordinasi yang dinilai masih
kurang antar pengembang-pemerintahan
lokal-masyarakat, asas kelestarian lingkungan
yang seringkali diabaikkan dalam
pembangunan perumahan terutama untuk
kluster besar , banyaknya pengembang-
pengembang pada skala kecil yang tidak
menepati aturan pembangunan perumahan
yang baik, dan kondisi masyarakat yang
kurang mendukung dilaksanakannya
pembangunan perumahan.
Adanya fungsi koordinasi yang dinilai
masih kurang antar pengembang-
pemerintahan lokal-masyarakat disebabkan
karena belum adanya pedoman pasti yang
dapat digunakan pemerintah untuk mengikat
pihak pengembang agar menjalankan
usahanya sesuai dengan harapan pemerintah
dan juga masyarakat terdampak. Belum
adanya fugsi koordinasi yang baik ini
seringkali dimanfaatkan oleh oknum
pengembang-pengembang skala kecil untuk
menjalankan usaha berdasarkan perhitungan
keuntungan mereka. Dalam realitanya di
Kabupaten Bantul masih dapat ditemukan
oknum-oknum pengembang yang tidak
menaati aturan dengan melanggar siteplan
yang telah disetujui. Dengan begitu maka tak
heran bahwa lingkunganlah yang akhirnya
menjadi sasaran untuk dikorbankan.
Sebuah proyek pembangunan
perumahan khususnya perumahan kluster
besar selalu diikuti dengan konsekuensi-
konsekuensi tertentu. Konsekuensi yang
utama terjadi disetiap proyek pembangunan
yakni maraknya perubahan fungsi lahan. Jika
perubahan lahan ini gagal membawa dampak
positif bagi orang-orang di sekitarnya maka
jelas proyek pembangunan akan mendapat
penolakan. Begitu halnya kondisi yang terjadi
di Kabupaten Bantul, masyarakat banyak yang
merasa kurang setuju dengan pembangunan
Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 30
perumahan kluster besar di sana.
Penyebabnya beragam mulai dari merek yang
merasa tidak dilibatkan dalam kegiatan
sosialisasi hingga mereka yang menolak
karena merasa lahan usahanya ataupun lahan
tempat tinggalnya merasa terusik dengan
keberadaan perumaahan baru tersebut.
Beragam perkiraan hambatan-
hambatan tersebut muncul dalam
menanggapi wacana arahan pembangunan
perumahan kluster besar di wilayah
Kabupaten Bantul bagian barat. Berdasarkan
hambatan–hambatan tersebut maka
didapatkan beberapa ide/usulan/perbaikan/
pendetailan dari adanya rekomendasi
pembangunan perumahan kluster besar di
wilayah Kabupaten Bantul bagian barat yakni
antara lain :
1. Pembangunan perumahan harus
terintegrasi dengan guna lahan di kawasan
sekitarnya
2. Pembangunan perumahan yang inklusif
melalui tatanan fiisk perumahan yang
membentuk ruang –ruang sosial
masyarakat
3. Lokasi pembangunan perumahan berada
pada kelerengan lahan 0-8%
4. Perlu adanya perumusan pedoman
pembangunan perumahan
5. Dalam pembangunan perumahan harus
disertai dengan rencana jaringan jalan,
drainase, persampahan, perairan yang
berhubungan dengan jaringan eksisting
atau jaringan yang sudah ada sebelumnya
6. Perlunya peningkatan koordinasi kepada
pengembang-pengembang skala kecil
untuk meminimalisir dampak negatif dari
bentuk-bentuk kecurangan yang dilakukan
oleh para pengembang nakal
7. Perlunya peningkatan keterlibatan
pemerintah akar rumput dan juga
masyarakat lokal dalam pembangunan
perumahan oleh pengembang
5.2. Wilayah Timur dan Tengah (Hasil
FGD)
Berdasarkan hasil Focus Group
Discussion (FGD), ditemukan bahwa minat
investor dalam membangun perumahan di
wilayah timur dan tengah saat ini tergolong
tinggi. Akan tetapi, ketidakjelasan peraturan
yang ada membuat terjadinya masalah-
masalah baik secara sosial maupun
lingkungan. Hal ini tidak hanya berdampak
pada masyarakat saja tetapi juga berdampak
kepada developer karena merasa tidak
memiliki kepastian hukum dalam melakukan
pembangunan di Kabupaten Bantul.
Dari segi fisik, pembangunan
perumahan di wilayah timur dan tengah yang
tergolong marak menimbulkan adanya
perubahan lahan pertanian menjadi non
pertanian. Konversi lahan tersebut terjadi
karena murahnya proses pematangan
sehingga ketergantungan developer akan
perubahan lahan pertanian tergolong tinggi.
Selain itu, banyaknya perumahan baru
mengakibatkan peningkatan penduduk yang
tinggal pada wilayah tengah dan timur.
Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 31
Karakter penduduk perumahan yang bekerja
di kabupaten/kota di luar Kabupaten Bantul
serta posisi wilayah sebagai KPY
menyebabkan tingginya mobalisasi yang
terjadi sehingga menimbulkan kemacetan di
jalan-jalan utama.
Selain itu, penyediaan sarana dan
prasarana juga tidak saling beriringan dengan
proses pembangunan perumahan. Hal ini
berdampak pada perumahan yang sudah
terbangun menjadi belum tercukupi
kebutuhan sarana dan prasarana umum
sehingga penghuni yang tinggal harus
mengakses jauh sarana prasarana diluar area
perumahan.
Secara sosial, pembangunan
perumahan di wilayah timur dan tengah juga
memberikan banyak permasalahan.
Penamaan perumahan dengan nama asing
tergolong tidak sesuai dengan kebudayaan
masyarakat D.I. Yogyakarta sehingga
memuculkan segregasi sosial. Selain itu
keberadaan perumahan eksklusif yang
tertutup dari area kampung membuat
kecemburuan sosial yang muncul sehingga
menimbulkan konflik antara warga kampung
dan warga perumahan.
Berdasarkan hasil diskusi, pihak
developer, pemerintah, dan kepala-kepala
kecamatan setuju akan pengembangan
pembangunan perumahan dengan model
infill. Akan tetapi, pembagian peran akan
masing-masing aktor harus jelas sehingga
dapat memudahkan proses pembangunan
perumahan. Adapun ide/usulan/perbaikan/
pendetailan dari adanya rekomendasi
pembangunan perumahan detail yang
didapatkan dari hasil FGD untuk perumahan
pada area Tengah dan Timur di Kabupaten
Bantul adalah sebagai berikut:
Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 32
1. Pembangunan infill diarahkan di lahan
berstatus pekarangan atau lahan
pertanian < 1000 m yang telah diapit
bangunan dan berposisi di pinggir jalan
2. Kondisi/tatanan letak kelompok rumah
rencana terintegrasi dengan kelompok
rumah eksisting membentuk ruang yang
inklusif
3. Lokasi lahan untuk pembangunan
memiliki kelerengan < 8, serta untuk
upaya cut and fill yang dilakukan
pengembang harus melalui ijin
pemerintah
4. Pembangunan kelompok rumah baru
tidak boleh menutup pola aliran air
perumahan eksisting di sekitarnya
5. Keberadaan perumahan rencana harus
terintegrasi dengan tatanan sosial
masyarakat sekitar melalui
pengintegrasian dengan kelompok RT
dan RW
6. Pembangunan perumahan klaster harus
dilengkapi dengan rekomendasi
akses/hubungan calon penghuni dari
jalan arteri/kolektor/lokal ke perumahan
melewati kampung
7. Pembangunan perumahan harus
mengintegrasikan sarana prasarana dan
utilitas dengan perumahan eksisting di
sekitarnya
8. Dibentuk pedoman-pedoman untuk
upaya pengintegrasian perumahan infill
untuk menciptakan ruang secara inklusif,
efisien, dan nyaman
Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 33
BAB 6
Proyeksi Persoalan dan Tantangan
Pembangunan dan Pengembangan Perumahan
6.1. Analisis Permasalahan (Pohon Masalah)
Pembangunan Perumahan wilayah Barat
Sulitnya penerapan prinsip-prinsip
pembangunan perumahan berkelanjutan di
Kabupaten Bantul secara garis besar
disebabkan oleh sulitnya penerapan prinsip
perumahan inklusif, sulitnya penerapan
prinsip perumahan efisien, dan sulitnya
penerapan prinsip kenyamanan dalam
perumahan. Penyebab yang pertama yakni
sulitnya penerapan prinsip perumahan inklusif
di Kabupaten Bantul dapat terjadi karena
belum adanya pedoman pembangunan
perumahan dengan prinsip inklusif. Hal
tersebut menjadi alasan bagi pengembang
untuk dapat lebih leluasa membangun
perumahan ekslusif yang menghilangkan
ruang-ruang sosial masyarakat sehingga
seringkali menimbulkan konflik dengan
masyarakat di sekitarnya.
Penyebab yang kedua yakni sulitnya
penerapan prinsip perumahan efisien di
Kabupaten Bantul dapat terjadi karena
pembangunan perumahan terutama pada
skala besar sulit mewujudkan efisiensi dalam
hal lahan sawah dan juga infrastruktur.
Pengembang skala besar cenderung
menggunakan lahan sawah dengan harga
yang menguntungkan bagi mereka tanpa
memperhatikan potensi kesesuaian lahan dan
daya dukung kawasan yang termuat di dalam
RDTR. Hal ini dapat terjadi karena keberadaan
dari RDTR yang kurang operasional sehingga
sulit tebaca bagi pengembang dan dapat pula
terjadi karena adanya pengembang yang
kurang kooperatif alam menjalankan aturan
sehingga bertindak nekat melanggar RDTR. Di
sisi lain, efisiensi dalam hal infratsruktur juga
masih sulit diwujudkan karena belum adanya
pedoman integrasi infrastruktur baru dengan
eksisting yang dapat mengikat pengembang
untuk menaati dan melaksanakan.
Penyebab ketiga yakni sulitnya
penerapan prinsip kenyamanan dalam
perumahan dapat dilihat dari dual hal yakni
kenyamanan dalam hal pergerakan dan
termal. Kesulitan dalam hal kenyamanan
Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 34
pergerakan terjadi karena adanya
kecederungan kemacetan yang ditimbulkan
oleh setiap pembangunan perumahan baru.
Hal ini kerap terjadi karena belum adanya
pertimbangan skenario pola pergerakan yang
dibangkitkan dalam suatu sistem perumahan.
Selain itu, kesulitan dalam hal kenyamanan
termal juga terjadi karena kecenderungan
pengembang saat ini yang membangun
perumahan tanpa menggunakan pedoman
lansekap yang ada.
KajianKebijakanPengendalianPembangunanPerumahanKabupatenBantul|35
Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 36
6.2. Analisis Permasalahan (Pohon
Masalah) Pembangunan Perumahan wilayah
Timur dan Tengah
Berdasarkan analisis permasalahan
yang ada pada wilayah timur dan tengah
Kabupaten Bantul ditemukan sulitnya
mengintegrasikan perumahan infill menjadi
permukiman inklusif, efisien, dan nyaman
merupakan masalah paling atas yang muncul.
Adapun 3 masalah yang muncul yaitu, sulitnya
mengintegrasikan prinsip-prinsip inklusif di
perumahan infill, sulitnya pengintegrasian
prinsip efisiensi pembangunan, serta sulitnya
penerapan prinsip kenyamanan di perumahan
infill.
Kesulitas dalam pengintegrasian
prinsip-prinsip inklusif di perumahan infill
dikarenakan oleh belum adanya pedoman
pembangunan perumahan infill. Akibatnya,
pengembang belum memahami bagaimana
membuat lingkungan perumahan infill yang
bisa terintegrasi dengan perumahan eksisting
di sekitarnya sehingga menghasilkan
permukiman yang inklusif.
Lalu, permasalahan pengintegrasian
prinsip-prinsip efisiensi pembangunan juga
terjadi di pembangunan perumahan infill. Hal
ini dikarenakan sulitnya melakukan efisiensi
penyediaan prasarana, sarana, dan utilitas.
Akar permasalahan dari penyediaan PSU ada 3
yaitu, belum adanya pedoman kerjasama
penyediaan PSU antara pemerintah,
pengembang, dan masyarakat, belum adanya
standar penyediaan PSU untuk perumahan
infill, serta belum adanya pedoman integrasi
infrastruktur di perumahan baru dengan
perumahan eksisting.
Selain itu, adapula kesulitan penerapan
prinsip kenyamana dalam pembangunan
perumahan inklusif. Hal ini dikarenakan belum
adanya pedoman mobilitas dan aksesibiltas,
dan belum adanya pedoman pembangunan
tapak di perumahan infill yang melihat dari
sudut pandang kenyamanan termal.
KajianKebijakanPengendalianPembangunanPerumahanKabupatenBantul|37
Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 38
BAB 7
Rekomendasi: Arahan
Penyusunan Pedoman
dan Kaidah Pelaksanaan
7.1. Penyusunan Pedoman dan Strategi
Penyediaan Sarana dan Prasarana
Berdasarkan hasil analisis dari Focus
Group Discussion yang telah dilakukan
sebelumnya, terbentuklah dua arahan
pengembangan perumahan di Kabupaten
Bantul. Pada wilayah Kabupaten Bantul
wilayah Barat dilakukan pembangunan
dengan skala besar, sedangkan pada bagian
Timur dan Tengah dilakukan pembangunan
dengan metode infill.
Pengembangan perumahan secara
besar-besaran masih dapat dilakukan dengan
kapasitas lahan di wilayah barat Kabupaten
Bantul saat ini. Pembangunan besar dapat
disebut sebagai pengembangan masterplan,
pembangunan perumahan dilakukan pada
lahan berskala besar. Pengembangan
perumahan ini disertai dengan fasilitas
pendukung seperti jalan, ruang terbuka, serta
fasilitas rekreasi dengan tetap menyesuaikan
dengan penggunaan lahan di sekitarnya.
Pengembangan perumahan skala besar ini
perlu diperhatikan prinsip pengembangan
perumahan berkelajutan, yaitu dengan
memperhatikan aspek lingkungan untuk
mengantisipasi kebutuhan perumahan di
masa mendatang.
Sedangkan, wilayah timur dan tengah
Kabupaten Bantul yang secara eksisting masuk
dalam Kawasan Perkotaan Yogyakarta
membuat kondisi spasial yang ada cenderung
berkembang menjadi area pinggiran
perkotaan (suburban area) sehinga metode
penyediaan lahan perumahan secara infill
dianggap paling sesuai. Lahan-lahan non-
pertanian yang tidak digunakan dapat disisipi
untuk melakukan pembangunan perumahan
yang diharapkan dapat dimanfaatkan oleh
pengembang di masa depan. Lokasi-lokasi
pada area sekitar kampung juga dapat di-infill
dengan perumahan-perumahan berklaster
kecil sehingga munculnya kesinambungan
antara kampung-kampung eksisting serta
perumahan baru yang ada di sekitarnya baik
dari segi fisik maupun sosial masyarakat.
Dalam upaya penyediaan sarana,
prasarana, dan utilitas pada pengembangan
pembangunan perumahan di Kabupaten
Bantul dilakukan melalui empat strategi yaitu:
a) Pemerintah
Penyediaan sarana, prasarana, dan
utilitas dengan strategi melalui
pemerintah secara langsung
Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 39
dikarenakan urgensitas tipe fasilitas
yang disediakan.
b) Public-Private Partnership
Public-Private Partnership merupakan
strategi penyediaan sarana,
prasarana, dan utilitas dimana
pemerintah serta pengembang saling
bekerja sama dalam penyediaan
fasilitas yang harus tersedia demi
memenuhi kebutuhan penghuni, baik
penghuni lama (warga sekitar)
maupun penghuni baru. Startegi
integrasi ini bisa dilalukan melalui
cost-sharing dan pembagian tanggung
jawab pengelolaan.
c) Integrasi Fasilitas Eksisting dan
Rencana
Pengintegrasian fasilitas eksisting dan
rencana dilakukan supaya
menciptakan ruang sosial yang baik
antara masyarakat eksisting dengan
penghuni baru perumahan. Selain itu,
upaya pengintegrasian juga dapat
mengurangi konflik kesenjangan yang
ada antar warga serta menimbulkan
sarana untuk berinteraksi. Dalam
perwujudannya, pihak pengembang
dan ketua-ketua masyarakat saling
sepakat melakukan cost sharing untuk
sama rata membagi beban
pembangunan demi kepentingan
bersama
d) Individu
Strategi terakhir merupakan strategi
yang dilakukan untuk tipe pemenuhan
sarana, prasarana, dan utilitas yang
dipenuhi masing-masing rumah.
Dimana, setiap penghuni dapat
menyediaan kebutuhan fasilitas per
rumah masing-masing, dikarenakan
sifat pemakaiannya yang individu.
7.2. Arahan Penyusunan Pedoman
Pembangunan Perumahan wilayah Barat
Wilayah barat Kabupaten Bantul
diprediksi akan menjadi primadona bagi
pengembangan kawasan perumahan.
Pembangunan besar dapat disebut sebagai
pengembangan masterplan, pembangunan
perumahan dilakukan pada lahan berskala
besar. Pengembangan perumahan ini disertai
dengan fasilitas pendukung seperti jalan,
ruang terbuka, serta fasilitas rekreasi dengan
tetap menyesuaikan dengan penggunaan
lahan di sekitarnya.
Adapun persyaratan-persyaratan
pembangunan yang harus dipenuhi oleh
pembangun dalam lahan skala besar, yaitu:
Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 40
7.2.1. Persyaratan Lokasi Perumahan
a. Keamanan
Lokasi perumahan bukan merupakan
kawasan lindung (catchment area),
kawasan pertanian, kawasan hutan
produksi, daerah buangan limbah
pabrik, daerah bebas bangunan pada
area Bandara, dan daerah dibawah
jaringan listrik tegangan tinggi
b. Kesehatan
Lokasi perumahan bukan daerah yang
mempunyai pencemaran udara di atas
ambang batas, pencemaran air
permukaan, dan pencemaran air
tanah dalam.
c. Kenyamanan
Lokasi perumahan memiliki tingkat
aksesibilitas yang mudah dengan
sarana – sarana penting di luar
perumahan yaitu sarana pendidikan,
perdagangan dan niaga, serta
kesehatan.
d. Kompatibilitas
Lokasi perumahan tidak berada di
kawasan yang memerlukan
perubahan karakteristik topografi
yang besar seperti pemerataan bukit,
pengurugan seluruh rawa,
pengurugan danau/sungai/kali.
e. Status Kepemilikan
Lokasi perumahan harus berada pada
lahan yang jelas status
kepemilikannya, dan memenuhi
persyaratan administratif, teknis, dan
ekologis.
f. Ketinggian dan Kemiringan Lahan
Dari aspek ketinggian lokasi lahan
perumahan harus berada di bawah
permukaan air setempat, kecuali
dengan rekayasa/penyelesaian teknis.
Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 41
Dari aspek kemiringan lahan lokasi
lahan perumahan tidak melebihi 15%
dengan ketentuan :
1) Tanpa rekayasa untuk kawasan
yang terletak pada lahan
bermofologi datar-landai dengan
kemiringan 0 – 8% dan
2) Diperlukan rekayasa teknis
nuntuk lahan dengan kemiringan
8-15%.
7.2.2. Persyaratan Sarana
Lingkungan Perumahan
Pemenuhan kebutuhan sarana dan
prasarana lingkungan perumahan pada skala
besar bergantung pada seberapa besar
penduduk yang tinggal, bagiamana
bentukan/tipe siteplan perumahan, serta
siapa saja aktor-aktor penyedia sarana.
Adapun tipologi siteplan perumahan skala
besar dibagi menjadi 5, yaitu:
1. Linier
2. Grid
3. Loop
4. Culdesac
5. Tidak Beraturan
Sedangkan tipe jumlah penduduk yang tinggal
di perumahan skala besar berkisar antara
1250-3000 orang dikarenakan banyaknya unit
rumah yang tersedia.
Berikut merupakan standar-standar
penyediaan sarana, prasarana, dan utilitas
pada skala besar:
KajianKebijakanPengendalianPembangunanPerumahanKabupatenBantul|42
PERSYARATANTIPEPERUMAHANSKALABESAR(BAGIANBARAT)
TipologiPerumahanLinierGridLoopRadialCuldesacTidakBeraturan
StrategiPenyediaan
JumlahPenduduk1250>n>3000
SkalaPerumahan
Kelurahan
MengikutipembagianeksistingPembuatanbaru
KomponenSaranaPrasarana
P/U
AirBersihvvvvvvPublic-PrivatePartnership(melaluiPDAM)
Airlimbah
SeptitankvvvvvvIndividu(DeveloperkePenghuni)
IPALKomunalvvvvvvPublic-PrivatePartnership
IPALTerpusatvvvvvvPublic-PrivatePartnership
Persampahan
tongsampahvvvvvvDeveloper
gerobakvvvvvvDeveloper
baksampahkecilvvvvvvPublic-PrivatePartnership
baksampahbesar-vvv-vPublic-PrivatePartnership
baksampahakhir-------
mobilsampah-vvv-vPemerintah
ListrikvvvvvvPublic-PrivatePartnership(melaluiPLN)
Transportlokal
ParkirvvvvvvPublic-PrivatePartnership
HaltevvvvvvPemerintah
Terminal-------
JalanvvvvvvIntegrasiFasilitasEksistingdanRencana(MasyarakatdanDeveloper)
DrainasevvvvvvIntegrasiFasilitasEksistingdanRencana(MasyarakatdanDeveloper)
S
PelayananUmum
Balaipertemuan-vvv-vIntegrasiFasilitasEksistingdanRencana(MasyarakatdanDeveloper)
PoshansipvvvvvvIntegrasiFasilitasEksistingdanRencana(MasyarakatdanDeveloper)
GardulistrikvvvvvvPublic-PrivatePartnership(melaluiPLN)
TeleponumumvvvvvvPublic-PrivatePartnership
ParkirumumvvvvvvIntegrasiFasilitasEksistingdanRencana(MasyarakatdanDeveloper)
PendidikanTK-vvv-vPublic-PrivatePartnership
KajianKebijakanPengendalianPembangunanPerumahanKabupatenBantul|43
PERSYARATANTIPEPERUMAHANSKALABESAR(BAGIANBARAT)
TipologiPerumahanLinierGridLoopRadialCuldesacTidakBeraturan
StrategiPenyediaan
JumlahPenduduk1250>n>3000
SkalaPerumahan
Kelurahan
Mengikutipembagian
eksisting
Pembuatanbaru
KomponenSaranaPrasaranaS
Pendidikan
SD-vvv-vPublic-PrivatePartnership
SMP-------
SMA-------
Kesehatan
Posyandu-vvv-vPublic-PrivatePartnership
Puskesmas-vvv-vPublic-PrivatePartnership
Praktikdoktervvvv-vIndividu
Peribadatan
MusholavvvvvvIntegrasiFasilitasEksistingdanRencana(MasyarakatdanDeveloper)
MasjidwargavvvvvvIntegrasiFasilitasEksistingdanRencana(MasyarakatdanDeveloper)
Masjidlingkungan-vvv-vIntegrasiFasilitasEksistingdanRencana(MasyarakatdanDeveloper)
Masjidkecamatan-------
SaranaibadahagamalainvvvvvvIntegrasiFasilitasEksistingdanRencana(MasyarakatdanDeveloper)
Perdagangan
TokovvvvvvIntegrasiFasilitasEksistingdanRencana(MasyarakatdanDeveloper)
PertokoanvvvvvvPublic-PrivatePartnership
RekreasiBalaipertemuanvvvvvvIntegrasiFasilitasEksistingdanRencana(MasyarakatdanDeveloper)
RTH
Taman/tempatbermainvvvvvvIntegrasiFasilitasEksistingdanRencana(MasyarakatdanDeveloper)
JalurhijauvvvvvvIntegrasiFasilitasEksistingdanRencana(MasyarakatdanDeveloper)
lapanganolahragavvvvvvPublic-PrivatePartnership
Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 44
7.2.3. Model Desain Integrasi Perumahan
Skala Besar
Dalam pengaplikasian secara nyata,
diperlukan model-model terbaru untuk
mensinergikan pengadaan perumahan skala
besar dengan rekomendasi-rekomendasi dari
aktor-aktor pembangunan berdasarkan hasil
focus group discussion. Adapun rekomendasi
yang muncul untuk masing-masing tipologi
adalah sebagai berikut:
a. Model Grid
Gambar. Konsep J Grid
Konfigurasi grid terdiri dari dua pasang jalan
sejajar yang saling berpotongan pada jarak
yang sama dan menciptakan bujur sangkar
atau kawasan ruang segi empat. Beberapa ciri
– ciri dan langkah penataan pola sirkulasi grid
adalah sebagai berikut.
 Memungkinkan gerakan bebas dalam
banyak arah sehingga hubungan
aktifitas kompak dan efisien.
 Menata grid harus berdasarkan
sistem hirarki jalan.
 Penataan bangunan di sisi jalan
dengan karakter yang berbeda.
 Kesan monoton sebaiknya
ditanggulangi.
 Masalah kurang menginahkan kondisi
alam sulit ditanggulangi.
 Masalah kemacetan pada titik simpul
ditanggulangi dengan mengatur
sirkulasi searah.
 Akibat dimensi yang sama pada grid
secara visual akan menciptakan kesan
monoton.
 Kurang mengindahkan kondisi alam
seperti topografi keistimewaan tapak.
 Semakin jauh dari simpul jalan
pergerakan semakin baik namun pada
titik simpulnya dapat menimbulkan
kemacetan akibat banyak arah
sirkulasi yang ditampung pada titik
simpul tersebut.
 Kepadatan gerakan atau sirkulasi lebih
mungkin dihindari
Berikut adalah ilustrasi contoh siteplan
perumahan dengan model grid.
Konsep Jalan Grid
Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 45
Gambar Ilustrasi Siteplan Perumahan Model Grid
Sumber: Rencana Penulis
Gambar di atas adalah perumahan model long
block grid dengan persentase guna lahan jalan
31,4%, lahan terbangun 68,6%, tingkat
aksesibilitas tinggi serta keamanan dan
kenyamanan penghuni yang cukup tinggi.
Fasilitas sosial dan umum ditempatkan di
lokasi yang strategis agar mudah dijangkau
oleh semua masyarakat.
b. Radial
Gambar Konsep Radial
Konfigurasi radial memiliki jalan-jalan lurus
yang berkembang dari sebuah pusat
bersama. Ciri-ciri dari pola sirkulasi radial
adalah sebagai berikut :
 Orientasi jelas.
 Kurang mengindahkan kondisi alam.
 Sulit dikombinasikan dengan pola yang
lain.
 Menghasilkan bentuk yang ganjil.
 Menunjang keberadaan monumen
penting di pusat kawasan.
 Pergerakan resmi.
 Mengarahkan sirkulasi pada titik pusat.
Berikut adalah ilustrasi contoh siteplan
perumahan dengan model radial.
Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 46
Gambar Ilustrasi Siteplan Perumahan Model Radial
Sumber : Rencana Penulis
Gambar di atas adalah perumahan model
radial dengan persentase guna lahan jalan
40%, lahan terbangun 60%, tingkat
aksesibilitas tinggi serta keamanan dan
kenyamanan penghuni yang cukup tinggi.
Fasilitas sosial dan umum ditempatkan di
lokasi yang strategis agar mudah dijangkau
oleh semua masyarakat.
c. Loop
Gambar. Konsep Jalan Loop
Pola loop memiliki konsep jalan lurus panjang
yang berbelok – belok. Kelebihan dari jalan
dengan model loop yaitu sirkulasi mudah,
mudah berputar, tidak monoton, lebih
fleksibel, dan mengurangi kemacetan. Namun
terdapat kelemahan yaitu terkait keamanan.
Pola jalan loop biasanya banyak diterapkan
pada perumahan skala menengah.
Berikut adalah ilustrasi contoh siteplan
perumahan dengan model loop.
Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 47
Gambar Ilustrasi Siteplan Perumahan Model Loop
Sumber : Rencana Penulis
Gambar di atas adalah perumahan model
loop dengan persentase guna lahan jalan 32%,
lahan terbangun 68%, tingkat aksesibilitas
cukup tinggi serta keamanan dan kenyamanan
penghuni yang cukup tinggi. Fasilitas sosial
dan umum ditempatkan di lokasi yang
strategis agar mudah dijangkau oleh semua
masyarakat.
d. Culdesac
Gambar Konsep Cul De Sac
Pola cul de sac memiliki kelebihan yakni
terciptanya privasi yang tinggi Karena
terbatasnya akses lalu lintas, sehingga banyak
diterapkan untuk menghindari lalu lintas
kendaraan dan memberikan kenyamanan
yang tinggi bagi pejalan kaki. Perumahan
dengan model jalan cul de sac biasanya
memiliki harga tinggi, serta cukup eksklusif.
Namun kekurangannya adalah aksesibilitas
yang cukup terbatas serta terdapat bentuk
kapling “tusuk sate” yang biasanya tidak
disenangi oleh masyarakat. Pada tahun 1929,
pola ini pertama kali diterapkan pada kota
Radburn, New Jersey, Amerika Serikat untuk
mengurangi frekuensi lalu lintas pada
kawasan perumahan. Dengan bentuk jalan
buntu akan tercipta pengelompokan rumah,
Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 48
dan dengan batasan jumlah rumah yang
dilayani maka akan tercipta dimensi jalan
yang ekonomis, yaitu dimensi lebar jalan lebih
kecil.
Berikut adalah ilustrasi contoh siteplan
perumahan dengan model cul de sac.
Gambar Ilustrasi Siteplan Perumahan Model Cul De Sac
Sumber : Rencana Penulis
Gambar di atas adalah perumahan model cul
de sac dengan persentase guna lahan jalan
36%, lahan terbangun 64%, tingkat
aksesibilitas rendah serta keamanan dan
kenyamanan penghuni yang sangat tinggi.
e. Linier
Gambar Konsep Linier
Linier yang lurus dapat menjadi unsur
pengorganisir utama deretan ruang. Pola
dapat berbentuk lengkung atau berbelok
arah, memotong jalan lain, bercabang-cabang,
atau membentuk putaran (loop). Ciri-ciri pola
sirkulasi linier, antara lain :
 Sirkulasi pergerakan padat bila panjang
jalan tak terbatas dan hubungan aktifitas
kurang efisien.
 Gerakan hanya 2 arah dan memiliki arah
yang jelas.
 Cocok untuk sirkulasi terbatas.
Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 49
 Perkembangan pembangunan sepanjang
jalan.
Berikut adalah ilustrasi contoh siteplan
perumahan dengan model linier.
Gambar di bawah adalah contoh perumahan
model linier dengan persentase guna lahan
jalan 30%, lahan terbangun 70%, tingkat
aksesibilitas tinggi serta keamanan dan
kenyamanan penghuni yang cukup tinggi.
Gambar Ilustrasi Siteplan Perumahan Model Linier
Sumber : Rencana Penulis
7.3. Arahan Penyusunan Pedoman
Pembangunan Perumahan wilayah Timur
dan Tengah
Wilayah timur dan tengah Kabupaten
Bantul yang secara eksisting masuk dalam
Kawasan Perkotaan Yogyakarta membuat
kondisi spasial yang ada cenderung
berkembang menjadi area pinggiran
perkotaan (suburban area). Perkembangan
area pinggiran perkotaan ini terjadi karena
meningkatnya aksesibilitas serta infrastruktur
perkotaan yang menimbulkan tingginya
kecenderungan untuk tinggal.
Bila dilihat berdasarkan kondisi fisik,
metode penyediaan lahan perumahan secara
infill dianggap paling sesuai untuk wilayah
tengah dan timur Kabupaten Bantul. Lahan-
lahan non-pertanian yang tidak digunakan
dapat disisipi untuk melakukan pembangunan
perumahan yang diharapkan dapat
dimanfaatkan oleh pengembang di masa
depan. Lokasi-lokasi pada area sekitar
kampung juga dapat di-infill dengan
perumahan-perumahan berklaster kecil
sehingga munculnya kesinambungan antara
kampung-kampung eksisting serta perumahan
Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 50
baru yang ada di sekitarnya baik dari segi fisik
maupun sosial masyarakat.
Adapun persyaratan-persyaratan
pembangunan yang harus dipenuhi oleh
pembangun dalam lahan infill, yaitu:
Dalam perencanaan perumahan infill di
bagian Barat Bantul yang meliputi Desa juga
terdapat empat komponen perencanaan yang
perlu diperhatikan yaitu :
7.3.1. Persyaratan Lokasi Perumahan
a. Keamanan
Lokasi perumahan bukan merupakan
kawasan lindung (catchment area), kawasan
pertanian, kawasan hutan produksi, daerah
buangan limbah pabrik, daerah bebas
bangunan pada area Bandara, dan daerah
dibawah jaringan listrik tegangan tinggi.
b. Kesehatan
Lokasi perumahan bukan daerah yang
mempunyai pencemaran udara di atas
ambang batas, pencemaran air permukaan,
dan pencemaran air tanah dalam.
c. Kenyamanan
Lokasi perumahan memiliki tingkat
aksesibilitas yang mudah dengan sarana –
sarana penting di luar perumahan yaitu
sarana pendidikan, perdagangan dan niaga,
serta kesehatan.
d. Kompatibilitas
Lokasi perumahan tidak berada di
kawasan yang memerlukan perubahan
karakteristik topografi yang besar seperti
pemerataan bukit, pengurugan seluruh
rawa, pengurugan danau/sungai/kali.
e. Status Kepemilikan
Lokasi perumahan harus berada pada lahan
yang jelas status kepemilikannya, dan
Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 51
memenuhi persyaratan administratif,
teknis, dan ekologis.
f. Ketinggian dan Kemiringan Lahan
Dari aspek ketinggian lokasi lahan
perumahan harus berada di bawah
permukaan air setempat, kecuali
dengan rekayasa/penyelesaian teknis.
Dari aspek kemiringan lahan lokasi
lahan perumahan tidak melebihi 15%
dengan ketentuan :
1) Tanpa rekayasa untuk kawasan yang
terletak pada lahan bermofologi datar-
landai dengan kemiringan 0 – 8% dan
2) Diperlukan rekayasa teknis nuntuk
lahan dengan kemiringan 8-15%.
7.3.2. Persyaratan Sarana Lingkungan
Perumahan
Dalam penyediaan sarana dan
prasarana di lingkungan perumahan bertipe
infill, diperlukan skema kerjasama yang jelas
agar menciptakan integrasi antara perumahan
baru dengan kampung sekitar melalui
interaksi masyarakat dalam memanfaatkan
sarana yang ada. Adapun skala perumahan
yang ada kurang dari 250 unit (1250
penduduk). Adapun pembagian sarana
prasarana serta skema penyediaannya adalah
sebagai berikut:
KajianKebijakanPengendalianPembangunanPerumahanKabupatenBantul|52
PERSYARATANTIPEPERUMAHANINFILL(BAGIANTIMURDANTENGAH)
UnitPerumahan<1010-2526-5050-100100-150150-200200-250
StrategiPenyediaan
JumlahPenduduk5012525050075010001250
SkalaPerumahan
RTRW
Mengikuti
pembagianRT
eksisting
Pembuatan
RTbaru
MengikutipembagianRTeksisting
Pembuatan
RTbaru
Komponen
Sarana
Prasarana
P/U
AirBersihvvvvvvvPublic-PrivatePartnership(melaluiPDAM)
Airlimbah
SeptitankvvvvvvvIndividu(DeveloperkePenghuni)
IPALKomunal--------
IPALTerpusat--------
Persampahan
tongsampahvvvvvvvDeveloper
gerobak--------
baksampahkecil--------
baksampahbesar--------
baksampahakhir--------
mobilsampah--------
ListrikvvvvvvvPublic-PrivatePartnership(melaluiPLN)
Transportlokal
Parkir--vvvvvPublic-PrivatePartnership
Halte--------
Terminal--------
JalanvvvvvvvIntegrasiFasilitasEksistingdanRencana(MasyarakatdanDeveloper)
DrainasevvvvvvvIntegrasiFasilitasEksistingdanRencana(MasyarakatdanDeveloper)
S
PelayananUmum
Balaipertemuan--------
Poshansip--------
Gardulistrik--------
Teleponumum--------
Parkirumum--------
PendidikanTK------vPublic-PrivatePartnership
KajianKebijakanPengendalianPembangunanPerumahanKabupatenBantul|53
PERSYARATANTIPEPERUMAHANINFILL(BAGIANTIMURDANTENGAH)
UnitPerumahan<1010-2526-5050-100100-150150-200200-250
StrategiPenyediaan
JumlahPenduduk5012525050075010001250
SkalaPerumahan
RTRW
Mengikuti
pembagianRT
eksisting
Pembuatan
RTbaru
MengikutipembagianRTeksisting
Pembuatan
RTbaru
Komponen
Sarana
Prasarana
S
SD------vPublic-PrivatePartnership
SMP--------
SMA--------
Kesehatan
Posyandu------vPublic-PrivatePartnership
Puskesmas--------
Praktikdokter--------
Peribadatan
Mushola--vvvvvIntegrasiFasilitasEksistingdanRencana(MasyarakatdanDeveloper)
Masjidwarga--------
Masjidlingkungan--------
Masjidkecamatan--------
Saranaibadah
agamalain
--------
Perdagangan
Toko--vvvvvIntegrasiFasilitasEksistingdanRencana(MasyarakatdanDeveloper)
Pertokoan--------
RekreasiBalaipertemuan--------
RTH
Taman/tempat
bermain
--vvvvvIntegrasiFasilitasEksistingdanRencana(MasyarakatdanDeveloper)
Jalurhijau--vvvvvIntegrasiFasilitasEksistingdanRencana(MasyarakatdanDeveloper)
lapanganolahraga--------
Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 54
7.3.3. Model Desain Integrasi Perumahan
Skala Infil
Dalam pengaplikasian secara nyata,
diperlukan model-model terbaru untuk
mensinergikan pengadaan perumahan
skala besar dengan rekomendasi-
rekomendasi dari aktor-aktor
pembangunan berdasarkan hasil focus
group discussion. Adapun rekomendasi
yang muncul untuk masing-masing
tipologi adalah sebagai berikut:
No Tipe Siteplan (Jumlah Rumah) Tipe Rumah Sarana
1 <10 rumah 36/60 - TPS 1 buah (dekat
pintu masuk
perumahan) luas
minimal 6m2
- Jalur hijau jalan
(sempadan)
2 10 - 25 rumah 36/60 - TPS 1 buah (dekat
pintu masuk
perumahan) luas
minimal 6m2
- Taman Bermain 1
buah (luas minimal
150 m2
)
- Jalur hijau jalan
(sempadan)
Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 55
3 25 - 50 rumah 35 tipe 36/60
15 tipe 45/72
- TPS 2 buah luas
minimal 6m2
- Toko 1 buah (minimal
tipe 50/100)
- Muholla 1 buah
(minimal tipe 45/100)
- Taman Bermain 1
buah (luas minimal
250m2
)
- Jalur hijau jalan
(sempadan, median)
4 50 - 100 rumah 75 tipe 36/60
25 tipe 45/72
- TPS 2 buah luas
minimal 6m2
- Toko 2 buah (minimal
tipe 50/100)
- Muholla 2 buah
(minimal tipe 45/100)
- Taman Bermain 2
buah (luas minimal
250m2
)
- Jalur hijau jalan
(sempadan, median)
Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 56
5 100 - 150 rumah 75 tipe 36/60
50 tipe 45/72
25 tipe 60/96
- TPS 3 buah luas
minimal 12m2
- Toko 3 buah (minimal
tipe 50/100)
- Musholla 3 buah
(minimal tipe 45/100)
- Taman Bermain 2
buah (1 luas 500m2
, 1
luas 250 m2
)
- Jalur hijau jalan
(sempadan, median)
6 150 - 200 rumah 100 tipe 36/60
60 tipe 45/72
40 tipe 60/96
- TPS 3 buah luas
minimal 12m2
- TK 1 buah (luas
bangunan minimal
216 m2
, luas lahan
500m2
)
- Toko 4 buah (minimal
tipe 50/100)
- Masjid 1 buah
(minimal tipe
300/600)
- Taman Bermain 2
buah (luas minimal
500m2
)
- Jalur hijau jalan
(sempadan, median)
Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 57
7 200 - 250 rumah 125 tipe 36/60
75 tipe 45/72
50 tipe 60/96
- TPS 4 buah luas minimal
12m2
- TK 1 buah (luas bangunan
minimal 216 m2
, luas
lahan 500m2
)
- SD 1 buah (luas bangunan
minimal 633 m2
, luas
lahan 2000m2
)
- Posyandu 1 buah
(minimal tipe 36/60)
- Toko 5 buah (minimal tipe
50/100)
- Masjid 1 buah (minimal
tipe 300/600)
- Taman Bermain 3 buah (2
buah luas minimal 500
m2
, 1 buah luas minimal
250m2
)
- Jalur hijau jalan
(sempadan, median)
- Balai serbaguna (luas
lahan minimal 300m2
)
Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 58
1. Semua lahan siteplan berstatus
pekarangan atau lahan pertanian yang
telah diapit bangunan dan berposisi di
pinggir jalan
2. Karena merupakan “perumahan infill”
yaitu perumahan yang dibangun di lahan
kosong yang terletak di tengah – tengah
permukiman warga maka tidak boleh
dibangun tembok di sekitar kawasan
perumahan untuk menghindari
eksklusifitas. Untuk membangun
inklusifitas dan integrasi dengan
permukiman sekitar maka :
a. Pemisah antara kawasan perumahan
infill dengan permukiman sekitar adalah
jalan yang cukup lebar yang terhubung
dengan jalan permukiman sekitar.
b. Rumah – rumah di layer terluar
perumaan infill menghadap ke jalan
terluar untuk menciptakan suasana
iklusif terhadap perumahan sekitar.
c. Konsep siteplan mengkuti pola lahan
dan jalan permukiman eksisting
sehingga terdapat banyak jalan masuk
dari perumahan sekitar menuju
perumahan infill.
3. Pembangunan perumahan terintegrasi
dengan sarana prasarana dan utilitas
eksisting di sekitarnya.

More Related Content

What's hot

Rtrw gresik
Rtrw gresik Rtrw gresik
Rtrw gresik
Probolinggo Property
 
Analisis satuan kemampuan lahan
Analisis satuan kemampuan lahanAnalisis satuan kemampuan lahan
Analisis satuan kemampuan lahan
SOFI ANI
 
Instrumen Lengkap Pengendalian Pemanfaatan Ruang
Instrumen Lengkap Pengendalian Pemanfaatan RuangInstrumen Lengkap Pengendalian Pemanfaatan Ruang
Instrumen Lengkap Pengendalian Pemanfaatan Ruang
Musnanda Satar
 
Paparan bimbingan teknis penguatan layanan kkpr di daerah 181121
Paparan bimbingan teknis penguatan layanan kkpr di daerah   181121Paparan bimbingan teknis penguatan layanan kkpr di daerah   181121
Paparan bimbingan teknis penguatan layanan kkpr di daerah 181121
WahyudiAgustian1
 
Survey dan Pemetaan dalam Penataan Ruang
Survey dan Pemetaan dalam Penataan RuangSurvey dan Pemetaan dalam Penataan Ruang
Survey dan Pemetaan dalam Penataan Ruang
ushfia
 
Lampiran raperda rtrw kota bandung (18.04.11)
Lampiran raperda rtrw kota bandung (18.04.11)Lampiran raperda rtrw kota bandung (18.04.11)
Lampiran raperda rtrw kota bandung (18.04.11)Ramadhani Pratama
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pasuruan
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten PasuruanRencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pasuruan
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pasuruan
Penataan Ruang
 
Panduan pelaksanaan peremajaan kawasan permukiman kota
Panduan pelaksanaan peremajaan kawasan permukiman kotaPanduan pelaksanaan peremajaan kawasan permukiman kota
Panduan pelaksanaan peremajaan kawasan permukiman kotainfosanitasi
 
Peraturan Zonasi
Peraturan ZonasiPeraturan Zonasi
Review RDTR Kota Simpang Ampek
Review RDTR Kota Simpang AmpekReview RDTR Kota Simpang Ampek
Review RDTR Kota Simpang Ampek
henny ferniza
 
Sni 03 1733-2004 v.2 tata cara perencanaan lingkungan perumahan di perkotaan
Sni 03 1733-2004 v.2 tata cara perencanaan lingkungan perumahan di perkotaanSni 03 1733-2004 v.2 tata cara perencanaan lingkungan perumahan di perkotaan
Sni 03 1733-2004 v.2 tata cara perencanaan lingkungan perumahan di perkotaan
Ardita Putri Usandy
 
Permen PU No 12 Tahun 2014 tentang Drainase Perkotaan - Lampiran 3
Permen PU No 12 Tahun 2014 tentang Drainase Perkotaan - Lampiran 3Permen PU No 12 Tahun 2014 tentang Drainase Perkotaan - Lampiran 3
Permen PU No 12 Tahun 2014 tentang Drainase Perkotaan - Lampiran 3
infosanitasi
 
Peraturan Menteri PU No. 63/PRT/1993 tentang Garis Sempadan Sungai, Daerah Ma...
Peraturan Menteri PU No. 63/PRT/1993 tentang Garis Sempadan Sungai, Daerah Ma...Peraturan Menteri PU No. 63/PRT/1993 tentang Garis Sempadan Sungai, Daerah Ma...
Peraturan Menteri PU No. 63/PRT/1993 tentang Garis Sempadan Sungai, Daerah Ma...
infosanitasi
 
Pedoman penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan
Pedoman penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaanPedoman penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan
Pedoman penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaaninfosanitasi
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Wonosobo
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten WonosoboRencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Wonosobo
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Wonosobo
Penataan Ruang
 
Perencanaan tapak
Perencanaan tapakPerencanaan tapak
Perencanaan tapak
materi2014
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/KotaPedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota
Penataan Ruang
 
Permen PU 01 2014 Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Penataa...
Permen PU 01 2014 Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Penataa...Permen PU 01 2014 Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Penataa...
Permen PU 01 2014 Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Penataa...
infosanitasi
 
Konsolidasi Tanah
Konsolidasi TanahKonsolidasi Tanah
Konsolidasi Tanah
ushfia
 

What's hot (20)

Rtrw gresik
Rtrw gresik Rtrw gresik
Rtrw gresik
 
Analisis satuan kemampuan lahan
Analisis satuan kemampuan lahanAnalisis satuan kemampuan lahan
Analisis satuan kemampuan lahan
 
Instrumen Lengkap Pengendalian Pemanfaatan Ruang
Instrumen Lengkap Pengendalian Pemanfaatan RuangInstrumen Lengkap Pengendalian Pemanfaatan Ruang
Instrumen Lengkap Pengendalian Pemanfaatan Ruang
 
Paparan bimbingan teknis penguatan layanan kkpr di daerah 181121
Paparan bimbingan teknis penguatan layanan kkpr di daerah   181121Paparan bimbingan teknis penguatan layanan kkpr di daerah   181121
Paparan bimbingan teknis penguatan layanan kkpr di daerah 181121
 
Teori figure ground
Teori figure groundTeori figure ground
Teori figure ground
 
Survey dan Pemetaan dalam Penataan Ruang
Survey dan Pemetaan dalam Penataan RuangSurvey dan Pemetaan dalam Penataan Ruang
Survey dan Pemetaan dalam Penataan Ruang
 
Lampiran raperda rtrw kota bandung (18.04.11)
Lampiran raperda rtrw kota bandung (18.04.11)Lampiran raperda rtrw kota bandung (18.04.11)
Lampiran raperda rtrw kota bandung (18.04.11)
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pasuruan
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten PasuruanRencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pasuruan
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pasuruan
 
Panduan pelaksanaan peremajaan kawasan permukiman kota
Panduan pelaksanaan peremajaan kawasan permukiman kotaPanduan pelaksanaan peremajaan kawasan permukiman kota
Panduan pelaksanaan peremajaan kawasan permukiman kota
 
Peraturan Zonasi
Peraturan ZonasiPeraturan Zonasi
Peraturan Zonasi
 
Review RDTR Kota Simpang Ampek
Review RDTR Kota Simpang AmpekReview RDTR Kota Simpang Ampek
Review RDTR Kota Simpang Ampek
 
Sni 03 1733-2004 v.2 tata cara perencanaan lingkungan perumahan di perkotaan
Sni 03 1733-2004 v.2 tata cara perencanaan lingkungan perumahan di perkotaanSni 03 1733-2004 v.2 tata cara perencanaan lingkungan perumahan di perkotaan
Sni 03 1733-2004 v.2 tata cara perencanaan lingkungan perumahan di perkotaan
 
Permen PU No 12 Tahun 2014 tentang Drainase Perkotaan - Lampiran 3
Permen PU No 12 Tahun 2014 tentang Drainase Perkotaan - Lampiran 3Permen PU No 12 Tahun 2014 tentang Drainase Perkotaan - Lampiran 3
Permen PU No 12 Tahun 2014 tentang Drainase Perkotaan - Lampiran 3
 
Peraturan Menteri PU No. 63/PRT/1993 tentang Garis Sempadan Sungai, Daerah Ma...
Peraturan Menteri PU No. 63/PRT/1993 tentang Garis Sempadan Sungai, Daerah Ma...Peraturan Menteri PU No. 63/PRT/1993 tentang Garis Sempadan Sungai, Daerah Ma...
Peraturan Menteri PU No. 63/PRT/1993 tentang Garis Sempadan Sungai, Daerah Ma...
 
Pedoman penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan
Pedoman penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaanPedoman penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan
Pedoman penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Wonosobo
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten WonosoboRencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Wonosobo
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Wonosobo
 
Perencanaan tapak
Perencanaan tapakPerencanaan tapak
Perencanaan tapak
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/KotaPedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota
 
Permen PU 01 2014 Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Penataa...
Permen PU 01 2014 Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Penataa...Permen PU 01 2014 Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Penataa...
Permen PU 01 2014 Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Penataa...
 
Konsolidasi Tanah
Konsolidasi TanahKonsolidasi Tanah
Konsolidasi Tanah
 

Viewers also liked

Hinterland Area/ perimeter
Hinterland Area/ perimeterHinterland Area/ perimeter
Hinterland Area/ perimeter
Emma Hutley
 
Kajian Kawasan Strategis Cepat Tumbuh Kabupaten Sleman Tahun 2016
Kajian Kawasan Strategis Cepat Tumbuh Kabupaten Sleman Tahun 2016Kajian Kawasan Strategis Cepat Tumbuh Kabupaten Sleman Tahun 2016
Kajian Kawasan Strategis Cepat Tumbuh Kabupaten Sleman Tahun 2016Septian Widyanto
 
Permen Perumahan Rakyat No 31 Tahun 2006 Petunjuk Pelaksanaan Kasiba dan Lisi...
Permen Perumahan Rakyat No 31 Tahun 2006 Petunjuk Pelaksanaan Kasiba dan Lisi...Permen Perumahan Rakyat No 31 Tahun 2006 Petunjuk Pelaksanaan Kasiba dan Lisi...
Permen Perumahan Rakyat No 31 Tahun 2006 Petunjuk Pelaksanaan Kasiba dan Lisi...
Penataan Ruang
 
Klasifikasi pemukiman
Klasifikasi pemukimanKlasifikasi pemukiman
Klasifikasi pemukiman
Elan Salfa
 
Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Kawasan Permukiman (RP3KP)...
Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Kawasan Permukiman (RP3KP)...Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Kawasan Permukiman (RP3KP)...
Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Kawasan Permukiman (RP3KP)...
Mellianae Merkusi
 
RENCANA PEMBANGUNAN KAWASAN PERMUKIMAN PRIORITAS (RPKPP) KAWASAN PERKOTAAN MA...
RENCANA PEMBANGUNAN KAWASAN PERMUKIMAN PRIORITAS (RPKPP) KAWASAN PERKOTAAN MA...RENCANA PEMBANGUNAN KAWASAN PERMUKIMAN PRIORITAS (RPKPP) KAWASAN PERKOTAAN MA...
RENCANA PEMBANGUNAN KAWASAN PERMUKIMAN PRIORITAS (RPKPP) KAWASAN PERKOTAAN MA...
TPRP Strategic Partner
 
Cities, Suburbs, the Region and Hinterland
Cities, Suburbs, the Region and HinterlandCities, Suburbs, the Region and Hinterland
Cities, Suburbs, the Region and Hinterland
GAURAV. H .TANDON
 

Viewers also liked (8)

Laporan KP Septian
Laporan KP SeptianLaporan KP Septian
Laporan KP Septian
 
Hinterland Area/ perimeter
Hinterland Area/ perimeterHinterland Area/ perimeter
Hinterland Area/ perimeter
 
Kajian Kawasan Strategis Cepat Tumbuh Kabupaten Sleman Tahun 2016
Kajian Kawasan Strategis Cepat Tumbuh Kabupaten Sleman Tahun 2016Kajian Kawasan Strategis Cepat Tumbuh Kabupaten Sleman Tahun 2016
Kajian Kawasan Strategis Cepat Tumbuh Kabupaten Sleman Tahun 2016
 
Permen Perumahan Rakyat No 31 Tahun 2006 Petunjuk Pelaksanaan Kasiba dan Lisi...
Permen Perumahan Rakyat No 31 Tahun 2006 Petunjuk Pelaksanaan Kasiba dan Lisi...Permen Perumahan Rakyat No 31 Tahun 2006 Petunjuk Pelaksanaan Kasiba dan Lisi...
Permen Perumahan Rakyat No 31 Tahun 2006 Petunjuk Pelaksanaan Kasiba dan Lisi...
 
Klasifikasi pemukiman
Klasifikasi pemukimanKlasifikasi pemukiman
Klasifikasi pemukiman
 
Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Kawasan Permukiman (RP3KP)...
Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Kawasan Permukiman (RP3KP)...Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Kawasan Permukiman (RP3KP)...
Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Kawasan Permukiman (RP3KP)...
 
RENCANA PEMBANGUNAN KAWASAN PERMUKIMAN PRIORITAS (RPKPP) KAWASAN PERKOTAAN MA...
RENCANA PEMBANGUNAN KAWASAN PERMUKIMAN PRIORITAS (RPKPP) KAWASAN PERKOTAAN MA...RENCANA PEMBANGUNAN KAWASAN PERMUKIMAN PRIORITAS (RPKPP) KAWASAN PERKOTAAN MA...
RENCANA PEMBANGUNAN KAWASAN PERMUKIMAN PRIORITAS (RPKPP) KAWASAN PERKOTAAN MA...
 
Cities, Suburbs, the Region and Hinterland
Cities, Suburbs, the Region and HinterlandCities, Suburbs, the Region and Hinterland
Cities, Suburbs, the Region and Hinterland
 

Similar to Kebijakan Perumahan Bantul

Analisis Kebijakan Penguatan Kemandirian Daerah dan Akselerasi Pembangunan So...
Analisis Kebijakan Penguatan Kemandirian Daerah dan Akselerasi Pembangunan So...Analisis Kebijakan Penguatan Kemandirian Daerah dan Akselerasi Pembangunan So...
Analisis Kebijakan Penguatan Kemandirian Daerah dan Akselerasi Pembangunan So...
Tri Widodo W. UTOMO
 
Isu kontemporer
Isu kontemporerIsu kontemporer
Isu kontemporer
Muslihin Hilim
 
Identifikasi proyek
Identifikasi proyekIdentifikasi proyek
Identifikasi proyek
titiwerdhy
 
Penyusunan laporan adminkes bahan.pptx
Penyusunan laporan adminkes bahan.pptxPenyusunan laporan adminkes bahan.pptx
Penyusunan laporan adminkes bahan.pptx
wanastore
 
Panduan penataan ruang & pengembangan kawasan - Sebuah panduan dari Bappenas
Panduan penataan ruang & pengembangan kawasan - Sebuah panduan dari BappenasPanduan penataan ruang & pengembangan kawasan - Sebuah panduan dari Bappenas
Panduan penataan ruang & pengembangan kawasan - Sebuah panduan dari Bappenas
Fitri Indra Wardhono
 
Perumusan Naskah Kebijakan Dalam Peningkatan Kualitas Pembangunan Kessos
Perumusan Naskah Kebijakan Dalam Peningkatan Kualitas Pembangunan KessosPerumusan Naskah Kebijakan Dalam Peningkatan Kualitas Pembangunan Kessos
Perumusan Naskah Kebijakan Dalam Peningkatan Kualitas Pembangunan Kessos
Tri Widodo W. UTOMO
 
Lapora Akhir EKPD 2009 Bangka Belitung - UBB
Lapora Akhir EKPD 2009 Bangka Belitung - UBBLapora Akhir EKPD 2009 Bangka Belitung - UBB
Lapora Akhir EKPD 2009 Bangka Belitung - UBB
EKPD
 
evaluasi kinerja pemprov dalam penyelenggaraan kewenangann dekonsentrasi
evaluasi kinerja pemprov dalam penyelenggaraan kewenangann dekonsentrasievaluasi kinerja pemprov dalam penyelenggaraan kewenangann dekonsentrasi
evaluasi kinerja pemprov dalam penyelenggaraan kewenangann dekonsentrasi
Bidang ANDROIDA-Puslatbang KDOD LAN
 
Panduan penulisan laporan RA-2022-Peserta.pptx
Panduan penulisan laporan RA-2022-Peserta.pptxPanduan penulisan laporan RA-2022-Peserta.pptx
Panduan penulisan laporan RA-2022-Peserta.pptx
ssuserb58c381
 
Tugas pengambilan keputusan dan kebijakan pendidikan
Tugas pengambilan keputusan dan kebijakan pendidikanTugas pengambilan keputusan dan kebijakan pendidikan
Tugas pengambilan keputusan dan kebijakan pendidikan
Jusup Debataraja
 
3. MODUL 3-PELINGKUPAN.ppt
3. MODUL 3-PELINGKUPAN.ppt3. MODUL 3-PELINGKUPAN.ppt
3. MODUL 3-PELINGKUPAN.ppt
marhadihadi2
 
Makalah lingkup dan langkah langkah pembangunan umk
Makalah lingkup dan langkah langkah pembangunan umkMakalah lingkup dan langkah langkah pembangunan umk
Makalah lingkup dan langkah langkah pembangunan umk
Septian Muna Barakati
 
Minilok pkm
Minilok pkmMinilok pkm
Agenda dalam Perencanaan Pembangunan Nasional
Agenda dalam Perencanaan Pembangunan Nasional Agenda dalam Perencanaan Pembangunan Nasional
Agenda dalam Perencanaan Pembangunan Nasional
Dadang Solihin
 
Reformasi Perencanaan dan Penganggaran Pembangunan Nasional
Reformasi Perencanaan dan Penganggaran Pembangunan Nasional Reformasi Perencanaan dan Penganggaran Pembangunan Nasional
Reformasi Perencanaan dan Penganggaran Pembangunan Nasional
Dadang Solihin
 
BT_2823.pptx
BT_2823.pptxBT_2823.pptx
BT_2823.pptx
dpmdbusel
 
KAJIAN METODA PERANCANGAN II “TOKO BAJU”
KAJIAN METODA PERANCANGAN II “TOKO BAJU”KAJIAN METODA PERANCANGAN II “TOKO BAJU”
KAJIAN METODA PERANCANGAN II “TOKO BAJU”
Rabiyatul Adawiyah
 
Ruang lingkup perencanaan program penyuluhan
Ruang lingkup perencanaan program penyuluhanRuang lingkup perencanaan program penyuluhan
Ruang lingkup perencanaan program penyuluhan
Rahma Rizky
 

Similar to Kebijakan Perumahan Bantul (20)

Analisis Kebijakan Penguatan Kemandirian Daerah dan Akselerasi Pembangunan So...
Analisis Kebijakan Penguatan Kemandirian Daerah dan Akselerasi Pembangunan So...Analisis Kebijakan Penguatan Kemandirian Daerah dan Akselerasi Pembangunan So...
Analisis Kebijakan Penguatan Kemandirian Daerah dan Akselerasi Pembangunan So...
 
Isu kontemporer
Isu kontemporerIsu kontemporer
Isu kontemporer
 
Identifikasi proyek
Identifikasi proyekIdentifikasi proyek
Identifikasi proyek
 
Penyusunan laporan adminkes bahan.pptx
Penyusunan laporan adminkes bahan.pptxPenyusunan laporan adminkes bahan.pptx
Penyusunan laporan adminkes bahan.pptx
 
Panduan penataan ruang & pengembangan kawasan - Sebuah panduan dari Bappenas
Panduan penataan ruang & pengembangan kawasan - Sebuah panduan dari BappenasPanduan penataan ruang & pengembangan kawasan - Sebuah panduan dari Bappenas
Panduan penataan ruang & pengembangan kawasan - Sebuah panduan dari Bappenas
 
Perumusan Naskah Kebijakan Dalam Peningkatan Kualitas Pembangunan Kessos
Perumusan Naskah Kebijakan Dalam Peningkatan Kualitas Pembangunan KessosPerumusan Naskah Kebijakan Dalam Peningkatan Kualitas Pembangunan Kessos
Perumusan Naskah Kebijakan Dalam Peningkatan Kualitas Pembangunan Kessos
 
Lapora Akhir EKPD 2009 Bangka Belitung - UBB
Lapora Akhir EKPD 2009 Bangka Belitung - UBBLapora Akhir EKPD 2009 Bangka Belitung - UBB
Lapora Akhir EKPD 2009 Bangka Belitung - UBB
 
evaluasi kinerja pemprov dalam penyelenggaraan kewenangann dekonsentrasi
evaluasi kinerja pemprov dalam penyelenggaraan kewenangann dekonsentrasievaluasi kinerja pemprov dalam penyelenggaraan kewenangann dekonsentrasi
evaluasi kinerja pemprov dalam penyelenggaraan kewenangann dekonsentrasi
 
Panduan penulisan laporan RA-2022-Peserta.pptx
Panduan penulisan laporan RA-2022-Peserta.pptxPanduan penulisan laporan RA-2022-Peserta.pptx
Panduan penulisan laporan RA-2022-Peserta.pptx
 
Tugas pengambilan keputusan dan kebijakan pendidikan
Tugas pengambilan keputusan dan kebijakan pendidikanTugas pengambilan keputusan dan kebijakan pendidikan
Tugas pengambilan keputusan dan kebijakan pendidikan
 
3. MODUL 3-PELINGKUPAN.ppt
3. MODUL 3-PELINGKUPAN.ppt3. MODUL 3-PELINGKUPAN.ppt
3. MODUL 3-PELINGKUPAN.ppt
 
Kepedulian masyarakat
Kepedulian masyarakatKepedulian masyarakat
Kepedulian masyarakat
 
Makalah lingkup dan langkah langkah pembangunan umk
Makalah lingkup dan langkah langkah pembangunan umkMakalah lingkup dan langkah langkah pembangunan umk
Makalah lingkup dan langkah langkah pembangunan umk
 
Minilok pkm
Minilok pkmMinilok pkm
Minilok pkm
 
Agenda dalam Perencanaan Pembangunan Nasional
Agenda dalam Perencanaan Pembangunan Nasional Agenda dalam Perencanaan Pembangunan Nasional
Agenda dalam Perencanaan Pembangunan Nasional
 
Proposal penelitian 2012
Proposal penelitian 2012Proposal penelitian 2012
Proposal penelitian 2012
 
Reformasi Perencanaan dan Penganggaran Pembangunan Nasional
Reformasi Perencanaan dan Penganggaran Pembangunan Nasional Reformasi Perencanaan dan Penganggaran Pembangunan Nasional
Reformasi Perencanaan dan Penganggaran Pembangunan Nasional
 
BT_2823.pptx
BT_2823.pptxBT_2823.pptx
BT_2823.pptx
 
KAJIAN METODA PERANCANGAN II “TOKO BAJU”
KAJIAN METODA PERANCANGAN II “TOKO BAJU”KAJIAN METODA PERANCANGAN II “TOKO BAJU”
KAJIAN METODA PERANCANGAN II “TOKO BAJU”
 
Ruang lingkup perencanaan program penyuluhan
Ruang lingkup perencanaan program penyuluhanRuang lingkup perencanaan program penyuluhan
Ruang lingkup perencanaan program penyuluhan
 

Kebijakan Perumahan Bantul

  • 1.
  • 2. DAFTAR ISI BAB 1 PENDAHULUAN.................................1 1.1. Latar Belakang.........................................1 1.2. Rumusan Masalah dan Tujuan Kajian .....2 1.3. Lingkup Pekerjaan...................................2 1.4. Pendekatan Kajian...................................3 BAB 2 KAJIAN PUSTAKA ..............................4 2.1. Definisi Perumahan dan Kluster Perumahan..............................................4 2.2. Pelaku Pembangunan Perumahan dan kluster perumahan..................................4 2.3. Pembangunan Perumahan dan Bisnis Real Estate Berkelanjutan .......................5 BAB 3 DESKRIPSI OBJEK KAJIAN: Karakteristik Perkembangan Perumahan .......................11 3.1. Keterkaitan Karakter Wilayah dengan Pola Perkembangan Perumahan di Kabupaten Bantul..................................11 3.2. Pola Perkembangan Perumahan di Wilayah Amatan....................................14 3.3. Tren Prmbangunan Perumahan di Kabupaten Bantul..................................16 BAB 4 Kapasitas Pengelolaan Pembangunan dan Pengembangan Perumahan Bantul .....21 4.1. Tata Aturan dan implementasi Perijinan Pemda Kab. Bantul................................21 4.2. Arahan Pengembangan Keterpaduan PSU Perumahan/Permukiman......................22 4.2.1. Arahan Pengembangan PSU Perumahan Wilayah Barat. ...................23 4.2.2. Arahan Pengembangan PSU Perumahan Wilayah Tengah dan Wilayah Timur.....................................................26 BAB 5 Isu-isu implementasi Arah Kebijakan Pembangunan dan Pengembangan Perumahan...............................................29 5.1. Wilayah Barat (Hasil FGD) .....................29 5.2. Wilayah Timur dan Tengah (Hasil FGD) 30 BAB 6 Proyeksi Persoalan dan Tantangan Pembangunan dan Pengembangan Perumahan............................................... 33 6.1. Analisis Permasalahan (Pohon Masalah) Pembangunan Perumahan wilayah Barat ...............................................................33 6.2. Analisis Permasalahan (Pohon Masalah) Pembangunan Perumahan wilayah Timur dan Tengah............................................36 BAB 7 Rekomendasi: Arahan Penyusunan Pedoman dan Kaidah Pelaksanaan ............ 38 7.1. Penyusunan Pedoman dan Strategi Penyediaan Sarana dan Prasarana........38 7.2. Arahan Penyusunan Pedoman Pembangunan Perumahan wilayah Barat ...............................................................39 7.2.1. Persyaratan Lokasi Perumahan .............................................40 7.2.2. Persyaratan Sarana Lingkungan Perumahan.......41 7.2.3. Model Desain Integrasi Perumahan Skala Besar.......44 7.3. Arahan Penyusunan Pedoman Pembangunan Perumahan wilayah Timur dan Tengah............................................49 7.3.1. Persyaratan Lokasi Perumahan .............................................50 7.3.2. Persyaratan Sarana Lingkungan Perumahan..........................51 7.3.3. Model Desain Integrasi Perumahan Skala Infil..........54
  • 3. Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan permukiman di Kabupaten Bantul tidak terlepas dari pertumbuhan Kawasan Perkotaan Yogyakarta (KPY) yang cukup tinggi. Konsentrasi penduduk dan kegiatan perkotaan yang pada kurang lebih 3 dekade lalu hanya memusat di Kota Yogkarta telah melebar ke bagian Utara (Sleman0 dan kemudian berkembang pesat juga ke arah selatan (Bantul). Posisi kecamatan Kasihan, Banguntapan, dan Sewon yang langsung berbatasan dengan Kota Yogyakarta telah mengalami peningkatan perkembangan pembangunan perumahan yang signifikan Minat pembeli perumahan dibagian wilayah Kabupatn Bantul ini tidak hanya berasal dari dalam wilayah Kabupaten Bantul, namun lebih banyak yang bersal dari luar wilayah Kabupaten (lihat Buku 1). Pola perkembangan perumahan yang terjadi menunjukkan adanya potensi maupun permasalahan yang harus diantisipasi pemerintah. Berbagai potensi tersebut adalah sebagai berikut: a. Masih tersedia kapasitas lahan yang layak untuk pengembangan perumahan b. Ada kemauan pengembang untuk c. Adanya potensi pengembangan di bagian Sedangkan masalah yang dihadapi terkait dengan pola yang telah diobservasi adalah: a. Ada ketidaksesuaian pilihan lokasi oleh pengembang saat ini b. Ada kecenderungan pengembang memilih sawah/tegalan c. Ada kesulitan Kabupaten Bantul merealiasi LP2B d. Potensial diarahkan untuk membentuk agregasi/kluster lebih besar, tetapi menimbulkan segregasi sosial Jika tidak diantisipasi, diproyeksikanakan bahwa beberapa masalah di bawah ini akan dialami wilayah pada masa mendatang, yaitu: a. Rusaknya kondisi ekologi wilayah b. Terancamnya lahan-lahan untuk program kedaulatan pangan c. Segregasi sosial d. Konflik penggunaan PSU e. Rendahnya kualitas fisik visual permukiman Perkembangan arah dan pola penggunaan lahan pada serta tatanan fisik perumahan harus menjadi fokus pengendalian pembangunan perumahan. Jika 2 hal tersebut tidak dilakukan, pembangunan perumahan dapat terjadi pada area yang tidak diperuntukkan/dipersiapkan sebagai permukiman dan berpotensi mengancam guna lahan lain misalnya kawasan lindung,
  • 4. Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 2 dan lahan sawah. Selain permasalahan guna lahan, kurangnya aturan/pedoman penataan dapat menghasilkan lingkungan perumahan yang kurang ideal secarafisik, visual, dan sosial. Masing-masing potensi dan masalah tersebut telah diidentifikasi keterkaitannya untuk dikelola. Pengintegrasian dilakukan dalam rangka menjawab permasalahan yang ada dengan mengoptimalkan potensi yang dimiliki. Berdasar hasil integrasi potensi dengan masalah, dapat dikembangkan prinsip-prinsip pengelolaan perkembangan perumahan di Bantul sebagai berikut (Buku 1): 1. Pilihan lokasi tidak boleh melanggar RDTR 2. Harus ada upaya penintegrasian antara perumahan lama dan perumahan baru dalam rangka: a. Penataan perumahan dilakukan untuk mencapai tercukupinya standar PSU sesuai skala unit perumahan (kluster perumahan lingkungan perumahan  kawasan perumahan  kawasan permuiman) b. Penataan perumahan dilakukan untuk membangun sistem jaringan yang baik, terutama terkait dengan jaringan pergerakan/ struktur ruang , jaringan air bersih, drainase dan jaraingan limbah) c. Menghindari segrgasi sosial menuju pembangunan yang inklusif 1.2. Rumusan Masalah dan Tujuan Kajian Adapun masalah yang harus dipecahkan melalui kaijan pada buku 2 ini adalah blum adanya arahan dan pedoman yang cukup jelas dalam rangka menjadalankan prinsip- prinsip yang telah diuraikian pada sub bab sebelumnya. Untuk itu, tujuan dari kajian adalah sebagai berikut: 1. Menjabarkan arahan perkembangan perumahan yang optimal di Bantul 2. Menjabarkan strategi pengendalian pembangunan perumahan yang efektif menjadi arahan pedoman pembangunan secara spesifik 1.3. Lingkup Pekerjaan Ruang lingkup pekerjaan, meliputi: 1. Pemahaman kondisi dan Analisis: a. Pemahaman hasil kajian pada buku 1 b. Pengumpulan dan analisis peraturan perumahan di Kabupaten Bantul c. Analisis Pola Perkembangan Pembangunan Perumahan di bagain Timur, Tengah dan Barat Kabupaten Bantul d. Daya dukung dan daya tampung lahan di bagain Timur, Tengah dan Barat Kabupaten Bantul 2. Rekomendasi a. Arahan pola perkembangan perumahan di bagain Timur,
  • 5. Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 3 Tengah dan Barat Kabupaten Bantul b. Pedoman pengendalian yang sesuai untuk pembangunan perumahan di bagain Timur, Tengah dan Barat Kabupaten Bantul 1.4. Pendekatan Kajian 1. Kajian Pustaka Kajian pusataka digunakan untuk mengkaji teori yang digunakan yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan tren pembangunan perumahan di Kabupaten Bantul, kemudia diketahui variabel dan indikator penelitian untuk melihat prospek kedepannya. 2. Analisis Data - Data Sekunder Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder adalah sumber daya yang diperoleh peneiliti secara tidak langsung melalui pihak lain. Pengambilan data sekunder pada penelitian ini akan disesuaikan dengan variabel dan indikator yang digunakan dalam analisis. Adapun data dan dokumen yang akan digunakan dalam penelitian ini serta instansi untuk memperoleh data dapat dilihat pada table di samping. 3. Diskusi Kelompok Terfokus Diskusi kelompok terfokus adalah wawancara dari sekelompok kecil orang yang dipimpin seorang narasumber atau moderator yang mendorong peserta untuk berbicara terbuka dan spontan tentang hal yang dianggap penting dan berkaitan dengan topik saat itu. Tujuan dari Diskusi Kelompok Terfokus itu sendiri adalah untuk memperoleh masukan atau informasi mengenai permasalahan yang bersifat lokal dan spesifik. Penyelesaian masalah ini ditentukan oleh pihak lain setelah informasi berhasil dikumpulkan dan dianalisis. 4. Simulasi Rekomendasi Proses penyusunan rekomendasi didasarkan pada fakta dan temuan di lapangan. Berbagai fakta tersebut kemudian dianalisis untuk memperoleh potensi, masalah serta hal-hal yang menjadi isu pembangunan perumahan di wilayah Kabupaten Bantul. Berbagai potensi, masalah serta isu yang ditemukan kemudian disintesa menjadi rekomendasi awal dengan memperhatikan konsep-konsep pengembangan perumahan yang berhasil di wilayah lain.
  • 6. Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 4 BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1. Definisi Perumahan dan Kluster Perumahan Berdasarkan Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, pengertian perumahan adalah kumpulan rumah sebagai bagian dari permukiman, baik perkotaan maupun perdesaan, yang dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum (PSU). Perumahan adalah hasil pembangunan dalam rangka pemenuhan rumah yang layak huni bagi seluruh masyarakat. Sedangkan rumah itu sendiri diartikan sebagai bangunan gedung yang berfungsi sebagai tempat tinggal yang layak huni, sarana pembinaan keluarga, cerminan harkat dan martabat penghuninya, serta aset bagi pemiliknya. Perumahan adalah bagian dari lingkungan perumahan. Kumpulan dari lingkungan perumahan di sebut sebagai kawasan perumahan. Bersama-sama dengan kawasan lain seperti kawasan perdagangan, kawasan perkantoran, kawasan pendidikan, kawan layanan kesehatan lainnya yang menjadi tempat aktivitas pemenuhan kebutuhan masyarakat, kawasan perumahan membentuk kawasan permukiman yang dalam undang- undang diartikan sebagai bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. Satu unit perumahan dapat terdiri dari kurang lebih 250 rumah. Kumpulan rumah lebih kecil dari jumlah tersebut dapat kta sebut sebagai kluster perumahan. Liangkungan perumahan (sebagaiman lahan siap bangun yang dipereiapkan disebut LISIBA; lingkungan siap bangun) kurang lebih terdiri dari 1000 unit rumah. Sedangkan pada sejumlah 3000-an unit rumah disebut sebagai kawsan perumahan; lahan siap bangunya disbut sebagai KASIBA (kawasan seiap bangun). Kawasan permukiman secara umum dapat dikenali sebagai kawasan permukiman perkotaan, pedesaan, atau desa kota (sub urban). 2.2. Pelaku Pembangunan Perumahan dan kluster perumahan Pada pasal 21 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan Dan Kawasan Permukiman disebutkan bahwa jenis rumah terbagi menjadi tiga yaitu: (1) rumah komersial; (2) rumah umum; (3) rumah swadaya. Rumah komersil merupakan rumah yang diselenggarakan dengan tujuan mendapatkan keuntungan sesuai dengan
  • 7. Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 5 kebutuhan masyarakat. Rumah umum adaah rumah yang dimiliki oleh negara seperti rumah dinas dan rumah susuun sewa. Sedangkan rumah swadaya adalah rumah- rumah yang dibangun sendiri oleh masyarakat dalam rangka memenuhi kebutuhan mereka sendiri, tidak dalam rangka di jual atau disewakan. Undang-undang dan peraturan dibawahnya mengamanatkan adanya kerjasama antara para pelaku pembangunan perumahan dalam hal ini pemerintah, pengembang swasta, masyarakat, dan pendukung pembanguna seperti bank. Kerjasama ditujukan untuk mengintegrasikan agar pertumbuhan guna lahan perumahan dapat terarah dan duntuk menciptakan kesatuan lingkungan dan kawasan yang berkualitas. Sebagai contoh pada perumahan komersial, Bank Indonesia sebagai pihak bank yang terlibat telah mengeluarkan aturan dengan melakukan pengetatan LTV (Loan To Value) dan KPR (Kredit Pemilikan Rumah) Inden sebagai upaya meredam aksi spekulasi pihak swasta dalam pasar properti. Hal ini terkait dengan pelaksanaan fungsi intermediasi oleh bank, yang dalam hal ini terkait dengan pihak pengembang dan konsumen perumahan, agar harga perumahan masih dapat terkontrol dan pihak konsumen masih memiliki alternative pembiayaan untuk mengakses perumahan tersebut. Keberadaan LTV dan KPR ini sebagai upaya untuk pengendalian harga perumahan agar pihak pengembang tidak sepenuhnya menentukan harga pasar tanpa melihat kapasitas masyarakat yang menjadi tujuan pembangunan tersebu. Terkait dengan rumah swadaya, Pemerintah kabupaten/kota mempunyai tugas pembinaan dengan memberikan pendampingan bagi orang perseorangan yang melakukan pembangunan kategori rumah ini. 2.3. Pembangunan Perumahan dan Bisnis Real Estate Berkelanjutan Segala aktivitas pembangunan, dari yang paling kecil hingga yang luas, memberi dampak baik bagi pemukim itu sendiri maupun bagi masyarakat eksisting sekitarnya. Begitu dirancang dan dibangun, kompleks- kompleks baru perumahan mengubah tatanan fisik kawasan kemudian menjadi faktor dari identitas atau tidak beridentitasnya kawasan. Dampak positif pembangunan perumahan bagi wilayah harus ditingkatkan, dampak negatif haasrus diminimalkan. Pendekatan pengelolaan pembangunan perlu didasarkan pada konsep Pembangunan perumahan dan bisnis real estate berkelanjutan. Pembangunan perumahan berkelanjutan yang dimaksud dalam kajian ini adalah pembangunan perumahan masa kini yang dapat memenuhi kebutuhan perumahan yang sehat, terjangkau, dan sekaligus membentuk perumahan yang nyaman dan indah tanpa mengurangi peluang bagi
  • 8. Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 6 generasi mendatang untuk mengunakan sumber daya lahan bagi berbagai kepentingan; generasi mendatang masih dapat memanfaatkan lahan untuk memenuhi kedaulatan pangan, sandang, air dan juga perumahan itu sendiri. Pembangunan perumahan berkelanjutan harus berorientasi pada bidang ekonomi, sosial, serta lingkungan dari tahap perencanaan hingga fase implementasi yang secara bersamaan mewujudkan perumahan yang terjangkau, aksesibel, dan ramah lingkungan. (Choguill CL:1994). Kirmanto (2005) mengarahkan bahwa pembangunan perumahan berkelanjutan diupayakan untuk meningkatkan kualitas hidup dengan mempertimbangkan empat hal utama, yaitu: (1) pembangunan yang secara sosial dan kultural bisa diterima dan dipertanggung-jawabkan (socially and culturally suitable and accountable); (2) pembangunan yang secara proses politis dan tata kelaola pemerintahan dapat diterima (politically acceptable); (3) pembangunan yang layak secara ekonomis (economically feasible), dan (4) pembangunan yang bisa dipertanggung-jawabkan dari segi lingkungan (environmentally sound and sustainable). Terutama untuk pembukaan lahan yang cukup luas, keberlanjutan pembangunan perumahan sangat tergantung dari praktik pembangunan properti (real estat). Untuk itu perlu dikembangkan konsep real estat berkelanjutan dalam sebagai bagian dari praktek pembangunan perumahan di wilayah Bantul. Bisnis real estat berkelanjutan merupakan penghubung antara keluarga yang akan memakai rumah dengan pengelolaaan perkembangan pemanfaatan lahan untuk perumahan oleh pemerintah. Real estat berkelanjutan adalah pengembangan perumahan yang tidak lepas dari tujuan pengembangan komunitas berkelanjutan. Komunitas berkelanjutan (sustainable communities) yaitu tempat dimana orang ingin tinggal dan bekerja untuk saat ini serta masa mendatang. Mereka memenuhi kebutuhan yang sangat beragam bersama dengan penduduk yang ada saat ini maupun di masa depan, peduli terhadap lingkungan dan turut berkontribusi untuk mewujudkan kualitas hidup yang lebih baik. Sustainable community terkait dengan kebutuhan akan kota yang berkelanjutan dalam lingkup lokal yang diadvokasi oleh PBB melalui program “Local Agenda 21”. Neighborhood/lingkungan ketetanggaan dianggap sebagai sekumpulan bangunan yang paling berkembang di perkotaan (bangunan baru), oleh karena itu keberlanjutan kota tergantung pada keberlanjutan lingkungan (Yigitcanlar,dkk: 2015). Dalam rangka membentuk lingkungan ketetanggan yang berkelanjutan, diperlukan adanya Neighborhood sustainability Assesment (NSA) sebagai alat utnuk mendefinisikan kriteria yang digunakan
  • 9. Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 7 untuk: (a) Mengukur dan mengevaluasi neighborhood yang telah ada; (b) Menilai posisi neighborhood dalam menuju keberlanjutan, dan; (c) menentukan tingkat keberhasilan neighborhood dalam mencapai tujuan keberlanjutan. Di dalam praktiknya, pengembangan lingkungan ketetanggaan berkelanjutan oleh pihak pengembang real estat harus berorientasi pada prinsip –prinsip desain universal. Desain universal merupakan desain dari sebuahlingkungan sehingga dapat diakses, dipahami dan digunakan oleh semua orang tanpa memandang usia mereka. Dengan mempertimbangkan kebutuhan masyarakat yang beragam dan kemampuan yang dimiliki, lingkungan merupakan kunci utama dalam perwujudan kebutuhan tersebut. Dalam hal ini, desain universal dan desain keberlanjutan memiliki hubungan yang erat ketika digabungkan sejak tahap perencanaan awal. Hal ini dapat menurangi kebutuhan biaya dan sumber daya yang tidak dapat diperbarui (Irelan Government 2009). Lebih lanjut dalam dokumen ini direkomendasikan bahwa pemerintah harus mendorong perencanaan yang berkualitas didalam proses manajemen yang dilakukan. Kebijakan dan pedoman perencanaan pembangunan yang jelas akan menciptakan kepastian untuk mengembangkan potensi yang dimiliki serta menjadi dasar dalam pengembangan komprehensif dengan pendekatan kolaboratif. Kebijakan dan rencana pengedalian/pedoman yang telah disusun perlu diimplementasikan oleh pihak yang telah ahli, dalam hal ini pemerintah perlu memberikan pelatihan bagi para staffnya. Bahwasannya penyusunan rencana pembangunan dan wikayah lokal perlu mengatasi empat masalah utama, yaitu: (1) Hirarkhi permukiman (Settlement Hierarchy): Rencana yang disusun harus menguraikan mana daerah yang untuk masing-masing hirarki dan fungsinya di masa mendatang. Skala dan bentuk pengembangan harus sesuai dengan zoning yang disusun. (2) Bentukan /lay out lingkungan permukiman (Urban Form): Bentuk kota dan kawasan sekitarnya perlu dianalisis berikut pola jalan yang terbentuk, terutama dalam hal efektivitas pejalan kaki, pengendara sepeda, serta bagaimana kendaraan dapat bersirkulasi dan dapat diakses oleh semua pihak. Strategi pembuatan baru atau infill dapat diidentifikasi mana yang paling sesuai. Analisis bentuk kota dapat membantu identifikasi kemampuan integrasi dalam strategi pembangunan baru. (3) Penguatan komunitas (Strengthening Community) dan antisipasi kebutuhan
  • 10. Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 8 masa datang (Anticipating Future Needs): karena setiap unit kawasan permukiman eksisting telah memiliki fungsi dan karakter yang berbeda, pengembangan perumahan baru diarahkan mendorong kebutuhan untuk memperkuat fungsi yang ada, misalnya kebutuhan kapasitas ritel atau fasilitas niaga dan sosial lainnya Dalam hal ini, perlu dipertimbangkan bagaimana menyusun aturan yang sesuai untuk mengintegrasikan kebutuhan masyarakat eksisting dengan yang baru. Perencanaan pembangunan perumahan baru juga perlu berhati-hati dalam mempertimbangkan kebutuhan masyarakatnya; perlu direncanakan untuk kebutuhan di masa mendatang. Perencanaan pembangunan perlu menyesuaikan dengan ketersediaan infrastruktur sosial yang penting bagi masyarakat, seperti fasilitas kesehatan dan pendidikan. (4) Landscape character: Perencanaan pengembangan wilayah saat ini perlu merujuk pada penilaian karakter lansekap, hal tersebut perlu dirujuk ke dalam penyusunan rencana daerah. Dalam prakteksinya untuk memandu pengembang menuju pembangunan perumahan dan bisnis real estate berkelanjutan diperlukan daftar pertanyaan tentang: a. Konteks: Bagaimana pembangunan merespon perkembangan sekitarnya? b. Koneksi: Bagaimana kawasan perumahan baru dapat terkoneksi dengan baik? c. Inklusivitas: Bagaimana orang bisa menggunakan dan mengakses perumahan d. Variasi: Bagaimana pembangunan perumahan mendorong terciptanya kegiatan yang beragam (mix) e. Efisiensi: Bagaimana pembangunan perumahan menggunakan sumberdaya secara tepat, termasuk sumberdaya lahan. f. Kekhasan: Bagaimana perencanaan yang diajukan dapat menimbulkan makna ruang. g. Layout: Bagaimana pembangunan perumahan dapat menciptakan ruang dan jalan yang ramah bagi manusia. h. Ranah Publik: Bagaimana menciptakan ruang terbuka publik yang aman, nyaman, dan menarik. i. Penyesuaian: Bagimana pembangunan perumahan dapat mengikuti perubahan yang terjadi. j. Privasi: Bagaimana pembangunan perumahan dapat menciptakan kenyamanan yang layak. k. Detail Desain: Bagaimana detail desain bangunan dan lansekap yang direncanakan?
  • 11. Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 9 2.4. Faktor Perijinan untuk Mengarahkan Pembangunan Perumahan dan Bisnis Real Estate Berkelanjutan Pertumbuhan perumahan di Kabupaten Bantul dapat dikendalikan dengan penegakan sistem perizinan serta pemberian insentif dan disinsentif. Penegakan sistem perizinan sebagai sarana preventif untuk penyelenggaraan pembangunan yang sesuai dengan arahan tata ruang, sementara insentif dan disinsentif sebagai langkah lanjutan untuk penyelenggaraan rencana tata ruang wilayah. Perijinan merupakan instrumen penting dalam pengendalian pembangunan perumahan di suatu wilayah. Di Indonesia, perijinan diturunkan dari UU Penataan Ruang no 26 tahun 2007 yang diteruskan dengan Peraturan Pemerintah no 15 tahun 2010. Perijinan pembangunan perumahan sebagaimana pemanfaatn ruang yang lain dapat meliputi Ijin Prinsip (IP), Ijin lokasi (IL), Ijin Pemanfaatan Peruntuhan Tanah (IPPT), dan Ijin Mendiirkan Bangunan (IMB). Izin pemabangunan perumahan ditujukan untuk meminimalisir pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang serta prinsip keberlanjutan, termasuk didalamnya adalah ditujukan untuk perlindungan lahan pertanian yang telah ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan. Di Kabupaten Bantul peratuaran terkait dengan perumahan adalah: 1. Perda RTRW Kabupaten Bantul no 4 tahun 2011 2. Perda Bantul No. 5 Th 2013 tentang Penyelenggaraan Perumahan 3. Perbup Bantul No. 36 Th. 2011 Pedoman Pembangunan Perumahan Di Kab Bantul 4. Perda Bantul No. 6 Th. 2014 tengan Penyerahan Dan Pengelolaan Prasarana, Sarana Dan Utilitas Perumahan Untuk Rencana Detil Tata Ruang (RDTR), dibuat per kecamatan, namun hingga saat ini sebagian besar masih berupa hasil kajian dan menunggu proses penyusunan menjadi peraturan daerah. Pada nantinya, RDTR per kecamatan ini akan dilengkapi dengan peraturan zonasi (PZ) dengan matrik ITBX-nya serta teks rinci mengenai peraturan membangun dan tata bangunannya. Perda Bantul No. 5 Th 2013 mengatur penyelenggaraan perumahan oleh pengembang dengan jumlah paling sedikit 5 (lima) kaveling yang meliputi prasarana dan sarana lingkungan perumahan, kepadatan, ketentuan bangunan, pengelolaan lingkungan, dan penyelenggaraan perumahan (pasal 4). Perda no 5/2013 juga mengatur pengadaan prasarana, sarana , dan utilitsa (PSU). Pada bab ke empat Peraturan ini, sarana, dan utilitas umum wajib dilakukan sesuai dengan rencana, rancangan, dan perizinan. Pada pasal berikutnya juga dinyatakan bahwa pembangunan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan harus memenuhi persyaratan ketentuan teknis
  • 12. Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 10 pembangunan prasarana, sarana, dan utilitas umum.” Meskipun telah ditemukan pengaturan spesifikasi teknis pembangunan PSU pada peraturan bupati ini, namun tidak ditemukan mekanisme, monitoring dan evaluasi dalam pelakasanaannya. Hal ini akan mengurangi jaminan ketersediaan PSU yang benar dapat dinikmati oleh masyarakat. Pada pasal 5 ayat 2 perda di atas, diamanatkan bahwa dalam menentukan besaran standar untuk perencanaan lingkungan perumahan yang meliputi perencanaan sarana hunian, prasarana dan sarana lingkungan, menggunakan pendekatan besaran kepadatan penduduk. Di samping itu, disebutkan pula bahwa lokasi pembangunan perumahan harus disesuaikan dengan rencana tata ruang yang berlaku dengan mempertimbangkan berbagai kriteria lingkungan serta harus memiliki akses yang baik. Penyerah terimaan PSU dari pengembang kepada pemerintah di Bantul termuat dalam dua perda yaitu Perda Bantul No. 6 Th. 2014 dan Perda Bantul No. 5 Th 2013. Sebagaimana dijelaskan pada bab 3 peraturan daerah no 6 menyatakan tentang teknis penyerahan PSU. Selain itu, diterangkan pula pada pasal 10 bab 3 tentang sanksi yang akan didapat pengembang bila terjadi penahanan atau tidak adanya penyerahan aset PSU ke pemerintah. dan Pada pasal 29 Bab 9 peraturan daerah no 5 tahun 2013 juga mengatur tentang prasarana, sarana, dan utilitas umum yang telah selesai dibangun oleh setiap orang harus diserahkan kepada Pemerintah Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Selanjutnya pada fase pengelolaan, substansi pengaturan hanya ditemukan dalam Peraturan Daerah Bantul No. 6 Tahun 2014, terutama pada pasal 19 bab 7 yang menyatakan bahwa pemerintah bertanggung jawab pada setiap aset PSU yang telah diserah terimakan. Namun, belum ada mekanisme untuk pengelolaan pada masyarakat. Tentunya akan sangat berat jika pemerintah mengelola seluruh aset PSU tanpa ada bantuan dari masyarakat.
  • 13. Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 11 BAB 3 DESKRIPSI OBJEK KAJIAN: Karakteristik Perkembangan Perumahan 3.1. Keterkaitan Karakter Wilayah dengan Pola Perkembangan Perumahan di Kabupaten Bantul Jumlah penduduk Kabupaten Bantul berdasarkan data terakhir adalah sebanyak 955.015 jiwa dengan rata-rata laju pertumbuhan selama 5 tahun terakhir sebesar 2%. Kepadatan penduduk di Kabupaten Bantul secara rerata mencapai 1884 jiwa/km2 cenderung terpusat pada kawasan di sekitar perkotaan Yogyakarta yang meliputi Kecamatan Kasihan, Kecamatan Banguntapan, dan Kecamatan Sewon. Berdasarkan proyeksi penduduk, terlihat bahwa kecamatan-kecamatan yang berlokasi di Kawasan Perkotaan Yogyakarta mengalami peningkatan penduduk tertinggi dibandingkan dengan kecamatan-kecamatan lainnya selama 20 tahun kedepan. Gambar 3.10. Proyeksi Penduduk Kabupaten Bantul Sumber: Hasil Olahan Survey, 2016 Hal ini juga diikuti dengan peningkatan kepadatan penduduk di ketiga kecamatan tersebut, sehingga dapat disimpulkan bahwa minat masyarakat untuk menempati ketiga kecamatan tersebut cukup tinggi. Hal ini dapat menarik minat investor untuk menyediakan fasilitas perumahan seiring dengan meningkatkan kebutuhan masyarakat yang ada akan tempat tinggal. 0 200.000 400.000 600.000 800.000 1.000.000 1.200.000 1.400.000 1.600.000 2000 2010 2012 2017 2022 2027 2033 Banguntapan Kasihan Sewon Piyungan Bantul Imogiri Jetis Pleret Sedayu Pandak Pajangan Bambanglipuro Dlingo Pundong Kretek Sanden Srandakan Proyeksi Penduduk
  • 14. Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 12 Gambar 3.11. Grafik PDRB ADHK dan IPM Kab. Bantul Sumber: Laporan Studio Analisis Wilayah PWK UGM 2015 Perkembangan perekonomian Kabupaten Bantul sebagain salah satu faktor pengaruh perkembangan perumahan di wilayah ini dapat dikenali melalui struktur dan pertumbuhan PDRBnya, serta tingkat kesejahteraan yang diakibatkanya. PDRB Kabupaten Bantul atas dasar harga konstan pada tahun 2013 mecapai 4.645.476 juta rupiah. Selain pendapatan perkapita Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang meliputi komponen angka harapan hidup, angka melek huruf, rata-rata lama sekolah dan daya beli dapat dijadikan sebagai tolok ukur dari kualitas hidup masyarakat. Indikator ini juga selalu meningkat sejak 8 tahun terakhir. Hingga pada tahun 2012 IPM Kabupaten Bantul mencapai angka 75,58. Peningkatan perekonomian dan kesejahteran yang cukup signifikain di atas adalah salah satu faktor pendoroang semakin tingginya permintaan lahan untuk perumahan di wilayah Kabupaten Bantul. Perkembangan di atas berpengaruh terhadap arah spasil perkembangan wilayha. Perkembangan Kabupaten Bantul baik secara spasial maupun kependudukan berdasarkan analisis secara eksisting diawali dari Utara di bagian tengah, kemudian, diikuti bagian Timur, kemudiaan akhir-akhir ini mulai intensif ke arah Barat. Pola perkembangan ini sangat dipngaruhi oleh perkembangan tingkat aksesibilitas terhadap kota dan atau fasilitas perkotaan, yang berikutnya terkoreksi oleh peningkatan harga tanah. Pada awalnya perkembangan mengikuti tingginya kaesibiltas ke kota dan fasilitas, kemudian karena ada peningkatan harga tanah yang signifikadan di area aksesibiliast tinggi, baik pengembangn maupun pembeli rumah akan realisitis Pola perkembangan keruangan sebagaimana digambarkan di atas menunjukan perbedaan karakter yang terbagi menjadi dua bagian wilayah. Pada bagian sebelah Barat terjadi perkembangan yang cukup tinggi dikarenakan tingginya tingkat aksesibilitas masyarakat untuk menuju ke Kota Yogyakarta. Perkembangan ini juga diikuti dengan pertumbuhan lahan terbangun yang ada, sehingga timbul peningkatan investasi pembangunan pada area barat Kabupaten Bantul. Sedangkan pada area tengah dan timur, terjadi perkembangan namun tidak signifikan.
  • 15. Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 13 Gambar 3.12. Peta Tingkat Konektivitas Kabupaten Bantul Sumber: Hasil Olahan Survey, 2016 Gambar 3.12. Peta Tingkat Konektivitas Kabupaten Bantul Sumber: Hasil Olahan Survey, 2016
  • 16. Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 14 3.2. Pola Perkembangan Perumahan di Wilayah Amatan Berdasarkan observasi lapangan, pembangunan rumah maupun perumahan di wilayah amatan dilakukan oleh perorangan (swadaya), pengembang swasta, serta Perumnas sebagai pengembang milik negara. Secara fisik, proses pembentukan perumahan di Provinsi DIY terbagi melalui 2 cara yaitu diorganisasikan dan tidak diorganisasikan. 1. Diorganisasikan: Pembentukan perumahan melalui proses pemecahan dan pembangunan kumpulan rumah-rumah dalam waktu relatif bersamaan yang sering disebut masyarakat sebagai pembukaan perumahan baru menjadi “kompleks perumahan”. Walaupun menurut UU No 1 Tahun 2011 belum tentu dapat didefinisikan sebagai perumahan, akan tetapi disebut sebagai kumpulan rumah. 2. Tidak diorganisasikan: Pembentukan perumahan tidak diorganisasikan, melainkan tumbuh bertahap (incremental) oleh pembangunan individual dalam waktu yg tidak bersamaan menjadi kumpulan rumah- rumah yang selama ini kita sebut “kampung” melalui proses yang bisa kita sebut sebagai pembangunan secara “infill”.
  • 17. Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 15 Gambar 7.2 karakter perkmebangan Perumahan Swadaya dan Komersial Sumber: analisis penulis, 2016 Proses dan hasil tatanan pembangunan perumahan juga dapat dikenali berdasarkan pelakunya. Karakter perumahan yang dihasilkan dari proses pembangunan rumah- rumah komersial oleh pengembang misalnya adalah adalah: 1. Terbentuk secara sengaja, 3. terorganisasi/terencana oleh pihak yang tidak selalu menjadi calon penghuni. 4. Terjadi dan selesai (dapat dikenali sebagai kelompok/kluster rumah atau unit perumahan) dalam rentang waktu yang relatif pendek. 5. Dimulai dari proses pemecahan lahan lebih dari 2 bidang (sering hingga puluhan atau ratusan kavling). Sedangkan pembangunan rumah-rumah swadaya secara incremental oleh masyarakat memiliki ciri-ciri: 1. Terbentuk tanpa ada pengorganisasian, tetapi dilakukan oleh para calon penghuni/penghuni sendiri. 2. Terjadi dalam rentang waktu yang lama a. Tidak jelas kapan mulainya (sudah ada sejak dulu) Diorganisasikan utk melengkapi/menyempurnakan lingkungan ketetanggan komunitas eksisting Diorganisasikan dengan panduan yang lebih jelas per unit perumahan baru
  • 18. Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 16 b. Batas-batas kluster dalam perkampungan lebih ditata secara sosial, yaitu “pengelompokan rukun tetangga atau rukun warga” Pembangunan perumahan yang terorganisasikan dilakukan oleh pihak pengembangan menjadi unit perumahan, sementara pembangunan incremental cenderung dilakukan swadaya oleh masyarakat dengan melalui proses infill oleh pengembangan komersial. Beberapa pengembang swasta mampu membangun kumpulan rumah-rumah komersial dalam jumlah dan area cukup besar dengan dilengkapi PSU sehingga dapat disebut sebagai “perumahan komersial”. Namun demikian, ditemukan juga pengembang swasta yang membangun kumpulan rumah- rumah tidak terlalu besar dan tidak dilengkapi dengan dua komponen PSU (hanya prasarana dan sarana) sehingga belum dapat disebut sebagai perumahan menurut undang-undang. Pada proses yang terakhir ini, para pengembang swasata melakukan pembangunan infill, dimana karakteristik fisik lingkungan yang terbentuk dari proses infill adalah campuran dari proses terorganisasikan dan incremental. Dengan proses yang berbeda, kedua proses ini juga menghasilkan tatanan fisik yang berbeda. Perbedaan proses ini juga mengundang strategi intervensi yang berbeda dari pemerintah. Secara garis besar proses pembentukan rumah dan perumahan dapat digambarkan sebagai berikut: Dengan memperhatikan karakteristik perkembangan di atas. Rekomendasi dapat di arahkan untuk 2 hal yaitu pembangunan perumahan baru dalam skala besar yang dalam penelitian ini sesuai untuk diterapkan di wilayah Kabupaten Bantul bagian barat serta pembangunan perumahan secara infill yang sesuai untuk wilayah. 3.3. Tren Prmbangunan Perumahan di Kabupaten Bantul Untuk melihat trend pembangunan dan pengembangan perumahan di Kabupaten Bantul digunakan data ijin perumahan yang dikeluarkan oleh Pemda Kabupaten Bantul. Dari data ijin perumahan yang ada di Kabupaten Bantul sampai dengan tahun 2015 diperoleh data sebagai berikut ini. Wilayah <2010 2011 2012 2013 2014 2015 Jumlah  Wilayah timur 58 10 8 18 8 10 112  Wilayah tengah 29 3 0 4 1 2 39  Wilayah barat 83 10 7 7 9 8 124 Total 170 23 15 29 18 20 275 Tabel 3. 1. Jumlah Perumahan di Kabupaten Bantul per Wilayah sampai Tahun 2015 Sumber : Analis, 2016
  • 19. Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 17 Tabel tersebut di atas menunjukkan bahwa dari jumlah total perumahan sampai tahun 2015 di Kabupaten Bantul sebanyak 275 perumahan, jumlah pembangunan perumahan terbanyak sejumlah 124 buah perumahan di wilayah barat yang meliputi Kecamatan Kasihan, Kecamatan Pajangan, dan Kecamatan Sedayu, kemudian diikuti wilayah timur sebanyak 112 buah perumahan di wilayah Kecamatan Piyungan, Kecamatan Pleret, Kecamatan Jetis, dan Kecamatan Banguntapan. Sedangkan jumlah pembangunan perumahan paling sedikit di wilayah tengah yang meliputi Kecamatan Sewon dan Kecamatan Bantul sebanyak 39 unit perumahan sampai dengan tahun 2015. Grafik perkembangan perumahan per wilayah seperti pada gambar berikut di bawah ini. Grafik tersebut menunjukkan bahwa perkembangan perumahan di Kabupaten Bantul mengalami penurunan pada : periode 2011-2012 untuk semua wilayah (barat, tengah, dan timur); periode 2013-2014 untuk wilayah timur dan wilayah tengah; dan periode 2014-2015 untuk wilayah barat. Perkembangan pembangunan perumahan mengalami kenaikan pada : periode 2012- 2013 untuk seluruh wilayah (barat, tengah, dan timur); periode 203-2014 untuk wilayah barat; dan periode 2014-205 untuk wilayah timur dan wilayah tengah. Peningkatan pembangunan perumahan cukup tinggi terjadi pada periode 2012-2013 di wilayah timur mengalami peningkatan sebanyak 10 lokasi perumahan, sedangkan penurunan pembangunan perumahan cukup rendah juga terjadi di wilayah timur periode 2013-2014. Gambar 3. 1. Perkembangan Perumahan per Wilayah sampai 2015 Analisis lebih jauh juga dilakukan untuk mengetahui tingkat pertumbuhan (r) pembangunan perumahan di Kabupaten Bantul. Perhitungan pertumbuhan perumahan
  • 20. Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 18 secara detail pada tiap wilayah seperti pada tabel berikut di bawah ini. Wilayah 2010- 2011 2011- 2012 2012- 2013 2013- 2014 2014- 2015 Rata-rata  Wilayah timur 0,17 0,80 2,25 0,44 1,25 0,98  Wilayah tengah 0,10 0,00 0,00 0,25 2,00 0,47  Wilayah barat 0,12 0,70 1,00 1,29 0,89 0,80 Total 0,14 0,65 1,93 0,62 1,11 0,89 Tabel 3. 2. Tingkat Pertumbuhan Perumahan di Kabupaten Bantul per wilayah Sumber : Analis, 2016 Tabel tersebut menunjukkan bahwa rata-rat tingkat pertumbuhan perumahan di Kabupaten Bantul sampai tahun 2015 sebesar 0,89, dengan tingkat pertumbuhan perumahan tertinggi pada periode 2012-2013 sebesar 1,93 dan terendah pada periode 2010-2011. Rata-rata tingkat pertumbuhan perumahan tertinggi terjadi pada wilayah timur sebesar 0,98 dengan tingkat pertumbuhan tertinggi pada periode 2012- 2013 sebesar 2,25 dan terendah sebesar 0,17 pada periode 2010-2011. Rata-rata tingkat pertumbuhan berikutnya adalah wilayah barat dengan rata-rata sebesar 0,80 dengan tingkat pertumbuhan tertinggi pada periode 2013- 2014 sebesar 1,29 dan terendah pada periode 2010-2011 sebesar 0,12. Rata-rata tingkat pertumbuhan perumahan terendah di Kabupaten Bantul terdapat di wilayah tengah sebesar 0,47 dengan tingkat pertumbuhan tertinggi periode 2014-2015 dan terendah pada perode 2011-2012 dan 2012-2013. Adapun grafik tingkat pertumbuhan pembangunan perumahan di Kabupaten Bantul seperti pada gambar berikut ini. Gambar 3. 2. Grafik Tingkat Pertumbuhan Perumahan di Kabupaten Bantul
  • 21. Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 19 Grafik tersebut menunjukkan bahwa tingkat pertumbuhan perumahan untuk ketiga wilayah mempunyai karakteristik yang berbeda. Wilayah timur (Piyungan, Pleret, Jetis, dan Banguntapan) mempunyai karakteristik tingkat pertumbuhan yang cukup fluktuatif dengan tingkat pertumbuhan yang tidak menentu. Tingkat pertumbuhan meningkat tajam pada periode 2012-2013 dan 2014-2015 tetapi mengalami penurunan drastis periode 2013-2014. Wilayah tengah mempunyai karakteristik tingkat pertumbuhan yang rendah/stagnan, tetapi tiba-tiba meningkat tajam pada periode 2014- 2015. Sedangkan karakteristik tingkat pertumbuhan perumahan di wilayah barat mempunyai tingkat pertumbuhan yang relatif baik, yaitu mengalami peningkatan yang yang merata dari 2010-2014 dan mengalami penurunan sedikit pada periode 2014-2015. Grafik tersebut menjelaskan bahwa tingkat pertumbuhan pembangunan perumahan di Kabupaten Bantul yang cukup baik terjadi di wilayah barat. Adapun Peta Pertumbuhan Perumahan di Kabupaten Bantul sampai dengan tahun 2015 seperti pada gambar berikut ini.
  • 23. Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 21 BAB 4 Kapasitas Pengelolaan Pembangunan dan Pengembangan Perumahan Bantul 4.1. Tata Aturan dan implementasi Perijinan Pemda Kab. Bantul Arah kebijakan umum pembangunan dan pengembangan perumahan di Kabupaten Bantul termuat dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bantul 2010-2030 yang tertuang dalam Perda Kabupaten Bantul Nomor 04 Tahun 2011. Kabijakan pembangunan perumahan Kabupaten Bantul secara implisit termuat dalam kawasan peruntukan permukiman, dimana permukiman dibedakan menjadi permukiman perkotaan dan permukiman pedesaan. Adapun rencana pengembangan kawasan permukiman di Kabupaten Bantul adalah sebagai berikut :  Rencana kawasan permukiman perkotaan seluas kurang lebih 5.434 Hektar atau 10,72% dari luas wilayah Kabupaten Bantul yang difokuskan di wilayah Kecamatan Sewon, Kecamatan Banguntapan, Kecamatan Kasihan, Kecamatan Pajangan, Kecamatan Bantul, Kecamatan Pleret dan Kecamatan Piyungan.  Rencana Kawasan Siap Bangun dan Lingkungan Siap Bangun (Kasiba/Lisiba) Bantul Kota Mandiri di Desa Guwosari, Desa Sendangsari dan Desa Triwidadi Kecamatan Pajangan dan di Desa Bangunjiwo Kecamatan Kasihan direncanakan seluas kurang lebih 1.300 Hektar.  Rencana untuk kawasan permukiman perdesaan seluas kurang lebih 5.738 Hektar atau 11,32% dari luas wilayah Kabupaten Bantul di seluruh kecamatan di wilayah Kabupaten, kecuali Kecamatan Banguntapan. Kawasan permukiman adalah kawasan yang diarahkan dan diperuntukkan bagi pengembangan permukiman atau tempat tinggal/hunian beserta prasarana dan sarana lingkungan yang terstruktur. Dari kebijakan tersebut terlihat bahwa kebijakan permukiman di wilayah barat, wilayah tengah dan wilayah timur cukup beragam dari arahan sebagai kawasan permukiman perkotaan, kawasan permukiman pedesaan, dan kawasan siap bangun dan lingkungan siap bangun (Kasiba/Lisiba). Arahan secara lebih rinci dari setiap wilayah sebagai berikut ini.
  • 24. Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 22 No Wilayah Arahan Kebijakan Permukiman/Perumahan 1 Wilayah barat (Kec. Sedayu, Kec. Pajangan, Kec. Kasihan)  Sebagai kawasan permukiman perkotaan di sebagian wilayah Kec. Kasihan dan Kec. Pajangan  Sebagai kawasan permukiman pedesaan di sebagian wilayah Kec. Sedayu  Sebagai Kasiba/Lisiba untuk sebagian wilayah Kec. Kasihan dan sebagian eilayah kec. Pajangan 2 Wilayah tengah (Kec. Sewon dan Kec. Bantul)  Sebagai kawasan permukiman perkotaan di sebagian wilayah Kec. Sewon dan Kec. Bantul 3 Wilayah timur (Kec. Banguntapan, Kec. Pleret, Kec. Jetis, Kec. Piyungan)  Sebagai kawasan permukiman perkotaan di sebagian wilayah Kec. Banguntapan, Kec. Piyungan, dan Kec. Pleret  Sebagai kawasan permukiman pedesaan di sebagian wilayah Kec. Jetis Tabel 3. 3. Arah Kebijakan Pembangunan dan Pengembangan Perumahan di Kabupaten Bantul Sumber : RTRT Kab. Bantul dan Analis, 2016 4.2. Arahan Pengembangan Keterpaduan PSU Perumahan/Permukiman Arahan penyelenggaraan perumahan merupakan satu kesatuan sistem yang dilaksanakan secara terkoordinasi, terpadu dan berkelanjutan. Prinsip penyelenggaraan perumahan merupakan perwujudan kegiatan pembangunan perumahan di kawasan zona permukiman seperti yang tetuang dalam RTRW/RDTR Kabupaten Bantul dengan mengutamakan keterpaduan Prasarana Sarana dan Utilitas (PSU) kawasan sebagai pengendalian dan pengembangan perumahan. Permasalahan PSU di lapangan yang sering terjadi pada kawasan perumahan antara lain :  genangan air atau banjir disebabkan penanganan sistem drainase yang tidak terpadu dalam satu daerah tangkapan air, bangunan yang tidak memadai dan tidak terpelihara,  kemacetan lalulintas disebabkan penanganan jaringan jalan tidak terpadu dengan kawasan sekitarnya,  kekurangan air minum disebabkan oleh penanganannya belum terpadu, sehingga distribusi air minum tidak merata,  rumah sudah terbangun tetapi prasarananya belum terselesaikan,  pelaksanaan pembangunan atau pengembang lebih mementingkan persil (cluster) sendiri sehingga PSU tidak terpadu antar sistem. Untuk menghadapi permasalahan di atas diperlukan upaya keterpaduan PSU dalam penyelenggaraan pembangunan kawasan perumahan di Kabupaten Bantul. Prasarana lingkungan perumahan meliputi : jalan, drainase, air limbah, persampahan, dan
  • 25. Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 23 penerangan jalan. Sarana lingkungan perumahan meliputi : fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, fasilitas perbelanjaan dan niaga; dan fasilitas umum dan sosial. Utilitas umum perumahan meliputi : air bersih dan pemadam kebakaran. Penyediaan PSU untuk pengembangan perumahan disesuaikan dengan kondisi wilayah Kabupaten Bantul agar keterpaduan dengan PSU eksisting dapat terjaga keberlanjutannya. Adapun arahan pengembangan PSU yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut ini. 4.2.1. Arahan Pengembangan PSU Perumahan Wilayah Barat. Wilayah barat yang meliputi Kecamatan Kasihan, Sedayu, dan Pajangan mempunyai potensi untuk pengembangan perumahan skala besar. Kondisi fisik wilayah barat adalah :  Ketersediaan lahan untuk zona permukiman seluas 1.832 h  Kondisi DDLB (daya dukung lahan untuk permukiman) bervariasi antara 1,06 – 4,49 (DDLB rendah : 3 desa, DDLB sedang : 2 desa, DDLB baik : 3 desa, dan DDLB sangat baik : 2 desa)  Sebagian wilayah mempunyai karakteristik fisik berupa perbukitan (ladang/tegalan),  Di beberapa wilayah mempunyai kondisi air bersih yang terbatas (rawan kekeringan),  Aksesibilitas wilayah yang masih terbatas  Di beberapa wilayah merupakan lahan pertanian subur (Sedayu dan Kasihan) Arahan yang harus diperhatikan terkait dengan pengembangan PSU perumahan di wilayah ini adalah seperti tabel berikut di bawah ini.
  • 26. Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 24 JENIS PSU KOMPONEN PSU ARAHAN PENGEMBANGAN WILAYAH BARAT PRASARANA LINGKUNGAN Prasarana Jaringan Jalan  Jaringan jalan di kawasan perumahan menurut fungsinya adalah jalan lokal dan jalan lingkungan dalam sistem jaringan jalan sekunder.  Jaringan jalan akses perumahan menuju ke jalan eksisting minimal jalan lokal sekunder/jalan kabupaten  Jalan akses perumahan dengan lebar minimal sama dengan lebar jalan yang terlebar dalam perumahan.  Jaringan jalan harus terpadu dengan kawasan sekitarnya.  Jaringan jalan dilengkapi dengan fasilitas penunjang seperti trotoar, jalur hijau, dan lampu penerangan di jalan dan rekening menjadi tanggungan penghuni perumahan.  Penyediaan lahan parkir umum dan penggunaannya yang juga sekaligus berfungsi sebagai pangkalan sementara kendaraan angkutan publik. Prasarana Jaringan Drainase  Prasarana drainase kawasan yang mampu menjamin kawasan tersebut tidak tergenang air pada waktu musim hujan.  Saluran drainase kawasan perumahan harus terintegrasi dengan sistem drainase di luar kawasan atau sistem drainase perkotaan.  Saluran drainase kawasan dilengkapi sumur resapan dan kolam retensi serta outlet ke sungai/badan air sesuai dengan volume limpasan air hujan.  Lokasi pengembangan perumahan yang dilalui jaringan irigasi, wajib dilestarikan fungsinya untuk mendukung kecukupan pangan di Kabupaten Bantul terutama di wilayah Sedayu dan Kasihan yang masih dijumpai banyak sawah subur. Prasarana Pengolahan Air limbah  Kawasan perumahan yang dilewati jaringan limbah rumah tangga (assenering) dari Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) terpusat wajib menyambung ke jaringan tersebut (di sebagian wilayah Kecamatan Kasihan),  Kawasan perumahan yang tidak dilewati jaringan limbah rumah tangga (assenering) dan memiliki jumlah kapling ≤ 40 (empat puluh) unit rumah wajib membangun IPAL komunal. Prasarana Layanan Persampahan  Wajib menyediakan tempat sampah di masing-masing unit rumah dengan sistem terpilah.  Wajib menyediakan komposter untuk pengolahan sampah organik.  Wajib menyediakan tempat pengolahan sampah berupa TPS/TPS 3R  Wajib mempersiapkan sistem/pengelola layanan pembuangan sampah. Prasarana Jaringan air minum  Kawasan perumahan yang di sekitarnya terdapat jaringan air bersih dari PDAM diharuskan menggunakan jaringan PDAM.  Untuk wilayah barat ini jaringan PDAM yang ada masuk dalam unit pelayanan PDAM Kabupaten Bantul di Zona VI (Sedayu, Kasihan, Sewon) dan Zona VII (Pajangan, Bantul, Jetis). SARANA Sarana tempat  Tempat pendidikan sesuai dengan kriteria kebutuhan
  • 27. Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 25 JENIS PSU KOMPONEN PSU ARAHAN PENGEMBANGAN WILAYAH BARAT LINGKUNGAN pendidikan sarana untuk penduduk 1.250 – 3.000 jiwa yang berupa TK, SD, SLTP, SMU.  Tempat pendidikan harus terpadu dengan wilayah sekitar. Sarana layanan kesehatan  Fasilitas layanan kesehatan sesuai dengan kriteria kebutuhan sarana untuk penduduk 1.250 – 3.000 jiwa yang berupa klinik, puskesmas, RS C, B, dan A.  Layanan kesehatan harus terpadu dengan wilayah sekitar. Sarana layanan perdagangan  Fasilitas perdagangan sesuai dengan kriteria kebutuhan sarana untuk penduduk 1.250 – 3.000 jiwa yang berupa warung, restoran, pujasera, pasar tradisional, minimarket, pertokoan.  Layanan perdagangan harus terpadu dengan wilayah sekitar. Fasos dan fasum  Fasos dan fasum sesuai dengan kriteria kebutuhan sarana untuk penduduk 1.250 – 3.000 jiwa yang berupa rumah ibadah, balai pertemuan, dan kantor.  Fasos dan fasum harus terpadu dengan wilayah sekitar. Sarana tempat olah raga  Fasilitas olah raga sesuai dengan kriteria kebutuhan sarana untuk penduduk 1.250 – 3.000 jiwa yang berupa gedung dan lapangan olahraga  Tempat olah raga harus terpadu dengan wilayah sekitar. Sarana pemakaman  Fasilitas pemakaman sesuai dengan kriteria kebutuhan sarana untuk penduduk 1.250 – 3.000 jiwa yang berupa makam.  Pemakaman harus terpadu dengan wilayah sekitar. Ruang Terbuka Hijau  RTH sesuai dengan kriteria kebutuhan sarana untuk penduduk 1.250 – 3.000 jiwa yang berupa taman.  RTH harus terpadu dengan wilayah sekitar. UTILITAS UMUM Jaringan listrik  Jaringan listrik sesuai dengan kriteria kebutuhan sarana untuk penduduk 1.250 – 3.000 jiwa yang berupa Gardu dan jaringan (PLN), genset  Jaringan listrik harus terpadu dengan wilayah sekitar. Pemadam kebakaran  Pemadam kebakaran sesuai dengan kriteria kebutuhan sarana untuk penduduk 1.250 – 3.000 jiwa yang berupa perlengkapan pemadam kebakaran dan hidran umum.  Pemadam kebakaran harus terpadu dengan wilayah sekitar. Tabel 3. 8. Arahan Pengembangan PSU di Wilayah Barat Sumber : Analis, 2016
  • 28. Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 26 4.2.2. Arahan Pengembangan PSU Perumahan Wilayah Tengah dan Wilayah Timur Wilayah Tengah meliputi Kecamatan Sewon dan Bantul sedangkan Wilayah Timur meliputi Kecamatan Banguntapan, Pleret, dan Piyungan. Wilayah ini mempunyai potensi untuk pengembangan perumahan infill (infill development). Adapun kondisi fisik wilayah ini adalah : • Ketersediaan lahan untuk zona permukiman seluas 896 ha untuk wilayah tengah dan seluas 994 ha untuk wilayah timur. • Kondisi DDLB (daya dukung lahan untuk permukiman) wilayah tengah bervariasi 1,21 – 1,97 (DDLB rendah : 3 desa, DDLB sedang : 6 desa), sedangkan wilayah timur DDLB bervariasi 0,76 – 4,75 (DDLB jelek : 1 desa, DDLB rendah : 2 desa, DDLB sedang : 3 desa, DDLB baik : 5 desa, dan DDLB sangat baik : 3 desa) • Wilayah tengah mempunyai karakteristik fisik berupa dataran, sedangkan wilayah timur sebagian wilayah berupa perbukitan (ladang/tegalan), • Aksesibilitas wilayah sudah cukup baik terutama untuk wilayah tengah, • Sebagian wilayah berupa sawah subur (Sewon, Pleret, dan Piyungan) • Di beberapa wilayah rawan banjir/genangan terutama wilayah tengah. Arahan yang harus diperhatikan terkait dengan pengembangan PSU perumahan di wilayah ini adalah seperti tabel berikut di bawah ini.
  • 29. Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 27 JENIS PSU KOMPONEN PSU ARAHAN PENGEMBANGAN WILAYAH TENGAH DAN TIMUR PRASARANA LINGKUNGAN Prasarana Jaringan Jalan  Jaringan jalan di kawasan perumahan fungsinya sebagai jalan lokal dan jalan lingkungan dalam sistem jaringan jalan sekunder terpadu dengan jaringan jalan kawasan sekitarnya.  Jaringan jalan akses perumahan menuju ke jalan eksisting minimal jalan lokal sekunder/jalan kabupaten  Jalan akses perumahan dengan lebar minimal sama dengan lebar jalan lingkungan yang terlebar di dalam perumahan.  Jalan lokal dan lingkungan harus memenuhi unsur luas bangunan dengan lebar perkerasan minimal 3,5 meter.  Wajib disiapkan lampu penerangan di jalan dan rekening menjadi tanggungan penghuni perumahan. Prasarana Jaringan Drainase  Prasarana drainase kawasan harus mampu menjamin kawasan tersebut tidak tergenang air pada waktu musim hujan.  Saluran drainase di kawasan perumahan harus terintegrasi dengan sistem drainase di luar kawasan atau sistem drainase perkotaan.  Saluran drainase kawasan dilengkapi sumur resapan dan outlet ke sungai/badan air sesuai dengan volume limpasan air hujan.  Lokasi pengembangan perumahan yang dilalui jaringan irigasi, wajib dilestarikan fungsinya untuk mendukung kecukupan pangan di Kabupaten Bantul terutama di wilayah Sewon, Pleret, dan Piyungan yang masih banyak sawah irigasi yang subur. Prasarana Pengolahan Air limbah  Kawasan perumahan yang dilewati jaringan limbah rumah tangga (assenering) dari Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) terpusat wajib menyambung ke jaringan tersebut (di sebagian wilayah Kecamatan Sewon dan Banguntapan),  Kawasan perumahan yang tidak dilewati jaringan limbah rumah tangga (assenering) dan memiliki jumlah kapling ≤ 40 (empat puluh) unit rumah wajib membangun IPAL komunal. Prasarana Layanan Persampahan  Wajib menyediakan tempat sampah di masing-masing unit rumah dengan sistem terpilah an menyediakan komposter untuk pengolahan sampah organik.  Wajib menyediakan tempat pengolahan sampah berupa TPS/TPS 3R  Wajib mempersiapkan sistem/pengelola layanan pembuangan sampah. Prasarana Jaringan air minum  Kawasan perumahan yang di sekitarnya terdapat jaringan air bersih dari PDAM harus menggunakan jaringan PDAM.  Untuk wilayah tengah ini jaringan PDAM yang ada masuk dalam unit pelayanan PDAM Kabupaten Bantul di Zona VI (Sedayu, Kasihan, Sewon) dan Zona VII (Pajangan, Bantul, Jetis), sedangkan untuk wilayah timur masuk dalam zona I (Piyungan, Banguntapan, Pleret). SARANA LINGKUNGAN Sarana tempat pendidikan  Tempat pendidikan sesuai dengan kriteria kebutuhan sarana untuk penduduk < 1.250 jiwa yang berupa SD, SLTP.
  • 30. Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 28 JENIS PSU KOMPONEN PSU ARAHAN PENGEMBANGAN WILAYAH TENGAH DAN TIMUR  Tempat pendidikan harus terpadu dengan wilayah sekitar. Sarana layanan kesehatan  Fasilitas layanan kesehatan sesuai dengan kriteria kebutuhan sarana untuk penduduk < 1.250 jiwa yang berupa klinik, posyandu, puskesmas pembantu, dan puskesmas.  Layanan kesehatan harus terpadu dengan wilayah sekitar. Sarana layanan perdagangan  Fasilitas perdagangan sesuai dengan kriteria kebutuhan sarana untuk penduduk < 1.250 jiwa yang berupa warung, pujasera, pasar.  Layanan perdagangan harus terpadu dengan wilayah sekitar. Fasos dan fasum  Fasos dan fasum sesuai dengan kriteria kebutuhan sarana untuk penduduk < 1.250 jiwa yang berupa rumah ibadah dan balai pertemuan.  Fasos dan fasum harus terpadu dengan wilayah sekitar. Sarana tempat olah raga  Fasilitas olah raga sesuai dengan kriteria kebutuhan sarana untuk penduduk < 1.250 jiwa yang berupa lapangan olahraga.  Tempat olah raga harus terpadu dengan wilayah sekitar. Sarana pemakaman  Pemakaman harus terpadu dengan wilayah sekitar dengan memanfaatkan makam eksisting (persetujuan wilayah sekitar). Ruang Terbuka Hijau  RTH sesuai dengan kriteria kebutuhan sarana untuk penduduk < 1.250 jiwa yang berupa taman.  RTH harus terpadu dengan wilayah sekitar. UTILITAS UMUM Jaringan listrik  Jaringan listrik sesuai dengan kriteria kebutuhan sarana untuk penduduk < 1.250 jiwa yang berupa gardu dan jaringan (PLN), genset  Jaringan listrik harus terpadu dengan wilayah sekitar. Pemadam kebakaran  Pemadam kebakaran sesuai dengan kriteria kebutuhan sarana untuk penduduk < 1.250 jiwa yang berupa perlengkapan pemadam kebakaran  Pemadam kebakaran harus terpadu dengan wilayah sekitar. Tabel 3. 9. Arahan Pengembangan PSU di Wilayah Tengah dan Timur Sumber : Analis, 2016
  • 31. Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 29 BAB 5 Isu-isu implementasi arah kebijakan Pembangunan dan Pengembangan perumahan 5.1. Wilayah Barat (Hasil FGD) Arahan pengembangan perumahan di wilayah Kabupaten Bantul bagian barat senyatanya masih menimbulkan pro dan kontra antar berbagai pihak yang berkepentingan di dalamnya. Berdasarkan hasil Forum Group Discussion (FGD) didapatkan bahwa wacana arahan pengembangan perumahan berbentuk kluster cukup besar di wilayah Kabupaten Bantul bagian barat masih menimbulkan banyak kekhawatiran bagi berbagai pihak. Kekhawatiran tersebut timbul karena dipicu adanya fungsi koordinasi yang dinilai masih kurang antar pengembang-pemerintahan lokal-masyarakat, asas kelestarian lingkungan yang seringkali diabaikkan dalam pembangunan perumahan terutama untuk kluster besar , banyaknya pengembang- pengembang pada skala kecil yang tidak menepati aturan pembangunan perumahan yang baik, dan kondisi masyarakat yang kurang mendukung dilaksanakannya pembangunan perumahan. Adanya fungsi koordinasi yang dinilai masih kurang antar pengembang- pemerintahan lokal-masyarakat disebabkan karena belum adanya pedoman pasti yang dapat digunakan pemerintah untuk mengikat pihak pengembang agar menjalankan usahanya sesuai dengan harapan pemerintah dan juga masyarakat terdampak. Belum adanya fugsi koordinasi yang baik ini seringkali dimanfaatkan oleh oknum pengembang-pengembang skala kecil untuk menjalankan usaha berdasarkan perhitungan keuntungan mereka. Dalam realitanya di Kabupaten Bantul masih dapat ditemukan oknum-oknum pengembang yang tidak menaati aturan dengan melanggar siteplan yang telah disetujui. Dengan begitu maka tak heran bahwa lingkunganlah yang akhirnya menjadi sasaran untuk dikorbankan. Sebuah proyek pembangunan perumahan khususnya perumahan kluster besar selalu diikuti dengan konsekuensi- konsekuensi tertentu. Konsekuensi yang utama terjadi disetiap proyek pembangunan yakni maraknya perubahan fungsi lahan. Jika perubahan lahan ini gagal membawa dampak positif bagi orang-orang di sekitarnya maka jelas proyek pembangunan akan mendapat penolakan. Begitu halnya kondisi yang terjadi di Kabupaten Bantul, masyarakat banyak yang merasa kurang setuju dengan pembangunan
  • 32. Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 30 perumahan kluster besar di sana. Penyebabnya beragam mulai dari merek yang merasa tidak dilibatkan dalam kegiatan sosialisasi hingga mereka yang menolak karena merasa lahan usahanya ataupun lahan tempat tinggalnya merasa terusik dengan keberadaan perumaahan baru tersebut. Beragam perkiraan hambatan- hambatan tersebut muncul dalam menanggapi wacana arahan pembangunan perumahan kluster besar di wilayah Kabupaten Bantul bagian barat. Berdasarkan hambatan–hambatan tersebut maka didapatkan beberapa ide/usulan/perbaikan/ pendetailan dari adanya rekomendasi pembangunan perumahan kluster besar di wilayah Kabupaten Bantul bagian barat yakni antara lain : 1. Pembangunan perumahan harus terintegrasi dengan guna lahan di kawasan sekitarnya 2. Pembangunan perumahan yang inklusif melalui tatanan fiisk perumahan yang membentuk ruang –ruang sosial masyarakat 3. Lokasi pembangunan perumahan berada pada kelerengan lahan 0-8% 4. Perlu adanya perumusan pedoman pembangunan perumahan 5. Dalam pembangunan perumahan harus disertai dengan rencana jaringan jalan, drainase, persampahan, perairan yang berhubungan dengan jaringan eksisting atau jaringan yang sudah ada sebelumnya 6. Perlunya peningkatan koordinasi kepada pengembang-pengembang skala kecil untuk meminimalisir dampak negatif dari bentuk-bentuk kecurangan yang dilakukan oleh para pengembang nakal 7. Perlunya peningkatan keterlibatan pemerintah akar rumput dan juga masyarakat lokal dalam pembangunan perumahan oleh pengembang 5.2. Wilayah Timur dan Tengah (Hasil FGD) Berdasarkan hasil Focus Group Discussion (FGD), ditemukan bahwa minat investor dalam membangun perumahan di wilayah timur dan tengah saat ini tergolong tinggi. Akan tetapi, ketidakjelasan peraturan yang ada membuat terjadinya masalah- masalah baik secara sosial maupun lingkungan. Hal ini tidak hanya berdampak pada masyarakat saja tetapi juga berdampak kepada developer karena merasa tidak memiliki kepastian hukum dalam melakukan pembangunan di Kabupaten Bantul. Dari segi fisik, pembangunan perumahan di wilayah timur dan tengah yang tergolong marak menimbulkan adanya perubahan lahan pertanian menjadi non pertanian. Konversi lahan tersebut terjadi karena murahnya proses pematangan sehingga ketergantungan developer akan perubahan lahan pertanian tergolong tinggi. Selain itu, banyaknya perumahan baru mengakibatkan peningkatan penduduk yang tinggal pada wilayah tengah dan timur.
  • 33. Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 31 Karakter penduduk perumahan yang bekerja di kabupaten/kota di luar Kabupaten Bantul serta posisi wilayah sebagai KPY menyebabkan tingginya mobalisasi yang terjadi sehingga menimbulkan kemacetan di jalan-jalan utama. Selain itu, penyediaan sarana dan prasarana juga tidak saling beriringan dengan proses pembangunan perumahan. Hal ini berdampak pada perumahan yang sudah terbangun menjadi belum tercukupi kebutuhan sarana dan prasarana umum sehingga penghuni yang tinggal harus mengakses jauh sarana prasarana diluar area perumahan. Secara sosial, pembangunan perumahan di wilayah timur dan tengah juga memberikan banyak permasalahan. Penamaan perumahan dengan nama asing tergolong tidak sesuai dengan kebudayaan masyarakat D.I. Yogyakarta sehingga memuculkan segregasi sosial. Selain itu keberadaan perumahan eksklusif yang tertutup dari area kampung membuat kecemburuan sosial yang muncul sehingga menimbulkan konflik antara warga kampung dan warga perumahan. Berdasarkan hasil diskusi, pihak developer, pemerintah, dan kepala-kepala kecamatan setuju akan pengembangan pembangunan perumahan dengan model infill. Akan tetapi, pembagian peran akan masing-masing aktor harus jelas sehingga dapat memudahkan proses pembangunan perumahan. Adapun ide/usulan/perbaikan/ pendetailan dari adanya rekomendasi pembangunan perumahan detail yang didapatkan dari hasil FGD untuk perumahan pada area Tengah dan Timur di Kabupaten Bantul adalah sebagai berikut:
  • 34. Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 32 1. Pembangunan infill diarahkan di lahan berstatus pekarangan atau lahan pertanian < 1000 m yang telah diapit bangunan dan berposisi di pinggir jalan 2. Kondisi/tatanan letak kelompok rumah rencana terintegrasi dengan kelompok rumah eksisting membentuk ruang yang inklusif 3. Lokasi lahan untuk pembangunan memiliki kelerengan < 8, serta untuk upaya cut and fill yang dilakukan pengembang harus melalui ijin pemerintah 4. Pembangunan kelompok rumah baru tidak boleh menutup pola aliran air perumahan eksisting di sekitarnya 5. Keberadaan perumahan rencana harus terintegrasi dengan tatanan sosial masyarakat sekitar melalui pengintegrasian dengan kelompok RT dan RW 6. Pembangunan perumahan klaster harus dilengkapi dengan rekomendasi akses/hubungan calon penghuni dari jalan arteri/kolektor/lokal ke perumahan melewati kampung 7. Pembangunan perumahan harus mengintegrasikan sarana prasarana dan utilitas dengan perumahan eksisting di sekitarnya 8. Dibentuk pedoman-pedoman untuk upaya pengintegrasian perumahan infill untuk menciptakan ruang secara inklusif, efisien, dan nyaman
  • 35. Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 33 BAB 6 Proyeksi Persoalan dan Tantangan Pembangunan dan Pengembangan Perumahan 6.1. Analisis Permasalahan (Pohon Masalah) Pembangunan Perumahan wilayah Barat Sulitnya penerapan prinsip-prinsip pembangunan perumahan berkelanjutan di Kabupaten Bantul secara garis besar disebabkan oleh sulitnya penerapan prinsip perumahan inklusif, sulitnya penerapan prinsip perumahan efisien, dan sulitnya penerapan prinsip kenyamanan dalam perumahan. Penyebab yang pertama yakni sulitnya penerapan prinsip perumahan inklusif di Kabupaten Bantul dapat terjadi karena belum adanya pedoman pembangunan perumahan dengan prinsip inklusif. Hal tersebut menjadi alasan bagi pengembang untuk dapat lebih leluasa membangun perumahan ekslusif yang menghilangkan ruang-ruang sosial masyarakat sehingga seringkali menimbulkan konflik dengan masyarakat di sekitarnya. Penyebab yang kedua yakni sulitnya penerapan prinsip perumahan efisien di Kabupaten Bantul dapat terjadi karena pembangunan perumahan terutama pada skala besar sulit mewujudkan efisiensi dalam hal lahan sawah dan juga infrastruktur. Pengembang skala besar cenderung menggunakan lahan sawah dengan harga yang menguntungkan bagi mereka tanpa memperhatikan potensi kesesuaian lahan dan daya dukung kawasan yang termuat di dalam RDTR. Hal ini dapat terjadi karena keberadaan dari RDTR yang kurang operasional sehingga sulit tebaca bagi pengembang dan dapat pula terjadi karena adanya pengembang yang kurang kooperatif alam menjalankan aturan sehingga bertindak nekat melanggar RDTR. Di sisi lain, efisiensi dalam hal infratsruktur juga masih sulit diwujudkan karena belum adanya pedoman integrasi infrastruktur baru dengan eksisting yang dapat mengikat pengembang untuk menaati dan melaksanakan. Penyebab ketiga yakni sulitnya penerapan prinsip kenyamanan dalam perumahan dapat dilihat dari dual hal yakni kenyamanan dalam hal pergerakan dan termal. Kesulitan dalam hal kenyamanan
  • 36. Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 34 pergerakan terjadi karena adanya kecederungan kemacetan yang ditimbulkan oleh setiap pembangunan perumahan baru. Hal ini kerap terjadi karena belum adanya pertimbangan skenario pola pergerakan yang dibangkitkan dalam suatu sistem perumahan. Selain itu, kesulitan dalam hal kenyamanan termal juga terjadi karena kecenderungan pengembang saat ini yang membangun perumahan tanpa menggunakan pedoman lansekap yang ada.
  • 38. Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 36 6.2. Analisis Permasalahan (Pohon Masalah) Pembangunan Perumahan wilayah Timur dan Tengah Berdasarkan analisis permasalahan yang ada pada wilayah timur dan tengah Kabupaten Bantul ditemukan sulitnya mengintegrasikan perumahan infill menjadi permukiman inklusif, efisien, dan nyaman merupakan masalah paling atas yang muncul. Adapun 3 masalah yang muncul yaitu, sulitnya mengintegrasikan prinsip-prinsip inklusif di perumahan infill, sulitnya pengintegrasian prinsip efisiensi pembangunan, serta sulitnya penerapan prinsip kenyamanan di perumahan infill. Kesulitas dalam pengintegrasian prinsip-prinsip inklusif di perumahan infill dikarenakan oleh belum adanya pedoman pembangunan perumahan infill. Akibatnya, pengembang belum memahami bagaimana membuat lingkungan perumahan infill yang bisa terintegrasi dengan perumahan eksisting di sekitarnya sehingga menghasilkan permukiman yang inklusif. Lalu, permasalahan pengintegrasian prinsip-prinsip efisiensi pembangunan juga terjadi di pembangunan perumahan infill. Hal ini dikarenakan sulitnya melakukan efisiensi penyediaan prasarana, sarana, dan utilitas. Akar permasalahan dari penyediaan PSU ada 3 yaitu, belum adanya pedoman kerjasama penyediaan PSU antara pemerintah, pengembang, dan masyarakat, belum adanya standar penyediaan PSU untuk perumahan infill, serta belum adanya pedoman integrasi infrastruktur di perumahan baru dengan perumahan eksisting. Selain itu, adapula kesulitan penerapan prinsip kenyamana dalam pembangunan perumahan inklusif. Hal ini dikarenakan belum adanya pedoman mobilitas dan aksesibiltas, dan belum adanya pedoman pembangunan tapak di perumahan infill yang melihat dari sudut pandang kenyamanan termal.
  • 40. Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 38 BAB 7 Rekomendasi: Arahan Penyusunan Pedoman dan Kaidah Pelaksanaan 7.1. Penyusunan Pedoman dan Strategi Penyediaan Sarana dan Prasarana Berdasarkan hasil analisis dari Focus Group Discussion yang telah dilakukan sebelumnya, terbentuklah dua arahan pengembangan perumahan di Kabupaten Bantul. Pada wilayah Kabupaten Bantul wilayah Barat dilakukan pembangunan dengan skala besar, sedangkan pada bagian Timur dan Tengah dilakukan pembangunan dengan metode infill. Pengembangan perumahan secara besar-besaran masih dapat dilakukan dengan kapasitas lahan di wilayah barat Kabupaten Bantul saat ini. Pembangunan besar dapat disebut sebagai pengembangan masterplan, pembangunan perumahan dilakukan pada lahan berskala besar. Pengembangan perumahan ini disertai dengan fasilitas pendukung seperti jalan, ruang terbuka, serta fasilitas rekreasi dengan tetap menyesuaikan dengan penggunaan lahan di sekitarnya. Pengembangan perumahan skala besar ini perlu diperhatikan prinsip pengembangan perumahan berkelajutan, yaitu dengan memperhatikan aspek lingkungan untuk mengantisipasi kebutuhan perumahan di masa mendatang. Sedangkan, wilayah timur dan tengah Kabupaten Bantul yang secara eksisting masuk dalam Kawasan Perkotaan Yogyakarta membuat kondisi spasial yang ada cenderung berkembang menjadi area pinggiran perkotaan (suburban area) sehinga metode penyediaan lahan perumahan secara infill dianggap paling sesuai. Lahan-lahan non- pertanian yang tidak digunakan dapat disisipi untuk melakukan pembangunan perumahan yang diharapkan dapat dimanfaatkan oleh pengembang di masa depan. Lokasi-lokasi pada area sekitar kampung juga dapat di-infill dengan perumahan-perumahan berklaster kecil sehingga munculnya kesinambungan antara kampung-kampung eksisting serta perumahan baru yang ada di sekitarnya baik dari segi fisik maupun sosial masyarakat. Dalam upaya penyediaan sarana, prasarana, dan utilitas pada pengembangan pembangunan perumahan di Kabupaten Bantul dilakukan melalui empat strategi yaitu: a) Pemerintah Penyediaan sarana, prasarana, dan utilitas dengan strategi melalui pemerintah secara langsung
  • 41. Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 39 dikarenakan urgensitas tipe fasilitas yang disediakan. b) Public-Private Partnership Public-Private Partnership merupakan strategi penyediaan sarana, prasarana, dan utilitas dimana pemerintah serta pengembang saling bekerja sama dalam penyediaan fasilitas yang harus tersedia demi memenuhi kebutuhan penghuni, baik penghuni lama (warga sekitar) maupun penghuni baru. Startegi integrasi ini bisa dilalukan melalui cost-sharing dan pembagian tanggung jawab pengelolaan. c) Integrasi Fasilitas Eksisting dan Rencana Pengintegrasian fasilitas eksisting dan rencana dilakukan supaya menciptakan ruang sosial yang baik antara masyarakat eksisting dengan penghuni baru perumahan. Selain itu, upaya pengintegrasian juga dapat mengurangi konflik kesenjangan yang ada antar warga serta menimbulkan sarana untuk berinteraksi. Dalam perwujudannya, pihak pengembang dan ketua-ketua masyarakat saling sepakat melakukan cost sharing untuk sama rata membagi beban pembangunan demi kepentingan bersama d) Individu Strategi terakhir merupakan strategi yang dilakukan untuk tipe pemenuhan sarana, prasarana, dan utilitas yang dipenuhi masing-masing rumah. Dimana, setiap penghuni dapat menyediaan kebutuhan fasilitas per rumah masing-masing, dikarenakan sifat pemakaiannya yang individu. 7.2. Arahan Penyusunan Pedoman Pembangunan Perumahan wilayah Barat Wilayah barat Kabupaten Bantul diprediksi akan menjadi primadona bagi pengembangan kawasan perumahan. Pembangunan besar dapat disebut sebagai pengembangan masterplan, pembangunan perumahan dilakukan pada lahan berskala besar. Pengembangan perumahan ini disertai dengan fasilitas pendukung seperti jalan, ruang terbuka, serta fasilitas rekreasi dengan tetap menyesuaikan dengan penggunaan lahan di sekitarnya. Adapun persyaratan-persyaratan pembangunan yang harus dipenuhi oleh pembangun dalam lahan skala besar, yaitu:
  • 42. Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 40 7.2.1. Persyaratan Lokasi Perumahan a. Keamanan Lokasi perumahan bukan merupakan kawasan lindung (catchment area), kawasan pertanian, kawasan hutan produksi, daerah buangan limbah pabrik, daerah bebas bangunan pada area Bandara, dan daerah dibawah jaringan listrik tegangan tinggi b. Kesehatan Lokasi perumahan bukan daerah yang mempunyai pencemaran udara di atas ambang batas, pencemaran air permukaan, dan pencemaran air tanah dalam. c. Kenyamanan Lokasi perumahan memiliki tingkat aksesibilitas yang mudah dengan sarana – sarana penting di luar perumahan yaitu sarana pendidikan, perdagangan dan niaga, serta kesehatan. d. Kompatibilitas Lokasi perumahan tidak berada di kawasan yang memerlukan perubahan karakteristik topografi yang besar seperti pemerataan bukit, pengurugan seluruh rawa, pengurugan danau/sungai/kali. e. Status Kepemilikan Lokasi perumahan harus berada pada lahan yang jelas status kepemilikannya, dan memenuhi persyaratan administratif, teknis, dan ekologis. f. Ketinggian dan Kemiringan Lahan Dari aspek ketinggian lokasi lahan perumahan harus berada di bawah permukaan air setempat, kecuali dengan rekayasa/penyelesaian teknis.
  • 43. Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 41 Dari aspek kemiringan lahan lokasi lahan perumahan tidak melebihi 15% dengan ketentuan : 1) Tanpa rekayasa untuk kawasan yang terletak pada lahan bermofologi datar-landai dengan kemiringan 0 – 8% dan 2) Diperlukan rekayasa teknis nuntuk lahan dengan kemiringan 8-15%. 7.2.2. Persyaratan Sarana Lingkungan Perumahan Pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana lingkungan perumahan pada skala besar bergantung pada seberapa besar penduduk yang tinggal, bagiamana bentukan/tipe siteplan perumahan, serta siapa saja aktor-aktor penyedia sarana. Adapun tipologi siteplan perumahan skala besar dibagi menjadi 5, yaitu: 1. Linier 2. Grid 3. Loop 4. Culdesac 5. Tidak Beraturan Sedangkan tipe jumlah penduduk yang tinggal di perumahan skala besar berkisar antara 1250-3000 orang dikarenakan banyaknya unit rumah yang tersedia. Berikut merupakan standar-standar penyediaan sarana, prasarana, dan utilitas pada skala besar:
  • 44. KajianKebijakanPengendalianPembangunanPerumahanKabupatenBantul|42 PERSYARATANTIPEPERUMAHANSKALABESAR(BAGIANBARAT) TipologiPerumahanLinierGridLoopRadialCuldesacTidakBeraturan StrategiPenyediaan JumlahPenduduk1250>n>3000 SkalaPerumahan Kelurahan MengikutipembagianeksistingPembuatanbaru KomponenSaranaPrasarana P/U AirBersihvvvvvvPublic-PrivatePartnership(melaluiPDAM) Airlimbah SeptitankvvvvvvIndividu(DeveloperkePenghuni) IPALKomunalvvvvvvPublic-PrivatePartnership IPALTerpusatvvvvvvPublic-PrivatePartnership Persampahan tongsampahvvvvvvDeveloper gerobakvvvvvvDeveloper baksampahkecilvvvvvvPublic-PrivatePartnership baksampahbesar-vvv-vPublic-PrivatePartnership baksampahakhir------- mobilsampah-vvv-vPemerintah ListrikvvvvvvPublic-PrivatePartnership(melaluiPLN) Transportlokal ParkirvvvvvvPublic-PrivatePartnership HaltevvvvvvPemerintah Terminal------- JalanvvvvvvIntegrasiFasilitasEksistingdanRencana(MasyarakatdanDeveloper) DrainasevvvvvvIntegrasiFasilitasEksistingdanRencana(MasyarakatdanDeveloper) S PelayananUmum Balaipertemuan-vvv-vIntegrasiFasilitasEksistingdanRencana(MasyarakatdanDeveloper) PoshansipvvvvvvIntegrasiFasilitasEksistingdanRencana(MasyarakatdanDeveloper) GardulistrikvvvvvvPublic-PrivatePartnership(melaluiPLN) TeleponumumvvvvvvPublic-PrivatePartnership ParkirumumvvvvvvIntegrasiFasilitasEksistingdanRencana(MasyarakatdanDeveloper) PendidikanTK-vvv-vPublic-PrivatePartnership
  • 45. KajianKebijakanPengendalianPembangunanPerumahanKabupatenBantul|43 PERSYARATANTIPEPERUMAHANSKALABESAR(BAGIANBARAT) TipologiPerumahanLinierGridLoopRadialCuldesacTidakBeraturan StrategiPenyediaan JumlahPenduduk1250>n>3000 SkalaPerumahan Kelurahan Mengikutipembagian eksisting Pembuatanbaru KomponenSaranaPrasaranaS Pendidikan SD-vvv-vPublic-PrivatePartnership SMP------- SMA------- Kesehatan Posyandu-vvv-vPublic-PrivatePartnership Puskesmas-vvv-vPublic-PrivatePartnership Praktikdoktervvvv-vIndividu Peribadatan MusholavvvvvvIntegrasiFasilitasEksistingdanRencana(MasyarakatdanDeveloper) MasjidwargavvvvvvIntegrasiFasilitasEksistingdanRencana(MasyarakatdanDeveloper) Masjidlingkungan-vvv-vIntegrasiFasilitasEksistingdanRencana(MasyarakatdanDeveloper) Masjidkecamatan------- SaranaibadahagamalainvvvvvvIntegrasiFasilitasEksistingdanRencana(MasyarakatdanDeveloper) Perdagangan TokovvvvvvIntegrasiFasilitasEksistingdanRencana(MasyarakatdanDeveloper) PertokoanvvvvvvPublic-PrivatePartnership RekreasiBalaipertemuanvvvvvvIntegrasiFasilitasEksistingdanRencana(MasyarakatdanDeveloper) RTH Taman/tempatbermainvvvvvvIntegrasiFasilitasEksistingdanRencana(MasyarakatdanDeveloper) JalurhijauvvvvvvIntegrasiFasilitasEksistingdanRencana(MasyarakatdanDeveloper) lapanganolahragavvvvvvPublic-PrivatePartnership
  • 46. Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 44 7.2.3. Model Desain Integrasi Perumahan Skala Besar Dalam pengaplikasian secara nyata, diperlukan model-model terbaru untuk mensinergikan pengadaan perumahan skala besar dengan rekomendasi-rekomendasi dari aktor-aktor pembangunan berdasarkan hasil focus group discussion. Adapun rekomendasi yang muncul untuk masing-masing tipologi adalah sebagai berikut: a. Model Grid Gambar. Konsep J Grid Konfigurasi grid terdiri dari dua pasang jalan sejajar yang saling berpotongan pada jarak yang sama dan menciptakan bujur sangkar atau kawasan ruang segi empat. Beberapa ciri – ciri dan langkah penataan pola sirkulasi grid adalah sebagai berikut.  Memungkinkan gerakan bebas dalam banyak arah sehingga hubungan aktifitas kompak dan efisien.  Menata grid harus berdasarkan sistem hirarki jalan.  Penataan bangunan di sisi jalan dengan karakter yang berbeda.  Kesan monoton sebaiknya ditanggulangi.  Masalah kurang menginahkan kondisi alam sulit ditanggulangi.  Masalah kemacetan pada titik simpul ditanggulangi dengan mengatur sirkulasi searah.  Akibat dimensi yang sama pada grid secara visual akan menciptakan kesan monoton.  Kurang mengindahkan kondisi alam seperti topografi keistimewaan tapak.  Semakin jauh dari simpul jalan pergerakan semakin baik namun pada titik simpulnya dapat menimbulkan kemacetan akibat banyak arah sirkulasi yang ditampung pada titik simpul tersebut.  Kepadatan gerakan atau sirkulasi lebih mungkin dihindari Berikut adalah ilustrasi contoh siteplan perumahan dengan model grid. Konsep Jalan Grid
  • 47. Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 45 Gambar Ilustrasi Siteplan Perumahan Model Grid Sumber: Rencana Penulis Gambar di atas adalah perumahan model long block grid dengan persentase guna lahan jalan 31,4%, lahan terbangun 68,6%, tingkat aksesibilitas tinggi serta keamanan dan kenyamanan penghuni yang cukup tinggi. Fasilitas sosial dan umum ditempatkan di lokasi yang strategis agar mudah dijangkau oleh semua masyarakat. b. Radial Gambar Konsep Radial Konfigurasi radial memiliki jalan-jalan lurus yang berkembang dari sebuah pusat bersama. Ciri-ciri dari pola sirkulasi radial adalah sebagai berikut :  Orientasi jelas.  Kurang mengindahkan kondisi alam.  Sulit dikombinasikan dengan pola yang lain.  Menghasilkan bentuk yang ganjil.  Menunjang keberadaan monumen penting di pusat kawasan.  Pergerakan resmi.  Mengarahkan sirkulasi pada titik pusat. Berikut adalah ilustrasi contoh siteplan perumahan dengan model radial.
  • 48. Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 46 Gambar Ilustrasi Siteplan Perumahan Model Radial Sumber : Rencana Penulis Gambar di atas adalah perumahan model radial dengan persentase guna lahan jalan 40%, lahan terbangun 60%, tingkat aksesibilitas tinggi serta keamanan dan kenyamanan penghuni yang cukup tinggi. Fasilitas sosial dan umum ditempatkan di lokasi yang strategis agar mudah dijangkau oleh semua masyarakat. c. Loop Gambar. Konsep Jalan Loop Pola loop memiliki konsep jalan lurus panjang yang berbelok – belok. Kelebihan dari jalan dengan model loop yaitu sirkulasi mudah, mudah berputar, tidak monoton, lebih fleksibel, dan mengurangi kemacetan. Namun terdapat kelemahan yaitu terkait keamanan. Pola jalan loop biasanya banyak diterapkan pada perumahan skala menengah. Berikut adalah ilustrasi contoh siteplan perumahan dengan model loop.
  • 49. Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 47 Gambar Ilustrasi Siteplan Perumahan Model Loop Sumber : Rencana Penulis Gambar di atas adalah perumahan model loop dengan persentase guna lahan jalan 32%, lahan terbangun 68%, tingkat aksesibilitas cukup tinggi serta keamanan dan kenyamanan penghuni yang cukup tinggi. Fasilitas sosial dan umum ditempatkan di lokasi yang strategis agar mudah dijangkau oleh semua masyarakat. d. Culdesac Gambar Konsep Cul De Sac Pola cul de sac memiliki kelebihan yakni terciptanya privasi yang tinggi Karena terbatasnya akses lalu lintas, sehingga banyak diterapkan untuk menghindari lalu lintas kendaraan dan memberikan kenyamanan yang tinggi bagi pejalan kaki. Perumahan dengan model jalan cul de sac biasanya memiliki harga tinggi, serta cukup eksklusif. Namun kekurangannya adalah aksesibilitas yang cukup terbatas serta terdapat bentuk kapling “tusuk sate” yang biasanya tidak disenangi oleh masyarakat. Pada tahun 1929, pola ini pertama kali diterapkan pada kota Radburn, New Jersey, Amerika Serikat untuk mengurangi frekuensi lalu lintas pada kawasan perumahan. Dengan bentuk jalan buntu akan tercipta pengelompokan rumah,
  • 50. Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 48 dan dengan batasan jumlah rumah yang dilayani maka akan tercipta dimensi jalan yang ekonomis, yaitu dimensi lebar jalan lebih kecil. Berikut adalah ilustrasi contoh siteplan perumahan dengan model cul de sac. Gambar Ilustrasi Siteplan Perumahan Model Cul De Sac Sumber : Rencana Penulis Gambar di atas adalah perumahan model cul de sac dengan persentase guna lahan jalan 36%, lahan terbangun 64%, tingkat aksesibilitas rendah serta keamanan dan kenyamanan penghuni yang sangat tinggi. e. Linier Gambar Konsep Linier Linier yang lurus dapat menjadi unsur pengorganisir utama deretan ruang. Pola dapat berbentuk lengkung atau berbelok arah, memotong jalan lain, bercabang-cabang, atau membentuk putaran (loop). Ciri-ciri pola sirkulasi linier, antara lain :  Sirkulasi pergerakan padat bila panjang jalan tak terbatas dan hubungan aktifitas kurang efisien.  Gerakan hanya 2 arah dan memiliki arah yang jelas.  Cocok untuk sirkulasi terbatas.
  • 51. Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 49  Perkembangan pembangunan sepanjang jalan. Berikut adalah ilustrasi contoh siteplan perumahan dengan model linier. Gambar di bawah adalah contoh perumahan model linier dengan persentase guna lahan jalan 30%, lahan terbangun 70%, tingkat aksesibilitas tinggi serta keamanan dan kenyamanan penghuni yang cukup tinggi. Gambar Ilustrasi Siteplan Perumahan Model Linier Sumber : Rencana Penulis 7.3. Arahan Penyusunan Pedoman Pembangunan Perumahan wilayah Timur dan Tengah Wilayah timur dan tengah Kabupaten Bantul yang secara eksisting masuk dalam Kawasan Perkotaan Yogyakarta membuat kondisi spasial yang ada cenderung berkembang menjadi area pinggiran perkotaan (suburban area). Perkembangan area pinggiran perkotaan ini terjadi karena meningkatnya aksesibilitas serta infrastruktur perkotaan yang menimbulkan tingginya kecenderungan untuk tinggal. Bila dilihat berdasarkan kondisi fisik, metode penyediaan lahan perumahan secara infill dianggap paling sesuai untuk wilayah tengah dan timur Kabupaten Bantul. Lahan- lahan non-pertanian yang tidak digunakan dapat disisipi untuk melakukan pembangunan perumahan yang diharapkan dapat dimanfaatkan oleh pengembang di masa depan. Lokasi-lokasi pada area sekitar kampung juga dapat di-infill dengan perumahan-perumahan berklaster kecil sehingga munculnya kesinambungan antara kampung-kampung eksisting serta perumahan
  • 52. Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 50 baru yang ada di sekitarnya baik dari segi fisik maupun sosial masyarakat. Adapun persyaratan-persyaratan pembangunan yang harus dipenuhi oleh pembangun dalam lahan infill, yaitu: Dalam perencanaan perumahan infill di bagian Barat Bantul yang meliputi Desa juga terdapat empat komponen perencanaan yang perlu diperhatikan yaitu : 7.3.1. Persyaratan Lokasi Perumahan a. Keamanan Lokasi perumahan bukan merupakan kawasan lindung (catchment area), kawasan pertanian, kawasan hutan produksi, daerah buangan limbah pabrik, daerah bebas bangunan pada area Bandara, dan daerah dibawah jaringan listrik tegangan tinggi. b. Kesehatan Lokasi perumahan bukan daerah yang mempunyai pencemaran udara di atas ambang batas, pencemaran air permukaan, dan pencemaran air tanah dalam. c. Kenyamanan Lokasi perumahan memiliki tingkat aksesibilitas yang mudah dengan sarana – sarana penting di luar perumahan yaitu sarana pendidikan, perdagangan dan niaga, serta kesehatan. d. Kompatibilitas Lokasi perumahan tidak berada di kawasan yang memerlukan perubahan karakteristik topografi yang besar seperti pemerataan bukit, pengurugan seluruh rawa, pengurugan danau/sungai/kali. e. Status Kepemilikan Lokasi perumahan harus berada pada lahan yang jelas status kepemilikannya, dan
  • 53. Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 51 memenuhi persyaratan administratif, teknis, dan ekologis. f. Ketinggian dan Kemiringan Lahan Dari aspek ketinggian lokasi lahan perumahan harus berada di bawah permukaan air setempat, kecuali dengan rekayasa/penyelesaian teknis. Dari aspek kemiringan lahan lokasi lahan perumahan tidak melebihi 15% dengan ketentuan : 1) Tanpa rekayasa untuk kawasan yang terletak pada lahan bermofologi datar- landai dengan kemiringan 0 – 8% dan 2) Diperlukan rekayasa teknis nuntuk lahan dengan kemiringan 8-15%. 7.3.2. Persyaratan Sarana Lingkungan Perumahan Dalam penyediaan sarana dan prasarana di lingkungan perumahan bertipe infill, diperlukan skema kerjasama yang jelas agar menciptakan integrasi antara perumahan baru dengan kampung sekitar melalui interaksi masyarakat dalam memanfaatkan sarana yang ada. Adapun skala perumahan yang ada kurang dari 250 unit (1250 penduduk). Adapun pembagian sarana prasarana serta skema penyediaannya adalah sebagai berikut:
  • 54. KajianKebijakanPengendalianPembangunanPerumahanKabupatenBantul|52 PERSYARATANTIPEPERUMAHANINFILL(BAGIANTIMURDANTENGAH) UnitPerumahan<1010-2526-5050-100100-150150-200200-250 StrategiPenyediaan JumlahPenduduk5012525050075010001250 SkalaPerumahan RTRW Mengikuti pembagianRT eksisting Pembuatan RTbaru MengikutipembagianRTeksisting Pembuatan RTbaru Komponen Sarana Prasarana P/U AirBersihvvvvvvvPublic-PrivatePartnership(melaluiPDAM) Airlimbah SeptitankvvvvvvvIndividu(DeveloperkePenghuni) IPALKomunal-------- IPALTerpusat-------- Persampahan tongsampahvvvvvvvDeveloper gerobak-------- baksampahkecil-------- baksampahbesar-------- baksampahakhir-------- mobilsampah-------- ListrikvvvvvvvPublic-PrivatePartnership(melaluiPLN) Transportlokal Parkir--vvvvvPublic-PrivatePartnership Halte-------- Terminal-------- JalanvvvvvvvIntegrasiFasilitasEksistingdanRencana(MasyarakatdanDeveloper) DrainasevvvvvvvIntegrasiFasilitasEksistingdanRencana(MasyarakatdanDeveloper) S PelayananUmum Balaipertemuan-------- Poshansip-------- Gardulistrik-------- Teleponumum-------- Parkirumum-------- PendidikanTK------vPublic-PrivatePartnership
  • 55. KajianKebijakanPengendalianPembangunanPerumahanKabupatenBantul|53 PERSYARATANTIPEPERUMAHANINFILL(BAGIANTIMURDANTENGAH) UnitPerumahan<1010-2526-5050-100100-150150-200200-250 StrategiPenyediaan JumlahPenduduk5012525050075010001250 SkalaPerumahan RTRW Mengikuti pembagianRT eksisting Pembuatan RTbaru MengikutipembagianRTeksisting Pembuatan RTbaru Komponen Sarana Prasarana S SD------vPublic-PrivatePartnership SMP-------- SMA-------- Kesehatan Posyandu------vPublic-PrivatePartnership Puskesmas-------- Praktikdokter-------- Peribadatan Mushola--vvvvvIntegrasiFasilitasEksistingdanRencana(MasyarakatdanDeveloper) Masjidwarga-------- Masjidlingkungan-------- Masjidkecamatan-------- Saranaibadah agamalain -------- Perdagangan Toko--vvvvvIntegrasiFasilitasEksistingdanRencana(MasyarakatdanDeveloper) Pertokoan-------- RekreasiBalaipertemuan-------- RTH Taman/tempat bermain --vvvvvIntegrasiFasilitasEksistingdanRencana(MasyarakatdanDeveloper) Jalurhijau--vvvvvIntegrasiFasilitasEksistingdanRencana(MasyarakatdanDeveloper) lapanganolahraga--------
  • 56. Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 54 7.3.3. Model Desain Integrasi Perumahan Skala Infil Dalam pengaplikasian secara nyata, diperlukan model-model terbaru untuk mensinergikan pengadaan perumahan skala besar dengan rekomendasi- rekomendasi dari aktor-aktor pembangunan berdasarkan hasil focus group discussion. Adapun rekomendasi yang muncul untuk masing-masing tipologi adalah sebagai berikut: No Tipe Siteplan (Jumlah Rumah) Tipe Rumah Sarana 1 <10 rumah 36/60 - TPS 1 buah (dekat pintu masuk perumahan) luas minimal 6m2 - Jalur hijau jalan (sempadan) 2 10 - 25 rumah 36/60 - TPS 1 buah (dekat pintu masuk perumahan) luas minimal 6m2 - Taman Bermain 1 buah (luas minimal 150 m2 ) - Jalur hijau jalan (sempadan)
  • 57. Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 55 3 25 - 50 rumah 35 tipe 36/60 15 tipe 45/72 - TPS 2 buah luas minimal 6m2 - Toko 1 buah (minimal tipe 50/100) - Muholla 1 buah (minimal tipe 45/100) - Taman Bermain 1 buah (luas minimal 250m2 ) - Jalur hijau jalan (sempadan, median) 4 50 - 100 rumah 75 tipe 36/60 25 tipe 45/72 - TPS 2 buah luas minimal 6m2 - Toko 2 buah (minimal tipe 50/100) - Muholla 2 buah (minimal tipe 45/100) - Taman Bermain 2 buah (luas minimal 250m2 ) - Jalur hijau jalan (sempadan, median)
  • 58. Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 56 5 100 - 150 rumah 75 tipe 36/60 50 tipe 45/72 25 tipe 60/96 - TPS 3 buah luas minimal 12m2 - Toko 3 buah (minimal tipe 50/100) - Musholla 3 buah (minimal tipe 45/100) - Taman Bermain 2 buah (1 luas 500m2 , 1 luas 250 m2 ) - Jalur hijau jalan (sempadan, median) 6 150 - 200 rumah 100 tipe 36/60 60 tipe 45/72 40 tipe 60/96 - TPS 3 buah luas minimal 12m2 - TK 1 buah (luas bangunan minimal 216 m2 , luas lahan 500m2 ) - Toko 4 buah (minimal tipe 50/100) - Masjid 1 buah (minimal tipe 300/600) - Taman Bermain 2 buah (luas minimal 500m2 ) - Jalur hijau jalan (sempadan, median)
  • 59. Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 57 7 200 - 250 rumah 125 tipe 36/60 75 tipe 45/72 50 tipe 60/96 - TPS 4 buah luas minimal 12m2 - TK 1 buah (luas bangunan minimal 216 m2 , luas lahan 500m2 ) - SD 1 buah (luas bangunan minimal 633 m2 , luas lahan 2000m2 ) - Posyandu 1 buah (minimal tipe 36/60) - Toko 5 buah (minimal tipe 50/100) - Masjid 1 buah (minimal tipe 300/600) - Taman Bermain 3 buah (2 buah luas minimal 500 m2 , 1 buah luas minimal 250m2 ) - Jalur hijau jalan (sempadan, median) - Balai serbaguna (luas lahan minimal 300m2 )
  • 60. Kajian Kebijakan Pengendalian Pembangunan Perumahan Kabupaten Bantul | 58 1. Semua lahan siteplan berstatus pekarangan atau lahan pertanian yang telah diapit bangunan dan berposisi di pinggir jalan 2. Karena merupakan “perumahan infill” yaitu perumahan yang dibangun di lahan kosong yang terletak di tengah – tengah permukiman warga maka tidak boleh dibangun tembok di sekitar kawasan perumahan untuk menghindari eksklusifitas. Untuk membangun inklusifitas dan integrasi dengan permukiman sekitar maka : a. Pemisah antara kawasan perumahan infill dengan permukiman sekitar adalah jalan yang cukup lebar yang terhubung dengan jalan permukiman sekitar. b. Rumah – rumah di layer terluar perumaan infill menghadap ke jalan terluar untuk menciptakan suasana iklusif terhadap perumahan sekitar. c. Konsep siteplan mengkuti pola lahan dan jalan permukiman eksisting sehingga terdapat banyak jalan masuk dari perumahan sekitar menuju perumahan infill. 3. Pembangunan perumahan terintegrasi dengan sarana prasarana dan utilitas eksisting di sekitarnya.