Permen PU Nomor 3 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Prasarana Dan Sarana Per...Penataan Ruang
Permen PU Nomor 3 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Prasarana Dan Sarana Persampahan Dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga Dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga - Lampiran 3
Perencanaan sistem pengelolaan persampahanOswar Mungkasa
Rangkuman dokumen perencanaan sistem pengelolaan persampahan:
(1) Dokumen ini membahas perencanaan sistem pengelolaan sampah secara menyeluruh dan berkelanjutan meliputi master plan, studi kelayakan, dan perencanaan teknis;
(2) Tahapan perencanaan terdiri atas master plan, studi kelayakan, dan perencanaan teknis untuk jangka panjang;
(3) Proses perencanaan meliputi survey, identifikasi data
Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Penyediaan Oksigen dan Air...Bos Ariadi Muis
Teks tersebut membahas analisis kebutuhan ruang terbuka hijau (RTH) berdasarkan penyediaan oksigen dan air di Kota Depok, Jawa Barat. Penelitian ini menganalisis kebutuhan luas RTH untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan air masyarakat hingga tahun 2015, serta mengetahui preferensi masyarakat terhadap prioritas pembangunan di kota tersebut. Hasilnya menunjukkan bahwa luas RTH saat ini belum
Persyaratan Teknis Penyediaan TPS dan TPS-3RJoy Irman
Dokumen tersebut memberikan persyaratan teknis penyediaan Tempat Penampungan Sementara (TPS) dan Tempat Penampungan Sementara 3R (TPS 3R) dalam penanganan sampah rumah tangga. TPS merupakan tempat penampungan sampah sementara selama maksimal 24 jam sebelum diangkut ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA), sedangkan TPS 3R melakukan pemilahan, daur ulang, dan komposing sampah. Dokumen ini menjelaskan kriteria
Perencanaan Sarana dan Prasarana Air Limbah Sistem Setempat (On-site)Joy Irman
Dokumen tersebut membahas perencanaan sarana dan prasarana sistem pengelolaan air limbah setempat (on-site), termasuk debit air limbah, kloset, perencanaan Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) berdasarkan kapasitas, lokasi, dan kebutuhan lahan.
Permen PU Nomor 3 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Prasarana Dan Sarana Per...Penataan Ruang
Permen PU Nomor 3 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Prasarana Dan Sarana Persampahan Dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga Dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga - Lampiran 3
Perencanaan sistem pengelolaan persampahanOswar Mungkasa
Rangkuman dokumen perencanaan sistem pengelolaan persampahan:
(1) Dokumen ini membahas perencanaan sistem pengelolaan sampah secara menyeluruh dan berkelanjutan meliputi master plan, studi kelayakan, dan perencanaan teknis;
(2) Tahapan perencanaan terdiri atas master plan, studi kelayakan, dan perencanaan teknis untuk jangka panjang;
(3) Proses perencanaan meliputi survey, identifikasi data
Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Penyediaan Oksigen dan Air...Bos Ariadi Muis
Teks tersebut membahas analisis kebutuhan ruang terbuka hijau (RTH) berdasarkan penyediaan oksigen dan air di Kota Depok, Jawa Barat. Penelitian ini menganalisis kebutuhan luas RTH untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan air masyarakat hingga tahun 2015, serta mengetahui preferensi masyarakat terhadap prioritas pembangunan di kota tersebut. Hasilnya menunjukkan bahwa luas RTH saat ini belum
Persyaratan Teknis Penyediaan TPS dan TPS-3RJoy Irman
Dokumen tersebut memberikan persyaratan teknis penyediaan Tempat Penampungan Sementara (TPS) dan Tempat Penampungan Sementara 3R (TPS 3R) dalam penanganan sampah rumah tangga. TPS merupakan tempat penampungan sampah sementara selama maksimal 24 jam sebelum diangkut ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA), sedangkan TPS 3R melakukan pemilahan, daur ulang, dan komposing sampah. Dokumen ini menjelaskan kriteria
Perencanaan Sarana dan Prasarana Air Limbah Sistem Setempat (On-site)Joy Irman
Dokumen tersebut membahas perencanaan sarana dan prasarana sistem pengelolaan air limbah setempat (on-site), termasuk debit air limbah, kloset, perencanaan Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) berdasarkan kapasitas, lokasi, dan kebutuhan lahan.
TPS 3R (Reduce, Reuse & Recycle) Berbasis MasyarakatJoy Irman
TPS 3R (Reduce, Reuse & Recycle) Berbasis Masyarakat dalam rangka Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Persampahan dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Rumah Tangga
Program perwujudan luasan RTH sesuai amanat UU PR 26/2007 di Kota Semarang meliputi (1) penyusunan kebijakan hijau, (2) implementasi penyediaan RTH sesuai Perda Kota Semarang, (3) pembangunan RTH baru, (4) peningkatan kualitas RTH eksisting melalui refungsi, dan (5) pengembangan koridor hijau kota. Program-program tersebut bertujuan meningkatkan luasan RTH Kota Semarang menj
Raperda tentang RDTR dan Peraturan Zonasi Jakarta 2030joihot
Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta memberikan kerangka kerja untuk pengembangan ruang di Jakarta sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah 2030. Dokumen ini mengatur penggunaan lahan di Jakarta berdasarkan zona kegiatan serta ketentuan pemanfaatan ruang untuk mencapai pembangunan yang berkelanjutan.
Dokumen tersebut membahas berbagai kebutuhan air baku, termasuk kebutuhan air domestik, non-domestik, industri, peternakan, perikanan, pemeliharaan sungai, dan irigasi."
Dokumen ini membahas program pengelolaan hutan adat oleh masyarakat suku Dayak Paser di Kalimantan Timur yang dilakukan oleh organisasi PADI Indonesia sejak tahun 1990-an. Program ini telah mengelola hutan adat seluas 61.800 hektar di 8 desa untuk memenuhi kebutuhan pangan, air, obat-obatan masyarakat serta menghasilkan listrik mikrohidro dan produk hutan lainnya. Pelajaran penting dari program ini adalah penting
Kuliah ini membahas pengelolaan daerah aliran sungai secara menyeluruh dan berkelanjutan dengan mempertimbangkan aspek ekologi, hidrologi, dan sosial budaya masyarakat. Daerah aliran sungai merupakan sistem terbuka yang saling terkait antara lingkungan fisik dan ekosistem. Pengelolaan yang baik perlu memperhatikan daerah aliran sungai sebagai kesatuan wilayah dengan batasan alam.
Makalah ini membahas tentang krisis air bersih di Indonesia. Air merupakan unsur vital bagi kehidupan namun ketersediaannya semakin berkurang akibat pertambahan populasi dan kerusakan lingkungan. Indonesia kaya akan sumber air namun banyak wilayah yang kekurangan akses air bersih. Makalah ini menjelaskan latar belakang masalah, tujuan, dan sistematika penulisan serta tinjauan pustaka tentang pengertian air, siklus
Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP-3-K) memberikan arahan pengalokasian ruang wilayah perairan pesisir dan pulau-pulau kecil ke dalam zona-zona seperti Kawasan Pemanfaatan Umum, Kawasan Konservasi, Kawasan Strategis Nasional Tertentu, dan Alur Laut. Dokumen ini juga menjelaskan penyelarasan antara RZWP-3-K dengan rencana-rencana lain seperti Rencana T
Badan air dan siklus hidrologi memberikan penjelasan singkat tentang berbagai jenis badan air seperti sungai, danau, laut, dan samudra serta proses siklus hidrologi yang terjadi di bumi dimana air berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya melalui proses evapotranspirasi, kondensasi, dan presipitasi.
Analisa Daya Dukung Lahan Kota Tangerang untuk Kegiatan Industri, Perdagangan...Anton Riyanto
Dokumen tersebut merangkum analisis daya dukung lahan di Kota Tangerang. Analisis ini meliputi penentuan kawasan lindung, pengklasifikasian kemampuan lahan berdasarkan morfologi, kestabilan pondasi, drainase, ketersediaan air tanah, dan kerentanan bencana, serta kesesuaian rencana pengembangan lahan. Hasilnya menghasilkan peta zonasi kemampuan lahan untuk memandu pengembangan Kota Tangerang.
Aspek Kelembagaan, Pembiayaan, Peraturan, dan Peran Masyarakat dalam Pengelol...Joy Irman
Dokumen tersebut membahas aspek-aspek pengelolaan sampah secara sistematis, meliputi aspek kelembagaan, pembiayaan, peraturan, dan peran masyarakat. Dokumen ini menjelaskan kondisi saat ini serta kondisi yang diharapkan pada masing-masing aspek untuk meningkatkan pengelolaan sampah secara berkelanjutan.
Kebijakan dan strategi pengembangan sistem pengelolaan air limbah permukimanJoy Irman
Dokumen tersebut membahas kebijakan dan strategi pengembangan sistem pengelolaan air limbah permukiman di Indonesia. Ada 5 kebijakan utama yaitu peningkatan akses prasarana dan sarana air limbah, peningkatan peran masyarakat dan swasta, pengembangan peraturan, penguatan lembaga pengelola, dan peningkatan sumber pendanaan. Strateginya meliputi peningkatan akses masyarakat, perubahan perilaku, partisipasi swasta, penyusun
Perbedaan Perencanaan Tapak Dalam Ilmu Arsitektur dan Ilmu PlanologiUIN Alauddin Makassar
Perbedaan ruang lingkup konsep perencanaan tapak antara ilmu arsitektur dan ilmu planology terletak pada fokus dan cakupannya. Perencanaan tapak dalam ilmu arsitektur lebih menekankan pada estetika dan keserasian bangunan dengan tapak, sedangkan ilmu planology lebih mempertimbangkan aspek fisik, sosial, ekonomi, dan regulasi spasial dalam perencanaan tapak.
[Ringkasan]
Dokumen tersebut memberikan ringkasan program, lingkup pekerjaan, dan jadwal pelaksanaan pemeliharaan jalan di Provinsi Nusa Tenggara Barat untuk tahun 2013-2015. Terdapat 3 kontrak utama yaitu kontrak jangka panjang 2013-2015 senilai Rp158 miliar, kontrak tahunan 2014 senilai Rp57 miliar, dan pemeliharaan swakelola senilai Rp44 miliar yang mencakup pemeliharaan rutin, backlog, pemeliharaan berkala, dan
Fasilitas Pengolahan dan Pemrosesan Akhir SampahJoy Irman
Dokumen tersebut membahas penyediaan fasilitas pengolahan dan pemrosesan akhir sampah, meliputi perencanaan teknik, pelaksanaan pembangunan, operasi dan pemeliharaan, serta pemantauan dan evaluasi. Tahapan penyediaan fasilitas tersebut mencakup perencanaan berdasarkan rencana induk dan studi kelayakan, pelaksanaan konstruksi sesuai dokumen teknis, pengoperasian dan pemeliharaan fasilitas sepert
Struktur Ruang dan Pola Ruang Rencana Tata Ruang Kepulauan Maluku dan Pulau P...Oswar Mungkasa
Dokumen tersebut membahas rencana struktur dan pola ruang Kepulauan Maluku yang mencakup tujuan pembangunan wilayah, kebijakan, dan strategi untuk mengembangkan Kepulauan Maluku sebagai (1) lumbung ikan nasional yang berkelanjutan, (2) pusat pertumbuhan ekonomi berbasis pariwisata dan sumber daya alam, dan (3) pusat konservasi keanekaragaman hayati kelautan.
Kode Etik Perencana. Pemahaman Konsep Dasar dan Penerapanoswarmungkasa1
Dokumen tersebut membahas tentang kode etik profesi perencana, konsep dasar, dan penerapannya. Dokumen ini juga membandingkan kode etik perencana di Amerika Serikat dan Afrika Selatan."
TPS 3R (Reduce, Reuse & Recycle) Berbasis MasyarakatJoy Irman
TPS 3R (Reduce, Reuse & Recycle) Berbasis Masyarakat dalam rangka Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Persampahan dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Rumah Tangga
Program perwujudan luasan RTH sesuai amanat UU PR 26/2007 di Kota Semarang meliputi (1) penyusunan kebijakan hijau, (2) implementasi penyediaan RTH sesuai Perda Kota Semarang, (3) pembangunan RTH baru, (4) peningkatan kualitas RTH eksisting melalui refungsi, dan (5) pengembangan koridor hijau kota. Program-program tersebut bertujuan meningkatkan luasan RTH Kota Semarang menj
Raperda tentang RDTR dan Peraturan Zonasi Jakarta 2030joihot
Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta memberikan kerangka kerja untuk pengembangan ruang di Jakarta sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah 2030. Dokumen ini mengatur penggunaan lahan di Jakarta berdasarkan zona kegiatan serta ketentuan pemanfaatan ruang untuk mencapai pembangunan yang berkelanjutan.
Dokumen tersebut membahas berbagai kebutuhan air baku, termasuk kebutuhan air domestik, non-domestik, industri, peternakan, perikanan, pemeliharaan sungai, dan irigasi."
Dokumen ini membahas program pengelolaan hutan adat oleh masyarakat suku Dayak Paser di Kalimantan Timur yang dilakukan oleh organisasi PADI Indonesia sejak tahun 1990-an. Program ini telah mengelola hutan adat seluas 61.800 hektar di 8 desa untuk memenuhi kebutuhan pangan, air, obat-obatan masyarakat serta menghasilkan listrik mikrohidro dan produk hutan lainnya. Pelajaran penting dari program ini adalah penting
Kuliah ini membahas pengelolaan daerah aliran sungai secara menyeluruh dan berkelanjutan dengan mempertimbangkan aspek ekologi, hidrologi, dan sosial budaya masyarakat. Daerah aliran sungai merupakan sistem terbuka yang saling terkait antara lingkungan fisik dan ekosistem. Pengelolaan yang baik perlu memperhatikan daerah aliran sungai sebagai kesatuan wilayah dengan batasan alam.
Makalah ini membahas tentang krisis air bersih di Indonesia. Air merupakan unsur vital bagi kehidupan namun ketersediaannya semakin berkurang akibat pertambahan populasi dan kerusakan lingkungan. Indonesia kaya akan sumber air namun banyak wilayah yang kekurangan akses air bersih. Makalah ini menjelaskan latar belakang masalah, tujuan, dan sistematika penulisan serta tinjauan pustaka tentang pengertian air, siklus
Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP-3-K) memberikan arahan pengalokasian ruang wilayah perairan pesisir dan pulau-pulau kecil ke dalam zona-zona seperti Kawasan Pemanfaatan Umum, Kawasan Konservasi, Kawasan Strategis Nasional Tertentu, dan Alur Laut. Dokumen ini juga menjelaskan penyelarasan antara RZWP-3-K dengan rencana-rencana lain seperti Rencana T
Badan air dan siklus hidrologi memberikan penjelasan singkat tentang berbagai jenis badan air seperti sungai, danau, laut, dan samudra serta proses siklus hidrologi yang terjadi di bumi dimana air berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya melalui proses evapotranspirasi, kondensasi, dan presipitasi.
Analisa Daya Dukung Lahan Kota Tangerang untuk Kegiatan Industri, Perdagangan...Anton Riyanto
Dokumen tersebut merangkum analisis daya dukung lahan di Kota Tangerang. Analisis ini meliputi penentuan kawasan lindung, pengklasifikasian kemampuan lahan berdasarkan morfologi, kestabilan pondasi, drainase, ketersediaan air tanah, dan kerentanan bencana, serta kesesuaian rencana pengembangan lahan. Hasilnya menghasilkan peta zonasi kemampuan lahan untuk memandu pengembangan Kota Tangerang.
Aspek Kelembagaan, Pembiayaan, Peraturan, dan Peran Masyarakat dalam Pengelol...Joy Irman
Dokumen tersebut membahas aspek-aspek pengelolaan sampah secara sistematis, meliputi aspek kelembagaan, pembiayaan, peraturan, dan peran masyarakat. Dokumen ini menjelaskan kondisi saat ini serta kondisi yang diharapkan pada masing-masing aspek untuk meningkatkan pengelolaan sampah secara berkelanjutan.
Kebijakan dan strategi pengembangan sistem pengelolaan air limbah permukimanJoy Irman
Dokumen tersebut membahas kebijakan dan strategi pengembangan sistem pengelolaan air limbah permukiman di Indonesia. Ada 5 kebijakan utama yaitu peningkatan akses prasarana dan sarana air limbah, peningkatan peran masyarakat dan swasta, pengembangan peraturan, penguatan lembaga pengelola, dan peningkatan sumber pendanaan. Strateginya meliputi peningkatan akses masyarakat, perubahan perilaku, partisipasi swasta, penyusun
Perbedaan Perencanaan Tapak Dalam Ilmu Arsitektur dan Ilmu PlanologiUIN Alauddin Makassar
Perbedaan ruang lingkup konsep perencanaan tapak antara ilmu arsitektur dan ilmu planology terletak pada fokus dan cakupannya. Perencanaan tapak dalam ilmu arsitektur lebih menekankan pada estetika dan keserasian bangunan dengan tapak, sedangkan ilmu planology lebih mempertimbangkan aspek fisik, sosial, ekonomi, dan regulasi spasial dalam perencanaan tapak.
[Ringkasan]
Dokumen tersebut memberikan ringkasan program, lingkup pekerjaan, dan jadwal pelaksanaan pemeliharaan jalan di Provinsi Nusa Tenggara Barat untuk tahun 2013-2015. Terdapat 3 kontrak utama yaitu kontrak jangka panjang 2013-2015 senilai Rp158 miliar, kontrak tahunan 2014 senilai Rp57 miliar, dan pemeliharaan swakelola senilai Rp44 miliar yang mencakup pemeliharaan rutin, backlog, pemeliharaan berkala, dan
Fasilitas Pengolahan dan Pemrosesan Akhir SampahJoy Irman
Dokumen tersebut membahas penyediaan fasilitas pengolahan dan pemrosesan akhir sampah, meliputi perencanaan teknik, pelaksanaan pembangunan, operasi dan pemeliharaan, serta pemantauan dan evaluasi. Tahapan penyediaan fasilitas tersebut mencakup perencanaan berdasarkan rencana induk dan studi kelayakan, pelaksanaan konstruksi sesuai dokumen teknis, pengoperasian dan pemeliharaan fasilitas sepert
Struktur Ruang dan Pola Ruang Rencana Tata Ruang Kepulauan Maluku dan Pulau P...Oswar Mungkasa
Dokumen tersebut membahas rencana struktur dan pola ruang Kepulauan Maluku yang mencakup tujuan pembangunan wilayah, kebijakan, dan strategi untuk mengembangkan Kepulauan Maluku sebagai (1) lumbung ikan nasional yang berkelanjutan, (2) pusat pertumbuhan ekonomi berbasis pariwisata dan sumber daya alam, dan (3) pusat konservasi keanekaragaman hayati kelautan.
Kode Etik Perencana. Pemahaman Konsep Dasar dan Penerapanoswarmungkasa1
Dokumen tersebut membahas tentang kode etik profesi perencana, konsep dasar, dan penerapannya. Dokumen ini juga membandingkan kode etik perencana di Amerika Serikat dan Afrika Selatan."
Kuantitas dan kualitas_ruang_terbuka_hijauReaper-Ami
Dokumen tersebut membahas tentang penurunan kuantitas dan kualitas ruang terbuka hijau di perkotaan, terutama di kawasan permukiman. Beberapa faktor yang menyebabkan penurunan antara lain konversi lahan ruang hijau menjadi infrastruktur dan kawasan terbangun lainnya seiring pertumbuhan kota. Hal ini berdampak pada menurunnya kualitas lingkungan dan meningkatnya risiko bencana di perkotaan. Diperlukan upaya
Kuantitas dan kualitas_ruang_terbuka_hijauReaper-Ami
Dokumen tersebut membahas tentang penurunan kuantitas dan kualitas ruang terbuka hijau di perkotaan, terutama di kawasan permukiman. Beberapa faktor yang menyebabkan penurunan antara lain konversi lahan ruang hijau menjadi infrastruktur dan kawasan terbangun lainnya seiring pertumbuhan kota. Hal ini berdampak pada menurunnya kualitas lingkungan dan meningkatnya risiko bencana di perkotaan. Diperlukan upaya
Peta indikasi daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup berbasis jasa ekosistem dapat dibuat dengan menggunakan 3 komponen utama yaitu ekoregion sebagai proxy tenaga endogen, penutup lahan sebagai proxy tenaga eksogen, dan penilaian ahli (expert valuation) untuk menentukan nilai jasa ekosistem setiap kawasan."
Dokumen tersebut membahas tentang Restorasi Bentang Alam di Indonesia. Tiga poin utama dari dokumen tersebut adalah: (1) Restorasi Bentang Alam bertujuan untuk memulihkan keutuhan ekologis dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di kawasan hutan dan lahan yang terdegradasi, (2) Panduan Restorasi Bentang Alam Indonesia mengacu pada peraturan terkait pengelolaan hutan dan lingkungan, dan (3) Restorasi Bent
Alih Fungsi Lahan Terbuka Hijau menjadi Perumahan pada Kawasan Padang Bulan/S...BaneDoli
Dokumen ini membahas tentang alih fungsi lahan terbuka hijau, khususnya persawahan, menjadi perumahan di kawasan Padang Bulan, Kota Medan. Lahan persawahan di daerah ini secara perlahan dialihfungsikan menjadi perumahan tanpa memenuhi persyaratan ruang terbuka hijau yang diperlukan untuk kota. Hal ini berpotensi memengaruhi lingkungan dan kualitas hidup masyarakat di sekitarnya.
Review Perencanaan Desain Tapak Pengelolaan Pariwisata Pada Zona Pemanfaatan ...bramantiyo marjuki
Tugas kelompok ini merupakan review terhadap perencanaan desain tapak pengelolaan pariwisata di Bukit Tekenang, Taman Nasional Danau Sentarum. Perencanaan ini menggunakan pendekatan top-down dengan mempertimbangkan peraturan dan potensi wilayah, serta mengakomodasi masyarakat setempat dalam pengembangan pariwisata di kawasan konservasi.
Kepmeneg Lingkungan Hidup No.4 Tahun 2000 tentang Panduan Penyusunan AMDAL Ke...infosanitasi
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 4 Tahun 2000 menetapkan panduan penyusunan AMDAL untuk kegiatan pembangunan permukiman terpadu. Panduan ini bertujuan untuk mengendalikan pembukaan lahan dan melestarikan fungsi ekosistem, serta menopang upaya pelestarian proses ekologi antar ekosistem di kawasan permukiman terpadu.
Kebijakan Satu Peta merupakan kebijakan pemerintah untuk menyatukan semua peta yang dibuat oleh berbagai instansi menjadi satu peta tunggal guna menyelesaikan permasalahan tumpang tindih penggunaan lahan di Indonesia. Kebijakan ini bertujuan untuk menciptakan tata kelola pertanahan dan hutan yang baik serta mendukung perencanaan pembangunan berkelanjutan.
Dokumen tersebut membahas pentingnya konservasi daerah aliran sungai (DAS) untuk mendukung pembangunan berkelanjutan. DAS merupakan satu kesatuan ekosistem yang perlu dikelola secara terpadu dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan. Dokumen tersebut juga menjelaskan berbagai permasalahan dan strategi pengelolaan sumber daya alam serta teknik konservasi tanah dan air yang dapat diterapkan
Lingkup Penataan dan Perencanaan Ruang & Profesi PerencanaFauzan Barnanda
Dokumen tersebut merangkum lingkup penataan ruang di Indonesia yang mencakup kawasan lindung dan kawasan budidaya. Dokumen juga menjelaskan tahapan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang untuk memastikan pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.
"Jodoh Menurut Prespektif Al-Quran" (Kajian Tasir Ibnu Katsir Surah An-Nur ay...Muhammad Nur Hadi
Jurnal "Jodoh Menurut Prespektif Al-Quran" (Kajian Tasir Ibnu Katsir Surah An-Nur ayat 26 dan 32 dan Surah Al-Hujurat Ayat 13), Ditulis oleh Muhammmad Nur Hadi, Mahasiswa Program Studi Ilmu Hadist di UIN SUSKA RIAU.
PPT PERTEMUAN VALIDASI DAN EVALUASI USIA PRODUKTIF DAN LANSIA.ppt
Kajian perencanaan rth
1. Kajian Perencanaan Ruang Terbuka HIjau Perumahaan (Elis Hastuti)
KAJIAN PERENCANAAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) PERUMAHAN
SEBAGAI BAHAN REVISI SNI 03-1733-2004
Green Open Space Planning Study for Housing as Revision of SNI 03-1733-2004
Elis Hastuti
Puslitbang Permukiman, Kementerian PU
e-mail: elishastuti@yahoo.com
Diajukan: 14 Februari 2011, Dinilaikan: 18 Februari 2011, Diterima: 17 Maret 2011
Abstrak
Seiring dengan semakin menurunnya kualitas lingkungan kawasan perumahan di perkotaan, maka perencanaan
Ruang Terbuka Hijau (RTH) perumahan perlu dikaji kembali sesuai pengaruh interaksi faktor alami dan
antropogenik. Salah satu komponen RTH perumahan, yaitu taman lingkungan yang ditetapkan perencanaannya
didalam SNI 03-1733-2004 (Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan), memerlukan perencanaan yang
lebih spesifik dengan mempertimbangkan fungsi kawasan permukiman maupun fungsi RTH perumahan. Selain
itu, dalam SNI tersebut perlu mempertimbangkan untuk peningkatan luasan maupun fungsi RTH perumahan di
kawasan dengan keterbatasan lahan atau hunian bertingkat, diantaranya pengembangan taman secara vertikal.
Berdasarkan beberapa hasil penelitian RTH perumahan atau taman lingkungan baik secara horizontal maupun
vertikal, menunjukkan pengaruh yang signifikan dari fungsi kawasan dan fungsi RTH terhadap rasio luasan
komponen alami dan komponen non alami serta karakteristik tanaman penyusunnya. Taman lingkungan yang
berlokasi di kawasan perumahan kota pesisir atau pegunungan memiliki karakteristik yang berbeda sesuai tujuan
ataupun fungsi RTH yang ingin dicapai. Demikian pula untuk perencanaan taman atap di hunian bertingkat
perkotaan, dapat disesuaikan fungsinya tidak hanya untuk estetika gedung namun dapat juga berfungsi dalam
menangani permasalahan meningkatnya limpasan air permukaan, minimnya ketersediaan air, ataupun untuk
mengurangi pencemaran udara. Sehingga didalam SNI tersebut perlu menetapkan pula secara spesifik baik
fungsi, luasan maupun komposisi komponen hijau dari taman atap sesuai tujuan yang ingin dicapai ataupun
diintegrasinya dengan infrastruktur gedung lainnya seperti pengolahan air hujan atau air limbah (grey water).
Kata kunci: RTH, perumahan, fungsi, komposisi, tanaman
Abstract
Along with the decline of environmental quality of urban housing area, the planning of green open space need to
be reviewed according to the interactions of natural and antropogenic factors. One component of green open
space in housing area is public garden, which is regulated its planning on SNI 03-1733-2004 (Guidelines of
Housing Area Planning), need more spesific requirements by considering the function of settlement area or green
open space. In addition, to increase the area and function of green space in housing areas which have limited
land or high rise building, need to be considered in the SNI about the development of the vertical garden. Based
on some researchs of public garden both horizontally and vertically, indicating significantly the influence area
function of the area ratio of natural and non-natural components as well as characteristics of the plants. Public
garden located in coastal or mountainous housing area has different characteristics according to the purpose or
function of green space to be achieved. Likewise, for the planning of roof garden in urban areas, not only has
functions for aesthetic buildings but also its function should be addressing to solve the increasing problem of
surface water runoff, lack of availability of water, or to reduce air pollution. Therefore the SNI should consider roof
garden planning specifically including the function, the area and composition of the green component as goals to
be achieved or integrated with other building infrastructure such as rain water harvesting or gray water treatment.
Keywords: green open space, housing, function, composition, plant
1. PENDAHULUAN
Upaya memperluas dan meningkatkan fungsi
Ruang Terbuka Hijau (RTH) di kawasan
permukiman ditujukan untuk menjaga
kelestarian, keserasian dan keseimbangan
ekosistem perkotaan. Luasan RTH menurut
Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang ditetapkan bahwa RTH minimal
harus memiliki luasan 30% dari luas total
wilayah, dengan proporsi 20% sebagai RTH
publik. Demikian pula menurut Undang-Undang
Bangunan Gedung No. 28 Tahun 2002 yang
mengatur tentang koefisien daerah hijau, RTH
merupakan perangkat kendali utama bagi
masyarakat atau swasta dalam membangun.
penyediaan RTH diatur pula dalam peraturan
menteri PU No: 05/PRT/M/2008 tentang
Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan RTH di
2. Jurnal Standardisasi Vol. 13, No. 1 Tahun 2011: 35 - 44
perkotaan dan Keputusan Menteri Dalam Negeri
No 1 Tahun 2007 tentang Penataan RTH
Kawasan Perkotaan. Sedangkan pengaturan
rinci yang menyertai peraturan diatas tersebut,
diantaranya tercantum pada SNI 03-1733-2004
tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan
Perumahan di perkotaan, yang menetapkan
luasan minimum taman lingkungan berdasarkan
jumlah penduduk pendukung, kebutuhan luasan
hijau per orang dan radius pencapaiannya.
Seiring meningkatnya dampak perubahan
iklim global dan terbatasnya lahan terbuka di
kawasan perumahan, maka selain luasan yang
harus dicapai juga perlu mempertimbangkan
fungsi RTH sesuai karakteristik lingkungan
perumahan serta bentukan RTH pada lahan
perumahan yang terbatas. Pengaturan RTH
perumahan didalam SNI 03-1733-2004 tersebut
perlu lebih spesifik lagi, salah satunya dengan
meninjau kembali fungsi kawasan permukiman,
fungsi RTH itu sendiri dan perencanaan RTH
vertikal. Fungsi RTH perumahan dituntut agar
lebih memenuhi kenyamanan iklim mikro,
pelestarian air dan tanah serta sarana sosial.
Demikian pula untuk peningkatan luasan
maupun fungsi RTH di kawasan perumahan
dengan keterbatasan lahan, maka
pengembangan taman secara vertikal atau
integrasi dengan pelestarian lingkungannya
lainnya diperlukan, seperti pengolahan air limbah
atau air hujan. Komposisi RTH perumahan atau
taman lingkungan pun baik secara horizontal
maupun vertikal sebagai komponen RTH
perkotaan perlu diatur lebih rinci komposisinya
dengan komponen non alami, tanaman
penyusunnya, ataupun integrasinya dengan
fungsi lingkungan lain. Pengelolaan RTH pada
ruang terbatas, harus tetap memperhatikan
faktor dasar eksistensi dan kondisi
lingkungannya, baik secara fisik, ekonomi, sosial
dan budaya.
Guna mendukung kebijakan RTH dan
pencapaian luasan dan fungsi RTH perumahan
sesuai karakteristik wilayah serta menghindari
terjadinya penurunan jumlah, luas dan fungsi
taman, maka beberapa hasil penelitian yang
berkaitan dengan peningkatan fungsi taman
lingkungan akan diuraikan dalam tulisan ini.
Sesuai fungsi dan luasan yang
direkomendasikan berdasarkan beberapa studi
kasus di kawasan perumahan, maka hasil kajian
ini dapat dipertimbangkan sebagai bahan
penyusunan pedoman pengaturan khusus
pembangunan RTH perumahan atau
penyusunan revisi SNI 03-1733-2004. Sehingga
tidak hanya pengaturan luasan taman saja
seperti yang tercantum dalam SNI tersebut,
namun dapat memberikan kejelasan tentang
jenis tanaman penyusunan, fungsi atau
peruntukkannya sesuai karakteristik kawasan.
2. KAJIAN PENINGKATAN KUALITAS
RTH PERUMAHAN
Lingkungan perumahan perkotaan sangat
dipengaruhi oleh interaksi banyak faktor alami
dan antropogenik. Polusi udara, material
permukaan perkotaan, emisi panas
antropogenik, bersama-sama dengan faktor
alam menyebabkan perbedaan iklim antara kota
dan area non perkotaan. Kehadiran zat-zat
pencemar di udara dapat tersebar meluas dan
terkumpul dalam berbagai konsentrasi di suatu
tempat yang merupakan hasil pengaruh berbagai
faktor yaitu sumber emisi, karakteristik zat,
kondisi meteorologi, klimatologi, topografi dan
geografi (Aswathanarayana, 2001).
Perencanaan RTH yang matang, dapat menjaga
keseimbangan dan keharmonisan antara ruang
terbangun dan ruang terbuka. Keselerasan
antara struktur kota dengan wajah-wajah alami,
mampu mengurangi berbagai dampak negatif
akibat degradasi lingkungan kota dan menjaga
keseimbangan, kelestarian, kesehatan dan
kenyamanan dan peningkatan kualitas
lingkungan hidup kota. Arah kebijakan RTH,
khususnya taman dan hutan kota akan
dipengaruhi atau dibatasi oleh kebijakan tentang
tujuan dan fungsi dari pembangunan taman dan
hutan itu sendiri. Oleh karena itu, seringkali
penggunaan atau pemanfaatan taman menjadi
rentan terhadap adanya upaya pihak tertentu
yang menginginkan alih fungsi (Megantara,
2010).
Secara umum bentuk RTH perumahan
dapat berupa lahan kawasan hutan atau lahan
non kawasan hutan seperti taman, jalur hijau,
lahan pekarangan, kebun campuran atau
penghijauan di atap dan disamping bangunan.
RTH perumahan atau taman lingkungan
umumnya memiliki konfigurasi planologis yaitu
mengikuti bentuk pola struktur kota
(Purnomohadi, 2006). Untuk meningkatkan
fungsi dan kemampuan tanaman, maka
pemilihan jenis tanaman tertentu akan berlainan
dan tergantung pada ekosistem setempat. Jadi
jenis-jenis pohon atau tanaman yang ditanam
pada suatu bidang tanah dapat mempengaruhi
siklus dan kesetimbangan air pada sistem
tersebut. Sebaliknya siklus dan kesetimbangan
air dalam sistem ini pada gilirannya juga
mempengaruhi kompetisi antara komponen
tanaman yang ada (Suprayogo, 2009).
Penyelenggaraan RTH di lingkungan
perumahan dapat berfungsi secara estetis,
hidrologis, klimatologis, protektif maupun sosial
budaya. Maka taman lingkungan yang
3. Kajian Perencanaan Ruang Terbuka HIjau Perumahaan (Elis Hastuti)
berorientasi pelestarian lingkungan dan
fungsional, perlu memperhatikan hal-hal sebagai
berikut (Sulistyantara, 2006):
• Penataan dan komposisi yang tepat dari
berbagai jenis vegetasi dan hard material
akan menciptakan iklim mikro pada taman
lingkungan.
• Persyaratan klasifikasi hortikultur (ekologi)
dan klasifikasi fisik dalam pemilihan jenis.
• Oksigenasi dan sirkulasi angin untuk
’perbaikan udara’, pepohonan mampu
secara nyata membersihkan media udara
dari zat zat pencemar yang melayang
melalui proses oksigenasi berdasarkan dari
tatanan struktur tegakan (tanaman).
Kombinasi struktur dedaunan berlapis lapis
secara vertikal maupun horizontal relatif
akan lebih efektif ’menangkap’ zat
pencemar udara. Namun perlu diingat pula
bahwa bila terlalu lebat, udara pengapakan
sulit diencerkan kecuali dengan tiupan
angin dengan kekuatan memadai. Melalui
konversi CO2 (siang hari menjadi kayu/
carbon sink) dan menghasilkan O2
kuantitatif secara massal.
• Protektif terhadap angin (wind breaks),
dimana pohon-pohon rapat dapat
mengurangi kecepatan angin 75%-85%.
Efek perlindungan tergantung: tinggi, lebar
daun, daya tembus, row arrangement
spesies pohon, kelompok bentuk atau
massa.
2.1 RTH perumahan Vertikal
Ketersediaan RTH untuk kota-kota di Indonesia
harus terus diperluas. Hal ini dapat dilihat dari
rata rata luas RTH per luas kota saat ini yang
hanya sebesar 2,28 %. Untuk mengantisipasi
perkembangan perkotaan yang cenderung
didominasi perkerasan dengan diikuti masalah
limpasan/run off air hujan dan pencemaran
udara, maka diperlukan peningkatan
penghijauan vertikal diantaranya melalui taman
atap. Desain ruang hijau atap ini dapat bervariasi
dan ditentukan oleh konstruksi bangunan
gedung, fungsi dan tingkat pengelolaan
(pemeliharaannya). Dalam mendesain taman
atap akan tergantung cuaca dan jenis tanaman
yang akan ditanam, lokasi, tanah dan substrat
serta kebutuhan kontrol erosi ataupun kebutuhan
air. Selain itu penting untuk mempertimbangkan
konstruksi bangunan, seperti kekedapan struktur
atap, penggunaan lapisan membran kedap air,
root repelling membrane, penggunaan wadah
tanam, sistem drainase berlapis, pemilihan dan
penggunaan media tanam ringan dan pemilihan
jenis tanaman.
Penerapan taman atap di perumahan
masih terbatas karena desain awal bangunan
belum memperhitungkan beban media tanam
dan pepohonan. Keberadaan taman diatas atap
dapat menimbulkan beban mati, beban angin,
dan beban air pada atap bangunan, sehingga
sistem drainase sangat penting. Di beberapa
negara Asia, seperti Singapura, Hongkong,
Jepang, dan Korea, telah menggalakkan
gerakan penghijauan atap ini. Di Singapura
program penghijauan atap gedung tinggi ini
menjadi bagian yang tidak terpisahkan dengan
program yang mendukung Singapura sebagai
Negara Taman. Sedangkan dalam
mempromosikan areal hijau kota di Hongkong,
telah diterbitkan surat keputusan bersama tiga
menteri (bidang bangunan, bidang lahan, dan
bidang perencanaan) yang memasukkan
penghijauan atap bangunan dalam standar
pembangunan gedung tinggi. Pemerintah
Jepang sangat mendukung gerakan ini sejak 1
April 2004 memberlakukan aturan yang
mewajibkan penyediaan minimum 20 % dari
areal atap datar gedung bertingkat sebagai
ruang hijau. Kewajiban ini diberlakukan pada
setiap pembangunan gedung layanan publik
(dengan luas minimum 250 m2
) atau fasilitas
komersial privat (dengan luas minimum 1.000
m2
). Sementara itu kekurangan areal hijau di
kota metropolitan Seoul (dengan luas kota
62.000 hektar) mendapat tambahan dalam
bentuk taman atap atau ruang hijau atap ini.
Ruang hijau potensial yang disumbangan dari
"hutan beton" ini setidaknya dapat mencapai
sekitar 20.000 hektar (30 %) dari total kawasan
terbangun kota seluas kira-kira 25.000 hektar
atau 42 % dari luas kota.
3. METODA ANALISIS
Kajian RTH perumahan dilakukan berdasarkan
pada hasil beberapa penelitian studi kasus
taman lingkungan perumahan secara horizontal
maupun vertikal. Penentuan sampel secara
disengaja (purposive sample) di beberapa
kawasan perumahan dengan mengidentifikasi
kondisi taman lingkungan perumahan (taman
RT, RW dan kelurahan) untuk kebutuhan
penduduk sekitar 3000-30.000). Kemudian
dilakukan pengamatan pola penutupan tanaman,
zona bervegetasi/ekosistem air, elemen hard
material, kondisi lingkungan sekitar
taman/potensi pencemaran. Identifikasi
karakteristik tanaman, meliputi struktur dan
komposisi tanaman melalui pengamatan
jalur/transek yang mewakili wilayah studi.
Selain kajian dilakukan berdasarkan hasil
eksperimen skala lapangan dalam menentukan
4. Jurnal Standardisasi Vol. 13, No. 1 Tahun 2011: 35 - 44
parameter desain taman atap, serta fungsinya
dalam konservasi air. Analisis secara deskriptif
komparatif dilakukan untuk mengetahui
karakteristik taman, khususnya dalam
pengkajian fungsi hidrologis dan komposisi
luasan taman atap.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Untuk meningkatkan kualitas RTH perumahan,
maka didalam perencanaannya diperlukan
pengaturan khusus taman lingkungan baik
secara horizontal maupun vertikal. Sebagai
bahan untuk revisi SNI 03-1733-2004 ataupun
pedoman teknis yang menyertainya, maka
beberapa hasil penelitian berikut dapat
dipertimbangkan sebagai bagian dari pengaturan
fungsi, penyusunan aturan luasan dan
penentuan komposisi taman lingkungan
perumahan.
a. Peningkatan Fungsi Taman Lingkungan
Perumahan
Salah satu komponen RTH perkotaan adalah
taman lingkungan perumahan yang memiliki
peran penting untuk kepentingan umum dan
lingkungan perkotaan. Taman lingkungan
menurut SNI 03-1733-2004 dirancang dengan
luasan 0,3-1 m
2
/jiwa dan radius pencapaian
tertentu. Perancangan RTH tersebut lebih
ditekankan pada luasan taman lingkungan
berdasarkan jumlah penduduk. Didalam
penentuan luasan tersebut belum
mempertimbangkan penentuan komposisi luasan
antara komponen alami dan non alami dan
komposisi tersebut tidak dapat disamaratakan
untuk setiap taman lingkungan karena setiap
fungsi RTH dari setiap kawasan perumahan
ditentukan oleh interaksi faktor alami dan
antropogenik sekitarnya. Interaksi tersebut
dipengaruhi oleh lingkungan udara sekitarnya,
tata guna lahan, sumber polutan udara, badan
air, serta kepadatan dan struktur bangunan.
Sementara itu, banyak ditemukan taman
lingkungan umumnya didominasi komponen non
alami/perkerasan yang lebih luas dari ruang
hijaunya karena fungsi dominan yang banyak
terjadi sebagai sarana pembangunan sosial
budaya sedangkan fungsi lingkungan kurang
diperhatikan. Untuk itu, pengaturan lebih rinci
diperlukan, mengenai komposisi RTH
menyangkut komponen alami dan non alami,
sesuai tujuan fungsi RTH yang ingin dicapai dan
menyesuaikan dengan fungsi kawasan. Hal itu
didasarkan pada kenyataan fungsi lingkungan
RTH dalam penciptaan kenyamaan publik
berkaitan bahwa vegetasi yang ditanam pada
suatu kawasan dapat menyerap karbon dioksida
(CO2) dan mengurangi besar pantulan panas
matahari dari permukaan bumi ke udara di
atasnya serta memperlambat gerakan air turun
ke tanah sehingga mengendalikan erosi karena
memperbesar infiltrasi (masuknya air ke dalam
tanah) dan mengurangi run-off (aliran
permukaan tanah).
Semakin berkembangnya kawasan
perumahan di kota metropolitan dengan
karakteristik yang berlainan, maka pedoman
perencanaan RTH perlu disesuaikan lagi dengan
permasalahan lingkungan dan kebutuhan fungsi
RTH. Sebagai contoh studi kasus penelitian
karakteristik RTH di beberapa kawasan
perumahan di Bandung Raya/Metropolitan,
menunjukkan bahwa kebutuhan luasan dan
fungsi ekologis/planologis suatu taman
lingkungan akan ditentukan oleh fungsi kawasan
dan faktor alami/antropogenik sekitarnya. Pada
Tabel 1, menjelaskan beberapa kawasan
perumahan di pusat kota/komersial (contohnya
di KawasanTurangga), Cimahi dan Jatinangor
memiliki luasan RTH dengan cakupan per
jiwanya telah sesuai dengan SNI namun belum
memperhitungkan komposisi komoponen alami
dan non alami. Demikian pula beberapa
kawasan perumahan di kawasan konservasi
metropolitan Bandung yang memiliki luasan
taman melebihi standar yang ditetapkan, namun
belum menyesuaikan fungsi taman yang sesuai
fungsi kawasan.
Tabel 1 Komponen Alami Taman Lingkungan Berdasarkan Fungsi Kawasan Kota
Taman Lingkungan
(tingkat
Luasan terhadap penduduk (eksisting) Komposisi Komponen
Alami (%)
RT/RW/kelurahan) di
beberapa kawasan
perumahan
Luasan
eksisting
(m
2
/jiwa)
Luasan
berdasarkan
SNI
(m
2
/jiwa)
O2
terpenuhi
(%)
eksisting Komponen
Alami
minimum
Pusat Kota/
Perdagangan
0.3-1.6 0,3-1 0,1 3-90 72
Konservasi 1.2-1.5 0.3-1 31,79 54-70 62
5. Kajian Perencanaan Ruang Terbuka HIjau Perumahaan (Elis Hastuti)
Taman Lingkungan
(tingkat
Luasan terhadap penduduk (eksisting) Komposisi Komponen
Alami (%)
RT/RW/kelurahan) di
beberapa kawasan
perumahan
Luasan
eksisting
(m
2
/jiwa)
Luasan
berdasarkan
SNI
(m
2
/jiwa)
O2
terpenuhi
(%)
eksisting Komponen
Alami
minimum
Perdagangan &
industri
0.3-1.8 0,3-1 5,76 30-98 82
Perdagangan &
pendidikan
0.3-0.7 0,3-1 5,98 40-98 70
Sumber: Hasil Analisis
Ket: T: Kebutuhan Oksigen = 0,5 kg/orang (Irwan Zoeraini, 2003)
Kondisi taman lingkungan eksisting tersebut
memiliki komposisi komponen alami terhadap
non alami sangat bervariasi. Didalam SNI
komposisi taman lingkungan tersebut perlu untuk
diatur, yang secara langsung maupun tidak
langsung akan mempengaruhi penampilan dan
kualitas taman lingkungan. Pada Tabel 2,
berdasarkan fungsi kawasan dan perhitungan
kebutuhan/produksi oksigen, diperoleh minimum
prosentase luasan komponen alami pada suatu
taman lingkungan. Semakin kompleks
permasalahan lingkungan sekitarnya, semakin
besar komposisi komponen hijau yang harus
tersedia pada suatu taman lingkungan. Dalam
pencapaian komposisi yang tepat tersebut harus
didukung pula oleh komposisi jenis tanaman
sesuai persyaratan hortikultura ataupun fisik
tanaman, diantaranya pengaturan ruang dan
massa (pengisi) yang tepat, seperti minimum
pengaturan 10 % dari famili yang berbeda dan 5
% yang spesies yang berbeda. Taman
Lingkungan tersebut berperan dalam
pemenuhan 22 % kebutuhan oksigen kawasan,
yaitu berdasarkan standar kebutuhan taman
lingkungan 0,5 m2
/penduduk terhadap total
kebutuhan taman kawasan 2,3 m2
/penduduk.
Pada Tabel 2 juga ditentukan perkiraan rasio
komponen alami minimum taman lingkungan di
suatu kawasan, berdasarkan ketercapaian suhu
zona nyaman 22-28 °C dan 22% pemenuhan
oksigen.
Tabel 2 Luas Taman Lingkungan di Kawasan Perumahan Pesisir dan Pegunungan
Luas Taman Lingkungan
m2
/orangNo Lokasi
Luas
Kawasan
(ha)
Luas RTH
(m2
)
Luas rumah
(m2
)
Jumlah
penduduk
Kawasan Kawasan Rumah
1 Bandung
Sarijadi 80 2000 84 - 112 12897 4.12 2,46
Antapani 23 5000 82,5 - 136 8564 2.62 1,66
2 Cirebon
Griya
Suniaraji
Permai
(GSP)
13 182,5 60 - 120 2718 1.98 1,02
Perumnas
Burung
31 1015 60 -140 27487 2.29 1,84
3 Semarang
Perumnas
Banyumanik
24 2430 84-196 23780 0.65 2,24
Plamongan
Indah
40 4000 65-130 8870 2.92 1,53
4 Malang
Perumnas
Sawo Jajar
63 28506 77-250 28413 3.13 2,21
5 Mataram
Perumnas
Pagutan
19 15165 54-180 2854 8.5 4,16
6. Jurnal Standardisasi Vol. 13, No. 1 Tahun 2011: 35 - 44
Luas Taman Lingkungan
m2
/orangNo Lokasi
Luas
Kawasan
(ha)
Luas RTH
(m2
)
Luas rumah
(m2
)
Jumlah
penduduk
Kawasan Kawasan Rumah
Sweta Indah 124 16730 80-258 2424 7.05 4,12
6 Makassar
Perumnas
Panakkukang
124 20500 76-205 28174 2.49 0,95
Perumnas
Tamalanrea
Permai
63 8000 72-260 15760 1.31 1,48
7 Banjarmasin
HKSN 21 6500 42-140 3102 2.26 1,05
Perumnas 26 1468 60-140 188024 0.01 1,77
Sumber: hasil analisis
Hasil penelitian potensi RTH dalam penyerapan
CO2 di kawasan permukiman (Puslitbangkim,
2007) juga menunjukkan bahwa luasan RTH
yang diatur didalam SNI 03-1733-2004 perlu
menyesuaikan lagi lokasi taman lingkungan
sesuai karakteristik kota serta menyebutkan
secara spesifik tujuan dan fungsi taman. Taman
lingkungan yang berlokasi di kawasan
perumahan kota pesisir atau pegunungan,
menunjukkan luasan lahan per penduduk yang
bervariasi (Tabel 3), namun secara kawasan
masih memenuhi luasan standar yang
direkomendasikan SNI kecuali beberapa taman
lingkungan di beberapa kawasan perumahan
pesisir. Studi kasus di beberapa kawasan
perumahan di kota pesisir seperti Cirebon,
Makassar, pembangunan taman diarahkan untuk
fungsi pengendali iklim mikro atau pencemaran.
Sehingga fokus utama dalam mencapai
kenyamanan suhu udara perkotaan yaitu
kerapatan dan keragaman massa taman berupa
tanaman atau mengalokasikan ruang sebagai
unsur air/kolam. Sedangkan taman lingkungan
yang berlokasi di kawasan perumahan kota
pegunungan seperti Bandung, Malang,
pembangunan taman diharapkan diarahkan
untuk fungsi yang berkaitan dengan pengendali
tata air. Potensi berkembangnya areal hijau di
suatu kawasan dipengaruhi kondisi topografis
dan parameter iklim lokal, dimana suhu udara
pada daerah bervegetasi akan lebih rendah dan
kelembaban disekitarnya lebih tinggi dibanding
lahan yang didominasi oleh tembok dan jalan
aspal. Selain itu areal bervegetasi dapat
mengkontrol aliran energi selama
evapotranspirasi dan sistem angin lokal. Hal ini
dikarenakan bekerjanya proses fotosintesis yang
menghasilkan oksigen, walaupun sebagian dari
oksigen yang dihasilkan dibutuhkan untuk
mengubah NO menjadi NO2, tetapi jika tanaman
memiliki luas dan kerimbunan yang tinggi dapat
memproduksi oksigen yang tinggi pula.
b. Peningkatan Fungsi RTH dengan Vertikal
RTH
Keterbatasan lahan di perkotaan telah
mengubah kebijakan penyediaan perumahan
untuk lebih diarahkan pada pembangunan
bertingkat. Terkait isu green building, green city
atau urban heat island, maka upaya peningkatan
kualitas lingkungan dengan perningkatan
kerimbunan atau laju evaporasi tanaman dapat
dicapai, diantaranya dengan penghijauan
vertikal. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
Nomor: 29/PRT/M/2006 tentang Pedoman
Persyaratan Teknis Bangunan Gedung telah
menyebutkan bahwa Daerah Hijau Bangunan
(DHB) dapat berupa taman atap (roof garden)
maupun penanaman pada sisi-sisi bangunan.
Telah ditegaskan pula dalam Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum Nomor: 05/PRT/M/2008
tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan
RTH di Kawasan Perkotaan menyebutkan
bahwa; pada kondisi luas lahan terbuka terbatas,
atau lahan dengan KDB di atas 90% seperti
pada kawasan pertokoan di pusat kota, atau
pada kawasan-kawasan dengan kepadatan
tinggi, RTH dapat disediakan pada atap
bangunan. Sementara pada SNI 03-1733-2004
belum mencantumkan tentang pengaturan
khusus RTH vertikal ini. Oleh karena itu, sebagai
bahan revisi SNI tersebut perlu menetapkan
secara spesifik baik fungsi, luasan maupun
komposisi komponen hijaunya.
Taman atap dapat berperan dalam rangka
meningkatkan luasan ruang terbuka hijau dan
meminimasi banjir (Purnomohadi, 2006). Taman
atap dapat berperan ekologis, penyerap
kontaminan udara maupun retensi air hujan.
Taman atap kurang berperan dalam proses
penyerapan air ke bumi, namun berkat taman
atap asupan air hujan dapat diserap dan
disimpan secara optimal sampai 30%. Bahkan
air hasil buangan (drain-off water) masih bisa
7. Kajian Perencanaan Ruang Terbuka HIjau Perumahaan (Elis Hastuti)
digunakan untuk menyiram tanaman atau
dimanfaatkan guna memenuhi kebutuhan lain.
Penelitian di negara sub tropis menunjukkan,
taman atap dapat menyerap 50-95 % limpasan
air hujan, untuk dipertimbangkan mengantisipasi
dampak meluasnya lahan perkerasan
diperkotaan dan kegagalan sistem drainase.
Sedangkan hasil penelitian Puslitbang
Permukiman tahun 2008-2009 mengenai potensi
taman atap untuk konservasi air, menyebutkan
bahwa taman atap dapat berpotensi untuk
mengurangi laju limpasan air permukaan
sehingga dapat mengurangi volume dan
kecepatan limpasan air hujan (retensi air hujan)
di perkotaan dan kualitas badan air apabila
kebijakan luasan taman atap terhadap luasan
atap mengikuti rekomendasi sesuai Tabel 3.
Pada Tabel tersebut juga ditunjukkan
berdasarkan eksperimen retensi air hujan untuk
100 % luasan atap dan taman yang dibuat
sekitar 40 % luasan atap.
Tabel 3 Peningkatan Fungsi Taman Atap sebagai Taman Lingkungan
% retensi
Tipe -1
Taman 1 Taman 2 Taman 3
Aplikasi
intensitas
hujan % taman
atap
groun cover,
perdu hias-pohon
groundcover
groundcover,
perdu succulent
tinggi 100 88.22 86.67 67.37
40 35.29 34.67 26.95
sedang 100 95.11 91.49 92.00
40 38.04 36.60 36.80
% retensi
Tipe -2 Taman 4 Taman 5 Taman 6 Taman 7Intensitas
hujan % taman
atap
groundcover,
perdu besar/palm
groundcover,
pohon
groundcover,
perdu kecil
groundcover
tinggi 100 84.84 87.16 80.11 88.31
40 33.94 34.86 32.05 35.32
sedang 100 67.25 85.58 48.01 81.95
40 26.90 34.23 19.20 32.78
Sumber : hasil analisis
Ket. intensitas hujan tinggi = 25-32 mm/jam, hujan sedang =16-18.mm/jam
Type 1 : lapisan taman atap terdiri dari media tanam (40 cm : tanah+kompos+sekam+pasir), dan kerikil
Type 2 : lapisan taman atap terdiri dari media tanam media (50 cm : tanah+kompos+sekam+pasir) , ijuk, dan
kerikil
Tabel 4 Struktur Media Taman Atap Menurut Berbagai Sumber
Sumber Kedalaman
media tanam
Jenis Media
Tanam
Jenis Tanaman Ket
Bambang
Sulistyantara,IPB
15-30 cm Tanah, pasir,
serutan kayu,
lapisan kulit
pinus, pupuk
Rumput rumputan,
tanaman penutup
sebagai
penahan
humus,
penahan air
60-105 cm Perdu, pohon kecil, padi
2 m Pohon besar
Arsitektur
Lansekap, Uni.
Trisakti
30-40 Tanah, pasir,
sekam padi,
pupuk
Rumput rumputan,
tanaman penutup
American
hydrotech
7,5- 10 cm Tanah, pasir Rumput rumputan 84,6 kg/m
2
-
166.6 kg/m2
20 – 120 cm Tanaman penutup-pohon
Ken Friedman 30-60 cm 40 % tanah, 50
% kerikil , 10 %
Perdu, pohon 400 – 750 kg/
m
2
8. Jurnal Standardisasi Vol. 13, No. 1 Tahun 2011: 35 - 44
Sumber Kedalaman
media tanam
Jenis Media
Tanam
Jenis Tanaman Ket
kompos
20-25 cm Tanaman penutup,
perdu, pohon
60 -250
kg/m
2
Puslitbangkim Tabel 3
Sumber : berbagai sumber
Taman dibedakan dalam media tanam tipe 1 dan
2, dengan tinggi lapisan dan karakteristik lapisan
yang berbeda. Sedangkan menurut beberapa
sumber, beberapa taman atap memiliki
karakteristik yang berlainan seperti pada Tabel
4. Kemampuan retensi air hujan di setiap tipe
taman atap akan tergantung pada variasi
tanaman penyusun. Pada kelompok massa
groundcover, umumnya retensi tertinggi terjadi
pada lapisan tipe 2, seiring dengan semakin
tingginya lapisan dan ketinggian media tanam.
Sedangkan pada kelompok variasi taman yang
terdiri dari perdu, pohon dan groundcover lebih
tinggi kemampuan retensinya dari pada
kelompok massa yang didominasi satu jenis
tanaman walaupun media tanam lebih tinggi.
Sehingga dalam pengaturan taman atap ini,
pemilihan tanaman sangat penting ditetapkan
dalam tata cara perencanaan RTH perumahan
untuk mengklasifikasikan tanaman yang tepat
untuk taman atap, diantaranya dengan
mempertimbangkan tahan sinar matahari,
bobotnya ringan dan mudah perawatan, sedikit
penyiraman ataupun pupuk/pestisida.
Semakin meningkatnya penerapan taman
atap di hunian bertingkat di perkotaan yang
umumnya untuk estetika gedung, dapat juga
berfungsi dalam menangani permasalahan
banjir, minimnya ketersediaan air bersih,
ataupun untuk mengurangi meningkatnya
pencemaran udara. Fasilitas olahraga atau
sosialpun sering menyertai taman atap dan hal
ini memerlukan pengaturan komposisi yang tepat
antara komponen alami dan non alaminya agar
fungsi lingkungan taman atap itu sendiri dapat
tercapai. Selain itu potensi taman atap dapat
diintegrasikan dengan infrastruktur gedung
lainnya perlu dipertimbangkan seperti
pengolahan air hujan atau air limbah grey water,
sehingga air olahan dapat digunakan kembali
untuk keperluan gedung. Untuk mendukung
kebijakan taman atap, hasil penelitian diatas
dapat menjadi salah satu bahan untuk revisi tata
cara perencanaan perumahan khususnya RTH
di perumahan bertingkat atau rumah susun.
Selain itu penelitian proporsi yang tepat dari
luasan taman terhadap luasan atap ataupun
komposisi komponennya, masih memerlukan
dukungan penelitian lain dengan mengkaji fungsi
ekologis lainnya dan lokasi studi kasus yang
lebih bervariasi.
5. KESIMPULAN DAN SARAN
Penentuan luasan RTH perumahan yang
tercantum dalam SNI 03-1733-2004 perlu
disertai tujuan, fungsi atau manfaat RTH yang
ingin dicapai sesuai karakteristik kawasan
permukiman. Karakteristik taman termasuk
komposisi luasan antara komponen alami dan
non alami pada setiap RTH perumahan atau
taman lingkungan tersebut tidak dapat
disamaratakan karena setiap fungsi RTH dari
setiap kawasan perumahan ditentukan oleh
interaksi faktor alami dan antropogenik
sekitarnya. Selain itu untuk bahan revisi SNI
tersebut perlu dipertimbangkan upaya
peningkatan luasan RTH perumahan di kawasan
perumahan yang terbatas terutama untuk hunian
bertingkat atau rumah susun dengan
menetapkan secara spesifik baik fungsi, luasan
maupun komposisi komponen hijau RTH vertikal,
diantaranya taman atap. Fungsi taman atap pun
dapat disesuaikan sesuati tujuan yang ingin
dicapai seperti halnya RTH perumahan
horizontal. Selain fungsi estetika juga diharapkan
dengan desain yang tepat dapat mengurangi
permasalahan lingkungan yang diakibatkan
tingginya luasan lahan perkerasan di perumahan
yang akan diiringi dengan tingginya limpasan air
hujan, atau pencemaran udara.
DAFTAR PUSTAKA
Aswathanarayana, U. (2001). Water Resources
Management and the Environment.
Amsterdam: AA Balkema Publisher.
Irwan, D., Zoeraini. (2003). Prinsip Prinsip
Ekologi dan Organisasi Ekosistem,
Komunitas dan Lingkungan. Jakarta:
Sinar Grafika Offset.
Kementerian Pekerjaan Umum. (2006).
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
9. Kajian Perencanaan Ruang Terbuka HIjau Perumahaan (Elis Hastuti)
Nomor:29/PRT/M/2006-Pedoman
Persyaratan Teknis Bangunan Gedung.
Kementerian Pekerjaan Umum. (2008).
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
Nomor: 05/PRT/M/2008-Pedoman
Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang
Terbuka Hijau di Perkotaan.
Megantara, N., Erri. (2010). Dasar Kebijakan
Ekologis dalam Pembangunan RTH
(Taman), Pentingkah. Bandung.
Purnomohadi, Ning. (2006). Ruang Terbuka
Hijau Sebagai Unsur Utama Tata Ruang
Kota. Jakarta : Dirjen Penataan Ruang
Departemen Pekerjaan Umum.
Pusat Penelitian dan Pengembangan
Permukiman. (2007). Model Rancangan
Permukiman Perkotaan berdasarkan Emisi
CO2. Bandung.
Sulistyantara, Bambang. (2006). Taman Rumah
Tinggal. Jakarta: Penebar Swadaya
Suprayogo, D., Lusiana, B., Noordwijk, M.
(2008). Neraca Air dalam Sistem Agroforestri
dari http://www.agroforestrycentre.org.