SlideShare a Scribd company logo
Advancing Indonesia's Civil Society in Trade and Investment Climate
(ACTIVE) Programme
Policy Paper 2 1
EKSPOR DAN DAYA SAING
Pendahuluan
Ekspor sangat penting bagi perekonomian Indonesia untuk dua hal, yakni sebagai
sumber utama devisa yang diperlukan terutama untuk pendanaan impor kebutuhan industri
dalam negeri (bahan baku, komponen, dan barang-barang modal serta perantara) dan
masyarakat (barang-barang jadi), dan sebagai salah satu motor penggerak pertumbuhan
ekonomi, yang berarti juga peningkatan kesempatan kerja dan pengurangan kemiskinan. Peran
ekspor yang sangat krusial ini disadari oleh pemerintah Indonesia sejak era Orde Baru,
walaupun pada waktu itu awalnya perhatian lebih diberikan pada pertumbuhan ekspor
komoditas-komoditas primer, khususnya minyak dan gas. Pada saat itu, tingkat diversifikasi
(pasar maupun produk) dan pendalaman ekspor nasional masih sangat lemah. Namun, sejak
berakhirnya era oil boom pada awal dekade 80-an, mulai ada perhatian terhadap
perkembangan ekspor non-primer, khususnya manufaktur, yang ditandai oleh pergeseran di
dalam strategi industrialisasi dari kebijakan substitusi impor ke kebijakan promosi ekspor.
Krisis keuangan Asia pada periode 1997-98 dan ketidakstabilan harga-harga dari sejumlah
komoditas primer di pasar internasional semakin memaksa pemerintah Indonesia untuk lebih
memfokuskan perhatian pada perkembangan ekspor manufaktur.
Namun hingga saat ini, berdasarkan laporan tahunan dari WTO dan UNCTAD,
Indonesia sebagai sebuah ekonomi besar (dalam arti kekayaan sumber daya alam dan sumber
daya manusia) masih belum mampu menjadi bagian dari sepuluh besar negara-negara
eksportir dunia. Misalnya berdasarkan data WTO (2010) China yang lebih belakangan
memulai pembangunan ekonominya menduduki posisi teratas dengan nilai total ekspornya
tercatat mencapai 1.202 miliar dollar AS atau menyumbang sekitar 9,6 persen dari nilai total
ekspor dunia, disusul kemudian oleh Jerman di posisi kedua, Amerika Serikat (AS) di posisi
ketiga, dan Jepang di posisi keempat. Sementara Indonesia berada di peringkat ke 30 dengan
nilai total ekspornya hanya 120 miliar dollar AS atau pangsa dunianya hanya 1 persen. Bahkan
di dalam kelompok ASEAN, Indonesia bukan negara eksportir terbesar. Pada tahun 2008,
misalnya, Indeks Intensitas Ekspor Indonesia 3,54, yang adalah terendah setelah Viet Nam
dengan 2,91. Sedangkan Malaysia 4,61 dan Thailand 4,04 (Widyasanti, 2010). Juga di lihat
dari diversifikasi produk-produk ekspor menurut teknologi, Indonesia masih lemah, karena
hingga saat ini produk-produk manufaktur sebagai ekspor unggulan Indonesia masih sama saja
Advancing Indonesia's Civil Society in Trade and Investment Climate
(ACTIVE) Programme
Policy Paper 2 2
seperti dekade-dekade sebelumnya, yakni tekstil dan pakaian jadi, produk-produk dari kulit
termasuk alas kaki, dan produk-produk dari kayu, bamboo dan rotan, termasuk meubel
(Tambunan, 2011a,b).
Kinerja Indonesia yang masih relatif buruk dalam ekspor, terutama ekspor manufaktur,
membuat banyak kalangan pesimis akan kemampuan Indonesia untuk unggul, atau bahkan
untuk dapat bertahan, di dalam era globalisasi ekonomi dan liberalisasi perdagangan dunia
saat ini dan ke depan. Rasa pesimis ini diperkuat dengan hasil simulasi dari banyak penelitian
(antara lain, Feridhanusetyawan, dkk., 2000; Feridhanusetyawan dan Pangestu, 2002;
Oktaviani, dkk., 2008) yang memang menunjukkan bahwa Indonesia adalah pihak yang
dirugikan, atau paling tidak bukan ekonomi yang paling diuntungkan dari era perdagangan
dunia tanpa hambatan. Juga penelitian-penelitian (antara lain, Pambudi dan Chandra, 2006;
Hutabarat, dkk., 2007; Tambunan dan Suparyati, 2009) mengenai keuntungan yang Indonesia
bisa dapatkan dari kesepakatan perdagangan bebas antara ASEAN dengan China (CAFTA)
tidak memberikan alasan yang kuat untuk optimis. Sekarang pertanyaannya adalah: faktor-
faktor apa saja yang selama ini menjadi penghambat utama perkembangan ekspor Indonesia,
khususnya dari sektor manufaktur? Apakah karena kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak
mendukung atau yang menciptakan distorsi pasar, atau karena faktor-faktor lainnya yang tidak
dipengaruhi langsung oleh kebijakan-kebijakan ekonomi (seperti kebijakan perdagangan,
kebijakan investasi, kebijakan industry, kebijakan pertanian, kebijakan moneter, dan kebijakan
fiskal)?
Tujuan utama dari policy paper ini adalah untuk mencoba menjawab pertanyaan
tersebut di atas yakni menganalisis faktor-faktor yang menentukan tingkat daya saing ekspor
Indonesia, dengan memberi perhatian khusus pada kebijakan perdagangan (khususnya ekspor)
dan kebijakan-kebijakan lainnya yang mempengaruhi secara tidak langsung kinerja ekspor
Indonesia.
Faktor-faktor Penentu Daya Saing dan Kinerja Ekspor
Pertumbuhan dan perkembangan (diversifikasi pasar serta produk dan pendalaman)
ekspor dipengaruhi secara bersamaan oleh banyak faktor, yang menurut sifatnya
(endogen/bisa dikontrol versus eksogen/tidak bisa dikontrol) bisa dikelompokkan ke dalam
dua kategori, yakni faktor-faktor di sisi permintaan dan faktor-faktor di sisi penawaran
(Gambar 1). Faktor-faktor di sisi permintaan bersifat eksogen bagi Indonesia, termasuk
perubahan harga di pasar internasional untuk semua produk yang Indonesia ekspor. Karena
menurut laporan tahunan dari WTO, berdasarkan sumbangannya terhadap nilai total ekspor
dunia, Indonesia hingga saat ini tidak termasuk negara-negara eksportir penting untuk hampir
semua barang dan jasa yang diperdagangkan secara internasional. Jadi dalam perdagangan
Advancing Indonesia's Civil Society in Trade and Investment Climate
(ACTIVE) Programme
Policy Paper 2 3
dunia, Indonesia bukan penentu harga, melainkan price taker. Pemerintah Indonesia hanya
bisa mempengaruhi harga dalam mata uang asing dari produk-produk ekspor Indonesia lewat
perubahan kurs rupiah (devaluasi atau revaluasi).
Faktor-faktor yang bersifat endogen bagi Indonesia adalah dari sisi penawaran yang
meliputi sumber daya manusia (SDM), ketersediaan/penguasaan teknologi dan kemampuan
melakukan inovasi di tingkat perusahaa, pendanaan yakni ketersediaan pinjaman dan skim-
skim pendanaan ekspor dan impor dari sektor perbankan dan lembaga keuangan lainnya,
ketersediaan bahan baku bukan hanya dalam arti jumlah tetapi juga kualitas dan harga
(walaupun untuk faktor satu ini sifat endogennya terbatas), infrastruktur dan logistik dalam
kuantitas dan kualitas, pembangunan industri-industri pendukung yang membuat komponen,
barang-barang modal dan perantara dan mengolah bahan baku (di dalam model “berlian”
mengenai konsep daya saing ekonomi dari M. Porter, industri pendukung termasuk diantara
empat pilar utama daya saing), enerji dalam kuantitas, kualitas dan harga, ketersediaan
informasi, dan kebijakan khusus ekspor.
Gambar 1: Faktor-faktor Penentu Daya Saing dan Kinerja Ekspor
di Tingkat Makro (Negara)
Sisi Pebawaran Sisi Permintaan
Ekspor Permintaan Luar Negeri (LN)
Harga LN
Jumlah penduduk
LN
Pendapatan LN
SDM: kualitas & upah
Kurs rupiah
Teknologi & kemampuan
inovasi
Pendanaan
Bahan baku/SDA
Infrastruktur & logistik
Industri pendukung
Enerji
Informasi
Kebijakan/kesepakatan
internasional/regional/
bilateral
Kebijakan/peraturan
pemerintah
Kebijakan ekspor-impor
Kebijakan sektoral
Advancing Indonesia's Civil Society in Trade and Investment Climate
(ACTIVE) Programme
Policy Paper 2 4
Yang membuat faktor-faktor di sisi penawaran ini semakin kompleks dari sudut
pandang kebijakan pemerintah adalah bahwa masing-masing dari faktor-faktor tersebut
mewakili sektor masing-masing, dan ini berarti berbagai kebijakan sektoral secara tidak
langsung juga berpengaruh terhadap tingkat daya saing dan kinerja ekspor. Misalnya dalam
hal SDM: kebijakan dari Kementerian Pendidikan turut serta mempengaruhi ketersediaan
pekerja-pekerja terampil siap pakai bagi perusahaan-perusahaan eksportir. Demikian juga, UU
Perburuhan sangat mempengaruhi kondisi pasar tenaga kerja di Indonesia yang berarti juga
daya saing perusahaan-perusahaan eksportir, khususnya yang padat karya, seperti industri
tekstil dan pakaian jadi dan industri alas kaki. Demikian juga kebijakan moneter, misalnya
dalam penentuan suku bunga pinjaman atau nilai tukar rupiah, sangat berpengaruh terhadap
kegiatan ekspor. Tingkat suku bunga yang terlalu tinggi membuat biaya produksi meningkat
yang berarti mengurangi daya saing harga dari ekspor Indonesia, yang selanjutnya
menurunkan permintaan dunia terhadap ekspor Indonesia. Nilai tukar rupiah yang terlalu
tinggi juga membuat daya saing harga dari ekspor Indonesia menurun relatif dibandingkan
harga dari produk yang sama buatan negara lain.
GAMBAR 2: DAYA SAING PRODUK DAN FAKTOR-FAKTOR UTAMA
PENENTUNYA DI TINGKAT PERUSAHAAN
Daya Saing Produk
Daya Saing Perusahaan
Faktor-faktor Penentu Daya Saing Perusahaan
Keahlian Pekerja
Keahlian
pengusaha
Ketersediaan
modal
Ketersediaan
teknologi
Ketersediaan
informasi
Ketersediaan
input lainnya
Organisasi dan
manajemen yang
baik
Advancing Indonesia's Civil Society in Trade and Investment Climate
(ACTIVE) Programme
Policy Paper 2 5
Selain dibedakan menurut sifatnya seperti yang diuraikan di atas tersebut, faktor-faktor yang
mempengaruhi tingkat daya saing dan kinerja ekspor bisa juga dibedakan menurut tingkatnya,
yakni pada tingkat makro dan tingkat mikro. Di tingkat makro adalah yang telah dibahas
tersebut di atas, yakni faktor-faktor di sisi permintaan dan sisi penawaran yang mempengaruhi
daya saing dan kinerja ekspor nasional secara keseluruhan. Sedangkan di tingkat mikro adalah
mengenai daya saing ekspor dari sebuah perusahaan secara individu. Tingkat daya saing
sebuah perusahaan tercerminkan dari tingkat daya saing dari produk yang dihasilkan oleh
perusahaan tersebut. Dalam gilirannya, daya saing dari perusahaan tersebut ditentukan oleh
banyak faktor, tujuh diantaranya yang sangat penting adalah: keahlian atau tingkat pendidikan
pekerja, keahlian pengusaha, ketersediaan modal, sistem organisasi dan manajemen yang baik
(sesuai kebutuhan bisnis), ketersediaan teknologi, ketersediaan informasi, dan ketersediaan
input-input lainnya seperti enerji, bahan baku, dan lainnya (Gambar 2).
Dua faktor pertama tersebut adalah aspek SDM, yang mana, keahlian pekerja tidak
hanya dalam teknik produksi (antara lan disain produk dan proses produksi), tetapi juga teknik
pemasaran dan dalam penelitian dan pengembangan (R&D). Sedang keahlian pengusaha
terutama adalah wawasan bisnis, dan yang dimaksud di sini adalah wawasan mengenai
bisnisnya dan juga lingkungan eksternalnya (antara lain perkembangan saat ini dan ke depan
dari pasar ekspor yang dilayani dan juga dari pasar-pasar ekspor lainnya yang belum dilayani,
kondisi persaingan (termasuk calon-calon pesaing yang akan muncul), dan segala macam
peraturan pemerintah atau dunia (seperti dalam konteks World Trade Organisation (WTO)
dalam perdagangan internasional) mengenai perdagangan, produksi dan investasi di bidang
bisnisnya. Sedangkan yang dimaksud dengan lingkungan eksternalnya adalah kebijakan-
kebijakan ekonomi umum seperti kebijakan moneter, kebijakan fiskal, dan kebijakan
perdagangan luar negeri, kecenderungan dari perubahan selera masyarakat, perubahan sosial-
budaya yang bisa mempengaruhi dalam jangka panjang permintaan atau persepsi pembeli
(masyarakat) terhadap produknya, dan lain-lain). Wawasan pengusaha yang luas juga sangat
penting bagi inovasi, dan bukan lagi rahasia umum bahwa inovasi merupakan kunci utama
daya saing. Bahkan banyak literatur menyatakan bahwa banyak faktor yang menentukan
kemampuan perusahaan melakukan inovasi, diantaranya adalah kreativitas pengusaha, dan
yang terakhir ini, pada gilirannya, ditentukan oleh wawasannya mengenai bisnis yang
ditekuninnya (Shahid, 2007).
Kondisi Perkembangan Ekspor Indonesia: Beberapa Catatan
Advancing Indonesia's Civil Society in Trade and Investment Climate
(ACTIVE) Programme
Policy Paper 2 6
Badan Pusat Statistik pada bulan September 2011 mengumumkan ekspor non-migas
pada bulan Juli 2011 tercatat sebanyak 13,26 miliar dollar AS, turun 7,93 persen dibandingkan
Juni 2011, namun meningkat jika dibandingkan dengan nilai ekspor bulan Juli 2010. Namun
kenaikkan tersebut lebih disebabkan oleh kenaikkan harga di pasar internasional, bukan
penambahan volume permintaan dunia terhadap ekspor Indonesia.
Nilai Ekspor Indonesia Tahun 2010 – 2011
(Miliar $US)
Sumber: BPS, 2010-2011
Menurut BPS, dalam kurun waktu 2006-2010 peningkatan volume ekspor non-migas
Indonesia hanya 46,4 persen, lebih rendah dibandingkan dengan peningkatan dari sisi nilai
yang tercatat mencapai sekitar 56,5 persen (Kompas, Ekonomi, Rabu, 7 September 2011,
halaman 17). Jadi sebenarnya ada masalah di sisi suplai dari ekspor Indonesia, yakni masih
banyaknya faktor yang menghambat laju peningkatan volume ekspor non-migas nasional.
Advancing Indonesia's Civil Society in Trade and Investment Climate
(ACTIVE) Programme
Policy Paper 2 7
Volume Ekspor Indonesia Tahun 2010 – 2011
(Juta ton)
Sumber: www.bps.go.id [20-01-2012] diolah
Hasil pendugaan dengan metode OLS (model double log) menunjukkan bahwa ekspor (x)
Indonesia sangat dipengaruhi oleh harga ekspor (p) dan nilai tukar (exchange rate, e),
signifikan pada taraf kepercayaan 95%. Secara ekonomi terlihat bahwa respon perubahan nilai
tukar terhadap perubahan ekspor Indonesia adalah elastis. Sistem perdagangan Indonesia
sebaiknya diberikan suatu mitigasi ekspor, karena krisis Eropa telah mulai terlihat dampaknya
pada sektor keuangan. September tahun 2011 lalu, sektor keuangan Indonesia mengalami
tekanan sehingga nilai tukar rupiah cenderung melemah terus terhadap mata uang dollar AS,
sehingga pada akhirnya akan berdampak pada penurunan kinerja ekspor Indonesia.
kepx 052.0252.2716.0420.41ˆ −−+= R2
= 0.774; Adj R2
= 0.752
(1.543) (-7.161) (-0.383)
Sedangkan kebijakan pelarangan ekspor (k), secara statistik tidak berbeda nyata dengan nol,
tetapi secara ekonomi menurunkan ekspor. Kebijakan pelarangan ekspor untuk row-material
secara ekonomi menurunkan nilai ekspor Indonesia. Hal ini ditandai dengan beberapa
peraturan Menteri seperti Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengeluarkan
Peraturan Menteri No: 07 Tahun 2012 terkait peningkatan nilai tambah mineral dan larangan
untuk mengekspor produk-produk pertambangan jenis tertentu dalam kondisi mentah (raw
Advancing Indonesia's Civil Society in Trade and Investment Climate
(ACTIVE) Programme
Policy Paper 2 8
material). Produk pertambangan tertentu dalam kondisi mentah tidak boleh diekspor atau
dijual keluar negeri, yang diharapkan akan dapat menguntungkan bagi daerah dan Negara.
Peraturan tersebut mewajibkan setiap jenis komoditas tambang mineral logam dan bukan
logam tertentu wajib diolah atau dimurnikan, yang merupakan turunan dari Peraturan
Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan
Mineral dan Batubara.
Kasus lainnya adalah Peraturan Menteri Perdagangan RI No: 36/M-DAG/PER/8/2009,
tentang Ketentuan Ekspor Rotan, dimaan Pasal (1) ayat (2) menyebutkan bahwa (a) Rotan
Asalan; (b) Rotan W/S dari jenis rotan Taman/Sega dan Irit yang diameternya dibawah 4 mm
dan diatas 16 mm; dan (c) Rotan W/S bukan dari jenis rotan Taman/Sega dan Irit, dilarang
untuk diekspor. Tentu saja hal ini bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah produk, namun
demikian pemerintah harusnya memberikan kelonggaran terkait dengan pelaranagan ekspor
raw material tersebut, karena selain sumberdaya manusia, modal, kita juga harus menyiapkan
teknologi industri kita dalam rangka untuk mencapai tujuan peningkatan nilai tambah tersebut.
Permasalahan Ekspor Indonesia
Secara umum beberapa hal yang menjadi permasalahan baru dan klasik bagi perkembangan
kinerja ekspor Indonesia, beriku ini adalah uraiannya
Tingkat Diversifikasi yang Rendah
Indonesia masih sangat lemah dalam diversifikasi produk maupun pasar, padahal ini
merupakan salah satu syarat untuk bisa unggul dalam persaingan di pasar dunia yang semakin
ketat. Konsentrasi pasar ekspor non-migas nasional hingga saat ini masih yang itu-itu saja;
demikian juga ekspor Indonesia masih terkonsentrasi di sejumlah komoditas tertentu yang
relatif sama seperti beberapa dekade yang lalu. Hingga saat ini negara-negara tujuan utama
ekspor non-migas Indonesia masih yang sama juga seperti Jepang, China, Amerika Serikat
(AS), dan India. Misalnya, dari tahun 2006 hingga 2010, Jepang masih diperingkat pertama
sebagai pasar utama ekspor non-migas Indonesia, yang nilainya naik dari 12.199 juta dollar
AS ke 16.497 juta dollar; sedangkan pada tahun 2011 China mengambil posisi Jepang menjadi
peringkat pertama dengan nilai 17.136 juta dollar AS. Pada tahun 2006, AS di posisi kedua
dengan nilai 10.683 juta dollar AS dan pada tahun 2011 turun ke posisi ketiga dengan nilai
13.223 juta dollar AS (Kompas, Ekonomi, Sabtu, 4 Januari 2012, halaman 18). Hingga saat ini
belum ada peningkatan yang berarti dari ekspor non-migas Indonesia ke pasar lain seperti
Eropa, Timur Tengah, Afrika dan Amerika Latin.
Hasil penelitian dari Basri dan Rahardja yang dikutip oleh harian Kompas (Opini,
Selasa, 27 Juli 2010, halaman 7) menunjukkan bahwa indeks konsentrasi ekspor Indonesia
(Herfindahl index) mengalami peningkatan sejak tahun 2003. Ekspor Indonesia masih
Advancing Indonesia's Civil Society in Trade and Investment Climate
(ACTIVE) Programme
Policy Paper 2 9
terkonsetrasi pada komoditas-komoditas primer. Mereka menyimpulkan bahwa ada tiga
penyebab utama pola ekspor nasional seperti ini, yakni apresiasi riil dari nilai tular rupiah
yang membuat daya saing harga dari ekspor manufaktur Indonesia relatif rendah; kurang
inovasi (yang diantaranya kurang dukungan dari perguruan tinggi dan lembaga-lembaga
R&D), dan masalah pendanaan ekspor.
Ekspor manufaktur Indonesia juga masih didominasi (sekitar 34 persen) oleh mesin
dan peralatan listrik, karet, pakaian jadi, serta minyak hewan/nabati. Sementara produk-
produk andalan Indonesia tersebut di pasar dunia kian mendapat pesaing yang semakin kuat
dari sejumlah negara lain seperti China, Viet Nam dan India. Sejak tahun 2009, Viet Nam
mulai menjadi pesaing ketat Indonesia dalam perdagangan pakaian jadi di pasar internasional.
Bahkan, Viet Nam lebih maju dalam diversifikasi pasar, yakni mulai menjual ke pasar di luar
Asia dan Amerika. Menurut Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), pangsa Viet Nam di impor
Uni Eropa (UE) untuk pakaian jadi sekitar 1,26 persen dengan nilai 3,6 miliar euro, sedangkan
pangsa Indonesia 1,21 persen dengan nilai 3,46 miliar euro (Kompas, Ekonomi, Rabu, 7
September 2011, halaman 17).
Seperti telah dikatakan sebelumnya, ekspor Indonesia masih terkonsentrasi di
komoditas-komoditas primer, termasuk pertanian. Namun demikian, Indonesia semakin
tergeser dalam bersaing dengan negara-negara yang juga menghasilkan dan mengekspor
komoditas-komoditas pertanian yang sama. Menurut Rina Oktaviani (Kompas, Ekonomi,
Senin, 31 Oktober 2011, halaman 19), daya saing ekspor Indonesia, termasuk pertanian
semakin memburuk, dan Indonesia belum bisa memanfaatkan secara optimal adanya area
perdagangan bebas (FTA) termasuk ASEAN dengan China. Menurutnya, kendala-kendala
yang dihadapi Indonesia dalam meningkatkan daya saing ekspornya adalah diantaranya
mencakup buruknya infrastruktur fisik (kualitas maupun volume), kurangnya pasokan energi,
ekonomi biaya tinggi di jalur distribusi, biaya pelabuhan yang besar, masalah
kelembagaan/birokrasi yang masih kurang efisien, manajemen rantai pasok produk pertanian
ekspor yang masih lemah, terbatasnya akses ke informasi, besarnya biaya peningkatan standar
mutu, dan terbatasnya akses ke kerdit bank dan sumber-sumber pendanaan lainnya.
Tekstil dan produk-produknya, termasuk pakaian jadi (TPT) merupakan salah satu
ekspor tradisional Indonesia dari sektor manufaktur. Dengan pengalaman yang panjang dalam
industri dan ekspor TPT, sebenarnya sekarang ini Indonesia harus menjadi salah satu eksportir
besar TPT di dunia. Namun, sekarang ini Indonesia cenderung semakin tergeser oleh
pendatang-pendatang baru di pasar internasional. Salah satu kendala serius yang dihadapi oleh
industri TPT nasional yang sebenarnya sudah klasik adalah kondisi mesin yang sudah tua yang
tidak bisa diharapkan bisa menghasilkan TPT dengan efisien dan berdaya saing tinggi.
Menurut Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Benny Soetrisno, sulitnya
mendapatkan pendanaan dari bank dan sumber-sumber formal pendanaan lainnya merupakan
Advancing Indonesia's Civil Society in Trade and Investment Climate
(ACTIVE) Programme
Policy Paper 2 10
salah satu (kalau bukan utama) penyebnya. Berdasarkan data dari The Japan Textiles
Importers Association (Kompas, Bisnis & Keuangan, Selasa, 24 Februari 2009, halaman 18),
dari total TPT yang diekspor ASEAN ke Jepang pada tahun 2008, nilai dari Indonesia tercatat
sebanyak 135 juta dollar AS, sedangkan dari Myanmar, negara anggota yang jauh lebih kecil
dan tingkat kemajuan ekonominya jauh lebih rendah dibandingkan dengan Indonesia, tercatat
sebanyak 133 juta dollar AS, Thailand 240 juta dollar AS, dan Viet Nam sangat tinggi
mencapai 838 juta dollar AS.
Keterbatasan Informasi
Masalah lainnya yang juga sering disebut-sebut di media masa maupun seminar-
seminar akademi adalah keterbatasan informasi, baik mengenai kondisi dan potensi pasar
ekspor dan pasar input, maupun mengenai kebijakan-kebijakan atau peraturan-peraturan
pemerintah dan kesepakatan-kesepakatan di tingkat regional (misalnya di dalam konteks
ASEAN dan APEC) maupun internasional (misalnya WTO) mengenai perdagangan dan
investasi antar negara. Belakangan ini salah satu perubahan di dalam negeri yang sering
mengganggu kelancaran ekspor dan impor adalah perubahan kode komoditas. Dalam rangka
mengharmonisasikan sistem pencatatan komoditas ekspor dan impor (HS) untuk memberikan
keseragaman dalam penggolongan barang untuk penetapan tarif kepabeanan secara global, dan
untuk menjembatani perbedaan sistem klasifikasi tarif antarnegara , serta untuk memudahkan
pengumpulan, pembuatan, dan analisis statistik perdagangan, saat ini sekitar 30 persen (atau
sekitar 25.000) kode komoditas telah berubah, yang mengacu pada buku tarif kepabeanan
terbaru yakni tahun 2012 (Kompas, Ekonomi, Kamis, 16 Februari 2012). Perubahan kode ini
tentu adalah sesuatu yang positif. Hanya saja masalahnya, informasi mengenai perubahan
kode tersebut tidak sampai ke semua eksportir dan importir, sehingga membuat dokumen
ekspor-impor banyak yang ditolak oleh pihak bea cukai karena salah menyebutkan kode HS.
Dampak selanjutnya adalah tertahannya banyak barang dipelabuhan yang jelas merugikan
pelaku bisnis bersangkutan. Juga perubahan tersebut menyulitkan banyak pengusaha yang
pemahaman analis berbeda baik antar individu pelaku usaha maupun antara pengusaha dan
pihak bea cukai.
Implementasi FTZ dan KEK yang Belum Optimal
Implementasi kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas (FTZ), khususnya di pulau
Batam, termasuk Bintan dan Karimun (atau BBK), yang sudah berjalan sejak awal April 2009
lalu, masih belum optimal. Bahkan banyak pengusaha, khususnya pelaku industri dan
eksportir menilai bahwa regulasi pabean di BBK sangat rumit dan justru mempersulit atau
memperlambat kelancaran usaha mereka. Banyak peraturan pemerintah, khususnya yang
Advancing Indonesia's Civil Society in Trade and Investment Climate
(ACTIVE) Programme
Policy Paper 2 11
dikeluarkan oleh Menteri Keuangan, yang maksud baik, namun di lapangan sering terjadi
”kesemerawutan” akibat dua hal utama, yakni: tidak adanya koordinasi yang baik dari semua
dinas pemerintah daerah terkait, dan kurangnya sosialisasi semua peraturan mengenai
penerapan FTZ di BBK. Misalnya, Peraturan Pemerintah (PP) No.2/2009 yang mengatur
barang-barang apa saja yang boleh masuk ke BBK dari luar wilayah yang bebas bea.
Maksudnya baik agar tidak terjadi penyalah-gunaan fasilitas bebas bea tersebut untuk barang-
barang yang bukan input bagi kegiatan industri di BBK. Namun menurut PP tersebut, setiap
importir membuat sebuah daftar jenis-jenis barang dan volumnya yang akan diimpor selama
satu tahun ke depan. Hal ini ternyata menyulitkan banyak industri khususnya industri-industri
yang inputnya sangat beragam hingga 12 digit nomor kode HS. Misalnya perusahaan-
perusahaan elektronik harus membeli dari luar wilayah mulai dari kabel, sekrup, hingga sirkuit
terpadu (Kompas, Bisnis & Keuangan, 1 Juni 2009, halaman 21).
Pelaksanaan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di dalam negeri yang telah di tetapkan
di hampir semua provinsi juga belum optimal. Secara potensial, pelaksanaan KEK yang
optimal sangat membantu kemajuan ekspor Indonesia. Namun, disahkannya Undang-Undang
KEK pada 14 September 2009 lalu tidak serta-merta membuat Indonesia menjadi salah satu
negara favorit tujuan penanaman modal asing (PMA). Salah satunya adalah Indonesia masih
terbelakang dalam membangun KEK dibandingkan negara-negara lain yang juga memiliki
KEK, khususnya China, yang sudah merintis konsep KEK sejak dekade 70-an. Masalah serius
yang dihadapi oleh Indonesia dalam pelaksanaan KEK adalah yang terkait dengan
pembebasan lahan. Padahal salah satu fasilitas penting yang membedakan antara KEK dengan
wilayah non-KEK adalah kemudahan memperoleh hak atas tanah. Selain itu, keterbatasan
infrastruktur, bukan di dalam KEK namun di luar sekitar KEK, yang penting untuk
menghubungi KEK dengan sumber-sumber pasokan bahan baku dan pelabuhan-pelabuhan
utama yang melayani perdagangan internasional (Kompas, Bisnis & Keuangan, Rabu, 30
September 2009, halaman 21).
Kondisi Infrastruktur dan Logistik yang Buruk.
Sudah banyak diskusi dan laporan yang menunjukkan bahwa Indonesia merupakan
salah satu ekonomi yang buruk dalam hal infrastruktur dan logistik. Hasil survei tahunan
mengenai daya saing global dari negara-negara di dunia dari World Economic Forum (WEF)
menunjukkan bahwa untuk periode 2011-2012, Indonesia berada di posisi ke 76 dari 142
negara yang disurvei. Berdasarkan opini para pimpinan perusahaan yang disurvei,
keterbatasan infrastruktur (dalam arti volume dan kualitas) merupakan kendala utama bagi
hampir 10 persen dari jumlah responden (85 pengusaha/manajer/ceo). Sangat mungkin sekali
bahwa buruknya infrastruktur dan mahalnya logistik selama ini sebagai salah satu penyebab
Advancing Indonesia's Civil Society in Trade and Investment Climate
(ACTIVE) Programme
Policy Paper 2 12
utama rendahnya daya saing dan kinerja ekspor non-migas (khususnya manufaktur) Indonesia.
Menurut laporan di Harian Kompas (Ekonomi, Kamis 2 Februari 2012), sebesar 14,08 persen
dari harga jual bertumpu pada beban biaya logistik, dan sekitar 66,8 persen adalah biaya
transportasi, mulai dari angkut barang dari gudang hingga distribusi, dan besarnya beban biaya
ini terutama karena kombinasi antara keterbatasan jalan raya dan fasilitas angkutan.
Ketergantungan pada Impor Bahan Baku dan Komponen yang Tinggi
Salah satu yang membuat Indonesia tidak bisa menikmati secara penuh hasil ekspor
selama ini adalah besarnya ketergantungan pada impor bahan baku yang telah diolah,
komponen, barang modal dan alat produksi. Satu bukti nyata adalah pada saat krisis keuangan
Asia 1997/98. Secara teori, depresiasi rupiah yang sejak Agustus 1997 hingga Mei 1998 sudah
melebihi 500 persen bisa membuat ekspor Indonesia meningkat secara signifikan. Tentu teori
ini berlaku dengan asumsi bahwa faktor-faktor penentu ekspor lainnya mendukung. Namun
fakta menunjukkan bahwa pada saat rupiah jatuh selama periode tersebut, ekspor Indonesia
tidak mengalami peningkatan yang pesat, terutama manufaktur, dan hal ini disebabkan oleh
kandungan impor yang sangat tinggi dari semua ekspor manufaktur Indonesia. Penyebab
utama tingginya ketergantungan ekspor non-migas Indonesia pada impor adalah masih sangat
lemahnya industry-industri pendukung di dalam negeri yang membuat komponen, mesin-
mesin, alat-alat produksi dan bahan-bahan baku siap pakai.
Kesimpulan dan Rekomendasi Kebijakan
Diversifikasi ekspor baik produk maupun pasar tujuan harus terus diupayakan untuk
mengurangi kerentanan ekspor Indonesia terhadap gejolak-gejoka ekonomi regional (seperti
kelesuhan ekonomi di zona euro dan di AS) dan terhadap ketidakstabilan harga-harga
komoditas primer di pasar internasional. Dukungan pemerintah terhadap upaya diversifikasi
ekspor bisa dalam berbagai bentuk, termasuk stabilisasi nilai tukar rupiah (khususnya
mencegah apresiasi riil rupiah yang terlalu besar yang menurunkan daya saing harga dari
ekspor manufaktur Indonesia), stabilitas harga, dukungan dana dengan suku bunga murah
terutama untuk peningkatan produksi dan inovasi, insentif untuk menstimulasi kerjasama
antara universitas dan lembaga R&D dengan perusahaan-perusahaan eksportir, bantuan
promosi untuk tujuan pasar-pasar baru (dukungan aktif dari perwakilan Indonesia/KBRI di
negara-negara tujuan ekspor sangat diperlukan), keamanan dan kepastian hukum, dan
perlindungan hak cipta.
Faktor-faktor yang selama ini menghambat kelancaran ekspor dan upaya peningkatan
daya saing produk ekspor Indonesia harus dihilangkan, seperti buruknya infrastruktur,
keterbatasan fasilitas transportasi berkualitas tinggi dan efisien, tingginya biaya logistik,
Advancing Indonesia's Civil Society in Trade and Investment Climate
(ACTIVE) Programme
Policy Paper 2 13
kelembagaan dan birokrasi pemerintah yang masih belum efisien, jalur dan sistem disribusi
yang menimbukan ekonomi biaya tinggi, pasokan energi yang sering terganggu, manajemen
rantai pasok produk pertanian ekspor yang masih lemah, terbatasnya akses ke informasi,
besarnya biaya peningkatan standar mutu, dan keterbatasan pendanaan dari perbankan.
Upaya sosialisasi kepada semua eksportir dan usaha-usaha terkait dari semua
kesepakatan perdagangan bebas pemerintah Indonesia dengan negara-negara lain seperti di
dalam konteks AFTA dan APEC, maupun kesepakatan-kesepakatan di dalam WTO, dan
kebijakan-kebijakan lainnya yang mempengaruhi ekspor secara langsung maupun tidak
langsung seperti harmonisasi sistem pencatatan komoditas ekspor dan impor (HS) perlu
ditingkatkan lewat semua mode media yang ada, seperti surat kabar, televisi, radio, majalah,
surat edaran, website resmi, dan lainnya. Implementasi FTZ dan KEK perlu dioptimalkan.
Segala rintangan yang menghambat kelancaran pelaksanaan FTZ dan KEK seperti pasokan
energi yang sering teranggu, infrastruktur yang belum mencukupi, dan regulasi pabean yang
masih rumit perlu segera dihilangkan.
Perlu keseriusan dalam membangun industri-industri pendukung ekspor untuk
mengurangi ketergantungan industri-industri ekspor terhadap impor bahan baku siap pakai dan
komponen. Pembangunan industri-industri pendukung harus menjadi salah satu komponen
penting dari kebijakan promosi ekspor.
Perlu kebijakan promosi ekspor dengan pendekatan ”cluster”, yang mana terjalin
kerjasama yang erat antar semua pihak terkait yakni perusahaan eksportir, perusahaan
importir, bank dan lembaga keuangan lainnya, departemen pemerintah, distributor, lembaga
promosi, media, universitas dan lembaga R&D, Kadin, asosiasi bisnis, pemasok bahan baku,
energi dan input lainnya, penyedia transportasi, dan industri pendukung, dan lainnya
Usaha kecil dan menengah yang mempunyai potensi besar sebagai eksportir perlu
mendapatkan perhatian khusus, antara lain memperbesar akses mereka ke fasilitas-fasilitas
perdagangan, informasi (termasuk penggunaan teknologi informasi dan kounikasi),
pendanaan, bahan baku, dan sumber-sumber inovasi (seperti kerjasama dalam R&D dengan
universitas dan lembaga R&D), dan bantuan kegiatan promosi.
Kebijakan-kebijakan atau peraturan-peraturan yang bersifat ”dadakan” dan inkonsisten
yang berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap kelancaran kegiatan
ekspor dan daya saing ekspor Indonesia perlu dihilangkan.
Dalam rangka mengantisipasi dilaksanakannya peraturan tentang larangan ekspor raw
material, sebaiknya pemerintah melakukan sosisalisasi kepada setiap industri terkait, agara
perusahaan dalam hal ini dapat mempersiapkan diri, sehingga nilai ekspor dan tentu saja nilai
tambah produk menjadi lebih besar. Karena persiapan tersebut membutuhkan waktu yang
tidak singkat, maka disarakan kepada pemerintah untuk dapat memberikan kelonggaran waktu
untuk beberapa jenis pengolahan produk tertentu.
Advancing Indonesia's Civil Society in Trade and Investment Climate
(ACTIVE) Programme
Policy Paper 2 14
Daftar Pustaka
Feridhanusetyawan, Tubagus dan Mari Pangestu (2002), ‘Indonesian Trade Liberalization:
Estimating the Gains’, Working Paper 02.02, November, Adelaide: CIES, University
of Adelaide,
Feridhanusetyawan, Tubagus; Mari Pangestu; dan Erwidodo (2000), ‘Effects of AFTA and
APEC Trade Policy Reforms on Indonesian Agriculture’, Working Paper 00.01,
Oktober, Adelaide: CIES, University of Adelaide,
Hutabarat, Budiman, M. Husein Sawit, Saktyanu K.D., Helena J. Purba, Wahida dan Sri
Nuryanti (2007), ‘Analisis Kesepakatan Perdagangan Bebas Indonesia-China dan
Kerjasama AFTA serta Dampaknya Terhadap Perdagangan Komoditas Pertanian
Indonesia, Laporan Akhir dari Penelitian TA 2007, Bogor: Pusat Analisa Kebijakan
Pertanian dan Ekonomi-Sosial, dan Lembaga Penelitian, Departemen Pertanian,
Jakarta.
Oktaviani, Rina, Eka Puspitawati, dan Haryadi (2008), ‘Impacts of ASEAN Agricultural
Trade Liberalization on ASEAN-6 Economies and Income Distribution in Indonesia’,
Asia-Pacific Research and Training Network on Trade Working Paper Series, No. 51,
Januari, Bangkok: UN-ESCAP.
Pambudi, Daniel dan Alexander C. Chandra (2006), Dampak Kesepakatan Perdagangan Bebas
Bilateral ASEAN-China terhadap Perekonomian Indnesia, Jakarta: Institute for Global
Justice.
Shahid, Yusuf (2007), “From Creativity to Innovation”, Policy Research Working Paper 4262,
Juni, Development Research Group, Washington, D.C.: World Bank.
Tambunan, Tulus T.H. (2011a), “Indonesian Export and Competitiveness”, Bahan Kuliah
Kelas Unggulan, FE-Trisakti, Mei, Jakarta: Center for Industry, SME and Business
Competition Studies, USAKTI
Tambunan, Tulus T.H. (2011b), Perekonomian Indonesia. Kajian Teoretis dan Analisis
Empiris, Jakarta: Ghalia Indonesia.
Tambunan, Tulus T.H. dan Agustina Suparyati (2009), “ASEAN-China Trade Liberalization
Effect on Indonesian Agricultural Production and Trade”, Policy Discussion Paper
Series, No. 3/07/09, Center for Industry, SME & Business Competition Studies,
University of Trisakti, Jakarta.
Widyasanti, Amalia Adininggar (2010), “Do Regional Trade Areas Improve Export
Competitiveness? – A Case of Indonesia”, Bulletin of Monetary, Economics and
Banking, Juli.
WTO (2010), World Trade Report 2010. Trade in Natural Resources, Geneva: World Trade
Organization.

More Related Content

What's hot

Industrialisasi dan perkembangan sektor industrI
Industrialisasi dan perkembangan sektor industrIIndustrialisasi dan perkembangan sektor industrI
Industrialisasi dan perkembangan sektor industrI
Ahmad Muhyi
 
Pertemuan 12 p.indonesia
Pertemuan 12 p.indonesiaPertemuan 12 p.indonesia
Pertemuan 12 p.indonesia
olerafif
 
11 industrialisasi dan perkembangan sektor industri
11 industrialisasi dan perkembangan sektor industri11 industrialisasi dan perkembangan sektor industri
11 industrialisasi dan perkembangan sektor industri
bayuajinugraha21
 
Eksternalitas Ekspor ke Jepang dan Amerika Serikat - Ady soejoto
Eksternalitas Ekspor ke Jepang dan Amerika Serikat - Ady soejoto Eksternalitas Ekspor ke Jepang dan Amerika Serikat - Ady soejoto
Eksternalitas Ekspor ke Jepang dan Amerika Serikat - Ady soejoto
Perpus Maya
 
Prospek ukm dalam perdagangan bebas
Prospek ukm dalam perdagangan bebasProspek ukm dalam perdagangan bebas
Prospek ukm dalam perdagangan bebas
achmadseno15
 
Industrialisasi di indonesia
Industrialisasi di indonesiaIndustrialisasi di indonesia
Industrialisasi di indonesia
ifa_talita
 
(9) INDUSTRIALISASI DAN PERKEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI
(9) INDUSTRIALISASI DAN PERKEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI(9) INDUSTRIALISASI DAN PERKEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI
(9) INDUSTRIALISASI DAN PERKEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI
Bakhrul Ulum
 
Tugas 5 restu antika 11140107 (5 v ma)
Tugas 5 restu antika 11140107 (5 v ma)Tugas 5 restu antika 11140107 (5 v ma)
Tugas 5 restu antika 11140107 (5 v ma)
Restu Antika
 
Charisma 11140935 perubahan struktur ekonomi indonesia
Charisma 11140935 perubahan struktur ekonomi indonesiaCharisma 11140935 perubahan struktur ekonomi indonesia
Charisma 11140935 perubahan struktur ekonomi indonesia
Charisma Al-ma'arij
 
(5) PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI
(5) PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI(5) PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI
(5) PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI
Bakhrul Ulum
 
Ena mudiawati (11140596) 11 industrialisasi & perkembangan sektor industri
Ena mudiawati (11140596) 11 industrialisasi & perkembangan sektor industriEna mudiawati (11140596) 11 industrialisasi & perkembangan sektor industri
Ena mudiawati (11140596) 11 industrialisasi & perkembangan sektor industri
Ena Mudiawati
 
Perekonomian Indonesi: Pertumbuhan dan perubahan struktur ekonomi
Perekonomian Indonesi: Pertumbuhan dan perubahan struktur ekonomiPerekonomian Indonesi: Pertumbuhan dan perubahan struktur ekonomi
Perekonomian Indonesi: Pertumbuhan dan perubahan struktur ekonomi
handy watung
 
Tugas Compilation (Microeconomic)
Tugas Compilation (Microeconomic)Tugas Compilation (Microeconomic)
Tugas Compilation (Microeconomic)
leonardotaslim2017
 
5.perubahan struktur ekonomi
5.perubahan struktur ekonomi5.perubahan struktur ekonomi
5.perubahan struktur ekonomi
sitiaisah12140250
 
pertumbuhan dan perubahan struktur ekonomi
pertumbuhan dan perubahan struktur ekonomipertumbuhan dan perubahan struktur ekonomi
pertumbuhan dan perubahan struktur ekonomi
achmadseno15
 
Industi dan pekembangannya 1
Industi dan pekembangannya 1Industi dan pekembangannya 1
Industi dan pekembangannya 1
Yusuf Abidin
 
Presentation9 industrialisasi dan perkembangan sektor industry
Presentation9 industrialisasi dan perkembangan sektor industryPresentation9 industrialisasi dan perkembangan sektor industry
Presentation9 industrialisasi dan perkembangan sektor industry
iswah yuni
 
5. perubahan struktur ekonomi
5. perubahan struktur ekonomi5. perubahan struktur ekonomi
5. perubahan struktur ekonomi
Findi Rifa'i
 

What's hot (18)

Industrialisasi dan perkembangan sektor industrI
Industrialisasi dan perkembangan sektor industrIIndustrialisasi dan perkembangan sektor industrI
Industrialisasi dan perkembangan sektor industrI
 
Pertemuan 12 p.indonesia
Pertemuan 12 p.indonesiaPertemuan 12 p.indonesia
Pertemuan 12 p.indonesia
 
11 industrialisasi dan perkembangan sektor industri
11 industrialisasi dan perkembangan sektor industri11 industrialisasi dan perkembangan sektor industri
11 industrialisasi dan perkembangan sektor industri
 
Eksternalitas Ekspor ke Jepang dan Amerika Serikat - Ady soejoto
Eksternalitas Ekspor ke Jepang dan Amerika Serikat - Ady soejoto Eksternalitas Ekspor ke Jepang dan Amerika Serikat - Ady soejoto
Eksternalitas Ekspor ke Jepang dan Amerika Serikat - Ady soejoto
 
Prospek ukm dalam perdagangan bebas
Prospek ukm dalam perdagangan bebasProspek ukm dalam perdagangan bebas
Prospek ukm dalam perdagangan bebas
 
Industrialisasi di indonesia
Industrialisasi di indonesiaIndustrialisasi di indonesia
Industrialisasi di indonesia
 
(9) INDUSTRIALISASI DAN PERKEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI
(9) INDUSTRIALISASI DAN PERKEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI(9) INDUSTRIALISASI DAN PERKEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI
(9) INDUSTRIALISASI DAN PERKEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI
 
Tugas 5 restu antika 11140107 (5 v ma)
Tugas 5 restu antika 11140107 (5 v ma)Tugas 5 restu antika 11140107 (5 v ma)
Tugas 5 restu antika 11140107 (5 v ma)
 
Charisma 11140935 perubahan struktur ekonomi indonesia
Charisma 11140935 perubahan struktur ekonomi indonesiaCharisma 11140935 perubahan struktur ekonomi indonesia
Charisma 11140935 perubahan struktur ekonomi indonesia
 
(5) PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI
(5) PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI(5) PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI
(5) PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI
 
Ena mudiawati (11140596) 11 industrialisasi & perkembangan sektor industri
Ena mudiawati (11140596) 11 industrialisasi & perkembangan sektor industriEna mudiawati (11140596) 11 industrialisasi & perkembangan sektor industri
Ena mudiawati (11140596) 11 industrialisasi & perkembangan sektor industri
 
Perekonomian Indonesi: Pertumbuhan dan perubahan struktur ekonomi
Perekonomian Indonesi: Pertumbuhan dan perubahan struktur ekonomiPerekonomian Indonesi: Pertumbuhan dan perubahan struktur ekonomi
Perekonomian Indonesi: Pertumbuhan dan perubahan struktur ekonomi
 
Tugas Compilation (Microeconomic)
Tugas Compilation (Microeconomic)Tugas Compilation (Microeconomic)
Tugas Compilation (Microeconomic)
 
5.perubahan struktur ekonomi
5.perubahan struktur ekonomi5.perubahan struktur ekonomi
5.perubahan struktur ekonomi
 
pertumbuhan dan perubahan struktur ekonomi
pertumbuhan dan perubahan struktur ekonomipertumbuhan dan perubahan struktur ekonomi
pertumbuhan dan perubahan struktur ekonomi
 
Industi dan pekembangannya 1
Industi dan pekembangannya 1Industi dan pekembangannya 1
Industi dan pekembangannya 1
 
Presentation9 industrialisasi dan perkembangan sektor industry
Presentation9 industrialisasi dan perkembangan sektor industryPresentation9 industrialisasi dan perkembangan sektor industry
Presentation9 industrialisasi dan perkembangan sektor industry
 
5. perubahan struktur ekonomi
5. perubahan struktur ekonomi5. perubahan struktur ekonomi
5. perubahan struktur ekonomi
 

Viewers also liked

Sotsiaalmeedia treeningplaan
Sotsiaalmeedia treeningplaanSotsiaalmeedia treeningplaan
Sotsiaalmeedia treeningplaanKair Kasper
 
Kristian G. Johnson 8:5:14
Kristian G. Johnson 8:5:14Kristian G. Johnson 8:5:14
Kristian G. Johnson 8:5:14Kristian Johnson
 
Reference dmg radio
Reference dmg radioReference dmg radio
Reference dmg radioMargot Naan
 
Derechos de autor
Derechos de autorDerechos de autor
Derechos de autor
mfeb30
 
Enllaços d'avis legal
Enllaços d'avis legalEnllaços d'avis legal
Enllaços d'avis legalagusti44
 
Unsur intrinsik puisi, prosa, drama (Bahasa Indonesia)
Unsur intrinsik puisi, prosa, drama (Bahasa Indonesia)Unsur intrinsik puisi, prosa, drama (Bahasa Indonesia)
Unsur intrinsik puisi, prosa, drama (Bahasa Indonesia)Vivi Silvia
 
Buku kelas #1
Buku kelas #1Buku kelas #1
Buku kelas #1
Hermawan Wicaksono
 
Plancton
PlanctonPlancton
Plancton
Cynthia Juárez
 
Komunikasi Semiotika
Komunikasi SemiotikaKomunikasi Semiotika
Komunikasi Semiotika
mustikaph
 
BDD - Keep love alive
BDD - Keep love aliveBDD - Keep love alive
BDD - Keep love alive
Rory Preddy
 
Git-flow workflow and pull-requests
Git-flow workflow and pull-requestsGit-flow workflow and pull-requests
Git-flow workflow and pull-requests
Bartosz Kosarzycki
 
CentOS Config Management SIG
CentOS Config Management SIGCentOS Config Management SIG
CentOS Config Management SIG
Julien Pivotto
 
PERINGKAT PARALEL NILAI TRY OUT - I 2015-2016 - BAHASA INDONESIA
PERINGKAT PARALEL NILAI TRY OUT - I  2015-2016 - BAHASA INDONESIAPERINGKAT PARALEL NILAI TRY OUT - I  2015-2016 - BAHASA INDONESIA
PERINGKAT PARALEL NILAI TRY OUT - I 2015-2016 - BAHASA INDONESIA
Phaphy Wahyudhi
 
PERINGKAT PARALEL NILAI TRY OUT - I 2015-2016 - I P A
PERINGKAT PARALEL NILAI TRY OUT - I  2015-2016 - I P APERINGKAT PARALEL NILAI TRY OUT - I  2015-2016 - I P A
PERINGKAT PARALEL NILAI TRY OUT - I 2015-2016 - I P A
Phaphy Wahyudhi
 
PERINGKAT NILAI BIG UN 2015-2016 SMP 2 PASIRIAN
PERINGKAT NILAI BIG UN 2015-2016 SMP 2 PASIRIANPERINGKAT NILAI BIG UN 2015-2016 SMP 2 PASIRIAN
PERINGKAT NILAI BIG UN 2015-2016 SMP 2 PASIRIAN
Phaphy Wahyudhi
 
Sabbath school lesson 2, 1st quarter of 2016
Sabbath school lesson 2, 1st quarter of 2016Sabbath school lesson 2, 1st quarter of 2016
Sabbath school lesson 2, 1st quarter of 2016
David Syahputra
 

Viewers also liked (16)

Sotsiaalmeedia treeningplaan
Sotsiaalmeedia treeningplaanSotsiaalmeedia treeningplaan
Sotsiaalmeedia treeningplaan
 
Kristian G. Johnson 8:5:14
Kristian G. Johnson 8:5:14Kristian G. Johnson 8:5:14
Kristian G. Johnson 8:5:14
 
Reference dmg radio
Reference dmg radioReference dmg radio
Reference dmg radio
 
Derechos de autor
Derechos de autorDerechos de autor
Derechos de autor
 
Enllaços d'avis legal
Enllaços d'avis legalEnllaços d'avis legal
Enllaços d'avis legal
 
Unsur intrinsik puisi, prosa, drama (Bahasa Indonesia)
Unsur intrinsik puisi, prosa, drama (Bahasa Indonesia)Unsur intrinsik puisi, prosa, drama (Bahasa Indonesia)
Unsur intrinsik puisi, prosa, drama (Bahasa Indonesia)
 
Buku kelas #1
Buku kelas #1Buku kelas #1
Buku kelas #1
 
Plancton
PlanctonPlancton
Plancton
 
Komunikasi Semiotika
Komunikasi SemiotikaKomunikasi Semiotika
Komunikasi Semiotika
 
BDD - Keep love alive
BDD - Keep love aliveBDD - Keep love alive
BDD - Keep love alive
 
Git-flow workflow and pull-requests
Git-flow workflow and pull-requestsGit-flow workflow and pull-requests
Git-flow workflow and pull-requests
 
CentOS Config Management SIG
CentOS Config Management SIGCentOS Config Management SIG
CentOS Config Management SIG
 
PERINGKAT PARALEL NILAI TRY OUT - I 2015-2016 - BAHASA INDONESIA
PERINGKAT PARALEL NILAI TRY OUT - I  2015-2016 - BAHASA INDONESIAPERINGKAT PARALEL NILAI TRY OUT - I  2015-2016 - BAHASA INDONESIA
PERINGKAT PARALEL NILAI TRY OUT - I 2015-2016 - BAHASA INDONESIA
 
PERINGKAT PARALEL NILAI TRY OUT - I 2015-2016 - I P A
PERINGKAT PARALEL NILAI TRY OUT - I  2015-2016 - I P APERINGKAT PARALEL NILAI TRY OUT - I  2015-2016 - I P A
PERINGKAT PARALEL NILAI TRY OUT - I 2015-2016 - I P A
 
PERINGKAT NILAI BIG UN 2015-2016 SMP 2 PASIRIAN
PERINGKAT NILAI BIG UN 2015-2016 SMP 2 PASIRIANPERINGKAT NILAI BIG UN 2015-2016 SMP 2 PASIRIAN
PERINGKAT NILAI BIG UN 2015-2016 SMP 2 PASIRIAN
 
Sabbath school lesson 2, 1st quarter of 2016
Sabbath school lesson 2, 1st quarter of 2016Sabbath school lesson 2, 1st quarter of 2016
Sabbath school lesson 2, 1st quarter of 2016
 

Similar to Kadin indonesia20120608101837

Sos industri
Sos industriSos industri
Sos industri
Ivan simamora
 
5a paradigma baru
5a paradigma baru5a paradigma baru
5a paradigma baru
Juni Effendi
 
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Pertumbuhan Ekonomi IndonesiaPertumbuhan Ekonomi Indonesia
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Rizqy Naharusshoimin
 
Makalah masalah industrialisasi
Makalah  masalah industrialisasiMakalah  masalah industrialisasi
Makalah masalah industrialisasi
Warnet Raha
 
Tugas 5 .perubahan struktur ekonomi
Tugas 5 .perubahan struktur ekonomiTugas 5 .perubahan struktur ekonomi
Tugas 5 .perubahan struktur ekonomi
siti aisah
 
Abdul ajid 11140963 tugas ke 11
Abdul ajid 11140963 tugas ke 11Abdul ajid 11140963 tugas ke 11
Abdul ajid 11140963 tugas ke 11
abdul ajid
 
Industrialisasi dan perkembangan sektor industry
Industrialisasi dan perkembangan sektor industryIndustrialisasi dan perkembangan sektor industry
Industrialisasi dan perkembangan sektor industry
Ahmad Muhyi
 
Makalah masalah industrialisasi
Makalah  masalah industrialisasiMakalah  masalah industrialisasi
Makalah masalah industrialisasi
Septian Muna Barakati
 
9. industrialisasi dan perkembangan sektor industri
9. industrialisasi dan perkembangan sektor industri9. industrialisasi dan perkembangan sektor industri
9. industrialisasi dan perkembangan sektor industri
Findi Rifa'i
 
Industrialisasi dan perkembangan sektor industri...
Industrialisasi dan perkembangan sektor industri...Industrialisasi dan perkembangan sektor industri...
Industrialisasi dan perkembangan sektor industri...
rosita puspa
 
Pertumbuhan_Ekonomi_pptx.pptx
Pertumbuhan_Ekonomi_pptx.pptxPertumbuhan_Ekonomi_pptx.pptx
Pertumbuhan_Ekonomi_pptx.pptx
RahelSiregar1
 
Total Factor Productivity
Total Factor ProductivityTotal Factor Productivity
Total Factor ProductivityAbd Jamal
 
Total Factor Productivity
Total Factor ProductivityTotal Factor Productivity
Total Factor ProductivityAbd Jamal
 
9 industrialisasi dan perkembangan sektor industri adhi nugraha_5_x_11141026
9 industrialisasi dan perkembangan sektor industri adhi nugraha_5_x_111410269 industrialisasi dan perkembangan sektor industri adhi nugraha_5_x_11141026
9 industrialisasi dan perkembangan sektor industri adhi nugraha_5_x_11141026
adhi nugraha
 
PERTUMBUHAN STRUKTUR EKONOMI
PERTUMBUHAN STRUKTUR EKONOMI PERTUMBUHAN STRUKTUR EKONOMI
PERTUMBUHAN STRUKTUR EKONOMI
Dini Sri Rahayu
 
Pembangunan ekonomi daerah
Pembangunan ekonomi daerahPembangunan ekonomi daerah
Pembangunan ekonomi daerah
EnengNs
 
Tugas 9 .ppt industrialisasi dan perkembangan sektor industri
Tugas 9 .ppt industrialisasi dan perkembangan sektor industriTugas 9 .ppt industrialisasi dan perkembangan sektor industri
Tugas 9 .ppt industrialisasi dan perkembangan sektor industri
siti aisah
 
9. industrialisasi dan perkembangan sektor industri 5 v abdul hadi (11140742)
9. industrialisasi dan perkembangan sektor industri 5 v abdul hadi (11140742)9. industrialisasi dan perkembangan sektor industri 5 v abdul hadi (11140742)
9. industrialisasi dan perkembangan sektor industri 5 v abdul hadi (11140742)
abdul hadi
 
Industrialisasi dan perkembangan sektor industry
Industrialisasi dan perkembangan sektor industryIndustrialisasi dan perkembangan sektor industry
Industrialisasi dan perkembangan sektor industry
Inas Intishar
 

Similar to Kadin indonesia20120608101837 (20)

Sos industri
Sos industriSos industri
Sos industri
 
5a paradigma baru
5a paradigma baru5a paradigma baru
5a paradigma baru
 
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Pertumbuhan Ekonomi IndonesiaPertumbuhan Ekonomi Indonesia
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
 
Makalah masalah industrialisasi
Makalah  masalah industrialisasiMakalah  masalah industrialisasi
Makalah masalah industrialisasi
 
Makalah masalah industrialisasi
Makalah  masalah industrialisasiMakalah  masalah industrialisasi
Makalah masalah industrialisasi
 
Tugas 5 .perubahan struktur ekonomi
Tugas 5 .perubahan struktur ekonomiTugas 5 .perubahan struktur ekonomi
Tugas 5 .perubahan struktur ekonomi
 
Abdul ajid 11140963 tugas ke 11
Abdul ajid 11140963 tugas ke 11Abdul ajid 11140963 tugas ke 11
Abdul ajid 11140963 tugas ke 11
 
Industrialisasi dan perkembangan sektor industry
Industrialisasi dan perkembangan sektor industryIndustrialisasi dan perkembangan sektor industry
Industrialisasi dan perkembangan sektor industry
 
Makalah masalah industrialisasi
Makalah  masalah industrialisasiMakalah  masalah industrialisasi
Makalah masalah industrialisasi
 
9. industrialisasi dan perkembangan sektor industri
9. industrialisasi dan perkembangan sektor industri9. industrialisasi dan perkembangan sektor industri
9. industrialisasi dan perkembangan sektor industri
 
Industrialisasi dan perkembangan sektor industri...
Industrialisasi dan perkembangan sektor industri...Industrialisasi dan perkembangan sektor industri...
Industrialisasi dan perkembangan sektor industri...
 
Pertumbuhan_Ekonomi_pptx.pptx
Pertumbuhan_Ekonomi_pptx.pptxPertumbuhan_Ekonomi_pptx.pptx
Pertumbuhan_Ekonomi_pptx.pptx
 
Total Factor Productivity
Total Factor ProductivityTotal Factor Productivity
Total Factor Productivity
 
Total Factor Productivity
Total Factor ProductivityTotal Factor Productivity
Total Factor Productivity
 
9 industrialisasi dan perkembangan sektor industri adhi nugraha_5_x_11141026
9 industrialisasi dan perkembangan sektor industri adhi nugraha_5_x_111410269 industrialisasi dan perkembangan sektor industri adhi nugraha_5_x_11141026
9 industrialisasi dan perkembangan sektor industri adhi nugraha_5_x_11141026
 
PERTUMBUHAN STRUKTUR EKONOMI
PERTUMBUHAN STRUKTUR EKONOMI PERTUMBUHAN STRUKTUR EKONOMI
PERTUMBUHAN STRUKTUR EKONOMI
 
Pembangunan ekonomi daerah
Pembangunan ekonomi daerahPembangunan ekonomi daerah
Pembangunan ekonomi daerah
 
Tugas 9 .ppt industrialisasi dan perkembangan sektor industri
Tugas 9 .ppt industrialisasi dan perkembangan sektor industriTugas 9 .ppt industrialisasi dan perkembangan sektor industri
Tugas 9 .ppt industrialisasi dan perkembangan sektor industri
 
9. industrialisasi dan perkembangan sektor industri 5 v abdul hadi (11140742)
9. industrialisasi dan perkembangan sektor industri 5 v abdul hadi (11140742)9. industrialisasi dan perkembangan sektor industri 5 v abdul hadi (11140742)
9. industrialisasi dan perkembangan sektor industri 5 v abdul hadi (11140742)
 
Industrialisasi dan perkembangan sektor industry
Industrialisasi dan perkembangan sektor industryIndustrialisasi dan perkembangan sektor industry
Industrialisasi dan perkembangan sektor industry
 

More from Handiawan Susanto

e-order DKI Jakarta lengkap 2021.pdf
e-order DKI Jakarta lengkap 2021.pdfe-order DKI Jakarta lengkap 2021.pdf
e-order DKI Jakarta lengkap 2021.pdf
Handiawan Susanto
 
12 _muhammad_prophetforoutime_karenarmstrong
12  _muhammad_prophetforoutime_karenarmstrong12  _muhammad_prophetforoutime_karenarmstrong
12 _muhammad_prophetforoutime_karenarmstrong
Handiawan Susanto
 
Sukses berbicara dengan_siapa_saja_-_rosalie_maggio
Sukses berbicara dengan_siapa_saja_-_rosalie_maggioSukses berbicara dengan_siapa_saja_-_rosalie_maggio
Sukses berbicara dengan_siapa_saja_-_rosalie_maggio
Handiawan Susanto
 
Semiotika komunikasi by_indiwan_seto_wahyu_(z-lib.org)
Semiotika komunikasi by_indiwan_seto_wahyu_(z-lib.org)Semiotika komunikasi by_indiwan_seto_wahyu_(z-lib.org)
Semiotika komunikasi by_indiwan_seto_wahyu_(z-lib.org)
Handiawan Susanto
 
Membaca pikiran orang_lewat_bahasa_tubuh
Membaca pikiran orang_lewat_bahasa_tubuhMembaca pikiran orang_lewat_bahasa_tubuh
Membaca pikiran orang_lewat_bahasa_tubuh
Handiawan Susanto
 
Rangka kerja big_data_nre
Rangka kerja big_data_nreRangka kerja big_data_nre
Rangka kerja big_data_nre
Handiawan Susanto
 
Tinjauan big data_terhadap_dampak_covid-19_2020
Tinjauan big data_terhadap_dampak_covid-19_2020Tinjauan big data_terhadap_dampak_covid-19_2020
Tinjauan big data_terhadap_dampak_covid-19_2020
Handiawan Susanto
 
2020 07-07 id-mobility_report_id
2020 07-07 id-mobility_report_id2020 07-07 id-mobility_report_id
2020 07-07 id-mobility_report_id
Handiawan Susanto
 
Hasil survei sosial_demografi_dampak_covid-19_2020
Hasil survei sosial_demografi_dampak_covid-19_2020Hasil survei sosial_demografi_dampak_covid-19_2020
Hasil survei sosial_demografi_dampak_covid-19_2020
Handiawan Susanto
 

More from Handiawan Susanto (10)

e-order DKI Jakarta lengkap 2021.pdf
e-order DKI Jakarta lengkap 2021.pdfe-order DKI Jakarta lengkap 2021.pdf
e-order DKI Jakarta lengkap 2021.pdf
 
12 _muhammad_prophetforoutime_karenarmstrong
12  _muhammad_prophetforoutime_karenarmstrong12  _muhammad_prophetforoutime_karenarmstrong
12 _muhammad_prophetforoutime_karenarmstrong
 
Sukses berbicara dengan_siapa_saja_-_rosalie_maggio
Sukses berbicara dengan_siapa_saja_-_rosalie_maggioSukses berbicara dengan_siapa_saja_-_rosalie_maggio
Sukses berbicara dengan_siapa_saja_-_rosalie_maggio
 
Semiotika komunikasi by_indiwan_seto_wahyu_(z-lib.org)
Semiotika komunikasi by_indiwan_seto_wahyu_(z-lib.org)Semiotika komunikasi by_indiwan_seto_wahyu_(z-lib.org)
Semiotika komunikasi by_indiwan_seto_wahyu_(z-lib.org)
 
Membaca pikiran orang_lewat_bahasa_tubuh
Membaca pikiran orang_lewat_bahasa_tubuhMembaca pikiran orang_lewat_bahasa_tubuh
Membaca pikiran orang_lewat_bahasa_tubuh
 
Rangka kerja big_data_nre
Rangka kerja big_data_nreRangka kerja big_data_nre
Rangka kerja big_data_nre
 
Tinjauan big data_terhadap_dampak_covid-19_2020
Tinjauan big data_terhadap_dampak_covid-19_2020Tinjauan big data_terhadap_dampak_covid-19_2020
Tinjauan big data_terhadap_dampak_covid-19_2020
 
2020 07-07 id-mobility_report_id
2020 07-07 id-mobility_report_id2020 07-07 id-mobility_report_id
2020 07-07 id-mobility_report_id
 
Hasil survei sosial_demografi_dampak_covid-19_2020
Hasil survei sosial_demografi_dampak_covid-19_2020Hasil survei sosial_demografi_dampak_covid-19_2020
Hasil survei sosial_demografi_dampak_covid-19_2020
 
TMA
TMATMA
TMA
 

Recently uploaded

hubungan-perusahaan-dengan-stakeholder-lintas-budaya-dan-pola-hidup-audit-sos...
hubungan-perusahaan-dengan-stakeholder-lintas-budaya-dan-pola-hidup-audit-sos...hubungan-perusahaan-dengan-stakeholder-lintas-budaya-dan-pola-hidup-audit-sos...
hubungan-perusahaan-dengan-stakeholder-lintas-budaya-dan-pola-hidup-audit-sos...
hanhan140379
 
Khutbah Jum'at, RASULULLAH BERANGKAT BERUMRAH DAN BERHAJI MULAI BULAN DZULQA'...
Khutbah Jum'at, RASULULLAH BERANGKAT BERUMRAH DAN BERHAJI MULAI BULAN DZULQA'...Khutbah Jum'at, RASULULLAH BERANGKAT BERUMRAH DAN BERHAJI MULAI BULAN DZULQA'...
Khutbah Jum'at, RASULULLAH BERANGKAT BERUMRAH DAN BERHAJI MULAI BULAN DZULQA'...
GalihHardiansyah2
 
Grass Block Untuk Carport Pengiriman ke Klojen
Grass Block Untuk Carport Pengiriman ke KlojenGrass Block Untuk Carport Pengiriman ke Klojen
Grass Block Untuk Carport Pengiriman ke Klojen
PavingBlockBolong
 
17837355 pemantauan dan pengendalian.ppt
17837355 pemantauan dan pengendalian.ppt17837355 pemantauan dan pengendalian.ppt
17837355 pemantauan dan pengendalian.ppt
aciambarwati
 
PPT BIMTEK STRATEGI PEMBELAJARAN EFEKTIF.pptx
PPT BIMTEK STRATEGI PEMBELAJARAN EFEKTIF.pptxPPT BIMTEK STRATEGI PEMBELAJARAN EFEKTIF.pptx
PPT BIMTEK STRATEGI PEMBELAJARAN EFEKTIF.pptx
MiscoTamaela1
 
PENGARUH PERCEIVED USEFULNESS, PERCEIVED EASE OF USE, DAN PERCEIVED RISK TERH...
PENGARUH PERCEIVED USEFULNESS, PERCEIVED EASE OF USE, DAN PERCEIVED RISK TERH...PENGARUH PERCEIVED USEFULNESS, PERCEIVED EASE OF USE, DAN PERCEIVED RISK TERH...
PENGARUH PERCEIVED USEFULNESS, PERCEIVED EASE OF USE, DAN PERCEIVED RISK TERH...
helenenolaloren
 
10. Bab tentang Anuitas - Matematika ekonomi.pptx
10. Bab tentang Anuitas - Matematika ekonomi.pptx10. Bab tentang Anuitas - Matematika ekonomi.pptx
10. Bab tentang Anuitas - Matematika ekonomi.pptx
RahmanAnshari3
 
Jasa Cuci Sofa Terdekat Bogor Barat Bogor.PDF
Jasa Cuci Sofa Terdekat Bogor Barat Bogor.PDFJasa Cuci Sofa Terdekat Bogor Barat Bogor.PDF
Jasa Cuci Sofa Terdekat Bogor Barat Bogor.PDF
Rajaclean
 
AUDIT II KELOMPOK 9_indrioktuvianii.pptx
AUDIT II KELOMPOK 9_indrioktuvianii.pptxAUDIT II KELOMPOK 9_indrioktuvianii.pptx
AUDIT II KELOMPOK 9_indrioktuvianii.pptx
indrioktuviani10
 
ppt metodologi penelitian bisnis digital Al faiz
ppt metodologi penelitian bisnis digital Al faizppt metodologi penelitian bisnis digital Al faiz
ppt metodologi penelitian bisnis digital Al faiz
Alfaiz21
 
bauran pemasaran- STP-segmen pasar-positioning
bauran pemasaran- STP-segmen pasar-positioningbauran pemasaran- STP-segmen pasar-positioning
bauran pemasaran- STP-segmen pasar-positioning
wear7
 
pph pasal 4 ayat 2 belajar ( pph Final ).ppt
pph pasal 4 ayat 2  belajar ( pph Final ).pptpph pasal 4 ayat 2  belajar ( pph Final ).ppt
pph pasal 4 ayat 2 belajar ( pph Final ).ppt
mediamandirinusantar
 
SUNDABET DAFTAR SLOT ONLINE GACOR MAXWIN
SUNDABET DAFTAR SLOT ONLINE GACOR MAXWINSUNDABET DAFTAR SLOT ONLINE GACOR MAXWIN
SUNDABET DAFTAR SLOT ONLINE GACOR MAXWIN
SUNDABET
 
BAB 8 Teori Akuntansi dan Konsekuensi Ekonomi.pptx
BAB 8 Teori Akuntansi dan Konsekuensi Ekonomi.pptxBAB 8 Teori Akuntansi dan Konsekuensi Ekonomi.pptx
BAB 8 Teori Akuntansi dan Konsekuensi Ekonomi.pptx
arda89
 
kinerja penyusunan anggaran organisasi yang baik
kinerja penyusunan anggaran organisasi yang baikkinerja penyusunan anggaran organisasi yang baik
kinerja penyusunan anggaran organisasi yang baik
HalomoanHutajulu3
 
PPT METODOLOGI PENELITIAN MUHAMMAD IQBAL.pdf
PPT METODOLOGI PENELITIAN MUHAMMAD IQBAL.pdfPPT METODOLOGI PENELITIAN MUHAMMAD IQBAL.pdf
PPT METODOLOGI PENELITIAN MUHAMMAD IQBAL.pdf
MuhammadIqbal24956
 
POWER POIN MATERI KELAS XI BAB IV (3).pptx
POWER POIN MATERI KELAS XI BAB IV (3).pptxPOWER POIN MATERI KELAS XI BAB IV (3).pptx
POWER POIN MATERI KELAS XI BAB IV (3).pptx
EchaNox
 
Strategi pemasaran dalam bisnis ritel diperusahaan
Strategi pemasaran dalam bisnis ritel diperusahaanStrategi pemasaran dalam bisnis ritel diperusahaan
Strategi pemasaran dalam bisnis ritel diperusahaan
fatamorganareborn88
 
PERTEMUAN 1 ; PENGANTAR DIGITAL MARKETING PERTANIAN.pptx
PERTEMUAN 1 ; PENGANTAR DIGITAL MARKETING PERTANIAN.pptxPERTEMUAN 1 ; PENGANTAR DIGITAL MARKETING PERTANIAN.pptx
PERTEMUAN 1 ; PENGANTAR DIGITAL MARKETING PERTANIAN.pptx
AzisahAchmad
 
studi kelayakan bisnis (desaian studi kelayakan).ppt
studi kelayakan bisnis (desaian studi kelayakan).pptstudi kelayakan bisnis (desaian studi kelayakan).ppt
studi kelayakan bisnis (desaian studi kelayakan).ppt
SendowoResiden
 

Recently uploaded (20)

hubungan-perusahaan-dengan-stakeholder-lintas-budaya-dan-pola-hidup-audit-sos...
hubungan-perusahaan-dengan-stakeholder-lintas-budaya-dan-pola-hidup-audit-sos...hubungan-perusahaan-dengan-stakeholder-lintas-budaya-dan-pola-hidup-audit-sos...
hubungan-perusahaan-dengan-stakeholder-lintas-budaya-dan-pola-hidup-audit-sos...
 
Khutbah Jum'at, RASULULLAH BERANGKAT BERUMRAH DAN BERHAJI MULAI BULAN DZULQA'...
Khutbah Jum'at, RASULULLAH BERANGKAT BERUMRAH DAN BERHAJI MULAI BULAN DZULQA'...Khutbah Jum'at, RASULULLAH BERANGKAT BERUMRAH DAN BERHAJI MULAI BULAN DZULQA'...
Khutbah Jum'at, RASULULLAH BERANGKAT BERUMRAH DAN BERHAJI MULAI BULAN DZULQA'...
 
Grass Block Untuk Carport Pengiriman ke Klojen
Grass Block Untuk Carport Pengiriman ke KlojenGrass Block Untuk Carport Pengiriman ke Klojen
Grass Block Untuk Carport Pengiriman ke Klojen
 
17837355 pemantauan dan pengendalian.ppt
17837355 pemantauan dan pengendalian.ppt17837355 pemantauan dan pengendalian.ppt
17837355 pemantauan dan pengendalian.ppt
 
PPT BIMTEK STRATEGI PEMBELAJARAN EFEKTIF.pptx
PPT BIMTEK STRATEGI PEMBELAJARAN EFEKTIF.pptxPPT BIMTEK STRATEGI PEMBELAJARAN EFEKTIF.pptx
PPT BIMTEK STRATEGI PEMBELAJARAN EFEKTIF.pptx
 
PENGARUH PERCEIVED USEFULNESS, PERCEIVED EASE OF USE, DAN PERCEIVED RISK TERH...
PENGARUH PERCEIVED USEFULNESS, PERCEIVED EASE OF USE, DAN PERCEIVED RISK TERH...PENGARUH PERCEIVED USEFULNESS, PERCEIVED EASE OF USE, DAN PERCEIVED RISK TERH...
PENGARUH PERCEIVED USEFULNESS, PERCEIVED EASE OF USE, DAN PERCEIVED RISK TERH...
 
10. Bab tentang Anuitas - Matematika ekonomi.pptx
10. Bab tentang Anuitas - Matematika ekonomi.pptx10. Bab tentang Anuitas - Matematika ekonomi.pptx
10. Bab tentang Anuitas - Matematika ekonomi.pptx
 
Jasa Cuci Sofa Terdekat Bogor Barat Bogor.PDF
Jasa Cuci Sofa Terdekat Bogor Barat Bogor.PDFJasa Cuci Sofa Terdekat Bogor Barat Bogor.PDF
Jasa Cuci Sofa Terdekat Bogor Barat Bogor.PDF
 
AUDIT II KELOMPOK 9_indrioktuvianii.pptx
AUDIT II KELOMPOK 9_indrioktuvianii.pptxAUDIT II KELOMPOK 9_indrioktuvianii.pptx
AUDIT II KELOMPOK 9_indrioktuvianii.pptx
 
ppt metodologi penelitian bisnis digital Al faiz
ppt metodologi penelitian bisnis digital Al faizppt metodologi penelitian bisnis digital Al faiz
ppt metodologi penelitian bisnis digital Al faiz
 
bauran pemasaran- STP-segmen pasar-positioning
bauran pemasaran- STP-segmen pasar-positioningbauran pemasaran- STP-segmen pasar-positioning
bauran pemasaran- STP-segmen pasar-positioning
 
pph pasal 4 ayat 2 belajar ( pph Final ).ppt
pph pasal 4 ayat 2  belajar ( pph Final ).pptpph pasal 4 ayat 2  belajar ( pph Final ).ppt
pph pasal 4 ayat 2 belajar ( pph Final ).ppt
 
SUNDABET DAFTAR SLOT ONLINE GACOR MAXWIN
SUNDABET DAFTAR SLOT ONLINE GACOR MAXWINSUNDABET DAFTAR SLOT ONLINE GACOR MAXWIN
SUNDABET DAFTAR SLOT ONLINE GACOR MAXWIN
 
BAB 8 Teori Akuntansi dan Konsekuensi Ekonomi.pptx
BAB 8 Teori Akuntansi dan Konsekuensi Ekonomi.pptxBAB 8 Teori Akuntansi dan Konsekuensi Ekonomi.pptx
BAB 8 Teori Akuntansi dan Konsekuensi Ekonomi.pptx
 
kinerja penyusunan anggaran organisasi yang baik
kinerja penyusunan anggaran organisasi yang baikkinerja penyusunan anggaran organisasi yang baik
kinerja penyusunan anggaran organisasi yang baik
 
PPT METODOLOGI PENELITIAN MUHAMMAD IQBAL.pdf
PPT METODOLOGI PENELITIAN MUHAMMAD IQBAL.pdfPPT METODOLOGI PENELITIAN MUHAMMAD IQBAL.pdf
PPT METODOLOGI PENELITIAN MUHAMMAD IQBAL.pdf
 
POWER POIN MATERI KELAS XI BAB IV (3).pptx
POWER POIN MATERI KELAS XI BAB IV (3).pptxPOWER POIN MATERI KELAS XI BAB IV (3).pptx
POWER POIN MATERI KELAS XI BAB IV (3).pptx
 
Strategi pemasaran dalam bisnis ritel diperusahaan
Strategi pemasaran dalam bisnis ritel diperusahaanStrategi pemasaran dalam bisnis ritel diperusahaan
Strategi pemasaran dalam bisnis ritel diperusahaan
 
PERTEMUAN 1 ; PENGANTAR DIGITAL MARKETING PERTANIAN.pptx
PERTEMUAN 1 ; PENGANTAR DIGITAL MARKETING PERTANIAN.pptxPERTEMUAN 1 ; PENGANTAR DIGITAL MARKETING PERTANIAN.pptx
PERTEMUAN 1 ; PENGANTAR DIGITAL MARKETING PERTANIAN.pptx
 
studi kelayakan bisnis (desaian studi kelayakan).ppt
studi kelayakan bisnis (desaian studi kelayakan).pptstudi kelayakan bisnis (desaian studi kelayakan).ppt
studi kelayakan bisnis (desaian studi kelayakan).ppt
 

Kadin indonesia20120608101837

  • 1. Advancing Indonesia's Civil Society in Trade and Investment Climate (ACTIVE) Programme Policy Paper 2 1 EKSPOR DAN DAYA SAING Pendahuluan Ekspor sangat penting bagi perekonomian Indonesia untuk dua hal, yakni sebagai sumber utama devisa yang diperlukan terutama untuk pendanaan impor kebutuhan industri dalam negeri (bahan baku, komponen, dan barang-barang modal serta perantara) dan masyarakat (barang-barang jadi), dan sebagai salah satu motor penggerak pertumbuhan ekonomi, yang berarti juga peningkatan kesempatan kerja dan pengurangan kemiskinan. Peran ekspor yang sangat krusial ini disadari oleh pemerintah Indonesia sejak era Orde Baru, walaupun pada waktu itu awalnya perhatian lebih diberikan pada pertumbuhan ekspor komoditas-komoditas primer, khususnya minyak dan gas. Pada saat itu, tingkat diversifikasi (pasar maupun produk) dan pendalaman ekspor nasional masih sangat lemah. Namun, sejak berakhirnya era oil boom pada awal dekade 80-an, mulai ada perhatian terhadap perkembangan ekspor non-primer, khususnya manufaktur, yang ditandai oleh pergeseran di dalam strategi industrialisasi dari kebijakan substitusi impor ke kebijakan promosi ekspor. Krisis keuangan Asia pada periode 1997-98 dan ketidakstabilan harga-harga dari sejumlah komoditas primer di pasar internasional semakin memaksa pemerintah Indonesia untuk lebih memfokuskan perhatian pada perkembangan ekspor manufaktur. Namun hingga saat ini, berdasarkan laporan tahunan dari WTO dan UNCTAD, Indonesia sebagai sebuah ekonomi besar (dalam arti kekayaan sumber daya alam dan sumber daya manusia) masih belum mampu menjadi bagian dari sepuluh besar negara-negara eksportir dunia. Misalnya berdasarkan data WTO (2010) China yang lebih belakangan memulai pembangunan ekonominya menduduki posisi teratas dengan nilai total ekspornya tercatat mencapai 1.202 miliar dollar AS atau menyumbang sekitar 9,6 persen dari nilai total ekspor dunia, disusul kemudian oleh Jerman di posisi kedua, Amerika Serikat (AS) di posisi ketiga, dan Jepang di posisi keempat. Sementara Indonesia berada di peringkat ke 30 dengan nilai total ekspornya hanya 120 miliar dollar AS atau pangsa dunianya hanya 1 persen. Bahkan di dalam kelompok ASEAN, Indonesia bukan negara eksportir terbesar. Pada tahun 2008, misalnya, Indeks Intensitas Ekspor Indonesia 3,54, yang adalah terendah setelah Viet Nam dengan 2,91. Sedangkan Malaysia 4,61 dan Thailand 4,04 (Widyasanti, 2010). Juga di lihat dari diversifikasi produk-produk ekspor menurut teknologi, Indonesia masih lemah, karena hingga saat ini produk-produk manufaktur sebagai ekspor unggulan Indonesia masih sama saja
  • 2. Advancing Indonesia's Civil Society in Trade and Investment Climate (ACTIVE) Programme Policy Paper 2 2 seperti dekade-dekade sebelumnya, yakni tekstil dan pakaian jadi, produk-produk dari kulit termasuk alas kaki, dan produk-produk dari kayu, bamboo dan rotan, termasuk meubel (Tambunan, 2011a,b). Kinerja Indonesia yang masih relatif buruk dalam ekspor, terutama ekspor manufaktur, membuat banyak kalangan pesimis akan kemampuan Indonesia untuk unggul, atau bahkan untuk dapat bertahan, di dalam era globalisasi ekonomi dan liberalisasi perdagangan dunia saat ini dan ke depan. Rasa pesimis ini diperkuat dengan hasil simulasi dari banyak penelitian (antara lain, Feridhanusetyawan, dkk., 2000; Feridhanusetyawan dan Pangestu, 2002; Oktaviani, dkk., 2008) yang memang menunjukkan bahwa Indonesia adalah pihak yang dirugikan, atau paling tidak bukan ekonomi yang paling diuntungkan dari era perdagangan dunia tanpa hambatan. Juga penelitian-penelitian (antara lain, Pambudi dan Chandra, 2006; Hutabarat, dkk., 2007; Tambunan dan Suparyati, 2009) mengenai keuntungan yang Indonesia bisa dapatkan dari kesepakatan perdagangan bebas antara ASEAN dengan China (CAFTA) tidak memberikan alasan yang kuat untuk optimis. Sekarang pertanyaannya adalah: faktor- faktor apa saja yang selama ini menjadi penghambat utama perkembangan ekspor Indonesia, khususnya dari sektor manufaktur? Apakah karena kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak mendukung atau yang menciptakan distorsi pasar, atau karena faktor-faktor lainnya yang tidak dipengaruhi langsung oleh kebijakan-kebijakan ekonomi (seperti kebijakan perdagangan, kebijakan investasi, kebijakan industry, kebijakan pertanian, kebijakan moneter, dan kebijakan fiskal)? Tujuan utama dari policy paper ini adalah untuk mencoba menjawab pertanyaan tersebut di atas yakni menganalisis faktor-faktor yang menentukan tingkat daya saing ekspor Indonesia, dengan memberi perhatian khusus pada kebijakan perdagangan (khususnya ekspor) dan kebijakan-kebijakan lainnya yang mempengaruhi secara tidak langsung kinerja ekspor Indonesia. Faktor-faktor Penentu Daya Saing dan Kinerja Ekspor Pertumbuhan dan perkembangan (diversifikasi pasar serta produk dan pendalaman) ekspor dipengaruhi secara bersamaan oleh banyak faktor, yang menurut sifatnya (endogen/bisa dikontrol versus eksogen/tidak bisa dikontrol) bisa dikelompokkan ke dalam dua kategori, yakni faktor-faktor di sisi permintaan dan faktor-faktor di sisi penawaran (Gambar 1). Faktor-faktor di sisi permintaan bersifat eksogen bagi Indonesia, termasuk perubahan harga di pasar internasional untuk semua produk yang Indonesia ekspor. Karena menurut laporan tahunan dari WTO, berdasarkan sumbangannya terhadap nilai total ekspor dunia, Indonesia hingga saat ini tidak termasuk negara-negara eksportir penting untuk hampir semua barang dan jasa yang diperdagangkan secara internasional. Jadi dalam perdagangan
  • 3. Advancing Indonesia's Civil Society in Trade and Investment Climate (ACTIVE) Programme Policy Paper 2 3 dunia, Indonesia bukan penentu harga, melainkan price taker. Pemerintah Indonesia hanya bisa mempengaruhi harga dalam mata uang asing dari produk-produk ekspor Indonesia lewat perubahan kurs rupiah (devaluasi atau revaluasi). Faktor-faktor yang bersifat endogen bagi Indonesia adalah dari sisi penawaran yang meliputi sumber daya manusia (SDM), ketersediaan/penguasaan teknologi dan kemampuan melakukan inovasi di tingkat perusahaa, pendanaan yakni ketersediaan pinjaman dan skim- skim pendanaan ekspor dan impor dari sektor perbankan dan lembaga keuangan lainnya, ketersediaan bahan baku bukan hanya dalam arti jumlah tetapi juga kualitas dan harga (walaupun untuk faktor satu ini sifat endogennya terbatas), infrastruktur dan logistik dalam kuantitas dan kualitas, pembangunan industri-industri pendukung yang membuat komponen, barang-barang modal dan perantara dan mengolah bahan baku (di dalam model “berlian” mengenai konsep daya saing ekonomi dari M. Porter, industri pendukung termasuk diantara empat pilar utama daya saing), enerji dalam kuantitas, kualitas dan harga, ketersediaan informasi, dan kebijakan khusus ekspor. Gambar 1: Faktor-faktor Penentu Daya Saing dan Kinerja Ekspor di Tingkat Makro (Negara) Sisi Pebawaran Sisi Permintaan Ekspor Permintaan Luar Negeri (LN) Harga LN Jumlah penduduk LN Pendapatan LN SDM: kualitas & upah Kurs rupiah Teknologi & kemampuan inovasi Pendanaan Bahan baku/SDA Infrastruktur & logistik Industri pendukung Enerji Informasi Kebijakan/kesepakatan internasional/regional/ bilateral Kebijakan/peraturan pemerintah Kebijakan ekspor-impor Kebijakan sektoral
  • 4. Advancing Indonesia's Civil Society in Trade and Investment Climate (ACTIVE) Programme Policy Paper 2 4 Yang membuat faktor-faktor di sisi penawaran ini semakin kompleks dari sudut pandang kebijakan pemerintah adalah bahwa masing-masing dari faktor-faktor tersebut mewakili sektor masing-masing, dan ini berarti berbagai kebijakan sektoral secara tidak langsung juga berpengaruh terhadap tingkat daya saing dan kinerja ekspor. Misalnya dalam hal SDM: kebijakan dari Kementerian Pendidikan turut serta mempengaruhi ketersediaan pekerja-pekerja terampil siap pakai bagi perusahaan-perusahaan eksportir. Demikian juga, UU Perburuhan sangat mempengaruhi kondisi pasar tenaga kerja di Indonesia yang berarti juga daya saing perusahaan-perusahaan eksportir, khususnya yang padat karya, seperti industri tekstil dan pakaian jadi dan industri alas kaki. Demikian juga kebijakan moneter, misalnya dalam penentuan suku bunga pinjaman atau nilai tukar rupiah, sangat berpengaruh terhadap kegiatan ekspor. Tingkat suku bunga yang terlalu tinggi membuat biaya produksi meningkat yang berarti mengurangi daya saing harga dari ekspor Indonesia, yang selanjutnya menurunkan permintaan dunia terhadap ekspor Indonesia. Nilai tukar rupiah yang terlalu tinggi juga membuat daya saing harga dari ekspor Indonesia menurun relatif dibandingkan harga dari produk yang sama buatan negara lain. GAMBAR 2: DAYA SAING PRODUK DAN FAKTOR-FAKTOR UTAMA PENENTUNYA DI TINGKAT PERUSAHAAN Daya Saing Produk Daya Saing Perusahaan Faktor-faktor Penentu Daya Saing Perusahaan Keahlian Pekerja Keahlian pengusaha Ketersediaan modal Ketersediaan teknologi Ketersediaan informasi Ketersediaan input lainnya Organisasi dan manajemen yang baik
  • 5. Advancing Indonesia's Civil Society in Trade and Investment Climate (ACTIVE) Programme Policy Paper 2 5 Selain dibedakan menurut sifatnya seperti yang diuraikan di atas tersebut, faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat daya saing dan kinerja ekspor bisa juga dibedakan menurut tingkatnya, yakni pada tingkat makro dan tingkat mikro. Di tingkat makro adalah yang telah dibahas tersebut di atas, yakni faktor-faktor di sisi permintaan dan sisi penawaran yang mempengaruhi daya saing dan kinerja ekspor nasional secara keseluruhan. Sedangkan di tingkat mikro adalah mengenai daya saing ekspor dari sebuah perusahaan secara individu. Tingkat daya saing sebuah perusahaan tercerminkan dari tingkat daya saing dari produk yang dihasilkan oleh perusahaan tersebut. Dalam gilirannya, daya saing dari perusahaan tersebut ditentukan oleh banyak faktor, tujuh diantaranya yang sangat penting adalah: keahlian atau tingkat pendidikan pekerja, keahlian pengusaha, ketersediaan modal, sistem organisasi dan manajemen yang baik (sesuai kebutuhan bisnis), ketersediaan teknologi, ketersediaan informasi, dan ketersediaan input-input lainnya seperti enerji, bahan baku, dan lainnya (Gambar 2). Dua faktor pertama tersebut adalah aspek SDM, yang mana, keahlian pekerja tidak hanya dalam teknik produksi (antara lan disain produk dan proses produksi), tetapi juga teknik pemasaran dan dalam penelitian dan pengembangan (R&D). Sedang keahlian pengusaha terutama adalah wawasan bisnis, dan yang dimaksud di sini adalah wawasan mengenai bisnisnya dan juga lingkungan eksternalnya (antara lain perkembangan saat ini dan ke depan dari pasar ekspor yang dilayani dan juga dari pasar-pasar ekspor lainnya yang belum dilayani, kondisi persaingan (termasuk calon-calon pesaing yang akan muncul), dan segala macam peraturan pemerintah atau dunia (seperti dalam konteks World Trade Organisation (WTO) dalam perdagangan internasional) mengenai perdagangan, produksi dan investasi di bidang bisnisnya. Sedangkan yang dimaksud dengan lingkungan eksternalnya adalah kebijakan- kebijakan ekonomi umum seperti kebijakan moneter, kebijakan fiskal, dan kebijakan perdagangan luar negeri, kecenderungan dari perubahan selera masyarakat, perubahan sosial- budaya yang bisa mempengaruhi dalam jangka panjang permintaan atau persepsi pembeli (masyarakat) terhadap produknya, dan lain-lain). Wawasan pengusaha yang luas juga sangat penting bagi inovasi, dan bukan lagi rahasia umum bahwa inovasi merupakan kunci utama daya saing. Bahkan banyak literatur menyatakan bahwa banyak faktor yang menentukan kemampuan perusahaan melakukan inovasi, diantaranya adalah kreativitas pengusaha, dan yang terakhir ini, pada gilirannya, ditentukan oleh wawasannya mengenai bisnis yang ditekuninnya (Shahid, 2007). Kondisi Perkembangan Ekspor Indonesia: Beberapa Catatan
  • 6. Advancing Indonesia's Civil Society in Trade and Investment Climate (ACTIVE) Programme Policy Paper 2 6 Badan Pusat Statistik pada bulan September 2011 mengumumkan ekspor non-migas pada bulan Juli 2011 tercatat sebanyak 13,26 miliar dollar AS, turun 7,93 persen dibandingkan Juni 2011, namun meningkat jika dibandingkan dengan nilai ekspor bulan Juli 2010. Namun kenaikkan tersebut lebih disebabkan oleh kenaikkan harga di pasar internasional, bukan penambahan volume permintaan dunia terhadap ekspor Indonesia. Nilai Ekspor Indonesia Tahun 2010 – 2011 (Miliar $US) Sumber: BPS, 2010-2011 Menurut BPS, dalam kurun waktu 2006-2010 peningkatan volume ekspor non-migas Indonesia hanya 46,4 persen, lebih rendah dibandingkan dengan peningkatan dari sisi nilai yang tercatat mencapai sekitar 56,5 persen (Kompas, Ekonomi, Rabu, 7 September 2011, halaman 17). Jadi sebenarnya ada masalah di sisi suplai dari ekspor Indonesia, yakni masih banyaknya faktor yang menghambat laju peningkatan volume ekspor non-migas nasional.
  • 7. Advancing Indonesia's Civil Society in Trade and Investment Climate (ACTIVE) Programme Policy Paper 2 7 Volume Ekspor Indonesia Tahun 2010 – 2011 (Juta ton) Sumber: www.bps.go.id [20-01-2012] diolah Hasil pendugaan dengan metode OLS (model double log) menunjukkan bahwa ekspor (x) Indonesia sangat dipengaruhi oleh harga ekspor (p) dan nilai tukar (exchange rate, e), signifikan pada taraf kepercayaan 95%. Secara ekonomi terlihat bahwa respon perubahan nilai tukar terhadap perubahan ekspor Indonesia adalah elastis. Sistem perdagangan Indonesia sebaiknya diberikan suatu mitigasi ekspor, karena krisis Eropa telah mulai terlihat dampaknya pada sektor keuangan. September tahun 2011 lalu, sektor keuangan Indonesia mengalami tekanan sehingga nilai tukar rupiah cenderung melemah terus terhadap mata uang dollar AS, sehingga pada akhirnya akan berdampak pada penurunan kinerja ekspor Indonesia. kepx 052.0252.2716.0420.41ˆ −−+= R2 = 0.774; Adj R2 = 0.752 (1.543) (-7.161) (-0.383) Sedangkan kebijakan pelarangan ekspor (k), secara statistik tidak berbeda nyata dengan nol, tetapi secara ekonomi menurunkan ekspor. Kebijakan pelarangan ekspor untuk row-material secara ekonomi menurunkan nilai ekspor Indonesia. Hal ini ditandai dengan beberapa peraturan Menteri seperti Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengeluarkan Peraturan Menteri No: 07 Tahun 2012 terkait peningkatan nilai tambah mineral dan larangan untuk mengekspor produk-produk pertambangan jenis tertentu dalam kondisi mentah (raw
  • 8. Advancing Indonesia's Civil Society in Trade and Investment Climate (ACTIVE) Programme Policy Paper 2 8 material). Produk pertambangan tertentu dalam kondisi mentah tidak boleh diekspor atau dijual keluar negeri, yang diharapkan akan dapat menguntungkan bagi daerah dan Negara. Peraturan tersebut mewajibkan setiap jenis komoditas tambang mineral logam dan bukan logam tertentu wajib diolah atau dimurnikan, yang merupakan turunan dari Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Kasus lainnya adalah Peraturan Menteri Perdagangan RI No: 36/M-DAG/PER/8/2009, tentang Ketentuan Ekspor Rotan, dimaan Pasal (1) ayat (2) menyebutkan bahwa (a) Rotan Asalan; (b) Rotan W/S dari jenis rotan Taman/Sega dan Irit yang diameternya dibawah 4 mm dan diatas 16 mm; dan (c) Rotan W/S bukan dari jenis rotan Taman/Sega dan Irit, dilarang untuk diekspor. Tentu saja hal ini bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah produk, namun demikian pemerintah harusnya memberikan kelonggaran terkait dengan pelaranagan ekspor raw material tersebut, karena selain sumberdaya manusia, modal, kita juga harus menyiapkan teknologi industri kita dalam rangka untuk mencapai tujuan peningkatan nilai tambah tersebut. Permasalahan Ekspor Indonesia Secara umum beberapa hal yang menjadi permasalahan baru dan klasik bagi perkembangan kinerja ekspor Indonesia, beriku ini adalah uraiannya Tingkat Diversifikasi yang Rendah Indonesia masih sangat lemah dalam diversifikasi produk maupun pasar, padahal ini merupakan salah satu syarat untuk bisa unggul dalam persaingan di pasar dunia yang semakin ketat. Konsentrasi pasar ekspor non-migas nasional hingga saat ini masih yang itu-itu saja; demikian juga ekspor Indonesia masih terkonsentrasi di sejumlah komoditas tertentu yang relatif sama seperti beberapa dekade yang lalu. Hingga saat ini negara-negara tujuan utama ekspor non-migas Indonesia masih yang sama juga seperti Jepang, China, Amerika Serikat (AS), dan India. Misalnya, dari tahun 2006 hingga 2010, Jepang masih diperingkat pertama sebagai pasar utama ekspor non-migas Indonesia, yang nilainya naik dari 12.199 juta dollar AS ke 16.497 juta dollar; sedangkan pada tahun 2011 China mengambil posisi Jepang menjadi peringkat pertama dengan nilai 17.136 juta dollar AS. Pada tahun 2006, AS di posisi kedua dengan nilai 10.683 juta dollar AS dan pada tahun 2011 turun ke posisi ketiga dengan nilai 13.223 juta dollar AS (Kompas, Ekonomi, Sabtu, 4 Januari 2012, halaman 18). Hingga saat ini belum ada peningkatan yang berarti dari ekspor non-migas Indonesia ke pasar lain seperti Eropa, Timur Tengah, Afrika dan Amerika Latin. Hasil penelitian dari Basri dan Rahardja yang dikutip oleh harian Kompas (Opini, Selasa, 27 Juli 2010, halaman 7) menunjukkan bahwa indeks konsentrasi ekspor Indonesia (Herfindahl index) mengalami peningkatan sejak tahun 2003. Ekspor Indonesia masih
  • 9. Advancing Indonesia's Civil Society in Trade and Investment Climate (ACTIVE) Programme Policy Paper 2 9 terkonsetrasi pada komoditas-komoditas primer. Mereka menyimpulkan bahwa ada tiga penyebab utama pola ekspor nasional seperti ini, yakni apresiasi riil dari nilai tular rupiah yang membuat daya saing harga dari ekspor manufaktur Indonesia relatif rendah; kurang inovasi (yang diantaranya kurang dukungan dari perguruan tinggi dan lembaga-lembaga R&D), dan masalah pendanaan ekspor. Ekspor manufaktur Indonesia juga masih didominasi (sekitar 34 persen) oleh mesin dan peralatan listrik, karet, pakaian jadi, serta minyak hewan/nabati. Sementara produk- produk andalan Indonesia tersebut di pasar dunia kian mendapat pesaing yang semakin kuat dari sejumlah negara lain seperti China, Viet Nam dan India. Sejak tahun 2009, Viet Nam mulai menjadi pesaing ketat Indonesia dalam perdagangan pakaian jadi di pasar internasional. Bahkan, Viet Nam lebih maju dalam diversifikasi pasar, yakni mulai menjual ke pasar di luar Asia dan Amerika. Menurut Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), pangsa Viet Nam di impor Uni Eropa (UE) untuk pakaian jadi sekitar 1,26 persen dengan nilai 3,6 miliar euro, sedangkan pangsa Indonesia 1,21 persen dengan nilai 3,46 miliar euro (Kompas, Ekonomi, Rabu, 7 September 2011, halaman 17). Seperti telah dikatakan sebelumnya, ekspor Indonesia masih terkonsentrasi di komoditas-komoditas primer, termasuk pertanian. Namun demikian, Indonesia semakin tergeser dalam bersaing dengan negara-negara yang juga menghasilkan dan mengekspor komoditas-komoditas pertanian yang sama. Menurut Rina Oktaviani (Kompas, Ekonomi, Senin, 31 Oktober 2011, halaman 19), daya saing ekspor Indonesia, termasuk pertanian semakin memburuk, dan Indonesia belum bisa memanfaatkan secara optimal adanya area perdagangan bebas (FTA) termasuk ASEAN dengan China. Menurutnya, kendala-kendala yang dihadapi Indonesia dalam meningkatkan daya saing ekspornya adalah diantaranya mencakup buruknya infrastruktur fisik (kualitas maupun volume), kurangnya pasokan energi, ekonomi biaya tinggi di jalur distribusi, biaya pelabuhan yang besar, masalah kelembagaan/birokrasi yang masih kurang efisien, manajemen rantai pasok produk pertanian ekspor yang masih lemah, terbatasnya akses ke informasi, besarnya biaya peningkatan standar mutu, dan terbatasnya akses ke kerdit bank dan sumber-sumber pendanaan lainnya. Tekstil dan produk-produknya, termasuk pakaian jadi (TPT) merupakan salah satu ekspor tradisional Indonesia dari sektor manufaktur. Dengan pengalaman yang panjang dalam industri dan ekspor TPT, sebenarnya sekarang ini Indonesia harus menjadi salah satu eksportir besar TPT di dunia. Namun, sekarang ini Indonesia cenderung semakin tergeser oleh pendatang-pendatang baru di pasar internasional. Salah satu kendala serius yang dihadapi oleh industri TPT nasional yang sebenarnya sudah klasik adalah kondisi mesin yang sudah tua yang tidak bisa diharapkan bisa menghasilkan TPT dengan efisien dan berdaya saing tinggi. Menurut Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Benny Soetrisno, sulitnya mendapatkan pendanaan dari bank dan sumber-sumber formal pendanaan lainnya merupakan
  • 10. Advancing Indonesia's Civil Society in Trade and Investment Climate (ACTIVE) Programme Policy Paper 2 10 salah satu (kalau bukan utama) penyebnya. Berdasarkan data dari The Japan Textiles Importers Association (Kompas, Bisnis & Keuangan, Selasa, 24 Februari 2009, halaman 18), dari total TPT yang diekspor ASEAN ke Jepang pada tahun 2008, nilai dari Indonesia tercatat sebanyak 135 juta dollar AS, sedangkan dari Myanmar, negara anggota yang jauh lebih kecil dan tingkat kemajuan ekonominya jauh lebih rendah dibandingkan dengan Indonesia, tercatat sebanyak 133 juta dollar AS, Thailand 240 juta dollar AS, dan Viet Nam sangat tinggi mencapai 838 juta dollar AS. Keterbatasan Informasi Masalah lainnya yang juga sering disebut-sebut di media masa maupun seminar- seminar akademi adalah keterbatasan informasi, baik mengenai kondisi dan potensi pasar ekspor dan pasar input, maupun mengenai kebijakan-kebijakan atau peraturan-peraturan pemerintah dan kesepakatan-kesepakatan di tingkat regional (misalnya di dalam konteks ASEAN dan APEC) maupun internasional (misalnya WTO) mengenai perdagangan dan investasi antar negara. Belakangan ini salah satu perubahan di dalam negeri yang sering mengganggu kelancaran ekspor dan impor adalah perubahan kode komoditas. Dalam rangka mengharmonisasikan sistem pencatatan komoditas ekspor dan impor (HS) untuk memberikan keseragaman dalam penggolongan barang untuk penetapan tarif kepabeanan secara global, dan untuk menjembatani perbedaan sistem klasifikasi tarif antarnegara , serta untuk memudahkan pengumpulan, pembuatan, dan analisis statistik perdagangan, saat ini sekitar 30 persen (atau sekitar 25.000) kode komoditas telah berubah, yang mengacu pada buku tarif kepabeanan terbaru yakni tahun 2012 (Kompas, Ekonomi, Kamis, 16 Februari 2012). Perubahan kode ini tentu adalah sesuatu yang positif. Hanya saja masalahnya, informasi mengenai perubahan kode tersebut tidak sampai ke semua eksportir dan importir, sehingga membuat dokumen ekspor-impor banyak yang ditolak oleh pihak bea cukai karena salah menyebutkan kode HS. Dampak selanjutnya adalah tertahannya banyak barang dipelabuhan yang jelas merugikan pelaku bisnis bersangkutan. Juga perubahan tersebut menyulitkan banyak pengusaha yang pemahaman analis berbeda baik antar individu pelaku usaha maupun antara pengusaha dan pihak bea cukai. Implementasi FTZ dan KEK yang Belum Optimal Implementasi kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas (FTZ), khususnya di pulau Batam, termasuk Bintan dan Karimun (atau BBK), yang sudah berjalan sejak awal April 2009 lalu, masih belum optimal. Bahkan banyak pengusaha, khususnya pelaku industri dan eksportir menilai bahwa regulasi pabean di BBK sangat rumit dan justru mempersulit atau memperlambat kelancaran usaha mereka. Banyak peraturan pemerintah, khususnya yang
  • 11. Advancing Indonesia's Civil Society in Trade and Investment Climate (ACTIVE) Programme Policy Paper 2 11 dikeluarkan oleh Menteri Keuangan, yang maksud baik, namun di lapangan sering terjadi ”kesemerawutan” akibat dua hal utama, yakni: tidak adanya koordinasi yang baik dari semua dinas pemerintah daerah terkait, dan kurangnya sosialisasi semua peraturan mengenai penerapan FTZ di BBK. Misalnya, Peraturan Pemerintah (PP) No.2/2009 yang mengatur barang-barang apa saja yang boleh masuk ke BBK dari luar wilayah yang bebas bea. Maksudnya baik agar tidak terjadi penyalah-gunaan fasilitas bebas bea tersebut untuk barang- barang yang bukan input bagi kegiatan industri di BBK. Namun menurut PP tersebut, setiap importir membuat sebuah daftar jenis-jenis barang dan volumnya yang akan diimpor selama satu tahun ke depan. Hal ini ternyata menyulitkan banyak industri khususnya industri-industri yang inputnya sangat beragam hingga 12 digit nomor kode HS. Misalnya perusahaan- perusahaan elektronik harus membeli dari luar wilayah mulai dari kabel, sekrup, hingga sirkuit terpadu (Kompas, Bisnis & Keuangan, 1 Juni 2009, halaman 21). Pelaksanaan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di dalam negeri yang telah di tetapkan di hampir semua provinsi juga belum optimal. Secara potensial, pelaksanaan KEK yang optimal sangat membantu kemajuan ekspor Indonesia. Namun, disahkannya Undang-Undang KEK pada 14 September 2009 lalu tidak serta-merta membuat Indonesia menjadi salah satu negara favorit tujuan penanaman modal asing (PMA). Salah satunya adalah Indonesia masih terbelakang dalam membangun KEK dibandingkan negara-negara lain yang juga memiliki KEK, khususnya China, yang sudah merintis konsep KEK sejak dekade 70-an. Masalah serius yang dihadapi oleh Indonesia dalam pelaksanaan KEK adalah yang terkait dengan pembebasan lahan. Padahal salah satu fasilitas penting yang membedakan antara KEK dengan wilayah non-KEK adalah kemudahan memperoleh hak atas tanah. Selain itu, keterbatasan infrastruktur, bukan di dalam KEK namun di luar sekitar KEK, yang penting untuk menghubungi KEK dengan sumber-sumber pasokan bahan baku dan pelabuhan-pelabuhan utama yang melayani perdagangan internasional (Kompas, Bisnis & Keuangan, Rabu, 30 September 2009, halaman 21). Kondisi Infrastruktur dan Logistik yang Buruk. Sudah banyak diskusi dan laporan yang menunjukkan bahwa Indonesia merupakan salah satu ekonomi yang buruk dalam hal infrastruktur dan logistik. Hasil survei tahunan mengenai daya saing global dari negara-negara di dunia dari World Economic Forum (WEF) menunjukkan bahwa untuk periode 2011-2012, Indonesia berada di posisi ke 76 dari 142 negara yang disurvei. Berdasarkan opini para pimpinan perusahaan yang disurvei, keterbatasan infrastruktur (dalam arti volume dan kualitas) merupakan kendala utama bagi hampir 10 persen dari jumlah responden (85 pengusaha/manajer/ceo). Sangat mungkin sekali bahwa buruknya infrastruktur dan mahalnya logistik selama ini sebagai salah satu penyebab
  • 12. Advancing Indonesia's Civil Society in Trade and Investment Climate (ACTIVE) Programme Policy Paper 2 12 utama rendahnya daya saing dan kinerja ekspor non-migas (khususnya manufaktur) Indonesia. Menurut laporan di Harian Kompas (Ekonomi, Kamis 2 Februari 2012), sebesar 14,08 persen dari harga jual bertumpu pada beban biaya logistik, dan sekitar 66,8 persen adalah biaya transportasi, mulai dari angkut barang dari gudang hingga distribusi, dan besarnya beban biaya ini terutama karena kombinasi antara keterbatasan jalan raya dan fasilitas angkutan. Ketergantungan pada Impor Bahan Baku dan Komponen yang Tinggi Salah satu yang membuat Indonesia tidak bisa menikmati secara penuh hasil ekspor selama ini adalah besarnya ketergantungan pada impor bahan baku yang telah diolah, komponen, barang modal dan alat produksi. Satu bukti nyata adalah pada saat krisis keuangan Asia 1997/98. Secara teori, depresiasi rupiah yang sejak Agustus 1997 hingga Mei 1998 sudah melebihi 500 persen bisa membuat ekspor Indonesia meningkat secara signifikan. Tentu teori ini berlaku dengan asumsi bahwa faktor-faktor penentu ekspor lainnya mendukung. Namun fakta menunjukkan bahwa pada saat rupiah jatuh selama periode tersebut, ekspor Indonesia tidak mengalami peningkatan yang pesat, terutama manufaktur, dan hal ini disebabkan oleh kandungan impor yang sangat tinggi dari semua ekspor manufaktur Indonesia. Penyebab utama tingginya ketergantungan ekspor non-migas Indonesia pada impor adalah masih sangat lemahnya industry-industri pendukung di dalam negeri yang membuat komponen, mesin- mesin, alat-alat produksi dan bahan-bahan baku siap pakai. Kesimpulan dan Rekomendasi Kebijakan Diversifikasi ekspor baik produk maupun pasar tujuan harus terus diupayakan untuk mengurangi kerentanan ekspor Indonesia terhadap gejolak-gejoka ekonomi regional (seperti kelesuhan ekonomi di zona euro dan di AS) dan terhadap ketidakstabilan harga-harga komoditas primer di pasar internasional. Dukungan pemerintah terhadap upaya diversifikasi ekspor bisa dalam berbagai bentuk, termasuk stabilisasi nilai tukar rupiah (khususnya mencegah apresiasi riil rupiah yang terlalu besar yang menurunkan daya saing harga dari ekspor manufaktur Indonesia), stabilitas harga, dukungan dana dengan suku bunga murah terutama untuk peningkatan produksi dan inovasi, insentif untuk menstimulasi kerjasama antara universitas dan lembaga R&D dengan perusahaan-perusahaan eksportir, bantuan promosi untuk tujuan pasar-pasar baru (dukungan aktif dari perwakilan Indonesia/KBRI di negara-negara tujuan ekspor sangat diperlukan), keamanan dan kepastian hukum, dan perlindungan hak cipta. Faktor-faktor yang selama ini menghambat kelancaran ekspor dan upaya peningkatan daya saing produk ekspor Indonesia harus dihilangkan, seperti buruknya infrastruktur, keterbatasan fasilitas transportasi berkualitas tinggi dan efisien, tingginya biaya logistik,
  • 13. Advancing Indonesia's Civil Society in Trade and Investment Climate (ACTIVE) Programme Policy Paper 2 13 kelembagaan dan birokrasi pemerintah yang masih belum efisien, jalur dan sistem disribusi yang menimbukan ekonomi biaya tinggi, pasokan energi yang sering terganggu, manajemen rantai pasok produk pertanian ekspor yang masih lemah, terbatasnya akses ke informasi, besarnya biaya peningkatan standar mutu, dan keterbatasan pendanaan dari perbankan. Upaya sosialisasi kepada semua eksportir dan usaha-usaha terkait dari semua kesepakatan perdagangan bebas pemerintah Indonesia dengan negara-negara lain seperti di dalam konteks AFTA dan APEC, maupun kesepakatan-kesepakatan di dalam WTO, dan kebijakan-kebijakan lainnya yang mempengaruhi ekspor secara langsung maupun tidak langsung seperti harmonisasi sistem pencatatan komoditas ekspor dan impor (HS) perlu ditingkatkan lewat semua mode media yang ada, seperti surat kabar, televisi, radio, majalah, surat edaran, website resmi, dan lainnya. Implementasi FTZ dan KEK perlu dioptimalkan. Segala rintangan yang menghambat kelancaran pelaksanaan FTZ dan KEK seperti pasokan energi yang sering teranggu, infrastruktur yang belum mencukupi, dan regulasi pabean yang masih rumit perlu segera dihilangkan. Perlu keseriusan dalam membangun industri-industri pendukung ekspor untuk mengurangi ketergantungan industri-industri ekspor terhadap impor bahan baku siap pakai dan komponen. Pembangunan industri-industri pendukung harus menjadi salah satu komponen penting dari kebijakan promosi ekspor. Perlu kebijakan promosi ekspor dengan pendekatan ”cluster”, yang mana terjalin kerjasama yang erat antar semua pihak terkait yakni perusahaan eksportir, perusahaan importir, bank dan lembaga keuangan lainnya, departemen pemerintah, distributor, lembaga promosi, media, universitas dan lembaga R&D, Kadin, asosiasi bisnis, pemasok bahan baku, energi dan input lainnya, penyedia transportasi, dan industri pendukung, dan lainnya Usaha kecil dan menengah yang mempunyai potensi besar sebagai eksportir perlu mendapatkan perhatian khusus, antara lain memperbesar akses mereka ke fasilitas-fasilitas perdagangan, informasi (termasuk penggunaan teknologi informasi dan kounikasi), pendanaan, bahan baku, dan sumber-sumber inovasi (seperti kerjasama dalam R&D dengan universitas dan lembaga R&D), dan bantuan kegiatan promosi. Kebijakan-kebijakan atau peraturan-peraturan yang bersifat ”dadakan” dan inkonsisten yang berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap kelancaran kegiatan ekspor dan daya saing ekspor Indonesia perlu dihilangkan. Dalam rangka mengantisipasi dilaksanakannya peraturan tentang larangan ekspor raw material, sebaiknya pemerintah melakukan sosisalisasi kepada setiap industri terkait, agara perusahaan dalam hal ini dapat mempersiapkan diri, sehingga nilai ekspor dan tentu saja nilai tambah produk menjadi lebih besar. Karena persiapan tersebut membutuhkan waktu yang tidak singkat, maka disarakan kepada pemerintah untuk dapat memberikan kelonggaran waktu untuk beberapa jenis pengolahan produk tertentu.
  • 14. Advancing Indonesia's Civil Society in Trade and Investment Climate (ACTIVE) Programme Policy Paper 2 14 Daftar Pustaka Feridhanusetyawan, Tubagus dan Mari Pangestu (2002), ‘Indonesian Trade Liberalization: Estimating the Gains’, Working Paper 02.02, November, Adelaide: CIES, University of Adelaide, Feridhanusetyawan, Tubagus; Mari Pangestu; dan Erwidodo (2000), ‘Effects of AFTA and APEC Trade Policy Reforms on Indonesian Agriculture’, Working Paper 00.01, Oktober, Adelaide: CIES, University of Adelaide, Hutabarat, Budiman, M. Husein Sawit, Saktyanu K.D., Helena J. Purba, Wahida dan Sri Nuryanti (2007), ‘Analisis Kesepakatan Perdagangan Bebas Indonesia-China dan Kerjasama AFTA serta Dampaknya Terhadap Perdagangan Komoditas Pertanian Indonesia, Laporan Akhir dari Penelitian TA 2007, Bogor: Pusat Analisa Kebijakan Pertanian dan Ekonomi-Sosial, dan Lembaga Penelitian, Departemen Pertanian, Jakarta. Oktaviani, Rina, Eka Puspitawati, dan Haryadi (2008), ‘Impacts of ASEAN Agricultural Trade Liberalization on ASEAN-6 Economies and Income Distribution in Indonesia’, Asia-Pacific Research and Training Network on Trade Working Paper Series, No. 51, Januari, Bangkok: UN-ESCAP. Pambudi, Daniel dan Alexander C. Chandra (2006), Dampak Kesepakatan Perdagangan Bebas Bilateral ASEAN-China terhadap Perekonomian Indnesia, Jakarta: Institute for Global Justice. Shahid, Yusuf (2007), “From Creativity to Innovation”, Policy Research Working Paper 4262, Juni, Development Research Group, Washington, D.C.: World Bank. Tambunan, Tulus T.H. (2011a), “Indonesian Export and Competitiveness”, Bahan Kuliah Kelas Unggulan, FE-Trisakti, Mei, Jakarta: Center for Industry, SME and Business Competition Studies, USAKTI Tambunan, Tulus T.H. (2011b), Perekonomian Indonesia. Kajian Teoretis dan Analisis Empiris, Jakarta: Ghalia Indonesia. Tambunan, Tulus T.H. dan Agustina Suparyati (2009), “ASEAN-China Trade Liberalization Effect on Indonesian Agricultural Production and Trade”, Policy Discussion Paper Series, No. 3/07/09, Center for Industry, SME & Business Competition Studies, University of Trisakti, Jakarta. Widyasanti, Amalia Adininggar (2010), “Do Regional Trade Areas Improve Export Competitiveness? – A Case of Indonesia”, Bulletin of Monetary, Economics and Banking, Juli. WTO (2010), World Trade Report 2010. Trade in Natural Resources, Geneva: World Trade Organization.