Artikel ini membahas etika dalam kedokteran gigi. Ada empat prinsip dasar etika yaitu otonomi pasien, non maleficence, beneficence, dan keadilan. Artikel ini juga membahas masalah etika yang dihadapi dokter gigi seperti kualitas perawatan, periklanan, konflik dengan pasien, dan transaksi keuangan. Enam nilai etika utama dalam kedokteran gigi klinis juga dijelaskan.
MODUL P5BK TEMA KEBEKERJAAN KENALI DUNIA KERJA.docx
DENTAL ETHICS
1. ETHICS IN DENTISTRY
Monika Prasad1 , Manjunath C2 , Archana Krishnamurthy3 , Shilpashree K. B4 , Aishwarya Sampath1 , Shefali
Jaiswal1 , AnkitMohapatra5
1 Post Graduate Student, 2 Professor, 3 Professor & Head, 4Reader, 5Assistant Professor, Department of Public
Health Dentistry, the Oxford Dental College, India
Latar Belakang : Artikel ini berfokus pada etika di kalangan dokter gigi. Etika gigi berarti
kewajiban moral dan kewajiban dokter gigi terhadap pasiennya, rekan profesional dan
masyarakat. Ada empat prinsip dasar yang bertindak sebagai pedoman untuk pengambilan
keputusan.
Hasil Penyelidikan : Etika merupakan bagian penting dari sebuah profesi. Kode etik yang
ditentukan oleh peraturan badan serta asosiasi profesional yang bertindak sebagai penuntun
dalam membedakan antara yang benar dan salah, juga dalam menjalankan tugas dan menjaga
hubungan kerja yang baik.
PENDAHULUAN
Kata etika berasal dari Yunani ethos awalnya berarti karakter atau perilaku. Etika
biasanya digunakan secara bergantian dengan kata moral yang berasal dari kata Latin mores,
yang berarti adat istiadat atau kebiasaan. Kedua istilah ini mengacu pada perilaku, karakter,
dan motivasi yang terlibat dalam tindakan moral. Etika adalah sebuah kode etik tidak tertulis
yang meliputi baik perilaku profesional maupun penilaian. Pemahaman tentang etika juga
mendefinisikan beberapa hal bahwa sebenarnya etika itu : bukan seperangkat aturan atau
batasan, etika itu bukan agama, dan etika itu bukan relatif atau subyektif.
Dental Ethics berarti moral tugas dan kewajiban dokter gigi terhadap pasiennya,
rekan kerja dan untuk masyarakat. Etika membantu mendukung pembuatan keputusan,
penentuan nasib, melindungi hal yang rentan, meningkatkan kesejahteraan dan kesetaraan
manusia. Prinsip-prinsip ini dapat disebut prinsip “mikro-etika” dimana prinsip-prinsip
“makro-etika” memandu pelaksanaan penelitian berbasis populasi dan praktek. Etika makro
dapat didefinisikan sebagai seperangkat prinsip yang dirancang untuk melindungi martabat
manusia, integritas, penentuan nasib, kerahasiaan, hak dan kesehatan penduduk dan orang-
orang yang menyusunnya.
2. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan tanggung jawab etika, mempromosikan
perilaku etis dalam kedokteran gigi, memajukan dialog tentang masalah etika, dan
mendorong refleksi lebih lanjut tentang masalah etika umum dalam praktik kedokteran gigi.
Ini tidak dimaksudkan untuk memecahkan dilemma etika tertentu. Jadi setelah
menyimpulkan keadaan diatas, Dokter Gigi sangat didorong untuk meningkatkan
pemahaman mereka tentang etika dan masalah etika lebih dari kata pengantar ini. Dokter gigi
harus membiasakan diri dengan hukum yang berlaku, peraturan, dan standar yang
mempengaruhi keputusan mereka.
ADA Principles of Ethics and Code of Professional Conduct (ADA Code)
Hal ini, pada dasarnya, merupakan ekspresi tertulis dari kewajiban yang timbul dari kontrak
tersirat antara profesi dokter gigi dan masyarakat. Ada lima prinsip dasar yang membentuk
dasar dari ADA code : otonomi pasien, non maleficence, kebaikan, keadilan dan kejujuran.
PATIENT AUTONOMY ("self goverment"): Prinsip ini mengungkapkan konsep bahwa para
profesional memiliki kewajiban untuk memperlakukan pasien sesuai dengan keinginannya,
dalam batas-batas yang diterima dan untuk melindungi kerahasiaan rahasia.
NONMALEFICENCE (“do no harm”): Prinsip ini mengungkapkan konsep bahwa
profesional memiliki kewajiban untuk melindungi pasien dari bahaya.
BENEFICENCE (“do good”): Prinsip ini mengungkapkan konsep bahwa profesional
memiliki kewajiban untuk memberikan manfaat kepada orang lain dan berkewajiban
melakukan pelayanan terbaik kepada pasien .
JUSTICE (“fairness”): Prinsip ini mengungkapkan konsep bahwa profesi dokter gigi harus
secara aktif mencari sekutu/ rekan pada lapisan masyarakat semisal mengikuti suatu kegiatan
tertentu. Hal ini dapat membantu meningkatkan akses palayanan masyarakat yang lebih luas.
VERACITY ("truthfulness"): Di bawah ini prinsip, kewajiban utama dokter gigi termasuk
menghormati posisi kepercayaan melekat dalam hubungan dokter gigi - pasien,
berkomunikasi dengan jujur dan tanpa ada penipuan, dan memelihara integritas intelektual.
3. Kedokteran gigi sebagai cerminan ilmu kedokteran
Pertumbuhan literatur etika baru-baru ini meningkat secara signifikan, sudah hampir 15 tahun
yang lalu ilmu kedokteran membuat penelitian dan analisisnya tentang masalah etika terkait
kedokteran gigi. Komisi Asosiasi Dokter Gigi Amerika (The American Dental Association /
ADA) telah menetapkan standar untuk ilmu pendidikan etika dan telah menjadikannya
sebagai persyaratan untuk akreditasi. Secara klinis kedokteran gigi, telah berfokus pada etika
standar profesi, hal ini meningkatkan perhatian untuk keunggulan dalam kualitas perawatan
dan kebutuhan untuk mempertahankan minat publik.
Kebiasaan dalam masalah etika
Pembenaran ; hanya menyediakan jasa saat dirasanya nyaman, menolak memberi tanggung
jawab ketika pengobatan gagal sebelum waktunya.
Bagaimana perasaan Dokter Gigi terhadap masalah etika
Setiap masalah klinis, ilmiah, atau hukum melibatkan komponen yang bersifat evaluasi.
Evaluasi ini dapat menjadi masalah etika ketika dokter gigi menyadari bahwa penilaian
tersebut melibatkan nilai-nilai yang saling berkaitan antara nilai mengurangi rasa sakit dan
nilai-nilai lain yang dirasakan pasien pribadi.
Etika versus Hukum:
Orang-orang terkadang bingung antara masalah etika dan hukum. Baik etika maupun hukum
melibatkan evaluasi. Namun evaluasi etika merujuk pada apa yang diyakini sebagai standar
tertinggi tentang benar dan salah. Evaluasi hukum merujuk pada evaluasi ke masyarakat
tertentu. Mungkin bisa jadi legal untuk dokter gigi umum untuk memberikan perawatan
komprehensif ortodontik tanpa pelatihan khusus yang memadai tetapi tidak etis dokter gigi
umum untuk melakukannya.
Masalah etika yang dihadapi oleh dokter gigi: situasi etika klinis yang dirangkum
melalui penelitian yang dilakukan oleh Bebeau dan Spiedal dengan sekelompok
dokter gigi yang bekerja aktif dari Minnesota, yaitu :
4. Kualitas perawatan: Perawatan mungkin dianggap tidak memadai jika melakukan
perawatan di bawah standar tanpa sepengetahuan pasien, tanpa pertimbangan
keinginan pasien, tanpa pembenaran berdasarkan keadaan khusus, dan tidak
dimotivasi oleh nilai-nilai etika klinis.
Periklanan: Kode etik ADA menyatakan bahwa “tidak ada dokter gigi yang boleh
mengiklankan atau meminta pasien untuk membuat iklan dalam komunikasi apa pun
dengan cara yang salah/ tidak tepat atau menyesatkan, dan tidak boleh membuat iklan
yang hanya didasarkan dalam hal materialistis”.
Otonomi pasien: Persetujuan tindakan medis dan kebutuhan untuk mengutamakan
kepentingan pasien dianggap sangat penting. Persetujuan tindakan medis (informed
consent) merupakan tantangan dalam hal kedokteran gigi klinis yang cukup signifikan
sekarang ini karena banyaknya bahan bervariasi dengan teknik berbeda yang tersedia
untuk permasalahan yang sama / serupa.
Konflik dengan pasien: yaitu suatu kategori konflik yang berkaitan dengan pasien
yang dipicu oleh dokter gigi. Misalnya, pertimbangan pasien yang tidak mau
mematuhi perawatan dokter gigi sementara dokter gigi tidak bisa melanjutkan rencana
perawatan lanjutannya. Kategori lain adalah konflik yang dipicu oleh pasien. Yaitu
pasien meminta prosedur yang bertentangan dengan pelatihan dan standar operasinal
ilmu dokter gigi. Contohnya adalah permintaan ekstraksi gigi oleh pasien yang pada
dasarnya gigi tersebut masih dapat dirawat dan dipertahankan.
Keadilan: Beberapa kekhawatiran mengenai masalah keadilan yaitu kewajiban
tentang pengobatan untuk pasien yang tidak tercatat sedang sakit, atau untuk pasien
AIDS, atau untuk pasien yang pengobatan endodontik sebelumnya gagal? Apakah
dokter gigi wajib memberikan pelayanan gratis? Jika iya, untuk siapa keadilan ini?
Hubungan intra profesional: Salah satu masalah yang paling sulit adalah masalah di
mana rekan kerja harus dihadapkan dengan ketidakmampuan dalam suatu hal tertentu
dan mereka dibandingkan, atau ketika ketidakmampuan mereka harus dilaporkan
kepada atasan atau pada sejawat yang lain oleh pasien itu sendiri.
Transaksi keuangan: Masalah etika menyangkut transaksi keuangan yang berkaitan
dengan pasien sering terjadi yang melibatkan transaksi langsung seperti permintaan
pasien untuk memalsukan tagihan dan keputusan tentang siapa yang membayar ketika
pengobatan gagal, pembebanan biaya yang berbeda untuk layanan yang sama di
bawah keadaan yang bervariasi.
5. Nilai-nilai dalam etika kedokteran gigi klinis:
Proposal OZAR dan SOKOL berisi terdapat enam nilai etika dalam kedokteran gigi. Nilai-
nilai tersebut tersusu sesuai dengan urutan hierarkis adalah sebagai berikut: (1) kehidupan
pasien dan kesehatan umum, (2) kesehatan mulut pasien, (3) otonomi pasien, (4) nilai-nilai
praktik yang disukai dokter gigi, (5) nilai estetika dan (6) efisiensi.
Kehidupan pasien dan kesehatan umum: Hal utama yang harus diperhatikan terlebih dahulu
adalah empertahankan kehidupan dan memperhatikan kesehatan umum secara keseluruhan.
Dalam kondisi normal, dokter gigi tidak boleh melakukan pengobatan yang secara signifikan
akan membahayakan kehidupan atau kesehatan pasien. Misalnya, seorang pria dengan
hipertermia maligna yang memiliki trauma wajah serius akan memiliki risiko kematian jika
diberikan anestesi umum untuk operasi korektif wajah.
Kesehatan mulut pasien: Kesehatan mulut untuk tujuan diskusi ini mencakup
mempertahankan fungsi gigi dan mulut yang tepat dan bebas rasa sakit. Fungsi yang tepat
pada faktor-faktor seperti usia, tahap perkembangan, kesehatan umum dan kebutuhan pasien.
Dalam kasus pasien dengan penyakit periodontal yang parah dan kebersihan mulut yang
buruk di masa lalu, penting untuk menekankan perlunya standar perawatan di rumah yang
lebih ketat sebelum melakukan serangkaian perawatan lanjutan.
Otonomi pasien: Konsep ketiga adalah pasien dan dokter gigi saling menghargai otonomi
atau kebebasan masing-masing. Dalam konteks pelayanan kesehatan, otonomi tersebut
mengacu pada kemampuan pasien untuk membuat keputusan perawatan kesehatan mereka
sendiri yang mencerminkan nilai dan tujuan mereka sendiri. Misalnya, jika pasien meminta
perawatan yang dapat membahayakan kesehatan mulut lainnya, namun jika dokter gigi tetap
bertindak atas permintaan pasien untuk menghormati otonomi pasien, artinya dokter gigi
tersebut bertindak tidak profesional”.
Nilai-nilai praktik pilihan dokter gigi: Selama pendidikan formal mereka, dokter gigi
menerima pesan yang kuat, mengenai pilihan perawatan yang menjadi bagian dari nilai-nilai
praktik pilihan mereka. Contohnya termasuk dokter gigi lebih memilih restorasi resin
komposit daripada restorasi amalgam pada gigi yang dikompromikan, dan penggunaan
mahkota pada gigi yang sudah restorasi amalgam sebelumnya dengan mempertimbangkan
hal-hal terkait gigi yang dikompromikan.
6. Nilai Estetik: Dokter gigi menyadari bahwa penampilan wajah dan intraoral sangat penting
bagi pasien saat ini, dan mereka lebih sering mempertimbangkan faktor estetika sebagai hal
utama pada perawatan ke dokter gigi, namun dokter gigi juga ikut mabil bagian dalam
merekomendasikan perawatan yang tepat sesuai dengan standar ilmu yang berlaku.
Efisiensi dalam penggunaan sumber daya: Efisiensi adalah sesuatu yang hampir semua
dokter gigi menganggap hal ini penting untuk tindakan praktik yang sukses. Tidak ada yang
tidak profesional untuk seorang dokter gigi yang bekerja dengan mempertimbangkan
pengendalian biaya, waktu, tenaga, atau bahan medis dengan efisien, terstruktur dan
memenuhi standar haknya.
Struktur profesi dan tanggung jawab professional
Siswa yang memilih profesi kedokteran gigi memberikan bermacarm alasan untuk pilihan
mereka. Diantaranya adalah kemampuan untuk memperoleh penghasilan yang baik, prospek
pekerjaan yang mandiri dan kesempatan untuk melayani masyarakat.
Definisi Profesi: American College of Dentists mendefinisikan profesi sebagai (a) Pekerjaan
yang membutuhkan persiapan yang relatif lama dan khusus di tingkat universitas dan diatur
oleh kode etik tertentu. Starr, seorang sosiolog profesi yang disegani, mendefinisikan profesi
sebagai: “Pekerjaan yang mengatur dirinya sendiri melalui pelatihan yang sistematis, terus
menerus, dengan landasan disiplin kolegial; memiliki dasar dalam pengetahuan teknis
khusus, mampu memberikan layanan yang berorientasi pada kode etik”.
HUBUNGAN DENGAN PASIEN:
Model Hubungan Dokter-Pasien:
1. Model panduan
2. Model agen
3. Model komersial
4. Model interaktif
MODEL PANDUAN:
• Hubungan berdasarkan keahlian dokter gigi dan kekurangan pasien
• Pasien tidak memberikan kontribusi apapun untuk keputusan gigi mereka
• Dokter gigi akan memberikan kebutuhan-kebutuhan pasien
7. MODEL AGEN:
• Semua keputusan untuk gigi dibuat oleh pasien
• Dokter gigi memberikan pelayanan untuk pilihan pasien
• Tidak banyak kerjadian seperti ini yang terjadi di kehidupan nyata
MODEL KOMERSIAL:
• Dokter gigi memiliki sesuatu untuk dijual; pasien mungkin atau mungkin tidak ingin
membelinya
• Prinsip standar "pasar" berlaku
• Kebutuhan pasien akan perawatan bukanlah penentu langsung tindakan dokter gigi
• Dokter gigi dan pasien pada dasar yang sama
MODEL INTERAKTIF:
• Dokter gigi dan pasien adalah mitra setara
• Pelestarian dan maksimalisasi otonomi pasien
• Dokter gigi meningkatkan kapasitas pengambilan keputusan pasien
• Dokter gigi menyumbangkan keahlian ke dalam proses pengambilan keputusan.
HUBUNGAN FIDUSIA:
Hubungan fidusia didasarkan pada kepercayaan dan keyakinan bahwa komitmen antara
kedua belah ppihak akan dihormati; hubungan ini ada ketika seorang dokter dan pasien
membangun hubungan profesional. Karena pasien harus menjadi peserta aktif dalam
hubungan, komitmen ini adalah jalan dua arah. Namun, mengingat pengetahuan dan
keterampilan yang tidak setara dari kedua pihak, sangat penting bahwa penyedia layanan
kesehatan layak mendapatkan kepercayaan dari pasien.
Kita perlu memiliki pemahaman dasar tentang makna moralitas dan etika. Evaluasi moral dan
non-moral: evaluasi moral atau etika harus memenuhi karakteristik tertentu:
Ultimasi: Karakteristik paling kritis dari evaluasi moral atau etika ini adalah standar yang
digunakan untuk membuat penilaian benar atau salah, dimana tidak ada standar yang lebih
tinggi yang berhak digunakan oleh seseorang untuk menilai. Menurut John Rawls,
penghakiman memiliki nilai etik finalitas.
8. Universalitas: Evaluasi moral atau etika sering juga dikatakan universal. Hal ini berarti orang
lain akan mempertimbangkan Tindakan, sifat atau karakter yang persis sama dalam situasi
yang sama dengan yang dialami masyarakat pada umumnya.
Altruisme atau netralisme: Penilaian tidak dapat disesuaikan dengan keuntungan orang yang
membuat penilaian, yaitu tidak dapat dibuat untuk mempromosikan hasil atau nilai-nilai
keuntungan orang yang menyatakannya.
Publisitas: Kriteria lain yang cenderung membuat evaluasi lebih bermoral adalah seseorang
harus bersedia menyatakan secara terbuka saat proses evaluasi dan dasar alasan dibuatnya
tindakan tersebut.
Urutan (ordered): Setiap rangkaian prinsip, aturan, atau penilaian karakter harus memberikan
dasar- dasar untuk klaim yang saling bertentangan.
Macam-macam teori etika:
TEORI ALTERNATIF ETIKA NORMATIF: Teori etika normatif tidak secara khusus
dibahas dalam studi etika kesehatan, tetapi masalah dasarnya serupa dalam semua jenis teori
etika normatif. Penilaian tentang apa jenis perilaku atau aturan yang benar (teori perilaku);
penilaian tentang apa yang merupakan imoralitas. Baik atau buruk (teori nilai atau aksioma),
ciri-ciri kepribadian mana yang diinginkan (teori kebajikan).
TEORI TINDAKAN: Sebuah teori tindakan yang benar mengartikulasikan prinsip-prinsip
umum yang cenderung membuat tindakan benar atau salah menurut standar acuan moral
tertinggi. Prinsip-prinsip ini tentu bersifat umum karena harus dibatasi pada jumlah yang
dapat diatur yang dapat dipahami oleh orang biasa. Prinsip-prinsip tersebut antara lain
kemurahan hati, kebaikan, kejujuran, kesetiaan, menghormati otonomi, serta keadilan.
UTILITARIANISME DAN TEORI KONSEKUENSIALISTIK: hal ini menjadi salah
satu kelompok utama teori yang dominan dalam etika profesional kesehatan, termasuk dokter
gigi, yang menyatakan bahwa konsekuensi dari tindakan klinis adalah hal yang paling
penting atau utama . Prinsip-prinsip dominan untuk teori tersebut adalah kemurahan hati dan
kebaikan, di mana berbuat baik dan menghindari bahaya hidup dianggap sebagai satu-satunya
fitur tindakan yang relevan secara moral.
9. TEORI DENTOLOGI: Banyak teori etika memasukkan prinsip-prinsip yang cenderung
membuat tindakan menjadi benar. Namun tidak hanya berfokus pada memaksimalkan
konsekuensi yang baik, teori ini juga berfokus meminimalkan konsekuensi yang buruk. Teori
deontologis berfokus pada apapun tindakan, aturan, atau praktik yang benar ditentukan
setidaknya sebagian oleh prinsip-prinsip dengan hasil konsekuensi yang baik.
TUGAS PRIMA FACIE YANG TEPAT: Kewajiban seseorang yang tepat
memperhitungkan semua prinsip moral, sedangkan kewajiban prima facie seseorang hanya
mempertimbangkan satu dimensi moral yang benar pada satu waktu tertentu.
TEORI KEBAIKAN: Fokus utama teori ini ialah pada etika tindakan, oleh karena itu teori
ini mengklarifikasi prinsip-prinsip yang tindakan atau praktik tersebut harus menunjukkan
suatu kebaikan, dengan mengingat bahwa kami juga harus dapat menilai kebajikan seorang
dokter gigi yang terlibat.
DISKUSI
Etika adalah subjek yang dipertimbangkan dalam setiap dan semua lapisan kehidupan
baik secara sadar maupun tidak sadar. Etika dapat diubah oleh lingkungan dan segala sesuatu
yang membentuknya di lingkungan tersebut.
Menurut Thompson HE, dalam sebuah profesi ada sesuatu, baik berwujud atau tidak
berwujud, yang menempatkan layanan di atas keuntungan materi, melawan semua kekuatan
yang membuat disintegrasi atau demoralisasi cita-cita tertinggi kita, cahaya dalam membela
kehormatan profesi dan perlindungan materi serta kesejahteraan moral masyarakat.
Johnson, pada tahun 1946, menyatakan bahwa pendekatan filosofis lebih baik
daripada pendekatan dualistik terhadap etika klinis, yang dapat memberikan pemahaman
kepada para profesional gigi untuk membentuk pendekatan yang lebih eklektik terhadap etika
pribadi yang profesional.
Brinton, pada tahun 1950, menyatakan bahwa etika hanyalah masalah dua jalan yang
harus lalui dan hal ini diperkuat oleh fakta bahwa tidak ada ketentuan untuk pengampunan
dosa dan kesalahan fatal yang merugikan manusia.
Durant, pada tahun 1954, menyatakan dalam bukunya "Kisah Filsafat", bahwa filsuf
Yunani kuno Plato dan Aristoteles memandang etika sebagai nilai yang harus diperjuangkan,
yang menjadi dasar harmoni dalam hidup dan kebahagiaan pribadi.
10. Menurut B.F. Skinner, pada tahun 1971, Etika adalah hanya terpaut pada masalah
kinerja, tanpa terlibat nilai-nilai pribadi, dan terutama terdiri dari kegiatan yang harus
dipelajari oleh manajemen kontinjensi perusahaan.
Nash, pada tahun 1984, menyatakan bahwa etika adalah kunci untuk
mengekspresikan rasa saling menghormati dan empati di antara orang-orang.
Warnick BR dkk mengusulkan untuk mempelajari ilmu pendekatan etika profesional
yang menggunakan kerangka analisis kasus yang dirancang khusus.
Kebutuhan untuk mengajarkan etika profesional dalam kedokteran gigi dan tujuan
yang tepat untuk mengajarkan etika profesional adalah sebagai berikut:
Untuk membuat mahasiswa dokter gigi peka terhadap dimensi moral kehidupan dan
praktik profesional
Untuk mengembangkan dalam diri mahasiswa kedokteran gigi, keterampilan analisis
etika praktik profesional
Membina mahasiswa kedokteran gigi untuk menghargai perbedaan pendapat dan
toleransi terhadap ambiguitas
Membantu mahasiswa kedokteran gigi dalam menjelaskan tanggung jawab moral
yang timbul dalam menjadi anggota profesi kedokteran gigi
Memotivasi mahasiswa kedokteran gigi untuk terus belajar di bidang etika profesi.
Studi oleh Sabarinath B dan Acharya AK menyimpulkan bahwa etika tidak selalu diikuti
secara ketat oleh praktisi gigi dalam praktik klinis mereka. Sebuah komite etik yang tepat
harus dibentuk oleh pemerintah untuk memantau para praktisi dan klinisi dokter gigi. Badan
pengatur seperti asosiasi persatuan dokter gigi dan DCI harus memikirkan revisi/ modifikasi
kode etik tertentu, terutama yang berkaitan dengan papan nama, karena peraturan ini telah
ditetapkan pada hampir tiga dekade yang telah lalu.
KESIMPULAN
Etika dalam praktik klinis sangat penting saat ini. Nilai-nilai etika harus selalu ditanamkan
pada setiap mahasiswa kedokteran gigi. Sebagai seorang profesional, kita harus:
1. Menyadari tanggung jawab yang kita terima saat memasuki profesi kedokteran gigi
2. Memenuhi standar kompetensi, kepedulian diri dan perilaku beretika saat
memberikan pelayanan.
3. Di atas segalanya, perawatan pasien harus menjadi perhatian utama.
11. Oleh karena itu, etika membentuk dimensi penting dari sebuah profesi. Kode etik yang
ditetapkan oleh badan pengatur serta asosiasi profesional bertindak sebagai cahaya penuntun
dalam membedakan antara yang benar dan yang salah, menjalankan tugas seseorang klinisi
dan menjaga hubungan interpersonal yang baik di lingkungan masyarakat.
REFERENSI
1. Bruscino T. Basic Ethics in Dentistry. The Academy of Dental Learning & OSHA
Training.2012;16-25.
2. Burt B, Eklund S. Dentistry, Dental Practice, and the Community. 6th ed. Elsevier; 2005.
p.25-35.
3. Peter S. Essentials Of Public Health Dentistry. 5th ed. Arya Publications; 2013. p.131-143.
4. Ethics Handbook for Dentists-American College of Dentist. Available from
https://acd.org/PDF/Ethics_Handbook_for_Dentists_(s).pdf. (accessed : 27March 2017).
5. ADA Principles of Ethics and Code of Professional Conduct. Available from
www.ada.org/about-the-ada/principles-of-ethics-code-of-professional-conduct. (accessed :
27 May 2017).
6. Rule JT, Veatch RM. Ethical Questions in Dentistry. 2nd ed. Quintessence Publishing Co,
Inc; 2004. p.3-55.
7. Thompson HE. Ethics in Dentistry. The Dentoscope. 1947;21:(2). Monika Prasad et.al.
Ethics in Dentistry - A Review International Journal of Health Sciences & Research
(www.ijhsr.org) 244 Vol.9; Issue: 3; March 2019.
8. Prasad DK, Hegde C, Jain A, Shetty M. Philosophy and principles of ethics: Its
applications in dental practice. J Educ Ethics Dent. 2011;1:2-6.
9. Warnick BR, Silverman SK. A Framework for Professional Ethics Courses in Teacher
Education. Journal of Teacher Education. 2011;62:(3).
10. Sabarinath B, Sivapathasundharam B. Ethics in dentistry. Journal of Education and Ethics
in Dentistry. 2011;1:(1).
11. Acharya AK, Gupta R, Kunsi SR, Goud VS, Muralidharan S. Ethical Practices of
Dentists in Raichur City and its Implications in Indian Set-up. Indian J Stomatol.
2014;5(2):77-80.