1. BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Persepsi
1. Pengertian Persepsi
Persepsi adalah proses internal yang memungkinkan kita memilih,
mengorganisasikan, dan menafsirkan rangsang dari luar lingkungan, dan
proses tersebut mempengaruhi perilaku seseorang (Mulyana, 2004).
Persepsi adalah proses mental yang terjadi pada diri manusia yang akan
menunjukkan bagaimana seseorang melihat, mendengar, merasakan,
memberi, serta meraba (kerja indra) disekitar kita (Widayatun, 1999).
Persepsi juga diartikan sebagai daya mengenal sesuatu yang hadir dalam
sifatnya yang kongkrit jasmaniah, bukan yang sifatnya batiniah, seperti
benda, barang, kualitas, atau perbedaan antara dua hal atau lebih yang
diperoleh melalui proses mengamati, mengetahui, dan mengartikan setelah
panca inderanya mendapat rangsang (Baihaqi, dkk, 2005).
Untuk lebih memahami persepsi, berikut adalah beberapa definisi
persepsi. Menurut Brian Fellows persepsi adalah proses yang
memungkinkan suatu organisme menerima dan menganalisis informasi
(Andrea, 1974 yang dikutip Mulyana, 2004). Menurut Kenneth A. Sereno
dan Edward M. Bodaken persepsi adalah sarana yang memungkinkan
seseorang yang memperoleh kesadaran akan sekeliling dan lingkungannya
(Sereno & Bodaken, 1975 yang dikutip Mulyana 2004). Menurut Philip
7
2. Goodarce dan Jennifer Follers persepsi adalah proses mental yang
digunakan untuk mengenali rangsang (Goodarce & Follers,1987 yang
dikutip Mulyana, 2004). Willian James mengatakan persepsi adalah suatu
pengalaman yang terbentuk berupa tanda-tanda yang didapat melalui
indra, hasil pengolahan otak dan ingatan (James, 1987 yang dikutip
Widayatun 1999).
Persepsi meliputi sensasi (pengindraan), atensi (perhatian), dan
interpretasi. sensasi mengacu pada pesan yang dikirim ke otak melalui
panca indra, yang merupakan penghubung antara otak manusia dan
lingkungan sekitar (Mulyana, 2004). Melalui alat indra, manusia dapat
memperoleh pengetahuan dan semua kemampuan untuk berinteraksi
dengan dunianya (Rakhmat, 2005). Namun tidak semua rangsang yang
masuk dapat dipahami dan dimengerti seseorang (Baihaqi, dkk, 2005).
Atensi adalah proses mental ketika stimulus atau rangkaian
stimulus menjadi menonjol dalam kasadaran pada saat stimulus lain
melemah, perhatian terjadi bila seseorang mengkonsentrasikan diri pada
salah satu alat indra, dan mengesampingkan stimuli yang masuk melalui
alat indra yang lain (Rakhmat, 2005). Perhatian juga berhubungan erat
dengan kesadaran jiwa terhadap sesuatu objek yang direaksi pada suatu
waktu (Ahmadi, 2003).
Tahap terpenting dalam persepsi adalah interpretasi atas informasi
yang diperoleh seseorang melalui salah satu atau lebih indra, namun
seseorang tidak dapat menginterpretasikan makna setiap objek secara
8
3. langsung melainkan menginterpretasikan makna informasi yang dipercayai
mewakili objek tersebut (Mulyana, 2004).
2. Faktor yang Mempengaruhi Persepsi
Saleh dan Wahab (2004) menjelaskan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi persepsi adalah sebagai berikut :
a. Perhatian yang selektif
Dalam kehidupan manusia setiap saat akan menerima banyak sekali
rangsangan dari lingkungannya, meskipun demikian seseorang tidak
harus menghadapi semua rangsangan yang diterimanya, untuk itu
individu harus memusatkan perhatiannya pada rangsang-rangsang
tertentu saja (Saleh & Wahab, 2004).
b. Ciri-ciri rangsang
Rangsang yang bergerak diantara yang diam akan lebih menarik
perhatian, demikian juga rangsang yang paling besar diantara yang
kecil, yang latar belakangnya kontras dan intensitas rangsangnya
paling kuat yang akan menarik perhatian (Saleh & Wahab, 2004).
c. Pengalaman dahulu
Pengalaman-pengalaman terdahulu merupakan hal yang sangat
mempengaruhi bagaimana seseorang mempersepsikan sesuatu (Saleh
& Wahab, 2004).
d. Sikap
Sikap adalah kecenderungan untuk bertindak, berpersepsi, berfikir dan
merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi atau nilai (Rakhmat,
9
4. 2000). Sikap akan menentukan apakah seseorang akan pro atau kontra
terhadap sesuatu; menentukan apa yang disukai, diharapkan, dan
diinginkan; mengesampingkan apa yang tidak diinginkan, apa yang
harus dihindari (Sherif & Sherif, 1956 yang dikutip dari Rahmat,
2000). Sikap dan perilaku petugas kasehatan, keluarga, dan tokoh
masyarakat tentang perilaku seksual yang tidak sehat akan
mempengaruhi persepsi dan perilaku remaja (Notoatmodjo, 2007).
e. Pendidikan (Pengetahuan)
Pengetahuan dapat membentuk kepercayaan (Rakhmat, 2000).
Pengetahuan berhubungan dengan jumlah informasi yang dimiliki
seseorang, dalam hal ini informasi tentang perilaku seksul yang sehat,
dengan minimnya pengetahuan tentang seksual yang sehat maka tidak
sedikit remaja melakukan sekssul pranikah, dimana dengan adanya
sarana dan prasarana seperti puskesmas, poliklinik, dan Rumah Sakit
akan mempermudah remaja mendapatkan informasi tentang perilaku
seksual yang sehat (Notoatmodjo, 2007).
f. Kepercayaan (keyakinan)
Kepercayaan adalah komponen kognitif dari faktor sosio psikologis,
kepercayaan disini tidak ada hubungannya dengan hal-hal ghoib tetapi
hanya keyakinan bahwa sesuatu itu benar atau salah, atas dasar bukti
sugasti otoritas, pengalaman atau intuisi (Notoatmodjo, 2005).
10
5. g. Lingkungan
Persepsi kita tentang sejauh mana lingkungan memuaskan atau
mengecewakan kita, akan mempengaruhi perilaku kita dalam
lingkungan itu (Rakhmat, 2000). Lingkungan yang kondusif dan
diwarnai oleh kehidupan keagamaan dapat membantu meminimalkan
masalah seksual pada remaja (Fadilah, 2008).
B. Remaja
1. Pengertian Remaja
Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata latin adolescene
(kata bendanya adolescenta yang berarti remaja) yang berarti tumbuh
menjadi dewasa (Hurlock, 1980). Masa remaja merupakan suatu periode
dalam lingkaran kehidupan diantara masa kanak-kanak dan masa dewasa
(Rudolph, 2006).
Adolescence artinya berasngsur-angsur menuju kematangan secara
fisik, akal, kejiwaan dan sosial serta emosional. hal ini mengisyaratkan
kepada hakikat umum, yaitu bahwa pertumbuhan tidak berpindah dari satu
fase ke fase lainya secara tiba-tiba, tetapi pertumbuhan itu berlangsung
setahap demi setahap (Al-mighwar, 2006).
Remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan
masa remaja, yang sering kali remaja dihadapkan pada situasi yang
membingungkan, disatu pihak dia harus bertingkah laku seperti orang
dewasa dan disisi lain dia belum bisa dikatakan dewasa (Purwanto, 1999).
11
6. 2. Ciri-ciri Masa Remaja
Masa remaja mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakan
dengan periode sebelum dan sesudahnya, ciri-ciri tersebut antara lain :
a. Masa remaja sebagai masa yang penting
Adanya akibat yang langsung terhadap sikap dan tingkah laku serta
akibat-akibat jangka panjangnya menjadikan periode remaja lebih
penting daripada periode lainya (Al-mighwar, 2006). Selain itu
perkembang fisik yang cepat dan penting disertai dengan cepatnya
perkembangan mental, terutama pada awal remaja, yang semua
perkembangan itu menimbulkan perlunya penyesuaian mental dan
membentuk sikap, nilai dan minat baru (Hurlock,1980).
b. Masa remaja sebagai masa peralihan
Peralihan tidak berarti terputus dengan apa yang terjadi sebelumnya,
melainkan peralihan dari satu tahap perkembangan ke tahap
berikutnya. Artinya yang terjadi sebelumnya akan meninggalkan
bekasnya pada apa yang terjadi sekarang dan yang akan datang
(Hurlock, 1980). Pada setiap periode peralihan, nampak ketidakjelasan
status individu dan munculnya keraguan terhadap perananannya dalam
masyarakat (Al-mighwan, 2006).
c. Masa remaja sebagai masa perubahan
Ketika perubahan fisik terjadi dengan pesat perubahan perilaku dan
sikap juga berlangsung pesat, kalau perubahan fisik menurun maka
perubahan perilaku dan sikap menurun juga (Hurlock, 1980).
12
7. d. Masa remaja sebagai masa pencari identitas
Penyesuaian diri dengan standar kelompok dianggap jauh lebih penting
bagi remaja daripada individualitas, dan apabila tidak menyesuaikan
kelompok maka remaja tersebut akan terusir dari kelompoknya (Al-
mighwar, 2006). Tetapi lambat laun mereka mulai mencari identitas
diri dan tidak puas lagi sama dengan teman-temannya dalam segala
hal, seperti sebelumnya (Hurlock, 1980).
e. Masa remaja sebagai usia bermasalah
Masalah pada masa remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi
baik oleh remaja laki-laki maupun remaja perempuan (Hurlock, 1980).
Dan banyak remaja yang menyadari bahwa penyelesaian yang
ditempuhnya sendiri tidak selalu sesuai dengan harapan mereka (Al-
mighwar, 2006).
C. Perilaku Seksual Pranikah
1. Pengertian
Hubungan seksual adalah persenggamaan atau bersatunya alat
kelamin laki-laki dan perempuan (Gunarsa, 1995). Hubungan seksual
pranikah adalah hubungan seksual yang dilakukan oleh dua orang yang
tidak ingin hidup bersama dalam perkawinan atau keluarga (Tukan, 1990).
Selain itu hubungan seksual pranikah juga diartikan sebagai hubungan
seksual sebelum adanya ikatan perkawinan yang sah, baik hubungan
seksual yang penetratif (penis dimasukkan kedalam vagina) maupun yang
13
8. non penetratif (penis tidak dimasukkan kedalam vagina) (Indriyani, 2007).
Perilaku seksual adalah perilaku yang melibatkan sentuhan secara fisik
dari anggota badan antara pria dan wanita yang telah mencapai pada tahap
hubungan intim, yang biasanya dilakukan oleh pasangan suami istri
(Hidayatul, 2008). Sedangkan perilaku seksual pranikah merupakan
perilaku seksual yang dilakukan tanpa melalui proses pernikahan yang
resmi menurut hukum maupun menurut agama dan kepercayaan masing-
masing individu (dhe-de, 2009).
Dengan matangnya fungsi-fungsi organ seksual pada remaja, maka
timbul pula dorongan-dorongan dan keinginan untuk memuaskan seksual
yaitu dengan khayalan, membaca buku atau memutar film porno
(Purwanto, 1999).
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Seksual Pranikah
Faktor-faktor yang mempengaruhi seksual pranikah adalah sebagai
berikut:
a. Faktor ekternal
Pergaulan bebas tanpa kendali orang tua yang menyebabkan
remaja merasa bebas untuk melakukan apa saja (Astini, 2009).
Perkembangan teknologi media komunikasi yang semakin canggih,
memungkinkan remaja dapat mengakses informasi apa saja termasuk
hal-hal yang negatif (Kompas, 2004). Kurangnya pengetahuan remaja
tentang seksual (Astini, 2009). Seksualitas dianggap masih tabu untuk
dibicarakan bagi kalangan orang tua kepada anaknya, sehingga remaja
14
9. mencari informasi dari tempat lain misalnya dari VCD ataupun buku-
buku yang dikategorikan porno, termasuk berbagai tayangan TV yang
semakin vulgar dan juga teman yang tidak memiliki pemahaman yang
benar tentang seksual (Kompas, 2004).
b. Faktor Internal
Terjadinya perubahan-perubahan hormonal seperti peningkatan
hormon testoteron pada laki-laki dan estrogen pada perempuan, padat
meningkatkan hasrat seksual (libido seksualitas) remaja (Kompas,
2004). Peningkatan hasrat ini membutuhkan penyaluran dalam bentuk
tingkah laku (Ginting, 2008).
3. Bentuk-bentuk Perilaku Seksual Pranikah pada Remaja
a. Berpegangan tangan
Perilaku seksual ini biasanya dapat menimbulkan keinginan untuk
mencoba aktivitas seksual lainnya, sehingga kepuasan seksual lainnya
tercapai (Irawati,1999).
b. Berpelukan
Perilaku seksual berpelukan akan membuat jantung berdegup lebih
cepat dan menimbulkan rangsangan seksual pada individu (Irawati,
1999).
c. Cium kering
Perilaku seksual cium kering berupa sentuhan pipi dengan pipi dan
pipi dengan bibir (Ginting, 2008). Dampak dari cium pipi bisa
mengakibatkan imajinasi atau fantasi seksual menjadi berkembang
15
10. disamping juga dapat menimbulkan keinginan untuk melanjutkan ke
bentuk aktifitas seksual lainnya yang lebih dapat dinikmati (Irawati,
1999).
d. Cium basah
Aktifitas cium basah berupa sentuhan bibir dengan bibir
(Irawati,1999). Dampak dari cium bibir dapat menimbulkan sensasi
seksual yang kuat dan menimbulkan dorongan seksual hingga tidak
terkendali, dan apabila dilakukan terus menerus akan menimbulkan
perasaan ingin mengulanginya lagi (Ginting, 2008).
e. Meraba bagian tubuh yang sensitif
Merupakan suatu kegiatan meraba atau memegang bagian tubuh yang
sensitif seperti payudara, vagina dan penis (Ginting, 2008). Dampak
dari tersentuhnya bagian yang paling sensitif tersebut akan
menimbulkan rangsangan seksual sehingga melemahkan kontrol diri
dan akal sehat, akibatnya bisa melakukan aktifitas seksual selanjutnya
seperti intercourse (Irawati,1999).
f. Petting
Merupakan keseluruhan aktifitas seksual non intercourse (hingga
menempelkan alat kelamin), dampak dari petting yaitu timbulnya
ketagihan (Ginting, 2008).
g. Oral seksual
Oral seksual pada laki-laki adalah ketika seseorang menggunakan
bibir, mulut dan lidahnya pada penis dan sekitarnya, sedangkan pada
16
11. wanita melibatkan bagian di sekitar vulva yaitu labia, klitoris, dan
bagian dalam vagina (Ginting,2008).
h. Intercource atau bersenggama
Merupakan aktifitas seksual dengan memasukan alat kelamin laki-laki
ke dalam alat kelamin perempuan, dampak dari hubungan seksual
pranikah adalah perasaan bersalah, dan berdosa terutama pada saat
pertama kali, ketagihan, kehamilan sehingga terpaksa menikah dan
aborsi, kematian dan kemandulan akibat aborsi, resiko terkena PMS
atau HIV, sangsi sosial, agama serta norma, hilangnya keperawanan
dan perjakaan, merusak masa depan (terpaksa drop out sekolah)
(Ginting, 1999).
D. Persepsi Remaja tentang Perilaku Seksual Pranikah
Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak
menuju dewasa (Purwanto, 1998). Suatu tugas penting yang harus dijalani
oleh setiap remaja ialah mengembangkan pengetahuan sehingga memiliki
kemampuan untuk mengambil keputusan (Bobak, 2004). Pengambilan
keputusan dalam hal ini adalah masalah seksual pada remaja yang akan
mempengaruhi persepsi remaja tersebut (Bariroh, 2008). Persepsi remaja
tentang perilaku seksual pranikah adalah suatu mental yang terjadi pada diri
manusia yang ditunjukkan dengan bagaimana melihat, mendengar, merasakan,
meraba serta membiri tanggapan tentang perilaku seksual pranikah (Hidayatul,
2008).
17
12. Persepsi remaja tentang seksual pranikah dipengaruhi oleh dua faktor
yaitu :
1. Faktor internal yang dapat mempengaruhi persepsi remaja adalah yang
datangnya dari diri remaja itu sendiri yaitu faktor usia, jenis kelamin,
tingkat pengetahuan yang dimiliki remaja itu sendiri baik pengetahuan
umum maupun pengetahuan tentang seksual, pengalaman, kepribadian
serta pekerjaan (Astini, 2009).
2. Faktor eksternal adalah yang datangnya dari luar diri remaja itu sendiri
yang berupa agama, lingkungan tempat tinggal baik lingkungan keluarga
maupun di luar keluarga, budaya yang dianut, faktor sosial ekonomi serta
faktor informasi yang mereka dapatkan (Arida, 2005).
Dari penelitian Rokhmawati pada tahun 1999 di 20 kabupaten pada
empat propinsi (Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Lampung)
terhadap 8084 remaja laki-laki dan remaja perempuan usia 15-24 tahun
menemukan 46,2% remaja masih menganggap bahwa perempuan tidak akan
hamil hanya dengan sekali melakukan hubungan seks, kesalahan persepsi ini
sebagian besar diyakini oleh remaja laki-laki (49,7%) dan pada remaja putri
(42,3%) (Yudhim, 2009). Dari penelitian yang sama juga didapatkan bahwa
hanya 19,2% remaja yang menyadari peningkatan risiko untuk tertular PMS
(Penyakit Menular Seksual) bila memiliki pasangan seksual lebih dari satu,
dan 15% mengira bahwa mereka akan beresiko tertular HIV bila berhubungan
seks dengan Pekerja Seks Komersial (PSK) (Yudhim, 2009).
18
13. E. Kerangka Teori
Faktor Internal Faktor Eksterna
1. Usia 1. Agama
2. Jenis kelamin 2. Lingkungan
3. Tingkat Pengetahuan 3. Budaya
4. Sosial ekonomi
5. Informasi
Persepsi Perilaku
Seksual Pranikah
Gambar I : Kerangka Teori Jenis kelamin terhadap persepsi perilaku seksual pranikah
(Astini, 2009; Arida 2005).
F. Kerangka Konsep
Variabel Independen Variabel Dependen
Jenis Kelamin laki-laki
Persepsi Perilaku
Seksual Pranikah
Jenis Kelamin Perempuan
Gambar 2 : Kerangka Konsep
19
14. G. Variabel Penelitian
Pada penelitian ini ada dua variabel yang dikaji yaitu variabel
independen dan variabel dependen.
1. Variabel independen
Variabel independen adalah variabel yang akan menentukan atau
berpengruh terhadap variabel dependen (Sugiyono, 2005). Variabel
independen dalam penelitian ini adalah jenis kelamin.
2. Variabel dependen
Variabel dependen adalah variabel yang kondisi atau nilainya dipengaruhi
oleh variabel lain (Sugiyono, 2005). Variabel dependen dalam penelitian
ini adalah persepsi remaja terhadap perilaku seksual pranikah.
H. Hipotesis
Ada hubungan jenis kelamin dengan persepsi perilaku seksual
pranikah pada remaja.
20