Letak Geografis Kerajaan Buleleng
Sumber Sejarah Kerajaan Buleleng
Sumber Sejarah Kerajaan Buleleng
Kehidupan Politik Kerajaan Buleleng : Raja-raja Kerajaan Buleleng (Dinasti Warmadewa), Raja-raja Kerajaan Buleleng (Wangsa Panji Sakti), Raja-raja Kerajaan Buleleng (Wangsa Karangasem), Raja-raja Kerajaan Buleleng (Wangsa Panji Sakti)
Kehidupan Ekonomi Kerajaan Buleleng
Kehidupan Budaya Kerajaan Buleleng : Prasasti
Cap Materai kecil dari tanah liat yang disimpan dalam stupa kecil
Arca misalnya arca durga
Dua kitab undang-undang yang dipakai pada masa pemerintahan Jayasakti yaitu Uttara Widdhi Balawan dan Rajawacana/Rajaniti
Pada zaman Jayasakti agama Budha dan Syiwa berlambang dengan baik bahkan raja sendiri disebut sebagai penjelmaan dewa Wisnu (airan Waisnawa)
Prasasti di Bali paling banyak menggunakan bahasa Jawa kuno sehingga hubungan dengan Jawa diperkirakan terjalin dengan baik.
Pada prasasti-prasasti sebelum pemerintahan Raja Anak Wungsu, telah disebut beberapa jenis seni yang ada pada waktu itu. Namun baru pada zaman Raja Anak Wungsu dapat membedakan jenis seni ke dalam dua kelompok besar, yaitu seni keraton dan seni rakyat yang biasanya berkeliling menghibur rakyat. Berikut jenis-jenis seni yang berkembang pada masa itu :
a) Patapukan (atapuk / topeng)
b) Pamukul (amukul / penabuh gamelan)
c) Abanwal (permainan badut)
d) Abonjing (bujing musik Angklung)
e) Bhangin (peniup suling)
f) Perbwayang (permainan wayang)
Kehidupan Keagamaan Kerajaan Buleleng :
Agama Hindu Syiwa mendominasi kehidupan masyarakat Buleleng. Tetapi tradisi megalitik masih mengakar kuat dalam masyarakat Buleleng. Kondisi ini dibuktukan dengan ditemukannya beberapa bangunan pemujaan seperti punden berundak di sekitar pura-pura di Hindu. Pada masa pemerintahan Janasadhu Warmadewa agama Budha mulai berkembang. Perkembangan ini ditandai dengan penemuan unsure-unsur Budha seperti arca Budha di Gua Gajah dan stupa di pura Pegulingan.
Agama Hindu dan Budha mulai mendapat peranan penting pada masa Raja Udayana. Pada masa ini pendeta Syiwa dan brahmana Budha diangkat sebagai salah satu penasehat raja. Masyarakat Buleleng menganut agama Hindu Waesnawa.
Letak Geografis Kerajaan Buleleng
Sumber Sejarah Kerajaan Buleleng
Sumber Sejarah Kerajaan Buleleng
Kehidupan Politik Kerajaan Buleleng : Raja-raja Kerajaan Buleleng (Dinasti Warmadewa), Raja-raja Kerajaan Buleleng (Wangsa Panji Sakti), Raja-raja Kerajaan Buleleng (Wangsa Karangasem), Raja-raja Kerajaan Buleleng (Wangsa Panji Sakti)
Kehidupan Ekonomi Kerajaan Buleleng
Kehidupan Budaya Kerajaan Buleleng : Prasasti
Cap Materai kecil dari tanah liat yang disimpan dalam stupa kecil
Arca misalnya arca durga
Dua kitab undang-undang yang dipakai pada masa pemerintahan Jayasakti yaitu Uttara Widdhi Balawan dan Rajawacana/Rajaniti
Pada zaman Jayasakti agama Budha dan Syiwa berlambang dengan baik bahkan raja sendiri disebut sebagai penjelmaan dewa Wisnu (airan Waisnawa)
Prasasti di Bali paling banyak menggunakan bahasa Jawa kuno sehingga hubungan dengan Jawa diperkirakan terjalin dengan baik.
Pada prasasti-prasasti sebelum pemerintahan Raja Anak Wungsu, telah disebut beberapa jenis seni yang ada pada waktu itu. Namun baru pada zaman Raja Anak Wungsu dapat membedakan jenis seni ke dalam dua kelompok besar, yaitu seni keraton dan seni rakyat yang biasanya berkeliling menghibur rakyat. Berikut jenis-jenis seni yang berkembang pada masa itu :
a) Patapukan (atapuk / topeng)
b) Pamukul (amukul / penabuh gamelan)
c) Abanwal (permainan badut)
d) Abonjing (bujing musik Angklung)
e) Bhangin (peniup suling)
f) Perbwayang (permainan wayang)
Kehidupan Keagamaan Kerajaan Buleleng :
Agama Hindu Syiwa mendominasi kehidupan masyarakat Buleleng. Tetapi tradisi megalitik masih mengakar kuat dalam masyarakat Buleleng. Kondisi ini dibuktukan dengan ditemukannya beberapa bangunan pemujaan seperti punden berundak di sekitar pura-pura di Hindu. Pada masa pemerintahan Janasadhu Warmadewa agama Budha mulai berkembang. Perkembangan ini ditandai dengan penemuan unsure-unsur Budha seperti arca Budha di Gua Gajah dan stupa di pura Pegulingan.
Agama Hindu dan Budha mulai mendapat peranan penting pada masa Raja Udayana. Pada masa ini pendeta Syiwa dan brahmana Budha diangkat sebagai salah satu penasehat raja. Masyarakat Buleleng menganut agama Hindu Waesnawa.
Fundamental gerakan pramuka merupakan dasar dasar apa saja yang harus dimiliki oleh seorang pramuka
Fundamental Gerakan Pramuka meliputi :
1. Definisi dari istilah Pramuka, Pendidikan Kepramukaan, Kepramukaan dan Gerakan Pramuka
2. Tujuan Gerakan Pramuka ( Karakter, Keterampilan, Kebangsaan)
3. Kurikulum Pendidikan Kepramukaan ( SKU, SKK, SPG )
4. PDK dan MK (PDK= Prinsip Dasar Kepramukaan , MK= Metode Kepramukaan )
5. Sistem Among dan Kiasan Dasar
6. Pengembangan Karakter SESOSIF
7. Ketrampilan Kepramukaan dan Teknik Kepramukaan
8. Indikator Ketercapaian Tujuan ( Happy, Healthy, Helpful, Handycraft )
9. Tujuan Akhir (Hidup Bahagia, Mati Bahagia )
Tentang Fundamental Gerakan Pramuka tersebut dapat dijabarkan sbb :
1. Definisi
a. Pramuka adalah setiap warga negara Indonesia yang secara sukarela aktif dalam pendidikan Kepramukaan serta berusaha mengamalkan Satya Pramuka dan Darma Pramuka.
b. Pendidikan Kepramukaan adalah proses pembentukan kepribadian, kecakapan hidup, dan akhlak mulia pramuka melalui penghayatan dan pengamalan nilai-nilai kepramukaan.
c. Kepramukaan adalah proses pendidikan nonformal di luar lingkungan sekolah dan diluar linkungan keluarga dalam bentuk kegiatan menarik, menyenangkan, sehat, teratur, terarah, praktis yang dilakukan di alam terbuka denga Prinsip Dasar Kepramukaan dan Metode Kepramukaan, yang sasaran akhirnya pembentukan watak, akhlak, dan budi pekerti luhur (SK Kwarnas No. 231 Tahun 2017)
d. Gerakan Pramuka adalah organisasi yang dibentuk oleh pramuka untuk menyelenggarakan pendidikan Kepramukaan
b. 8 MK (Metode Kepramukaan), meliputi:
1. Pengamalan Kode Kehormatan Pramuka;
2. Belajar sambil melakukan;
3. Kegiatan berkelompok, bekerjasama, dan berkompetisi;
4. Kegiatan yang menarik dan menantang;
5. Kegiatan di alam terbuka;
6. Kehadiran orang dewasa yang memberikan bimbingan, dorongan, dan dukungan;
7. Penghargaan berupa tanda kecakapan; dan
8. Satuan terpisah antara putra dan putri.
5. Sistem Among dan Kiasan Dasar
Dalam melaksanakan pendidikan kepramukaan digunakan Sistem Among.
Sistem Among merupakan proses pendidikan kepramukaan yang membentuk peserta didik agar berjiwa merdeka, disiplin, dan mandiri dalam hubungan timbal balik antarmanusia.
Sistem Among memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan diri dengan bimbingan orang dewasa melalui prinsip kepemimpinan sebagai berikut:
Ing ngarso sung tulodo maksudnya di depan menjadi teladan;
Ing madyo mangun karso maksudnya di tengah membangun kemauan; dan
Tutwuri handayani maksudnya di belakang memberi dorongan ke arah kemandirian yang lebih baik.
. Pengembangan Karakter SESOSIF
Di dalam SKU, SKK, dan SPG mengandung inti SESOSIF, yaitu : Spiritual, Emosional, Sosial, Intelektual, dan Fisik.
Yang kesemuanya itu ditumbuhkembangkan dalam diri seorang pramuka. Keterpaduan kelima area pengembangan diri itu akan mengantarkan sang Pramuka menjadi generasi bangsa yang unggul.
7. Ketrampilan Kepramukaan dan Teknik Kepramukaan
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondelferrydmn1999
Indonesia, negara kepulauan yang kaya akan keragaman budaya, suku, dan tradisi, memiliki Jakarta sebagai pusat kebudayaan yang dinamis dan unik. Salah satu kesenian tradisional yang ikonik dan identik dengan Jakarta adalah ondel-ondel, boneka raksasa yang biasanya tampil berpasangan, terdiri dari laki-laki dan perempuan. Ondel-ondel awalnya dianggap sebagai simbol budaya sakral dan memainkan peran penting dalam ritual budaya masyarakat Betawi untuk menolak bala atau nasib buruk. Namun, seiring dengan bergulirnya waktu dan perubahan zaman, makna sakral ondel-ondel perlahan memudar dan berubah menjadi sesuatu yang kurang bernilai. Kini, ondel-ondel lebih sering digunakan sebagai hiasan atau sebagai sarana untuk mencari penghasilan. Buku foto Lensa Kampung Ondel-Ondel berfokus pada Keluarga Mulyadi, yang menghadapi tantangan untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel warisan leluhur di tengah keterbatasan ekonomi yang ada. Melalui foto cerita, foto feature dan foto jurnalistik buku ini menggambarkan usaha Keluarga Mulyadi untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel sambil menghadapi dilema dalam mempertahankan makna budaya di tengah perubahan makna dan keterbatasan ekonomi keluarganya. Buku foto ini dapat menggambarkan tentang bagaimana keluarga tersebut berjuang untuk menjaga warisan budaya mereka di tengah arus modernisasi.
Teori Fungsionalisme Kulturalisasi Talcott Parsons (Dosen Pengampu : Khoirin ...nasrudienaulia
Dalam teori fungsionalisme kulturalisasi Talcott Parsons, konsep struktur sosial sangat erat hubungannya dengan kulturalisasi. Struktur sosial merujuk pada pola-pola hubungan sosial yang terorganisir dalam masyarakat, termasuk hierarki, peran, dan institusi yang mengatur interaksi antara individu. Hubungan antara konsep struktur sosial dan kulturalisasi dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Pola Interaksi Sosial: Struktur sosial menentukan pola interaksi sosial antara individu dalam masyarakat. Pola-pola ini dipengaruhi oleh norma-norma budaya yang diinternalisasi oleh anggota masyarakat melalui proses sosialisasi. Dengan demikian, struktur sosial dan kulturalisasi saling memengaruhi dalam membentuk cara individu berinteraksi dan berperilaku.
2. Distribusi Kekuasaan dan Otoritas: Struktur sosial menentukan distribusi kekuasaan dan otoritas dalam masyarakat. Nilai-nilai budaya yang dianut oleh masyarakat juga memengaruhi bagaimana kekuasaan dan otoritas didistribusikan dalam struktur sosial. Kulturalisasi memainkan peran dalam melegitimasi sistem kekuasaan yang ada melalui nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat.
3. Fungsi Sosial: Struktur sosial dan kulturalisasi saling terkait dalam menjalankan fungsi-fungsi sosial dalam masyarakat. Nilai-nilai budaya dan norma-norma yang terinternalisasi membentuk dasar bagi pelaksanaan fungsi-fungsi sosial yang diperlukan untuk menjaga keseimbangan dan stabilitas dalam masyarakat.
Dengan demikian, konsep struktur sosial dalam teori fungsionalisme kulturalisasi Parsons tidak dapat dipisahkan dari kulturalisasi karena keduanya saling berinteraksi dan saling memengaruhi dalam membentuk pola-pola hubungan sosial, distribusi kekuasaan, dan pelaksanaan fungsi-fungsi sosial dalam masyarakat.
materi sosialisai perencanaan visi misi satuan pendidikan.pptx
Jejak Khilafah.pdf
1. JEJAK KHILAFAH/PEJUANG KHILAFAH DI PULAU MISTERIUS (PULAU KALEDUPA)
1. Topografi Pulau Kaledupa
Pulau Kaledupa berada di gugusaan Kepulauan Tukang Besi yang sekarang lebih dikenal
dengan nama WAKATOBI ( Wangi-wangi, Kaledupa, Tomia, Binongko ). Di antara keempat
pulau tersebut, Pulau Kaledupa merupakan pulau yang terkecil; ini dapat dilihat dari luas daratan
keempat pulau tersebut, yaitu : Wangi-wangi 448 km2, Kaledupa 103 km2, Tomia 115 km2 dan
Binongko 155 km2, tetapi pulau Kaledupa merupakan pulau yang memiliki tanah yang paling subur
di antara keempat pulau tersebut. Srtuktur tanah Pulau Kaledupa sangat berbeda dengan struktur
tanah dari tiga pulau yang lain ( Wangi-wangi, Tomia dan Binongko ). Hampir semua jenis tanah
dimiliki oleh pulau tersebut. Bahkan ada jenis tanah yang masyarakat setempat menyebutnya
batihaka/watu mohute ( batu putih ) dan tanah semacam itu jarang ada di daerah lain. Disamping
itu sekitar 68 % pantai pulau tersebut ditumbuhi hutan mangroov ( bakau ) dari berbagai jenis (
sekitar belasan jenis bakau ). Jadi tidak heran disekitar perairan pulau tesebut banyak terdapat jenis
ikan dan kekayan laut lainnya.
Keunikan lain dari pulau Kaledupa, bahwa pulau tersebut memiliki banyak bukit ( ada lebih
50 bukit ) dan ada satu bukit tertinggi ( Bukit Pangilia ) berada jauh ( sekitar 3 km ) dari deretan
bukit yang lain; sementara itu ketiga Pulau Wakatobi lainnya hanya memiliki satu atau dua bukit.
Keunikan lainnya yang tdak dimiliki oleh ketiga pulau Wakatobi lainnya ialah di pulau
Kaledupa banyak terdapat kali/sungai kecil dan hingga tahun 1960 an kali/sungai tersebut masih
mengalir sepanjang tahun.
2. Karakter Masyarat Kaledupa.
Seperti keunikan topografi pulau tersebut, karakter masyarakatnya juga berbeda dengan
karakter masyarakat pulau Wakatobi yang lain, bahkan dengan karakter masyarakat Pulau Buton
pada umunya.
Di antara karakter masyarakat Kaledupa yang menonjol antara lain :
a. Sangat menghargai tamu atau pendatang. Salah satu sifat yang dimiliki oleh masyarakat
Kaledupa adalah mereka sangat senang kalau ada tamu atau pendatang mau menumpang
tinggal di rumahnya. Dan salah satu standar penilaian apakah keluarga itu baik atau tidak ialah
dengan melihat bagaimana keluarga tersebut menerima/menampung tamunya.
b. Ikatan keluarga dan sifat gotong-royongnya sangat kuat. Ini terlihat pada acara-acara pesta atau
kalau ada kedukaan (orang meninggal), mereka akan datang beramai-ramai ketempat tersebut.
Ini terjadi bukan saja di Kaledupa, tetapi juga di perantauan, seperti Bau-bau, Kendari,
Makasar, Jakarta dan di tempat yang lain. Kuatnya ikatan keluarga masyarakat Kaledupa
tergambar pula pada aktifitas perekonomian masyarakat. Bahwa sampai tahun 1980 an tidak
ada pasar di sana, walaupun beberapa kali Pemerintah berusaha mendirikan pasar, tetapi selalu
gagal. Bahkan sampai sekarang, pasar yang ada adalah pasar dadakan. Di bidang lain, bahwa
sampai sekarang di Kaledupa belum memiliki penginapan dan rumah makan yang standar
(minimal), sehingga ini menjadi salah satu kendala apabila ada tamu atau pejabat yang
berkunjung ke sana.
c. Kuat mempertahankan kebenaran dan patuh terhadap pemerintah (yang adil). Salah satu
karakter masyarkat Kaledupa adalah sangat kukuh mempertahankan kebenaran. Ini dapat
dilihat dari petuah atau prinsip masyarakat Kaledupa, yaitu : turu, tara, toro.
- Turu (taat/patuh), artinya taat dan patuh pada aturan atau kesepakatan yang berlaku.
2. - Tara (tahan/tegar), artinya tidak terpengaruh pada hal-hal yang menyimpang.
- Toro (kokoh/tegak), artinya tegas dalam menegakkan aturan.
Di sisi lain masyarakat Kaledupa sangat patuh kepada pemerintah yang berkuasa. Ini
dapat dilihat pada fakta/bukti sejarah berikut :
1) Pada saat terjadi pemberontakan yang dilakukan oleh Barata Wuna/Muna ( diperkirakan
terjadi pada diakhir tahun 1700 atau diawal 1800) untuk menjatuhkan Pemerintah
Kesultanan, yang menumpas pemberontakan itu adalah suruhan dari Pemerintah Barata
Kaledupa. Dan salah satu pejuang/pelaku dari peristiwa tersebut diabadikan dengan Gelar
Kakado Baalasuna (artinya : Pahlawan Kepala Kemaluan Laki-laki).
2) Pada saat pengangkatan La Ode Walihi sebagai Sultan Buton (Sultan Terakhir). Sebagian
besar pejabat kesultanan dan ketiga pemerintahan Barata (Wuna, Kulisusu & Tiworo) tidak
menyetujui pengangkatan La Ode Walihi sebagai Sultan. Dan pada waktu itu sudah ada
rencana menggagalkan pelantikan La Ode Walihi sebagai sultan Buton. Pada saat acara
pelantikan yang mencekam tersebut, pimpinan acara pelantikan (Bonto Ogena) menurut
kebiasaan menanyakan bagaimana sikap keempat pemerintahan Barata, dan yang pertama
dimintai sikapnya adalah Barata Kaledupa. Pada saat itu Miantuu Sulujaju (Panglima
Barata Kaledupa) berdiri dan langsung pergi memayungi La Ode Walihi. Hal ini
menandakan bahwa sikap Barata Kaledupa mendukung pengangkatan / pelantikan La Ode
Walihi sebagai Sultan Buton.
3) Pada saat Sulawesi Tenggara dikuasai oleh Gerombolan DI/TII Pimpinan Kahar
Mudzakar. Pada saat itu hampir seluruh wilayah Sulawesi Tenggara sudah dikuasai atau
bekerja sama dengan Gerombolan DI/TII. Di wilayah Kabupaten Buton, tinggal Kota Bau-
bau dan Pulau Kaledupa yang tidak bisa mereka taklukan/kuasai. Di gugusan pulau
Wakatobi, yaitu Wangi-wangi, Tomia dan Binongko sudah dikuasai/bekerja sama dengan
Gerombolan DI/TII. Walaupun pada akhirnya mereka bisa masuk merampok di salah satu
desa (Desa Buranga) pada waktu itu, tetapi mereka hanya sekitar 5 jam berada di desa itu.
Mereka cepat-cepat pergi, karena mereka tau bahwa masyarakat dari desa-desa lain sudah
bergerak untuk melawan/menyerang mereka.
d. Piawai di bidang pemerintahan. Tidaklah mengherankan salah satu pusat Pemerintahan Barata
Kesultanan Buton di tempatkan di pulau tersebut (bukan di Wangi-wangi, Tomia atau
Binongko), karena pada umumnya kader-kader pemimpin dari pulau itu, piawai dalam bidang
pemerintahan. Dan itu diakui oleh masyarakat Wakatobi yang lain, bahkan diakui juga
dilingkup Kabupaten Buton pada umumnya. Bahkan ada pameo/pendapat dikalangan
masyarakat (di luar pulau Kaledupa), bahwa kalau ingin melihat Kabupaten Wakatobi maju,
serahkan Pimpinannya pada orang Kaledupa.
3. Tapak/Bukti Sejarah.
Dalam penyajian makalah ini, pemateri tidak menggunakan perspektif sejarah yang
normative, karena tidak terdapat buku-buku/catatan tertulis tentang Jejak Khilafah/Pejuang
Khilafah di pulau Kaledupa. Penyajian makalah ini menggunakan perspektif empiris/factual dan
perspektif histeris ditambah dengan ceritera/penuturan masyarakat setempat.
Untuk memberi pemahaman tentang fakta sejarah di pulau Kaledupa, pemateri akan menyajikan
fakta peradaban sebelum Islam dan fakta peradaban setelah masuknya Islam di pulau Kaledupa.
a. Peradaban sebelum Islam.
3. Para pemerhati sejarah meyakini bahwa jauh sebelum Islam masuk di pulau itu, peradaban di
pulau itu sudah ada. Hal ini dapat dibuktikan dengan :
1) Syara-syara Wungka ( Pemerintahan di bukit-bukit ). Fakta menunjukkan banyak
benteng/bekas benteng yang ada di bukit-bukit dan tidak mencirikan benteng peradaban
Islam.
2) Hampir semua bukit yang jumlahnya banyak itu, terdapat pecahan benda-benda purbakala,
seperti guci, kendi, piring dari batu dan lain-lain.
3) Adanya bendera bergambar bintang ( seperti bendera Bintang David ) masih tersimpan di
sana.
b. Peradaban setelah Islam masuk.
Konon menurut penuturan masyarakat setempat, pada tahun ketiga Hijriah Rasulullah SAW,
mengumpulkan keluarga beliau dan memerintahkan mereka untuk mencari pulau Kaledupa.
Dan salah satu tanda yang disampaikan beliau untuk mengenal pulau itu adalah tebing batu
putih yang bisa dilihat dari tempat yang jauh.
Adapun sbukti/tapak sejarah adalah sebagai berikut :
1) Benteng di bukit Tapaa. Diyakini oleh masyarakat setempat, bahwa Benteng Tapaa adalah
perkampungan pertama dari para pejuang Islam di pulau itu. Didekat bukit/Benteng Tapaa
ada sebuah bukit dan masyarakat setempat menyebutnya Wungka Masigi ( bukit masjid ),
dan diyakini oleh masyarakat setempat bahwa di bukit itulah masjid pertama di pulau itu.
2) Banyak kuburan/makam yang bercirikan makam Islam bertebaran di pulau itu, dan
makam-makam tersebut dianggap keramat oleh masyarakat setempat.
3) Benteng Palea. Berdirinya benteng ini menandai terbentuknya/berdirinya Pemerintahan
Islam di pulau Kaledupa, dan terjadi sekitar tahun 1260 M ( generasi ke 12 ). Di dalam
Benteng Palea terdapat masjid, baruga tempat pertemuan, tempat tinggal para pemimpin.
Di benteng itu juga terdapat beberapa makam pejuang Islam dan ada satu makam menurut
masyarakat setempat adalah makam seorang ulama besar. Konon ulama inilah yang
menginisiasi pendirian Kesultanan Buton. Arti kata Palea sendiri kalau diterjemahkan
kedalam bahasa Indonesia adalah bermakna ketetapan. Dan konon di benteng inilah
ditetapkan rencana pendirian Kesultanan Buton, serta rencana menyebarkan Islam ke
wilayah lain termasuk sebagian wilayah pulau Jawa.
4) Adanya bendera yang bertuliskan Allah-Muhammad yang masih tersimpan di pulau itu.
Ada dua macam bendera, yaitu bendera yang bercabang tiga disimpan di tempat tinggal
pimpinan dan bendera yang bercabang dua disimpan / dipegang oleh Miantuu Sulujaju.
5) Adanya syair-syair kuno yang mengindikasikan adanya para pejuang Islam di pulau
tersebut dan ketidaksukaan/ketakutan masyarakat terhadap Maja Pahit. Diantara syair-
syair itu ialah :
• Kupajere wampondo-pondo, di one warumpi kudoli.
Di one warumpi kudoli di saru-saru kumorongga.
• Kumaeka tei wajappati, nomohama nangkabalino.
4. Kesimpulan.
Dari penuturan di atas, yang menggambarkan karakter masyarakat yang bercirikan
kerakter masyarakat Islam serta fakta sejarah peradaban di pulau itu, maka dapat disimpulkan
bahwa di pulau itu terdapat Jejak Khilafaf/Pejuang Khilafah yang sangat nyata. Hal ini sangat
4. didukung oleh potensi kehidupan/kekayaan alam yang dimiliki pulau itu, baik darat maupun
lautnya.
Namun fakta masyarakat Kaledupa saat ini sangat ironis, segala macam perbuatan maksiat
terjadi di pulau itu, seperti minumam khamar, perjudian, transaksi riba, perselingkuhan,
pembunuhan dan yang lainnya. Seakan-akan tidak menggambarkan bahwa di pulau itu pernah ada
peradaban Islam yang mengharumkan nama pulau itu.
Timbul pertanyaan, apakah dakwah Islam tidak sampai/menyentuh pulau itu ? Jawabannya
adalah para pendakwa yang datang ke pulau itu lebih dari cukup, namun sangat susah menyadarkan
masyarakat pulau itu dengan model dakwah yang berbentuk ceramah/nasehat.
Dan saya selalu mengimpikan, mungkin model dakwah dengan metode yang digunakan
hizib yang bisa menyadarkan masyarakat pulau itu. Semoga melalui penyajian makalah yang
singkat dan sederhana ini, ada saran pemikiran dari para syabab tentang solusi model dakwah yang
cocok untuk menyadarkan masyarakat pulau itu.