Teks tersebut merangkum budaya dan adat istiadat suku Kaili di Sulawesi Tengah. Suku Kaili mendiami wilayah Provinsi Sulawesi Tengah dan memiliki berbagai bahasa daerah. Teks tersebut menjelaskan tentang sejarah, struktur pemerintahan tradisional, mata pencaharian, makanan, dan adat istiadat suku Kaili yang masih dipraktikkan sampai saat ini.
[Ringkasan]
1. Teori asal usul bangsa Melayu menyebutkan bahwa mereka berasal dari kelompok Austronesia yang bermigrasi dari Tiongkok ke Asia Tenggara sejak 2500 SM.
2. Bahasa Melayu merupakan bagian dari rumpun bahasa Austronesia yang terdiri atas beberapa kelompok di kawasan Indonesia, Melanesia, Mikronesia, dan Polinesia.
3. Dialek Bahasa Melayu di Riau memiliki perbedaan pengucapan vokal
Bahasa Bali dan bahasa-bahasa lokal di Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat merupakan unsur penting dalam kebudayaan masing-masing daerah. Kebudayaan daerah di antaranya tercermin dalam sistem bahasa, organisasi sosial, peralatan hidup, mata pencaharian, agama, seni, dan upacara adat. Kebudayaan lokal di daerah-daerah ini cukup kokoh meskipun dihadapkan pada pengaruh global
BUDAYA NUSANTARA 4 ETNIS KEBUDAYAAN BUGIS, MAKASSAR, MANDAR, DAN TORAJAMuhammad Rafi Kambara
Â
Dokumen tersebut membahas kebudayaan suku Bugis, Makassar, Mandar, dan Toraja di Sulawesi. Secara singkat, dokumen menjelaskan tentang lokasi dan lingkungan alam suku-suku tersebut, bahasa yang mereka gunakan, sejarah asal usul, sistem teknologi, rumah adat, pakaian adat, senjata tradisional, sistem ekonomi, dan kesenian yang mereka miliki.
[Ringkasan]
1. Teori asal usul bangsa Melayu menyebutkan bahwa mereka berasal dari kelompok Austronesia yang bermigrasi dari Tiongkok ke Asia Tenggara sejak 2500 SM.
2. Bahasa Melayu merupakan bagian dari rumpun bahasa Austronesia yang terdiri atas beberapa kelompok di kawasan Indonesia, Melanesia, Mikronesia, dan Polinesia.
3. Dialek Bahasa Melayu di Riau memiliki perbedaan pengucapan vokal
Bahasa Bali dan bahasa-bahasa lokal di Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat merupakan unsur penting dalam kebudayaan masing-masing daerah. Kebudayaan daerah di antaranya tercermin dalam sistem bahasa, organisasi sosial, peralatan hidup, mata pencaharian, agama, seni, dan upacara adat. Kebudayaan lokal di daerah-daerah ini cukup kokoh meskipun dihadapkan pada pengaruh global
BUDAYA NUSANTARA 4 ETNIS KEBUDAYAAN BUGIS, MAKASSAR, MANDAR, DAN TORAJAMuhammad Rafi Kambara
Â
Dokumen tersebut membahas kebudayaan suku Bugis, Makassar, Mandar, dan Toraja di Sulawesi. Secara singkat, dokumen menjelaskan tentang lokasi dan lingkungan alam suku-suku tersebut, bahasa yang mereka gunakan, sejarah asal usul, sistem teknologi, rumah adat, pakaian adat, senjata tradisional, sistem ekonomi, dan kesenian yang mereka miliki.
Melalui Bhinneka Tunggal Ika, bangsa Indonesia mengakui bahwa Indonesia terdiri atas berbagai suku, ras, agama, bahasa, dan adat istiadat. Namun, perbedaan dan keanekaragaman bukan menjadi pemisah dan alat untuk memecah belah rasa persatuan dan persaudaraan. Bhinneka Tunggal Ika merupakan semboyan yang menjadi alat pemersatu bangsa Indonesia.
Dokumen tersebut merangkum tentang adat dan budaya suku-suku di Nusa Tenggara, khususnya mengenai suku Sasak, Bima, Kui, dan Tetun. Suku-suku tersebut memiliki bahasa dan kesenian masing-masing, serta sistem kekerabatan dan pengetahuan tradisional yang masih dipertahankan.
Adat merupakan warisan budaya yang diwariskan oleh nenek moyang dan merupakan bagian penting dari identitas masyarakat Bali. Adat juga terdapat di berbagai daerah lain di Indonesia dengan ciri khas masing-masing daerah. Meskipun ada beberapa aspek adat yang perlu disesuaikan dengan zaman, adat secara keseluruhan tetap perlu dilestarikan karena merepresentasikan nilai-nilai budaya leluhur.
KAJIAN MORFOLOGI BAHASA DAYAK KANTUK DI KECAMATAN BIKA KABUPATEN KAPUAS HULUnataliasusanti
Â
Penelitian ini membahas kajian morfologi bahasa Dayak Kantuk di Kecamatan Bika, Kabupaten Kapuas Hulu. Tujuannya adalah mengetahui proses pembentukan kata dan pengaruh bentuk kata terhadap golongan dan arti kata melalui afiksasi dan reduplikasi. Penelitian ini diharapkan dapat melestarikan bahasa Dayak Kantuk dan mengetahui pengaruhnya terhadap bahasa Indonesia.
Dokumen tersebut membahas tentang budaya nasional Indonesia dan interaksi global. Secara khusus membahas tentang unsur-unsur budaya seperti bahasa, pengetahuan, kekerabatan, teknologi, ekonomi, dan agama. Juga membahas kearifan lokal seperti subak di Bali, pranoto mongso di Jawa, dan nyabuk gunung. Selanjutnya membahas pengaruh globalisasi terhadap budaya melalui komunikasi, transportasi, dan media massa.
Pulau Sulawesi memiliki luas wilayah 227.654 km2 yang terdiri dari empat semenanjung panjang. Secara geologis, pulau ini sangat labil karena dilintasi patahan kerak bumi dan merupakan titik tumbukan antara tiga lempeng tektonik. Pulau ini memiliki keragaman flora dan fauna yang khas dengan beberapa spesies endemik seperti Anoa, Tapir, kera, Maleo, dan kupu-kupu. Secara administratif, Pulau
Makalah ini membahas tentang upacara adat Karia dari daerah Muna, Sulawesi Tenggara. Adu kuda merupakan salah satu olahraga tradisional yang populer di Muna dan telah menjadi atraksi yang menarik bagi masyarakat. Atraksi ini memiliki nilai filosofis yang berkaitan dengan keutamaan hak dan harga diri. Adu kuda diadakan tiga kali setahun untuk merayakan hari besar. Kegiatan ini telah
Dokumen tersebut membahas tentang latar belakang penulisan tentang kebudayaan dan obyek wisata di pulau Bali. Ia menjelaskan tentang letak geografis, wilayah administrasi, penduduk, transportasi, kebudayaan seperti sistem kepercayaan, kasta, kesenian, dan kekerabatan di Bali. Dokumen ini juga menjelaskan beberapa obyek wisata utama di Bali seperti Tanah Lot, Monumen Perjuangan Rakyat Bali, dan pusat oleh
Makalah ini membahas tentang upacara adat Karia di Muna, Sulawesi Tenggara. Upacara adat ini merupakan warisan dari Kerajaan Muna yang awalnya digunakan untuk menghibur tamu penting. Adu kuda menjadi atraksi utama upacara ini dan masih dipertahankan hingga sekarang sebagai tradisi turun-temurun yang menggambarkan filosofi pentingnya menjaga harga diri.
Laporan Pasca Presentasi Kelompok 3_Aturan Hak Ulayat Masyarakat Laut dan Pes...MuhammadHijaziAidil
Â
Fitri Agustriani, M.Si. dan Dr. Fauziyah, S.Pi.
Waktu: Kamis, 10 Maret 2022 pukul 08.00-selesai
Tempat: Ruang Kelas Mata Kuliah Sosiologi Masyarakat Pesisir
DOKUMENTASI
LAPORAN PASCA PRESENTASI
KELOMPOK 3
RINGKASAN KEGIATAN :
1. Presentasi dimulai pukul 08.00 WIB dengan pembukaan dosen pembimbing.
2. Kelompok 3 mempresentasikan mater
Melalui Bhinneka Tunggal Ika, bangsa Indonesia mengakui bahwa Indonesia terdiri atas berbagai suku, ras, agama, bahasa, dan adat istiadat. Namun, perbedaan dan keanekaragaman bukan menjadi pemisah dan alat untuk memecah belah rasa persatuan dan persaudaraan. Bhinneka Tunggal Ika merupakan semboyan yang menjadi alat pemersatu bangsa Indonesia.
Dokumen tersebut merangkum tentang adat dan budaya suku-suku di Nusa Tenggara, khususnya mengenai suku Sasak, Bima, Kui, dan Tetun. Suku-suku tersebut memiliki bahasa dan kesenian masing-masing, serta sistem kekerabatan dan pengetahuan tradisional yang masih dipertahankan.
Adat merupakan warisan budaya yang diwariskan oleh nenek moyang dan merupakan bagian penting dari identitas masyarakat Bali. Adat juga terdapat di berbagai daerah lain di Indonesia dengan ciri khas masing-masing daerah. Meskipun ada beberapa aspek adat yang perlu disesuaikan dengan zaman, adat secara keseluruhan tetap perlu dilestarikan karena merepresentasikan nilai-nilai budaya leluhur.
KAJIAN MORFOLOGI BAHASA DAYAK KANTUK DI KECAMATAN BIKA KABUPATEN KAPUAS HULUnataliasusanti
Â
Penelitian ini membahas kajian morfologi bahasa Dayak Kantuk di Kecamatan Bika, Kabupaten Kapuas Hulu. Tujuannya adalah mengetahui proses pembentukan kata dan pengaruh bentuk kata terhadap golongan dan arti kata melalui afiksasi dan reduplikasi. Penelitian ini diharapkan dapat melestarikan bahasa Dayak Kantuk dan mengetahui pengaruhnya terhadap bahasa Indonesia.
Dokumen tersebut membahas tentang budaya nasional Indonesia dan interaksi global. Secara khusus membahas tentang unsur-unsur budaya seperti bahasa, pengetahuan, kekerabatan, teknologi, ekonomi, dan agama. Juga membahas kearifan lokal seperti subak di Bali, pranoto mongso di Jawa, dan nyabuk gunung. Selanjutnya membahas pengaruh globalisasi terhadap budaya melalui komunikasi, transportasi, dan media massa.
Pulau Sulawesi memiliki luas wilayah 227.654 km2 yang terdiri dari empat semenanjung panjang. Secara geologis, pulau ini sangat labil karena dilintasi patahan kerak bumi dan merupakan titik tumbukan antara tiga lempeng tektonik. Pulau ini memiliki keragaman flora dan fauna yang khas dengan beberapa spesies endemik seperti Anoa, Tapir, kera, Maleo, dan kupu-kupu. Secara administratif, Pulau
Makalah ini membahas tentang upacara adat Karia dari daerah Muna, Sulawesi Tenggara. Adu kuda merupakan salah satu olahraga tradisional yang populer di Muna dan telah menjadi atraksi yang menarik bagi masyarakat. Atraksi ini memiliki nilai filosofis yang berkaitan dengan keutamaan hak dan harga diri. Adu kuda diadakan tiga kali setahun untuk merayakan hari besar. Kegiatan ini telah
Dokumen tersebut membahas tentang latar belakang penulisan tentang kebudayaan dan obyek wisata di pulau Bali. Ia menjelaskan tentang letak geografis, wilayah administrasi, penduduk, transportasi, kebudayaan seperti sistem kepercayaan, kasta, kesenian, dan kekerabatan di Bali. Dokumen ini juga menjelaskan beberapa obyek wisata utama di Bali seperti Tanah Lot, Monumen Perjuangan Rakyat Bali, dan pusat oleh
Makalah ini membahas tentang upacara adat Karia di Muna, Sulawesi Tenggara. Upacara adat ini merupakan warisan dari Kerajaan Muna yang awalnya digunakan untuk menghibur tamu penting. Adu kuda menjadi atraksi utama upacara ini dan masih dipertahankan hingga sekarang sebagai tradisi turun-temurun yang menggambarkan filosofi pentingnya menjaga harga diri.
Laporan Pasca Presentasi Kelompok 3_Aturan Hak Ulayat Masyarakat Laut dan Pes...MuhammadHijaziAidil
Â
Fitri Agustriani, M.Si. dan Dr. Fauziyah, S.Pi.
Waktu: Kamis, 10 Maret 2022 pukul 08.00-selesai
Tempat: Ruang Kelas Mata Kuliah Sosiologi Masyarakat Pesisir
DOKUMENTASI
LAPORAN PASCA PRESENTASI
KELOMPOK 3
RINGKASAN KEGIATAN :
1. Presentasi dimulai pukul 08.00 WIB dengan pembukaan dosen pembimbing.
2. Kelompok 3 mempresentasikan mater
Modul Ajar Matematika Kelas 11 Fase F Kurikulum MerdekaFathan Emran
Â
Modul Ajar Matematika Kelas 11 SMA/MA Fase F Kurikulum Merdeka - abdiera.com. Modul Ajar Matematika Kelas 11 SMA/MA Fase F Kurikulum Merdeka. Modul Ajar Matematika Kelas 11 SMA/MA Fase F Kurikulum Merdeka. Modul Ajar Matematika Kelas 11 SMA/MA Fase F Kurikulum Merdeka. Modul Ajar Matematika Kelas 11 SMA/MA Fase F Kurikulum Merdeka.
Workshop "CSR & Community Development (ISO 26000)"_di BALI, 26-28 Juni 2024Kanaidi ken
Â
Dlm wktu dekat, Pelatihan/WORKSHOP ”CSR/TJSL & Community Development (ISO 26000)” akn diselenggarakan di Swiss-BelHotel – BALI (26-28 Juni 2024)...
Dgn materi yg mupuni & Narasumber yg kompeten...akn banyak manfaat dan keuntungan yg didpt mengikuti Pelatihan menarik ini.
Boleh jga info ini👆 utk dishare_kan lgi kpda tmn2 lain/sanak keluarga yg sekiranya membutuhkan training tsb.
Smga Bermanfaat
Thanks Ken Kanaidi
Universitas Negeri Jakarta banyak melahirkan tokoh pendidikan yang memiliki pengaruh didunia pendidikan. Beberapa diantaranya ada didalam file presentasi
1. 10/30/2014 budaya suku kaili | mikaa
1st May 2012
budaya suku kaili
BAB I
PENDAHULUAN
Negara Republik Indonesia dikenal dengan negara kepulauaan yang terbentang milai dari sabang
(di bagian paling barat) hingga merauke (di bagian paling timur). Karenanya macam-macam suku bangsa di
indonesia, memperkaya khasanah nusantara dengan keragaman budaya dan adat istiadat suku bangsa
tersebut.
Salah satu contoh suku dari bermacam-macam suku di indonesia adalah suku kaili. Suku Kaili
adalah suku bangsa [http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_bangsa] di Indonesia [http://id.wikipedia.org/wiki/Indonesia]
yang secara turun-temurun tersebar mendiami sebagian besar dari Provinsi Sulawesi Tengah
[http://id.wikipedia.org/wiki/Sulawesi_Tengah] , khususnya wilayah Kabupaten Donggala
[http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Donggala] , Kabupaten Sigi [http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Sigi] , dan
Kota Palu [http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Palu] , di seluruh daerah di lembah antara Gunung Gawalise
[http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Gunung_Gawalise&action=edit&redlink=1] , Gunung Nokilalaki
[http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Gunung_Nokilalaki&action=edit&redlink=1] , Kulawi, dan Gunung
Raranggonau [http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Gunung_Raranggonau&action=edit&redlink=1] . Mereka juga
menghuni wilayah pantai timur Sulawesi Tengah, meliputi Kabupaten Parigi-Moutong
[http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Kabupaten_Parigi-Moutong&action=edit&redlink=1] , Kabupaten Tojo-Una
Una [http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Kabupaten_Tojo-Una_Una&action=edit&redlink=1] dan Kabupaten
Poso [http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Poso] . Masyarakat suku Kaili mendiami kampung/desa di Teluk
Tomini yaitu Tinombo,Moutong,Parigi, Sausu, Ampana, Tojo dan Una Una, sedang di Kabupaten Poso
mereka mendiami daerah Mapane, Uekuli dan pesisir Pantai Poso.
Sama halnya dengan suku-suku lain di indonesia bahwa suku kaili mempunyai budaya dan adat
istiadat yang masih berlaku. Mulai adat istiadat dari saat dia masih di dalam kandungan sampai adat istiadat
ketika mereka meninggal. salah satu contohnya adalah pada kehamilan anak pertama dan kandungan
berumur 7 bulan maka adat istiiadat di suku kaili akan diadakan upacara selamatan kandungan atau sering
disebut dengan No jemparaka manu (memisah-misahkan bagian dari pada daging ayam) atau bisa disebut
mantale (membuat sesajian). Tujuan dari upacara ini adalah dimaksudkan agar kelahiran sang bayi dapat
berlangsung dengan selamat tanpa cacat jasmani dan rohani, serta keselamatan ibu yang akan melahirkan,
dan juga agar ibu terhindar dari gangguan-gangguan rate.
Dengan banyaknya budaya dan adat istiadat yang terdapat di suku kaili maka kami penulis ingin
mengetahui lebih lanjut tentang budaya dan adat istiadat dari suku kaili itu sediri yang masih berhubungan
dengan kesehatan dan dapat sebagai perbandingan antara suku kaili dengan budaya pada masa sekarang
baik pada masa kehamilan sampai pengobatan bagi ibu hamil yang sakit
http://mika-punya.blogspot.com/2012/05/budaya-suku-kaili.html 1/15
2. 10/30/2014 budaya suku kaili | mikaa
BAB II
PEMBAHASAN
A. Suku Kaili
Suku Kaili adalah suku bangsa [http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_bangsa] di Indonesia
[http://id.wikipedia.org/wiki/Indonesia] yang secara turun-temurun tersebar mendiami sebagian besar
dari Provinsi Sulawesi Tengah [http://id.wikipedia.org/wiki/Sulawesi_Tengah] , khususnya wilayah
Kabupaten Donggala [http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Donggala] , Kabupaten Sigi
[http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Sigi] , dan Kota Palu [http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Palu] , di
seluruh daerah di lembah antara Gunung Gawalise [http://id.wikipedia.org/w/index.php?
title=Gunung_Gawalise&action=edit&redlink=1] , Gunung Nokilalaki [http://id.wikipedia.org/w/index.php?
title=Gunung_Nokilalaki&action=edit&redlink=1] , Kulawi, dan Gunung Raranggonau
[http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Gunung_Raranggonau&action=edit&redlink=1] . Mereka juga
menghuni wilayah pantai timur Sulawesi Tengah, meliputi Kabupaten Parigi-Moutong
[http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Kabupaten_Parigi-Moutong&action=edit&redlink=1] , Kabupaten
Tojo-Una Una [http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Kabupaten_Tojo-Una_Una&action=edit&redlink=1]
dan Kabupaten Poso [http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Poso] . Masyarakat suku Kaili mendiami
kampung/desa di Teluk Tsomini yaitu Tinombo,Moutong,Parigi, Sausu, Ampana, Tojo dan Una Una,
sedang di Kabupaten Poso mereka mendiami daerah Mapane, Uekuli dan pesisir Pantai Poso.
Untuk menyatakan "orang Kaili" disebut dalam bahasa Kaili dengan menggunakan prefix
"To" yaitu To Kaili.
Ada beberapa pendapat yang mengemukakan etimologi dari kata Kaili, salah satunya
menyebutkan bahwa kata yang menjadi nama suku Kaili ini berasal dari nama pohon dan buah Kaili
yang umumnya tumbuh di hutan-hutan dikawasan daerah ini, terutama di tepi Sungai Palu
[http://id.wikipedia.org/wiki/Sungai_Palu] dan Teluk Palu [http://id.wikipedia.org/w/index.php?
title=Teluk_Palu&action=edit&redlink=1] . Pada zaman dulu, tepi pantai Teluk Palu letaknya menjorok
l.k. 34 km dari letak pantai sekarang, yaitu di Kampung Bangga. Sebagai buktinya, di daerah Bobo
sampai ke Bangga banyak ditemukan karang dan rerumputan pantai/laut. Bahkan di sana ada
sebuah sumur yang airnya pasang pada saat air di laut sedang pasang demikian juga akan surut
http://mika-punya.blogspot.com/2012/05/budaya-suku-kaili.html 2/15
3. 10/30/2014 budaya suku kaili | mikaa
pada saat air laut surut.
Menurut cerita (tutura), dahulu kala, di tepi pantai dekat Kampung Bangga tumbuh sebatang
pohon kaili yang tumbuh menjulang tinggi. Pohon ini menjadi arah atau panduan bagi pelaut atau
nelayan yang memasuki Teluk Palu untuk menuju pelabuhan pada saat itu, Bangga.
Suku Kaili mengenal lebih dari dua puluh bahasa [http://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa] yang
masih hidup dan dipergunakan dalam percakapan sehari-hari. Uniknya, di antara kampung yang
hanya berjarak 2 km kita bisa menemukan bahasa yg berbeda satu dengan lainnya. Namun
demikian, suku Kaili memiliki lingua franca [http://id.wikipedia.org/wiki/Lingua_franca] , yang dikenal
sebagai bahasa Ledo. Kata "Ledo" ini berarti "tidak". Bahasa Ledo ini dapat digunakan
berkomunikasi dengan bahasa-bahasa Kaili lainnya. Bahasa Ledo yang asli (belum dipengaruhi
bahasa para pendatang) masih ditemukan di sekitar Raranggonau dan Tompu. Sementara, bahasa
Ledo yang dipakai di daerah kota Palu, Biromaru, dan sekitarnya sudah terasimilasi dan
terkontaminasi dengan beberapa bahasa para pendatang terutama bahasa Bugis
[http://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Bugis] dan bahasa Melayu [http://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Melayu] .
Bahasa-bahasa yang masih dipergunakan dalam percakapan sehari-hari, yaitu bahasa Tara
(Talise,Lasoani,Kavatuna dan Parigi), bahasa Rai (Tavaili sampai ke Tompe), bahasa Doi
(Pantoloan dan Kayumalue); bahasa Unde (Ganti,Banawa,Loli,Dalaka, Limboro,Tovale dan
Kabonga), bahasa Ado (Sibalaya, Sibovi,Pandere, bahasa Edo (Pakuli,Tuva), bahasa Ija (Bora,
Vatunonju), bahsa Da'a (Jono'oge), bahasa Moma (Kulavi), dan bahasa Bare'e (Tojo, Unauna dan
Poso). Semua kata dasar bahasa tersebut berarti "tidak".
Mata pencaharian utama masyarakat Kili adalah bercocok tanam disawah,diladang dan
menanam kelapa. Disamping itu masyarakat suku Kaili yang tinggal didataran tinggi mereka juga
mengambil hasil bumi dihutan seperti rotan,damar dan kemiri, dan beternak. Sedang masyarakat
suku Kaili yang dipesisir pantai disamping bertani dan berkebun, mereka juga hidup sebagai nelayan
dan berdagang antar pulau ke kalimantan.
Makanan asli suku Kaili pada umumnya adalah nasi, karena sebagian besar tanah dataran
dilembah Palu, Parigi sampai ke Poso merupakan daerah persawahan. Kadang pada musim
paceklik masyarakat menanam jagung, sehingga sering juga mereka memakan nasi dari beras
jagung (campuran beras dan jagung giling).
Alat pertanian suku Kaili diantaranya : pajeko (bajak), salaga (sisir), pomanggi (cangkul),
pandoli(linggis), Taono(parang); alat penangkap ikan diantaranya: panambe, meka, rompo, jala dan
tagau.
Pemerintahan pada masa dahulu, sudah dikenal adanya struktur organisasi pemerintahan di
dalam suatu Kerajaan (KAGAUA) dikenal adanya MAGAU (Raja), MADIKA MALOLO (Raja Muda).
Didalam penyelenggaraan pemerintahan Magau dibantu oleh LIBU NU MARADIKA (Dewan
Pemerintahan Kerajaan) yang terdiri dari: MADIKA MATUA (Ketua Dewan Kerajaan/Perdana
Menteri) bersama PUNGGAWA (Pengawas Pelaksana Adat/ Urusan Dalam Negeri), GALARA
(Hakim Adat), PABICARA (Juru Bicara), TADULAKO (Urusan Keamanan/ Panglima Perang) dan
SABANDARA (Bendahara dan Urusan Pelabuhan).
Disamping dewan Libu nu Maradika, juga ada LIBU NTO DEYA (Dewan Permusyawaratan
Rakyat) yang merupakan perwakilan Rakyat berbentuk KOTA PITUNGGOTA (Dewan yg Mewakili
Tujuh Penjuru Wilayah) atau KOTA PATANGGOTA (Dewan yg Mewakili Empat Penjuru Wilayah).
Bentuk Kota Pitunggota atau Kota Patanggota berdasarkan luasnya wilayah kerajaan yang memiliki
banyaknya perwakilan Soki (kampung)dari beberapa penjuru. Ketua Kota Pitunggota atau Kota
Patanggota disebut BALIGAU.
Strata sosial masyarakat Kaili dahulu mengenal adanya beberapa tingkatan yaitu
http://mika-punya.blogspot.com/2012/05/budaya-suku-kaili.html 3/15
4. 10/30/2014 budaya suku kaili | mikaa
MADIKA/MARADIKA, (golongan keturunan raja atau bangsawan),TOTUA NUNGATA (golongan
keturunan tokoh-tokoh masyarakat), TO DEA (golongan masyarakat biasa), dan BATUA (golongan
hamba/budak).
Pada zaman sebelum penjajahan Belanda, daerah Tanah Kaili mempunyai beberapa raja-raja
yang masing2 menguasai daerah kekuasaanya, seperti Banawa, Palu, Tavaili, Parigi, Sigi dan
Kulavi. Raja-raja tersebut mempunyai pertalian kekeluargaan serta tali perkawinan antara satu
dengan lainnya, dengan maksud untuk mencegah pertempuran antara satu dengan lainnya serta
mempererat kekerabatan.
Pada saat Belanda masuk kedaerah Tanah Kaili, Belanda mencoba mengadu domba antara
raja yang satu dengan raja lainnya agar mempermudah Belanda menguasai seluruh daerah
kerajaan di Tanah kaili. Tetapi sebagian besar daripada raja-raja tersebut melakukan perlawanan
terhadap tentara Belanda, mereka bertempur dan tidak bersedia dijajah Belanda.
Tetapi dengan kelicikan Belanda setelah mendapat bala bantuan dari Jawa akhirnya
beberapa raja berhasil ditaklukan, bahkan ada diantaranya yang ditangkap dan ditawan oleh
Belanda kemudian dibuang ke Pulau Jawa.Beberapa alat senjata perang yang digunakan oleh suku
Kaili diantaranya : Guma (sejenis parang), Pasatimpo (sejenis keris), Toko (tombak), Kanjai (tombak
trisula), Kaliavo (perisai).
[http://1.bp.blogspot.com/-JkTAPKpB0FU/TVuF-l7zo8I/AAAAAAAAAG8/iQhAZtS10SA/s1600/kaili.jpg]
B. Kondisi Sosial Suku Kaili
Masyarakat Sulawesi Tengah juga mengembangkan suatu nilai yang dapat
menunjukkan kesetiakawanan atau solidaritas dengan sesamanya, yaitu nilai gotong royong
(nolunu). Nilai hidup ini merupakan realisasi kebersamaan mereka dalam menghadapi suatu
kerja, yang manifestasinya dapat terlihat dalam segala aktivitas hidup sehari-hari, seperti bantu-membantu
dalam suatu pekerjaan besar yang membutuhkan banyak tenaga kerja, memberi
pertolongan kepada keluarga yang sedang dirundung musibah, serta kegiatan-kegiatan lainnya
yang akan lebih cepat terselesaikan jika dikerjakan bersama-sama.
Demikian pula masyarakat Sulawesi Tengah mengembangkan sopan santun dalam tata
cara pergaulan yang menentukan bagaimana orang seharusnya bersikap terhadap sesamanya
dalam kehidupan bermasyarakat. Adat sangat membatasi dan mengatur pergaulan muda-mudi.
Mereka tidak dibenarkan bertemu berduaan tanpa didampingi seorang tua, karena itu
perkawinan diatur oleh orangtua dari kedua belah pihak yang bersangkutan. Jika adat ini
dilanggar, maka yang melanggar akan dikenai denda adat (nigivu) dengan memberikan
sejumlah hewan tergantung dari besar kecilnya pelanggaran yang dilakukan.
Hal-hal yang tidak boleh dilakukan seseorang yang dianggap dapat merugikan orang
lain juga diatur oleh adat yang berlaku dalam masyarakat. Biasanya pelaku pelanggaran adat
akan dikenakan denda adat atau sanksi social lainnya, seperti menjadi bahan pembicaraan
atau ejekan masyarakat, dikucilkan dari masyarakatnya, diusir dari lingkungan tempat
tinggalnya, bahkan terjadi pembunuhan sebagai tindakan balas dendam, atau bentuk-bentuk
denda dan sanksi lainnya. Sebagai contoh, seorang wanita dengan sengaja sampai pada
perbuatan melanggar susila (pelanggaran yang dilakukan disebut salah kana), maka pelakunya
bisa saja dibunuh oleh keluarga pihak wanita yang diganggu. Kalau pembunuhan tidak sampai
http://mika-punya.blogspot.com/2012/05/budaya-suku-kaili.html 4/15
5. 10/30/2014 budaya suku kaili | mikaa
terjadi, pelanggar akan dikenakan denda seperti yang telah ditentukan oleh adat.
Selain itu adat juga menetapkan beberapa larangan, seperti seorang laki-laki tidak
boleh dengan sengaja melihat perempuan yang sedang mandi, salah berbicara sehingga
menyebabkan orang lain tersinggung, seorang wanita tidak boleh menerima laki-laki lain jika
suaminya sedang tidak berada di rumah, dan lain-lain. Pendidikan budi pekerti ditanamkan
dalam diri individu sejak dia masih berusia anak-anak, dan biasanya dilakukan oleh orangtua
sesudah makan malam.
Demikian pula dalam masyarakat dikembangkan sopan santun dalam hubungan
kekerabatan, misalnya bagaimana harus bersikap, berkata-kata dan bertindak terhadap
orangtua atau mereka yang lebih tua usianya dalam kehidupan sehari-hari. Pada umumnya
mereka yang tergolong muda harus bersikap sopan dan hormat kepada golongan yang lebih
tua usianya, serta mereka yang berasal dari golongan yang lebih tinggi status social dan
kedudukannya dalam masyarakatnya. Sebaliknya golongan tua harus dapat bersikap hati-hati
dalam memberikan contoh yang baik untuk diteladani oleh para generasi muda.
Pendidikan moral ditanamkan di dalam lingkungan keluarga secara ketat. Yang paling
berperan dalam masalah pendidikan anak-anak adalah ibu. Oleh sebab itu anak-anak, baik laki-laki
maupun perempuan, lebih dekat hubungannya kepada ibu daripada ayah mereka.
Orang Kaili pada masa lalu mengenal beberapa lapisan sosial, seperti golongan raja
dan turunannya (madika), golongan bangsawan (to guru nukapa), golongan orang kebanyakan
(to dea), golongan budak (batua). Selain itu mereka juga memandang tinggi golongan social
berdasarkan keberanian (katamang galaia), keahlian (kavalia), kekayaan (kasugia), kedudukan
(kadudua) dan usia (tetua).
Pada masyarakat Sulawesi Tengah dikenal sistem kepemimpinan formal, dan informal.
Kepemimpinan formal dalam desa di daerah Sulawesi Tengah dikepalai oleh seorang kepala
desa. Kepala desa ini dalam menjalankan tugas-tugasnya dibantu oleh sekretaris desa, kepala
urusan-urusan dan kepala dusun. Kemudian kepemimpinan secara informal diketuai oleh
kepala adat dan anggota adat lainnya (tokoh-tokoh adat), pemuka-pemuka agama (para ulama,
imam dan pembantu-pembantunya), dan organisisasi social kemasyarakatan seperti organisasi
pemuda, organisasi wanita, dan sebagainya.
C. Pengertian Budaya dan Budaya pada Suku Kaili
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah
kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya adalah suatu pola hidup
menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan
perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial
manusia.
Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat
istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya,
merupakan bagian tak terpisahkan dari ukdiri manusia sehingga banyak orang cenderung
menganggapnya diwariskan secara genetis.Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan
orang-orang yang berbada budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan
bahwa budaya itu dipelajari.
Beberapa alasan mengapa orang mengalami kesulitan ketika berkomunikasi dengan orang
dari budaya lain terlihat dalam definisi budaya Budaya juga suatu perangkat rumit nilai-nilai yang
dipolarisasikan oleh suatu citra yang mengandung pandangan atas keistimewaannya sendiri.
Dengan demikian, budayalah yang menyediakan suatu kerangka yang koheren untuk
mengorganisasikan aktivitas seseorang dan memungkinkannya meramalkan perilaku orang lain.
http://mika-punya.blogspot.com/2012/05/budaya-suku-kaili.html 5/15
6. 10/30/2014 budaya suku kaili | mikaa
Budaya kaili Sebagaimana suku-suku lainnya diwilayah persada Nusantara, Suku Kaili juga
mempunyai adat istiadat sebagai bagian kekayaan budaya di dalam kehidupan sosial, memiliki
Hukum Adat sebagai aturan dan norma yang harus dipatuhi, serta mempunyai aturan sanksi dalam
hukum adat.
Penyelenggaraan upacara adat biasanya dilaksanakan pada saat pesta perkawinan (no-
Rano, no-Raego, kesenian berpantun muda/i),pada upacara kematian (no-
Vaino,menuturkan kebaikan orang yg meninggal), pada upacara panen (no-Vunja, penyerahan
sesaji kepada Dewa Kesuburan), dan upacara penyembuhan penyakit (no-Balia, memasukkan ruh
untuk mengobati orang yg sakit); pada masa sebelum masuknya agama Islam dan Kristen, upacara-upacara
adat seperti ini masih dilakuan dengan mantera-mantera yang mengandung animisme.
Setelah masuknya agama Islam dan Kristen, pesta perkawinan dan kematian sudah
disesuaikan antara upacara adat setempat dengan upacara menurut agama penganutnya. Demikian
juga upacara yang mengikuti ajaran Islam seperti: Khitan (Posuna), Khatam (Popatama) dan gunting
rambut bayi usia 40 hari (Niore ritoya), penyelenggaraannya berdasarkan ajaran agama Islam.
Beberapa instrumen musik yang dikenal dalam kesenian suku Kaili antara lain : Kakula
(disebut juga gulintang,sejenis gamelan pentatonis),Lalove (serunai), nggeso-nggeso (rebab
berdawai dua), gimba (gendang), gamba-gamba (gamelan datar/kecil), goo(gong), suli (suling).
Salahsatu kerajinan masyarakat suku Kaili adalah menenun sarung. Ini merupakan kegiatan
para wanita didaerah Wani,Tavaili, Palu, Tipo dan Donggala. Sarung tenun ini dalam bahasa Kaili
disebut Buya Sabe tetapi oleh masyarakat umum sekarang dikenal dengan Sarung Donggala. Jenis
Buya Sabe inipun mempunyai nama-nama tersendiri berdasarkan motif tenunannya, seperti Bomba,
Subi atau Kumbaja. Demikian juga sebutan warna sarung Donggala didasarkan pada warna
alam,seperti warna Sesempalola / kembang terong (ungu), Lei-Kangaro/merah betet (merah-jingga),
Lei-pompanga (merah ludah sirih).
Didaerah Kulawi masih ditemukan adanya pembuatan bahan pakaian yang diproses dari
kulit kayu yang disebut Katevu. Pakaian dari kulit Kayu Katevu ini sebagian besar dipakai oleh para
wanita dalam bentuk rok dan baju adat. Sebelum masuknya agama ke Tanah Kaili, masyarakat suku
Kaili masih menganut animisme, pemujaan kepada roh nenek moyang dan dewa sang Pencipta
(Tomanuru), dewa Kesuburan (Buke/Buriro)dan dewa Penyembuhan (Tampilangi).
Agama Islam masuk ke Tanah kaili, setelah datangnya seorang Ulama Islam, keturunan
Datuk/Raja yang berasal dari Minangkabau bernama Abdul Raqi. Ia beserta pengikutnya datang ke
Tanah Kaili setelah bertahun-tahun bermukim belajar agama di Mekkah. Di Tanah kaili, Abdul Raqi
dikenal dengan nama Dato Karama (Datuk Keramat), karena masyarakat sering melihat
kemampuan beliau yang berada diluar kemampuan manusia pada umumnya. Makam Dato Karama
sekarang merupakan salah satu cagar budaya yang dibawah pengawasan Pemerinta Daerah.
Hubungan kekerabatan masyarakat suku Kaili sangat nampak kerjasama pada kegiatan-kegiatan
pesta adat, kematian, perkawinan dan kegiatan bertani yang disebut SINTUVU
(kebersamaan/gotong royong).
D. Kehamilan
Asal-Usul
Kesehatan bayi dalam kandungan harus selalu dijaga. Salah satu cara agar bayi dalam
kandungan senantiasa sehat adalah dengan menjaga kesehatan si ibu yang mengandung si bayi.
Sebelum dikenal adanya dokter yang mampu memeriksa dan mengobati seorang ibu yang sedang
hamil, masyarakat tradisional mempunyai cara khusus untuk mengupayakan kesehatan si ibu yang
sedang mengandung. Salah satu suku di Indonesia yang mempunyai cara khusus untuk
http://mika-punya.blogspot.com/2012/05/budaya-suku-kaili.html 6/15
7. 10/30/2014 budaya suku kaili | mikaa
menyembuhkan seorang ibu hamil yang sedang sakit adalah Suku Kaili yang berada di Sulawesi
Tengah, Indonesia.
Upacara selamatan kandungan pada masa hamil pertama (Nolama Tai)
Upacara ini adalah upacara selamatan kandungan pada kehamilan anak yang pertama
apabila kandungan berusia 7 bulan. Upacara ini sering dinamakan No jemparaka manu (memisah-misahkan
bagian daripada daging ayam) atau biasa disebut mantale (membuat sesajian). Nama-nama
itu ditonjolkan sesuai dengan penonjolan dari bagian upacara ini yaitu memenggal bagian
daging ayam untuk upacara sebagai sesajian utama dalam upacara Nolama Tai. Upacara ini bagi
masyarakat Kaili berbeda kualitas dan kuantitasnya sesuai dengan kedudukan sosial seseorang
atau Vati seseorang dalam masyarakat.
Maksud Penyelengaraan Upacara
Tujuan upacara ini adalah dimaksudkan agar kelahiran sang bayi dapat berlangsung dengan
selamat tanpa cacat jasmani dan rohani, serta keselamatan ibu yang akan melahirkan, dan juga
agar ibu terhindar dari gangguan-gangguan rate.
Dari mantera-mantera sando (dukun) diketahui bahwa tujuan upacara ini adalah agar anak
yang lahir kelak tidak tuli, kudisan, bodoh, nakal, penyakitan, dan sebagainya. Menurut kepercayaan
masyarakat Kaili bahwa leluhur mereka yang disebut rate selalu mengganggu dan menjadi sebab
berbagai penyakit tersebut di atas, dan bagi bayi dalam kandungan apabila upacara diabaikan.
Waktu Penyelenggaraan Upacara
Upacara ini dilakukan pada siang hari sebelum matahari condong ke barat. Hal ini sebagai
suatu simbol bahwa bayi yang akan lahir kelak memiliki sumber kekuatan dan tenaga serta murah
rezeki. Usia kandungan yang diupacarakan berkisar antara 7 sampai 9 bulan dan pantang untuk
bulan ke 8 karena dianggap bulan yang kurang baik. Penetapan waktu ditetapkan dengan seksama
melalu ilmu Kotika dengan cara menghitung hari bulan di langit yang dianggap sebagai hari baik dan
disepakati oleh dua belah pihak orang tua suami istri dan sando.
Tempat Penyelenggaraan Upacara
Upacara diselenggarakan di rumah dan tempat-tempat tertentu yang dianggap berkaitan
dengan kekuatan magis religius, atau tempat yang dianggap dikuasai oleh kekuatan roh halus dan
dihuni oleh rate di dalam dan di luar rumah. Di dalam rumah upacara ini dilaksanakan di beranda
depan, yaitu di depan pintu rumah (tambale), sedangkan kalau di luar rumah disiapkan tempat
tertentu sebagai tempat sesajian sesuai kondisi lingkungan desa bersangkutan.
Penyelenggaran Teknis Upacara
Upacara ini dipimpin oleh seorang dukun wanita (sando) yang dapat berkomunikasi dengan
mahluk halus dan telah berusia lanjut. Tidak kurang peranannya ialah orang tua kedua belah pihak
yang menyediakan korban upacara seperti kambing atau domba bagi keluarga bangsawan dan
ayam bagi keluarga biasa.
Pihak-pihak yang Terlibat dalam Upacara
Pihak-pihak yang terlibat dalam upacara ini ialah para keluarga dari kedua belah pihak,
terutama ibu-ibu yang sudah berusia lanjut. Selain itu juga yang berturut hadir mengikuti jalannya
upacara tersebut ialah sanak keluarga dan tetangga yang bekerja mensukseskan pesta adat
tersebut, khususnya di kalangan keluarga bangsawan. Sebab di ini ada pesta makan dengan
menyembelih 2 ekor kambing sebagai sumbangan dari kedua orang tua suami istri. Bagi pihak
suami wajib menyumbang kambing/domba jantan, sedangkan keluarga istri wajib menyumbang
kambing/domba betina.
http://mika-punya.blogspot.com/2012/05/budaya-suku-kaili.html 7/15
8. 10/30/2014 budaya suku kaili | mikaa
Persiapan dan Perlengkapan Upacara
Nolama bagi keluarga bangsawan umumnya mengadakan undangan pesta makan dari
keluarga kedua belah pihak dan para tetangga. Bagi keluarga biasa, upacaranya sangat sederhana,
masing-masing seekor ayam jantan sumbangan pihak laki-laki dan ayam betina sebagai sumbangan
pihak istri. Di samping persiapan-persiapan hewan tersebut juga dipersiapkan perlengkapan upacara
puncak, yaitu mantale njaka (upacara sesajian) dari sejumlah bahan makanan dan bahan-bahan
perlengkapan adat lainnya.
Materi-materi yang dipersiapkan di sini ialah punti jaka (pisang rebus), koluku nikou (kelapa
parut), marisa nete (lombok kecil), hati kerbau yang sudah dibakar (sate), nasi masak, dan darah
kambing/ayam yang disembelih.
Benda-benda adat lainnya ialah sabala mesa (1 lembar sarung tenunan zaman dulu),
samata doke (satu mata tombak), somata tinggora (satu mata tombak yang berakit), tatalu suraya
ada (tiga piring adat), tatalu tubu (tiga buah mangkok), sang dula (satu dulang tempat penyimpanan
barang-barang tersebut di atas).
Jalannya Upacara
Dalam upacara nolama bagi keluarga bangsawan, pertama ialah mengadakan undangan
(pegaga), yaitu suatu undangan dengan jalan mengundang langsung dari rumah ke rumah jauh
sebelum upacara diadakan. Bila telah tiba hari yang ditentukan, undangan-undangan dijemput
kembali (neala) dari rumah ke rumah. Kegiatan ini disebut peonggotaka (suatu penghormatan dari
keluarga yang berpesta) kepada orang tua adat.
Pada hari upacara diadakan penyembelihan kambing/domba yang disembelih tersebut
dibakar/dipanggang di atas api (nilambu), sehingga seluruh bulu-bulunya habis terbakar. Maksudnya
agar kulitnya dapat diproses menjadi bahan makanan. Sebelum dagingnya dipotong-potong hatinya
diambil lebih dahulu yang biasa disebut nompesule (mengambil hati) dan langsung ditusuk dan
dibakar sebagai bahan sesajian atau nilanjamaka (dijadikan sesajian).
Selesai dipotong-potong, paha kanan dari domba/kambing tersebut digantung di depan pintu
untuk bagian dukun. Di samping memproses daging-daging untuk dimasak, diadakanlah upacara
nantalenjaka (upacara sesajian) di depan pintu rumah sebelum para undangan hadir.
Seluruh perlengkapan sesajian yang disebutkan di atas telah siap tersaji, dikeliling oleh ibu
hamil dan ibu-ibu yang telah lanjut usia, sebagai peserta upacara inti tersebut. Dukun mulai nogane
(mengucapkan mantera/sastra suci) dan duduk berhadapan dengan ibu hamil yang diupacarakan.
Isi manteri antara lain meminta keselamatan/perlindungan kepada rate; arwah nenek moyang yang
sudah meninggal disebut rate njae dan yang baru meninggal disebut rate vou. Maksudnya agar ibu
tidak mengalami kesukaran pada waktu melahirkan.
Disamping membaca mantera tersebut dukun mengipas-ngipaskan daun kelapa (pucuk
kelapa muda) kepada ibu hamil dengan isyarat melemparkan keluar jendela atau pintu. Maksudnya
agar penyakit yang mennggagu dari sebab pengaruh rate tersebut dapat hilang atau keluar. Ada
pula adat yang menggunakan banja mpagana (mayang pinang) yang disapukan di atas kepala ibu
(tidak menggunakan pucuk kelapa muda).
Ada pula vati yang mengadakan upacara nolenggai tai, yang dianggap masyarakat Kaili
sebagai adat Orang Bugis (vati ntobugi), yang pada umumnya dilaksanakan dikalangan keluarga
bangsawan. Nolenga Tai (menggoyang-goyangkan) perut ini dilaksanakan oleh seorang dukun yang
ahli. Cara pelaksanaannya ialah ibu hamil tadi tidur terlentang di atas 7 lapis sarung/kain, lalu dukun
mengangkat kain tersebut satu persatu pada bagian belakangnya, sehingga perut perangkat dan
digoyangkan selama tujuh kali. Maksudnya ialah agar posisi anak dalam kandungan menjadi baik,
dan ibu tidak merasakan sakit pada bagian belakangnya. Di kalangan keluarga biasa hal ini kurang
http://mika-punya.blogspot.com/2012/05/budaya-suku-kaili.html 8/15
9. 10/30/2014 budaya suku kaili | mikaa
dilaksanakan.
Selesai acara tersebut dukun dan peserta upacara tersebut makan sebagian dari makanan
sesajian tersebut, dan sebagian lagi dari makanan tersebut dibawa keluar rumah untuk sesajian di
tempat tertentu baik yang sengaja dibuat dan atau di alam bebas seperti di pohon-pohon kayu
besar, di tepi sungai, dan sebagainya yang diantar sendiri oleh dukun upacara ini yang disebut
nompaura.
Sebagai acara penutup, dukun membuat/mempersiapkan tuvu mbuli. Tuvu mbuli berarti
hidup berkembang biak dalam satu rumpun. Suatu simbol kehidupan yang ideal, yaitu dalam
suasana dingin dan berketurunan banyak (Tuvu = hidup, Mbuli = standar).
Tuvu Mbuli tersebut tidak lain sebuali gelas/mangkok yang diisi air dan dedaunan yang
melambangkan 2 hal tersebut, yaitu daun siranindi (setawar dingin) sebagai lambang ketenangan
dan ketahanan hidup dari tantangan hidup, serta tava kodombuku, semacam pohon yang tahan
hidup di musim kemarau, mudah berkembang biak dan akarnya lama usianya.
Selesai upacara tersebut dan setelah undangan hadir seluruhnya, maka diadakanlah pesta
makan. Dengan demikian selesai upacara Nolama tersebut.
Pengobatan Ibu Hamil
Upacara Novero (upacara pengobatan apabila sang ibu yang hamil kurang sehat)
Upacara ini dapat juga dilaksanakan bagi ibu yang tidak hamil, namun ada perbedaan-perbedaan
yang tidak berarti.
Maksud Penyelenggaraan Upacara
Novero (mengobati penyakit) atau moragi ose (memberi warna warni beras) bertujuan untuk
menyembuhkan ibu hamil dari penyakit yang dideritanya karena nilindo nuviata (diganggu mahluk
halus).
Waktu Penyelenggaraan Upacara
Upacara ini sering dilaksanakan serentak dengan upacara nolama, yaitu bila ibu hamil
kelihatannya kurang sehat. Perbedaannya ialah nolama lebih dekat kepada pemujaan arwah nenek
moyang, sedangkan novero lebih berorientasi kepada mahluk-mahluk halus yang dianggap jahat.
Tempat Penyelenggaraan Upacara
Tempat upacara diadakan di luar rumah, di tempat yang dipercayai sebagai tempat hunian
mahluk halus, seperti di tepi sungai, tepi pantai, di pohon-polion besar, dan sebagainya. Dan di sini
pula dibuat suampela, sebuah tempat penyimpangan sesajian yang dibuat dari kayu bertiang tiga.
Pada bagian atas dibuat sebuah anyaman dari ranting kayu atau bambu tempat sesajian itu
disimpan, dan kulili (kayu yang dibuat seperti model parang, yang diberi warna belang hitam putih).
Ketiganya (suampela, kulili, dan berbagai jenis makanan) merupakan perlengkapan upacara novero
tersebut termasuk ose ragi (beras yang telah diberi warna-warni) seperti disebutkan di atas.
Penyelenggara Teknis Upacara
Yang berperan dalam upacara ini ialah seorang dukun wanita sejak awal sampai dengan
upacara ini selesai. Pihak-pihak lain yang terlibat terbatas dalam lingkungan keluarga terdekat saja,
yang mempersiapkan perlengkapan upacara adat lainnya.
Persiapan dan Perlengkapan Upacara
Perlengkapan-perlengkapan selain yang telah disebutkan di atas ialah membuat pekaolu
nuvayo (tempat berlindungnya bayangan), maksudnya tempat roh kita berlindung bila mendapat
gangguan mahluk halus. Juga perlengkapan yang disebut toge, yang dibuat semacam janur dari
daun kelapa seperti bentuk tombak, kepala kuda yang berkepala dua dan berkepala sebelah dan
http://mika-punya.blogspot.com/2012/05/budaya-suku-kaili.html 9/15
10. 10/30/2014 budaya suku kaili | mikaa
lain-lain. Pada bagian bawah janur tersebut bersusun 4-5 dan yang terakhir inilah yang disebut
pekaolu nuvayo. Perlengkapan lainnya ialah tuvu mbuli seperti yang telah disebutkan terdahulu.
Di dalam rumah disiapkan mbara-mbara (barang perhiasan/pakaian adat) yaitu vuya
(sarung), baju, dan bulava (emas). Ketiganya disimpan di atas dula palangga (dulang berkaki).
Jalannya Upacara
Membuat persiapan-persiapan seperti yang telah disebutkan di atas, yang dilaksanakan
bersama dukun dan keluarga di rumah ibu yang hamil, termasuk moragi ose (memberi macam
warna beras sesajian).
Mengambil banja mpangana (mayang pinang) lalu direndam dalam air 3 malam dicampur
dengan daun-daun yang wangi seperti bunga mbalu, daun pandang, tamadi, tulasi, dan sebagainya.
Baru ose ragi tersebut dibungkus dengan kain putih, disimpan di tiang tengah rumah di mana ibu
hamil itu akan tidur di dekat barang-barang tersebut.
Tiap bangun pagi selama tiga hari ibu hamil makan makanan yang disiapkan dalam bambu
dengan sebiji telur rebus dan mencuci muka dengan air yang disiapkan dan diberi bahan-bahan
yang wangi tersebut.
Kegiatan selanjutnya ialah membuat suampela tempat sesajian itu disimpan, melalui suatu
cara-cara tertentu dan dengan gane-gane (mantera). Pada ketiga diadakan upacara mandi bagi ibu
hamil tersebut dengan air wangi yang direndam dengan daun-daun wangi tersebut di atas. Seusai
mandi sebatang mayang pinang yang belum berkembang, dipecahkan di atas kepala. Benda
tersebut dianggap memberikan kekuatan untuk tubuh, sambil memecahkan sebatang mayang
pinang yang masih belum berkembang tersebut, dukun berkata : "niratamo sumangana dako ripue
ngayu, ripue ntana" (sudah diketemukan kembali semangatnya dari penghuni pohon kayu dan
penghuni bumi).
Selanjutnya adalah nantau (membawa turun) seluruh bahan-bahan perlengkapan tersebut di
atas ke tanah dan ke tempat upacara di mana suampela tersebut dibuat. Di tempat sesajian itu
dukun nogane memanggil arwah dan roh-roh halus dan berkata : "Seimo konisa miu, tavala miu,
toge ante kalili miu. Aku mompatolo yanu (si anu), bekaka maimo vayona, rapakalompemo yanu"
(Telah kupersembahkan kepadamu makanan, tombak, toge, kulili. Aku menolong si Anu (menyebut
nama). Berikan kepadanya kembali sumber kekuatan hidup, sembuhkanlah ia dari penyakit).
Selanjutnya diadakan acara noronde (dialog dukun dengan orang-orang yang ada dalam
rumah). Dialog tersebut terjadi sebagai berikut:
Dukun : "Nolompemo yanu!!" (Si Anu sudah sembuh). Orang di rumah menjawab : "Yo
nalompemo" (Ya sudah), eva apu nitulaka uve (seperti api kena air), eva kuni niboli toila (seperti
kunyit diberi kapur). Dukun naik ke rumah sambil berkata kepada ibu hamil: "niratakumo vayo miu,
naialaku riviata, rikarampua, rirate njae, rirate vou" (saya sudah menemukan sumber kekuatan hidup
yang hilang dari viata (setan/jembalang) dari para dewa dan roh-roh nenek moyang yang telah lama
dan baru meninggal).
Acara terahir ialah noave ose niragi, bila ibu telah melahirkan dengan selamat, maka ose
niragi (beras 4 warna) yang disebutkan di atas valas suji (semacam rakit kecil). Noave (mengalirkan)
barang tersebut mengandung arti nompakatu (mengirimkan sesajian) tersebut kepada pue ntasi
(penghuni laut) diiringi pula dengan mantera-mantera yang isinya minta segera ibu hamil yang sakit
segera sembuh, dan karena penyakit sudah terbawa ke laut, pergi bersama penyakit.
Dengan selesainya acara ini, selesailah upacara novero tersebut bagi seorang ibu hamil
yang kurang sehat.
Pantangan-pantangan yang Dihindari
Dalam upacara adat nolama, hampir tidak ada pantangan yang berarti, tetapi selama ibu
http://mika-punya.blogspot.com/2012/05/budaya-suku-kaili.html 10/15
11. 10/30/2014 budaya suku kaili | mikaa
hamil dijumpai sejumlah pantangan-pantangan. Pantangan tersebut tidak saja berlaku untuk sang
ibu yang hamil, tetapi juga berlaku bagi sang suami. Pantangan-pantangan bagi ibu hamil tersebut
antara lain:
a) Duduk di muka pintu atau pada anak tangga (mungkin suatu upaya preventif).
b) Pantang minum air terlalu banyak karena bila melahirkan terlalu banyak air dan atau beranak
kembar.
c) Pantang makan gula merah atau tebu serta nenas karena dapat membuat perut sakit.
d) Pantang mencela, mengejek orang-orang yang cacat jasmani karena dapat melahirkan bayi
yang cacat.
e) Pantang mengurai rambut pada sore hari karena dapat di ganggu mahluk halus.
f) Pantang makan ikan cumi-eumi karena dapat melahirkan bayi dalam bentuk cumi-cumi dan
sebagainya.
g) Pantang duduk di sembarang tempat.
h) Tidak boleh kikir (nemo masina), agar sifat/watak anaknya tidak seperti itu.
i) Tidak boleh menggulung handuk di leher (moveve handuri tambolo), agar bayi bakal lahir tidak
tercekik pada bagian lehernya.
j) Tidak boleh melicinkan tempurung (mo gau bobo/banga), agar rambut anak tidak akan botak.
k) Pantang mandi pada sore hari, dapat membuat kelamin bengkok karena ilirasi pue nu tive
(disetubuli oleh hantu penghuni air) atau mandi dipagi buta karena bayi kedinginan dan lahir
dalam keadaan lemah
Pantangan bagi sang suami adalah:
a) Menyembelih atau membunuh binatang karena dapat mengakibatkan bayi nantolu moro
(kemarahan)
b) Pantang memakai celana bila istri dalam keadaan melahirkan
c) Pantang menginjak papan penutup liang lahat (dindi ngari) sebab dapat membuat bayi lahir
dalam keadaan lemah.
Lambang-Lambang atau Makna yang Terkandung dalam Unsur-unsur Upacara
Dari uraian-uraian terdahulu telah disebut kan beberapa jenis perlengkapan upacara adat
yang merupakan simbol tertentu dalam upacara tersebut, baik dalam bentuk nama, sifat, ataupun
keadaan benda itu.
Tuvu mbuli adalah tumbuh-tumbuhan yang melambangkan sifat dan keadaan benda yang
diidentifikasikan dengan kebabahagiaan rumpun keluarga, yaitu siranindi (daun si tawar dingin),
sebagai simbol agar anak yang bakal lahir tetap tenang dan berpikiran dingin serta jernih sekalipun
dalam suasana penuh tantangan. Sifat tumbuh-tumbuhan tersebut tahan hidup dalam keadaan
musim kemarau.
Suatu lambang dari suatu kehidupan yang tidak pernah susah. Kadombuku adalah
semacam tumbuh-tumbuhan yang selain tahan musim kemarau juga berkembang biak melalui akar.
Suatu simbol perkembangbiakan yang begitu cepat tanpa mengalami kesulitan.
Tinggora dan doke adalah simbol dari kekuatan/keberanian sebagai sifat dari sebuah besi
dan senjata (tombak) melambangkan agar anak keras kemauan, kuat, dan berani. Piring adat
adalah simbol kesejahteraan dan kecukupan pangan. Kain mesa adalah kain adat tenunan dari
Sulawesi Selatan adalah simbol kebangsawanan seseorang yang diupacarakan.
Dula palangga (dulang berkaki) adalah salah satu perlengkapan upacara di mana benda-benda
tersebut di atas diletakkan, adalah lambang dari simbol status seseorang bangsawan.
Nilai-nilai
http://mika-punya.blogspot.com/2012/05/budaya-suku-kaili.html 11/15
12. 10/30/2014 budaya suku kaili | mikaa
Jika diamati secara seksama, pelaksanaan upacara Novero oleh masyarakat suku Kaili
merupakan bentuk ekpresi dari keyakinananya kepada Yang Gaib, pengharapan dan pemahaman
terhadap alam sekitar. Adanya keyakinan dalam masyarakat bahwa jika ada perempuan yang hamil
sakit, maka perempuan tersebut sedang diganggu oleh mahluk halus memunculkan “kesadaran”
masyarakat untuk melakukan penyikapan secara cepat dan tepat, yaitu dengan mengadakan
upacara Novero. Upacara Novero, dengan demikian, merupakan cara masyarakat suku Kaili untuk
membujuk dan menaklukkan mahluk halus. Dengan kata lain, pelaksanaan upacara Novero
merupakan cara masyarakat suku Kaili merespon sebuah fenomena yang didasarkan pada
pemahaman dan keyakinan mereka.
Penggunaan peralatan-peralatan upacara yang dipersiapkan secara khusus merupakan
symbol-simbol yang mengekspresikan pengharapan masyarakat suku Kaili. Misalnya Tuvu mbuli
digunakan agar keluarga selalu hidup bahagia; siranindi (daun si tawar dingin) digunakan agar anak
yang akan lahir selalu bersikap tenang dalam menghadapi tantangan; Tinggora dan Doke adalah
bentuk pengharapan agar anak mempunyai kekuatan, keberanian, dan mempunyai kemauan kuat;
Piring adat adalah simbol kesejahteraan dan kecukupan pangan; dan Kain Mesa sebagai simbol
kebangsawanan.
Penggunaan pantangan-pantangan berkaitan dengan keyakinan yang berlandaskan pada
pemahaman terhadap berbagai fenomena alam yang terjadi disekitarnya. Keberadaan pantangan
tersebut merupakan cara masyarakat suku Kaili agar tidak melakukan tindakan-tindakan yang
kurang baik sehingga mengakibatkan tidak tercapainya tujuan upacara.
Masyarakat suku Kaili, meyakini bahwa tindakan kurang baik yang dilakukan oleh kedua
suami dan istri yang sedang mengandung akan berpengaruh secara langsung kepada bayinya.
Misalnya larangan mencela atau mengejek orang cacat muncul karena ada keyakinan bahwa anak
yang dikandung akan lahir dalam keadaan cacat. Adanya keyakinan bahwa perbuatan buruk yang
dilakukan oleh orang tua si bayi akan berdampak buruk kepada si bayi menunjukkan bahwa ada
proses pensakralan perbuatan-perbuatan yang kurang baik.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Suku Kaili adalah suku bangsa [http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_bangsa] di Indonesia
[http://id.wikipedia.org/wiki/Indonesia] yang secara turun-temurun tersebar mendiami sebagian besar
dari Provinsi Sulawesi Tengah [http://id.wikipedia.org/wiki/Sulawesi_Tengah] , khususnya wilayah
Kabupaten Donggala [http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Donggala] , Kabupaten Sigi
[http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Sigi] , dan Kota Palu [http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Palu] , di
seluruh daerah di lembah antara Gunung Gawalise [http://id.wikipedia.org/w/index.php?
title=Gunung_Gawalise&action=edit&redlink=1] , Gunung Nokilalaki [http://id.wikipedia.org/w/index.php?
title=Gunung_Nokilalaki&action=edit&redlink=1] , Kulawi, dan Gunung Raranggonau
[http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Gunung_Raranggonau&action=edit&redlink=1] .
http://mika-punya.blogspot.com/2012/05/budaya-suku-kaili.html 12/15
13. 10/30/2014 budaya suku kaili | mikaa
Budaya kaili Sebagaimana suku-suku lainnya diwilayah persada Nusantara, Suku Kaili juga
mempunyai adat istiadat sebagai bagian kekayaan budaya di dalam kehidupan sosial, memiliki
Hukum Adat sebagai aturan dan norma yang harus dipatuhi, serta mempunyai aturan sanksi dalam
hukum adat.
Bagi suku kaili apa bila ada anggota dari sukunya yang hamil maka kehamilan itu harus di
jaga. Dalam adat istiadat suku kaili apa bila seseorang hamil maka akan diadakan upacara
selamatan kandungan pada masa hamil pertama (Nolama Tai). Upacara ini apabila kandungan
berusia 7 bulan. Upacara ini sering dinamakan No jemparaka manu (memisah-misahkan bagian
daripada daging ayam) atau biasa disebut mantale (membuat sesajian).
Selain itu ada juga Upacara novero (upacara pengobatan apabila sang ibu yang hamil
kurang sehat) atau moragi ose adalah suatu upacara pengobatan yang bila ibu hamil kurang sehat
dan lemah, yang dianggap sebagai gangguan mahluk halus yang jahat. Novero (mengobati
penyakit) atau moragi ose (memberi warna warni beras) bertujuan untuk menyembuhkan ibu hamil
dari penyakit yang dideritanya karena nilindo nuviata (diganggu mahluk halus)
B. Saran
Di indonesia banyak keragaman budaya dan adat istiadat dari berbagai suku yang tanpa
disadari sebenarnya itu adalah kekeyaan bagi negara indonesia itu sendiri. Dan budaya dan adat
istiadat tersebut bisa berkaitan dengan ilmu kesehatan.
mengambil hal-hal yang positif dari kebudayaan dan adat istiadat tersebut dalam ilmu
kesehatan. Dan kita sebagai warga indonesia harus selalu menjaga kekayaan budaya dan adat
istiadat di indonesia ini.
LAMPIRAN FOTO
http://mika-punya.blogspot.com/2012/05/budaya-suku-kaili.html 13/15
14. 10/30/2014 budaya suku kaili | mikaa
Foto penduduk suku kasili
Rumah bangsawan peninggalan suku kaili
Peta atau lokasi suku kaili
Permainan musik oleh suku kaili
DAFTAR PUSTAKA
http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Kaili [http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Kaili] , di akses pada 8 maret 2012
http://www.google.co.id/search?q=gambar+suku+kaili,diakses [http://www.google.co.id/search?
q=gambar+suku+kaili,diakses] pada 6 maret 2012
novero,http://www.disnakerpalu.com/tlp/rubrikview.php?
id=634&topik=8&hal=1&ss6c5bb6a5161c4889ad86afd0be2b60a7
[http://www.disnakerpalu.com/tlp/rubrikview.php?id=634&topik=8&hal=1&ss6c5bb6a5161c4889ad86afd0be2b60a7] , di
akses pada 6 maret 2012
Diposkan 1st May 2012 oleh mika punya cerita
0 Tambahkan komentar
http://mika-punya.blogspot.com/2012/05/budaya-suku-kaili.html 14/15
15. 10/30/2014 budaya suku kaili | mikaa
Masukkan komentar Anda...
Beri komentar sebagai: Google Account
Publikasikan
Pratinjau
http://mika-punya.blogspot.com/2012/05/budaya-suku-kaili.html 15/15